Pengertian Majas
Majas adalah gaya bahasa yang digunakan penulis untuk menyampaikan sebuah pesan secara imajinatif dan kias. Hal ini
bertujuan membuat pembaca mendapat efek tertentu dari gaya bahasa tersebut yang cenderung ke arah emosional.
Biasanya, majas bersifat tidak sebenarnya alias kias ataupun konotasi.
Macam-macam Majas
Mengenai macam-macamnya, majas dapat dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu majas perbandingan,
pertentangan, sindiran, dan penegasan. Berikut ini ulasannya.
Majas Perbandingan
Jenis majas ini merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk menyandingkan atau membandingkan suatu objek dengan
objek lain melalui proses penyamaan, pelebihan, ataupun penggantian. Dalam majas perbandingan, teman-teman akan
menjumpai beberapa subjenisnya.
1. Personifikasi
Gaya bahasa ini seakan menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap layaknya manusia.
Contoh Majas: Daun kelapa tersebut seakan melambai kepadaku dan mengajakku untuk segera bermain di pantai.
2. Metafora
Yaitu meletakkan sebuah objek yang bersifat sama dengan pesan yang ingin disampaikan dalam bentuk ungkapan.
Contoh: Pegawai tersebut merupakan tangan kanan dari komisaris perusahaan tersebut. Tangan kanan merupakan
ungkapan bagi orang yang setia dan dipercaya.
3. Asosiasi
Yaitu membandingkan dua objek yang berbeda, namun dianggap sama dengan pemberian kata sambung bagaikan, bak,
ataupun seperti.
Contoh: Kakak beradik itu bagaikan pinang dibelah dua. Artinya, keduanya memiliki wajah yang sangat mirip.
4. Hiperbola
Yaitu mengungkapkan sesuatu dengan kesan berlebihan, bahkan hampir tidak masuk akal.
Contoh: Orang tuanya memeras keringat agar anak tersebut dapat terus bersekolah. Memeras keringat artinya bekerja
dengan keras.
5. Eufemisme
Gaya bahasa yang mengganti kata-kata yang dianggap kurang baik dengan padanan yang lebih halus.
Contoh: Tiap universitas dan perusahaan sekarang diwajibkan menerima difabel. Difabel menggantikan frasa “orang cacat”.
6. Metonimia
Yaitu menyandingkan merek atau istilah sesuatu untuk merujuk pada pada benda umum.
Contoh: Supaya haus cepat hilang, lebih baik minum Aqua. Aqua di sini merujuk pada air mineral.
7. Simile
Hampir sama dengan asosiasi yang menggunakan kata hubungan bak, bagaikan, ataupun seperti; hanya saja simile
bukan membandingkan dua objek yang berbeda, melainkan menyandingkan sebuah kegiatan dengan ungkapan.
8. Alegori
Yaitu enyandingkan suatu objek dengan kata-kata kiasan.
Contoh: Suami adalah nakhoda dalam mengarungi kehidupan berumah tangga. Nakhoda yang dimaksud berarti pemimpin
keluarga.
9. Sinekdok
Gaya bahasa terbagi menjadi dua bagian, yaitu sinekdok pars pro toto dan sinekdok totem pro parte. Sinekdok pars pro toto
merupakan gaya bahasa yang menyebutkan sebagian unsur untuk menampilkan keseluruhan sebuah benda. Sementara itu,
sinekdok totem pro parte adalah kebalikannya, yakni gaya bahasa yang menampilkan keseluruhan untuk merujuk pada
sebagian benda atau situasi.
Contoh:
Pars pro Toto: Hingga bel berbunyi, batang hidung Reni belum juga kelihatan.
Totem pro Parte: Indonesia berhasil menjuarai All England hingga delapan kali berturut-turut.
10. Simbolik
Gaya bahasa yang membandingkan manusia dengan sikap makhluk hidup lainnya dalam ungkapan.
Majas Pertentangan
Majas pertentangan merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kias yang bertentangan dengan maksud asli
yang penulis curahkan dalam kalimat tersebut. Jenis ini dapat dibagi menjadi beberapa subjenis, yakni sebagai berikut.
1. Litotes
Berkebalikan dengan hiperbola yang lebih ke arah perbandingan, litotes merupakan ungkapan untuk merendahkan diri,
meskipun kenyataan yang sebenarnya adalah yang sebaliknya.
Contoh: Selamat datang ke gubuk kami ini. Gubuk memiliki artian sebagai rumah.
2. Paradoks
Yaitu membandingkan situasi asli atau fakta dengan situasi yang berkebalikannya.
3. Antitesis
4. Kontradiksi Interminis
Gaya bahasa yang menyangkal ujaran yang telah dipaparkan sebelumnya. Biasanya diikuti dengan konjungsi, seperti
kecuali atau hanya saja.
Contoh: Semua masyarakat semakin sejahtera, kecuali mereka yang berada di perbatasan.
Majas Sindiran
Majas sindiran merupakan kata-kata kias yang memang tujuannya untuk menyindir seseorang ataupun perilaku dan kondisi.
Jenis ini terbagi menjadi tiga subjenis, yaitu sebagai berikut.
1. Ironi
Contoh: Rapi sekali kamarmu sampai sulit untuk mencari bagian kasur yang bisa ditiduri.
2. Sinisme
Yaitu menyampaikan sindiran secara langsung.
3.Sarkasme
Majas Penegasan
Majas penegasan merupakan jenis gaya bahasa yang bertujuan meningkatkan pengaruh kepada pembacanya agar
menyetujui sebuah ujaran ataupun kejadian. Jenis ini dapat dibagi menjadi tujuh subjenis, yaitu sebagai berikut.
1. Pleonasme
Yaitu menggunakan kata-kata yang bermakna sama sehingga terkesan tidak efektif, namun memang sengaja untuk
menegaskan suatu hal.
2. Repetisi
3. Retorika
Yaitu memberikan penegasan dalam bentuk kalimat tanya yang tidak perlu dijawab.
Contoh: Kapan pernah terjadi harga barang kebutuhan pokok turun pada saat menjelang hari raya?
4. Klimaks
Contoh: Bayi, anak kecil, remaja, orang dewasa, hingga orang tua seharusnya memiliki asuransi kesehatan.
5. Antiklimaks
Berkebalikan dengan klimaks, gaya bahasa untuk antiklimaks menegaskan sesuatu dengan mengurutkan suatu tingkatan
dari tinggi ke rendah.
Contoh: Masyarakat perkotaan, perdesaan, hingga yang tinggi di dusun seharusnya sadar akan kearifan lokalnya masing-
masing.
6. Pararelisme
Gaya bahasa ini biasa terdapat dalam puisi, yakni mengulang-ulang sebuah kata dalam berbagai definisi yang berbeda.
Jika pengulangannya ada di awal, disebut sebagai anafora. Namun, jika kata yang diulang ada di bagian akhir kalimat,
disebut sebagai epifora.
7. Tautologi
Yaitu menggunakan kata-kata bersinonim untuk menegaskan sebuah kondisi atau ujaran.
Contoh: Hidup akan terasa tenteram, damai, dan bahagia jika semua anggota keluarga saling menyayangi.
Kontributor
Teodora Nirmala Fau, S.Hum.
Alumnus Program Studi Bahasa Indonesia UI
Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah sebuah kalimat yang memiliki dua klausa atau lebih. Setiap kalimat selalu memiliki klausa yang
merupakan paduan antara satu subjek dan predikat, serta bisa ditambahi objek, pelengkap, maupun keterangan. Jadi,
kalimat ini merupakan sebuah kalimat yang memiliki lebih dari satu subjek, predikat, objek, ataupun pelengkap. Teman-
teman bisa menemukan adanya penggabungan ataupun perluasan di salah satu bagian kalimat tersebut.
Untuk menandai antarklausa, biasanya yang bersifat penggabungan akan ditemukan keberadaan kata hubung (konjungsi).
Namun, teman-teman mungkin juga tidak menemukan keberadaan kongjungsi di sebuah kalimat majemuk yang sifatnya
perluasan.
Jenis-jenisnya di bahasa Indonesia pun tidak terbatas pada sifatnya yang menggabungkan atau memperluas. Dilihat
berdasarkan hubungan antarklausa, berikut ini lima pengklasifikasiannya yang ada di pelajaran Bahasa Indonesia.
Kalimat ini memiliki dua klausa yang sifatnya sederajat yang digabungkan melalui konjungsi. Artinya, kedua klausa bersifat
koordinatif sehingga masing-masing dapat berdiri menjadi kalimat sendiri apabila konjungsinya dilepaskan. Konjungsi yang
biasa menggabungkan dua atau lebih klausa pada kalimat ini di antaranya dan, sementara, dan lalu.
Baik Klausa 1 maupun Klausa 2 merupakan bentuk klausa utuh yang setidaknya memiliki subjek dan predikatnya masing-
masing. Karena itu, kalaupun tidak dihubungkan dengan konjungsi sementara, keduanya masih dapat berdiri menjadi
kalimat yang sempurna.
Hampir sama seperti bentuk sebelumnya, klausa-klausanya sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri. Hanya saja, pada jenis
ini, akan ditemukan unsur klausa yang berulang. Perulangan unsur tersebut biasa dipisahkan dengan konjungsi dan, serta,
atau juga; ataupun tanda koma (,).
Klausa 1 dan Klausa 2 sebenarnya memiliki predikat dan objek yang sama, namun subjeknya ( Indra, Ratih) berbeda. Karena
itulah, dalam penggabungannnya, hanya subjeknya yang dirapatkan dengan konjungsi dan.
Pernah mendengar ada induk kalimat dan anak kalimat? Di jenis kalimat majemuk bertingkat, teman-teman akan
menemukannya, yaitu kalimat yang memiliki dua klausa atau lebih yang hubungannya tidak sejajar. Karena ketidaksejajaran
tersebut, salah satu klausa tidak dapat berdiri sendiri.
Bagian klausa inilah yang akan menjadi anak kalimat dalam kalimat tersebut. Sementara itu, klausa yang mampu berdiri
sendiri kalaupun dipisahkan dari kalimat majemuk tersebut disebut sebagai induk kalimat. Kedua bagian kalimatnya
biasanya dihubungkan dengan konjungsi, seperti ketika, walaupun, sebab, karena, dan meskipun.
Klausa 1 merupakan induk kalimat karena memiliki unsur klausa yang lengkap, yakni subjek (Lia) dan predikat (terlambat).
Karena hal tersebut jugalah, Klausa 1 dapat berdiri sendiri menjadi sebuah kalimat utuh. Sementara itu, Klausa 2 hanya
memiliki predikat (rumahnya) sehingga tidak dapat menjadi kalimat utuh yang membutuhkan subjek.
Selain bentuk sebelumnya yang salah satu klausanya tidak memiliki unsur yang sempurna, ada juga kalimat majemuk
perluasan yang anak kalimatnya merupakan perluasan dari salah satu bagian unsur klausa yang ada. Anak kalimat tersebut
biasanya dihubungkan dengan konjungsi yang.
Contoh:
Kedua klausa di atas sebenarnya memiliki unsur yang sempurna, minimal subjek dan predikat. Namun, Klausa 2 dapat
dipakai untuk menjelaskan subjek pada Klausa 1. Untuk menggabungkannya, diberikan konjungsi yang setelah subjek yang
serupa dari kedua klausa tersebut (laptop).
Sesuai dengan namanya, jenis kalimat yang satu ini memiliki penggabungan antara bentuk kalimat setara ataupun rapatan
dengan kalimat majemuk bertingkat. Di dalamnya, teman-teman bisa menemukan dua buah konjungsi atau lebih yang
sifatnya menjadi kata hubung koordinatif maupun bukan. Jumlah klausanya pun lebih dari dua.
Klausa 1-3 merupakan induk kalimat yang dapat digabung menjadi kalimat majemuk rapatan sebab memiliki predikat,
objek, dan keterangan yang sama. Sementara itu, hujan yang merupakan klausa tidak sempurna menjadi anak kalimat.
Karmina
Memiliki syarat yang tidak berbeda jauh dengan pantun, karmina bisa dibilang adalah jenis pantun singkat. Ciri-cirinya
sendiri sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan pantun, seperti di bawah ini.
Frasa pertama di baris pertama berima sama dengan frasa pertama di baris kedua, begitu pula dengan frasa selanjutnya di
tiap baris.
Talibun
Jika karmina dapat dikatakan sebagai puisi singkat, talibun adalah sebaliknya. Jenis puisi lama yang satu ini seperti pantun,
namun memiliki baris yang lebih panjang. Berikut ini adalah aturannya:
Tiap baitnya memiliki baris berjumlah genap, namun lebih dari empat.
Setengah dari jumlah baris per bait di bagian awal adalah sampiran, selanjutnya isi.