Anda di halaman 1dari 45

= 22,36 m

 Jari-jari Hidrolis

= 2,22 / 22,36

= 0,099

 Kecepatan aliran

= 0,197 m/dt

 Debit

Q=A.V

= 2,22 . 0,197

= 0,438 m3/dt

Untuk perhitungan selanjutnya (h = 0,2 ; h = 0,3 ; …) dapat


dilihat dari tabel berikut :
engan cara yang sama, hasil perhitungan dapat ditabelkan seperti
berikut :
Keliling Jari-jari
Tinggi Air Luas basah Hidrolis Kecepatan Debit
h (m) A (m2) P (m) R (m) V (m/det) Q (m3/det)
0.2 4.460 22.721 0.196 0.311 1.389
0.4 9.040 23.442 0.386 0.489 4.416
0.6 13.740 24.163 0.569 0.633 8.696
0.8 18.560 24.884 0.746 0.758 14.076
1.0 23.500 25.606 0.918 0.871 20.465
1.2 28.560 26.327 1.085 0.974 27.805
1.4 33.740 27.048 1.247 1.069 36.054
1.6 39.040 27.769 1.406 1.157 45.179
1.8 44.460 28.490 1.561 1.241 55.159
2.0 50.000 29.211 1.712 1.320 65.975
2.2 55.660 29.932 1.860 1.394 77.614
2.4 61.440 30.653 2.004 1.466 90.067
2.6 67.340 31.374 2.146 1.534 103.324
2.8 73.360 32.096 2.286 1.600 117.381
3.0 79.500 32.817 2.423 1.663 132.235
3.2 85.760 33.538 2.557 1.724 147.882
3.4 92.140 34.259 2.690 1.783 164.322
3.6 98.640 34.980 2.820 1.841 181.554
3.8 105.260 35.701 2.948 1.896 199.579
4.0 112.000 36.422 3.075 1.950 218.398
4.2 118.860 37.143 3.200 2.002 238.014
4.4 125.840 37.864 3.323 2.054 258.428
4.6 132.940 38.586 3.445 2.104 279.644
4.8 140.160 39.307 3.566 2.152 301.666
5.0 147.500 40.028 3.685 2.200 324.496
5.2 154.960 40.749 3.803 2.247 348.138
5.4 162.540 41.470 3.919 2.292 372.598
5.6 170.240 42.191 4.035 2.337 397.880
5.8 178.060 42.912 4.149 2.381 423.988
Dari grafik diperoleh nilai h untuk Q = 370 m 3/dt, yaitu : h =
5,4 m

Jadi tinggi muka air sungai sebelum dibendung adalah : 5,4


m

Sehingga elevasi muka air sebelum dibendung adalah :

= 20 + 5,4

= +25,4 m

4.2. Tinggi Air Diatas Mercu Bendung


 Perhitungan Elevasi Mercu Bendung
o Elevasi sawah tertinggi                                         = +25
o Tinggi genangan air sawah                                   = 0,14
o Kehilangan Tekanan                                             :
 Dari saluran Tersier ke sawah                       = 0.10
 Dari saluran induk ke Tersier                        = 0.10
 Sepanjang saluran                                         = 0.10
 Pada Bangunan ukur                                    = 0.40
 Pada Bangunan pengambilan                       = 0.15
 Untuk eksploitasi                                          = 0.15

Elevasi puncak mercu                                           = +26.14

Sehingga Tinggi Mercu (P) = 26.14-20 = 6.14 m


 Perhitungan Lebar Bendung

Lebar maksimum bendung hendaknya tidak bole dari 1,2 kali


lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil (Standar
Perencanaan Irigasi KP.02, hal.38).

 Lebar sungai  = 2,16 + 22 + 2,16 = 26,32 m


 Lebar bendung = 1,2 * 26,32       = 31,584 m

Jadi lebar bendung (B) adalah :  31,584 m ≈ 32 m

 Lebar bendung adalah jarak tembok pangkal satu dengan


tembok sisi lainnya (B)
 lebar bendung sebenarnya adalah lebar bendung total yg
telah dikurangi oleh
 tebal  pilar dan pintu penguras (LI)
 Lebar efektif adalah lebar sebenarnya yg telah
diperhitungkan dengan koefisien
 pilar dan koefisien kontraksi (L)

Rumus pada KP 02 hal.37

L = LI-2(nKp+Ka)He
LI= B-b-St

Dimana :

L  = lebar bendung effektif (m)

LI = lebar bendung sebenranya (m)

n = jumlah pilar

kp =koefisien kontraksi pilar

ka =koefisien kontraksi dinding samping

H   =tinggi tekanan total diatas mercu bendung  (m)


B   = lebar bendung (m)

b   =lebar pintu penguras (m)

St  = jumlah tebal pintu penguras (m)

Berdasarkan Tabel 4.1. KP.02, hal 40, diperoleh :

 Koefesien Kontraksi pilar Kp = 0.10   (untuk Pilar ujung


bulat)
 Koefesien kontraksi pangkal bendung Ka = 0,10
(Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu
90o kearah aliran dengan 0,5 He  >  r  >  0,15 He

maka :

LI = B – b – St

=  32 – 3 – (2.1)

=  27 m

L = LI-2(nKp+Ka)He

=  27 – 2. (2.0,01 + 0,10). He

=  27 – 0,24 He

 Perhitungan Lebar Pintu Pembilas

Lebar Pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya 1/6 -


1/10 dari Lebar bersih Bendung (jarak antar pangkalnya)
untuk sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 m.

 Lebar Pembilas + Tebal Pilar = 1/6 x 32 = 5,33 m ≈ 5 m

Diambil Pintu Pembilas 2 buah dengan lebar 1,5 m dan Tebal


masing-masing pilar 1m

 Lebar Total = (1,5 x 2) + (1 x 2)  =  5 m  ….(ok)


4.3.  Desain Mercu Bendung

Type lengkung Bendung :

 Dipakai Type Bulat


o Elevasi dasar Bendung  = +20 m
o Elevasi puncak Mercu    = +26,14 m
o Kemiringan punggung   = 32 m
 Mencari Nilai He (tinggi air diatas Mercu)

Bangunan ini direncanakan denga memakai tipe bulat,


sehingga debit yg melimpah diatas mercu :

( KP 02 hal. 42 )

Q = Cd*2/3* *Be*He1,5

Dengan :

Q   = Debit rencana yg melewati bendung ( m3/det)

Cd = koefisien pengaliran

Be = lebar efektif bendung (m)

He = total energi diatas mercu (m)

Direncanakan dengan :

r   = jari-jari mercu bendung, berkisar 0.3-0.7He

direncanakan dengan.4He

Cd = koefisien debit,

Direncanakan dengan Cd= 1.3

g   = percepatab gravitasi, g = 9.8 m/det2

Diketahui dengan :
Q100 = 370 m3/det

Be    = 27 – 0.240He

Maka :

Q = Cd*2/3* *Be*He1,5
370 = 1.3*2/3*  (27-0.24He)*He1.5
167,025  = 27 – 0.24 He 2.5

dengan Trial and Error, diperoleh

He = 3,441

Jadi tinggi energi air adalah 3,441 dari puncak mercu

Pengecekan nilai cd (KP 02 Hal 42)

Cd = C0*C1*C2

r = 0.5 He

= 0.5*3.441

= 1.721

p  = ½*tinggi mercu bendung

=1/2*6.14

=3.07 m

He/r =3.441/1.721 = 2.0

P/He=3.07/3.441   = 0.892

Dari grafik gambar 4.5 KP 02 hal 44, diperoleh nilai Cd =


1.295

Lebar Efektif Bendung :

L=LI-2(nkp+ka)He
= 27 – 0.240He

= 27 – 0.24*3.441

= 26.174 m

 Menentukan Aliran Balik

Aliran balik adalah suatu aliranyang arahnya kehulu


diakibatkan oleh adanya bendung dibadan sungai. Aliran
balik ini dapat dihitung panjangnya mulai dari tubuh
bendung sampai ke hulu.

Data-data yang ada :

–          kemiringan dasar


sungai                                               : 0.0015

–          kedalaman air banjir aoo th Sebelum di


bendung         : 5.4 m

–          elevasi air Sebelum


dibendung                                      : 25.4 m

–          tinggi ar banjir max 100 th Setelah


pembendungan      : 3.441

h = tinggi air max mercu + elevasi mercu – elevasi air banjir


Sebelum di bendung

= 3.441+26.14- 25.4

= 4.181 m

Persamaan Panjang Aliran Balik :

(sumber : materi kuliah irigasi II)

-x*I+h-z = 0

untuk menghitung panjang aliran balik, maka z=0


– x (0.0015) + 4.181 = 0

1.345 x2 – 0.0015 x + 4.181 = 0

dengan rumus ABC, didapatkan nilai x :

x1 = 5668.922 m
x2 = 5483.494 m

jadi panjang alirannya adalah 5668.922 m

4.4. Desain Kolam Olak


Aliran air yang telah melewati Mercu Pelimpah mempunyai
kecepatan yang sangat tinggi, dengan kondisi aliran sangat
kritis. Dalam kondisi ini dapat menimbulkan kerusakan
berupa penggerusan pada bagian Belakang pelimpah,
sehingga menyebabkan terganggunya kesetabilan dari
bendung tersebut. Untuk menghindari hal itu upaya untuk
mengubah kondisi aliran superkritis menjadi subkritis yaitu
dengan meredam energi aliran tersebut, dengan mendesain
Kolan Olak .

Tipe-tipe yang digunakan untuk meredam energi :

1. tipe loncatan (jump bazin)


2. tipe kolam olak (stilling bazin)
3. tipe bak pusaran (roller bucket)

Adapun tipe kolam ola Berdasarkan bilangan froude (Kp 04


hal 99) :

1. Untuk  Fr<1.7 tidak diperlukan kolam olak, pada saluran


tanah bagian hilir harus dilindungi dari bahaya erosi, saluran
pasangan batu atau beton  tidak memerlukan perlindungan
khusus.
2. Bila 1.7<Fr<2.5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam
energi secara efektif. Pada umumnya kolam olak dengan
ambang ujung mampu bekerja dengan baik. Untuk
penurunan muka air DZ<1.5 m dapat dipakai bangunan
terjun tegak.
3. Jika 2.5<Fr<4.5 maka akan timbul situasi yang paling sulit
dalam memilih kolam olak yg tepat. Loncatan air tidak
berbentuk dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai
jarak yang jauh disaluran. Digunakan blok yg berukuran
besar (Tipe IV).
4. Bila Fr>4.5 ini merupakan kolam olak Tipe III ini yang
dilengkapi blok depan dan blok penghalang.

Data-data :

P  = 6.14 m

He= 3.441 m

Q  = 370 m3/det

Br = 32 m

Þ Kecepatan Air Dihulu Bendung (v0) :


v0 = Þ A = b(P+Hd)                  Þ Hd = He-v02/2g
v0 =
=
=
370 = v0 (306.592 – 1.633 v02)
370 = 306.592. vo – 1.633 vo3
Dengan Trial dan error diperoleh nilai V0= 1.217 m/det

Sehingga :

Ha =  =  = 0.075 m

Hd = He-Ha
= 3.441 – 0.075

= 3.365 m

ÞKecapatan air pada penampang 1 ( v1) :


v1 =  =  = m/dt

Dari persamaan energi :

P+He = d1+
6.14 + 3.441 =  d1+
6.717                = d1+
Dengan Trial dan Error di dapat  d1 = 0.885 m
v1 =  = 13.065 m/det

=  = 8.709

ÞMenentukan Angka froude :


(Kp 02 hal 56 )
Fr =
=
= 4.436

Karena 2.4<Fr<4.5

Maka tipe kolam olak yg digunakan adalah Tipe IV

ÞKecepatan Tinggi loncatan Air (y2) ;

Berdasarkan KP 02 Hal 56, digunakan persamaan :

= 0.5(–1)
=0.5(-1)
y2 = 5.127 m
ÞKecepatan Air Pada Penampang 2 (v2) :
v2 =

=
= 2.255 m/det

==0.259

ÞPersamaan energi Pada penampang 2 Adalah :


P+He   = y2+v22/2g+ΔHf

6.14+3.441= 5.127 +  + ΔHf

ΔHf = 1.779 m

ÞDimensi Kolam Olak Tipe IV :


Berdasarkan KP 04 Hal 102, Panjang Kolam Olak Adalah :
L=2yu(–1)

Dengan :

L  = Panjang kolam olak (m)

yu = Kedalaman air pada kaki pelimpah (m)

Fr = Bilangan Froude

Sehingga:

L=2*0.885 (-1)

= 20.508 m

Direncanakan dengan panjang kolam olak sebesar 21 m

Lebar blok=w=yu=0.885 m  1 m

Jarak antar blok=2.5w=2.5*1=2.5  2.5 m

Jarak fraksi = 0.5*1 = 0.5 m

ÞElevasi dasar kolam olakan :

Berdasarkan keadaan Topografi, direncanakan :

elevasi dasar kolam olak = elevasi mercu +He–y u


= 26.14 + 3.441 –  – 0.885

= 20.872 m

4.5. Desain Apron
Panjang dan tebal apron dibelakang serta didepan bendung
direncanakan untuk menahan gaya Uplift  pada kondisi serta
mengurangi hydraulic.

Data-data :

–          Elevasi air dihulu pada saat banjir = Elevasi bendung


+ Hd

=  26.14 + 3.365

=  29.505 m

–          Elevasi air dihilir pada saat banjir :

= Elevasi Dasar kolam olak + y2 + V2/2.g


= 20 + 5.127 + 2.2552/2. 9,81

=25.386 m

–          DH banjir   =   29,505 + 386         = 4.119 m

–          Elevasi air normal dihulu              = 26.14 m

–          Elevasi lantai dasar                        = 20 m

–          DH Normal                                    = 6.14 m

Harga minimum angka rembesan lane (CL) untuk berbagai


jenis kondisi tanah :

–          Pasir sangat halus/lanau                                       =


8.5

–          Pasir halus                                                           


= 7.0
–          Pasir sedang                                                        
= 6.0

–          Pasir kasar                                                           


= 5.0

–          Kerikil halus                                                        


= 4.0

–          Kerikil sedang                                                      =


3.5

–          Kerikil kasar termasuk berangka                          =


3.0

–          Bongkah dengan sedikit berangka dan kerikil     =


2.5

–          Lempung lunak                                                    =


2.0

–          Lempung sedang                                                 


= 3.0

–          Lempung keras                                                    


= 1.8

–          Lempung sangat halus                                         =


1.6

–          Kondisi Tanah :  Sandy Clay

Berdasarkan KP.02, hal 126, dengan kondisi tanah Dasar


diketahui angka rembesan Lane (CL) = 8,5

………………(KP.02, hal 124)

dimana :
CL   = Angka rembesan Lane

Lv    = Jumlah panjang Vertikal

Lh    = Jumlah Panjang Horizontal

∆H   = Beda tinggimuka air

Dianggap jalur Vertikal memiliki daya tahan terhadap aliran


3 kali lebih kuat dari jalur horizontal.

Dengan :

Lv  = 3+1.5+1.5+1.5+0.7+0.8+(1.5 x 14) +3 +1 = 34 m

Lh  = 2 + 5 +2 +2 + 2 + 2 + (1.5 x 14)                 = 36 m

maka :

=  11.168 > 8.5   …………..(OK)

4.6. Desain Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah / bendung


direncanakan untuk menghindari adanya limpasan ombak,
maupun benda – benda padat yang terapung pada aliran.
Tinggi jagaan adalah jarak vertikal dari muka air sampai
keujung dinding. Perhitungan untuk memperoleh tinggi
jagaan digunakan rumus :

Fb =0.6 + 0.0037  .  V  .  d1/3

dimana :

Fb =Tinggi jagaan (m)

v =Kecepatan aliran (m/dtk)

d =Kedalaman air (m)


 Tinggi Jagaan pada Upstream Bendung :

Kecepatan aliran pada upstream (vo) :

vo =1.217 m/det

d=hd=3.365 m

Fb=0.6*0.0037*1.217*3.3651/3

= 0.607 m  0.6 m

 Tinggi Jagaan pada Chute :

Kecepatan aliran pada chute (penampang 1) :

v1 = 1 m/det
d1=yu=0.885 m
Fb=0.6*0.0037*13.065*0.8851/3

= 0.646 m  0.6 m

Ø  Desain Jagaan Pada Kolam Olakan :

Kecepatan aliran pada kolam olak (v2):


v2 =2.255 m/det
d1=y2 = 5.127 m
Fb = 0.6+0.0037*2.255*5.1271/3

= 0.614 m  0.6 m

4.7. Desain Pintu Pengambilan

Pintu  pengambilan adalah pintu tempat masuknya air untuk


dialirkan  kesaluran  primer. Ukuran  dari  pintu harus sesuai
dengan debit rencana untuk saluran irigasi

Berdasarkan KP 02 Hal. 84, diketahui persamaan :

dimana :
Q = Debit rencana yang masuk untuk saluran irigasi

m = Koefisien debit (diambil 0,8)

b = Lebar bukaan

a = Tinggi bukaan

g = Percepatan gravitasi = 9,8 m/dtk2

z = Kehilangan tinggi energi pada bukaan diambil 0,2 m

Elevasi dasar bangunan pengambilan sebaiknya 0.2 m diatas


muka kantong dlm keadaan penuh guna mencegah
pengendapan partikel  sedimen  didasar  pengambilan  itu 
sendiri

(Petunjuk Teknis Perencanaan Irigasi, Hal.77)

data – data :

–          Kebutuhan air tanam

–          Luas daerah irigasi                                 = 1.1  


lt/det/Ha

–          Luas daerah irigasi                                 = 350 Ha

–          Direncanakan dengan pintu pengambilan


menggunakan pintu radial, dengan keuntungan tidak ada
gesekan yang harus diperhitungkan, sehingga m =0.8

–          Berdasarkan petunjuk teknis perencanaan irigasi hal


77. Bahwa elevasi dasar bangunan pengambilan sebaiknya
0.2 m di atas muka kantong lumpur dalam keadaan penuh
guna mencegah pengendapan partikel sedimen di dasar
pengambilan itu sendiri sehingga kehilangan tinggi energi (z)
diambil 0.2 m.
–          Direncanakan dengan menggunakan 2 pintu dan
lebar masing- masing pintu direncanakan 1 m, karena dibuat
2 pintu maka harus ada pilar pemisah ditengahnya, dan tebal
pilar di rencanakan 1 m, maka :

Lebar bukaan       = 1 +  1  = 2 m

Lebar total pengambilan     = 2+1

=3m

Maka debit yang dibutuhkan  :

Qkebutuhan =

dengan :           h     = effisiensi pengaliran

= 0.65 = 65 %

Sehingga :  Qkebutuhan      =

= 2307,692 l/det

= 2.308 m3/det

Berdasarkan KP 02 hal 84 :

” Kapasitas pengambilan sekurang- kurangnya 120 % dari


kebutuhan pengambilan guna menambah fleksibilitas agar
dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur 
pro yek “.

Maka : Qp       = Qkebutuhan . 120 %

= 2.308*120%

= 2.769 m3/det

Qp       = *b*a*

a       =
=  0.874 m  1,0 m

Jadi tinggi bersih bukaan pintu pengambilan = 1,0 m

4.8. Desain Pintu Pembilas


Air yang mengalir pada sungai yang akan dibangun bendung,
banyak mengandung/ membawa sedimen. Agar sedimen
tersebut tidak memasuki intake maka perlu diadakan
pembilasan/penggelontoran. Dalam penggelontoran ini
sedimen yang mengendap dibuang ke sungai utama. Untuk
melaksanakan pembilasan ini diperlukan bangunan pembilas.
Kecepatan recana yang diperlukan selama pembilasan dapat
diambil 3,0 m/dtk. (KP. 04, hal 134)dan besarnya kecepatan
hendaknya selalu dibawah kecepatan kritis(Vc < 3),karena
kecepatan superkritis akan mengurangi effektifitas proses
pengambilan (KP. 02, hal.148).

Kedalaman kritis :          Kecepatan kritis :             Debit


rencana tiap meter lebar :

hc =                      vc=                     q=

dengan :

Q  = Debit banjir rencana yang masuk untuk saluran irigasi


(m3/dt)
q   = Debit rencana parameter lebar (m3/dt/m)

L   = Lebar pintu penguras   = 4,0 m

Vc = Kecepatan kritis (m/dt)

hc  = Kedalaman kritis (m)

g  = Percepatan gravitasi (m/dt2)

maka :
q=

=  = 123.33 m3/dt/m

hc =

=  = 11.578 m

vc =

= 10.652 m/det   >   3,0  m/dt     ……….(ok)

 Kecepatan pembilasan

V = 1.5*C*

Dimana :

V = kecepatan aliran pada saat pembilasan  (m/det)

C = koefisien, harganya material breksi tupa, C=2.5

d  = diameter maksimum sedimen = 0.2

v = 1.5*2.5*

= 1.677 m/det

vc   >   v

10.868 m/det   >  1.677…………..(OK)

 Kemiringan Lantai Penguras

Untuk mempertahankan agar Vkritis tetap mempunyai nilai


sebesar 11.374 m/dt, maka kemiringan lantai penguras
harus dihitung. Perhitungan dapat menggunakan rumus
Manning.

V = 1/n .  R2/3 I1/2
dimana :

V =Kecepatan pada saat pembilasan (m/dtk)

n =Koefisien kekasaran  Manning

R =Jari – jari hidrolis (m)

S =Kemiringan dasar saluran

Pada saat R = hc, maka V = Vc

Vc = 1/n. R2/3. I 1/2

10.652   =

I   =

I   = 0.00757

Jadi kemiringan lantai penguras = 0.00757

4.9. Desain Kantong Lumpur

Kantong lumpur adalah suatu bangunan pelengkap yang


mempunyai fungsi untuk mengendapkan lumpur yang masuk
ke saluran. Kantong lumpur ditempatkan dibelakang
pintuintake kemudian hasil  pembilasan  lumpur  dibuang 
melalui saluran buang.

Langkah – langkah perencanaan berdasarkanPetunjuk Teknis


Perencanaan Irigasihal.60 adalah sebagai berikut :
1. Menentukan ukuran partike
2. Menentukan volume kantong lumpur yang diperlukan
3. Membuat perkiraan awal luas rata – rata permukaan kantong
lumpur dengan rumus  :

LB = Q/W

Dimana :
L =Panjang kantong (m)

B =Lebar rata – rata profil pembawa (m)

Q =Kebutuhan pengambilan rencana (m3/dtk)

W =Kecepatan endap partikel rencana (m/dtk)

Menentukan kemiringan energi dikantong lumpur selama


eksploitasi normal.

Vn = Ks  .  Kn2/3 .  Sn1/2

Qn = Vn . An

Dimana :

Vn =Kecepatan rata – rata selama eksploitasi (m/dtk)

Ks =Koefisien kekasaran

Rn =Jari – jari hidrolis

Sn =Kemiringan energi

An =Luas penampang basah

Qn =Kebutuhan pengambilan rencana (m3/dtk)


1. Menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan
kolam dalam keadaan kosong    dengan rumus Strikler.
Vs =Ks  .  Rs2/3 .  Ss1/2

Qs =Vs  .  As

Dimana :

Vs =Kecepatan rata – rata selama pembilasan (m/dtk)

Ks =Koefisien kekasaran

Rs =Jari – jari hidrolis


Ss =Kemiringan energi

An =Luas penampang basah

Qs =Debit untuk membilas

As =Luas penampang basah

1. Menentukan dimensi  kantong lumpur


Perencanaan sebagai berikut :
1. Ukuran partikel rencana
Dimisalkan sample yang diambil pada kali sedimen rata –
rata berukuran 70 mm = 7 . 10 -6 m  Sedimen itu terangkut
oleh aliran sungai sebagai sedimen layang.
1. Diasumsikan bahwa air yang dielakan mengandung 0.5%
sedimen yang harus diendapkan dalam kantong lumpur.

Volume kantong lumpur V bergantung pada jarak waktu


pembilasan.

V = 0.0005  .  Qn  .  T

Dimana :

Qn =Kebutuhan pengambilan rencana (m3/dtk)

T=Waktu pembilasan, direncanakan dengan melakukan


pembilasan 1                minggu sekali =7 hari

V=0.0005  .  2,769  (7 . 24 . 3600)

= 837.345 m3 ≈ 838 m3


1. Luas rata – rata permukaan Kantong Lumpur

LB =Qn/W

Dari grafik hubungan antara kecepatan W dgn diameter butir


partikel d, kecepatan endap bisa diketahui (KP. 02 hal.
143).
Apabila :

Diameter partikel = d = 0,7 mm = 0,07 mm dan partikel


berupa pasir alamiah, sehingga faktor bentuk (fb) = 0,7 mm,
maka berdasarkan grafik 7.4 hal. 143 pada KP. 02,diperoleh
kecepatan endap partikel :

W = 4 mm = 0.004 m

maka :

LB =Qn/W

= 2.769/0.004 = 692.25 m2

Karena L/B > 8, maka L/B = 8

L . B  = 692.25 m2

8 B.B = 692.25

B2 = 86.531

B  = 9.301  9 m

4. Menentukan kemiringan energi (Sn)

Kecepatan aliran (Vn) diambil 0.4 m/dt, unutk mencegah


timbulnya vegetasi dan agar partikel-partikel yang lebih
besar tidak langsung mengendap di hilir pengambilan,
maka :

Luas penampang basah (An)  =

=  = 6.923 m2

Dengan harga B = 9 m, maka kedalaman air (hn) adalah :

hn =   =  = 0.769 m  0.8 m


Direncanakan kemiringan talud = 1 : 2, maka lebar dasar
saluran bn  :

bn =B – 2 (hn*2)

=9 – 2 (0.8*2)

= 5.8 m  ≈  6 m

Penampang melintang kantong lumpur pada saat penuh :

 Keliling Basah  (Pn) :

Pn=b+2h

= 6 +2*0.8

=9.578 m

 Jari-jari Hidrolis (Rn):

Rn=

=0.723 m

maka :

 Kecepatan :
Vn =Kn*Rn2/3*Sn1/2 dengan Kn diambil 45 m1/2/dt
0.4 =45*0.7232/3*Sn1/2
Sn1/2=

Sn = 0.000151

Sehingga kemiringan energi di Kantong Lunpur = 0.000151

1. Mnentukan Kemiringa Energi Selama Pembilasan (Ss)

Dalam penentuan Ss, Kantong Lumpur dalam keadaan


kosong.
kecepatan aliran pada saat pembilasan (Vs) direncanakan
sebesar 1,5 m/dt.

 Debit Pembilasan (Qs)

Qs = 1,2. Qn

= 1,2 * 2,769

= 3.323 m3/dt
 Luas Penampang basah (As)

As =

 Lebar Dasar (bs) = bn = 6 m

As = bs. hs

hs =

 Keliling Penampang bsah saat Pembilasan (Ps) :

Ps = bs + 2. hs

= 6 + 2. 0,4

= 6,8 m

 Jari-jari Hidrolis (Rs)

Rs =

maka :

 Vs = Ks. Rs2/3. Ss1/2


pada saat pembilsan, koefesien kekasaran diambil 40 m1/2/dt
Ss1/2 =

Ss      = 0.013
Sehingga Kemiringan energi selama Pembilasan adalah ;
0,013

Pada saat pembilsan, harus diusahakan  kecapatan Alirannya


dalam keadaan Sub Kritis (Fr<1), hal ini untuk menghindari
terangkatny asaluran akibat kecepatan aliran :

Fr =    ……….(ok)

 Panjang Send Trap :

Volume Send Trap yang diperlukan ;

V = 352 m3

Rumus volume Sand Trap :

V = (hs.bn.L) + ½ (L. Ss – L. Sn). bn. L

= (0.4*6L) + ½ (L. 0.013 – L .0.00015). 6L

352 = 2.4L + 0.0385.L2

dengan Trial and Error diperoleh :

L = 69.402 m ≈ 70 m

BAB V
ANALISA STABILITAS BENDUNG
5.1.  Langkah-Langkah Perhitungan
Untuk mengetahui keamanan dari tubuh harus diadakan
analisa Stabilitasnya. Dalam analisa Bendung dilakukan
kontrol teradap :
1. Guling
2. Geser
3. Daya dukung Tanah

Analisa Stabilitas Bendung ini ditentukan oleh Gaya-gaya


yang bekerja di Bendung meliputi :
1. Tekanan Air 
2. Beban mati / berat bangunan  (G)
3. Tekanan Lumpur / sedimen  (PL)
4. Tekanan Tanah (P)
5. Tekanan Up Lift (U)

Dan dalam perhitungannya, ditinjau dengan 2 keadaan, yaitu


:

1. Keadaan Normal
2. Keadaan Ekstrem/Gempa

Rumus-rumus dalam analisa Stabilitas :

1. Stabilitas terhadap Guling

Berdasarkan KP.02, hal 122 :

1. Untuk keadaan Normal


1. 1. Untuk keadaan Ekstrem / Gempa

dimana :
SF = Angka keamanan
S MT = Jumlah momen penahan
S Mg = Jumlah momen guling
1. Stabilitas tehadap Gesar
1.
]
– Keadaan normal : SF > 2.00
– Keadaan gempa : SF > 1.25

dimana :
SF = Angka keamanan
f = Koefisien geser : tg f
SV = Jumlah gaya vertikal
C= Kohesi tubuh bendung = 0 (ton/m2)
f= Sudut geser dalam tanah ( o )
1. Stabilitas terhadap daya dukung Tanah
Bila :

Maka :

Bila :

Maka :

Dimana :
e= Eksentrisitas akibat beban yang bekerja
SM = SMt – SMg (ton)
SV = Jumlah gaya – gaya vertikal
B= Lebar dasar pondasi (m)
A= Luas dasar pondasi (m2)
s= Daya dukung yang diijinkan (t/m2)

Dasar Perhitungan pembebanan dapat diuraikan sbb:

1. Teakanan air (P)


1. Tekanan air Statis

dimana :
Pw = Tekanan air statis (ton)
gw = Berat jenis air (ton/m3)
H   = Kedalaman air (m)
Y   = Jarak tekanan (Pw) dari dasar dalam (m)
1. Tekanan air Dinamis

dimana :
Pd = Tekanan air dinamis (ton)
gw = Berat jenis air (ton/m3)
Kh = Koefisien gempa horizontal (0.15)
H= Kedalaman air (m)
Y= Jarak tekanan (Pd) dari dasar (m)
1. Berat air sendiri :

dimana :
W= Berat air (ton)
gw = Berat jenis air (ton/m3)
V= Volume air
1. Berat Sedimen (PL) :
1. dimana :
Ps = Tekanan sedimen
Cs = Koefisien tekanan tanah
H= Tinggi sedimen
gsat = Berat jenis tanah jenuh air (ton/m3)
1. Berat Sendiri Bangunan 
Wt = W1 + W2 + W3 + . . . . . . + Wn
Wn = gb . V

dimana :
V= Volume bangunan (m3)
gb = Berat jenis bahan bangunan
Wn = Berat sendiri
1. Perhitungan Tekanan Tanah :

Skretsa Tekanan Tanah

dimana :
Pa = Tekanan tanah (ton)
H= Tinggi tanah (m)
gt = Berat jenis tanah (ton/m3)
Ka = Koefisien tekanan tanah aktif
f= Sudut geser dalam tanah
1. Tekanan Up Lift
1.
dimana :
Pu = Tekanan Up Lipt
m= Koefisien
H= Tinggi air
A= Luas penampang permeter lebar
1. Gaya  akibat pengaruh Gempa :
1. Berat Sendiri
We = W.C

dimana :
We = Berat akibat gempa (ton)
W= Berat bahan (ton)
1. Tekanan Tanah :
Pa’ = 1/2 . H . gt . Ka’
dimana :
Pa’ = Tekanan tanah akibat gempa (ton)
H= Tinggi tanah (m)
gt = Berat isi tanah (ton/m3)
Ka’ = Koefisien tanah pada kedalaman gempa

dimana :
a= Sudut inklinasi material
q= tg-1 K
K= Ch/(1 – CV)
CV = Koefisien gempa arah vertikal = 0
Ch = Koefisien gempa arah horizontal = 0.15
f= Sudut geser dalam tanah
5.2.  Perhitungan

Data-data yang diperoleh berdasarkan KP.02, dengan kondisi


tanah Lempung Berpasir adalah :

 Rembesan Lane (CL)         :     8,5


 Sudut geser dalam (θ)        :     200
 Kohesi (C)                          :     1 t/m3
 Γ pas. Batu kali                   :     2,2 t/m3
 Koefesien geser (f)             :     0,4
 Berat volume tanah jenuh (γsat):         1,8 t/m3
3
 Berat Volume tanah (γt)     :     1 t/m

Gbr.   Gaya dan Tekanan Stabilitas


v  Kondisi Banjir, Sedimen penuh, keadaan Gempa
1. 1. Gaya Vertikal dan Momen Tahan
1. 1. 2. Gaya Horizontal yang berkerja  pada Bendung,

Dengan :

Ka =

Kp =

Gaya Horintal Dan Momen Guling dari Tubuh Bendung

1. 3. Tekanan Horizontal
Rumus yang digunakan :

Pw1 = γw*h*H

Pw2 = ½ γw*h*H

Ps    = ½ (γsat-γ)*Cs*H2
Pd    = ½ γw*H2*Ch
Pa    = ½ γt*H2*Ka
Pw3 = ½ γw*H2
Pp    = ½ γsat*H2*Kp
1. 4. Gaya Up Lift

Pu1 = μ*H*A                                           Hu1 = 16.176* ½


8

= 0.6*3.37*8                                              =  64.704 tm

= 16.176 ton

Pu2 = ½ *μ*H*A                                     Hu2 =


14.736*2/3*8

= ½ * 0.6*6.14*8                                       = 78.592 tm

= 14.736 ton

Maka didapatkan :

∑ V     = 275.553-14.736-16.176

= 244.621 ton

∑ H     = 16.533 + 74.931

= 91.464 ton

∑ Mt    = 1247.236 tm

∑ Mg   = 66.204 + 323.342 + 64.704 + 78.592


= 532.842 tm

∑ Ms   = 1247.236 – 532.842

= 714.394 tm

1. 5. Kontrol Stabilitas
1. Guling
1.
= 2.340 > 1.5  ………(aman)

1. Geser

=  2.674 > 1.1  ……………(aman)

1. Daya Dukung Tanah


1.
; L/6 =1.33

= 1.425 > 1.33

Jadi :

= 2.875 < 3   ………………………..(aman)

v  Kondisi Normal, Sedimen Penuh, Gempa


1. 1. Gaya Vertikal
Notasi Gaya Momen
(ton) (tm)
W1 40.216 281.512
W2 40.524 162.096
W3 19.8 59.4
W4 3.08 9.24
W5 6.6 6.6

∑ V = 110.22 t ∑ Mv = 518.848 tm
1. 2. Gaya Horizantal
Notasi Gaya Momen
(ton) (tm)
We1 6.032 27.566
We2 6.079 30.681
We3 2.970 6.681
We4 0.462 0.531
We5 0.990 0.743

∑ H = 16.533 t ∑ MH = 66.204 tm
1. 3. Tekanan Horizontal
Notasi Gaya Jarak Momen
(ton) (m) (tm)
Pw 20.692 5.047 104.433
Ps 15.674 5.047 79.107
Pd 2.827 5.0 14.135
Pa1 1.245 0.5 0.623
Pa2 0.271 1.033 0.28
Pa3 0.354 0.267 0.095
Pp1 5.182 0.2 2.591
Pp2 5.182. 0.5 2.591

∑ H = 51.405 ton ∑ MH = 203.855 tm


1. 4. Gaya Up lift

Pu = ½ *μ*H*A                                Hu = 14.736*(2/3)*8

= ½ *0.6*6.14*8                                = 78.592 tm

= 14.736 ton

Sehingga Didapatkan :

∑ V       = 110.22 – 14.736    = 95.484 ton

∑ H       = 16.533 + 51.405    = 67.938 ton

∑ Mt     = 518.848

∑ Mg    = 66.204 + 203.855 = 270.059 tm

∑ Ms     = 518.848 – 270.059= 248.789 tm


1. 5. Kontrol Stabilitas
1. Guling
1.
= 1.921 > 1.5  …………..(aman)

1. Geser

=  1.405  > 1.1  …………(aman)

1. Daya Dukung Tanah


1.
; L/6 =1.33

= 1.39 > 1.33    ……………..(ok)

Jadi :

= 2.356  <  3   …………………..(aman)


Perencanaan Hidrolis Bendung 
1.   Lebar dan Tinggi Bendung 

Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil
sama dengan lebar rata-rata sungai dengan lebar maksimum hendaknya tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-
rata sungai pada ruas yang stabil. Di bagian hilir ruas sungai, lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit
penuh (bankfull discharge), sedangkan pada bagian hulu sungai atau daerah pegunungan/dataran tinggi,
sering kesulitan untuk menentukan debit penuh ini. Untuk hal ini dapat diambil muka air banjir tahunan
sebagai patokan lebar rata-rata.

Penentuan tinggi bendung, utamanya didasarkan pada kebutuhan energi (head) PLTM. Namun bendung
yang tinggi mempunyai masalah konstruksi yang berat, terutama dari segi stabilitas tubuh bendungnya.

Setelah dikaji dari berbagai kondisi dan pertimbangan, maka ditentukan parameter teknis bendung,
sebagai berikut :

Elevasi Dasar Bendung               : +450 m

Tinggi Bendung (p)                     :   3 m

Elevasi Mercu Bendung              : +453 m

Lebar Bendung (Bb)                   :    14,40 m

Pintu Bilas (b)                             : 1 x 1,5 m

Tebal Pilar                                   : 1 x 0,75 m

Gambar Sketsa lebar mercu bendung  

  
Gambar 2 Sketsa Bendung
2    Tinggi Muka Air Banjir di Hilir Bendung
Tinggi muka air (MA) banjir di hilir bendung adalah sama dengan tinggi MA banjir pada sungai asli, sebelum
ada bendung. Perhitungannya dilakukan dengan rumus aliran Manning, sebagai berikut :

Dimana :                 
 V      = Kecepatan

n       = Koefisien Manning

R     = Jari-jari Hidraulis

I       = Kemiringan dasar

Rumus kontinuitas :    

Q      = A.V

Q     = debit

            A       = luas penampang [= (h)]

Selanjutnya perhitungan dilakukan secara tabelaris dan diperoleh tinggi MA banjir seperti disajikan pada
Tabel 1, Tabel 2, Gambar 3 dan diketahui tinggi air banjir pada debit rencana (h) = 0,98 m. Dari info yang
diperoleh saat survey di lapangan, dapat dipastikan bahwa banjir yang pernah ada, tidak pernah melebihi
0,98 m.

Tabel 1

Tinggi Banjir Sungai

Lebar sungai (B) m  = 12

Kemiringan  (I)        = 0.05

Manning (n)             = 0.025

Q100th m9/dt             = 107,61

Sketsa Potongan Melintang Sungai

  
Tabel Perhitungan Tinggi Banjir di hilir Sungai 

3    Lebar Efektif Bendung

Karena adanya pintu bilas dan pilar, maka lebar bendung yang dapat mengalirkan banjir secara efektif jadi
berkurang, yang disebut lebar efektif (Beff).

Pengurangan lebar tersebut disebabkan oleh tiga komponen, yaitu :


   Tebal pilar

   Bagian pintu bilas yang bentuk mercunya berbeda dari mercu bendung

   Kontraksi pada dinding pengarah dan pilar.

Dalam perhitungan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya, diambil  80 % dari lebar rencana
untuk mengompensasi perbedaan koefisien debit dibanding mercu bendung yang berbentuk
bulat.

Ilustrasi Lebar Efektif Mercu

Oleh karena itu maka lebar efektif bendung Pageruyung, dengan sketsa seperti pada Gambar 1 menjadi :

                                                    Be = B1e + BS1 + BS2

              (KP 02 Hal 92)

Untuk model bendung pada Gambar 1, maka nilai n sama dengan nol.

Sehingga : B1e = B – 2 Ka . Hi

Dimana :

Be                                =  lebar effektif bendung

                            B       =  

Bb                     = Lebar Optimal Bendung  

Kp                               =  koefisien kontraksi pada pilar. ( 0.01)

Ka                                =  koefisien kontraksi pada dinding ( 0.1 )

t     =  tebal Pilar

b                       =  lebar Pintu

n                      =  jumlah pilar

H                       =  tinggi energi (m).

Nilai-Nilai Kp dan Ka diberikan pada Tabel 3  :

Tabel 3

Nilai-Nilai Koefisien Kontraksi Pilar dan Tombok Pangkal

Bentuk Pilar  / Tembok Kp Ka

      Pilar berujung segi empat dan sudut-sudut yang


dibulatkan dengan jari-jari yang hampir sama
0,02
dengan 0,1 kali tebal pilar.
0,01
      Pilar berujung bulat
0
      Pilar berujung runcing

      Pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu 0,20


pada 90O ke arah aliran

      Pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 0,10


90O ke arah aliran di mana 0,5 H1> r > 0,15 H1

      Pangkal tembok bulat di mana r > 0,5 H1 dan


tembok hulu tidak lebih dari 45O ke arah aliran 0

Beff   = B1e + BS1 + BS2

                                      B1e     = B – 2 Ka . Hi = 22.5 – 2 (0,1) . Hi

                          BS1     = 0,8 . Bpembilas

                        BS2     = 0,8 . Bpembilas

                        Beff    = B1e + BS1 + BS2

= (12,15 m  – 2 (0,1) . 2,61m) + (0,8 . 1,5 m)

=  12,83 m

Hasil perhitungan diperoleh lebar efektif bendung (Beff) adalah = 12,83 m.

4  Tinggi Muka Air Banjir di Hulu Bendung


Tubuh bendung dibuat dari batu kali, kemudian permukaan di selimuti dengan lapisan beton bertulang.
Adapun untuk bentuk mercu dipilih tipe bulat dengan satu jari-jari lengkungan dengan r = 1,5 m, bentuk
mercu bulat dipilih dikarenakan bentuknya yang sederhana, mempunyai bentuk mercu yang lebih besar,
sehingga tahan terhadap benturan batu gelundung maupun bongkahan. Tahan terhadap abrasi dan
pengaruh kavitasi hampir tidak ada atau tidak begitu besar dengan memenuhi syarat minimum yaitu 0.3h <
R < 0.7h.Selain itu, bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih tinggi (44%)
di bandingkan dengan koefisien bendung ambang lebar. Pada sungai, ini akan banyak memberikan
keuntungan karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga koefisien debit
menjadi lebih tinggi karena lengkung streamline dan tekanan negatif pada mercu. (KP 02 Halaman 94-95).

Bagian tubuh bendung di bagian hilir dan hulu direncanakan memiliki kemiringan yang berfungsi untuk
mengalirkan air dan melindungi bagian bendung dari penggerusan yang di akibatkan oleh tekanan air yg
mengalir, serta untuk mencegah menumpuknya endapan yg membuat penumpukan pada tubuh bendung.

Perencanaan Cd = Co* C1* C2

Rumus pengaliran sebagai berikut ;

                                        (KP 02 Hal 95)


    Dimana:             Q           = debit aliran di atas mercu, m3/det

Cd           = koefisien debit, diperoleh 1,28

 g            = gravitasi
                                     H           = tinggi energi hulu

                                    Be           = Lebar efektif

Jari-Jari pembuatan mercu untuk pasangan batu dari KP-02 Hal 42 (0.3 Hi < r < 0.7Hi) maka diperoleh r = 1m.
Dari grafik KP-02 diperoleh C0 = 1,3 yang merupakan fungsi H1/r = 1,68 ; C1 = 0,99 yang merupakan fungsi
P/H1 = 1,16 ; C2 = 0,998 yang merupakan fungsi P/H1 = 1,16. Didapatkan Cd = 1,28.

Maka Cd = 1,28. Grafik C0, C1, C2 seperti terlihat pada grafik di bawah ini :
    

Gambar 4

Harga-harga koefisien C0 untuk bendung ambang bulat sebagai  fungsi perbandingan H1/r

Gambar 5

Koefisien C1 sebagai fungsi perbandingan P/H1

Gambar 6

Harga-harga koefisien C2 untuk bendung mercu tipe ogee dengan muka hulu melengkung (menurut USBR, 1960)

Untuk mencari Cd, diasumsi Cd = 1,3.

Percobaan 1 :

Diketahui :  P                     = 3 m

                        Q                       = 107,61 m3/dtk

Dicoba    : Cd                       = 1.3 , diperoleh Hi = 2,59 m

                      r                           = 1,5 m

Hi/r            = 2,59/1.5            Co  = 1.3

P/Hi           = 3/2,59                C1  = 0.99

                                                       C2  = 0,998

    Cd          = C0 x C1 x C2

                    = 1,28 (tidak sesuai dengan asumsi)

Percobaan 2 :

Cd              = 1.28, diperoleh Hi = 2,54 m

Hi/r            = 2,52/1.5        Co = 1.3

P/Hi           = 3/2,59            C1 = 0,99

                                                      C2 = 0,998
Cd              = C0 x C1 x C2

                    = 1.28 .........................................OK

Jadi dari perhitungan di atas diperoleh nilai Hi = 2,61 m.

Cek :

Q = Cd x 2/3 x √ (2/3 g) x Beff x Hi 3/2

107,61 = 1,28 x 2/3 x √(2/3 x 9.81) x (12,83 - 0.2Hi)Hi3/2

107,61 =           107,61 (OK)

Setelah diperoleh Cd, maka dapat ditetapkan : Hi = 2,61 m dan Beff = 12,83 m.                  

5  Perhitungan Tinggi Banjir di Hulu Bendung

Selanjutnya perhitungan tinggi banjir di hulu bendung, disajikan pada Tabel 4 dan pada debit rencana
diperoleh tinggi banjir sebesar 2,59 m, dengan elevasi MAB hulu =+455,49. Tinggi Freebord pada bendung
menjadi 2,5 m untuk mengantisipasi perubahan catchment area di masa yang akan datang.

Tabel 4

Perhitungan Tinggi Banjir di Hulu Bendung

                                                              

Gambar 7

Lengkung Debit di Hulu Bendung

6 Peredam Energi
Pada rencana bendung , dapat diketahui bahwa kondisi sungai di daerah tersebut terdapat material kerikil
sampai dengan boulder (batu-batu besar).

Kondisi sungai seperti ini sangat menentukan tipe peredam energi yang cocok. Adapun peredam energi yg
cocok untuk daerah ini yaitu peredam energi tipe bak tenggelam/submerged bucket. Tipe ini dipilih karena
bendung di sungai mengangkut bongkah atau batu-batu  besar dengan dasar yang relatif tahan gerusan.
Sesuai penjelasan di KP 02 Halaman 114.

Untuk mencari V1 maka digunakan rumus sebagai berikut :

Elevasi MAB di hulu = Elevasi Dasar Bucket + + 

Elevasi MAB di hulu = (Elevasi MAB di hilir – TailWater) + + 

455,49        = 448,07 + +

Maka Q     = A . V
Q                    = (6596,39 x v1) - (14,40 x v1 x 448,07) - (1.38xv13)

107,61            = (6596,36 x v1) - (14,40 x v1 x 448,07) - (1.38*v13)

v1                    = 9,84

Dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5

Mencari Nilai Froude

Elev
V (coba-coba) Q yu Fr y2
Loncatan

9,84 107,61 0,41 4,94 2,63 450,70

Bilangan Froudenya dapat dicari dengan rumus Fr =  berdasarkan (KP-02 Hal 111).

Dimana : Fr  =  Bilangan Froude

V1=  kecepatan awal loncatan air (m/dtk)

 g   = gravitasi (9,8 m/dtk2)

yu = Kedalaman air di awal loncat air (m)

maka Fr = =

Dengan nilai bilangan Fr = 4,94 sebenarnya peredam energi tipe Horizontal Basin, masih dapat digunakan.
Akan tetapi karena di lokasi bendung ditemukan banyak batuan-batuan besar, maka peredam energi yang
digunakan adalah tipe Submerged Bucket. Perhitungan Submerged Bucketsebagai berikut :

              V1 =  (Ven Te Chow, 1983)

(Mazumder, S.K. 1983. Irrigation Engineering. New Delhi. Tata Mc Graw-Hill Publising Company Limited.)

V1 = = m/dtk

R    = 0,305 . 10p

P    = (V1 + 6,4 Hd + 4,88)/(3,6 Hd + 19,5)

P    = (3,16 + 6,4 . 2,49 + 4,88)/(3,6 . 2,49 + 19,5) = 0,84

R    = 0,305 . 100,84 = 2,12 m

Untuk menentukan elevasi dasar lantai peredam, digunakan rumus sebagai berikut :

Gambar 8

 Ilustrasi Peredam Energi Tipe Bucket/ Bak Tenggelam


Elevasi hilir = + 450

P           = 3 m

g           = 9.810 m2/dt

q           = Q100/Beff= 107,61 m3/dt / 12,83 m

hc         =  = 1,786

H       =  (elevasi MA hulu- elevasi hilir)=  4,61 m

∆H/hc   = 2,583

Tmin/hc = 1,7 (∆H/hc)^0.33= 1,63

Tmin      = 2,91 m

Berdasarkan hasil perhitungan, maka diperoleh elevasi dasar bucket yaitu + 448,07

7   Analisa Rembesan

  1.   Metode Lane

Terhadap tubuh bendung yang telah direncanakan di depan, dilakukan perhitungan panjang jalur
rembesan. Kondisi yang diperhitungkan adalah kondisi banjir dan kondisi normal. Kedua kondisi tersebut
diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 9

Sketsa Rembesan Metoda Lane

Hasil perhitungan panjang jalur rembesan diperlihatkan pada Tabel 6

Tabel 6

Hasil Perhitungan Metode Lane

Dari tabel di atas, diperoleh CL untuk kondisi di atas :

a)  Cek rembesan terhadap kondisi banjir

Hb  =  4,51 m

 =   = 3,78 m

b)  Cek rembesan terhadap kondisi normal   

       Hn  =  3 m

 =  = 5,69 m

Metode Lane memberikan batas angka harga minimum seperti pada Tabel 7 di bawah ini :
Tabel 7

Harga-harga minimum angka rembesan Lane (CL)

No. Macam Pondasi CL

1. Pasir sangat halus atau lanau 8,5

2. Pasir halus 7,0

3. Pasir sedang 6,0

4. Pasir kasar 5,0

5. Kerikil halus 4,0

6. Kerikil sedang 3,5

7. Kerikil kasar termasuk berangkal 3,0

Bongkah dengan sedikit berangkal dan


8. 2,5
kerikil

9. Lempung lunak 3,0

10. Lempung sedang 2,0

11. Lempung keras 1,8

12. Lempung sangat keras 1,6

                   Sumber  :  Kriteria Perencanaan Irigasi (KP-02), DPU.

Perbandingan antara panjang yang diperoleh dan yang ada, seperti pada hasil perhitungan di bawah ini :

L perlu = CL x Hb

L perlu = 11,275 m

L ada = ∑Lv + 1/3 ∑LH

= 12,24 m + 1/3 (14,47 m) = 17,06 m

Hasil Perhitungan Angka Rembesan

CL kondisi banjir     = L ada / Hb = 17.06 m / 4.1 m = 3,78

CL kondisi normal   = L ada / Hn = 17,06 m / 3 m      = 5,69

Kondisi pondasi bendung merupakan batuan, sehingga dari Tabel 2.1.7 dapat diambil harga angka
rembesan Lane minimum sebesar 2,5.  Karena harga CL hasil perhitungan untuk kondisi normal dan banjir
lebih besar dari harga CL minimum, maka bendung ini aman terhadap bahaya rembesan, tanpa diberi lantai
muka.

    2.    Metode Blight
Terhadap tubuh bendung yang telah direncanakan di depan, dilakukan perhitungan panjang jalur
rembesan. Kondisi yang diperhitungkan adalah kondisi banjir dan kondisi normal. Kedua kondisi tersebut
diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 10

Sketsa Rembesan Metoda Blight

Hasil perhitungan panjang jalur rembesan diperlihatkan pada Tabel 8

Tabel 8

Hasil Perhitungan Metode Blight

Dari tabel di atas, diperoleh CB untuk kondisi di atas :

a)     Cek rembesan terhadap kondisi banjir

Hb  =  4,51 m

 =   =5,92 m

b)     Cek rembesan terhadap kondisi normal

       Hn  =  3 m

 =  = 8,90 m

Metode Blight memberikan batas angka harga minimum seperti pada Tabel 9 di bawah ini :

Tabel 9

Harga-harga minimum angka rembesan Blight (CB)

                   

Sumber  :  Kriteria Perencanaan Irigasi (KP-02), DPU.

Perbandingan antara panjang yang diperoleh dan yang ada, seperti pada hasil perhitungan di bawah ini :

Angka Rembesan Blight = 5 (minimum)

L perlu = Cb x Hb

= 22,55 m

L ada = ∑Lv +  ∑LH

= 12,24 m + 14,47 m = 26,71 m

Hasil Perhitungan Angka Rembesan

Cb kondisi banjir    = L ada / Hb = 26,71 / 4.51 = 5,92


Cb kondisi normal  = L ada / Hn = 26,71 / 3      = 8,90

Lantai Muka perlu  = L perlu - L ada                             

 = 22,55 m – 26,71 m = -4,16 m

Dari perhitungan di atas, maka atas dasar metode Blight, bendung tidak perlu lantai muka.

Anda mungkin juga menyukai