Anda di halaman 1dari 2

Nama : Adinda Mayfaiza Rahmania

Kelas : XII MIPA C


No : 01

Kondisi ekonomi Indonesia pada masa Demokrasi Liberal memiliki banyak permasalahan seperti tingginya jumlah mata
uang yang beredar dan meningkatnya biaya hidup. Setelah bubarnya RIS dan kembalinya Indonesia ke bentuk negara
kesatuan, pemerintah mengalami permasalahan ekonomi dan keuangan yang cukup berat. Permasalahan jangka pendek
seperti besarnya jumlah mata uang yang beredar dan meningkatnya biaya hidup serta permasalahan jangka panjang
seperti pertambahan jumlah penduduk yang pesat, masih ditambah dengan bertambahnya nilai utang luar negeri maupun
dalam negeri sebagai akibat dari ditandatanginya persetujuan meja bundar.
Beberapa permasalahan yang mendera ekonomi Indonesia pada saat itu antara lain:
1. Hutang luar negeri sebesar 1, 5 trilyun Rupiah dan hutang dalam negeri sebesar 2, 8 trilyun Rupiah yang harus
ditanggung Indonesia sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB).
2. Defisit sebesar 5, 1 milyar rupiah yang harus ditanggung pemerintah.
3. Ekspor hanya mengandalkan satu jenis yaitu pertanian dan perkebunan sehingga rentan jika terjadi penurunan
permintaan.
4. Politik keuangan Indonesia yang merupakan warisan pemerintah Belanda.
5. Situasi keamanan yang tidak menentu dengan banyaknya pemberontakan di daerah, membuat pengeluaran
keamanan dan militer meningkat.
6. Terlalu sering terjadi pergantian kabinet sehingga program ekonomi yang dirancang tidak bisa diselesaikan.
7. Angka pertumbuhan penduduk yang besar.
Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian antara lain:
 Gunting Syafruddin
Kebijakan ini merupakan pemotongan nilai uang. Caranya dengan memotong uang yang bernilai Rp2, 50 ke atas
hingga nilainya menjadi setengah. Kebijakan ini dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 1950 oleh Menteri Keuangan
saat itu, Syafruddin Prawiranegara.
Kebijakan ini dilakukan dengan cara menggunting uang kertas menjadi dua bagian, bagian kanan dan bagian kiri.
Guntingan uang kertas bagian kiri tetap merupakan alat pembayaran yang sah dengan nilai separuh dari nilai
nominal yang tertera, sedangkan guntingan uang kertas bagian kanan ditukarkan dengan surat obligasi
pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun kemudian. Kebijakan ini dilakukan pemerintah guna mengurangi
jumlah uang beredar di masyarakat dan menambah kas negara.
 Gerakan Benteng
Sistem ekonomi gerakan benteng bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi
nasional. Program ini dicetuskan oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo, seorang ahli ekonomi Indonesia, yang
dituangkan dalam program kerja Kabinet Natsir.
Pada dasarnya sistem ekonomi ini bertujuan untuk melindungi para pengusaha dalam negeri dengan cara
memberikan bantuan berupa kredit dan bimbingan konkret. Sekitar 700 pengusaha dalam negeri telah mendapat
bantuan kredit dari pemerintah. Namun, program ini tidak berjalan dengan baik karena kebiasaan konsumtif yang
dimiliki oleh pengusaha dalam negeri. Banyak yang menggunakan dana kredit tersebut untuk memenuhi
kepentingan pribadinya.
 Sistem Ekonomi Ali Baba
Sistem ekonomi Ali Baba diprakarsai oleh Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo menteri ekonomi pada masa Kabinet Ali I.
Kabinet ini fokus pada kebijakan Indonesia dan mengutamakan kaum pribumi. Kata “Ali” mewakili pengusaha
pribumi dan “Baba” mewakili pengusaha Tionghoa. Program ini berisi pemberian kredit dan lisensi pemerintah
untuk pengusaha swasta nasional pribumi agar dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi. Namun, program
ini gagal karena pengusaha pribumi masih miskin dibandingkan pengusaha nonpribumi.
 Persetujuan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap dikirim seorang delegasi ke Jenewa, Swiss untuk
merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak
Agung Gde Agung tanggal 7 Januari 1956, adapun kesepakatan yang pada Finek adalah:
a. Hasil KMB dibubarkan.
b. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
c. Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak.
Pada tanggal 13 Februari 1956, Kabinet Burhanudin Harahap melakukan pembubaran Uni-Indonesia dan akhirnya
tanggal 3 Mei 1956 Presiden Soekarno menandatangani pembatalan KMB.

 Gerakan Asaat
Gerakan Asaat yang digagas oleh Mr. Asaat bertujuan melindungi perekonomian warga Indonesia asli dari
persaingan dagang dengan pengusaha asing khususnya Tionghoa. Pada Oktober 1956, pemerintah menyatakan
akan membuat lisensi khusus untuk para pengusaha pribumi.
 Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Ketidakstabilan politik dan ekonomi menyebabkan merosotnya ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan
pembangunan. Pada awalnya kabinet menekankan pada program pembangunan ekonomi jangka pendek
kemudian dibentuk Badan Perancang Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Pada bulan
Mei 1956 biro ini menyusun RPLT. Kalau di saat ini, mungkin sebutan yang sering digunakan adalah Renstra
(Rencana Strategis).
 Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)
Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II terjadi ketegangan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk
sementara waktu dapat teratasi dengan Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap
adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh
untuk jangka panjang. Rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
a. Adanya kesulitan dalam menentukan prioritas.
b. Terjadi ketegangan politik.
c. Timbul pemberontakan PRRI/ Permesta.
 Nasionalisasi Perusahaan Asing
Selain kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pada warga negara Indonesia, perkembangan kehidupan ekonomi
Bangsa Indonesia di masa demokrasi liberal juga tidak lepas dari kehadiran perusahaan-perusahaan asing yang
dijadikan menjadi milik pemerintah Indonesia atau lebih dikenal dengan nasionalisasi. Tahap ini dimulai sejak
Desember 1958 dengan dikeluarkannya undang-undang tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik
Belanda.
Beberapa perusahaan asing yang dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia di antaranya adalah Bank
Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij (Bank Dagang Negara), Bank De Nationale Handelsbank N. V
(Bank Umum Negara), N.V Nederlandsche Handels Maatschappij (Bank Exim), Koninklijke Nederlands Indische
Luchtvaart Maatschappij/KNILM (Garuda Indonesia), dll.
 Nasionalisasi de Javasche Bank
Bangunan tersebut punya sejarah yang panjang sebagai saksi kehidupan ekonomi bangsa. Dulunya gedung itu
milik Belanda, tepatnya milik de Javasche Bank.
Pada tanggal 19 Juni 1951, Kabinet Sukiman membentuk Panitia Nasionalisasi de Javasche Bank yang
berdasarkan pada keputusan Pemerintah RI No. 122 dan 123. Pemerintah memberhentikan Dr. Houwing sebagai
Presiden de Javasche Bank dan mengangkat Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Presiden de Javasche Bank
yang baru. Pada tanggal 15 Desember 1951 diumumkan Undang-Undang No. 24 tahun 1951 tentang
Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Sentral kemudian pada tanggal 1 Juli 1953, de Javasche Bank
berganti menjadi Bank Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai