Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori


2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1.1 Pengertian Pemahaman Konsep IPA
Pemahaman konsep IPA merupakan hasil belajar yang akan dicapai dalam
kegiatan pembelajaran IPA. Pemahaman konsep untuk setiap siswa tidaklah sama,
karena setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk memahami
atau menangkap makna dan fakta dari apa yang dipelajari.
Pemahaman atau comprehension seperti yang dikemukakan Sadirman
(dalam Ika Wahyu, 2010) adalah:

“Menguasai sesuatu dengan pikiran-pikiran, karena itu maka belajar berarti


harus mengerti secara mental makna dan filosofinya, maksud dan
implikasinya serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa dapat
memahami suatu situasi.”

Kemampuan memahami dapat juga disebut dengan istilah “mengerti”. Kegiatan


yang diperlukan untuk bisa sampai pada tujuan ini ialah kegiatan mental
intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui.
Syaiful Sagala (dalam Ika Wahyu, 2010:8) mengemukakan pengertian
konsep adalah:

“Buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan


dalam definisi. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa atau pengalaman.
Konsep menunjukkan suatu hubungan antar konsep yang lebih sederhana
dan dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan
baru”.

Pembelajaran Sains mendasarkan kepada bagaimana siswa belajar secara


aktif. Belajar Sains memerlukan pemahaman konsep yang akan melahirkan
rumus, teorema atau dalil. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu

6
7

menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains


diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep
IPA adalah tingkat kemampuan siswa untuk menangkat makna dan arti serta
menguasai konsep IPA.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA


Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA


Ruang lingkup bahan kajian Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar
dalam Permendiknas (2008:148), meliputi aspek-aspek berikut ini :
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
8

2.1.1.4 Pembelajaran IPA Kelas V


Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mata pelajaran
IPA di SD diajarkan per mata pelajaran sejak kelas IV sampai dengan kelas VI,
sedangkan untuk kelas I sampai dengan kelas III diajarkan secara tematik.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pembelajaran IPA
kelas V semester II, adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
SK dan KD Pembelajaran IPA Kelas V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


Energi dan Perubahannya
5. Memahami hubungan antara gaya, 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara
gerak, dan energi, serta fungsinya. gaya, gerak dan energi melalui
percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek,
gaya magnet).
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang
dapat membuat pekerjaan lebih mudah
dan lebih cepat.
6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.
kegiatan membuat suatu karya/model 6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya
periskop atau lensa dari bahan
sederhana dengan menerapkan sifat-
sifat cahaya
Bumi dan Alam Semesta
7. Memahami perubahan yang terjadi di 7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan
alam dan hubungannya dengan tanah karena pelapukan.
penggunaan sumber daya alam. 7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah.
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi.
7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan
kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhinya.
7.5 Mendeskripsikan perlunya
penghematan air.
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang
terjadi di Indonesia dan dampaknya
bagi makhluk hidup dan lingkungan.
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan
manusia yang dapat mengubah
permukaan bumi (pertanian, perkotaan,
dsb).

2.1.1.5 Cahaya dan Sifat-Sifatnya


2.1.1.5.1 Sifat-Sifat Cahaya yang Mengenai Berbagai Benda
9

Cahaya yang dikeluarkan oleh sumber cahaya memiliki beberapa sifat.


Beberapa sifat cahaya, antara lain, cahaya merambat lurus, cahaya dapat
menembus benda bening, dan cahaya dapat dipantulkan.
1. Cahaya Merambat Lurus
Cahaya merambat lurus terjadi apabila cahaya merambat melalui medium
sejenis. Cahaya merambat lurus jatuh pada benda yang tidak tembus cahaya. Sifat
cahaya yang merambat lurus dapat kamu temui dalam kehidupan sehari-hari,
seperti sorot senter dan lampu mobil.
2. Cahaya Dapat Menembus Benda Bening
Benda bening adalah semua benda yang tembus cahaya. Pada kehidupan
sehari-hari, kita banyak menjumpai benda bening, antara lain, air, kaca, mika,
gelas, dan lensa. Cahaya yang mengenai benda-benda bening akan diteruskan,
atau dapat dikatakan bahwa cahaya menembus benda bening.
3. Cahaya Dapat Dipantulkan
Kita dapat melihat benda karena benda memantulkan cahaya yang
mengenainya ke mata kita. Pemantulan cahaya pada cermin datar tertuju pada satu
arah saja. Pemantulan cahaya pada cermin datar disebut pemantulan teratur.
Cahaya yang dipantulkan oleh benda yang permukaannya kurang licin terhambur
ke segala arah.
Pemantulan sinar yang terhambur ke segala arah disebut pemantulan tidak
teratur atau pemantulan difus. Sinar matahari dipantulkan ke segala arah oleh
benda-benda di sekeliling kita. Oleh karena itu, ruangan di dalam rumah, di
kantor-kantor, dan di sekolah-sekolah menjadi terang.

2.1.1.5.2 Sifat-Sifat Cahaya yang Mengenai Cermin


Ada tiga jenis cermin, yaitu cermin datar, cermin cembung, dan cermin
cekung.
1. Cermin Datar
Cermin datar adalah cermin yang permukaannya datar dan mengkilat. Cermin
datar biasa kita gunakan untuk bercermin, berhias di rumah-rumah, atau salon-
salon kecantikan. Sifat-sifat bayangannya, antara lain:
10

a. bayangan tegak atau tidak terbalik,


b. bayangan mirip dengan benda asli,
c. besar bayangan sama dengan besar benda,
d. jarak benda ke cermin sama dengan jarak bayangan ke cermin,
e. bagian kanan benda menjadi bagian kiri bayangan.

2. Cermin Cekung
Cermin cekung (konkaf) adalah cermin yang bidang pantulnya melengkung ke
dalam. Lengkungannya hampir mirip dengan sendok bagian dalam. Cermin
cekung bersifat mengumpulkan cahaya yang jatuh padanya (konvergen).
Bayangan nyata akan terbentuk jika jarak benda cukup jauh dari cermin, maka
sifat bayangannya adalah terbalik, nyata, dan diperkecil. Jika letaknya dekat
dengan cermin yang terbentuk adalah bayangan semu yang ukurannya lebih besar
daripada ukuran bendanya, maka sifat bayangannya adalah tegak, semu (maya),
dan diperbesar. Cermin cekung biasa digunakan sebagai reflector (benda yang
memantulkan cahaya). Cermin cekung biasa digunakan pada lampu senter, lampu
sepeda, lampu mobil, lampu sepeda motor, alat kerja dokter.

3. Cermin Cembung
Cermin cembung (konveks) adalah cermin yang bidang pantulnya melengkung
ke luar. Cermin tersebut mempunyai sifat menyebarkan cahaya yang jatuh
padanya (divergen). Cermin cembung sering digunakan pada kaca spion mobil
atau sepeda motor untuk melihat kendaraan lain yang ada di belakang mobil tanpa
menoleh ke belakang. Cermin cembung menghasilkan bayangan maya, tegak, dan
diperkecil.

2.1.1.5.3 Pembiasan Cahaya


Pembiasan adalah pembelokan berkas cahaya yang merambat dari suatu
medium ke medium lainnya yang berbeda kerapatannya.
Contoh lain peristiwa pembiasan adalah :
a. ikan di kolam yang jernih kelihatan lebih besar dari aslinya;
11

b. dasar kolam kelihatan lebih dangkal;


c. jalan beraspal pada siang hari yang panas kelihatan seperti berair. Kejadian ini
disebut fatamorgana.

2.1.1.5.4 Cahaya Putih Terdiri Atas Berbagai Warna


1. Warna-Warna dalam Cahaya Putih
Cahaya matahari yang tampak putih disebut cahaya putih. Cahaya putih
sebenarnya merupakan kumpulan dari beberapa warna berbeda, yaitu merah,
jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Ketujuh warna ini disebut warna
spektrum. Pada sore hari ketika turun hujan rintik-rintik, kita terkadang dapat
melihat pelangi karena pelangi terbentuk akibat peruraian cahaya putih matahari
oleh titik-titik air hujan.

2. Membuat Cakram Warna


Cahaya-cahaya yang dapat diuraikan menjadi beberapa komponen warna
disebut cahaya polikromatik. Contohnya, cahaya putih yang pada saat terurai akan
terlihat warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (disingkat
mejikuhibiniu). Cahaya-cahaya yang tidak dapat diuraikan lagi menjadi komponen
warna lain disebut cahaya monokromatik. Contohnya, cahaya merah, cahaya
hijau, dan cahaya biru.

2.1.2 Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)


2.1.2.1 Pengertian Children Learning In Science (CLIS)
Children Learning In Science (CLIS) adalah merupakan model
pembelajaran yang berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa mengenai
masalah tertentu dalam kegiatan pembelajaran serta merekonstruksi ide atau
gagasan siswa berdasarkan hasil pengamatan atau percobaan.
Model pembelajaran CLIS dikembangkan oleh kelompok Children
Learning In Science di Inggris yang dipimpin oleh Driver (1988) dan Tytler
(1996) dalam Usman Samatowa (2011 : 74). Rangkaian fase pembelajaran pada
model pembelajaran CLIS oleh Driver diberi nama “general structure of a
12

constructivist teaching sequence”, sedangkan Tytler menyebutnya


“constructivism and conceptual change views of learning in science”.

2.1.2.2 Karakteristik Model Pembelajaran CLIS


Menurut Usman Samatowa (2011 : 74), model pembelajaran CLIS
memiliki karakteristik diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Dilandasi pandangan konstruktivisme dengan memperhatikan pengalaman
dan konsepsi awal siswa;
b. Pembelajaran berpusat pada siswa;
c. Kegiatan hands-on dan melatih berfikirnya mins-on;
d. Menggunakan lingkungan sebagai sarana dan sumber belajar.

2.1.2.3 Tahap-Tahap Model Pembelajaran CLIS


Menurut Usman Samatowa (2011 : 74-77), tahap pelaksanaan model
pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) yaitu: (1) orientasi atau
orientation; (2) pemunculan gagasan atau elicitation of ideas; (3) penyusunan
ulang gagasan atau restructuring of ideas; (4) penerapan gagasan atau application
of ideas; (5) pemantapan gagasan atau review change in ideas.

Orientasi Awal

Pemunculan Gagasan Awal

Perbandingan dengan Gagasan


Penyusunan Gagasan
Awal

Penerapan Gagasan

Kaji Ulang Perubahan


Gagasan

Gambar 2.1
Alur Tahapan CLIS
13

a. Orientasi (Orientation)
Tahap orientasi merupakan upaya guru untuk memusatkan perhatian
siswa, misalnya dengan menyebutkan dan mempertontonkan suatu fenomena atau
kejadian yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan
topik yang dipelajari.

b. Pemunculan Gagasan (Elicitation of Ideas)


Tahap pemunculan gagasan merupakan upaya untuk memunculkan
konsepsi awal siswa, misalnya dengan cara meminta siswa menuliskan apa saja
yang telah diketahui tentang topik pembicaraan, atau dengan menjawab beberapa
pertanyaan uraian terbuka. Bagai guru tahapan ini merupakan upaya eksplorasi
pengetahuan awal siswa.

c. Penyusunan Ulang Gagasan (Restructuring of Ideas)


Tahap penyusunan ulang gagasan masih dibedakan atas tiga bagian, yaitu
(i)pengungkapan dan pertukaran gagasan atau clarification and axchange,
(ii)pembukaan pada situasi konflik atau exposure to conflict situation, (iii) dan
konstruksi gagasan baru dan evaluasi atau construction of new ideas and
evaluation.
Tahap pengungkapan dan pertukaran gagasan merupakan upaya untuk
memperjelas dan mengungkapkan gagasan awal siswa tentang suatu topik secara
umum, misalnya dengan cara mendiskusikan jawaban siswa pada langkah
(pemunculan gagasan) dalam kelompok kecil, kemudian salah satu anggota
kelompok melaporkan hasil diskusi tersebut kepada seluruh siswa. Guru tidak
membenarkan dan menyalahkan.
Tahap pembukaan ke situasi konflik, siswa diberi kesempatan untuk
mencari pengertian ilmiah yang sedang dipelajari di dalam buku teks. Selanjutnya
siswa mencari beberapa perbedaan antara konsepsi awal mereka dengan konsep
ilmiah yang ada di dalam buku teks atau hasil pengamatan terhadap kegiatan yang
dilakukan.
14

Tahap konstruksi gagasan baru dan evaluasi dilakukan untuk


mencocokkan gagasan yang sesuai dengan fenomena yang dipelajari guna
mengkonstruksi gagasan baru. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan
percobaan dan observasi, kemudian mendiskusikannya dengan kelompoknya.

d. Penerapan Gagasan (Application of Ideas)


Pada tahap ini siswa diminta menjawab pertanyaan yang disusun untuk
menerapkan konsep ilmiah yang telah dikembangkan siswa melalui percobaan
atau observasi ke dalam situasi baru. Gagasan yang sudah direkonstruksi ini
dalam aplikasinya dapat digunakan untuk menganalisis isu-isu dan memecahkan
masalah yang ada di lingkungan, misalnya isu yang berkaitan dengan topik
pernapasan adalah mewabahnya influenza, isu kanker paru-paru sebagai penyakit
yang menimbulkan kematian, dan adanya orang yang meninggal karena menggali
sumur.

e. Pemantapan Gagasan (Review Change in Ideas)


Konsepsi yang diperoleh siswa perlu diberi umpan balik oleh guru untuk
memperkuat konsep ilmiah tersebut. Dengan demikian diharapkan siswa yang
konsepsi awalnya tidak konsisten dengan konsep ilmiah sadar akan mengubah
konsepsi awalnya menjadi konsepsi ilmiah. Pada kesempatan ini dapat juga diberi
kesempatan membandingkan konsep ilmiah yang sudah disusun dengan konsep
awal pada tahap 2.

Tahap pelaksanaan model pembelajaran Children Learning In Science


(CLIS) menurut Usman Samatowa (2011 : 74-77) apabila dikembangkan menjadi
seperti berikut ini.
15

Tabel 2.2
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran CLIS

Kegiatan Pembelajaran
No Tahap Keterangan
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Orientasi Melakukan tanya jawab yang Siswa menjawab Guru
mengkaitkan materi yang akan pertanyaan guru. memperlihatkan
dipelajari dengan kehidupan gambar
sehari-hari. Contoh terbentuknya
pertanyaannya: apakah bayangan pohon.
matahari sudah menyinari
rumahmu, bagaimanakah arah
rambatan cahaya yang masuk
melalui celah-celah jendela
rumahmu.
2 Pemunculan Melakukan tanya jawab Siswa menjawab Siswa ingin
Gagasan seputar cahaya dan sifat- pertanyaan guru. mengetahui
sifatnya. cahaya dan sifat-
sifatnya
3 Penyusunan - Memberikan tugas Diskusi kelompok Memberikan
Ulang kelompok melakukan percobaan bimbingan bagi
Gagasan - Menjelaskan cara cahaya dan sifat- siswa yang
melakukan percobaan sifatnya mengalami
cahaya dan sifat-sifatnya kesulitan.
4 Penerapan Membimbing dan mengamati - Diskusi kelompok Memeriksa
Gagasan kegiatan belajar siswa. - Menyampaikan kembali jawaban
hasil diskusi di siswa.
depan kelas
- Menjawab
pertanyaan
5 Pemantapan - Mengungkapkan salah satu - Mengemukakan Siswa dibimbing
Gagasan konsepsi awal siswa pendapat untuk
kemudian membandingkan - Melakukan tanya menyimpulkan
dengan hasil percobaan jawab seputar hasil
- Melakukan tanya jawab cahaya dan sifat- pembelajaran dari
untuk memperkuat sifatnya untuk awal
gagasan memperkuat pembelajaran
gagasan hingga hasil
percobaan

2.1.2.4 Kelebihan Model Pembelajaran CLIS


1. Kelebihan Model Pembelajaran CLIS
Menurut Usman Samatowa (2011 : 78), kelebihan model pembelajaran
Children Learning In Science (CLIS ) yaitu
16

a. Siswa terbiasa untuk belajar secara mandiri dalam mengatasi suatu


permasalahan;
b. Memacu kreativitas siswa;
c. Kegiatan pembelajaran yang menarik;
d. Suasana belajar lebih bermakna;
e. Memudahkan guru dalam kegiatan pembelajaran;
f. Terciptanya susasana belajar yang lebih aktif.

2.1.3 Minat Belajar


2.1.3.1 Pengertian Minat Belajar
Slameto (2010 : 180), mengemukakan pengertian minat adalah suatu rasa
lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang
menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara
diri sendiri dengan sesuatu diluar. Sesuatu yang kuat atau dekat hubungan tersebut
semakin besar minatnya. Menurut Stiggins dalam Abadi (2006) mendefinisikan
minat merupakan salah satu dimensi dari aspek afektif yang juga banyak berperan
dalam kehidupan seseorang. Maka dapat disimpulkan minat adalah perasaan
tertarik seseorang terhadap suatu obyek yang diikuti dengan melakukan aktivitas
tanpa ada paksaan.

Djamarah (2008 : 167), mengemukakan bahwa:

Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Anak didik yang


berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan
sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Proses belajar akan
berjalan lancar bila disertai minat. Jadi, kesimpulannya minat adalah
kecenderungan seseorang terhadap suatu obyek atau sesuatu kegiatan yang
disertai dengan perasaan senang, perhatian, dan keaktifan dalam berbuat.

Berdasarkan uraian di atas, ciri-ciri adanya minat pada diri seseorang dapat
dilihat dari beberapa hal, antara lain :
a. Perasaan Senang
Menurut Ahmadi (1991 : 36), perasaan adalah pernyataan jiwa yang
sedikit banyak bersifat subyektif dalam merasakan senang atau tidak senang.
Penilaian seseorang terhadap suatu objek membentuk suatu perasaan yang timbul
17

karena mengamati, menanggap, membayangkan, mengingat, atau memikirkan


sesuatu.

b. Perhatian
Menurut Suryabrata (2002 : 14), bahwa perhatian adalah pemusatan tenaga
psikis tertuju kepada suatu obyek atau banyak sedikitnya kesadaran yang
menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan. Baharudin (2009 : 178), bahwa
perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu
yang ditujukan kepada suatu sekumpulan objek.
Berdasarkan uraian di atas, perhatian merupakan pemusatan yang
ditujukan kepada suatu objek.

c. Aktivitas
Menurut Ali (1996 : 26), aktivitas adalah keaktifan atau kegiatan.
Aktivitas yang dimaksud adalah keaktifan atau partisipasi langsung dalam suatu
kegiatan. Pendapat ini didukung oleh Suryabrata (2002 : 72), yang
mengemukakan aktivitas adalah banyak sedikitnya orang menyatakan diri,
menjelmakan perasaan dan pikirannya dalam tindakan yang spontan.
Berdasarkan uraian di atas, aktivitas merupakan perilaku yang aktif dalam
melakukan tindakan yang merupakan penjelmaan dari perasaan.

2.1.3.2 Klasifikasi Minat Belajar


Menurut Super dan Krites dalam Dewi Suhartini (2001;25),
mengklasifikasikan minat menjadi empat jenis berdasarkan bentuk pengekspresian
dari minat, yaitu :
a. Expressed Interest, minat yang diekspresikan melalui verbal yang
menunjukkan apakah seseorang itu menyukai atau tidak menyukai suatu
objek atau aktivitas.
b. Manifest Interest, minat yang disimpulkan dari keikutsertaan individu
dalam suatu kegiatan tertentu.
c. Tested Interest, minat yang disimpulkan dari tes pengetahuan atau
keterampilan dalam suatu kegiatan.
18

d. Inventoried Interest, minat yang diungkapkan melalui inventori minat atau


daftar aktivitas dan kegiatan yang sama dengan pernyataan.

Menurut Mohammad Surya (2007;122), minat digolongkan menjadi tiga


jenis berdasarkan alasan timbulnya minat, yaitu :
a. Minat Volunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa tanpa
adanya pengaruh dari luar.
b. Minat Involunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa dengan
adanya pengaruh situasi yang diciptakan oleh guru.
c. Minat Nonvolunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa secara
paksa atau dihapuskan.

Krapp, et. al dalam Dewi Suhartini (2001;23), mengkategorikan minat


menjadi tiga yaitu :
a. Minat Personal
Minat personal merupakan minat yang bersifat permanen dan
relatif stabil yang mengarah pada minat khusus pada mata pelajaran
tertentu. Minat personal merupakan suatu bentuk rasa senang atau
tidak senang, tertarik tidak tertarik terhadap mata pelajaran tertentu.
Minat ini biasanya tumbuh dengan sendirinya tanpa ada rangsangan
eksternal.

b. Minat Situasional
Minat situasional merupakan minat yang bersifat tidak permanen
dan relatif berubah-ubah tergantung rangsangan dari eksternal.
Rangsangan tersebut misalnya metode mengajar guru, penggunaan
sumber belajar, media yang menarik, suasana kelas dan dorongan dari
keluarga. Jika minat situasional dapat dipertahankan secara
berkelanjutan dalam jangka panjang, maka minat situasional dapat
berubah menjadi minat personal atau minat psikologis siswa
tergantung dengan rangsangan yang ada.

c. Minat Psokologikal
Minat psikologikal merupakan minat yang erat kaitannya dengan
adanya interaksi antara minat personal dan minat siatuasional yang
terus menerus dan berkesinambungan. Jika siswa memiliki
pengetahuan yang cukup tentang suatu mata pelajaran, dan dia
memiliki kesempatan untuk mendalaminya dalam aktivitas belajar
yang terstruktur di dalam maupun di luar kelas, serta mempunyai
penilaian yang tinggi tentang mata pelajaran tersebut maka dapat
dinyatakan bahwa siswa memiliki minat psikologikal.
19

2.1.3.3 Fungsi Minat dalam Belajar


Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang
dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang gigih serius
dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan. Jika seorang siswa
memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya.
Menurut Abdul Majid (2000) yang dikutip dari Elizabeth B. Hurlock, fungsi
minat bagi kehidupan anak adalah sebagai berikut :
a. Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita.
Sebagai contoh anak yang berminat pada olah raga maka cita-
citanya adalah menjadi olahragawan yang berprestasi, sedang anak
yang berminat pada kesehatan fisiknya maka cita-citanya menjadi
dokter.

b. Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat.


Minat anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk
belajar kelompok di tempat temannya meskipun suasana sedang hujan.

c. Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas.


Minat seseorang meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi
pelajaran tapi antara satu anak dan yang lain mendapatkan jumlah
pengetahuan yang berbeda. Hal ini terjadi karena berbedanya daya
serap mereka dan daya serap ini dipengaruhi oleh intensitas minat
mereka.

d. Minat yang terbentuk sejak kecil/masa kanak-kanak sering terbawa


seumur hidup karena minat membawa kepuasan.
Minat menjadi guru yang telah membentuk sejak kecil sebagai
misal akan terus terbawa sampai hal ini menjadi kenyataan. Apabila ini
terwujud maka semua suka duka menjadi guru tidak akan dirasa karena
semua tugas dikerjakan dengan penuh sukarela. Dan apabila minat ini
tidak terwujud maka bisa menjadi obsesi yang akan dibawa sampai
mati.

Dalam hubungannya dengan pemusatan perhatian, minat mempunyai


peranan dalam melahirkan perhatian yang serta merta, memudahkan terciptanya
pemusatan perhatian, dan mencegah gangguan perhatian dari luar. Oleh karena
itu, minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar karena bila bahan
pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tersebut
tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya.
20

Sedangkan bila bahan pelajaran itu menarik minat siswa, maka ia akan mudah
dipelajari dan disimpan karena adanya minat sehingga menambah kegiatan
belajar.
Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai kekuatan yang mendorong
siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan tampak terdorong
terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima
pelajaran. Mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun
karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik
dalam belajar seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga
akan mendorong ia untuk terus belajar.

2.1.3.4 Indikator Minat Belajar


Pada umumnya minat seseorang terhadap sesuatu akan diekspresikan
melalui kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan minatnya, sehingga untuk
mengetahui indikator dapat dilihat dengan cara menganalisa kegiatan-kegiatan
yang dilakukan individu atas objek yang disenanginya. Hal ini dikarenakan minat
merupakan motif yang dipelajari yang mendorong individu untuk aktif dalam
kegiatan tertentu.
Menurut Sukartini dalam Dewi Suhartini (2001:26), analisa minat dapat
dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut :
a. Keinginan untuk mengetahui atau memiliki sesuatu.
b. Objek-objek atau kegiatan yang disenangi.
c. Jenis kegiatan untuk mencapai hal yang disenangi.
d. Usaha untuk merealisasikan kegiatan atau rasa senang terhadap sesuatu.

Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Slameto


(2010:180), bahwa:

“Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang


menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal
lainnya, dapat pula dimanipestasikan melalui partisipasi dalam suatu
aktivitas. Anak didik yang memiliki minat terhadap subjek tertentu
cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek
tersebut”.
21

Menurut Safari (2003), ada beberapa indikator minat belajar yaitu sebagai
berikut :
a. Perasaan Senang
b. Ketertarikan Siswa
c. Perhatian
d. Keterlibatan Siswa

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa minat belajar siswa


dapat dilihat dari bagaimana minatnya dalam melakukan aktivitas yang mereka
senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran serta
perhatian yang mereka berikan pada aktivitas tersebut. Indikator minat yang
digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah:
a. Perasaan senang siswa dalam belajar IPA.
b. Ketertarikan siswa dalam memahami materi pembelajaran IPA.
c. Perhatian siswa selama pembelajaran IPA berlangsung.
d. Keterlibatan siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran IPA.

2.1.3.5 Pengukuran Minat


Minat merupakan suatu perasaan antara sikap yang timbul dari pada
pengalaman subjektif. Keberadaan dan kekuatan minat hanya dapat diketahui
melalui suatu pengukuran dengan menggunakan alat ukur tertentu.
Menurut Nurkancana dan Sumartana (1983 : 227), mengukur minat dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Observasi
Pengukuran dengan metode ini memiliki keuntungan karena dapat
mengamati minat seseorang dalam kondisi wajar. Observasi dapat
dilakukan dalam setiap situasi, baik dalam kelas maupun luar kelas.
Kelemahannya tidak dapat dilakukan terhadap situasi atau beberapa
hasil observasi yang bersifat subjektif.

b. Kuesioner/Angket
Kuesioner atau angket mengajukan beberapa pertanyaan secara
tertulis. Isi pertanyaan yang diajukan dalam angket pada prinsipnya
tidak berbeda dengan isi pertanyaan wawancara. Dibandingkan dengan
wawancara dan observasi, angket lebih efisien.
22

2.1.4 Hasil Belajar


Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011:22). Sedangkan menurut
Kingsley dalam Sudjana (2011:22) membagi tiga macam hasil belajar mengajar :
Keterampilan dan kebiasaan, Pengetahuan dan pengarahan, Sikap dan cita-cita.
Sementara menurut Lindgren dalam Suprijono (2011:7) hasil pembelajaran
meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Gagne dalam Suprijono (2011:5-6) bahwa hasil belajar itu
berupa: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan
motorik, dan sikap.
Senada dengan Gagne, Bloom dalam Suprijono (2011:6-7)
mengemukakan bahwa:

“Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan


psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan),
comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),
application (menerapkan), analysys (menguraikan, menentukan
hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk
bangunan baru, evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving
(sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai),
organization (organisasi), Characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor
juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial,
dan intelektual.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sikap
dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah siswa menerima perlakuan yang
diberikan oleh guru sehingga dapat mengrekonstruksikan pengetahuan yang
didapat untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur
yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi,
23

panduan wawancara, skala sikap dan angket. Teknik yang dapat digunakan dalam
asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu:
a. Tes
Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus
dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas
yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek
tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut
adalah indikator pencapaian kompetensi (Poerwanti, dkk. 2008:4-3). Menurut
Ebster‟s Collegiate dalam Arikunto, 1995 (Poerwanti, dkk. 2008:4-4), tes adalah
serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok.
Tes menurut Sudjana (2011:35) sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa
dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk
perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan
mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan
penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran,
namun demikian dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur
atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris.
Jadi kesimpulan dari pengertian tes adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur kemampuan peserta didik dan menggunakan langkah – langkah dan
kriteria - kriteria yang sudah ditentukan.
Berikut ini dikemukakan yang termasuk dalam teknik tes adalah (Poerwanti,
2008:4-9) :
1. Jenis Tes Berdasarkan Cara Mengerjakan
a. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal
soal maupun jawabannya.

b. Tes Lisan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response)
semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak
24

memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu,


hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi
pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.

c. Tes Unjuk Kerja


Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai
indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan
psikomotor.

2. Jenis Tes Berdasarkan Bentuk Jawaban


a. Tes Esei (Essay-type Test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

b. Tes Jawaban Pendek


Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes
diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi
memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-
kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.

c. Tes Objektif
Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang
diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering
pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).

b. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan
psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek
kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes (Poerwanti, 2008:3-19 – 3-31),
yaitu:
1. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar
dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan
instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan
kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat
dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.

2. Angket
Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang
berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude
Questionnaires).
25

Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara


pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau penilaian
portofolio. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas
instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan
menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau
mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi,
pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir
pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian
tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah
valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes,
menyimak, diskusi berpasangan, dan presentasi.

Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisi-kisi.
Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks
pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau
pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan
tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau
menulis soal menjadi perangkat tes. Adapun kisi-kisi tersebut didalamnya
meliputi:
a. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD);
b. Indikator;
c. Proses berfikir (C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis),
C5 (evaluasi), C6 (kreasi));
d. Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi);
e. Bentuk instrumen;
26

Hasil dari pengukuran pencapaian Kompetensi Dasar dipergunakan sebagai


dasar penilaian atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa
Inggris). Menurut Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:190-191),
mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/
menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja,
proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain. Sedangkan menurut Sudjana
dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:191), pengertian evaluasi dipertegas lagi
dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek
tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Wardani, dkk (2010:2.8) mengartikannya bahwa evaluasi itu merupakan
proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan
cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat
ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan
pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang
dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau batas
keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk
kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas
kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak
disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria
(PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran
dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut
dengan Penilaian Acuan Norma/Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria ketuntasan
Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan oleh
satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok
mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas
ambang kompetensi.
27

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati Silaban (2012), dengan penelitian
yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Menggunakan Model
Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) Mata Pelajaran IPA pada
Kelas V Semester II SDN 04 Kuwaron Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan”,
diperoleh kesimpulan bahwa penerapan Children Learning In Science (CLIS)
dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V semester II SDN 04 Kuwaron
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan.
Fatika Candra Fitriastuti (2011), dalam penelitian yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa melalui Model Pembelajaran Children
Learning In Science pada Mata Pelajaran IPA Kelas V Materi Gaya Magnet SD N
2 Tlobong Delanggu “, menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas
belajar dan hasil belajar melalui model pembelajaran Children Learning In
Science dalam pembelajaran IPA.
Inayatul Alifviani (2010), dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) untuk Meningkatkan
Ketrampilan Berpikir Ilmiah Siswa Kelas IV SD Negeri Kedung Mutih 1
Demak”, menyimpulkan bahwa penerapan model Children learning In Science
dapat meningkatkan ketrampilan berpikir ilmiah dan hasil belajar siswa secara
signifikan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat keterkaitan antara aktivitas belajar siswa dengan model pembelajaran
yang digunakan dalam PBM yang akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar
siswa. Oleh karena itu pada penelitian ini, peneliti ingin menguji apakah
penerapan model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) dapat
meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V di
SD Negeri 4 Monggot, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan. Untuk melihat
lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini :
28

Tabel 2.3
Perbedaan Variabel Penelitian
Variabel yang Diteliti
Keterampilan
Nama Peneliti Aktivitas Minat Hasil
Berpikir CLIS
Belajar Belajar Belajar
Ilmiah
Nurhayati Silaban √ √
Fatika Candra F. √ √ √
Inayatul Alifviani √ √ √
Peneliti √ √ √

2.3. Kerangka Berpikir


Children Learning In Science (CLIS) merupakan model pembelajaran
yang berusaha mengembangkan ide/gagasan siswa mengenai masalah tertentu
dalam kegiatan pembelajaran serta merekonstruksi ide/gagasan berdasarkan hasil
pengamatan atau percobaan. Model pembelajaran CLIS juga memiliki kelebihan
yaitu siswa terbiasa belajar mandiri, memacu kreativitas siswa, kegiatan
pembelajaran menarik, suasana belajar lebih bermakna, memudahkan guru dalam
kegiatan pembelajaran, dan suasana belajar lebih aktif. Sehingga dapat
meningkatkan minat dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA.
Berdasarkan uraian kajian teori dan kajian penelitian yang relevan,
kerangka berpikir dapat dirumuskan sebagai berikut:

Memacu Mampu mengatasi


Belajar Mandiri
kreativitas suatu masalah

Suasana belajar Kegiatan


Children Learning In Science
bermakna pembelajaran
(CLIS)
menarik

Memudahkan guru dalam kegiatan Terciptanya suasana belajar yang


pembelajaran lebih aktif

Minat Belajar Hasil Belajar


Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
29

2.4. Hipotesis Penelitian


Berdasarkan uraian kerangka berpikir, hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Penerapan model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) dapat
meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas 5 semester II
SD Negeri 4 Monggot kecamatan Geyer kabupaten Grobogan tahun ajaran
2012/2013.
2. Penerapan model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas 5 semester II
SD Negeri 4 Monggot kecamatan Geyer kabupaten Grobogan tahun ajaran
2012/2013.

Anda mungkin juga menyukai