Perkembangan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin
Sistem politik Indonesia tahun 1957 memiliki kelemahan-kelemahan
namun rakyat Indonesia telah mendapatkan suatu kemenangan yang luar biasa, dapat dilihat dari tersebarnya bahasa Indonesia dengan cepat, pendiskreditkan identitas-identitas politik kedaerah atau kekuasan yang selama ini selalu diupayakan oleh pihak Belanda pada federalisme selama revolusi, ditekan terus menerus, persatuan nasional oleh Soekarno, kemudian pada tahun 1957 setelah percoban demokrasi mengalami banyak kegagalan, Indonesia mengalami masa- masa kerisis, di tengahtengah krisis diambilah langkahlangkah menuju suatu bentuk pemerintahan yang oleh Soekarno dinamakan Demokrasi terpimpin.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan peresiden Soekarno
menetapkan konstitusi dibawah Dekrik Peresiden Soekarno memperkuat tangan angkat bersenjata dengan mengangkat para Jendral ke polisi-polisi yang penting. PKI menyambut Demokrasi Terpimpin Soekarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutan konsepsi yaitu antara Nasionalisme agama Islam dan Komunisme yang di namakan NASAKOM.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, pemerintah berupaya mengatasi
permasalahan ekonomi yang terjadi sejak masa Demokrasi Parlementer. Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi terpimpin dengan terjun langsung mengatur perekonomian. Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi. Langkah yang menunjang perkembangan ekonomi demokrasi terpimpin adalah:
Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas)
Devaluasi Mata Uang Rupiah Deklarasi Ekonomi
Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas)
Dewan Perancang Nasional (Depernas) dibentuk berdasarkan Undang-
Undang No. 80 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1958. Tugas dewan ini adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional yang berencana serta menilai pelaksanaan pembangunan tersebut.
Dewan ini diketuai oleh Mohammad Yamin dengan 50 orang anggota.
Pelantikannya secara resmi dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 15 Agustus 1959. Pada 26 Juli 1960, Depernas berhasil menyusun sebuah Rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana untuk tahun 1961- 1969. Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui oleh MPRS dan ditetapkan dalam Tap MPRS No. 2 Tahun 1960.
Pada 1963, Depernas diganti namanya menjadi Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Bappenas). Ketuanya dijabat secara langsung oleh Presiden Soekarno. Tugas badan ini menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan jangka pendek secara nasional dan daerah, mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS.
Devaluasi Mata Uang Rupiah
Pada tanggal 24 Agustus 1959, pemerintah mendevaluasi (menurunkan
nilai mata uang) Rp 1.000 dan Rp 500 menjadi Rp 100 dan Rp 50. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp 25.000. Tujuan kebijakan devaluasi dan pembekuan simpanan ini adalah untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar demi kepentingan perbaikan keuangan dan perekonomian negara.
Deklarasi Ekonomi
Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi
Ekonomi (Dekon) di Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi nasional yang bersifat demokratis dan bebas dari imperialisme untuk mencapai kemajuan ekonomi. Mengingat tidak mudah untuk mendapatkan bantuan luar negeri, maka pemerintah Indonesia menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpegang pada sistem ekonomi Berdikari (Berdiri di atas kaki sendiri). Pada bulan September 1963 Presiden Soekarno menunda pelaksanaan Dekon dengan alasan sedang berkonsentrasi pada konfrontasi dengan Malaysia.
Upaya-upaya perbaikan ekonomi yang dilakukan pemerintah pada masa
Demokrasi Terpimpin tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kondisi ekonomi memburuk karena anggaran belanja negara setiap tahunnya terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang memadai. Salah satu penyebab membengkaknya anggaran belanja tersebut adalah pembangunan proyek-proyek mercusuar, yang lebih bersifat politis.
Akibatnya, ekonomi makin terpuruk. Harga barang-barang naik mencapai
200-300% pada tahun 1965 sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa pecahan mata uang Rp1000,00 (uang lama) diganti dengan Rp 1 (uang baru). Penggantian uang lama dengan uang baru diikuti dengan pengumuman kenaikan harga bahan bakar. Hal ini menyebabkan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Sumber : https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/alursejarah/article/download/ 13900/4926.