Anda di halaman 1dari 4

KEBIJAKAN EKONOMI MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

Buruknya perekonomian pada masa Demokrasi Terpimpin membuat pemerintah


mengeluarkan sejumlah kebijakan. Beberapa kebijakan yang cukup dikenal
yakni: Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
Penurunan nilai uang (devaluasi) Deklarasi Ekonomi (Dekon) Meningkatkan
perdagangan dan perkreditan luar negeri Peleburan bank Berikut penjelasannya
seperti dilansir dari Demokrasi Liberal (1950-1959) dan Demokrasi Terpimpin
(1959-1966) (2018). Penurunan nilai uang (devaluasi) Pada 25 Agustus 1959,
pemerintah mengumumkan keputusan mengenai devaluasi dengan nilai: Uang
kertas Rp 500 menjadi Rp 50 Uang kertas Rp 1.000 menjadi Rp 100 Pembekuan
semua simpanan di bank yang melebihi Rp 25.000 Kebijakan ini diambil untuk
membendung tingginya inflasi. Dengan devaluasi, diharapkan uang yang
beredar di masyarakat berkurang. Selain itu, nilai rupiah meningkat.

Deklarasi Ekonomi (Dekon) Untuk memperbaiki ekonomi secara


menyeluruh, pada 28 Maret 1963, pemerintah mengeluarkan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) yang berisi 14 peraturan pokok. Dekon
dikeluarkan sebagai strategi untuk menyukseskan pembangunan yang
dirancang Bappenas. Sayangnya, Dekon tak mampu mengatasi
kesulitan ekonomi dan masalah inflasi. Dekon malah mengakibatkan
stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Kegagalan Dekon disebabkan:
Tidak terwujudnya pinjaman dari IMF sebesar 400 juta dollar ASA
Perekonomian terganggu karena pemutusan hubungan diplomatik
dengan Malaysia Konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara
barat memperparah kemerosotan ekonomi. Meningkatkan
perdagangan dan perkreditan luar negeri Sebagai langkah dari
ekonomi berdikari, pemerintah berusaha membangkitkan sektor
agraris yang menjadi ciri khas perekonomian Indonesia. Harapannya,
hasil pertanian mampu diekspor untuk memperoleh devisa dan
menyeimbangkan neraca perdagangan. Baca juga: Perdagangan
Internasional: Pengertian dan Manfaatnya Untuk mendukung rencana
ini, pemerintah juga membentuk Komando Tertinggi Operasi
Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP). Peleburan Bank
Presiden berusaha menyatukan semua bank negara dalam bank
sentral. Lewat Perpres No 7/1965, didirikan Bank Tunggal Milik
Negara. Bank Tunggal Milik Negara berfungsi sebagai bank sirkulasi,
bank sentral, sekaligus bank umum. Bank Indonesia, adalah hasil
peleburan dari bank-bank negara seperti Bank Koperasi dan Nelayan,
Bank Umum Negara, dan Bank Tabungan Negara. Tapi langkah ini
memicu spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang
negara. Sebab saat itu belum ada lembaga pengawas.

KEBIJAKAN EKONOMI MASA DEMOKRASI LIBERAL

pada masa liberal yang berlangsung pada 1959 sampai 1957, terjadi
pergantian kabinet yang cukup sering. Hal tersebut disebabkan oleh
jumlah partai yang cukup banyak namun tidak memiliki partai
mayoritas mutlak. Pada masa demokrasi liberal, perekonomian
diberikan kepada pasar untuk mengaturnya.
Kebijakan tersebut mengakibatkan adanya ketimpangan sosial antara
pengusaha pribumi dengan pengusaha non-pribumi karena adanya
ketidakmampuan dalam bersaing di pasar.
Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada masa demokrasi liberal,
maka diberlakukan beberapa kebijakan ekonomi. Berikut ini adalah
beberapa kebijakan pada masa demokrasi liberal.
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini diterapkan oleh Syarifuddin selaku menteri keuangan
yang menjabat saat itu untuk memotong nilai uang atau sanering.
Kebijakan ini diterapkan dengan memotong nilai mata uang dengan
nominal Rp 2,50 ke atas.
Kebijakan tersebut diterapkan dengan tujuan untuk menanggulangi
defisit anggaran sebesar Rp 5,1 miliar dan mengurangi peredaran
jumlah uang.
2. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
De Javasche Bank yang mulanya dikuasai pihak Belanda kemudian
dinasionalisasikan oleh pemerintah sehingga menjadi Bank Indonesia.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menaikkan pendapatan dan
menurunkan biaya ekspor.
Nasionalisasi De Javasche Bank ini juga membuat pemerintah
menjadi lebih leluasa untuk menjalankan kebijakan ekonomi dan
moneter.
3. Gerakan Benteng
Kebijakan yang dicetuskan oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo
diterapkan untuk melindungi pengusaha Indonesia melalui kredit.
Kebijakan ini juga dijalankan dengan tujuan mengubah struktur
ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional.
4. Sistem Ekonomi Ali Baba
Sistem ekonomi yang diinisiasi oleh Menteri Perekonomian Kabinet
Ali I, Mr. Iskaq Cokrohadisuryo, dijalankan dengan tujuan untuk
memajukan pengusaha pribumi. Kebijakan ekonomi ini diberi nama
Ali Baba sbab melibatkan pengusaha pribumi (Ali) dan pengusaha
keturunan Tionghoa (Baba).
Pada program ini pengusaha keturunan Tionghoa diminta untuk
melatih tenaga kerja pribumi. Sebagai imbalannya, pengusaha
keturunan Tionghoa mendapatkan bantuan kredit beserta lisensi dari
pemerintah.
5. Rencana Pembangunan Lima Tahun
Adanya pergantian kabinet pemerintahan yang terus menerus
membuat adanya hambatan pembangunan. Maka dari itu Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional merancang Rencana
Pembangunan Lima Tahun atau RPLT.
Kemudian DPR menyetujui RPLT pada 11 November 1958. Namun
kebijakan ini tidak dapat berjalan dengan baik akibat adanya resesi
ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa yang memberikan dampak
bagi perekonomian Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai