Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN An A.

B DENGAN EPILEPSI DI
IRINA E ATAS RSUP PROF Dr RD KANDOU MANADO

OLEH
Livnie N Sahensolar
2101410400

CI : Ns Margreny Rantung S.Kep


CT : Ns Leni Ganika, M.Kep

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2022
A. Definisi
Epilepsi atau penyakit ayan merupakan manifestasi klinis berupa muatan listrik yang
berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang. Lepasnya muatan
listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls
dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu.
Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit epilepsi.
Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan termasuk
penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu klenik”,
dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Umumnya ayan mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran,
luka kepala, pitam otak (stroke), tumor otak, alkohol. Kadang-kadang, ayan mungkin juga
karena genetika, tapi ayan bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum
diketahui.
Semua orang beresiko mendapat epilepsi. Bahkan, setiap orang beresiko satu di dalam
50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih
tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan
narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas
dari narkotik.
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi atau ayan,
melatarbelakangi penulis menyusun makalah ini. Makalah ini membahas hal-hal
mengenai penyakit epilepsi, penyebab, klasifikasi penyakit epilepsi, mekanisme
terjadinya epilepsi dan pengobatannya.
B. Etiologi
Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya
2. Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui.
Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga terdapat
kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan
otak yang abnormal.
Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat dari
adanya kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak
lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada
masa perkembangan anak.
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan
obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alcohol,
atau mengalami cidera.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke
otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-
anak.
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak

C. Tanda dan Gejala


Kejang-kejang merupakan gejala utama epilepsi. Sebelum kejang menyerang, ada
sebagian penderita yang mengalami sensasi “aura”. Aura merupakan tanda peringatan
bagi penderita epilepsi mengenai akan datangnya kejang. Lamanya aura sebelum kejang
bervariasi. Ada yang hanya berlangsung beberapa detik, dan ada juga yang hingga satu
jam.
Gambaran aura mirip seperti halusinasi. Contohnya, ada penderita yang merasakan
keanehan pada tubuh mereka, mencium aroma tertentu, atau merasa seperti sedang di
alam mimpi.
Bagaimanapun juga, aura memberikan keuntungan tersendiri pada penderita epilepsi.
Mereka jadi bisa memiliki waktu untuk pindah ke tempat yang lebih aman atau meminta
bantuan orang-orang sekitar sebelum kejang terjadi.
D. Patofisiologi
Secara umun epilepsy terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat
proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau toksis, yang selanjutnya menyebabkan
terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut
Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan asetilkolin sebagai zat yang
merendahkan potensi membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang
terjadi sewaktu-waktu saja sehingga menifestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu.
Bila asetilkolin sudah cukup tertimbun dipermukaan otak, maka pelepasan muatan listrik
sel-sel saraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan
merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran awas-waspada lebih banyak
asetilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak dari pada selama tidur. Pada jejas
otak lebih banyak asetilkolin daripada dalam otak sehat. Pada tumor serebri atau adanya
sikatrits setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis,
kontusio, serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin.
Oleh karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sal-sal saraf. Penimbunan
asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk daspat merendahkan
potensi membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanis
epilepsy fokal yang biasanya simptomatik.
Pada epilepsy idiomatic, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan oleh
Nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centrecephalic. Inti ini
merupakan terminal dari lintasan asendens aspesifik atau lintasan esendens
ekstralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui lintasan aferen aspesifik itu
menentukan derajad kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka timbullah
koma. Pada grandmal, oleh Karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas
muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik secara berlebih. Perangsangan
talamokortikal yang berlebih menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus
menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran menerima impuls aferen dari dunia
luar sehingga kesadaran hilang.
Hasil penelitian menujukkan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral
dari mesensefalon yng dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar
talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kajang pada otot skeletal,
yang dikenal sebagai petit mal
E. Manifestasi Klinis
Menurut Commusion of Classification andf Terminologi of the International League
against Epilepsi (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsy sebagai berikut:
1.   Sawan parsial (fokal, local)
a.  Sawan parsial sederhana: sawan parsial dengan tetap kesadaran normal
1)  Dengan gejala motorik
a)  Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja
b)  Fokal motorik menjalar: sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar
meluas kebagian lain. Disebut juga epilepsi Jacksen
c)  Versif: sawan disertai gerakan memutar kapala, mata, tubuh
d)  Postural sawan disertaidengan lengat atau tungkai kaku dalam sikap tertentu
e)  Disertai gangguan fonasi: sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien
mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
2) Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial: sawan disertai halusinasi
sederhana yang mengenai kalima panca indra dan bangkitan yang disertai vertigo
a)      somatosensorik: timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum
b)      visual: terlihat cahaya
c)      auditoris: terdengar sesuatu
d)     olfaktoris: terhidu sesuatu
e)      gustatoris: terkecap sesuatu
f)       disertai vertigo
3)     Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
4)    Dengab gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
a)      disfasia: ganguan bicara misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat
b)      dismnesia: gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat,atau sebaliknya tidak pernah
mnegalami,mendangar, melihat, mengetahui sesuatu. Mungkin mendadak
mengingat suatu peristiwa dimasa lalu, merasa seperti melihat lagi.
c)      Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
d)     Afektif: merasa sangat senang, susah, marah, takut.
e)      Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar
f)       Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang bicara, musik
melihat sesuatu fenomena tertentu dan lain-lain
b. Sawan parsial komplek
1.    Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran: kesadaran mula-mula
baik kemudian baru menurun.
a.      Dengan gejala parsial sederhana A1-A4; gejala-gejala seperti golongan A1-
A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
b.     Dengan automatisme. Automatisme yaitu gerakan-geraka, perilaku yang
timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah-ngunyah, menelan-
nelan, wajah muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata-nata sesuatu,
memegang-megang kancing baju, berjlan, mengembara tak menentu, berbicara
dan lain-lain.
2.   Dengan penuruna kesadaran sejak serangan: kesadaran menurun sejak
permulaan serangan.
a.  Hanya dengan penurunan kesadaran.
b. Dengan automatisme.
c. Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,
tonik, klonik)
2. Sawan umum (konfulsif atau non konfulsif)
a. Sawan Lena (Absance)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
menbengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara.
Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ - ½ menit dan biasanya dijumpai pada
anak.
1)     Hanya penurunan kesadaran.
2)     Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya dijumpai pada
kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
3)     Dengan komponen atonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot leher, lengan
tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak lunglai.
4)     Dengan komponen tonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstrenitas, leher
atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke
belakang, lengan dapat mengentul atau mengendang.
5)     Dengan automatisme.
6)     Dengan komponen autonom.
2 hingga 6 dapat tersendiri atau kombinasi
Lena tak khas (atypical absence)
Dapat disertai:
1)      Gangguan tonus yang lebih jelas.
2)      Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
b.   Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah
sebagian otot atau semua otot, sekali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat
dijumpai pada semua umur.
c.   Sawan klonik
Pada sawan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelonjot. Dijumpai
tertutama sekali pada anak.
d.  Sawan tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku, juga
terdapat pada anak.
e.  Sawan tonik-klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur diatas balita yang terkenala dengan nama
grandmal. Serangan dapat diawali dengan aura yaitu tanda-tanda yang mendahului
suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang
kaku berlangsung kira-kira ¼ - ½ menit diikuti kejang otot-otot seluruh badang.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan nafas menjadi dlam beberapa saat
lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa
karena hembusan nafas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan.
Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan
kesadaran yang masih rendah atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan
pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
f.   Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan melemas sehingga pasien terjatuh.
Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali
dijumpai pada anak.
3.      Sawan tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang
ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil atau pernafasan
yang mendadak berhenti sementara.
F. Pemeriksaan Penunjang
Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informative
yang dapat memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola EEG yang bersifat khas
epileptik baik terekam saat serangan maupun di luar serangan berupa gelombang runcing,
gelombang paku, runcing lambat, paku lambat.
Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat adalah pemeriksaan foto polos
kepala, yang berguna untuk mendeteksinya adanya fraktur tulang tengkorak; CT-Scan,
yang berguna untuk mendeteksi adanya infark, hematom, tumor, hidrosefalus, sedangkan
pemeriksaan laboratorium dilakukan atas indikasi untuk memastikan adanya kelaianan
sistemik seperti hipoglikemia, hiponatremia, uremia dan lain-lain.
G. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu kapasitas
dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa fan
pengobatan psikososial.
1)     Pengobatan medikamentosa
Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah manifestasi
penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan metabolic, mka di samping
pemberian obat anti-epilepsi diperlukan pula terapi kausal. Beberapa prinsip dasar
yang perlu dipertimbangkan:
a)  Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor pencetusnya,
pemberian obat harus dipertimbangkan.
b) Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien mengalami
lebih dari dua kali sawan yang sama.
c) Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.
d) Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan
berkurang, mempermudah pemantauan, dan menghindari interaksi obat.
e) Dosis obat disesuaikan secara individual.
f)  Evaluasi hasilnya.
Bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:
-         Salah etiologi: kelaianan metabolisme, neoplasma yang tidak terdeteksi, adanya
penyakit degenerates susunan saraf pusat.
-     Pemberian obat antiepilepsi yang tepat.
-       Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur.
-        Faktor emosional sebagai pencetus.
-        Termasuk intractable epilepsi.
g) Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2 – 3 tahun.
Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan dosisnya.
2)     Pengobatan Psikososial.
Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar
akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya
sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat belajar, bekerja dan bermasyarkat secara
normal.
3)    Penatalaksanaan status epileptikus
a)    Lima menit pertama
  Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu serangan
berikutnya.
  Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan jalan nafas,
intubasi bila perlu bantuan bentilasi.
  Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelaianan.
  Pasang jalur intravena dengan NaC10,9%, periksa gula darah, kimia darah,
hematology dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan biaya).
b)    Menit ke-6 hingga ke-9
Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa 50% bolas
intravena (pada anak: 2 ml/kgBB/glukosa 25%) disertai 100 mg tiamin intravena.

c)    Menit ke-10 hingga ke-20


Pada dewasa: berikan 0,2 mg/kgBB diazepam dengan kecepatan 5 mg/menit
sampai maksimum 20 mg. Jika serangan masih ada setelah 5 menit, dapat diulangi
lagi. Diazepam harus diikuti dengan dosis rumat fenitoin.
d)     Menit ke 20 hingga ke-60
Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan <50 mg/menit pada dewasa dan 1
mg/kbBB/menit pada anak; monitor EKG dan tekanan darah selama pemberian.
e)      Menit setelah 60 menit
Jika status masih berlanjut setelah fenitoin 20 mg/kg maka berikan fenitoin
tambahan 5 mg/kg sampai maksimum 30 mg/kg. Jika status menetap, berikan 20
mg/kg fenobarbital intravena dengan kecepatan 60 mg/menit. Bila apne, berikan
bantuan ventilasi (intubasi). Jika status menetap, anestasia umum dengan
pentobarbiatal, midazolam atau propofal.
4)      Perawatan pasien yang mengalami kejang :
a)    Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
(pasien yang mempunyai aura/penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk
mengamankan, mencari tempat yang aman dan pribadi
b)    Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan untuk
mencegah cidera dari membentur permukaan yang keras.
c)    Lepaskan pakaian yang ketat
d)    Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang.
e)     Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.
f)      Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan diantara
gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
g)     Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk
memasukkan sesuatu, gigi yang patah cidera pada bibir dan lidah dapat terjadi
karena tindakan ini.
h)    Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang karena kontraksi
otot kuat dan restrenin dapat menimbulkan cidera
i)      Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi
kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran salifa dan
mucus. Jika disediakan pengisap gunakan jika perlu untuk membersihkan secret
j)      Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi,
yakinkan bahwa jalan nafas paten. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah
kejang grand mal. Periode apnoe pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba
setelah kejang. Pasien pada saat bangun harus diorientasikan terhadap lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif A. H, & Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. (1,
Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing.
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK USIA 0-18 TAHUN IRINA E ATAS

I. PENGKAJIAN
Nama mahasiswa : Livnie N Sahensolar
NIM : 210141040025
Ruang : IRINA E ATAS
Tanggal pengkajian : 28 Oktober 2022
Tanggal praktek : 28 Oktober 2022

A. IDENTITAS PASIEN
No Rekam Medis : 00771562
Nama Pasien : An A.B
Tempat/Tanggal lahir : Bintauna, 28/09/2021
Umur : 1 tahun 1 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Bahasa yang dimengerti : Bahasa Indonesia
Orang tua/Wali
Nama Ayah/Ibu : Tn A/Ny P.E
Pekerjaan Ayah/Ibu : Swasta/IRT
Pendidikan Ayah/Ibu : SMP/SD
Alamat : Bintauna Pante
B. KELUHAN UTAMA
Kejang, dan batuk
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Munculnya Keluhan
a. Tanggal munculnya keluhan: Ny P.E mengatakan pada 2 minggu lalu klien
mengalami kejang dan disertai batuk
b. Waktu munculnya keluhan: Ny P.E mengatakan awalnya di kira klien hanya
kejang biasa tapi selang beberapa minggu kemudian klien sering kejang
mengulang dan batuk lebih parah
c. Presipitasi/predisposisi:Ny P.E mengatakan awalnya tidak mengetahui terkait
masalah kesehatan yang di alami anaknya
2. Karakteristik
a. Karakter : kejang
b. Lokasi : kepala
c. Timing : Ibu klien mengatakan sejak klien umur 3 bulan klien mulai kejang
dan batuk 2 minggu yang lalu.
d. Hal hal yang meningkatkan/mengurangi keluhan : ketika klien tidak minum
obat yang teratur
e. Gejala gejala lain yang berhubungan : Lemah
3. Masalah Sejak Munculnya Keluhan
a. Serangan mendadak berulang
1) Kejadian mendadak berulang : Ny P.E mengatakan sejak klien mendadak
kejak klien terjadi kelemahan
2) Kejadian sehari hari : Ny P.E mengatakan klien hanya diam dan lemah
b. Perkembangan: Walaupun dalam keadaan lemah, namun kalau di ajak
mengobrol klien bisa merespon
c. Efek dari pengobatan : belum ada efek yang dirasakan oleh klien dari
pengobatan yang dijalani
D. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
1. Prenatal
a. Keluhan saat hamil : Ibu klien mengatakan tidak ada keluhan
b. Tempat ANC : Bidan desa
c. Kebutuhan nutrisi saat hamil : Terpenuhi, selama hamil Ny P.E mengalami
kenaikan berat badan sebanyak ± 6 kg
d. Usia kehamilan : 9 bulan
e. Saat hamil Ny P.E tidak pernah sakit, ataupun mengkonsumsi obat obatan
2. Perinatal
a. Tindakan persalinan : persalinan normal
b. Tempat persalinan : di Puskesmas
c. Obat obatan : Ny P.E tidak mengkonsumsi obat apapun selama proses
persalinan
3. Post Natal
a. Kondisi kesehatan : Saat lahir klien berada dalam keadaan sehat. Ny P.E tidak
mengalami perdarahan maupun komplikasi post partum.
b. APGAR SCORE : Ny P.E mengatakan saat lahir An A.B langsung menangis
c. BB Lahir, PB Lahir : BB : 2,9 gram, PB : 46 cm
4. Penyakit yang pernah diderita : An A.B hanya pernah mengalami sakit panas dan
diobati dengan paracetamol, kemudian langsung kejang
5. Hospitalisasi/tindakan operasi : An A.B tidak pernah dirawat di rumah sakit
6. Injuri/kecelakaan : An A.B tidak pernah mengalami kecelakaan ataupun kejadian
jatuh
7. Alergi : An A.B tidak memiliki riwayat alergi
8. Imunisasi dan tes laboratorium
a. Imunisasi
Jenis Reaksi setelah
No Waktu Pemberian
Immunisasi pemberian

BCG 1 Bulan -
1.
2. DPT (I,II,III) 2,3,4 bulan Demam

Polio
3. 2,3,4 bulan -
(I,II,III,IV)

4. Campak 9 bulan -

5. Hepatitis 0,2,3,4 bulan -

b. Laboratorium
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Leukosit 3,0 6,0-16,0
2 Eritrosit 3.37 3.90-5.10
3 Hemoglobin 8.9 11.1-14.1
4 Hematokrit 25.7 30.0-38.0
5 Trombosit 40 200-550
6 MCH 26,4 27.0-35.0
7 001 Eosinofil 0 1-5
8 003 Netrofil Batang 0 2-8
9 004 Netrofil segmen 11 50-70
10 Limfosit 77 20-40
11 Monosit 12 2-8
12 CRP <6 <6.00

E. RIWAYAT KELUARGA
1. Penyakit yang pernah dialami : Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit yang
sama dengan klien
2. Genogram

KETERANGAN :
: Laki laki : meninggal : Pasien
: Perempuan : Tinggal serumah

F. RIWAYAT SOSIAL
1. Yang mengasuh : An A.B diasuh sepenuhnya oleh ibunya
2. Hubungan dengan anggota keluarga : baik
3. Hubungan dengan teman sebaya : tiap kali pengkajian klien tidur terus
4. Pembawaan secara umum : An A.B kebanyakan dengan tidur

G. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI


1. Diagnosa Medis : Epilepsi, Bronko Pneumonia
2. Tindakan operasi : tidak ada
3. Obat obatan :
 Ceftriaxone 750 mg/12 jam IV
 Gentamisin 50 mg/24 jam
 Paracetamol 150 IV (Kalau demam)
 Ranitidin 10 mg/12 jam IV
 Asam volproat syr 4 ml/12 jam
 Zinc 20 mg/24 jam

4. Tindakan keperawatan : Pemasangan O2 Nasa kanul 2L/m

H. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN PASIEN SAAT INI


1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Ny P.E mengatakan pada saat klien mengalami keluhan, keluarga klien langsung
membawa klien ke dokter untuk pemeriksaan
2. Nutrisi
An A.B diberikan susu 20 ml lewat NGT
3. Cairan
An A.B diberikan susu 20 ml lewat NGT
4. Aktifitas
An A.B hanya dapat melakukan aktivitas aktivitas di tempat tidur
5. Tidur dan istirahat
An A.B tidur malam jam 18.00 dan bangun jam 03.00
6. Eliminasi
Pasien BAB sulit dan pernah BAB sampai berdarah karena keras, dan untuk BAK
tidak ada masalah
7. Pola Hubungan
An A.B bergantung pada ibunya.
8. Kognitif dan persepsi
a. Respon secara umum dari anak : An A.B tampak lemah
b. Respon anak untuk bicara, suara atau objek sentuhan : Ny P.E mengatakan An
A.B, tampak menoleh saat dipanggil namanya
9. Konsep diri
Tidak di dikaji
10. Seksual dan menstruasi
An.A.B berjenis kelamin perempuan dan belum menstruasi
11. Nilai
a. Perkembangan moral anak dan perilaku anak
An A.B tidak terdapat perubahan yang signifikan terkait dengan
perkembangan dan perilku
b. Keyakinan akan kesehatan, keyakinan agama
An A.B beragama Islam
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Tingkat kesadaran : E3V4M6
b. TTV : Nadi : 110x/menit, Respirasi : 34x/menit, Sb : 36,7°C, SpO2 : 99%
c. Respon nyeri : tidak ada
d. BB : 9 Kg, TB : 72 CM
2. Kulit
I : tidak ada luka, tidak ada lesi, warna kulit putih
P : Turgor kulit baik, teraba hangat
3. Kepala
I : Bentuk kepala bulat, tidak ada benjolan, rambut lurus
P : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri
4. Mata
I : Sklera tidak icterus, konjungtiva tidak anemis, lensa tampak jernih
5. Telinga
I : Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada peradangan, kanalis tampak
ada serumen
P : Tidak ada nyeri
6. Hidung
I : Bentuk hidung normal, tidak ada secret
P : Tidak ada nyeri
7. Mulut
I : mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
8. Leher
I : Tidak tampak pembesaran kelenjar, tidak ada peradangan
P : Tidak teraba massa
9. Dada
I : Bentuk dada normal, terdapat retraksi dada
P : tidak teraba massa
10. Payudara
Belum ada pembesaran payudara
11. Paru paru
I : terdapat ada retraksi
P : Terdengar bunyi pekak
A : Terdengar bunyi napas ronki
12. Jantung
I : Ictus cordis tidak Nampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 5
P : Batas jantung : atas :ICS 2 kiri linea parasternalis kiri
Bawah : ICS 5 kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri
Kanan : ICS 3 Linea parasternalis kanan
A : Terdengar bunyi jantung 1 dan 2. tidak ada bunyi jantung tambahan
13. Abdomen
I : Abdomen tampak adanya pembesaran
P : Tidak teraba massa pada abdomen kanan,tidak ada nyeri tekan
P : tidak bunyi pekak pada abdomen
A : Bising usus 12-15x/menit
14. Genetalia
Alat kelamin tampak normal, tidak ada kelainan
15. Anus dan Rektum
Anus dan rectum tidak ada kelaianan
16. Muskuloskeletal
Tidak ada fraktur

J. PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN
SEKTOR RESPON ANAK KESIMPULAN
Personal social  Anak tidak dapat mengambil makanan
sendiri
 Anak tidak dapat minum dengan
PERKEMBANGAN ANAK
cangkir
NORMAL SESUAI USIA
 Anak tidak dapat menyebut nama
kakaknya
Adaptif  Anak dapat menggoyangkan ibu jari
motoric halus  Anak tidak dapat meniru gari vertikal
Kognitif dan  Bahasa anak dapat dimengerti
bahasa  Anak tidak dapat menyebutkan 1
nama warna
Motorik kasar Anak tbelum dapat berdiri 1 kaki selama
1 detik

K. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PENUNJANG


CT Scan Abdomen : -
Foto Thoraks :-
L. ANALISA DATA
DATA PENYEBAB MASALAH
Data Subjektif : System saraf Penurunan kapasitas
Ny P.E mengatakan anaknya adaptif intracranial
lemah Ketidak seimbangan
Ny P.E mengatakan 2 minggu aliran listrik pada sel
SMRS klien sering kejang saraf
berulang
Data Objekktif : Terjadinya keadaan

- Klien kesadaran menurun lemah

- Klien tampak lemah


Aktivitas kejang

Hipoksia

Penurunan Kapasitas
adaptif Intracra

Data Subjektif : Aktifitas Kejang Bersihan jalan napas


- Ny P.E mengatakan klien tidak efektif
mulai batuk 5 hari SMRS Gangguan Respiratori
Data Objektif :
- Terdapat sputum di jalan Hipersekresi Mukus

nafas
- Bunyi napas ronci Obstruksi Jalan Napas
- Tampak ada retraksi dada
- SpO2 99% Bersihan jalan nafas
- RR:34x/m tidak efektif

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial b.d obstruksi aliran cairan serebrospinalis
(Mis.hidrosefalus)
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
III. RENCANA KEPERAWATAN
No DX KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
1 Penurunan kapasitas adaptif Setelah diberikan tindakan keperawatan Manajemen kejang
intracranial selama 3 x 8 jam diharapkan kapasitas observasi
adaptif intracranial meningkat dengan 1. Monitor terjadinya kejang
kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda vital
1. Tingkat kesadaran meningkat Teraupetik
3. Baringkan pasien agar tidak jatuh
4. Berikan alas empuk di bawah kepala, jika
perlu
5. Berikan oksigen
Edukasi
6. Anjurkan keluarga menghindari memasukan
apapun ke dalam mulut pasien
7. Anjurkan keluarga tidak menggunakan
kekerasan untuk menahan geraka pasien
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian antikonvulsan
2 Bersihan jalan napas tidak Setelah diberikan tindakan keperawatan Manajemen jalan napas (I.01011)
efektif selama 3 x 8 jam diharapkan bersihan Observasi
jalan napas meningkat dengan kriteria 1. Monitor pola napas (frekuensi,
hasil : kedalaman,usaha nafas)
1. Produksi sputum cukup menurun 2. Monitor bunyi napas tambahan
(4) 3. Monitor sputum
2. Frekuensi napas membaik (4) Teraupetik
4. Lakukan fisoterapi dada
5. Berikan oksigen

IV. PELAKSANAAN dan EVALUASI HARI 1


DX JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATA
N
Penurunan 1. Memonitor terjadinya kejang S:
kapasitas adaptif Hasil: klien sudah tidak kejang - Ibu klien mengatakan hari
intracranial 2. Memonitor tanda-tanda vital ini klien tidak kejang
Hasil: N: 104x/m, sb: 36,6, RR: 26x/mnt - Ibu klien mengatakan
3. Membaringkan pasien agar tidak jatuh mengerti dengan
Hasil: klien tampak terbaring penjelasan yang diberikan
4. Memberikan alas empuk di bawah kepala terkait untuk tidak
Hasil: memberikan alas kain menahan gerakan pada saat
5. Memberikan oksigen klien kejang
Hasil: terpasang O2 2L O:
6. Menganjurkan keluarga menghindari memasukan apapun ke - Klien tampak lemah
dalam mulut pasien - Klien penurunan kesadaran
Hasil: ibu klien tamak mengerti A: masalah belum teratasi
7. Menganjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk P: lanjutkan intervensi
menahan geraka pasien Observasi manajemen kejang
Hasil:ibu klien tampak memahami dan mengarti dengan
edukasi yang diberikan

Bersihan jalan 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman,usaha nafas) S:


napas tidak efektif Hasil: RR: 26x/m - Ibu klien mengatakan
2. Memonitor bunyi napas tambahan masih terdapat sputum

Hasil: bunyi ronki pada jalan nafas klien

3. Memonitor sputum O:

Hasil: terdapat sputum di jalan napas - Masih terdapat secret pada


jalan napas
4. Melakukan fisoterapi dada
- Klien masih terpasang O2
Hasil: menepuk-nepuk punggung klien dan, klien ada reaksi
2L
batuk
- SpO2 99%
5. Memberikan oksigen
A:
Hasil: terpasang O2 dengan 2L
- Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5

IMPLEMENTASI dan EVALUASI HARI 2


DX JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATA
N
Penurunan 1. Memonitor terjadinya kejang S:
kapasitas adaptif Hasil: klien tidak kejang - Ibu klien mengatakan klien
intracranial 2. Memonitor tanda-tanda vital tidak kejang
Hasil: N: 118x/m, sb: 37,5 RR: 28x/mnt O:
3. Membaringkan pasien agar tidak jatuh - Klien tampak penurunan
Hasil: klien tampak terbaring kesadaran
4. Memberikan oksigen A: masalah teratasi sebagian
Hasil: terpasang O2 2L P: lanjutkan intervensi
Obs manajemen kejang
Bersihan jalan 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman,usaha nafas) S:
napas tidak efektif Hasil: RR: 28x/m - Ibu klien mengatakan
2. Memonitor bunyi napas tambahan masih ada sputum pada

Hasil: bunyi ronki jalan nafas klien

3. Memonitor sputum O:

Hasil: terdapat sputum di jalan napas - Masih terdapat secret pada


jalan napas
4. Melakukan fisoterapi dada
- Klien masih terpasang O2
Hasil: menepuk-nepuk puggung klien dan klien ada reaksi
2L
batuk
- SpO2 99%
5. Memberikan oksigen
- RR: 28x/m
Hasil: terpasang O2 dengan 2L
A:
- Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5

Implementasi dan Evaluasi Hari Terakhir


Diagnosa Keperawatan Jam Implementasi Dan Hasil Evaluasi
Penurunan kapasitas adaptif 1. Memonitor terjadinya kejang S:
intracranial Hasil: klien tidak kejang - Ibu klien mengatakan
2. Memonitor tanda-tanda vital klien tidak kejang
Hasil: N: 100x/m, sb: 36,5 RR: 23x/mnt O:
3. Membaringkan pasien agar tidak jatuh - Kesadaran klien CM
Hasil: klien tampak terbaring A: Masalah teratasi
4. Memberikan oksigen P: Intervensi di Hentikan
Hasil: klien sudah tidak tepasang O2

Bersihan jalan napas tidak 1. Memonitor pola napas (frekuensi, S:


efektif kedalaman,usaha nafas) - Ibu klien mengatakan
Hasil: RR: 24x/m masih terdapat sputum
2. Memonitor bunyi napas tambahan pada jalan nafas klien
Hasil: bunyi ronki O:
3. Memonitor sputum - Masih terdapat secret

Hasil: terdapat sputum di jalan napas pada jalan napas

4. Melakukan fisoterapi dada - SpO2 99%

Hasil: Ibu tampak Menepuk-nepuk punggung - RR: 24x/m

klien A:
- Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai