Anda di halaman 1dari 17

Kondisi Ekonomi

Demokrasi Terpimpin
Haston Abdilah
XII-11/14
Kondisi ekonomi pada masa awal Demokrasi Terpimpin
sangat terpuruk akibat pemberontakan-pemberontakan
yang terjadi. Untuk mengatasi keadaan ekonomi pada masa
ini, sistem ekonomi berjalan dengan sistem komando, di
mana alat-alat produksi dan distribusi yang vital harus
dimiliki dan dikuasai negara atau minimal di bawah
pengawasan negara.
Pembentukan
Depernas&Bappenas
Upaya perbaikan perekonomian Indonesia dilakukan dengan
pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada 15 Agustus
1959 yang dipimpin Moh. Yamin. Dapernas kemudian menyusun program
kerjanya berupa pola pembangunan nasional yang disebut sebagai Pola
Pembangunan Semesta Berencana dengan mempertimbangkan faktor
pembiayaan dan waktu pelaksanaan pembangunan.
Pola Pembangunan Semesta dan Berencana terdiri atas Blueprint tripola
yaitu proyek pembangunan, pola penjelasan pembangunan dan pola
pembiayaan pembangunan.
Pada tahun 1963, juga dibentuk Badan Perancangan Pembangunan
Nasional (Bappenas) yang dipimpin Presiden Soekarno sebagai pengganti
Depernas.
Tugas Bappenas :
⬩ Menyusun rencana pembangunan jangka panjang maupun pendek.
⬩ Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan
⬩ Menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS
Penurunan Nilai Uang
(Devaluasi)
Pada 25 Agustus 1959, pemerintah mengumumkan keputusan mengenai
devaluasi dengan nilai:
⬩ Uang kertas Rp 500 menjadi Rp 50
⬩ Uang kertas Rp 1.000 menjadi Rp 100
⬩ Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp 25.000
Kebijakan ini diambil untuk membendung tingginya inflasi. Dengan
devaluasi, diharapkan uang yang beredar di masyarakat berkurang. Selain
itu, nilai rupiah meningkat.
Namun usaha tersebut tidak dapat mengatasi kemerosotan ekonomi.
Pemotongan nilai uang memang berdampak harga barang menjadi murah.
Namun tetap saja rakyat kesusahan karena tidak memiliki uang.

Untuk menyetop defisit, pemerintah justru mencetak uang baru tanpa


perhitungan matang. Devaluasi kembali dilakukan pada 1965 dengan
menjadikan uang Rp 1.000 menjadi Rp 1. Akibatnya, bukannya berkurang,
inflasi malah makin parah. Indonesia mengalami hiperinflasi pada 1963-
1965. Inflasi mencapai 600 persen pada 1965.
Melaksanakan Deklarasi Ekonomi
(Dekon)
Untuk memperbaiki ekonomi secara menyeluruh, pada 28 Maret 1963,
pemerintah mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) yang berisi 14
peraturan pokok.

Dekon dikeluarkan sebagai strategi untuk menyukseskan pembangunan


yang dirancang Bappenas. Tujuan Dekon yakni untuk menciptakan ekonomi
yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme.
Sayangnya, Dekon tak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah
inflasi. Dekon malah mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia.
Kegagalan Dekon disebabkan:
Tidak terwujudnya pinjaman dari IMF sebesar 400 juta dollar ASA
Perekonomian terganggu karena pemutusan hubungan diplomatik dengan
Malaysia
Konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat memperparah
kemerosotan ekonomi.
Pembangunan
Proyek Mercusuar
Keadaan perekonomian semakin buruk karena pembengkakan biaya proyek
mercusuar. Proyek Mercusuar Soekarno adalah proyek pembangunan
ibukota agar mendapat perhatian dari luar negeri.
Untuk memfasilitasi Ganefo (Games of the New Emerging Forces) sebagai
tandingan dari Olimpiade, pemerintah membangun proyek besar seperti
gedung CONEFO yang sekarang dikenal sebagai DPR, MPR, DPD DKI Jakarta,
Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, pembangunan
Monumen Nasional (Monas), dan pusat pertokoan Sarinah
Peleburan
Bank
Presiden berusaha menyatukan semua bank negara dalam bank sentral.
Lewat Perpres No 7/1965, didirikan Bank Tunggal Milik Negara. Bank Tunggal
Milik Negara berfungsi sebagai bank sirkulasi, bank sentral, sekaligus bank
umum. Bank Indonesia, adalah hasil peleburan dari bank-bank negara
seperti Bank Koperasi dan Nelayan, Bank Umum Negara, dan Bank Tabungan
Negara.

Tapi langkah ini memicu spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan


uang negara. Sebab saat itu belum ada lembaga pengawas
.
17

Anda mungkin juga menyukai