Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL DEMOKRASI TERPIMPIN

A. Latar Belakang Permasalahan


Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen
dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden.
Soekarno juga membubarkan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang
Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang
Dasar 1945, dengan semboyan "Kembali ke UUD' 45". Soekarno memperkuat tangan
Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting.
PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI
mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam)
dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.

Antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk
bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di "Suara Pemuda
Indonesia": Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon
angkatan bersenjata. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara
tahun 1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan
perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan
Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan
untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira
angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk membuat
Indonesia sebuah "negara bebas".
Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh
dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk
adat.
Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah.

B. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin


Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno. Disebut
Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada
kepemimpinan Presiden Sukarno. Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah
kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.

C. Tugas Demokrasi Terpimpin


Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil
sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini
disebabkan karena :
1. Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala
negara
2. Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya dari Penataan kehidupan politik yang menyimpang dari tujuan awal adalah
demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi
(pemusatan kekuasaan di tangan presiden).

D. Penyimpangan Yang Dilakukan dari Demokrasi Terpimpin Terhadap UUD 1945


1. Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi,
kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden.
Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan
adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana
Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai
besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak
memimpin departemen.
2. Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959.
Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945
pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan
umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk
di MPR. Anggota MPRS ditunjuk oleh presiden dengan syarat adalah Setuju kembali kepada
UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200
orang wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN).
3. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden
No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas
satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang
wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan
mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden
adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat
agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul
”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik
Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti
Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan
MANIPOL USDEK.

E.Kehidupan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin


Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti
ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi
terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan
sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah
untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut.
1.Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah
Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh.
Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.
Tugas Depernas :
- Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana
- Menilai Penyelenggaraan Pembangunan
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar
Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969
yang disetujui oleh MPRS. Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan
dan pembangunan proyek besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan
dengan lancar sesuai harapan. 1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan
nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden
Sukarno.

2. Penurunan Nilai Uang


Tujuan dilakukan devaluasi :
- Guna membendung inflasi yang tetap tinggi
- Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
- Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai
penuruan nilai uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.
- Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
- Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
- Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000

Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang
semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh
Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah
tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini
disebabkan karena :
1. Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat
pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor menurun.
2. Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh
tenaga kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman.
3. Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang
mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
3. Kenaikan Laju Inflasi
Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :
1. Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami
kemerosotan.
2. Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan
3. Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar
4. Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada
5. Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil
6. Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan
keuangan tak memberikan banyak pengaruh
7. Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi
kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.Kegagalan-
kegagalan tersebut disebabkan karena:
8. Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam
melakukan pengeluaran.
9. Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO
(Games of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New
Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya
pada setiap tahunnya.
Dampaknya :
 Inflasi semakin bertambah tinggi
 Harga-harga semakin bertambah tinggi
 Kehidupan masyarakat semakin terjepit
 Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan
neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa
 Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
 1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif
sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan
negara-negara barat.
Kebijakan Pemerintah :
 Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan
pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka
inflasi.
 13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan
uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1.
-Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
 Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan
tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih
tinggi dari uang rupiah baru.
 Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan
menyebabkan meningkatnya angka inflasi.

F.Perjuangan Pembebasan Irian barat


Ada 3 bentuk perjuangan dalam rangka pembebesan Irian Barat : Diplomasi, Konfrontasi
Politik dan Ekonomi serta Konfrontasi Militer.
1. Perjuangan Diplomasi
Ditempuh guna menunjukkan niat baik Indonesia mandahulukan cara damai dalam
menyelesaikan persengketaan. Perjuangan tersebut dilakukan dengan perundingan. Jalan
diplomasi ini sudah dimulai sejak Kabinet Natsir (1950) yang selanjutnya dijadikan program
oleh setiap kabinet. Meskipun selalu mengalami kegagalan sebab Belanda masih menguasai
Irian Barat bahkan secara sepihak memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan
Belanda.
2. Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Konfrontasi ekonomi dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap aset-aset dan
kepentingan-kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Konfrontasi ekonomi tersebut
sebagai berikut:
1. Tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB,
2. Diumumkan pembatalan utang-utang RI kepada Belanda.
Selama tahun 1957 dilakukan :
 Pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan Belanda
 Melarang terbitan-terbitan dan film berbahasa Belanda
 Memboikot kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia
Selama tahun 1958-1959 dilakukan :
 Nasionalisasi terhadap ± 700 perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia
 Mengalihkan pusat pemasaran komoditi RI dan Rotterdam (Belanda) ke
Bremen, Jerman.

3. Konfrontasi Militer
Dampak dari tindakan konfrontasi politik dan ekonomi tersebut maka tahun 1961 dalam
Sidang Majelis Umum PBB terjadi perdebatan mengenai masalah Irian Barat. Diputuskan
bahwa Diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker bersedia menjadi penengah dalam
perselisihan antara Indonesia dan Belanda.
Bunker mengajukan usul yang dikenal dengan Rencana Bunker, yaitu :
 Pemerintah Irian Barat harus diserahkan kepada Republik Indonesia.
 Setelah sekian tahun, rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk menentukan
pendapat apakah tetap dalam negara Republik Indonesia atau memisahkan diri.
 Pelaksanaan penyelesaian masalah Irian Barat akan selesai dalam jangka waktu dua
tahun.
 Guna menghindari bentrokan fisik antara pihak yang bersengketa, diadakan
pemerintah peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun.
Indonesia menyetujui usul itu dengan catatan jangka waktu diperpendek. Pihak Belanda tidak
mengindahkan usul tersebut bahkan mengajukan usul untuk menyerahkan Irian Barat di
bawah pengawasan PBB. Selanjutnya PBB membentuk negara Papua dalam jangka waktu 16
tahun.
Jadi Belanda tetap tidak ingin Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia. Keinginan Belanda
tersebut tampak jelas ketika tanpa persetujuan PBB, Belanda mendirikan negara Papua,
lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaan. Tindakan Belanda tersebut tidak melemahkan
semangat bangsa Indonesia. Indonesia menganggap bahwa sudah saatnya menempuh jalan
kekuatan fisik (militer).
Perjuangan jalur militer ditempuh dengan tujuan untuk :
 Menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam memperjuangankan apa pun yang
memang menjadi haknya.
 Menunjukkan kesungguhan dan memperkuat posisi Indonesia.
 Menunjukkan sikap tidak kenal menyerah dalam merebut Irian Barat.
Kesimpulan
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen
dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden.
Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah.
ARTIKEL PERKEMBANGAN PEMERINTAH PADA MASA ORDE BARU

A.Latar Belakang Lahirnya Orde Baru


Setelah G30S/PKI berhasil ditumpas dan berbagai bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan
mengarah pada PKI, akhirnya ditarik kesimpulan PKI dituding sebagai dalang dari gerakan
itu. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat kepada PKI. Kemarahan rakyat itu diikuti dengan
demonstrasi-demonstrasi yang semakin bertambah gencar menuntut pembubaran PKI
berserta ormas-ormasnya dan tokoh-tokohnya harus diadili. Sementara itu untuk mengisi
kekosongan pimpinan AD, pada tanggal 14 Oktober 1965, pangkostrad/pangkopkamtib
Mayjen Soeharto diangkat sebagai Menpangad. Bersamaan dengan itu diadakan tindakan-
tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI.

Masyarakat luas yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat membentuk kesatuan aksi
dalam bentuk Front Pancasila untuk menghancurkan para pendukung G30S/PKI yang
didalangi oleh PKI, mereka menuntut dilaksanakannya penyelesaian pokitis terhadap mereka
yang terlibat dalam gerkan itu. Kesatauan Aksi yang muncul tersebut antara lain :Kesatuan
Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI),Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI),Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) dan lain-
lain.Kesatuan Aksi tersebut tergabung dalam Front Pancasila yang kemudian terkenal dengan
sebutan Angkatan 66. Mereka yang tergabung dalam dalam Front Pancasila mengadakan
demonstrasi-demonstrasi dijalan-jalan raya. Pada tanggal 8 Januari 1966 mereka menuju
gedung Setneg dengan mengajukan peryataan bahwa kebijakan ekonomi pemerintahan tidak
dapat dibenarkan. Kemudian pada tanggal 12 Januari 1966 berbagai kesatuan Aksi yang
tergabung dalam Front Pancasila berkumpul dihalaman Gedung DPR-GR untuk mengajukan
Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA) yang isinya sebagai berikut:

 Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya,


 Pembersihan Kabinet Dwikkora,
 Penurunan harga-harga barang.
Pada tanggal 15 Januari 1966 diadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora di istana Bogor.
Dalam sidang itu hadir para wakil mahasiswa. Presiden Soekarno menuduh Aksi-aksi
mahasiswa didalangi oleh CIA (Central Intelligence Agency) Amreika Serikat. Kemudian
pada tanggal 21 Pebruari 1966, Presiden Soekarno mengumumkan perubahan Kabinet.
Ternyata dalam perubahan tersebut masih bercokol tokoh-tokoh yang terlibat G30S/PKI.
Kabinet baru ini dikenal dengan sebutan Kabinet Seratus Menteri.
Pada saat pelantikan kabinet pada tanggal 24 Pebruari 1966, para mahasiswa, pelajar dan
pemuda memenuhi jalan-jalan menuju istana merdeka. Alsi itu dihadang oleh pasukan
Cakrabirawa. Hal ini menyebabkan gugurnya seorang mahasiswa UI yang bernama Arif
Rahman Hakim.

B.Perkembangan Kekuasaan Orde Baru

Dengan Supersemar Soeharto mengatasi keadaan yang serba tidak menentu dan sulit
terkendali itu. Dengan berkuasanya Soeharto sebagai pemegang tampuk pemerintahan negara
RI sebagai pengganti Presiden Soekarno, maka dimulailah babak baru yaitu sejarah Orde
Baru.
Pada hakikatnya Orde baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara
yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, atau sebagai koreksi
terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi pada masa lampau. Disamping itu juga
berupaya menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Sebagai jawaban dari Tritura, maka diambil kebijakan sebagai berikut:
 Pengukuhan tindakan pengemban Supersemar yang membubarkan PKI dan Ormasnya
pada sidang MPRS dengan Tap MPRS no. IV/MPRS/1966 dan tap MPRS no.
IX/MPRS/1966.
 Pelarangan paham dan Ajaran Komunisme/marxisme – Lenimisme di Indonesia
dengan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966;
 Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum
dengan Tap MPRS No. XX/MPRS/1966.
Setelah peristiwa G30S/PKI, negara RI dilanda instabilitas politik akibat tidak tegasnya
kepemimpinan Soekarno dalam mengambil keputusan atas peristiwa itu. Sementara itu
parpol-parpol terpecah belah dalam kelompok-kelompok yang saling bertentangan, atra
penentang dan pendukung kebijakan Soekarno. Selanjutnya terjadilah situasi konflik yang
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Melihat situasi konflik antara masyarakat pendukung Orde lama dengan Orde baru semakin
bertambah, DPR-GR berpendapat bahwa situasi konflik harus segera diselesaikan secara
konstitusional. Pada tanggal 3 Pebruari 1967 DPR-GR menyampaikan resolusi dan
memorandum yang berisi anjuran kepada ketua Presidium kabinet Ampera agar segera
dilaksanakan SI MPRS.
Pada tanggal 20 Pebruari 1967, Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada
Soeharto. Penyerahan kekuasaan tersebut dikukuhkan didalam SI MPRS. MPRS dalam tap
No. XXXIII/MPRS/1967 mencabut kekuasaan pemerintahan negara dari soekarno dan
megangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden RI. Dengan adanya tap MPRS itu, situasi
konflik yang merupakan sumber instabilitas politik telah berakhir secara konstitusional.
Sekalipun situasi konflik berhasil diatasi, namun kristalisasi Orde Baru belum selesai. Untuk
mencapai stabilitas nasional diperlukan proses yang baik dan wajar agar dapat dicapai
stabilitas yang dinamis, yang mendorong dan mempercepat pembangunan. Proses ini dimulai
dari penataan kembali kehidupan politik yang berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Usaha penataan kembali kehidupan politik ini dimulai pada awal tahun 1968 dengan
penyegaran DPR-GR. Penyegaran ini bertujuan untuk menumbuhkan hak-hak demokrasi dan
mencerminkan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Komposisi anggota DPR
terdiri dari wakil-wakil parpol dan golkar. Tahap selanjutnya adalah penyederhanaan
kehidupan kepartaian, keormasan dan kekaryaan dengan cara pengelompokan parpol dan
golkar. Usaha ini dimulai tahun 1970 dengan mengadakan serangkaian konsultasi dengan
pipmpinan parpol-parpol. Hasilnya lahirlah 3 kelompok di DPR yaitu:
 Kelompok Demokrasi pembangunan yang terdiri dari PNI, Parkindo, Katolik, IPKI
dan Murba.
 Kelompok Persatuan pembangunan yang terdiri dari NU, Parmusi, PSII dan Perti.
 Organisasi profesi yang terdiri dari organisasi buruh, organisasi pemuda, organisasi
tani dan nekayan, organisasi seniman tergabung dalam kelompok Golkar.
Selanjutnya pemerintah Orde baru memurnikan kembali politik luar negeri yang bebas-Aktif.
Politik Konfrontasi dengan Malaysia dihentikan. Normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia
berhasil dicapai dengan ditandatanganinya Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966.
Kemudian pemerintah memutuskan untuk kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28
September 1966, guna mengembalikan kepercayaan dunia internasional sertah menumbuhkan
saling pengertian yang bermanfaat bagi pembangunan. Disamping itu, untuk mempererat dan
memperluas hubungan kerjasama regional bangsa-bangsa Asia Tenggara, pada tanggal 8
Agustus 1967 Deklarasi Bangkok berhasil ditandatangani. Dengan ini, lahirlah Perhimpunan
Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau Association of South East Asian Nation (ASEAN).
Perhimpunan ini beranggotakan Indonesia, Muangthai, Malaysia, Singapura dan Filipina.

C.Kebijakan Pemerintahan Orde Baru


Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, langkah selanjutnya Yang
ditempuh oleh pemerintah adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan
nasional diupayakan pada zaman Orde baru direalisasikan melalui pembangunan jangka
pendek dan pemnagunan Jangka Panjang. Pembangunan jangka pendek dirancang melalui
pembangunan lima tahun (PELITA). Setiap pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka
mencapai tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia.
Namun pengertian dari pembangunan nasional yang sesungguhnya merupakan rangkaian
upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh aspek kehidupan
bermasyarakat, bangsa dan negara. Pembangunan nasional dilakukan untuk melaksanakan
tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, yaitu
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk memberikan arah dalam usaha mewujudkan tujuan nasional tersebut, maka MPR telah
menetapkan GBHN sejak tahun 1973, yang pada dasarnya merupakan pola umum
pembangunan nasional dengan rangkaian program-programnya. GBHN dijabarkan dalam
repelita yang berisi program-program konkret yang dilaksanakan dalam kurun waktu 5 tahun.
Pelaksanaan repelita telah dimulai sejak tahun 1969.
Pembangunan nasional yang selalu dikumandangkan tidak terlepas dari Trilogi
Pembangunan. Bunyi Trilogi pembangunan itu adalah sebagai berikut:
 Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciftanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat;
 Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;
 Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Selain itu dikumandangkan juga bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai
pelaksanaan pembangunan tidak akan bermakna apabila tidak diiringi oleh pemerataan
pembangunan. Oleh karena itu, sejak Pelita III Pemerintah Orde baru menetapkan 8 jalur
Pemerataan sebagai berikut:
 Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang dan
perumahan.
 Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
 Pemerataan pembagian pendapatan.
 Pemerataan kesempatan kerja.
 Pemerataan kesempatan berusaha.
 Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi
muda dan kaum wanita.
 Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
 Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Anda mungkin juga menyukai