Anda di halaman 1dari 2

herordering ekonomi adalah kondisi ekonomi atau keuangan yang ditinggal kan dari masa yang lama

ke masa yang baru.

1. Masa Demokrasi Terpimpin (1945-1950)

Saat awal merdeka, Indonesia mengalami inflasi (kenaikan harga barang) yang sangat tinggi karena
kondisi mata uang tidak terkendali. Salah satu faktor penyebabnya yaitu belum adanya mata uang
tunggal yang berlaku. Saat itu, terdapat tiga mata uang yang dipakai, sehingga menyebabkan jumlah
uang beredar menjadi banyak dan akhirnya terjadi inflasi.

Beberapa kebijakan moneter diterapkan untuk menanggulangi krisis ini, di antaranya dengan
melakukan kegiatan diplomasi beras ke India dan membentuk planning board untuk
penanggulangan inflasi. Selain itu, diterbitkan pula ORI (Oeang Republik Indonesia) agar hanya ada
satu mata uang resmi, dan penetapan Kasimo Plan sebagai upaya swasembada pangan.

Masa inflasi terus terjadi hingga masa Demokrasi Terpimpin. Sejak dekrit presiden 5 Juli 1959,
berbagai upaya terus dilakukan untuk menekan inflasi, namun upaya ini belum berhasil. Salah
satunya adalah upaya devaluasi nilai rupiah. Apakah itu? Devaluasi adalah penurunan nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing. Pada saat itu rupiah didevaluasi dari 1 USD = Rp11.40 menjadi 1
USD = Rp45.

Selain itu, pemerintah juga menerapkan kebijakan sanering yang merupakan upaya pembatasan
daya beli masyarakat, dengan cara memotong nilai uang tanpa menurunkan harga komoditas di
pasar. Contohnya, pemerintah Indonesia melakukan sanering dari Rp4.000,00 menjadi Rp400,00.
Namun, harga gula tetap sebesar Rp4.000,00/kg dengan kata lain hal ini membatasi kemampuan
masyarakat untuk membeli suatu barang. Pada saat itu, ekspektasi dan realita devaluasi tidak
berjalan sesuai dengan rencana pemerintah, sehingga memperparah inflasi yang ada.

Sistem ekonomi komando adalah sistem ekonomi dimana negara atau pemerintah memegang
kendali penuh terhadap semua aktivitas ekonomi yang berlangsung di pasar dalam suatu negara.
Jadi pada sistem ekonomi komando, sumber daya, baik produksi dan modal dikuasai oleh
pemerintah.

Kebijakan Ekonomi Berdikari adalah salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Sukarno pada masa
Demokrasi Terpimpin tanggal 17 Agustus 1965. Tujuan dari penelitian ini adalah

(1) untuk mengetahui bagaimana latar belakang lahirnya kebijakan ekonomi berdikari,

(2) untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan ekonomi berdikari

(3) untuk mengetahui dampak pelaksanaan kebijakan ekonomi berdikari.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Kuntowijoyo.
Langkah-langkahnya yaitu,

(1) pemilihan topik penelitian,

(2) heuristik atau pengumpulan sumber maupun data yang relevan dengan topik penelitian,

(3) verifikasi atau kritik sumber

(4) interpretasi atau menafsirkan data-data yang ada dalam sumber,

(5) historiografi atau penulisan hasil penelitian.


Hasil dari penelitian ini adalah Kebijakan ekonomi berdikari lahir dari gagasan Sukarno sebagai akibat
dari imperialisme bangsa asing yang telah membuat bangsa Indonesia menderita. Hadirnya
Kebijakan ini sebagai wujud bahwa bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang mandiri dan tidak
tergantung dengan pihak asing.

Buruknya perekonomian pada masa Demokrasi Terpimpin membuat pemerintah mengeluarkan


sejumlah kebijakan yang signifikan. Beberapa kebijakan yang cukup dikenal yakni:

Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)

Penurunan nilai uang (devaluasi)

Deklarasi Ekonomi (Dekon)

Meningkatkan perdagangan dan

perkreditan luar negeri Peleburan bank

Pembentukan Bappenas Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, pada 15 Agustus 1959


pemerintanh membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas). Ketianya Moh Yamin dengan
anggota sebanyak 50 orang. Pada tahun 1963, Presiden Soekarno mengganti namanya menjadi
Bappenas.

Tugas Bappenas yakni: Menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahunan bagi pembangunan
di tingkat nasional dan daerah Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan Menyiapkan serta
menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS Penurunan nilai uang (devaluasi) Pada 25 Agustus 1959,
pemerintah mengumumkan keputusan mengenai devaluasi dengan nilai: Uang kertas Rp 500
menjadi Rp 50 Uang kertas Rp 1.000 menjadi Rp 100 Pembekuan semua simpanan di bank yang
melebihi Rp 25.000 Kebijakan ini diambil untuk membendung tingginya inflasi.

Anda mungkin juga menyukai