Anda di halaman 1dari 3

KEADAAN EKONOMI DAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL

Sebagai “negara baru”, pada saat demokrasi liberal Indonesia masih harus banyak
belajar dalam berbagai hal agar negaranya semakin kuat. Salah satunya adalah dalam bidang
ekonomi. Di masa demokrasi liberal, sering terjadi perubahan kabinet yang ternyata
berdampak pada kehidupan ekonomi Indonesia saat itu. Untuk memperbaiki kondisi tersebut,
ada beberapa kebijakan yang dilakukan antara lain:

 Gunting Syafruddin

Kebijakan ini merupakan pemotongan nilai uang. Caranya dengan memotong uang yang


bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya menjadi setengah. Kebijakan ini dikeluarkan pada
tanggal 20 Maret 1950 oleh Menteri Keuangan saat itu, Syafruddin Prawiranegara.Kebijakan
ini dilakukan dengan cara menggunting uang kertas menjadi dua bagian, bagian kanan dan
bagian kiri. Guntingan uang kertas bagian kiri tetap merupakan alat pembayaran yang sah
dengan nilai separuh dari nilai nominal yang tertera, sedangkan guntingan uang kertas bagian
kanan ditukarkan dengan surat obligasi pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun
kemudian. Kebijakan ini dilakukan pemerintah guna mengurangi jumlah uang beredar di
masyarakat dan menambah kas negara.

 Gerakan Benteng

 Sistem ekonomi gerakan benteng bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial


menjadi struktur ekonomi nasional. Program ini dicetuskan oleh Dr. Sumitro
Djojohadikusumo, seorang ahli ekonomi Indonesia, yang dituangkan dalam program
kerja Kabinet Natsir.Pada dasarnya sistem ekonomi ini bertujuan untuk melindungi para
pengusaha dalam negeri dengan cara memberikan bantuan berupa kredit dan bimbingan
konkret. Sekitar 700 pengusaha dalam negeri telah mendapat bantuan kredit dari pemerintah.
Namun, program ini tidak berjalan dengan baik karena kebiasaan konsumtif yang dimiliki
oleh pengusaha dalam negeri. Banyak yang menggunakan dana kredit tersebut untuk
memenuhi kepentingan pribadinya.

 Sistem Ekonomi Ali Baba

Sistem ekonomi Ali Baba diprakarsai oleh Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo menteri ekonomi pada


masa Kabinet Ali I. Kabinet ini fokus pada kebijakan Indonesia dan mengutamakan kaum
pribumi. Kata “Ali” mewakili pengusaha pribumi dan “Baba” mewakili pengusaha Tionghoa.
Program ini berisi pemberian kredit dan lisensi pemerintah untuk pengusaha swasta nasional
pribumi agar dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi. Namun, program ini gagal
karena pengusaha pribumi masih miskin dibandingkan pengusaha nonpribumi.

 Persetujuan Finansial Ekonomi (Finek)

Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap dikirim seorang delegasi ke Jenewa,


Swiss untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan
Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung tanggal 7 Januari 1956, adapun
kesepakatan yang pada Finek adalah:

hasil KMB dibubarkan.


Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani sehingga Indonesia
mengambil langkah secara sepihak. Pada tanggal 13 Februari 1956, Kabinet
Burhanudin Harahap melakukan pembubaran Uni-Indonesia dan akhirnya tanggal 3
Mei 1956 Presiden Soekarno menandatangani pembatalan KMB.
 Gerakan Asaat

Gerakan Asaat yang digagas oleh Mr. Asaat bertujuan melindungi perekonomian warga
Indonesia asli dari persaingan dagang dengan pengusaha asing khususnya Tionghoa. Pada
Oktober 1956, pemerintah menyatakan akan membuat lisensi khusus untuk para pengusaha
pribumi.

 Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)

Ketidakstabilan politik dan ekonomi menyebabkan merosotnya ekonomi, inflasi, dan


lambatnya pelaksanaan pembangunan. Pada awalnya kabinet menekankan pada program
pembangunan ekonomi jangka pendek kemudian dibentuk Badan Perancang Pembangunan
Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Pada bulan Mei 1956 biro ini menyusun
RPLT. Kalau di saat ini, mungkin sebutan yang sering digunakan adalah Renstra (Rencana
Strategis).

Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)

Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II terjadi ketegangan antara pusat dan daerah. Masalah
tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musyawarah Nasional Pembangunan
(Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat
dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Rencana tersebut
tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:

 adanya kesulitan dalam menentukan prioritas.


 Terjadi ketegangan politik.
 Timbul pemberontakan PRRI/ Permesta.

 Nasionalisasi Perusahaan Asing

Selain kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pada warga negara Indonesia, perkembangan


kehidupan ekonomi Bangsa Indonesia di masa demokrasi liberal juga tidak lepas dari
kehadiran perusahaan-perusahaan asing yang dijadikan menjadi milik pemerintah Indonesia
atau lebih dikenal dengan nasionalisasi. Tahap ini dimulai sejak Desember 1958 dengan
dikeluarkannya undang-undang tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda.

Beberapa perusahaan asing yang dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia di antaranya


adalah Bank Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij (Bank Dagang Negara), Bank
De Nationale Handelsbank N. V (Bank Umum Negara), N.V Nederlandsche Handels
Maatschappij (Bank Exim), Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart
Maatschappij/KNILM (Garuda Indonesia), dll.

Nasionalisasi de Javasche Bank

Pada tanggal 19 Juni 1951, Kabinet Sukiman membentuk Panitia Nasionalisasi de Javasche


Bank yang berdasarkan pada keputusan Pemerintah RI No. 122 dan 123. Pemerintah
memberhentikan Dr. Houwingsebagai Presiden de Javasche Bank dan mengangkat Mr.
Syafruddin Prawiranegara sebagai Presiden de Javasche Bank yang baru. Pada tanggal 15
Desember 1951 diumumkan Undang-Undang No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi de
Javasche Bank menjadi Bank Sentral kemudian pada tanggal 1 Juli 1953, de Javasche Bank
berganti menjadi Bank Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai