Anda di halaman 1dari 4

Nama : M.

Alvin Zauhari
No :20
Kelas :X-TOI

Perkembangan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin

Sistem politik Indonesia tahun 1957 memiliki kelemahan-kelemahan


namun rakyat Indonesia telah mendapatkan suatu kemenangan yang luar biasa,
dapat dilihat dari tersebarnya bahasa Indonesia dengan cepat, pendiskreditkan
identitas-identitas politik kedaerah atau kekuasan yang selama ini selalu
diupayakan oleh pihak Belanda pada federalisme selama revolusi, ditekan terus
menerus, persatuan nasional oleh Soekarno, kemudian pada tahun 1957 setelah
percoban demokrasi mengalami banyak kegagalan, Indonesia mengalami masa-
masa kerisis, di tengahtengah krisis diambilah langkahlangkah menuju suatu
bentuk pemerintahan yang oleh Soekarno dinamakan Demokrasi terpimpin.

Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan peresiden Soekarno


menetapkan konstitusi dibawah Dekrik Peresiden Soekarno memperkuat tangan
angkat bersenjata dengan mengangkat para Jendral ke polisi-polisi yang penting.
PKI menyambut Demokrasi Terpimpin Soekarno dengan hangat dan anggapan
bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutan konsepsi yaitu antara
Nasionalisme agama Islam dan Komunisme yang di namakan NASAKOM.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, pemerintah berupaya mengatasi


permasalahan ekonomi yang terjadi sejak masa Demokrasi Parlementer.
Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi terpimpin dengan terjun
langsung mengatur perekonomian. Langkah-langkah yang diambil pemerintah
untuk memperbaiki kondisi ekonomi.
Langkah yang menunjang perkembangan ekonomi demokrasi terpimpin
adalah:

 Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas)


 Devaluasi Mata Uang Rupiah
 Deklarasi Ekonomi

Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas)

Dewan Perancang Nasional (Depernas) dibentuk berdasarkan Undang-


Undang No. 80 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1958. Tugas
dewan ini adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional
yang berencana serta menilai pelaksanaan pembangunan tersebut.

Dewan ini diketuai oleh Mohammad Yamin dengan 50 orang anggota.


Pelantikannya secara resmi dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 15 Agustus
1959. Pada 26 Juli 1960, Depernas berhasil menyusun sebuah Rancangan
Undang-Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana untuk tahun 1961-
1969. Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui oleh MPRS dan ditetapkan
dalam Tap MPRS No. 2 Tahun 1960.

Pada 1963, Depernas diganti namanya menjadi Badan Perancang


Pembangunan Nasional (Bappenas). Ketuanya dijabat secara langsung oleh
Presiden Soekarno. Tugas badan ini menyusun rencana pembangunan jangka
panjang dan jangka pendek secara nasional dan daerah, mengawasi dan menilai
pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris
untuk MPRS.

Devaluasi Mata Uang Rupiah

Pada tanggal 24 Agustus 1959, pemerintah mendevaluasi (menurunkan


nilai mata uang) Rp 1.000 dan Rp 500 menjadi Rp 100 dan Rp 50. Pemerintah
juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang
melebihi jumlah Rp 25.000. Tujuan kebijakan devaluasi dan pembekuan
simpanan ini adalah untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar demi
kepentingan perbaikan keuangan dan perekonomian negara.

Deklarasi Ekonomi

Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi


Ekonomi (Dekon) di Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi
terpimpin. Tujuan utama Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi nasional
yang bersifat demokratis dan bebas dari imperialisme untuk mencapai kemajuan
ekonomi. Mengingat tidak mudah untuk mendapatkan bantuan luar negeri, maka
pemerintah Indonesia menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpegang pada
sistem ekonomi Berdikari (Berdiri di atas kaki sendiri). Pada bulan September
1963 Presiden Soekarno menunda pelaksanaan Dekon dengan alasan sedang
berkonsentrasi pada konfrontasi dengan Malaysia.

Upaya-upaya perbaikan ekonomi yang dilakukan pemerintah pada masa


Demokrasi Terpimpin tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Kondisi ekonomi memburuk karena anggaran belanja negara setiap tahunnya terus
meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang memadai. Salah satu
penyebab membengkaknya anggaran belanja tersebut adalah pembangunan
proyek-proyek mercusuar, yang lebih bersifat politis.

Akibatnya, ekonomi makin terpuruk. Harga barang-barang naik mencapai


200-300% pada tahun 1965 sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa
pecahan mata uang Rp1000,00 (uang lama) diganti dengan Rp 1 (uang baru).
Penggantian uang lama dengan uang baru diikuti dengan pengumuman kenaikan
harga bahan bakar. Hal ini menyebabkan mahasiswa dan masyarakat turun ke
jalan menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Sumber :
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/alursejarah/article/download/
13900/4926.

Anda mungkin juga menyukai