Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SDH (SUBDURAL HEMATOMA )/CEDERA KEPALA RINGAN

A. Definisi
Subdural hematoma adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural (di antara duramater dan
arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan (bridging veins) yang
terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga
akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada
permukaan lateral hemisfer dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging
veins. Perdarahan subdural juga menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak
dibawahnya biasanya berat.
Perdarahan subdural yang disebabkan karena perdarahan vena, biasanya darah yang terkumpul
hanya 100-200 cc dan berhenti karena tamponade hematom sendiri.

Setelah 5-7 hari hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10-20
hari. Darah yang diserap meninggalkan jaringan yang kaya dengan pembuluh darah sehingga dapat
memicu lagi timbulnya perdarahan-perdarahan kecil dan membentuk suatu kantong subdural yang
penuh dengan cairan dan sisa darah. Hematoma subdural dibagi menjadi 3 fase, yaitu akut, subakut
dan kronik. Dikatakan akut apabila kurang dari 72 jam, subakut 3-7 hari setelah trauma, dan kronik
bila 21 hari atau 3 minggu lebih setelah trauma(Heller, dkk., 2012).

Gambar 2.1. Subdural Hematoma


B. Etiologi
Keadaan ini timbul setelah cedera/ trauma kepala hebat, seperti perdarahan kontusional
yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural akut
dapat terjadi pada:1
• Trauma kapitis
• Koagulopati atau penggunaa obat antikoagulan (warfarin, heparin, hemophilia, kelainan hepar,
trombositopeni)
• Perdarahan intracranial nontrauma yang disebabkan oleh aneurisma serebral, malfromasi
arterivena, atau tumor (meningioma atau metastase dural.
• Pasca operasi (craniotomy, CSF hunting)
• Hipotensi intracranial (setelah lumbar fungsi, anesthesia epidural spinal, lumboperitoneal shunt)
• Child abuse atau shaken baby sybdrome
• Spontan atau tidak diketahui

Hematoma subdural kronik dapat disebabkan oleh :


• Trauma kepala yang relatif ringan atau pada orang tua dengan serebral atrofi
• Hematoma subdural akut dengan atau tanpa intervensi operasi
• Spontan atau idiopatik
• Faktor resiko terjadinya hematoma subdural kronik yaitu penggunaan alkohol kronis, epilepsi,
koagulopati, kista arachnoid, terapi antikoagulan (termasuk aspirin), penyakit kardiovaskular
(hipertensi, arteriosklerosis), trombositopenia, dan diabetes mellitus.

Pada pasien yang lebih muda, alcoholism, trombositopenia, kelainan pembekuan, dan terapi
antikoagulan oral lebih banyak ditemui. Kista arachnoid lebih banyak ditemukan pada pasien
hematoma subdural kronik pada pasien usia dibawah 40 tahun. Pada pasien yang lebih tua, penyakit
kardiovaskular dan hipertensi arteri lebih banyak ditemukan, 16% pasien dengan hematoma
subdural kronik dalam terapi aspirin.
C. Tanda dan gejala
Gejala-gejala pada Hematoma Subdural
Gejala Umum (sering) Gejala Ringan (sering) Gejala Akut/Berat (jarang)
Sakit kepala Konfusi Hemiplegi
Tampak lelah Gangguan gaya jalan Afasia
Mual/Muntah Penurunan keadaan Kejang
mental
Vertigo Kesulitan berbicara Koma
Kelemahan anggota
gerak
Inkontinensia

D. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,

determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui

adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24-72 jam setelah injuri.

2. MRI: Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti: perubahan

jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

4. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.

5. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.

PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.

8). CSF, Lumbal Punksi: Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

9). ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika

terjadi peningkatan tekanan intracranial.

10). Kadar Elektrolit: Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat


peningkatan tekanan intrkranial.

Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan


kesadaran
E. Penatalaksanaan Medis
1. Drainase
Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek dilakukan
drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang ventrikulo peritoneal
shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus
2. Terapi diuretik
a. Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar
otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis
pemberiannya harus dihentikan.Cara pemberiannya : Bolus 0,5 -1 gram/kgBB dalam 20
menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24 -48 jam. Monitor
osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm.
b. Loop diuretik (Furosemid)
Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan cairan
serebrospinal dan menarik cairan interstisial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan
manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol.
Dosis 40 mg/hari/IV
c. Terapi barbiturat (Fenobarbital)
Terapi ini diberikan pada kasus -kasus yang tidak responsif terhadap semua jenis terapi
yang tersebut diatas. Cara pemberiannya adalah bolus 10 mg/kgBB/IV selama 0,5 jam
dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg
dengan dosis sekitar 1 mg/kgBB/jam. Setelah TIK terkontrol 20 mmHg selama 24-48 jam
dosis diturunkan bertahap selama 3 hari.
d. Keseimbangan cairan elektrolit
Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri
dengan jumlah cairan 1500 -2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan
koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti
NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang mengandung glukosa oleh
karena terjadi keadaan hiperglikemia menambah edema serebri. Keseimbangan cairan
tercapai bila tekanan darah stabil normal, yang akan takikardia kembali normal dan
volume urine normal >30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui
pipa nasogastrik. Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan keseimbangan cairan
elektrolit, pemasukan cairan harus disesuaikan, misalnya pada pemberian obat diuretik,
diabetes insipidus, syndrome of inappropriate anti diuretichormone (SIADH). Dalam
keadaan ini perlu dipantau kadar elektrolit, gula darah, ureum,kreatinin dan osmolalitas
darah.
e. Nutrisi
Setelah 3-4 hari dengan cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa
nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000 -3000 kalori/hari

F. Patofisiologi
Perdarahan terjadi antara duramater dan arachnoid. Perdarahan dapat terjadi akibat
robeknya ‘bridging veins’ (menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus
venosus di dalam duramater) atau karena robeknya arachnoid. Karena otak yang
diselimuti cairan cerebrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam
keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek
beberapa vena halus pada tempat di mana vena tersebut menembus duramater.
Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma
epidural.
Kebanyakan perdarahan subdural terjadi pada konveksitas otak daerah parietal.
Sebagian kecil terdapat di fossa posterior dan pada fisura interhemisferik serta
tentorium atau diantara lobus temporal dan dasar tengkorak. Perdarahan subdural
akut pada fisura interhemisferik pernah dilaporkan, disebabkan oleh ruptur vena -
vena yang berjalan diantara hemisfer bagian medial dan falks; juga pernah
dilaporkan disebabkan oleh lesi traumatik dari arteri pericalosal karena cedera
kepala. Perdarahan subdural interhemisferik akan memberikan gejala klasik
monoparesis pada tungkai bawah. Pada anak-anak kecil perdarahan subdural di
fisura interhemisferik posterior dan tentorium sering ditemukan karena goncangan
yang hebat pada tubuh anak (shaken baby syndrome).
Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan terbentuk
jaringan ikat yang menyerupai kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan
menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung sehingga memberikan gejala
seperti tumor serebri karena tekanan intrakranial yang meningkat secara perlahan-
lahan.
Hematoma subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. Bridging
vein dianggap dalam tekanan yang lebih besar bila volume otak mengecil, sehingga
walaupun hanya mengalami trauma ringan dapat menyebabkan terjadinya robekan
pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena
yang rendah, keadaan ini menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum
gejala klinis muncul. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka
lucid interval juga berlangsung lebih lama dibandingkan pada perdarahan epidural,
berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Pada hematoma subdural yang
kecil sering terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar biasanya
menyebabkan terbentukknya membran atau kapsula baik pada bagian dalam dan
bagian luar dari hematoma tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di
dalam membran ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada
membran ini jauh lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume
dari perdarahan subdural kronik.

Gambar 2.4. Proses Terjadinya Hematoma Subdural

G. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Primer
1. Airways
a.  Sumbatan atau penumpukan sekret
b.  Wheezing atau krekles
2. Breathing
a.  Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b.  RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c.  Ronchi, krekles
d.  Ekspansi dada tidak penuh
e.  Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
a.  Nadi lemah , tidak teratur
b.  Takikardi
c.  TD meningkat / menurun
d.  Edema
e.  Gelisah
f.   Akral dingin
g.  Kulit pucat, sianosis
h.  Output urine menurun

b. Pengkajian sekunder
1) Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat badan, tinggi badan,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, anggota keluarga, agama.
2) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
3) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara berjalan
tidak tegang.
4) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
5) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
6) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
7) Eliminasi
Gejala  : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.
8) Neurosensori
Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope, kehilangan
pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan seperti
ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, konsentrasi,
pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
9) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah,
tidak bisa istirahat, merintih.
10) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas
berbunyi)
11) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh.
12) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria.

H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut
2. Gangguan pola tidur
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
4. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
5. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
6. Kerusakan integritas jaringan kulit
7. Ketidak efektifan pola nafas
I. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Nyeri Akut NOC I : Kontrol Nyeri NIC I : Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam Aktivitas
masalah teratasi dengan Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
1. Mengetahui faktor penyebab nyeri menyeluruh meliputi lokasi, durasi,
2. Mengetahui permulaan terjadinya nyeri kualitas, keparahan nyeri dan faktor
3. Menggunakan tindakan pencegahan pencetus nyeri.
4. Melaporkan gejala 2. Observasi ketidaknyamanan non verbal.
5. Melaporkan kontrol nyeri 3. ajarkan untuk teknik nonfarmakologi
misal relaksasi, guide imajeri, terapi
NOC II : Tingkat Nyeri musik, distraksi.
Kriteria Hasil : 4. Kendalikan faktor lingkungan yang
1. Melaporkan nyeri berkurang atau hilang dapat mempengaruhi respon pasien
2. Frekuensi nyeri berkurang terhadap ketidaknyamanan misal suhu,
3. Lamanya nyeri berlangsung lingkungan, cahaya, kegaduhan.
4. Ekspresi wajah saat nyeri 5. Kolaborasi : pemberian Analgetik
5. Posisi tubuh melindungi sesuai indikasi

Skala Penilaian NOC : NIC II : Manajemen Analgetik


1. Tidak pernah dilakukan Aktivitas
2. Jarang dilakukan 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas
3. Kadang dilakukan dan tingkat nyeri sebelum mengobati
4. Sering dilakukan pasien.
5. Selalu dilakukan 2. Cek obat meliputi jenis, dosis, dan
frekuensi pemberian analgetik.
3. Tentukan jenis analgetik ( Narkotik,
Non-Narkotik) disamping tipe dan
tingkat nyeri.
4. Tentukan Analgetik yang tepat, cara
pemberian dan dosisnya secara tepat.
5. Monitor tanda – tanda vital sebelum dan
setelah pemberian analgetik.
2 Gangguan pola tidur NOC: NIC :
- Anxiety Control Sleep Enhancement
- Comfort Level - Determinasi efek-efek medikasi
- Pain Level terhadap pola tidur
- Rest : Extent and Pattern - Jelaskan pentingnya tidur yang
- Sleep : Extent ang Pattern adekuat
Setelah dilakukan - Fasilitasi untuk mempertahankan
tindakan keperawatan aktivitas sebelum tidur (membaca)
selama 1x24 jam gangguan - Ciptakan lingkungan yang nyaman
pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil: Kolaburasi pemberian obat tidur
- Jumlah jam tidur dalam batas normal
- Pola tidur,kualitas dalam batas normal
- Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat
- Mampu mengidentifikasi hal- hal yang
meningkatkan tidur
3 Ketidakefektifan perfusi NOC: perfusi jaringan: cerebral NIC: Monitor tekanan intra kranial
jaringan otak Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam 1. berikan informasi kepada keluarga/
Faktor resiko: masalah teratasi dengan kriteria hasil: orang penting lainnya
1. Perubahan status mental No Skala Awal Akhir 2. monitor status neurologis
2. Perubahan perilaku 1 TD sistolik dan diastolik 3. periksa pasien terkait ada tidaknya
3. Perubahan respon 2 Bruit pembuluh darah besar kaku kuduk
motorik 3 Hipotensi ortostatik 4. bberikan antibiotik
4. Perubahan reaksi pupil 4 Berkomunikasi dengan 5. sesuaikan kepala tempat tidur
5. Kesulitan menelan jelas dan sesuai dengan usia untuk mengoptimalkan perfusi
6. Kelemahan atau paralisis serta kemampuan serebral.
ekstremitas 5 Menunjukkan perhatian, 6. Beritahu dokter untuk peningkatan
7. Paralisis konsentrasi dan orientasi TIK yang tidak bereaksi sesuai
8. Ketidaknormalan dalam kognitif peraturan perawatan.
berbicara 6 Menunjukkan memori
jangkan panjang dan saat
ini
7 Mengolah informasi
8 Membuat keputusan yang
tepat
Indikator:
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan
4 Ketidakefektifan bersihan NOC: status pernapasan: ventilasi NIC: manajemen jalan napas
jalan nafas nafas Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam
1. posisiskan klien untuk
Faktor berhubungan: masalah teratasi dengan kriteria hasil:
memaksimalkan ventilasi
1. Lingkungan; No Skala Awal Akhir
2. lakukan penyedotan melalui
merokok, menghisap 1 Kemudahan bernapas
endotrakea dan nasotrakea
asap rokok, perokok 2 Frekuensi dan irama
3. kelola nebulizer ultrasonik
pasif pernapasan
4. posisikan untuk meringankan
2. Obstruksi jalan napas; 3 Pergerakan sputum keluar sesak napas
terdapat benda asing dari jalan napas 5. monitor status pernapasan dan
dijalan napas, spasme 4 Pergerakan sumbatan oksigenasi
jalan napas keluar dari jalan napas
3. Fisiologis; kelainan Indikator:
dan penyakit 1. gangguan eksterm
2. berat
Batasan karakteristik: 3. sedang
Subjektif 4. ringan
1.Dispnea 5. tidak ada gangguan
Objektif
1. Suara napas tambahan
2. Perubahan pada irama
dan frekuensi
pernapasan
3. Batuk tidak ada atau
tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk
berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak
5 Ketidakefektifan pola nafas NOC: status pernapasan: ventilasi NIC: manajemen jalan napas

Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam 1. posisiskan klien untuk

1. Lingkungan; masalah teratasi dengan kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi

merokok, menghisap No Skala Awal Akhir 2. lakukan penyedotan melalui

asap rokok, perokok 1 Kemudahan bernapas endotrakea dan nasotrakea

pasif 3. kelola nebulizer ultrasonik


2 Frekuensi dan irama
2. Obstruksi jalan napas; 4. posisikan untuk meringankan
pernapasan
terdapat benda asing sesak napas
3 Pergerakan sputum keluar
dijalan napas, spasme 5. monitor status pernapasan dan
dari jalan napas
jalan napas oksigenasi
4 Pergerakan sumbatan
3. Fisiologis; kelainan keluar dari jalan napas
dan penyakit Indikator:
1. gangguan eksterm
Batasan karakteristik: 2. berat
Subjektif 3. sedang
1.Dispnea 4. ringan
Objektif 5. tidak ada gangguan
1. Suara napas tambahan
2. Perubahan pada irama
dan frekuensi
pernapasan
3. Batuk tidak ada atau
tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk
berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak
6 Kerusakan integritas NOC: intergritas jaringan: kulit dan membran NIC: perawatan luka tekan
jaringan kulit mukosa
1. monitor warna, suhu, udem,
Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam
kelembaban dan kondisi area
1.Cedera jaringan masalah teratasi dengan kriteria hasil:
sekitar luka
2.Jaringan rusak No Skala Awal Akhir
2. lakukan pembalutan dengan tepat
Batasan karakteristik: 1 Suhu, elastisitas, hidrasi
3. berikan obat-obat oral
1. Kerusakan pada lapisan
kulit dan sensasi 4. monitor adanya gejala infeksi di
2. Kerusakan pada 2 Perfusi jaringan area luka
permukaan kulit 3 Keutuhan kulit 5. ubah posisi setiap 1-2 jam sekali
3. Invasi struktur tubuh 4 Eritema kulit sekitar untuk mencegah penekanan
5 Luka berbau busuk 6. gunakan tempat tidur khusus anti
6 Granulasi dekubitus
7 Pembentukan jaringan 7. monitor status nutrisi
parut 8. pastikan bahwa pasien mendapat

8 Penyusutan luka diet tinggi kalori tinggi protein.

Indikator:

1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan
J. Penyimpangan KDM

Trauma kepala, benturan akselerasi, deselerasi

Luka-luka lecet Cidera primer Cidera sekunder / tak


atau langsung langsung

Kerusakan integritas Kerusakan saraf


kulit jaringan otak
Laserasi

Resiko infeksi
Aliran darah ke otak menurun

Suplay nutrient ke otak menurun

Perubahan metabolisme anaerob

Asam laktat meningkat Hipoksia Produksi ATP menurun

Vasodilatasi cerebri Edema jaringan otak Energi berkurang, lesu

Aliran darah ke
TIK meningkat Penurunan kemampuan
otak bertambah
kognitif, motorik, afektif

Penekanan pembuluh darah


Mual, muntah Nyeri kepala Kelemahan fisik
dan jaringan cerebral

Gangguan Pola Tidur Nyeri Akut


Resiko Ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral Defisit Hambatan

Penurunan intake oral perawatan diri mobilitas fisik

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


DAFTAR PUSTAKA

BMJ Publishing Group. Subdural Hematoma. Last Updated 26 Augustus 2015. Available
from:http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/416/basics/
epidemiologyhtml [diakses tanggal: 6 November 2015]
Charles, F. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, Edition Ninth. United State of
America: The McGraw-Hill
Campellone JV. Subdural Hematoma. Last Updated 27 July 2014. Available from:
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000713.htm [diakses tanggal: 6
November 2015]
Heller, J. L., dkk, Subdural Hematoma , MedlinePlus Medical Encyclopedia, 2012.
Meagher RJ et al. Subdural Hematoma. Last Updated 8 January 2015. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1137207-overview [diakses tanggal: 6
November 2015]
Meagher, R. dkk. Subdural Hematoma , Medscape Reference, 2011
Senturk S, Guzel A, Bilici A, Takmaz I, Guzel E, Aluclu MU, et al. CT and MR imaging
of chronic subdural hematomas: a comparative study. Swiss Med Wkly. 2010
Soleman J,Taussky P,Fandino J, Muroi C.2014. Evidence-based treatment of chronic
subdural hematoma

Anda mungkin juga menyukai