MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI
KELAS VII (TUJUH)
DISUSUN OLEH:
NAMA GURU PAHBP
LOGO INSTANSI
Perangkat Mengajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII (Tujuh) Tahun
Pelajaran 2019/2020 ini dibuat dan disusun oleh:
Nama Guru : Nama Guru PAHBP
NIP : NIP. Guru PAHBP
Pangkat/Golongan : Pangkat Guru PAHBP
Unit Kerja : SMP Negeri 01 Nama Kota
Selanjutnya agar bisa dipergunakan sebagaimana mestinya.
Selanjutnya agar bisa dipergunakan sebagaimana mestinya.
ॐ स्वस्त्यस्तु ।
Puja dan puji astuti mari kita panjatkan kepada Ida Sanghyang Parama Kawi, Tuhan
Yang Maha Kuasa atas ilmu pengetahuan, akhirnya Perangkat Mengajar dan Bahan Ajar
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII Tahun Pelajaran 2019/2020 akhirnya
dapat terselesaikan dengan baik.
Perangkat Mengajar dan Bahan Ajar ini disusun sebagai salah satu perlengkapan
untuk mengajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII di pada Tahun
Pelajaran 2019/2020. Untuk itu saya sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak/Ibu Kepala Sekolah;
2. Teman-teman Guru;
3. Serta segenap pihak yang telah membantu penyusunan perangkat mengajar ini.
Kami menyadari betul bahwa perangkat mengajar dan bahan ajar ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu saya mohon masukan dan saran dari bapak/ibu Instruktur
untuk perbaikannya serta teman-teman dan para pembaca. Semoga Sang Hyang Widdhi Wasa
senantiasa memberikan limpahan waranugraha-Nya kepada kita semua.
Sebagai penutup kami untaikan sebuah Tembang Pucung dari Serat Wedhatama:
[ z lÐ| ai ku k l [ko [ n k nQi lku, 2 k [s l w nKs\, te ge [s k sV [nTo s ni, set- bu f- p ze ke [s fu / a zK r
.
Ngèlmu iku kalakoné kanthi laku, lêkasé lawan kas, têgêsé kas nyantosani, sêtya budya
pangêkêsé dur angkara.
Ilmu dijalankan dengan laku (perbuatan/praktik). Diawali dengan niat yang tulus. Dengan
ketulusan itulah kita bisa menghancurkan penghalang dari ilmu pengetahuan tersebut.
Hal
PERANGKAT MENGAJAR DAN BAHAN AJAR..................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................2
KATA PENGANTAR................................................................................................................3
DAFTAR ISI...............................................................................................................................4
KALENDER AKADEMIK........................................................................................................8
KALENDER PENDIDIKAN SEKOLAH................................................................................11
PROGRAM TAHUNAN (PROTAH)......................................................................................16
PROGRAM SEMESTER (PROMES) II..................................................................................18
PENETAPAN KKM.................................................................................................................19
SILABUS..................................................................................................................................20
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1 (KITAB SUCI VEDA).......................26
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 2 (AWATARA, DEWA, DAN
BHAṬARA)..............................................................................................................................49
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 3 (HUKUM KARMAPHALA).............73
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 4 (ṢAD ĀTATĀYI)...............................94
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 5 (KEPEMIMPINAN HINDU)...........126
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 6 (PAÑCA YAJÑA)............................156
BAHAN AJAR KITAB SUCI WEDA...................................................................................179
BAHAN AJAR AVATARA, DEVA, DAN BHAṬARA.......................................................185
BAHAN AJAR HUKUM KARMAPHALA..........................................................................192
BAHAN AJAR ṢAḌ ATATAYI............................................................................................197
BAHAN AJAR KEPEMIMPINAN HINDU..........................................................................210
BAHAN AJAR PAÑCA YAJÑĀ...........................................................................................220
Dengan demikian, minggu efektif pembelajaran di SMP Negeri Denpasar dalam satu tahun
pelajaran 2019/2020 adalah 30 minggu. Dari minggu efektif dikembangkan pada tiap mata
pelajaran berdasarkan jumlah jam maka akan di temukan jumlah jam efektif tiap mata
pelajaran.
Catatan: dalam satu jam kegiatan pembelajaran memiliki alokasi waktu 40 menit
Kompetensi Inti
Semester Gasal
Semester Genap
A. Kompetensi Inti
C. Tujuan Pembelajaran
D. Materi Pembelajaran
1. Pendekatan : Scientific
2. Model : Project Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis
Proyek
3. Metode : Ceramah, Kerja Kelompok, Diskusi, Pemberian Tugas
4. Teknik : Penugasan
1. Media
a. CD Media Pembelajaraan Interaktif: Veda
b. Laptop, Infocus dan LCD Proyektor
2. Bahan
a. Spidol
b. Kertas karton
3. Sumber Belajar
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Guru). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Siswa). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
ऋग्वेदसंहित. Maharishi University of Management Vedic Literature. Collection.
अथर्ववेदसंहित. Maharishi University of Management Vedic Literature. Collection.
Pudja, Gde. (2004). Bhagavad Gìtà (Pañcama Veda). Surabaya: Paramita.
Miswanto. (2018). Bhagawad Gìtà dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.
Malang: Giri Sastra
Miswanto. (2018). Widyakara Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas
VII. Surabaya: MGMP PAH SMP Provinsi Jawa Timur
H. Penilaian
2. Pengetahuan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Lisan Pertanyaan terbuka Saat KBM
2 Tertulis Pilihan ganda, isian, uraian Setelah KBM
3. Keterampilan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Praktik Lembar praktikum Saat KBM
2 Produk Lembar penilaian produk Setelah KBM
1. Pembelajaran Remidial
Peserta didik yang nilainya belum mencapai ketuntasan minimum (KKM), dengan
diberikan remidial pada indikator yang belum tercapai.
2. Pengayaan
Peserta didik yang mencapai nilai diatas ketuntasan minimum (KKM), diberikan
pengayaan pendalaman materi tentang cara pembacaan Veda secara benar.
A. Pengertian
Veda adalah kitab suci umat Hindu. Kata "Veda" berasal bahasa Sanskerta "wid
(id()" yang artinya "tahu". Veda berarti pengetahuan. Jika huruf a dalam kata "veda" ditulis
dengan aksara dirghā (panjang) "wedā", maka akan berarti "kata-kata yang diucapkan dengan
aturan-aturan tertentu atau dilagukan". Oleh karena itu di Bali ada istilah meweda bagi para
sulinggih yang sedang melakukan surya sewana. Veda merupakan kumpulan mantra-mantra
suci yang diwahyukan kepada para mahaṛṣi.
B. Sifat-sifat Veda
Veda mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
Anādi artinya tidak berawal karena Veda sebagai sabda suci yang telah ada sebelum alam
diciptakan oleh-Nya.
Ananta artinya tidak berakhir karena ajaran Veda berlaku sepanjang masa.
Apauruseyam artinya bukan berasal dari manusia karena Veda adalah Sabda Suci yang
langsung berasal dari Sang Hyang Widdhi Wasa
Sanatana artinya Veda bersifat abadi
Nutana artinya mempunyai keluwesan dan bisa mengikuti perkembangan jaman
C. Fungsi Veda
Veda mempunyai fungsi sebagai berikut :
Sebagai sumber kebenaran bagi umat Hindu
Sebagai kitab suci dan penuntun bagi pemeluk agama Hindu
Sebagai jaminan keselamatan makhluk hidup
Sebagai dasar keimanan dan keyakinan umat Hindu
Sebagai ajaran etika dan tingkah laku
D. Sifat-sifat Veda
Bahasa yang digunakan dalam Veda adalah "daivivak" yang berarti bahasa dewa.
Belakangan, sekitar 200 tahun SM Daiwiwak ini dikenal sebagai Bahasa Sanskerta. Namun
menurut perkiraan para ahli, Veda mulai disusun sekitar 2500 – 1500 tahun SM.
E. Para Ṛṣi Penerima Wahyu Veda
Veda merupakan wahyu yang diterima oleh para mahāṛṣi yang disebut sebagai
Saptaṛṣi. Adapun nama-nama Saptaṛṣi tersebut adalah:
Gṛtsamada (terkait dengan turunnya mantra Ṛgveda Maṇḍala II)
Wiśwāmitra (terkait dengan mantra Ṛgveda Maṇḍala III)
Wamadewa (terkait dengan mantra Ṛgveda MaṇḍalaIV)
Atri (terkait dengan mantra Ṛgveda Maṇḍala V)
Bharadwāja (terkait dengan mantra Ṛgveda MaṇḍalaVI)
Wasiṣṭha (terkait dengan mantra Ṛgveda MaṇḍalaVII) dan
Kaṇwa (terkait dengan mantra Ṛgveda Maṇḍala VIII).
Kelompok Veda Śruti merupakan kitab yang hanya memuat wahyu, sedangkan Veda
Smṛti adalah kelompok yang sifat isinya sebagai penjelasan terhadap Veda Śruti. Dengan
demikian, sifat Kitab Smṛti lebih operasional dan mudah dipahami oleh umat Hindu
dimanapun berada.
Veda Śruti dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian antara lain seperti berikut ini.
Mantra
Bagian Mantra meliputi empat himpunan yang disebut Catur Veda Samhita, yaitu:
Reg Veda Samhita, yaitu kumpulan mantra yang memuat ajaran umum dalam bentuk
pujaan.
Kitab suci yang tergolong Veda Smṛti disebut juga Dharmasastra. Secara garis
besarnya Veda Smṛti dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:
Kelompok Vedangga terdiri dari:
Siksa: Isinya petunjuk tentang cara yang tepat dalam mengucapkan intonasi mantra.
Vyakarana: Isinya tentang tata bahasa untuk membantu pengertian menghayati Veda
Śruti.
Chanda: Isinya lagu-lagu pujaan.
Nirukta: Isinya berbagai tafsiran otentik tentang kata-kata yang terdapat dalam Veda.
Jyotisa: Isinya pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan dalam melakukan
Yajña.
Kalpa: Isinya antara lain:Tata cara melakukan Yajña, Penebusan dosa, Upacara
keagamaan,upacara kematian, tata hidup bermasyarakat, dan bernegara, dan
Pelaksanaan Yajnya bagi orang yang telah berumah tangga.
Veda adalah ilmu yang terbuka untuk dikaji dan diuji oleh para ilmuwan. Semua
boleh mempelajari dan meneliti tentang kebenaran Veda dengan tidak memandang dari
golongan apa. Sebagai umat Hindu kita harus menjadi pelopor dalam mempelajari dan
mengamalkan ajaran suci Veda. Jangan sampai di rumah tangga umat Hindu tidak ada satu
pun kitab suci Veda. Walaupun ada Kitab Suci Veda, tetapi hanya disakralkan untuk
diberikan sesajen saja. Kitab Suci Veda seperti menjadi monumen mati karena tidak pernah
dibaca. Cara ini sungguh amat salah.
Veda memberikan solusi dalam rangka mengembangkan ajaran sucinya. Masyarakat
umat Hindu melalui media kesenian telah dengan sangat bijaksana menyampaikan ajaran suci
Veda. Ada beberapa seni budaya yang selalu dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan suci
Veda. Adapun yang dimaksud, antara lain:
Kesenian wayang
Seni utsawa Dharmagita
Seni mewirama dan kekawin
Sinetron bernuansa religiusitas Hindu
Seni pertunjukan arja
Seni pertunjukan topeng
Darmatula dalam paruman di bale banjar
Acara mimbar agama Hindu di radio, televisi dan media cetak, dan sebagainya.
G. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Veda
Veda sebagai wahyu Tuhan mengandung nilai-nilai universal yang bisa berlaku di
mana saja, kapan saja, dan terhadap siapa saja. Nilai adalah ukuran tingkah laku yang ideal
harapan masyarakat. Adapun nilai yang terkandung di dalam Veda, antara lain sebagai
berikut.
Pengorbanan, keikhlasan (yajña)
Kebenaran (satya)
Kasih sayang (ahimsa)
Kemurahan hati (daksina)
Sedekah, punia (dana)
Menghindari judi (aksa/nita)
Kemuliaan (suati partham)
Keharmonisan (samjnanam)
Keindahan (sundaram)
Persatuan (samantu)
Anti kekerasan (akroda)
Kewaspadaan (jagra)
Kesucian hati (daksina)
Kemakmuran (jagaditha)
Rubrik Penskoran:
Sikap Spritual Sikap Sosial
a. Indikator sikap spiritual “disiplin”: a. Indikator sikap sosial “jujur”
1) Disiplin melaksanakan doa sebelum 1) Tidak suka berbohong
dansesudah kegiatan pembelajaran 2) Selalu berbicara apa adanya
2) Disiplin mengucapkan salam agama 3) Jujur dalam berperilaku
Hindu setiap memulai pembelajaran. 4) Berani mengungkapkan kebenaran
3) Disiplin dalam mengucapkan doa
Dainika Upasana sebelum memulai b. Indikator sikap sosial “tanggung jawab”
belajar. 1) Selalu menyelesaikan tugas yang
4) Disiplin mengucapkan doa memulai diberikan pendidik
sesuatu. 2) Tidak bertele-tele dalam bekerja
3) Tepat waktu dalam mengumpulkan
b. Indikator sikap spiritual “tekun”: tugas
1) Tekun dalam mengucapkan doa 4) Datang tepat waktu ke kelas
sebelum dan selesai pelajaran
2) Tekun mengucapkan salam agama c. Indikator sikap sosial “sopan”
Hindu dalam kehidupan 1) Tidak berkata kasar dan kotor
3) Tekun mengucapkan doa Dainika 2) Menggunakan kata-kata lembut
Upasana sebelum belajar 3) Selalu mengetuk pintu sebelum
4) Tekun mengucapkan doa memulai memasuki ruang seseorang
pekerjaan. 4) Selalu bersikap sopan kepada orang
lain
Pemberian Nilai Skor:
a. Nilai 4 = jika peserta didik melakukan 4 (empat) kegiatan tersebut
b. Nilai 3 = jika peserta didik melakukan 3 (tiga) kegiatan tersebut
c. Nilai 2 = jika peserta didik melakukan 2 (dua) kegiatan tersebut
d. Nilai 1 = jika peserta didik melakukan salah satu kegiatan tersebut
PENILAIAN PENGETAHUAN
A. Tes lisan
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Uraian Terbuka 10 Tanya Jawab
I. Soal
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Sebutkan pengertian Veda secara etimologis!
2. Jelaskan pengertian Śruti!
3. Jelaskan pengerian Smṛti!
4. Dalam kitab Nirukta disebutkan “mantra dṛṣṭarah iti ṛṣiḥ”. Jelaskan makna teks
tersebut!
5. Sebutkan sifat-sifat kitab suci Veda!
6. Sebutkan fungsi dari kitab suci Veda!
7. Sebutkan 4 (empat) Māhaṛṣi yang mengkodifikasikan Veda!
8. Sebutkan 7 (tujuh) Saptaṛṣi yang menerima wahyu Suci Veda!
9. Sebutkan bagian-bagian Vedāṅga!
10. Sebutkan bagian-bagian Upaveda!
B. Tes Tulis
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Pilihan Ganda 15 Penugasan / Penilaian Harian
2. Isian 20 Penugasan
3. Uraian 5 Penugasan / Penilaian Harian
I. Pilihan Ganda
Berilah tanda silang (X) huruf A, B, C atau D pada jawaban yang benar!
1. Veda berasal dari kata Sanskerta....
A. वे द B. विद् C. दि्व् D. वे द ्
2. Veda berisi pengetahuan yang bersifat paravidya maupun aparavidya. Pengetahuan
paravidya adalah pengetahuan yang berupa....
A. spiritual B. materi C. kenyataan D. kebenaran
3. Kata वे द dalam Kitab Suci Weda memiliki arti....
A. pengalaman B. pengetahuan C. kecakapan D. perilaku
4. Rg Weda adalah adalah salah satu bagian dari Catur Weda Samhita. Rg Weda
merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran umum dalam bentuk pujaan. Kitab
suci Rg Weda dibagi ke dalam 10 mandala. Wahyu suci Rg Weda ini diterima oleh para
maharsi. Adapun yang menerima wahyu suci Rg Weda mandala III adalah....
A. Rsi Atri B. Rsi Pulaha C. Rsi Grtsamada D. Rsi Wismamitra
5. Keluarga Angiras banyak dirangkaikan dengan turunnya mantra-mantra yang dihimpun
dalam Rg Weda Mandala V. Keluarga Angiras yang menerima wahyu-wahyu suci
dalam Rg Weda Mandala V adalah....
A. Rsi Bharadwaja B. Rsi Wasistha
C. Rsi Kanwa D. Rsi Atri
6. Perhatikan tabel di bawah ini!
1) Berupa wahyu yang didengar 2) Berupa wahyu yang diingat
3) Diterima oleh para maharsi 4) Bait-baitnya disebut dengan mantra
5) Bait-baitnya disebut dengan sloka
Pernyataan di bawah ini yang benar tentang konsep Sruti dan Smerti adalah....
A. 1, 3, 5 adalah Sruti sementara 2, 3, 4 adalah Smerti
B. 2, 3, 5 adalah Smerti sementara 1, 3, 4 adalah Sruti
C. 1, 4, 5 adalah Sruti sementara 2, 3, 5 ada Smerti
D. 2, 4, 5 adalah Smerti sementara 1, 3, 5 ada Sruti
7. Perhatikan tabel berikut!
II. Isian
Isilah titik-titik dibawah ini dengan jawaban tepat!
1. Pengetahuan material yang ada pada Veda disebut....
2. Pengetahuan spiritual yang ada pada Veda disebut....
3. Bagian Vedāṅga yang berupa pengetahuan tentang tata bahasa Veda adalah....
4. Bagian Vedāṅga yang berupa pengetahuan tentang ilmu perbintangan adalah....
5. Bagian Vedāṅga yang berupa pengetahuan tentang irama Veda disebut....
6. Bagian Vedāṅga yang berupa pengetahuan tentang etimologi disebut....
7. Petunjuk tentang cara yang tepat dalam mengucapkan intonasi mantra dalam Veda
dituliskan dalam....
8. Bagian Catur Veda Saṁhita yang berupa kumpulan mantra yang memuat ajaran umum
dalam bentuk lagu-lagu pujian adalah....
9. Bagian Catur Veda Saṁhita yang merupakan mantra-mantra yang memuat ajaran yang
bersifat magis adalah....
10. Bagian Upaveda yang berupa epos atau sejarah tentang kepahlawanan para raja dan
ksatriya Hindu pada zaman dahulu disebut....
11. Sifat Veda tidak berawal karena Veda sebagai sabda suci yang telah ada sebelum alam
diciptakan oleh-Nya disebut....
12. Sifat Veda yang tidak berakhir karena ajaran Veda berlaku sepanjang masa, disebut....
13. Sifat Veda yang bukan berasal dari manusia karena Veda adalah Sabda Suci yang
langsung berasal dari Sang Hyang Widdhi Wasa, disebut....
14. Veda bersifat abadi yang disebut....
15. Sifat Veda yang mempunyai keluwesan dan bisa mengikuti perkembangan jaman,
disebut....
16. Mahaṛṣi yang terkait dengan turunnya mantra Ṛgveda Maṇḍala II adalah....
17. Mahaṛṣi yang terkait dengan turunnya mantra Ṛgveda Maṇḍala IV adalah....
18. Mahaṛṣi yang terkait dengan turunnya mantra Ṛgveda Maṇḍala VI adalah....
19. Mahaṛṣi yang terkait dengan turunnya mantra Ṛgveda Maṇḍala VII adalah....
20. Mahaṛṣi yang terkait dengan turunnya mantra Ṛgveda Maṇḍala VIII adalah....
III. Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
PENILAIAN KETERAMPILAN
A. Praktik
1. Teknik : Praktik Presentasi
2. Bentuk Instrumen : Lembar Praktikum
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Melafalkan Veda)
4. Materi : Kodifikasi dan Pelafalan Mantra Veda
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor Jumlah
No. Nama peserta didik
(a) (b) (c) (d) (e) Skor
1
2
3
Keterangan: Skor:
(a) = kebenaran tulisan/ucapan 10 = jika sempurna
(b) = guru laghu/aksara 9 = jika sangat baik
(c) = keindahan tulisan/swara 7-8 = jika baik
(d) = sikap saat peyajian 5-6 = cukup
(e) = terjemahan 1-4 = kurang baik
Nilai =
Jumlah Skor
×100
50
B. Produk
1. Teknik : Produk Presentasi
2. Bentuk Instrumen : Lembar Produk
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Produk)
4. Materi : Produk Presentasi Pengelompokkan Veda
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor
No. Nama peserta didik Jumlah Skor
(a) (b) (c) (d) (e)
1
2
3
Keterangan: Skor:
(a) = kesiapan alat 10 = jika sempurna
(b) = proses pembuatan presentasi 9 = jika sangat baik
(c) = sistematika presentasi 7-8 = jika baik
(d) = animasi presentasi 5-6 = cukup
(e) = materi presentasi 1-4 = kurang baik
Jumlah Skor
Nilai = ×100
50
Keterangan:
SB (Sangat Baik) = 90 – 100 B (Baik) = 70 - 89
C (Cukup) = 50 – 69 D (Kurang) = 10 - 49
LAMPIRAN 5
A. Kegiatan Pendahuluan
Guru mengucapkan panganjali dan Mūladhyaya Pūja
Guru mengabsen atau menulis peserta didik yang tidak mengikuti pelajaran,
sekaligus mendata yang nilainya belum memenuhi KKM dan yang sudah
memenuhi/melebihi KKM
Guru mengajak peserta didik mempersiapkan buku yang akan digunakan untuk
belajar
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
B. Kegiatan Inti
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik yang nilainya belum KKM
untuk membaca materi sesuai indikator yang belum terpenuhi.
Bagi peserta didik yang nilainya sudah memenuhi/melebihi KKM, Guru memberikan
materi pengayaan berupa cara membaca Kitab Suci Bhagavad Gītā dengan benar.
Guru memberikan materi pengayaan Membaca Bhagavad Gītā dengan metode
demonstrasi. Guru membaca terlebih dahulu, kemudian peserta didik mengikuti guru.
Setelah beberapa kali, maka peserta didik diberikan kesempatan untuk membaca
Bhagavad Gītā secara mandiri.
Bagi peserta didik yang nilainya belum KKM, maka guru memberikan tes atau
ulangan sesuai materi yang nilainya belum KKM. Peserta didik diberikan soal secara
tertulis.
Setelah selesai melaksanakan remidial, maka peserta didik bisa mengikuti teman-
temannya melaksanakan kegiatan membaca Bhagavad Gītā dengan bimbingan dan
arahan Guru.
C. Penutup
Guru memfasilitasi peserta didik membuat butir-butir simpulan
Guru memberi umpan balik peserta didik dalam proses dan hasil pembelajaran
Guru memberitahukan kegiatan belajar yang akan dikerjakan pada pertemuan
berikutnya
Guru menutup pertemuan Pūrṇādhyaya Pūja dan Paramaśāntiḥ
A. Kompetensi Inti
C. Tujuan Pembelajaran
D. Materi Pembelajaran
1. Pendekatan : Scientific
2. Model : Discovery Learning atau Pembelajaran Berbasis Inkuiri (PBI)
3. Metode : Ceramah, Kerja Kelompok, Diskusi, Pemberian Tugas
4. Teknik : Penugasan
1. Media
a. CD Media Pembelajaraan Interaktif: Avatara, Dewa dan Bhaṭara
b. Laptop, Infocus dan LCD Proyektor
2. Bahan
a. Spidol
b. Kertas karton
3. Sumber Belajar
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Guru). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Siswa). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Miswanto. (2018). Bhagawad Gìtà dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.
Malang: Giri Sastra
Miswanto. (2018). Widyakara Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas
VII. Surabaya: MGMP PAH SMP Provinsi Jawa Timur
Video Dashavatara, Deva and Devi in Hindu, Rāmāyana, Māhabharata
H. Penilaian
2. Pengetahuan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Lisan Pertanyaan terbuka Saat KBM
2 Tertulis Pilihan ganda, isian, uraian Setelah KBM
3. Keterampilan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Proyek Lembar penilaian proyek Saat KBM
2 Produk Lembar penilaian produk Setelah KBM
1. Pembelajaran Remidial
Peserta didik yang nilainya belum mencapai ketuntasan minimum (KKM), dengan
diberikan remidial pada indikator yang belum tercapai.
2. Pengayaan
Peserta didik yang mencapai nilai diatas ketuntasan minimum (KKM), diberikan
pengayaan pendalaman tentang kisah-kisah Avatara, Deva, dan Bhaṭara dalam kitab-
kitab Purana
A. Pengertian Sraddha
Secara alamiah, setiap umat manusia mempunyai naluri untuk mengikuti suatu
kepercayaan. Kepercayaan dengan kualitas yang lebih tinggi disebut keyakinan. Jenis
keyakinan ini terbagi menjadi dua, yaitu keyakinan yang menyesatkan dan keyakinan yang
memberikan motivasi atau dorongan untuk mencapai hidup yang lebih baik.
Contoh kepercayaan yang menyesatkan adalah percaya kepada hantu, tenung atau
ramalan, dan sebagainya. Contoh keyakinan yang memberikan motivasi adalah keyakinan
tentang keberadaan Sang Hyang Widhi atau Tuhan, keyakinan akan adanya para dewa,
keyakinan akan kemampuan diri sendiri, dan sebagainya. Keyakinan yang dimaksud dapat
bermanfaat untuk dijadikan pegangan hidup yang akan memberikan ketentraman lahir dan
batin. Dalam bahasa Sanskerta, keyakinan itu disebut srad. Lalu diadopsi ke dalam bahasa
Jawa Kuno atau bahasa Kawi menjadi sraddha yang berarti keyakinan. Yang dimaksud
dengan Sraddha dalam hal ini adalah keyakinan yang kuat. Sraddha atau keyakinan ini dapat
dipakai sebagai motivasi, pegangan hidup, dan penghiburan dalam menjalani kehidupan yang
terkadang sangat menyenangkan namun terkadang sangat menyiksa.
Umat Hindu secara khusus diwajibkan untuk mempunyai sraddha atau keyakinan.
Ada lima sraddha yang harus diyakini oleh umat Hindu. Kelima sraddha itu disebut Pañca
Sraddha yang terdiri dari:
Brahman adalah keyakinan terhadap keberadaan Tuhan dengan segala sifat-sifat dan
kemahakuasaan-Nya. Tuhan disebut juga Sang Hyang Widhi.
Atman adalah keyakinan terhadap adanya energi terkecil dari Brahman yang ada di dalam
setiap makhluk hidup. Atman menyebabkan semua makhluk bisa lahir, hidup,
berkembang, dan mati. Atman juga merupakan sumber hidup dari semua makhluk yang
ada di Bumi ini.
Karmaphala adalah keyakinan terhadap adanya hukum karma. Hukum karma mutlak
berlaku terhadap semua makhluk dan semua yang ada di dunia ini.
Punarbhawa adalah keyakinan akan adanya kelahiran yang berulang-ulang sesuai dengan
karma wasana.
Mokṣa adalah keyakinan akan adanya kebahagiaan abadi, bersatunya Atman dengan
Brahman, sehingga terbebas dari pengaruh punarbawa dan hokum karmaphala.
Dalam Viṣṇu Purana dikenal sepuluh perwujudan Sang Hyang Widhi Wasa dalam
menyelamatkan dunia, yaitu: Matsya, Kurma, Varaha, Narasimha, Wamana, Parasurama,
Rama, Kṛṣṇa, Buddha, dan Kalki Avatara.
Untuk lebih memudahkan memahami bagian-bagian dari Avatara di atas, dapat dibaca
melalui tabel berikut ini:
Sang Hyang Widhi Wasa yang turun/bereinkarnasi ke bumi dengan
No. Avatara
mengambil wujud tertentu sebagai berikut:
Ikan yang Maha besar, muncul pada zaman Satya Yuga bertujuan untuk
1 Matsya Avatara
menyelamatkan benih manusia yang terancam punah.
Kura-kura raksasa, muncul pada zaman Satya Yuga yang bertujuan untuk
2 Kurma Avatara
menahan gunung Mandaragiri supaya tidak tenggelam.
3 Varaha Avatara Badak Besar, muncul pada zaman Satya Yuga.
Narasimha Manusia berkepala singa membunuh Raja Hiranyakasipu sebagai tokoh
4
Avatara adharma saat itu muncul pada zaman Satya Yuga.
Wamana Orang kerdil yang membunuh raja Bali sebagai tokoh adharma, muncul
5
Avatara pada Treta Yuga.
Pandita yang selalu membawa kapak, memberi kesadaraan kepada kesatria
Parasurama
6 untuk mengendalikan dharma atau kepemimpinan dengan sebaik-baiknya
Avatara
muncul zaman Treta Yuga.
Putra Prabu Dasarata, guna membela adharma yang dipimpin oleh
7 Rama Avatara
Rahwana yang pasukannya terbasmi muncul zaman Treta Yuga.
Putra Prabu Wasu Deva dengan Dewi Devaki menghancurkan Raja Kangsa
8 Krishna Avatara dan jasrasanda golongan adharma pada saat itu, muncul pada zaman
Dwapara Yuga.
Putra prabu Sudodana dengan Dewi Maya bertugas menyadarkan manusia,
9 Buddha Avatara agar bebas dari penderitaan melalui jalan tengah di antara kedelapan
cakram (putaran hidup), muncul pada zaman Kali Yuga.
10 Kalki Avatara Avatara yang ke-10, menurut keyakinan Agama Hindu beliau akan datang
2. Pengertian Deva
Kata Deva berasal dari kata Div artinya sinar/bersinar. Deva artinya sinar suci dari
Sang Hyang Widhi, fungsinya untuk menyinari semua makhluk hidup di alam semesta ini
untuk berintegrasi antara satu dengan yang lainnya sehingga bisa berkembang. Kita banyak
mengenal sebutan Deva, seperti Deva Brahma, Deva Visnu, Deva Siva, Deva Isvara, Deva
Maheswara, Deva Rudra, Deva Samkara, Deva Sambhu. Bila kita umpamakan matahari itu
adalah Shang Hyang Widhi, Deva adalah Sinarnya. Dalam perkembangan lebih lanjut Esa
(Sang Hyang idhi), sehingga Deva itu sesungguhnya adalah yang Esa itu sendiri dalam aspek
tertentu.
3. Pengertian Bhaṭara
Bhaṭara berasal dari kata “bhatr” yang berarti pelindung. Bhaṭara berarti
“pelindung.” Jadi Bhaṭara adalah aktivitas Sang Hyang Widhi sebagai pelindung ciptaan-Nya.
Dalam pandangan agama Hindu, semua hal di alam semesta ini dilindungi oleh Sang Hyang
Widhi dengan gelar Bhaṭara. Ada begitu banyak nama-nama Bhaṭara sesuai dengan tempat,
fungsi, dan ke dudukan nya. Sebagaimana dikutip dalam ajaran Siva Tatwa dalam agama
Hindu, Sang Hyang Sapuh Jagat apabila beliau menjaga pertigaan, Sang Hyang Catus
Pata/Catur Loka Pala apabila beliau berkedudukan di perempatan jalan, Sang Hyang Bairawi
apabila beliau berkedudukan di kuburan, Sang Hyang Tri Amerta apabila beliau
berkedudukan di meja makan. Beberapa contoh nama Bhaṭara di atas hanyalah contoh kecil
dari sekian banyak nama Bhaṭara yang enandakan sifat Sang Hyang Widhi yang wyapi
wyapaka atau ada di mana-mana.
C. Hubungan Avatara, Deva, dan Bhaṭara dengan Sang Hyang Widhi
Hubungan Avatara, Deva, dan Bhaṭara dengan Sang Hyang Widhi sangat erat dan
menyatu malah tidak dapat dipisahkan karena:
1. Avatara, Deva, dan Bhaṭara sumbernya dari Sang Hyang Widhi (seperti sinar matahari
bersumber dari matahari).
2. Avatara, Deva, dan Bhaṭara merupakan manifestasi dari Sang Hyang Widhi.
3. Avatara, Deva, dan Bhaṭara sama-sama sebagai pelindung.
Rubrik Penskoran:
Sikap Spritual Sikap Sosial
a. Indikator sikap spiritual “disiplin”: a. Indikator sikap sosial “percaya diri”
1) Disiplin melaksanakan doa sebelum 1) Tidak mudah terpengaruh
dansesudah kegiatan pembelajaran 2) Tidak takut saat presentasi
2) Disiplin mengucapkan salam agama 3) Mengemukakan ide dengan baik
Hindu setiap memulai pembelajaran. 4) Performancenya meyakinkan
3) Disiplin dalam mengucapkan doa
Dainika Upasana sebelum memulai b. Indikator sikap sosial “tanggung jawab”
belajar. 1) Selalu menyelesaikan tugas yang
4) Disiplin mengucapkan doa memulai diberikan pendidik
sesuatu. 2) Tidak bertele-tele dalam bekerja
3) Tepat waktu dalam mengumpulkan
b. Indikator sikap spiritual “tekun”: tugas
1) Tekun dalam mengucapkan doa 4) Datang tepat waktu ke kelas
sebelum dan selesai pelajaran
2) Tekun mengucapkan salam agama c. Indikator sikap sosial “peduli”
Hindu dalam kehidupan 1) Berpakaian rapi
3) Tekun mengucapkan doa Dainika 2) Menjaga ketertiban dan kebersihan
Upasana sebelum belajar 3) Memberikan kritik yang membangun
4) Tekun mengucapkan doa memulai 4) Rajin berpunia
pekerjaan.
Pemberian Nilai Skor:
a. Nilai 4 = jika peserta didik melakukan 4 (empat) kegiatan tersebut
b. Nilai 3 = jika peserta didik melakukan 3 (tiga) kegiatan tersebut
c. Nilai 2 = jika peserta didik melakukan 2 (dua) kegiatan tersebut
d. Nilai 1 = jika peserta didik melakukan salah satu kegiatan tersebut
PENILAIAN PENGETAHUAN
A. Tes lisan
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Uraian Terbuka 10 Tanya Jawab
I. Soal
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan pengertian Avatara!
2. Jelaskan pengertian Deva!
3. Jelaskan pengerian Bhaṭara!
4. Apa yang kau ketahui tentang Deva Surya!
5. Apa yang kau ketahui tentang Deva Candra!
6. Apa yang kau ketahui tentang Deva Varuna!
7. Sebutkan 3 Avatara yang sudah mengambil wujud sebagai manusia sempurna!
8. Sebutkan 3 Avatara yang mengambil wujud binatang atau manusia setengah binatang!
9. Dalam menjaga dunia ini, Hyang Widdhi memiliki kekuatan sebagai Bhaṭara Bayu.
Apakah tugas dari Bhaṭara Bayu?
10. Di Jawa di kenal sebagai Bhaṭara Guru. Apa yang kau ketahui tentang Bhaṭara Guru?
B. Tes Tulis
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Pilihan Ganda 30 Penugasan / Penilaian Harian
2. Isian 20 Penugasan
3. Uraian 5 Penugasan / Penilaian Harian
I. Pilihan Ganda
Berilah tanda silang (X) huruf A, B, C atau D pada jawaban yang benar!
1. Deva berasal dari kata Sanskerta....
A. दे व् B. विद् C. ivd( D. ved(
2. Kata ‘div’ yang merupakan asal kata ‘deva’ berarti....
A. kekuatan B. pelindung C. sinar D. kuasa
3. Bhaṭara berasal dari akar kata Sanskert ‘>aTa*’ yang berarti....
A. kekuasaan B. pelindung C. cahaya D. penuh
4. Deva yang berkuasa atas lautan adalah....
A. Varuna B. Vayu C. Viswamitra D. Visvakarma
5. Deva yang berkuasa atas matahari adalah....
A. Siva B. Sankara C. Sambhu D. Surya
6. Deva yang menguasai bulan adalah....
A. Maheswara B. Agni C. Candra D. Indra
7. Bhaṭara yang memiliki kekuatan angin adalah....
A. Bayu B. Brahma C. Baruna D. Bagaspati
8. Bhaṭara yang memiliki kekuatan api adalah....
A. Visnu B. Agni C. Bayu D. Siva
9. Bhaṭara yang memiliki kekuatan untuk mengadili dan dikenal sebagai pencabut nyawa
adalah....
A. Bayu B. Agni C. Bayu D. Yama
10. Bhaṭara yang memiliki kekuatan petir atau bajra adalah....
A. Visnu B. Indra C. Yama D. Siva
11. Avatara yang turun sebagai brahmana cebol adalah....
A. Vamana B. Ramaparasu C. Narasimha D. Rama
12. Avatara yang turun sebagai manusia berkepala singa adalah....
A. Matsya B. Narasimha C. Krsna D. Kurma
13. Avatara yang turun sebagai kura-kura raksasa adalah....
A. Kurma B. Matsya C. Buddha D. Kalki
II. Isian
Isilah titik-titik dibawah ini dengan jawaban tepat!
1. Kata Avatara berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata yakni kata Awa
dan kata Tara. Kata Awa berarti….
2. Apabila dunia dalam keadaan kacau di mana adharma merajalela mendesak Dharma
maka Hyang widhi turun kedunia sebagai Dewa.…
3. Avatara yang ke lima turun ke dunia adalah….
4. Putra Bhaṭara Siwa yang berada di alam perbintangan dan dikenal sebagai Sang
Kaumari adalah….
5. Yang merupakan sakti dari Dewa Wisnu adalah….
6. Nama Dewa yang termasuk Dewa Pañca Dewata dan menguasai Arah Timur adalah….
7. Nama Dewa yang termasuk Dewa Pañca Dewata dan menguasai Arah Barat adalah….
8. Nama Dewa yang termasuk Dewa Pañca Dewata dan menguasai Arah Uttara adalah….
9. Yang merupakan salah satu ciri (Atribut) Dewa Wisnu adalah….
10. Arti dari kata dari Bhaṭara adalah…
11. Jika perbedaan antara Dewa dan Bhaṭara diumpamakan seperti sinar dan panasnya,
maka panasnya matahari adalah sebagai perwujudan dari.…
12. Dialog antara Arjuna dengan Krisna dihimpun dalam buku….
13. Avatara umumnya berwujud manusia dan binatang, Avatara yang berwujud gabungan
antara manusia dan binatang adalah….
14. Yang dipuja pada Pura Luhur Poten di Tengger adalah Bhaṭara.…
15. Wujud Avatara yang pertama diketahui adalah….
16. Manusia yang pertama dalam kisah Purana disebut juga….
17. Avatara Visnu yang menyelematkan dunia saat akan tenggelam ke dasar samudra, saat
para Sura dan Asura memperebutkan Tirtha Amertha adalah....
III. Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan pengertian Deva secara etimologis!
2. Jelaskan pengertian Bhaṭara secara etimologis!
3. Jelaskan pengertian Avatara secara etimologis!
4. Sebutkan persamaan Deva, Bhaṭara, dan Avatara!
5. Jelaskan kaitan makna Bhagavadgītā IV.7 dengan turunnya Avatara?
PENILAIAN KETERAMPILAN
A. Proyek
1. Teknik : Proyek Drama
2. Bentuk Instrumen : Lembar Praktikum
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Presentasi)
4. Materi : Membuat sosiodrama tentang kisah salah satu Avatara dan
memanfaatkan media dari bahan bekas sebagai kostum serta
dipresentasikan di depan kelas
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor Jumlah
No. Nama peserta didik
(a) (b) (c) (d) (f) (g) Skor
1
2
3
4
5
Keterangan: Skor:
(a) = naskah/skenario dan kebenaran alur cerita 10 = jika sempurna
(b) = tata panggung dan kostum 9 = jika sangat baik
(c) = ekspresi 7-8 = jika baik
(d) = penjiwaan tokoh 5-6 = cukup
(e) = penggunaan bahasa 1-4 = kurang baik
(f) = kemampuan memanfaatkan media
SB (Sangat Baik) = 90 - 100 Nilai =
B (Baik) = 70 - 89 Jumlah Skor
×100
C (Cukup) = 50 - 69 60
D (Kurang) = 10 - 49
E (Sangat Kurang = 0 - 9
B. Produk
1. Teknik : Produk Film
2. Bentuk Instrumen : Lembar Produk
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Produk)
4. Materi : Membuat produk film dari sosio drama yang ditampilkan
dengan menggunakan kamera HP untuk didokumentasikan
menjadi sebuah film sederhana ipamerkan dan
dipresentasikan di depan kelas
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor
No. Nama peserta didik Jumlah Skor
(a) (b) (c) (d) (e)
1
2
3
A. Kegiatan Pendahuluan
Guru mengucapkan panganjali dan Mūladhyaya Pūja
Guru mengabsen atau menulis peserta didik yang tidak mengikuti pelajaran,
sekaligus mendata yang nilainya belum memenuhi KKM dan yang sudah
memenuhi/melebihi KKM
Guru mengajak peserta didik mempersiapkan buku yang akan digunakan untuk
belajar
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
B. Kegiatan Inti
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik yang nilainya belum KKM
untuk membaca materi sesuai indikator yang belum terpenuhi.
Bagi peserta didik yang nilainya sudah memenuhi/melebihi KKM, Guru memberikan
materi pengayaan berupa kisah-kisah Avatara, Deva, dan Bhaṭara dalam kitab-kitab
Purana
Guru memberikan materi pengayaan kisah-kisah Avatara, Deva, dan Bhaṭara dalam
kitab-kitab Purana dengan metode penemuan terbimbing. Guru memberikan petunjuk
pelaksanaan kegiatan penemuan terbimbing, kemudian peserta didik mengikuti apa
yang telah diinstruksikan guru. Peserta didik melakukan kegiatan belajar secara
secara mandiri dan membuat resume dari apa yang telah dipelajarinya.
Bagi peserta didik yang nilainya belum KKM, maka guru memberikan tes atau
ulangan sesuai materi yang nilainya belum KKM. Peserta didik diberikan soal secara
tertulis.
Setelah selesai melaksanakan remidial, maka peserta didik bisa mengikuti teman-
temannya melaksanakan kegiatan membaca kisah-kisah Avatara, Deva, dan Bhaṭara
dalam kitab-kitab Purana dengan bimbingan dan arahan Guru.
C. Penutup
Guru memfasilitasi peserta didik membuat butir-butir simpulan
Guru memberi umpan balik peserta didik dalam proses dan hasil pembelajaran
Guru memberitahukan kegiatan belajar yang akan dikerjakan pada pertemuan
berikutnya
Guru menutup pertemuan Pūrṇādhyaya Pūja dan Paramaśāntiḥ
A. Kompetensi Inti
C. Tujuan Pembelajaran
D. Materi Pembelajaran
1. Pendekatan : Scientific
2. Model : Problem Based Learning atau Pembelajaran Berbasis Masalah
3. Metode : Ceramah, Kerja Kelompok, Diskusi, Pemberian Tugas
4. Teknik : Penugasan
1. Media
a. CD Media Pembelajaraan Interaktif: Karmaphala
b. Laptop, Infocus dan LCD Proyektor
2. Bahan
a. Spidol
b. Kertas karton
3. Sumber Belajar
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Guru). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Siswa). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Miswanto. (2018). Widyakara Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas
VII. Surabaya: MGMP PAH SMP Provinsi Jawa Timur
Video tentang karmaphala
Gambar tentang karmaphala
2. Pengetahuan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Lisan Pertanyaan terbuka Saat KBM
2 Tertulis Pilihan ganda, isian, uraian Setelah KBM
3. Keterampilan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Proyek Lembar proyek Saat KBM
2 Produk Lembar penilaian produk Setelah KBM
1. Pembelajaran Remidial
Peserta didik yang nilainya belum mencapai ketuntasan minimum (KKM), dengan
diberikan remidial pada indikator yang belum tercapai.
2. Pengayaan
Peserta didik yang mencapai nilai diatas ketuntasan minimum (KKM), diberikan
pengayaan pendalaman materi tentang ajaran karma dalam Bhagawadgītā .
KARMAPHALA
2. Prarabdha Karmaphala
Prarabdha Karmaphala adalah hasil perbuatan kita pada kehidupan sekarang yang
pahalanya diterima habis dalam kehidupan sekarang juga. Sekarang korupsi, kemudian
tertangkap langsung dihukum bertahun-tahun. Jadi antara perbuatan dan akibatnya lunas. jenis
karmaphala ini biasa disebut Karmaphala cepat.
3. Kriyamana Karmaphala
Kriyamana Karmaphala adalah hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada
waktu kehidupan sekarang, namun dinikmati pada waktu kehidupannya yang akan datang.
Misalnya, dalam kehidupan sekarang korupsi, tapi entah bagaimana kejahatan itu tidak
berhasil dibuktikan karena kelicikannya, lalu meninggal dunia. Dalam kehidupan yang akan
dating pahalanya akan diterima, namun orang tersebut akan lahir jadi orang yang hina.
Rubrik Penskoran:
Sikap Spritual Sikap Sosial
a. Indikator sikap spiritual “disiplin”: a. Indikator sikap sosial “percaya diri”
1) Disiplin melaksanakan doa sebelum 1) Tidak mudah terpengaruh
dansesudah kegiatan pembelajaran 2) Tidak takut saat presentasi
2) Disiplin mengucapkan salam agama 3) Mengemukakan ide dengan baik
Hindu setiap memulai pembelajaran. 4) Performancenya meyakinkan
3) Disiplin dalam mengucapkan doa
Dainika Upasana sebelum memulai b. Indikator sikap sosial “tanggung jawab”
belajar. 1) Selalu menyelesaikan tugas yang
4) Disiplin mengucapkan doa memulai diberikan pendidik
sesuatu. 2) Tidak bertele-tele dalam bekerja
3) Tepat waktu dalam mengumpulkan
b. Indikator sikap spiritual “tekun”: tugas
1) Tekun dalam mengucapkan doa 4) Datang tepat waktu ke kelas
sebelum dan selesai pelajaran
2) Tekun mengucapkan salam agama c. Indikator sikap sosial “peduli”
Hindu dalam kehidupan 1) Berpakaian rapi
3) Tekun mengucapkan doa Dainika 2) Menjaga ketertiban dan kebersihan
Upasana sebelum belajar 3) Memberikan kritik yang membangun
4) Tekun mengucapkan doa memulai 4) Rajin berpunia
pekerjaan.
Pemberian Nilai Skor:
a. Nilai 4 = jika peserta didik melakukan 4 (empat) kegiatan tersebut
b. Nilai 3 = jika peserta didik melakukan 3 (tiga) kegiatan tersebut
c. Nilai 2 = jika peserta didik melakukan 2 (dua) kegiatan tersebut
d. Nilai 1 = jika peserta didik melakukan salah satu kegiatan tersebut
PENILAIAN PENGETAHUAN
A. Tes lisan
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Uraian Terbuka 10 Tanya Jawab
I. Soal
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan pengertian karmaphala secara etimologi!
2. Jelaskan pengertian swarga cyuta dan berikan ilustrasi contohnya!
3. Jelaskan pengertian neraka cyuta dan berikan ilustrasi contohnya!
4. Sebutkan macam-macam karmaphala!
5. Jelaskan pengertian sancita karmaphala!
6. Jelaskan pengertian prarabdha karmaphala!
7. Jelaskan pengertian kriyamana karmaphala!
8. Apa yang dimaksud dengan subhakarma dan asubhakarma?
9. Bagaimanakah sifat hukum karmaphala?
10. Siapakah yang menjadi sumber karma menurut Sarasamuscaya 80?
B. Tes Tulis
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Pilihan Ganda 30 Penugasan / Penilaian Harian
2. Isian 10 Penugasan
3. Uraian 10 Penugasan / Penilaian Harian
I. Pilihan Ganda
Berilah tanda silang (X) huruf A, B, C atau D pada jawaban yang benar!
1. Karmaphala berasal dari kata Sanskerta कर्म dan फल. Kata फल berarti....
A. hasil B. Perbuatan C. pengetahuan D. tanggungjawab
2. Kata Sanskerta कर्म dalam kata ‘karmaphala’ berarti....
A. hasil B. Perbuatan C. pengetahuan D. Tanggungjawab
3. Semua perbuatan yang baik disebut juga sebagai....
A. subhakarta B. asubhakarta C. subhakarma D. asubhakarma
4. Semua perbuatan yang tidak baik disebut juga sebagai....
A. subhakarta B. asubhakarta C. subhakarma D. asubhakarma
5. Manusia yang memiliki kecenderungan sifat baik, biasanya lahir dari....
A. swargacyuta B. narakacyuta C. warnacyuta D. subhacyuta
6. Manusia yang memiliki kecenderungan sifat jahhat, biasanya lahir dari....
A. swargacyuta B. narakacyuta C. warnacyuta D. asubhacyuta
7. Perbuatan terdahulu tidak sempat dinikmati pada kehidupan yang lalu,dinikmati pada
kelahirannya sekarang disebut….
A. Sancita karmaphala B. Prarabda karmaphala
C. Karma wesana D. Karma kara
8. Sisa-sisa atau benih-benih dari perbuatan manusia yang menentukan kelahiran
selanjutnya adalah….
A. Sancita karmaphala B. Prarabda karmaphala
II. Isian
Isilah titik-titik dibawah ini dengan jawaban tepat!
1. Kata फल dalam kata karmaphala berarti….
2. Segala perbuatan yang baik yang dilakukan oleh manusia disebut.…
3. Segala perbuatan yang buruk yang dilakukan oleh manusia disebut.…
4. Ada sebuah ungkapan yang menyebutkan ‘hayu ginawe, hayu tinemu’ artinya jika kita
berbuat baik, maka akan menemukan....
5. Ada sebuah ungkapan yang menyebutkan ‘hala ginawe, hala tinemu’ artinya jika kita
berbuat jahat, maka akan menemukan....
6. Dalam Bhagawadgita, bab yang mengkaji tentang perbuatan adalah bab....
7. Orang yang lahir dari swarga disebut juga sebagai....
8. Orang yang lahir dari neraka disebut juga sebagai....
9. Orang yang lahir dari swarga loka memiliki kecenderungan sifat atau guna....
10. Orang yang lahir dari neraka loka memiliki kecenderungan sifat atau guna.... dan ....
III. Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan pengertian karmaphala!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan karmawasana!
3. Santi adalah anak yang cantik. Banyak cowok yang tergila-gila kepadanya. Namun
suatu hari dia menjadi korban pelecehan seksual oleh beberapa orang yang tergila-gila
kepadanya hingga menyebabkannya trauma. Jika dikaji dari ajaran karmaphala dalam
Hindu, kelahiran seperti apakah yang ada pada Santi? Jelaskan pendapat anda!
4. Andi terlahir dengan wajah yang seram. Dia dikenal sebagai anak yang nakal di
sekolahnya. Andi sering kali meninggalkan jam pelajaran dan bolos sekolah. Sudah dua
kali dia tidak naik kelas. Pekerjaan orang tua Andi adalah serabutan dan keluarga
mereka tidak harmonis. Jika dikaji dari ajaran karmaphala dalam Hindu, kelahiran
seperti apakah yang ada pada Andi? Jelaskan argumentasi anda!
5. Deva terlahir dengan wajah yang tampan. Dia juga dikenal sebagai anak yang cerdas di
sekolahnya. Deva tidak pernah absen dari peringkat 3 besar di kelasnya. Orang tua Deva
adalah pengusaha kaya raya dan sangat dermawan. Tak jarang dia berpunia untuk
pembangunan pura dan untuk kepentingan sosial lainnya. Jika dikaji dari ajaran
karmaphala dalam Hindu, kelahiran seperti apakah yang ada pada Deva? Jelaskan
argumentasi anda yang relevan dengan hal tersebut!
PENILAIAN KETERAMPILAN
A. Proyek
1. Teknik : Proyek Presentasi
2. Bentuk Instrumen : Lembar Proyek
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Presentasi)
4. Materi : Membuat presentasi tentang Karmaphala dalam kehidupan
sehari-hari
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor Jumlah
No. Nama peserta didik
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Skor
1
2
3
4
5
Keterangan: Skor:
(a) = materi presentasi 10 = jika sempurna
(b) = penguasaan materi 9 = jika sangat baik
(c) = sistematika penyajian 7-8 = jika baik
(d) = kepercayaan diri dalam menyajikan materi 5-6 = cukup
(e) = kemampuan memanfaatkan media presentasi 1-4 = kurang baik
(f) = kemampuan menanggapi pertanyaan
(g) = penggunaan bahasa
SB (Sangat Baik) = 90 - 100 Nilai =
B (Baik) = 70 - 89 Jumlah Skor
×100
C (Cukup) = 50 - 69 70
D (Kurang) = 10 - 49
E (Sangat Kurang = 0 - 9
B. Produk
1. Teknik : Produk
2. Bentuk Instrumen : Lembar Produk
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Produk)
4. Materi : Mendokumentasikan presentasi tentang Karmaphala yang
dibawakan
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor
No. Nama peserta didik Jumlah Skor
(a) (b) (c) (d) (e)
1
2
3
4
5
A. Kegiatan Pendahuluan
Guru mengucapkan panganjali dan Mūladhyaya Pūja
Guru mengabsen atau menulis peserta didik yang tidak mengikuti pelajaran,
sekaligus mendata yang nilainya belum memenuhi KKM dan yang sudah
memenuhi/melebihi KKM
Guru mengajak peserta didik mempersiapkan buku yang akan digunakan untuk
belajar
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
B. Kegiatan Inti
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik yang nilainya belum KKM
untuk membaca materi sesuai indikator yang belum terpenuhi.
Bagi peserta didik yang nilainya sudah memenuhi/melebihi KKM, Guru memberikan
materi pengayaan tentang ajaran karma dalam Bhagawadgītā
Guru memberikan materi pengayaan tentang ajaran karma dalam Bhagawadgītā
dengan metode penemuan terbimbing. Guru memberikan petunjuk pelaksanaan
kegiatan penemuan terbimbing, kemudian peserta didik mengikuti apa yang telah
diinstruksikan guru. Peserta didik melakukan kegiatan belajar secara secara mandiri
dan membuat resume dari apa yang telah dipelajarinya.
Bagi peserta didik yang nilainya belum KKM, maka guru memberikan tes atau
ulangan sesuai materi yang nilainya belum KKM. Peserta didik diberikan soal secara
tertulis.
Setelah selesai melaksanakan remidial, maka peserta didik bisa mengikuti teman-
temannya melaksanakan pendalaman materi ajaran karma dalam Bhagawadgītā
dengan bimbingan dan arahan Guru.
C. Penutup
Guru memfasilitasi peserta didik membuat butir-butir simpulan
Guru memberi umpan balik peserta didik dalam proses dan hasil pembelajaran
Guru memberitahukan kegiatan belajar yang akan dikerjakan pada pertemuan
berikutnya
Guru menutup pertemuan Pūrṇādhyaya Pūja dan Paramaśāntiḥ
A. Kompetensi Inti
C. Tujuan Pembelajaran
D. Materi Pembelajaran
c. Pertemuan ke-3
Presentasi materi Ṣad Ātatāyi dari peserta didik
1. Pendekatan : Scientific
2. Model : Project Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis
Proyek
3. Metode : Ceramah, Kerja Kelompok, Diskusi, Pemberian Tugas
4. Teknik : Penugasan
1. Media
a. CD Media Pembelajaraan Interaktif: Ṣad Ātatāyi
b. Laptop, Infocus dan LCD Proyektor
2. Bahan
a. Spidol
b. Kertas karton
3. Sumber Belajar
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Guru). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Siswa). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Miswanto. (2018). Widyakara Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas
VII. Surabaya: MGMP PAH SMP Provinsi Jawa Timur
Sudharta, Tjokorda Rai dan Ida Bagus Oka Punia Atmaja. Upadeúa tentang
Ajaran-ajaran Agama Hindu. Surabaya: Pàramita, 2001.
Pudja, Gde. (2004). Bhagavad Gìtà (Pañcama Veda). Surabaya: Paramita.
Miswanto. (2018). Bhagawad Gìtà dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.
Malang: Giri Sastra.
Video tentang Contoh Perilaku Ṣ ad Ā tatā yi
Gambar tentang Contoh Perilaku Ṣad Ā tatā yi
Mengkomunikasikan
Peserta didik mempresentasikan hasil kesimpulan dari diskusi yang
dilakukan bersama kelompoknya [Gotong Royong]
Peserta didik mencatat hasil simpulan yang telah dilaporkan
c. Penutup (15 menit)
Peserta didik bersama guru membuat kesimpulan hasil pembelajaran tentang
pengertian, bagian-bagian, dan contoh perilaku Ṣad Ātatāyi
Peserta didik bersama guru melakukan refleksi kegiatan belajar hari ini.
Guru memberi umpan balik peserta didik dalam proses dan hasil
pembelajaran
Guru memberitahukan kegiatan belajar yang akan dikerjakan pada
pertemuan berikutnya, yaitu dampak negatif perilaku Ṣad Ātatāyi
H. Penilaian
2. Pengetahuan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Lisan Pertanyaan terbuka Saat KBM
2 Tertulis Pilihan ganda, menjodohkan, uraian Setelah KBM
3. Keterampilan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Proyek Lembar penilaian proyek Setelah KBM
2 Produk Lembar penilaian produk Setelah KBM
1. Pembelajaran Remidial
Peserta didik yang nilainya belum mencapai ketuntasan minimum (KKM), dengan
diberikan remidial pada indikator yang belum tercapai.
ṢAD ĀTATĀYI
A. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan cinta dan kasih sayang Tuhan.
Kelahiran manusia di dunia ini juga berasal dari cinta dan kasih sayang kedua orang tua. Cinta
dan kasih sayang ini mesti dimiliki oleh setiap manusia mengingat ia ada karena cinta dan
kasih sayang tersebut. Cinta dan kasih sayang ini juga menjadi esensi dari kemanusiaan.
Artinya jika manusia tidak mampu mengembangkan cinta dan kemanusiaan ini dalam dirinya
maka sesungguhnya dia telah kehilangan hakekatnya sebagai manusia.
Cinta dan kasih sayang dalam diri manusia akan membuat manusia menjadi welas asih
dan jauh dari kebencian yang berujung pada anarkhisme. Sayangnya, anarkhisme atau
kekerasan akhir-akhir ini menjadi hal yang biasa dilakukan oleh manusia. Banyak kasus-kasus
kekerasan baik secara fisik maupun mental yang dilakukan dan dialami oleh manusia.
Kekerasan yang berujung pembunuhan pun menjadi sesuatu biasa terjadi di zaman sekarang.
Dalam ajaran Hindu, perilaku anarkhis semacam ini adalah larangan yang tidak boleh
dilakukan atau dipikirkan oleh umatnya. Perilaku anarkhis yang berujung pembunuhan
sebagaimana disebutkan di atas dalam Hindu disebut Ṣad Ātatāyi. Perilaku ini harus dihindari
oleh semua umat Hindu karena ini merupakan larangan dalam agama Hindu.
Dalam Sarasamuścaya 141 disebutkan:
वधबन्धपरिक्ले षान्प्राणिनो न करोति यः । स सर्वस्य हितं प्रेप्सु ः सु खमत्यन्तमष्नु ते ॥
wadhabandhaparikleṣān prāṇino na karoti yah |
sa sarwasya hitaṁ prepsuḥ sukhamatyantamaṣnute ||
Terjemahan:
Orang yang perilakunya tidak pernah menyakiti makhluk lain, tidak mengikatnya, tidak
membunuhnya, melainkan hanya menyenangkan makhluk lain, orang yang demikian itu,
memperoleh, kebahagiaan yang tertinggi.
B. Pengertian Ṣad Ātatāyi
Secara harfiah kata ṣad ātatāyi (षदाततायि) berasal dari bahasa Sanskerta. Kata ini
dibentuk dari dua yaitu ‘ṣaṭ (षट् )’ yang artinya ‘enam’ dan ‘ātatāyin (आततायिन्)’ yang artinya
‘berusaha membunuh seseorang, seorang pembunuh, (dalam teks Manusmṛti dan
Mahābhārata, sering diartikan sebagai pembakar, pemerkosa, pencuri)” (Monier-
William,1899:134). Dalam Wilson Sanskrit-English Dictionary (1832) disebutkan kata
ātatāyi ini berasal dari kata ‘ātatāyitā (आततायिता)’ yang artinya ‘mencuri, menganiaya,
membunuh, menghancurkan’.
Secara terminologi ṣad ātatāyi dapat diartikan sebagai enam macam upaya
pembunuhan yang dilarang dalam Hindu. Keenam upaya pembunuhan ini merupakan perilaku
anarkhis yang dilakukan baik itu secara fisik maupun mental. Biasanya alasan seseorang
melakukan tindakan anarkhis semacam ini karena motif dendam, marah, iri, dan sebagainya.
Karena tidak dimanage dengan baik maka motif tersebut bisa menghasilkan perilaku anarkhis
yang dilakukan terhadap orang lain.
Dalam beberapa dekade ini perilaku anarkhis ini suatu trend yang sulit untuk
dihindari. Beberapa pakar ilmu-ilmu sosial menyebutkan bahwa kasus-kasus anarkhisme
tersebut terjadi karena krisis global yang melanda berbagai bidang kehidupan sosial termasuk
di dalamnya krisis dalam dimensi intelektual, moral dan spiritual. Ironisnya anarkhisme ini
telah “melembaga” dan terkondisikan ke dalam suatu bentuk tradisi budaya masyarakat pada
2. Wiṣada
Wiṣada (विषद) adalah kata Sanskerta artinya ‘menghasilkan racun, beracun’. Kata
dasarnya adalah wiṣa (विष) yang berarti ‘racun’ (Monier-William,1899:995). Wiṣada adalah
upaya membunuh orang lain dengan cara memberikan racun atau meracuni. Upaya wiṣada ini
biasanya dilakukan dengan mencampurkan racun dalam makanan atau minuman kemudian
diberikan kepada orang lain. Hal ini adalah merupakan perbuatan dosa sebab perbuatan ini
sangat bertentangan dengan hakekat hidup yang beradab.
Dalam suśāstra Hindu banyak kisah mengenai pembunuhan dengan wiṣada ini. Salah
satunya adalah kisah upaya pembunuhan Bhīma oleh Kaurawa dengan menggunakan racun.
Dalam Adiparwa 119 śloka 39 disebutkan:
भोजने भीनसे नस्य पु नः प्रक्षे पयद्विषं । कालकुटं नवं तीक्ष्णं सं भृतम्लोमहर्षणं ॥
bhojane bhīmasenasya punaḥ prākṣepayad wiṣaṁ | kālakūṭaṁ nawaṁ tīkṣṇaṁ saṃbhṛtaṁ
lomaharṣaṇaṁ ||
Terjemahan:
Lalu pada makanan yang dimakan oleh Bhima dicampur racun yang efeknya sembilan kali
racun Kālakūṭa yang bisa berakibat sangat berbahaya.
Persaingan antara Pāṇḍawa dan Kaurawa ini memang sudah terjadi sejak masa
kecilnya. Kaurawa selalu berusaha melenyapkan para Pāṇḍawa. Bhīma yang merupakan adik
dari Yudiṣṭhira juga pernah menjadi sasaran upaya pembunuhan dari Kaurawa. Sebagaimana
disebutkan dalam śloka di atas, Bhīma sempat diracun oleh para Kaurawa.
Waktu itu Bhīma dan beberapa Kaurawa berenang di Sungai Gangga, setelah selesai
berenang mereka bersantap. Tidak tahunya makanan Bhīma telah diracuni oleh Kaurawa.
Letih dan ditambah keracunan makanan membuat Bhīma terbaring lemas tidak berdaya.
Melihat hal itu Duryodhana, sepupu Bhīma segera mengikat sepupunya itu dengan ranting-
ranting pohon berduri dan menutupi tubuhnya dengan daun-daun gatal. Kemudian mereka
melemparkan Bhīma ke papan lebar yang dipasangi paku-paku tajam beracun. Mereka
memperkirakan, jika Bhīma jatuh di atas papan itu, ia pasti akan binasa tertusuk paku-paku
beracun itu.
Tetapi Bhīma tidak jatuh di atas papan itu. Dia jatuh ke dalam Sungai Gangga. Segera
oleh ular-ular penghuni Sungai Gangga yang sangat berbisa mematuki tubuh Bhīma. Belum
jauh dihanyutkan, Bhīma dihempaskan oleh pusaran air ke tepian seberang sungai. Dengan
gembira, Duryodhana dan saudara-saudaranya yang mengira telah membinasakan Bhīma
pulang ke istana. Namun Bhīma selalu dalam lindungan dewata, racun-racun ular bukan
membunuh Bhīma malah membantu melawan racun makanan Duryodhana sehingga racun di
tubuh Bhīma menjadi sirna. Tidak hanya sirna malah membuat Bhīma kebal akan segala
racun.
Contoh perilaku wiṣada ini juga ditemukan pada zaman sekarang. Contohnya adalah
kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh Jessica Kumala Wongso. Dalam proses
peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jessica diputus bersalah karena melakukan
3. Atharva
Atharwa (अथर्व) adalah kata Sanskerta arti sebenarnya adalah ‘salah satu nama dari
Catur Weda Saṁhita, pendeta yang menyelesaikan segala sesuatu dengan api, orang yang
biasa dimintai bantuan untuk menyembuhkan penyakit atau membebaskan diri dari bencana’
(Monier-William,1899:17). Awalnya seorang atharwa hanya dimintai bantuan untuk
membebaskan seseorang dari penyakit namun lama kelamaan banyak orang yang juga
meminta bantuan untuk menyakiti orang lain. Dalam ṣad ātatāyi ini, atharwa diartkan sebagai
upaya membunuh atau menyakiti orang lain dengan menggunakan ilmu hitam (black magic)
atau ilmu sihir.
Ilmu hitam atau ilmu sihir ini dikenal oleh masyarakat dari berbagai belahan bumi. Di
Jawa dikenal beberapa istilah ilmu hitam misalnya santet, susuk, pelet, gendam, tumbal,
pesugihan, tenung dan lain-lain. Di Sunda dikenal dengan istilah teluh. Di Aceh dikenal
dengan istilah balum beude, beuno, burong tujoh, sane, dan geunteut. Bagi suku Anak Dalam
di Sumatra, mereka mengenal istilah santet sebagai buhul cacing abing. Di Jambi dikenal
dengan stilah pancung mata. Di Bali dikenal dengan istilah leak, cetik, dan rangda. Di
kalangan suku Minahasa disebut sebagai pandoti atau tapenawoy. Di kalangan suku Dayak
Kalimantan dikenal dengan istilah kuyang, amot, pelesit matimang. Di kalangan masyarakat
Bulukumba, Sulawesi Selatan, dikenal dengan istilah kajang amma toa. Di Maluku dikenal
ada perahu doti. Di Papua dikenal dengan istilah suanggi. Di seluruh dunia pun juga dikenal
beberapa istilah yang identik atau terkait dengan santet, misalnya: nuestra señora de la santa
muerte (Meksiko); ku (China); saiyasat dan kuman thong (Thailand); amulets (Laos); kulam
(Filipina); macumba (Brazil); sihr (Arab); heka (Mesir); kabbalah (Yahudi); mayong (India);
dan masih banyak lagi yang lain.
Atharwa ini biasanya dilakukan karena motif dendam atau iri. Biasanya pelaku
meminta bantuan orang ‘pintar’ (dukun) untuk membalaskan sakit hatinya. Lalu dengan
bantuan dukun tersebut ia melancarkan serangkan-serangan secara supranatural. Korban bisa
dibuat gila, sakit, hingga meninggal dunia. Cara-cara semacam ini tentu sangat dilarang dalam
semua ajaran agama.
4. Ṣastraghna
Ṣastraghna (षस्त्रघ्न) adalah kata Sanskerta yang dibentuk dari dua kata yaitu ‘ṣastra
(zñ)’ yang berarti ‘pedang, pisau, belati, senjata apapun’ dan ‘ghna ( घ्न)’ yang berarti
‘membunuh, menghancurkan’ (Monier-William,1899:379,1060). Ṣastraghna (षस्त्रघ्न) dapat
diterjemahkan membunuh dengan menggunakan senjata apapun, artinya apapun yang
dipegang atau ditemukan bisa digunakan untuk membunuh.
Secara terminologi ṣastraghna adalah upaya membunuh dengan cara membabi buta
atau mengamuk. Ṣastraghna tidak mengenal sasaran atau alasan, baginya yang penting bisa
membunuh semuanya. Ṣastraghna ini mirip tragedi holocaust seperti yang terjadi pada masa
Perang Dunia II. Di era sekarang pernah juga terjadi pembunuhan secara brutal dan membabi
butal. Pada 1 Oktober 2015, setidaknya 10 orang tewas dan 20-an luka-luka dalam
penembakan massal di Umpqua Community College di Oregon, Amerika Serikat. Kepolisian
setempat menyatakan pelaku penembakan brutal itu hanya satu orang pemuda berusia 20
tahun. Motif penembakan itu juga tidak jelas, karena dia mengarahkan tembakannya itu
secara membabi buta (http://www.misterianeh.com/2015/10/11-penembakan-paling-brutal-di-
5. Dratikrama
Kata ‘dratikrama’ sebenarnya berasal dari kata Sanskerta daratikāma (दरतिकाम), karena
ada perubahan bunyi dan diadaptasikan kedalam bahasa Jawa Kuna kemudian menjadi
dratikrama. Kata ini merupakan gabungan dari kata ‘darati (दरति)’ yang artinya ‘membelah,
melanggar, merusak’ dan kata ‘kāma (काम)’ yang artinya ‘nafsu, cinta, seks, kesenangan’
(Monier-William,1899:252,470). Jika digabung kata daratikāma bisa diterjemahkan
‘melanggar cinta, merusak dengan nafsu seks’.
Secara terminologi dratikrama adalah membunuh dengan cara melakukan perbuatan
memperkosa, biasanya kaum perempuan. Perbuatan ini bisa menghancurkan masa depan si
korban. Orang yang menjadi korban dratikrama bisa mengalami trauma yang tidak akan
pernah terlupakan seumur hidupnya. Dratikrama ini juga bisa merusak tatanan nilai yang
hidup di masyarakat. Agama sangat melarang perbuatan keji semacam ini.
Dalam kisah Mahābharata diceritakan bagaimana Duryodhana berusaha melecehkan
wanita dari bangsa pemburu saat ia sedang berburu ke hutan. Di tengah hutan saat ia mabuk ia
berusaha menodai wanita dari kelas rendahan. Namun ia bisa ditangkap dan diringkus oleh
keluarga dari bangsa pemburu tersebut. Dan saat dia diadilli dan akan dihukum mati oleh
bangsa pemburu tersebut, beruntung Bhīma dan Arjuna menyelamatkannya atas perintah
Yudiṣṭhira.
Menurut ajaran Hindu dratikrama ini sama halnya dengan perbuatan paradārā
(memperkosa wanita) dan ini menyebabkan umurnya pendek. Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam Sarasamuścaya 153:
परदारा न गन्तव्याः सर्ववर्णेसु कर्हिचित् । न हीदृषमनायु ष्यम् यथान्यस्त्रीनिषे वणम् ॥
paradārā na gantawyāh sarwawarṇesu karhicit | na hīdṛṣamanāyuṣyam
yathānyastrīniṣewaṇam ||
Terjemahan:
Menggoda/memperkosa wanita, sengaja usaha curang jangan dilakukan; pun jangan
melakukan segala sesuatunya yang berakibatkan umur pendek.
6. Raja Pisuna
Raja Piśuna adalah bahasa Jawa Kuna yang artinya memfitnah. Kata ini merupakan
gabungan dari 2 kata yakni raja dan piśuna. Kata ‘raja ( रज)’ berarti ‘pimpinan, emosional’.
Sementara kata ‘piśuna (पिशु न)’ berarti ‘fitnah’ (Monier-William,1899:624). Raja piśuna
artinya fitnah keji yang digunakan untuk membunuh karakter seseorang.
Fitnah atau raja piśuna adalah perkataan yang tidak memiliki nilai-nilai kebenaran,
kemudian disebarluaskan sebagai berita untuk menjerumuskan seseorang hingga menderita.
Sarana komunikasi massa kini bisa menjadi sarana untuk fitnah yang lebih luas. Media sosial
yang ada seperti twitter, facebook, whatsapp, telegram, dan sejenisnya bisa menjadi mesin
ampuh untuk melakukan fitnah. Dalam sekejap fitnah itu bisa menyebar bagai berita nasional.
Begitu menakutkannya fitnah ini, hingga ada pepatah lama yang yang mengatakan a slader is
more dangerous than murder atau kalau diindonesiakan menjadi “fitnah lebih kejam dari
pembunuhan” (Tim Jogja Bangkit,2014:195).
Mereka yang melakukan fitnah bisa membunuh karakter korban. Si korban akan
terganggu emosionalnya hingga bisa menyebabkannya meninggal dunia. Orang yang
melakukan hal ini maka kelak setelah mati, rohnya akan terlempar ke Neraka Niraya yaitu
neraka yang sangat panas menyiksa. Kelak setelah lahir kembali ke dunia, maka kelahirannya
akan menjadi binatang anjing. Kalaupun masih mempunyai sisa karma baik dan dapat
kembali terlahir menjadi manusia, maka sepanjang hidupnya akan selalu mendapat hinaan.
Rubrik Penskoran:
Sikap Spritual Sikap Sosial
a. Indikator sikap spiritual “disiplin”: a. Indikator sikap sosial “jujur”
1) Disiplin melaksanakan doa sebelum 1) Tidak suka berbohong
dansesudah kegiatan pembelajaran 2) Selalu berbicara apa adanya
2) Disiplin mengucapkan salam agama 3) Jujur dalam berperilaku
Hindu setiap memulai pembelajaran. 4) Berani mengungkapkan kebenaran
3) Disiplin dalam mengucapkan doa
Dainika Upasana sebelum memulai b. Indikator sikap sosial “tanggung jawab”
belajar. 1) Selalu menyelesaikan tugas yang
4) Disiplin mengucapkan doa memulai diberikan pendidik
sesuatu. 2) Tidak bertele-tele dalam bekerja
3) Tepat waktu dalam mengumpulkan
b. Indikator sikap spiritual “tekun”: tugas
1) Tekun dalam mengucapkan doa 4) Datang tepat waktu ke kelas
sebelum dan selesai pelajaran
2) Tekun mengucapkan salam agama c. Indikator sikap sosial “sopan”
Hindu dalam kehidupan 1) Tidak berkata kasar dan kotor
3) Tekun mengucapkan doa Dainika 2) Menggunakan kata-kata lembut
Upasana sebelum belajar 3) Selalu mengetuk pintu sebelum
4) Tekun mengucapkan doa memulai memasuki ruang seseorang
pekerjaan. 4) Selalu bersikap sopan kepada orang
lain
Pemberian Nilai Skor:
a. Nilai 4 = jika peserta didik melakukan 4 (empat) kegiatan tersebut
b. Nilai 3 = jika peserta didik melakukan 3 (tiga) kegiatan tersebut
c. Nilai 2 = jika peserta didik melakukan 2 (dua) kegiatan tersebut
d. Nilai 1 = jika peserta didik melakukan salah satu kegiatan tersebut
PENILAIAN PENGETAHUAN
A. Tes lisan
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Uraian Terbuka 7 Tanya Jawab
I. Soal
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar! (Silahkan dipilih 5 soal)
1. Ṣad Ātatāyin berasal dari kata ‘आततायिन् (ātatāyin). Apakah pengertian dari
आततायिन् ?
2. Jelaskan pengertian dari agnida!
3. Jelaskan pengertian dari wiṣada!
4. Jelaskan pengertian dari atharwa!
5. Jelaskan pengertian dari ṣastraghna!
6. Jelaskan pengertian dari dratikrama
7. Jelaskan pengertian dari raja piśuna!
B. Tes Tulis
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Pilihan Ganda 30 Penugasan / Penilaian Harian
2. Menjodohkan 10 Penugasan / Penilaian Harian
3. Uraian 5 Penugasan / Penilaian Harian
I. Pilihan Ganda
Berilah tanda silang (X) huruf A, B, C atau D pada jawaban yang benar!
1. Ṣad ātatāyi adalah tujuh macam upaya pembunuhan yang kejam. Kata ātatāyi dalam
‘ṣad ātatāyi’ berasal dari kata Sanskerta....
A. अततायिन् B. अततयिन् C. आततायिन् D. आततायिन
2. Dalam Wilson Sanskrit-English Dictionary (1832) disebutkan bahwa kata आततायि
(ātatāyi) juga berasal dari kata आततायिता yang artinya:
A. menganiaya B. mencekik C. menusuk D. mencuri
C. agnida D. wiṣada
12. Dalam Adiparwa 119 śloka 39 disebutkan:
भोजने भीनसे नस्य पु नः प्रक्षे पयद्विषं । कालकुटं नवं तीक्ष्णं सं भृतम्लोमहर्षणं ॥
Kisah yang diceritakan dalam Adiparwa di atas jika dikaitkan dengan Ṣad ātatāyi,
termasuk salah satu upaya pembunuhan Bhīma oleh Kaurawa dengan cara....
14. Rani adalah sekretaris dari Rudy, salah seorang pengusaha sukses di bidang IT. Meski
tahu bahwa Rudy sudah beristri dan beranak dua, Rani tetap ingin memiliki Rudy.
Awalnya dia mencoba menggoda Rudy, namun tidak berhasil karena Rudy tipe cowok
yang setia. Oleh karenanya Rani meminta bantuan kepada Ki Joko salah seorang
paranormal sakti menakhlukkan hati Rudy dan membuat keluarganya hancur.
Teman Rani Santi, begitu mengetahui bahwa perbuatan Rani ini mengarah ke perilaku
atharwa dan akan menimbulkan masalah, maka yang harus dilakukan Santi adalah ....
A. memberitahu istri Rudy akan niat dari Rani
B. mengajak Rani pergi ke pura dan bertirthayatra
C. menyadarkan Rani bahwa perbuatannya tidak baik
D. meminta Rani supaya segera melaksanakan niatnya
15. Kelompok Sarachen yang telah diringkus oleh Tim Cyber Mabes Polri ternyata sering
menyebarkan berita hoax yang dipesan oleh oknum tertentu untuk menjatuhkan
seseorang. Perbuatan yang dilakukan oleh jaringan Sarachen ini termasuk....
A. atharwa B. wiṣada C. dratikrama D. raja piśuna
16. Dia adalah Munir Said Thalib, lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965. Dia
adalah salah satu aktivis Hak Azasi Manusia (HAM) yang sejak masa orde baru(Orba).
Kegigihannya sebagai pejuang HAM tak pernah padam meski banyak rintangan yang
menghadang. Namun naas pada 7 September 2004 ia harus meregangkan nafasnya saat
menuju Amsterdam akibat perbuatan keji yang bisa dikategorikan….
A. dratikrama B. atharwa C. agnida D. wiṣada
17. Dalam Adiparwa bab 134 sampai 137 dikisahkan upaya pembunuhan keluarga Pāṇḍu
oleh para Kaurawa. Puncaknya adalah kejadian di Wāraṇāwata saat Pāṇḍawa
beristirahat di istana kardus hasil rekayasa Purocana. Perbuatan Kaurawa ini dapat
dikategorikan...
A. atharwa B. raja piśuna C. agnida D. dratikrama
18. Lina adalah peserta didik di SMP Amarta. Dia dikenal sebagai anak yang pandai. Karin
teman sekelasnya tidak begitu suka dengan Lina karena dia menganggapnya sebagai
saingan abadinya.
Suatu ketika, Karin ingin menyebarkan gosip kepada teman-temannya jika nilai bagus
yang didaaptkan Lina karena dia suka mencontek saat ulangan. Sista salah satu teman
sekelas Lina dan Karin yang mengetahui maksud dari Karin tersebut sebagai raja
piśuna, maka dia pun ingin berbuat yang terbaik untuk teman-temannya itu. Berikut ini
hal-hal yang bisa dilakukan oleh Sista:
1) memberitahu Lina jika ada gosip tentang dia
2) menasehati Karin bahwa itu termasuk raja piśuna
3) menyarankan teman-temannya agar tidak mudah percaya gosip
4) mengajak Lina ke dukun untuk menangkal gosip
20. Sering berlatih yoga dan meditasi juga sangat ampuh untuk bisa menghindari ṣad
ātatāyi. Yang ditunjukkan pada gambar adalah salah satu aktivitas yoga yang baik untuk
melatih kesehatan jasmani dan rohani. Dengan begitu orang yang berlatih yoga akan
terhindari dari pikiran-pikiran buruk ṣad ātatāyi. Kegiatan ini sangat baik dilakukan
setiap pagi hari sebelum matahari terbit. Kegiatan yang dimaksud adalah...
A. surya namaskara B. iswara pranidhana
C. dharana D. dhyana
21. Liputan6.com, Jakarta, Aksi brutal yang diduga dilakukan pendukung Persebaya, Bonek
terekam video. Mereka diduga mengamuk dan mengacak-acak pusat perbelanjaan
Maspion Square di Surabaya, Jawa Timur. (Muhamad Ali, 28 Januari 2018, 12.51 WIB)
Kejadian di atas merupakan contoh dari perilaku....
A. atharwa B. wisada C. sastraghna D. dratikrama
22. Kelompok Sarachen yang telah diringkus oleh Tim Cyber Mabes Polri ternyata sering
menyebarkan berita hoax yang dipesan oleh oknum tertentu untuk menjatuhkan
seseorang. Perbuatan yang dilakukan oleh jaringan Sarachen ini termasuk....
A. atharwa B. wisada C. dratikrama D. raja pisuna
23. Perhatikan contoh-contoh perilaku pada masyarakat di bawah ini!
1) memproduksi formalin untuk pengawetan jenazah
2) membuat bakso dengan borax dan formalin
3) memberikan penyedap rasa pada makanan
4) membubuhkan bubuk sianida pada kopi
5) mencampurkan zat pewarna makanan
6) menyebarkan potas pada sungai
Perilaku-perilaku di atas yang dapat dikategorikan sebagai wiûada dapat ditunjukkan
pada nomor....
A. 1, 2, dan 5 B. 2, 4, dan 6 C. 3, 4, dan 5 D. 1, 3, dan 6
24. Perhatikan contoh-contoh perilaku pada masyarakat di bawah ini!
1) membakar kalori dalam tubuh
2) membakar orang hidup-hidup
3) membakar rumah-rumah warga
4) membakar jenazah di krematorium
5) membakar ikan di tungku pemanasan
6) membakar pencuri yang tertangkap tangan
Perilaku-perilaku di atas yang dapat dikategorikan sebagai agnida dapat ditunjukkan
pada nomor....
A. 1, 2, dan 5 B. 2, 4, dan 6 C. 3, 4, dan 5 D. 2, 3, dan 6
25. Perhatikan contoh-contoh ilmu tradisional pada masyarakat Indonesia di bawah ini!
1) kuyang suku Dayak di Kalimantan 2) rajah surat kajang yang ada di Bali
II. Menjodohkan
Gambar berikut adalah salah satu ilustrasi tindakan Atharwa. Banyak sekali istilah-istilah
atharwa yang dikenal masyarakat lokal maupun dunia. Di bawah ada beberapa kotak di
sebelah kiri yang isinya adalah istilah-istilah atharwa dan kotak di sebelah kanan yang isinya
nama-nama wilayah. Silahkan beri garis penghubung antara kotak yang sebelah kiri dengan
kotak yang sebelah kanan terkait dengan asal-muasal istilah tersebut!
4. Santet d. Papua
9. Kuyang i. Maluku
III. Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan pengertian Ṣad Ātatāyi secara etimologis!
2. Sebutkan bagian-bagian dari Ṣad Ātatāyi!
3. Sebutkan contoh macam-macam jenis atharwa di Bali!
4. Sebutkan contoh macam-macam jenis atharwa di Aceh!
5. Sebutkan upaya yang bisa dilakukan untuk menghindarkan diri dari Ṣad Ātatāyi secara
rutin!
PENILAIAN KETERAMPILAN
A. Proyek
1. Teknik : Proyek Pembuatan Kliping
2. Bentuk Instrumen : Lembar Praktikum
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Pembuatan Kliping)
4. Materi : Membuat kliping tentang perilaku Ṣad Ā tatā yi
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor Jumlah
No. Nama peserta didik
(a) (b) (c) (d) (e) (f) Skor
1
2
3
Keterangan: Skor:
(a) = materi kliping 10 = jika sempurna
(b) = sistematika penyajian 9 = jika sangat baik
(c) = kemampuan memanfaatkan media 7-8 = jika baik
(d) = penggunaan bahasa 5-6 = cukup
(e) = kemampuan menanggapi pertanyaan 1-4 = kurang baik
(f) = kerja sama tim Jumlah Skor
Nilai = ×100
60
B. Produk
1. Teknik : Produk Kliping
2. Bentuk Instrumen : Lembar Produk
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Produk)
4. Materi : Membuat kliping tentang Ṣad Ā tatā yi
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor
No. Nama peserta didik Jumlah Skor
(a) (b) (c) (d) (e)
1
2
3
Keterangan: Skor:
(a) = kesiapan alat 10 = jika sempurna
(b) = proses pembuatan kliping 9 = jika sangat baik
(c) = keaslian 7-8 = jika baik
(d) = hiasan dan keterangan gambar 5-6 = cukup
(e) = kerapian dan keindahan 1-4 = kurang baik
Jumlah Skor
Nilai = ×100
50
Keterangan:
SB (Sangat Baik) = 90-100 B (Baik) = 70-89
C (Cukup) = 50-69 D (Kurang) = 10-49
E (Sangat Kurang = 0-9
LAMPIRAN 6
A. Kegiatan Pendahuluan
Guru mengucapkan panganjali dan Mū ladhyaya Pū ja
Guru mengabsen atau menulis peserta didik yang tidak mengikuti pelajaran,
sekaligus mendata yang nilainya belum memenuhi KKM dan yang sudah
memenuhi/melebihi KKM
Guru mengajak peserta didik mempersiapkan buku yang akan digunakan untuk
belajar
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
B. Kegiatan Inti
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik yang nilainya belum KKM
untuk membaca materi sesuai indikator yang belum terpenuhi.
Bagi peserta didik yang nilainya sudah memenuhi/melebihi KKM, Guru memberikan
materi pengayaan berupa cara-cara menghindarkan diri dari pengaruh buruk perilaku
Ṣ ad Ā tatā yi sebagaimana diajarkan dalam śā stra dan suśā stra Veda
Guru memberikan materi pengayaan cara-cara menghindarkan diri dari pengaruh
buruk perilaku Ṣad Ā tatā yi sebagaimana diajarkan dalam śā stra dan suśā stra Veda
dengan metode penemuan terbimbing. Guru memberikan petunjuk pelaksanaan
kegiatan penemuan terbimbing, kemudian peserta didik mengikuti apa yang telah
diinstruksikan guru. Peserta didik melakukan kegiatan belajar secara secara mandiri
dan membuat resume dari apa yang telah dipelajarinya.
Bagi peserta didik yang nilainya belum KKM, maka guru memberikan tes atau
ulangan sesuai materi yang nilainya belum KKM. Peserta didik diberikan soal secara
tertulis.
Setelah selesai melaksanakan remidial, maka peserta didik bisa mengikuti teman-
temannya mempelajari cara-cara menghindarkan diri dari pengaruh buruk perilaku
Ṣ ad Ā tatā yi sebagaimana diajarkan dalam śā stra dan suśā stra Veda dengan
bimbingan dan arahan Guru.
C. Penutup
Guru memfasilitasi peserta didik membuat butir-butir simpulan
Guru memberi umpan balik peserta didik dalam proses dan hasil pembelajaran
Guru memberitahukan kegiatan belajar yang akan dikerjakan pada pertemuan
berikutnya
Guru menutup pertemuan Pū rṇ ā dhyaya Pū ja dan Paramaśā ntiḥ
A. Kompetensi Inti
C. Tujuan Pembelajaran
D. Materi Pembelajaran
c. Pertemuan ke-3
Presentasi Contoh Kepemimpinan dalam Hindu
1. Pendekatan : Scientific
2. Model : Contextual Teaching and Learning, Cooperative Learning, dan
Problem-Based Learning
3. Metode : Ceramah, Kerja Kelompok, Diskusi, Pemberian Tugas
4. Teknik : Penugasan
1. Media
a. CD Media Pembelajaraan Interaktif: Kepemimpinan Hindu
b. Laptop, Infocus dan LCD Proyektor
2. Bahan
a. Spidol
b. Kertas karton
3. Sumber Belajar
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Guru). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Siswa). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Miswanto. (2018). Bhagawad Gìtà dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.
Malang: Giri Sastra.
Miswanto. (2015). Kakawin Nitisastra: Teks Terjemahan dan Komentar.
Surabaya: Paramita
Miswanto. (2017). Niti Sang Natha, Untaian Ajaran Kepemimpinan Hindu.
Malang: Giri Sastra
d. Śāstra dan Suśāstra Hindu
e. Internet
f. Warga sekolah
2. Pengetahuan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Tertulis Pilihan ganda, isian, uraian Setelah KBM
3. Keterampilan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Proyek Lembar penilaian proyek Saat KBM
2 Produk Lembar penilaian produk Setelah KBM
1. Pembelajaran Remidial
Peserta didik yang nilainya belum mencapai ketuntasan minimum (KKM), dengan
diberikan remidial pada indikator yang belum tercapai.
2. Pengayaan
Peserta didik yang mencapai nilai diatas ketuntasan minimum (KKM), diberikan
pengayaan pendalaman materi tentang kisah-kisah kepemimpinan Hindu dalam
śā stra dan suśā stra Hindu.
KEPEMIMPINAN HINDU
A. Pendahuluan
Pemimpin adalah unsur penting dalam sebuah komunitas, perkumpulan, organisasi,
masyarakat dan lain-lain. Selalu ada satu orang yang dituakan untuk memimpin suatu
komunitas. Bahkan dalam komunitas hewan sekali pun yang tidak memiliki undang-undang
tertulis, selalu ada seekor di antaranya yang tampil sebagai pemimpin. Bedanya, kalau
pemimpin dalam komunitas manusia, prosesnya dilalui dengan musyawarah atau pemilihan,
meski terkadang prosesnya pun tidak manusiawi. Sementara, dalam komunitas binatang,
pemimpin itu muncul setelah melalui proses adu fisik. Kelompok binatang yang lemah jangan
pernah berharap bisa jadi pemimpin. Itulah hukum rimba yang menang berkuasa yang kalah
diperdaya. Dan di alam binatang tidak mengenal lobi-lobi politik apalagi toleransi.
Pemimpin dan komunitas yang dipimpin sebenarnya memiliki hubungan yang tak
dapat dipisahkan. Analoginya seperti singa sebagai pemimpin dan komunitas hutan sebagai
yang dipimpin yang menjadi tempat tinggalnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam
Kakawin Nītiśāstra Sargaḥ I pupuh10 berikut:
si zHo r kS k nÈ a l sH l si k= r [kS= a r¼ ni t- $, si zHo mW= w n t nP t¿ tP ‘ wi
[ro do [zFoh ti k= [k $ ri, ru gṬ `o 'Q= w n [f ni k= j n ti [no/ w} kS n- $i/ ! p ‘=, si
zHo zHeo t]i jur= ni k= te g l y¿ nÆo mPu nFi [no nF|/b l.
Singhā rakṣakaning halas halas ikang rakṣéng harīnityaśa, Singhā mwang wana tan
patūt paḍa wirodhāngdoh tikang kéśari, Rug brāṣṭa ng wana dénikang jana tinor
wrêkṣanya śirṇapaḍang, Singhānghöt ri jurang nikang têgal ayūn sāmpun dinon
durbala
Terjemahan:
Singa adalah penjaga hutan, akan tetapi juga selalu dijaga oleh hutan. Jika singa dengan
hutan berselisih, mereka marah, lalu singa itu meninggalkan hutan. Hutannya dirusak
binasakan orang, pohon-pohonnya ditebangi sampai menjadi terang, singa yang lari
bersembunyi dalam curah, di tengah-tengah ladang, diserbu dan dibinasakan.
Singa dan hutan adalah dua unsur yang saling membutuhkan. Singa bisa menjaga
hutan dari manusia yang ingin mengeksploitasi kayu atau pohon yang ada di hutan. Begitu
juga dengan hutan yang menjadi tempat persembunyian singa bagi para pemburu yang ingin
menangkap singa. Jika hutan dirusak dan menjadi gundul maka tidak ada lagi tempat
persembunyian bagi singa si raja hutan. Saat para pemburu mengejarnya, maka singa pun
akan dapat dengan mudah di tangkap. Kalau pun dia keluar dari hutan dan masuk
perkampungan penduduk maka para warga pasti akan menangkapnya.
Seperti halnya antara raja dan negara. Negara ada bukan untuk raja, tetapi raja ada
untuk negara. Selain itu negara ada sebelum raja ada. Oleh karena itu raja harus bisa
melindungi negara dan rakyatnya. Jika tidak maka rakyatnya tidak akan simpatik kepadanya.
Mereka bisa saja melakukan pemberontakan kepadanya. Seperti peribahasa Indonesia yang
menyebutkan, “Raja benar raja dijulang, raja lalim raja disolang; raja adil raja disembah, raja
tak adil raja disanggah”. Selain itu jika seorang raja tidak bisa menjaga negaranya dengan
baik, lalu negara yang telah menjadi tumpuan hidupnya itu hancur, maka tak akan ada lagi
wilayah yang bisa ditempatinya. Untuk itulah dibutuhkan pemimpin yang memiliki
kemampuan kepemimpinan yang baik sehingga mampu membawa orang yang dipimpinnya
mencapai kesejahteraan baik lahir maupun batin.
Dalam sejarah Hindu, banyak contoh pemimpin yang bisa dijadikan suri teladan. Di
setiap zaman dalam sejarah Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin. Setiap tokoh
ada masanya dan setiap masa ada tokohnya. Sebut saja mulai dari Kudungga, Mulawarman,
Purnawarman, Sanjaya, Ratu Sima, Airlangga, Ken Arok, Jayabhaya, Kertanegara, Raden
Wijaya, Tribhuwana Tunggadewi, Hayam Wuruk, Gajah Mada, Siliwangi, hingga Dalem
Denpasarr Enggong. Di era sekarang pun, banyak tokoh Hindu yang juga dapat dijadikan
5. Aṣṭa Brata
Aṣṭa Brata adalah ajaran kepemimpinan yang diberikan oleh Śrī Rāma kepada
Gunawan Wibhīṣaṇa sebelum ia memegang tampuk kepemimpinan Alengka Pura pasca
kemenangan Śrī Rāma melawan keangkaramurkaan Rawaṇa. Adapun delapan bagian Aṣṭa
Brata tersebut adalah: Indra Brata, Yama Brata, Sūrya Brata, Candra Brata, Bāyu Brata,
Baruṇa Brata, Agni Brata, dan Kwera atau Pṛthiwī Brata.
6. Nawa Natya
Dalam Lontar Jawa Kuno yang berjudul “Nawa Natya” dijelaskan bahwa seorang
raja dalam memilih pembantu-pembantunya (menterinya). Ada sembilan kriteria yang harus
diperhatikan oleh seorang raja dalam memilih para pembantunya. Sembilan kriteria inilah
yang dikenal sebagai Nawa Natya. Adapun kesembilan kriteria itu adalah: Prajña Nidagda
(bijaksana dan teguh pendiriannya); Wira Sarwa Yudha (pemberani dan pantang menyerah
dalam setiap medan perang); Paramārtha (bersifat mulia dan luhur); Dhirotsaha (tekun dan
ulet dalam setiap pekerjaan); Wragi Wakya (pandai berbicara atau berdiplomasi); Samaupaya
(selalu setia pada janji); Lagawangartha (tidak pamrih pada harta benda); Wruh Ring Sarwa
Bastra (bisa mengatasi segala kerusuhan); dan Wiweka (dapat membedakan mana yang baik
dan yang buruk).
9. Pañca Satya
Selain upaya, sifat dan kriteria sebagaimana yang telah disebutkan di atas, masih ada
satu lagi landasan bagi pemimpin Hindu dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Landasan
ini ada lima yang dikenal sebagai Pañca Satya. Lima Satya ini harus dijadikan sebagai
landasan bagi seorang pemimpin Hindu di manapun dia berada. Kelima landasan itu adalah:
Satya Hṛdaya (jujur terhadap diri sendiri / setia dalam hati); Satya Wacana (jujur dalam
perkataan / setia dalam ucapan); Satya Samaya (setia pada janji); Satya Mitra (setia pada
sahabat); dan Satya Lakṣana (jujur dalam perbuatan).
Kelima ini juga harus dijadikan pedoman dalam hidupnya. Sehingga ia akan menjadi
seorang pemimpin yang hebat, berwibawa, disegani dan sebagainya. Tingkat keberhasilan
dari seorang pemimpin dalam memimpin itu sendiri ditentukan oleh dua faktor, yaitu: faktor
usaha manusia (Manuṣa atau jangkunging manungsa) dan faktor kehendak Tuhan (Daiwa atau
jangkaning Dewa). Sementara tingkat keberhasilannya bisa berupa penurunan (kṣaya), tetap
atau stabil (sthana) dan peningkatan atau kemajuan (wṛddhi) (Kautilya,2004:392-393).
Rubrik Penskoran:
Sikap Spritual Sikap Sosial
a. Indikator sikap spiritual “disiplin”: a. Indikator sikap sosial “percaya diri”
1) Disiplin melaksanakan doa sebelum 1) Tidak mudah terpengaruh
dansesudah kegiatan pembelajaran 2) Tidak takut saat presentasi
2) Disiplin mengucapkan salam agama 3) Mengemukakan ide dengan baik
Hindu setiap memulai pembelajaran. 4) Performancenya meyakinkan
3) Disiplin dalam mengucapkan doa
Dainika Upasana sebelum memulai b. Indikator sikap sosial “tanggung jawab”
belajar. 1) Selalu menyelesaikan tugas yang
4) Disiplin mengucapkan doa memulai diberikan pendidik
sesuatu. 2) Tidak bertele-tele dalam bekerja
3) Tepat waktu dalam mengumpulkan
b. Indikator sikap spiritual “tekun”: tugas
1) Tekun dalam mengucapkan doa 4) Datang tepat waktu ke kelas
sebelum dan selesai pelajaran
2) Tekun mengucapkan salam agama c. Indikator sikap sosial “peduli”
Hindu dalam kehidupan 1) Berpakaian rapi
3) Tekun mengucapkan doa Dainika 2) Menjaga ketertiban dan kebersihan
Upasana sebelum belajar 3) Memberikan kritik yang membangun
4) Tekun mengucapkan doa memulai 4) Rajin berpunia
pekerjaan.
Pemberian Nilai Skor:
a. Nilai 4 = jika peserta didik melakukan 4 (empat) kegiatan tersebut
b. Nilai 3 = jika peserta didik melakukan 3 (tiga) kegiatan tersebut
c. Nilai 2 = jika peserta didik melakukan 2 (dua) kegiatan tersebut
d. Nilai 1 = jika peserta didik melakukan salah satu kegiatan tersebut
PENILAIAN PENGETAHUAN
A. Tes lisan
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Uraian Terbuka 5 Tanya Jawab
I. Soal
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar! (Silahkan dipilih 5 soal)
1. Sebutkan dan jelaskan istilah pemimpin dalam Hindu!
2. Sebutkan dan jelaskan konsep kepemimpinan Tri Upaya Sandhi!
3. Sebutkan dan jelaskan konsep kepemimpinan Pañca Upaya Sandhi!
4. Sebutkan dan jelaskan konsep kepemimpinan Catur Kotamaning Nṛpati!
5. Sebutkan dan jelaskan konsep kepemimpinan Pañca Satya!
B. Tes Tulis
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Pilihan Ganda 37 Penugasan / Penilaian Harian
2. Teka-teki 63 Penugasan / Penilaian Harian
I. Pilihan Ganda
Berilah tanda silang (X) huruf A, B, C atau D pada jawaban yang benar!
1. Kata pemimpin dalam bahasa Sanskerta disebut sebagai नयक yang berarti….
A. kaya raya B. pandai C. agung D. mulia
2. Istilah Datuk atau Dato dalam bahasa Melayu yang digunakan untuk gelar
kebangsawanan atau raja oleh masyarakat Minang atau Kerajaan Malaysia berasal dari
bahasa Sanskerta दतु atau रतु yang artinya….
A. manusia berkuasa B. manusia mulia
C. dewa tertinggi D. dewa sakti
3. Kauṭilya dalam Kitab Arthaśāstra 1.19.34 menyebutkan:
प्रजा सु खे सु खं राज्ञः प्रजानां च हिते हितम् ।
नात्मप्रियं हितं राज्ञः प्रजानां तु प्रियं हितम् ॥
Menurut śloka tersebut yang seharusnya menjadi kebahagiaan dari seorang pemimpin
atau raja adalah kebahagiaan dari....
A. seluruh pendukungnya B. seluruh keluarganya
C. seluruh prajuritnya D. seluruh rakyatnya
4. Dalam Catur Warṇa, pemimpin itu bisa dikategorikan sebagai kṣatriya. Menurut
Bhagawad Gītā IV.13, seseorang menjadi kṣatriya itu tidak didasarkan pada keturunan
tetapi pada….
A. wangsa dan karma B. guṇa dan wangsa
C. guṇa dan karma D. guṇa saja
5. Manawa Dharmaśāstra VII.35 menyebutkan:
स्वे स्वे धर्म निविष्टानां सर्वेषामनु र्वशः ।
वर्णानामश्रमाणां च राजा सृ ष्टो ‘भिरक्षिता
Pertanyaan mendatar
1. kepemimpinan
2. Ciri kepimpinan yang mengakomodir semua kepentingan rakyatnya
3. बयु nama Dewa yang menjadi salah satu bagian Aṣṭabrata
4. Kemampuan yang mendasari menjadi dasar pembagian catur warna
5. Gelar bangsawan Melayu yang berasal dari kata Sanskerta
6. Delapan pembagian pemerintahan Dewa menurut Lontar Bhuwana Kosa yang terdiri atas:
Brahma, Gandharwa, Mahendra, Preta, Prajapati, Yakṣa, Somya, Pisaca.
7. नयकत्वम् istilah kepemimpinan dalam bahasa Sanskerta
8. Sikap tidak peduli akan sesuatu program pemimpin atau acuh terhadap orang lain
9. Salah satu dari Pañca Daśa Pramiteng Prabhu: seorang pemimpin harus selalu lapang dada
dan memiliki rasa toleransi yang tinggi
Pertanyaan mendatar
1. Kepemimpinan 11. Dana 21. Slagahima
2. Demokratis 12. Arga 22. Gopi
3. Bayu 13. Hayamwuruk 23. Yama
4. Guna 14. Iswara 24. Winarya
5. Datuk 15. Adeb 25. Salyatawan
6. Astadewa 16. Mahatma 26. Bhima
7. Nayakatwam 17. Laukika 27. Agit
8. Apatis 18. Wilwatikta 28. Gunatalikrama
9. Dibyacita 19. Mantri 29. Asurya
10. Wicanaksanengnaya 20. Gajahmada 30. Wangsa
Pertanyaan Menurun
1. Kunti 11. Kaparamartan 21. Samiaji
2. Pandu 12. Natanggwan 22. Samaya
3. Inga 13. Amarta 23. Sasrabahu
4. Obama 14. Mulawarman 24. Indrajala
5. Tata 15. Warna 25. Teulelana
6. Sakyasamanta 16. Narad 26. Bala
7. Brawijaya 17. Lagawangarta 27. Arjawa
8. ymra 18. Astabratha 28. Kapat
9. Wibhisana 19. Maespati 29. aragan
10. Abhigamika 20. Ratu 30. aguy
PENILAIAN KETERAMPILAN
A. Proyek
1. Teknik : Proyek Presentasi
2. Bentuk Instrumen : Lembar Praktikum
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Presentasi)
4. Materi : Membuat presentasi tentang Kepemimpinan Hindu
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor Jumlah
No. Nama peserta didik
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Skor
1
2
3
4
5
Keterangan: Skor:
(a) = materi presentasi 10 = jika sempurna
(b) = penguasaan materi 9 = jika sangat baik
(c) = sistematika penyajian 7-8 = jika baik
(d) = kepercayaan diri dalam menyajikan materi 5-6 = cukup
(e) = kemampuan memanfaatkan media presentasi 1-4 = kurang baik
(f) = kemampuan menanggapi pertanyaan
(g) = penggunaan bahasa
SB (Sangat Baik) = 90 - 100 Nilai =
B (Baik) = 70 - 89 Jumlah Skor
×100
C (Cukup) = 50 - 69 70
D (Kurang) = 10 - 49
E (Sangat Kurang = 0 - 9
B. Produk
1. Teknik : Produk
2. Bentuk Instrumen : Lembar Produk
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Produk)
4. Materi : Mendokumentasikan presentasi tentang Kepemimpinan
Hindu yang dibawakan
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor
No. Nama peserta didik Jumlah Skor
(a) (b) (c) (d) (e)
1
2
3
4
5
Keterangan: Skor:
A. Kegiatan Pendahuluan
Guru mengucapkan panganjali dan Mūladhyaya Pūja
Guru mengabsen atau menulis peserta didik yang tidak mengikuti pelajaran,
sekaligus mendata yang nilainya belum memenuhi KKM dan yang sudah
memenuhi/melebihi KKM
Guru mengajak peserta didik mempersiapkan buku yang akan digunakan untuk
belajar
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
B. Kegiatan Inti
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik yang nilainya belum KKM
untuk membaca materi sesuai indikator yang belum terpenuhi.
Bagi peserta didik yang nilainya sudah memenuhi/melebihi KKM, Guru memberikan
pendalaman materi tentang kisah-kisah kepemimpinan Hindu dalam śā stra dan
suśā stra Hindu
Guru memberikan pendalaman materi tentang kisah-kisah kepemimpinan Hindu
dalam śā stra dan suśā stra Hindu dengan metode penemuan terbimbing. Guru
memberikan petunjuk pelaksanaan kegiatan penemuan terbimbing, kemudian peserta
didik mengikuti apa yang telah diinstruksikan guru. Peserta didik melakukan
kegiatan belajar secara secara mandiri dan membuat resume dari apa yang telah
dipelajarinya.
Bagi peserta didik yang nilainya belum KKM, maka guru memberikan tes atau
ulangan sesuai materi yang nilainya belum KKM. Peserta didik diberikan soal secara
tertulis.
Setelah selesai melaksanakan remidial, maka peserta didik bisa mengikuti teman-
temannya melaksanakan pendalaman materi tentang kisah-kisah kepemimpinan
Hindu dalam śā stra dan suśā stra Hindu dengan bimbingan dan arahan Guru.
C. Penutup
Guru memfasilitasi peserta didik membuat butir-butir simpulan
Guru memberi umpan balik peserta didik dalam proses dan hasil pembelajaran
Guru memberitahukan kegiatan belajar yang akan dikerjakan pada pertemuan
berikutnya
Guru menutup pertemuan Pūrṇādhyaya Pūja dan Paramaśāntiḥ
A. Kompetensi Inti
D. Materi Pembelajaran
b. Pertemuan ke-2
Bagian-bagian dan contoh Pañca Yajña
c. Pertemuan ke-3
Praktik upakara Pañca Yajña
1. Pendekatan : Scientific
2. Model : Pembelajaran Berbasis Proyek
3. Metode : Ceramah, Kerja Kelompok, Diskusi, Pemberian Tugas
4. Teknik : Penugasan
1. Media
a. CD Media Pembelajaraan Interaktif: Pañca Yajña
b. Laptop, Infocus dan LCD Proyektor
2. Bahan / Alat
a. Spidol
3. Sumber Belajar
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Guru). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sugita, I. M. (2017). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VII
(Buku Siswa). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Miswanto. (2018). Bhagawad Gìtà dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.
Malang: Giri Sastra.
H. Penilaian
2. Pengetahuan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Lisan Pertanyaan terbuka Saat KBM
2 Tertulis Pilihan ganda, isian, uraian Setelah KBM
3. Keterampilan
No. Teknik Bentuk Instrumen Waktu Pelaksanaan
1 Praktik Lembar praktikum Saat KBM
2 Produk Lembar penilaian produk Setelah KBM
2. Pengayaan
Peserta didik yang mencapai nilai diatas ketuntasan minimum (KKM), diberikan
pengayaan pendalaman materi tentang upakara Pañca Yajña.
PANCA YAJÑA
A. Pendahuluan
Dalam keyakinan Hindu setiap manusia yang lahir kembali pada dasarnya
mengalami punarbhawa atau yang juga disebut sebagai saṁsara. Hakikatnya mereka belum
bisa mencapai kelepasan (mokṣa) dan masih harus menjalani saṁsara atau penderitaan. Untuk
membebaskan diri dari saṁsara tersebut maka manusia harus bisa terlepas dar hutang-hutang
semasa hidupnya. Hutang yang dimaksud adalah tiga hutang dasar manusia yang dikenal
sebagai Tri Ṛṇa.
Dalam Mahābhārata dikisahkan bagaimana Bhīṣma sebelum mencapai
pembebasannya, ia harus membayar hutang terlebih dahulu kepada Ambā yang hadir sebagai
wujud Śikhaṇḍi. Intinya selama manusia masih punya hutang baik di kehidupan yang lampau
maupun yang sekarang, maka dia tidak akan bisa mencapai mokṣa. Manawa Dharmasastra
VI.35 menegaskan:
ऋणानि त्रीण्यपाकृत्य मनो मोक्षे निवे शये त् । अनपाकृत्य मोक्षं तु सोवमनो व्रजत्यधः ॥
ṛṇāni trīṇyapākṛtya mano mokṣe niweśayet | anapākṛtya mokṣaṁ tu sowamano
wrajatyadhaḥ ||
Terjemahan:
Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya kepada Tuhan, para leluhur atau orang
tua dan para ṛṣi, hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk mencapai pembebasan.
Dia yang mengejar kelepasan itu tanpa menyelesaikan tiga macam hutangnya akan
tenggelam ke alam bawah.
Tiga macam hutang atau Tri Ṛṇa yang dibawa manusia sejak lahir tersebut adalah:
1. Dewa Ṛṇa yaitu hutang kepada para Ida Sang Hyang Widhi beserta manifestasi-Nya
karena telah menciptakan alam semesta dan memberikan kita kehidupan.
2. Pitra Ṛṇa yaitu hutang kepada leluhur baik yang sudah meninggal maupun orangtua yang
masih hidup. Kita berhutang kepada leluhur atau orang tua kita karena mereka telah
melahirkan, merawat, mendidik, dan mengasuh kita dari sejak dalam kandungan sampai
menjadi manusia dewasa.
3. Ṛṣi Ṛṇa yaitu hutang kepada para Ṛṣi dan para guru kita yang telah mengajarkan
pengetahuan Weda dan membantu kita mencapai kesucian jiwa.
Karena adanya hutang inilah dalam ajaran agama Hindu diharapkan dapat dibayar
dengan melaksanakan Pañca Yajña. Bagian Pañca Yajña terdiri dari Dewa Yajña, Pitra Yajña,
Rsi Yajña, Manusa yajña dan Bhuta Yajña
B. Pengertian Pañca Yajña
Secara etimologi, kata ‘yajña’ berasal dari akar kata Sansekrta यज् (yaj) yang berarti
‘persembahan, pemujaan, penghormatan, dan korban suci’. Tradisi persembahan kepada
Tuhan dan menyembahnya dalam pengorbanan makanan dan bahan lainnya ini telah menjadi
dasar agama Hindu sejak agama ini ada. Orang-orang Zoroastrian juga mengikuti praktik
serupa yang mereka sebut yasna.
Pengertian yajña adalah kegiatan yang dilakukan dengan penuh keikhlasan untuk
melakukan persembahan kepada Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa yang pada pelaksanaan
di dalamnya mengandung unsur karya (perbuatan), śreya (tulus ikhlas), budhi (kesadaran),
dan bhakti (persembahan). Yajña dapat dilakukan secara lahiriah dalam bentuk ritual untuk
menyenangkan para dewa atau dapat dilakukan secara batin dan mental dalam pikirannya
sendiri. Secara simbolis dan spiritual semua tindakan dilakukan sebagai yajña.
Terkait dengan Dewa Yajña ini, dalam Lontar Agastya Parwa disebutkan:
[ f w y ^ z r n- {t l pW kĽ m ri * qo r $i wo gNi, m k ge l r nÈ m !’ l Ri * qo r.
2. Ṛṣi Yajña
Ṛṣi yajña adalah korban suci yang tulus ikhlas kepada para Ṛṣi. Ṛṣi adalah orang-
orang yang bisa membebaskan umatnya dari samsara dengan pengetahuan jñānanya (ऋषति
ज्ञाने न सं सार पारं ). Dengan Weda dan widyanya para ṛṣi telah menuntun manusia menuju jalan
pencerahan. Karena jasanya ini maka umat Hindu berhutang kepada para ṛṣi yang telah
memberikan pengetahuan suci kepada mereka.
Umat Hindu memberikan yajña terutama pada saat mengundang orang suci yang
dimaksud untuk menghantarkan upacara yajña yang dilaksanakan. Tujuan pelaksanaan ṛṣi
yajña adalah untuk membayar hutang yang kita miliki ke hadapan Sulinggih, para Ṛṣi, atau
para guru (Ṛṣi Ṛṇa). Ṛṣi yajña juga merupakan bentuk rasa terima kasih kita kepada para guru
(Ṛṣi Ṛṇa) atas petunjuk, nasehat, ilmu pengetahuan yang diberikan kepada kita. Dengan ilmu
pengetahuan tersebut kita dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana
yang baik dan mana yang buruk.
Terkait dengan Ṛsi Yajña ini Lontar Agastya Parwa disebutkan:
x 'i y ^ z r n- k p¿ j nÆ= p ! ’i t mW= s= w(h ri k li z nÈ f fi.
Ṛṣi yajña ngaranya kapūjan sang paṇḍita mwang sang wruh ri kalinganing dadi
(Ṛṣi Yajña adalah pemujaan atau penghormatan kepada para paṇḍita atau beliau yang
mengetahui sangkan paraning dumadi)
Sementara itu dalam Lontar Bayi Loka Tattwa disebutkan:
x 'i y ^ z r n- a z tu r ke nPu !- rÈ x 'i zG n, s a [bo j n mW= widi wi dn k [bh
Ṛṣi yajña ngaranya angaturakên puṇya ring ṛṣi ng gana, saha bojana mwang widhi
widhana (Ṛṣi yajña adalah menghaturkan punia kepada para Ṛṣi, beserta bojana
(makanan) dan perlengkapan upacaranya)
3. Pitra Yajña
Pitra yajña adalah korban suci kepada para pitṛ. Kata pitṛ पितृ dapat diartikan sebagai
surga atau alamnya para leluhur. Para leluhur sendiri dalam bahasa Sanskerta disebut पितरस्
pitaras (Monier-William,1899:626). Korban suci untuk leluhur disebut juga sebagai pitara
yajña atau orang lebih mengenalnya sebagai pitra yajña.
Hindu memang mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa ingat dan
menghormati leluhurnya. Hal ini senada dengan bab Śīkṣa Wālli atau Sāmhitī pada Taittirīya
Upaniṣad I.XI.2 sebagai berikut:
दे व पितृ कार्याभयां न प्रमदि तव्यम् । मतृ दे वो भव पितृ दे वो भव । आचार्य दे वो भव । अतिथि
दे वो भव ॥
dewa pitṛ kāryābhayāṁ na pramadi tawyam, matṛ dewo bhawa, pitṛ dewo bhawa, ācārya
dewo bhawa, atithi dewo bhawa
Terjemahan:
Janganlah pernah ingkar terhadap kegiatan pemujaan kepada para Dewa dan para leluhur.
Sebagaimana dikatakan dalam Weda bahwa; Ibu adalah perwujudan Dewa; Ayah adalah
perwujudan Dewa; Guru adalah perwujudan Dewa; Tamu adalah perwujudan Dewa
4. Manusa Yajña
Manuṣa yajña adalah pengorbanan untuk manusia, terutama bagi mereka yang
memerlukan bantuan. Umpamanya ada musibah banjir dan tanah longsor. Banyak pengungsi
yang hidup menderita. Dalam situasi begini, umat Hindu diwajibkan untuk melakukan
Manuṣa yajña dengan cara memberikan sumbangan makanan, pakaian layak pakai, dan
sebagainya. Bila perlu terlibat langsung untuk menjadi relawan yang membantu secara
sukarela. Dengan demikian, memahami manuṣa yajña tidak hanya sebatas melakukan
serentetan prosesi keagamaan, melainkan juga kegiatan kemanusiaan seperti donor darah dan
membantu orang miskin juga termasuk manuṣa yajña.
Namun, manuṣa yajña dalam bentuk ritual keagamaan juga penting untuk
dilaksanakan. Karena sekecil apapun sebuah yajña dilakukan, dampaknya sangat luas dan
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Umpamanya, kalau kita melaksanakan upacara
potong gigi, maka semuanya ikut terlibat dan kena dampak. Untuk upacara manuṣa yajña,
agama Hindu mengajarkan agar dilakukan dari sejak dalam kandungan seorang ibu. Tujuan
pelaksanaan manuṣa yajña adalah untuk membayar leluhur (Pitra Ṛṇa) yang telah membantu
kita disaat membutuhkan pertolongan dan juga untuk penyucian diri.
Terkait dengan manuṣa yajña ini Lontar Agastya Parwa menjelaskan: Manuṣa yajña
adalah memberikan makanan/hidangan kepada masyarakat. Sementara itu dalam Lontar Bayi
Loka Tattwa disebutkan: Manuṣa yajña adalah upacara untuk keselamatan diri manusia mulai
sejak perkawinan, dan seterusnya.
5. Bhuta Yajña
Bhuta yajña adalah korban suci yang tulus ikhlas tanpa pamrih kepada makhluk
bawahan (para bhuta), termasuk para bhuta sekala maupun niskala yang ada di sekitar kita.
Para bhuta ini cenderung menjadi kekuatan yang tidak baik, suka mengganggu. Tujuan
pelaksanaan Bhuta yajña adalah untuk membayar hutang yang kita memiliki kepada para
bhuta seperti alam semesta, makhluk hidup, yang merupakan ciptaan Sanghyang Widhi. Jadi
Bhuta yajña yang kita laksanakan untuk membayar hutang kepada Sang Hyang Widhi (Dewa
Ṛṇa).
Terkait dengan Bhūta yajña ini Lontar Agastya Parwa menjelaskan:
*¿ t y ^ z r n- t wumW=/ k pu j nÈ tu wu a f p mu zW nÑ| !’ wu l nM k fi w li kĽ mE l f $ [f w m1!’ l.
Bhūta yajña ngaranya tawur mwang kapujaning tuwuhan apamungwan kuṇḍawulan maka
Diwali (Bhūta yajña adalah tawur dan pemujaan terhadap sarwa bhuta yaitu lingkungan
Dalam pelaksanaan yajña agar berdasarkan dharma maka harus didasarkan pada: ikṣa,
yaitu tujuan dari upacara tersebut harus diketahui dengan jelas, sehingga arah pelaksanaan
upacara dapat bejalan dengan baik; śakti, artinya dalam melaksankan upacara keagamaan
harus mengukur kemampuan atau kekuatan, baik financial maupun pemahaman terhadap
upacara tersebut; deśa, yaitu tempat dimana upacara dilangsungkan; kala, yaitu waktu
pelaksanaan upacara juga harus mendapatkan perhatian sehingga upacara tersebut memiliki
daya manfaat, sehingga harus dilaksankan dengan efisien, efektif dan bermanfaat; tattwa,
yaitu yang dijadikan dasar pelaksanaan upacara itu harus jelas, karena upacara yang tanpa
dasar sastra tidak akan memberikan pahala yang baik kepada yang melaksanakannya. Jadi
sekecil dan sesederhana apapun upacara itu harus ada dasar śāstra sebagai dasar pijakannya.
Hal ini sebagaimana disebutkan Manawadharmaśāstra VII.10 , yaitu:
कार्यं सो ऽवे क्ष्य शाक्तिं दे श कालौ च तत्त्वतः । कुरुते धर्म सिद्ध्यर्थं विश्व रूपं पु नः पु नः ॥
kāryaṁ so ‘wekṣya śāktiṁ deśa kālau ca tattwataḥ, kurute dharma siddhyarthaṁ wiśwa
rūpaṁ punaḥ punaḥ
Terjemahan:
Setelah mempertimbangkan sepenuhnya maksud, kekuatan dan tempat serta waktu, untuk
mencapai keadilan ia menjadikan dirinya menjadi bermacam wujudnya, untuk mencapai
dharma yang sempurna.
Selanjutnya ikṣa, śakti, deśa, kala, dan tattwa ini pada masyarakat Hindu di Bali
dikenal sebagai desa, kala, dan patra. Deśa artinya disesuaikan dengan daerah/tempat
diselenggarakannya yajña; kala artinya disesuaikan dengan waktu penyelenggaraan yajña;
patra artinya disesuaikan dengan keadaan/kemampuan penyelenggaraan yajña.
E. Syarat-Syarat Pelaksanaan Yajña Satwika
Agar pelaksanaan yajña lebih efisien, maka syarat pelaksanaan yajña perlu mendapat
perhatian, yaitu: Śāstra (harus berdasarkan Weda); Śraddha (harus dengan keyakinan);
Laścarya (keikhlasan menjadi dasar utama yajña); Dakṣiṇa (memberikan dana kepada
pandita); Mantra (puja, dan gita wajib ada pandita atau pinandita); Nāsmita (tidak untuk
pamer); Anna śewanam (pelayanan kepada masyarakat dengan cara mengundang untuk
makan bersama).
F. Kualitas dan Tingkatan Yajña
1. Kualitas Yajña
Ada tiga kualitas yajña, menurut Bhagawadgītā XVII. 11, 12, dan 13, yakni:
a. Sattwika Yajña
c. Tamasika Yajña
Tamasika yajña adalah yajña yang dilaksanakan dengan motivasi agar mendapatkan
untung. Kegiatan ini sering dilakukan sehingga dibuat Panitia yajña dan diajukan proposal
untuk melaksanakan upacara yajña dengan biaya yang sangat tinggi. Akhirnya yajña jadi
berantakan karena Panitia banyak mencari untung. Bahkan setelah yajña dilaksanakan,
masyarakat mempunyai hutang di sana sini. Yajña semacam ini sebaiknya jangan dilakukan
karena sangat tidak mendidik.
2. Tingkatan Yajña
Tingkatan yajña dalam hal ini hanya berhubungan dengan tingkat kemampuan dari
umat yang melaksanakan yajña. Yang terpenting dari yajña adalah kualitasnya. Namun
demikian, Weda mengakomodir perbedaan tingkat sosial masyarakat.
Bagi mereka yang kurang mampu, dipeṛṣilakan memilih yajña yang lebih kecil, yaitu
madyama atau kanista. Tetapi bagi umat yang secara ekonomi mampu, tidak salah untuk
mengambil tingkatan yajña yang lebih besar yang disebut utama.
Adapun tingkatan-tingkatan yang dimaksud, yaitu:
a. Kaniṣṭha, yajña dengan sarana yang sederhana atau minim.
b. Madyama, yajña dengan sarana menengah, tetapi disesuaikan dengan kemampuan Sang
Yajamana; dan
c. Utama, yajña yang dilakukan dengan sarana lengkap, besar, megah, dan cenderung
Rubrik Penskoran:
Sikap Spritual Sikap Sosial
a. Indikator sikap spiritual “disiplin”: a. Indikator sikap sosial “percaya diri”
1) Disiplin melaksanakan doa sebelum 1) Tidak mudah terpengaruh
dansesudah kegiatan pembelajaran 2) Tidak takut saat presentasi
2) Disiplin mengucapkan salam agama 3) Mengemukakan ide dengan baik
Hindu setiap memulai pembelajaran. 4) Performancenya meyakinkan
3) Disiplin dalam mengucapkan doa
Dainika Upasana sebelum memulai b. Indikator sikap sosial “tanggung jawab”
belajar. 1) Selalu menyelesaikan tugas yang
4) Disiplin mengucapkan doa memulai diberikan pendidik
sesuatu. 2) Tidak bertele-tele dalam bekerja
3) Tepat waktu dalam mengumpulkan
b. Indikator sikap spiritual “tekun”: tugas
1) Tekun dalam mengucapkan doa 4) Datang tepat waktu ke kelas
sebelum dan selesai pelajaran
2) Tekun mengucapkan salam agama c. Indikator sikap sosial “peduli”
Hindu dalam kehidupan 1) Berpakaian rapi
3) Tekun mengucapkan doa Dainika 2) Menjaga ketertiban dan kebersihan
Upasana sebelum belajar 3) Memberikan kritik yang membangun
4) Tekun mengucapkan doa memulai 4) Rajin berpunia
pekerjaan.
Pemberian Nilai Skor:
a. Nilai 4 = jika peserta didik melakukan 4 (empat) kegiatan tersebut
b. Nilai 3 = jika peserta didik melakukan 3 (tiga) kegiatan tersebut
c. Nilai 2 = jika peserta didik melakukan 2 (dua) kegiatan tersebut
d. Nilai 1 = jika peserta didik melakukan salah satu kegiatan tersebut
PENILAIAN PENGETAHUAN
A. Tes lisan
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Uraian Terbuka 5 Tanya Jawab
I. Soal
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan pengertian Yajña!
2. Sebutkan bagian-bagian Pañca Yajñā !
3. Sebutkan 3 tingkatan yajñā !
4. Sebutkan 3 kualitas yajñā !
5. Sebutkan 3 contoh manusa yajñā !
B. Tes Tulis
No. Bentuk Instrumen Jumlah Soal Jenis Tagihan
1. Pilihan Ganda 25 Penugasan / Penilaian Harian
2. Uraian 5 Penugasan / Penilaian Harian
I. Pilihan Ganda
Berilah tanda silang (X) huruf A, B, C atau D pada jawaban yang benar!
1. Latar belakang atau dasar seseorang melaksanakan yajña adalah....
A. Dewa Ṛṇa B. Ṛṣi Ṛṇa C. Pitra Ṛṇa D. Tri Ṛṇa
2. Kata Ṛṇa berasal dari bahasa Sanskerta, jika ditulis dalam akṣara Dewanāgarī yaitu....
A. रिन B. रिण C. ऋण D. ऋन
3. Salah satu dasar pelaksanaan yajña adalah karena ṛṇa yang dimiliki oleh manusia. Ṛṇa
dapat diartikan sebagai....
A. kurban B. hutang C. bunga D. suci
II. Uraian
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan pengertian yajña secara etimologi dan terminologi!
2. Perhatikan gambar di bawah ini!
Gambar di atas adalah salah satu jenis pañca yajña. Jelaskan fungsi dan tujuan upacara
di atas dalam ajaran Hindu!
3. Perhatikan gambar di bawah ini!
Gambar di atas adalah salah satu jenis dikṣa bagi para dukun pandita baru di wilayah
Tengger. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang ritual tersebut!
4. Berikan contoh pelaksanaan pañca di rumah dan sekolah!
5. Jelaskan mengenai tingkatan-tingkatan yajña dalam agama Hindu dan bagaimana
implementasinya di masyarakat!
PENILAIAN KETERAMPILAN
A. Praktik
1. Teknik : Membuat Upakara
2. Bentuk Instrumen : Lembar Praktikum
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Praktik)
4. Materi : Membuat Upakara Pejati
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor Jumlah
No. Nama peserta didik
(a) (b) (c) (d) (f) (g) Skor
1
2
3
Keterangan: Skor:
(a) = kebenaran isi pejati 10 = jika sempurna
(b) = cara-cara pembuatan 9 = jika sangat baik
(c) = urutan pembuatan dan penempatan 7-8 = jika baik
(d) = sikap selama pembuatan 5-6 = cukup
(e) = bahan-bahan yang dipakai 1-4 = kurang baik
(f) = kerapian dan keindahan Nilai =
Jumlah Skor
×100
60
B. Produk
1. Teknik : Produk Pejati
2. Bentuk Instrumen : Lembar Produk
3. Aspek Penilaian : Psikomotor (Produk)
4. Materi : Membuat Banten Pejati
5. Pedoman penskoran :
Kriteria dan Skor
No. Nama peserta didik Jumlah Skor
(a) (b) (c) (d) (e)
1
2
3
Keterangan: Skor:
(a) = kesiapan alat 10 = jika sempurna
(b) = proses pembuatan 9 = jika sangat baik
(c) = kebenaran secara filosofis 7-8 = jika baik
(d) = keindahan produk 5-6 = cukup
(e) = kebenaran isi 1-4 = kurang baik
Jumlah Skor
Nilai = ×100
50
Keterangan:
SB (Sangat Baik) = 90-100 B (Baik) = 70-89
C (Cukup) = 50-69 D (Kurang) = 10-49
E (Sangat Kurang = 0-9
A. Kegiatan Pendahuluan
Guru mengucapkan panganjali dan Mūladhyaya Pūja
Guru mengabsen atau menulis peserta didik yang tidak mengikuti pelajaran,
sekaligus mendata yang nilainya belum memenuhi KKM dan yang sudah
memenuhi/melebihi KKM
Guru mengajak peserta didik mempersiapkan buku yang akan digunakan untuk
belajar
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
B. Kegiatan Inti
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik yang nilainya belum KKM
untuk membaca materi sesuai indikator yang belum terpenuhi.
Bagi peserta didik yang nilainya sudah memenuhi/melebihi KKM, Guru memberikan
pendalaman materi tentang upakara Pañca Yajña
Guru memberikan pendalaman materi tentang upakara Pañca Yajña dengan metode
drill. Guru memberikan petunjuk pelaksanaan metode drill, kemudian peserta didik
mengikuti apa yang telah diinstruksikan guru. Peserta didik melakukan kegiatan
belajar secara secara mandiri dan membuat resume dari apa yang telah dipelajarinya.
Bagi peserta didik yang nilainya belum KKM, maka guru memberikan tes atau
ulangan sesuai materi yang nilainya belum KKM. Peserta didik diberikan soal secara
tertulis.
Setelah selesai melaksanakan remidial, maka peserta didik bisa mengikuti teman-
temannya melaksanakan pendalaman materi tentang upakara Pañca Yajña dengan
bimbingan dan arahan Guru.
C. Penutup
Guru memfasilitasi peserta didik membuat butir-butir simpulan
Guru memberi umpan balik peserta didik dalam proses dan hasil pembelajaran
Guru memberitahukan kegiatan belajar yang akan dikerjakan pada pertemuan
berikutnya
Guru menutup pertemuan Pūrṇādhyaya Pūja dan Paramaśāntiḥ
A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan ke-1
Pengertian Veda
Pentingnya belajar Veda
Sifat-sifat dan Fungsi Veda
Pertemuan ke-2
Pengelompokkkan Veda Sruti
Pengelompokkkan Veda Smrti
Pertemuan ke-3
Sapta Rsi penerima Wahyu Veda
Penyusun kitab Suci Catur Veda Samhita
Nilai-nilai yang tekandung dalam Veda
Pertemuan ke-4
Cara Membaca Kitab Suci Veda
Melafalkan sloka Bhagawadgita (Veda Smerti)
1. Ringkasan Materi
Veda adalah kitab suci umat Hindu. Kata "Veda" berasal bahasa Sanskerta "wid
(id()" yang artinya "tahu". Veda berarti pengetahuan. Jika huruf a dalam kata "veda" ditulis
dengan aksara dirghā (panjang) "wedā", maka akan berarti "kata-kata yang diucapkan dengan
aturan-aturan tertentu atau dilagukan". Oleh karena itu di Bali ada istilah meweda bagi para
Bahasa yang digunakan dalam Veda adalah "daivivak" yang berarti bahasa dewa.
Belakangan, sekitar 200 tahun SM Daiwiwak ini dikenal sebagai Bahasa Sanskerta. Namun
menurut perkiraan para ahli, Veda mulai disusun sekitar 2500 – 1500 tahun SM.
2. Evaluasi (Uraian)
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan pengertian Veda etimologi!
2. Jelaskan pengertian Maweda di Bali!
3. Mengapa kita harus belajar Veda!
4. Sebutkan sifat-sifat Veda!
5. Sebutkan fungsi kitab suci Veda!
1. Ringkasan Materi
Setelah Veda diterima dalam bentuk wahyu, kemudian Veda dikodifikasikan oleh
Mahāṛṣi Wyāsa (yang juga penyusun Mahābharata). Beliau dibantu oleh keempat muridnya,
yakni: Pulaha, Jaimini, Sumantu dan Waisampayana
Secara garis besar Veda dibagi atas dua macam yakni: Veda Śruti dan Veda Smṛti.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Mantra Saṁhitā, (terdapat 20.416 mantra) yang dibagi atas 4 kitab mantra saṁhita (catur veda
saṁhitā) yakni: Ṛgveda (10.589 mantra), Yajurveda (1975 mantra), Sāmaveda (1875 mantra) dan
Atharwaveda (5977 mantra)
Śruti Brāhmaṇa
Āraṇyaka
Upaniṣad
Smṛti Vedāngga Śikṣā (ilmu bunyi dalam Veda)
Wyākaraṇa (ilmu tata bahasa dalam Veda)
Chanda (ilmu irama)
Niruktā (etimologi)
Jyotiṣa (astrologi)
Kalpa (ilmu tentang upacara)
Kelompok Veda Śruti merupakan kitab yang hanya memuat wahyu, sedangkan Veda
Smṛti adalah kelompok yang sifat isinya sebagai penjelasan terhadap Veda Śruti. Dengan
demikian, sifat Kitab Smṛti lebih operasional dan mudah dipahami oleh umat Hindu
dimanapun berada.
Veda Śruti dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian antara lain seperti berikut ini.
Mantra
Bagian Mantra meliputi empat himpunan yang disebut Catur Veda Samhita, yaitu:
Reg Veda Samhita, yaitu kumpulan mantra yang memuat ajaran umum dalam bentuk
pujaan.
Sama Veda Samhita, yaitu kumpulan mantra yang memuat ajaran umum dalam
bentuk lagu-lagu pujian.
Yayur Veda Samhita, yaitu kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran-ajaran
umum mengenai pokok-pokok Yayur Veda.
Atharwa Veda Samhita, yaitu merupakan mantra-mantra yang memuat ajaran yang
bersifat magis.
2. Evaluasi (Uraian)
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Sebutkan Bagian dari Catur Veda Samhita!
2. Sebutkan dan jelaskan bagian-bagian dari Upaveda!
3. Sebutkan dan jelaskan bagian-bagian dari Vedangga!!
4. Sebutkan contoh kitab Nibandha!
5. Mengapa Bhagawad Gita disebut sebagai Pancamo Weda? Jelaskan!
1. Ringkasan Materi
Veda merupakan wahyu yang diterima oleh para mahāṛṣi yang disebut sebagai
Saptaṛṣi. Adapun nama-nama Saptaṛṣi tersebut adalah:
Gṛtsamada (terkait dengan turunnya mantra Ṛgveda Maṇḍala II)
Wiśwāmitra (terkait dengan mantra Ṛgveda Maṇḍala III)
Wamadewa (terkait dengan mantra Ṛgveda MaṇḍalaIV)
Atri (terkait dengan mantra Ṛgveda Maṇḍala V)
Bharadwāja (terkait dengan mantra Ṛgveda MaṇḍalaVI)
Wasiṣṭha (terkait dengan mantra Ṛgveda MaṇḍalaVII) dan
Kaṇwa (terkait dengan mantra Ṛgveda Maṇḍala VIII).
Selain itu juga ada Saptaṛṣi lainnya yang terkait denga turunnya wahyu Veda, seperti:
Gosukti, Aswasukti, Pustigu, Bhṛgu, Manu, Waiwastha dan Nipatithi, serta masih banyak lagi
Saptaṛṣi lainnya.
Veda adalah ilmu yang terbuka untuk dikaji dan diuji oleh para ilmuwan. Semua
boleh mempelajari dan meneliti tentang kebenaran Veda dengan tidak memandang dari
golongan apa. Sebagai umat Hindu kita harus menjadi pelopor dalam mempelajari dan
mengamalkan ajaran suci Veda. Jangan sampai di rumah tangga umat Hindu tidak ada satu
pun kitab suci Veda. Walaupun ada Kitab Suci Veda, tetapi hanya disakralkan untuk
diberikan sesajen saja. Kitab Suci Veda seperti menjadi monumen mati karena tidak pernah
dibaca. Cara ini sungguh amat salah.
Veda memberikan solusi dalam rangka mengembangkan ajaran sucinya. Masyarakat
umat Hindu melalui media kesenian telah dengan sangat bijaksana menyampaikan ajaran suci
Veda. Ada beberapa seni budaya yang selalu dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan suci
Veda. Adapun yang dimaksud, antara lain:
Kesenian wayang
Seni utsawa Dharmagita
Seni mewirama dan kekawin
Sinetron bernuansa religiusitas Hindu
Seni pertunjukan arja
Seni pertunjukan topeng
Darmatula dalam paruman di bale banjar
Acara mimbar agama Hindu di radio, televisi dan media cetak, dan sebagainya.
Veda sebagai wahyu Tuhan mengandung nilai-nilai universal yang bisa berlaku di
mana saja, kapan saja, dan terhadap siapa saja. Nilai adalah ukuran tingkah laku yang ideal
harapan masyarakat. Adapun nilai yang terkandung di dalam Veda, antara lain sebagai
berikut.
Pengorbanan, keikhlasan (yajña)
Kebenaran (satya)
Kasih sayang (ahimsa)
Kemurahan hati (daksina)
Sedekah, punia (dana)
Menghindari judi (aksa/nita)
Kemuliaan (suati partham)
Keharmonisan (samjnanam)
2. Evaluasi (Uraian)
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Sebutkan Sapta Rsi Penerima Wahyu Veda!
2. Siapakah Maharsi yang dikaitkan dengan turunnya wahyu pada Rgveda Mandala III?
3. Siapakah Maharsi yang dikaitkan dengan turunnya wahyu pada Rgveda Mandala V?
4. Siapakah Maharsi yang dikaitkan dengan turunnya wahyu pada Rgveda Mandala VII?
5. Sebutkan nilai-nilai yang terkandung dalam Veda!
1. Ringkasan Materi
Pada dasarnya untuk melafalkan Veda kita harus tahu Chanda Veda, lafal atau
pengucapannya, dan Guru Laghu (anudata dan svaritanya). Di Bali biasanya menggunakan
Reng Sruti dengan swara angkus prana.
A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan Ke-1
Pengertian Avatara
Pengertian Dewa
Konsep pengertian Bhaṭara
Pertemuan Ke-2
Bagian-bagian Avatara
Deva-deva dalam Hindu
Bhaṭara yang ada di dalam agama Hindu
Pertemuan Ke-3
Ciri-ciri Avatara
Perbedaan Avatara, Dewa, dan Bhaṭara
Persamaan Avatara, Dewa, dan Bhaṭara
Pertemuan Ke-4
Presentasi tentang Avatara, Dewa, dan Bhaṭara
Menceritakan salah satu kisah Avatara, Dewa, dan Bhaṭara
1. Ringkasan Materi
Secara alamiah, setiap umat manusia mempunyai naluri untuk mengikuti suatu
kepercayaan. Kepercayaan dengan kualitas yang lebih tinggi disebut keyakinan. Jenis
keyakinan ini terbagi menjadi dua, yaitu keyakinan yang menyesatkan dan keyakinan yang
memberikan motivasi atau dorongan untuk mencapai hidup yang lebih baik.
Contoh kepercayaan yang menyesatkan adalah percaya kepada hantu, tenung atau
ramalan, dan sebagainya. Contoh keyakinan yang memberikan motivasi adalah keyakinan
a. Pengertian Avatara
Dalam Kamus Istilah Agama Hindu, Avatara berasal dari kata ava artinya bawah dan
tara/tra artinya menyebrang atau menjelma. Jadi, Avatara berarti Perwujudan Sang Hyang
Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa turun ke dunia untuk menegakkan dharma dari tantangan
adharma dengan perwujudan tertentu untuk menyelamatkan umat manusia dari ancaman
bahaya. Avatara biasanya ditandai dengan turunnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang turun
ke dunia untuk menyelamatkan manusia dengan manifestasi sebagai Deva Visnu turun ke
dunia dengan mengambil wujud tertentu. Dalam kitab Bhagavadgita IV.7 dengan jelas
disebutkan sebagai berikut :
यदा यदा हि धर्मस्य ग्लानिर्भवति भारत । अभ्यु त्थानमधर्मस्य तदात्मानं सृ जाम्यहम् ॥
yadā yadā hi dharmasya glānir bhavati bhārata | abhyutthānam adharmasya
tadātmānaṁ sṛjāmyaham ||
(Sesungguhnya manakala dharma berkurang kekuasaanya dan tirani hendak merajalela,
wahai Ārjuna, saat itu Aku ciptakan diri-Ku sendiri)
b. Pengertian Deva
Kata Deva berasal dari kata Div artinya sinar/bersinar. Deva artinya sinar suci dari
Sang Hyang Widhi, fungsinya untuk menyinari semua makhluk hidup di alam semesta ini
untuk berintegrasi antara satu dengan yang lainnya sehingga bisa berkembang. Kita banyak
mengenal sebutan Deva, seperti Deva Brahma, Deva Visnu, Deva Siva, Deva Isvara, Deva
Maheswara, Deva Rudra, Deva Samkara, Deva Sambhu. Bila kita umpamakan matahari itu
adalah Shang Hyang Widhi, Deva adalah Sinarnya. Dalam perkembangan lebih lanjut Esa
(Sang Hyang idhi), sehingga Deva itu sesungguhnya adalah yang Esa itu sendiri dalam aspek
tertentu.
2. Evaluasi (Uraian)
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan pengertian Deva etimologi!
2. Jelaskan pengertian Bhatara secara etimologi!
3. Jelaskan pengertian Avatara secara etimologi!
4. Apa yang melatarbelakangi turunnya Avatara!
5. Mengapa Hindu mengenal banyak Dewa!
1. Ringkasan Materi
Dalam Viṣṇu Purana dikenal sepuluh perwujudan Sang Hyang Widhi Wasa dalam
menyelamatkan dunia, yaitu: Matsya, Kurma, Varaha, Narasimha, Wamana, Parasurama,
Rama, Kṛṣṇa, Buddha, dan Kalki Avatara.
Untuk lebih memudahkan memahami bagian-bagian dari Avatara di atas, dapat dibaca
melalui tabel berikut ini:
Sang Hyang Widhi Wasa yang turun/bereinkarnasi ke bumi dengan
No. Avatara
mengambil wujud tertentu sebagai berikut:
Ikan yang Maha besar, muncul pada zaman Satya Yuga bertujuan untuk
1 Matsya Avatara
menyelamatkan benih manusia yang terancam punah.
2 Kurma Avatara Kura-kura raksasa, muncul pada zaman Satya Yuga yang bertujuan untuk
2. Evaluasi
a. Pilihan Ganda
Berilah tanda silang (X) huruf A, B, C atau D pada jawaban yang benar!
1. Deva yang menguasai bulan adalah....
A. Maheswara B. Agni C. Candra D. Indra
2. Bhaṭara yang memiliki kekuatan angin adalah....
A. Bayu B. Brahma C. Baruna D. Bagaspati
3. Bhaṭara yang memiliki kekuatan api adalah....
b. Isian
Isilah titik-titik dibawah ini dengan jawaban tepat!
1. Yang merupakan sakti dari Dewa Wisnu adalah….
2. Nama Dewa yang termasuk Dewa Pañca Dewata dan menguasai Arah Timur adalah….
1. Ringkasan Materi
Hubungan Avatara, Deva, dan Bhaṭara dengan Sang Hyang Widhi sangat erat dan
menyatu malah tidak dapat dipisahkan karena:
1. Avatara, Deva, dan Bhaṭara sumbernya dari Sang Hyang Widhi (seperti sinar matahari
bersumber dari matahari).
2. Avatara, Deva, dan Bhaṭara merupakan manifestasi dari Sang Hyang Widhi.
3. Avatara, Deva, dan Bhaṭara sama-sama sebagai pelindung.
4. Avatara, Deva, dan Bhaṭara merupakan kekuatan dari Sang Hyang Widhi.
5. Avatara, Deva, dan Bhaṭara maha kasih dan penyayang.
Selain terdapat persamaan, antara Avatara, Deva, dan Bhaṭara juga terdapat
perbedaan, antara lain:
1. Avatara adalah perwujudan Tuhan yang menjadikan diri-Nya berbagai jenis atau bentuk
menurut kehendak-Nya dan yang selalu dekat serta dikasihi akan kembali pada-Nya.
2. Para Deva memiliki sifat yang lebih rendah karena roh yang sampai pada Deva akan
kembali lagi sebelum bersatu dengan-Nya.
3. Roh leluhur lebih rendah tingkatannya dengan Deva, roh yang suci kedudukannya
setingkat dengan Bhaṭara sehingga lebih dekat dengan kehidupan.
4. Avatara adalah turunnya kekuatan Sang Hyang Widhi ke dunia sebagai Deva Visnu
dengan mengambil suatu bentuk tertentu untuk menyelamatkan dunia beserta isinya dari
kehancuran yang disebabkan oleh sifat-sifat Adharma.
5. Deva berasal dari kata Div yang berarti sinar. Jadi, Deva memiliki arti atau makna sinar
yang menunjukkan sebagai sinar sucinya Tuhan Yang Maha Esa.
6. Bhaṭara berasal dari bahasa Sanskerta dari akar kata Bhatr, yang artinya Pelindung. Jadi
Bhaṭara adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas
kesucian dirinya sehingga mampu menjadi Manawa ke Madawa atau setingkat Bhaṭara
yang dapat melindungi kesejahteraan umat manusia.
2. Evaluasi (Uraian)
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan hubungan antara Dewa, Bhatara, dan Awatara!
2. Jelaskan hubungan antara Dewa, Bhatara, dan Awatara dengan Tuhan!
3. Sebutkan persamaan antara Dewa, Bhatara, dan Awatara!
4. Sebutkan perbedaan antara Dewa, Bhatara, dan Awatara!
5. Perhatikan gambar dewa-dewi di bawah !
1 2 3 4 5 6
Pilihlah 1 dewa dan 1 dewi yang berpasangan, lalu jelaskan tentang Dewa tersebut!
Buatlah presentasi tentang materi tentang Dewa, Bhatara, dan Awatara, diskusikanlah
bersama teman-temanmu, lalu presentasikanlah di depan kelas
A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan Ke-1
Konsep / pengertian karmaphala
Jenis-jenis karmaphala
Pertemuan Ke-2
Dampak karmaphala dalam kehidupan nyata
Akibat karmaphala dalam kehidupan nyata
Pertemuan Ke-3
Contoh karma phala dalam masyarakat
Cerita atau kisah nyata tentang karma phala
Membiasakan diri untuk berbuat subhakarma
Pertemuan Ke-4
Presentasi tentang karmaphala
1. Ringkasan Materi
Karma adalah perbuatan, phala artinya hasil. Jadi, karmaphala artinya hasil
perbuatan. Karmaphala disamakan artinya dengan rta atau hukum alam yang abadi. Hukum
karma ini juga bersifat mutlak, berlaku kepada apa saja, siapa saja, di mana saja, dan kapan
saja. Cara kerja hukum karmaphala ini sangat rahasia, ajaib, dan tak terpikirkan oleh akal
manusia. Bukan itu saja, hukum karma ini adalah hakiki yang tidak terbantahkan.
a. Sancita Karmaphala
Sancita Karmaphala adalah hasil perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang
belum habis pahalanya dinikmati dan masih merupakan sisa yang menentukan kehidupan kita
sekarang. Contoh, di kehidupan yang lalu, mungkin kita korupsi, namun karena sedang
berkuasa atau pintar berkelit, pahalanya belum sempat dinikmati, kelahiran sekaranglah
dinikmati buah/ hasilnya, misalnya, hidup jadi sengsara, atau menjadi perampok sehingga
dihukum penjara.
c. Kriyamana Karmaphala
Kriyamana Karmaphala adalah hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada
waktu kehidupan sekarang, namun dinikmati pada waktu kehidupannya yang akan datang.
Misalnya, dalam kehidupan sekarang korupsi, tapi entah bagaimana kejahatan itu tidak
berhasil dibuktikan karena kelicikannya, lalu meninggal dunia. Dalam kehidupan yang akan
dating pahalanya akan diterima, namun orang tersebut akan lahir jadi orang yang hina.
Sebaliknya, dalam kehidupan sekarang kita berbuat baik, saleh, santun, taat pada keyakinan,
suka menolong, dan sebagainya, namun meninggal dunia dalam kesederhanaan. Dalam
kehidupan yang akan datang, kita akan dilahirkan menjadi orang yang bahagia, atau
dilahirkan di keluarga orang terhormat dan kaya, di mana tak ada penderitaan yang dialami.
2. Evaluasi (Uraian)
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan pengertian Karmaphala!
2. Sebut dan jelaskan jenis-jenis Karmaphala!
3. Apa makna dari ‘hala ginawe hala tinemu, hayu ginawe hayu pinanggih’?
4. Apakah karmaphala bertentangan dengan kodrat Tuhan? Jelaskan!
5. Bagaimana letak keadilan Tuhan pada hukum Karmaphala? Jelaskan
1. Ringkasan Materi
Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam hidup ini akan melekat pada
badan halus (Suksma Sarira). Bekas ini disebut Karma Wasana. Bekas perbuatan baik disebut
Subha Karma Wesana yang dapat mengantarkan roh masuk surga dan bila lahir kembali
disebut Surga Cyuta. Surga Cyuta adalah kelahiran dari surga yang hidupnya penuh dengan
kebahagiaan. Sebaliknya bekas perbuatan buruk disebut Asubha Karma Wesana. Bila
seseorang meninggal, Asubha Karma Wesana menghantarkan rohnya menuju Neraka, jika
lahir kembali disebut Neraka Cyuta. Dapat dinyatakan bahwa bahagia atau menderitanya
seseorang pada saat mengalami Reinkarnasi (Punarbhawa) sangat ditentukan oleh Karma
Wesana orang tersebut.
Kutipan Kitab Slokantara menyebutkan:
Ciri-ciri dari manusia yang lahir dari alam surga loka adalah, bagi yang wanita akan terlahir
cantik, bagi yang laki akan terlahir tampan. Bukan itu saja, ciri lainnya adalah cerdas,
pemberani, berwibawa, baik hati, bijaksana, dermawan, sehat lahir batin,
tenang, suka belajar, lemah lembut, berbudi pekerti luhur, tidak iri hati, tidak dengki, tidak
sombong, dan menyabar.
2. Evaluasi (Uraian)
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan pengertian dari Swarga Cyuta!
2. Jelaskan pengertian dari Naraka Cyuta!
3. Bagaimana ciri-ciri dari kelahiran Swarga Cyuta?
4. Bagaimana ciri-ciri dari kelahiran Naraka Cyuta?
1. Ringkasan Materi
Dalam salah satu Purana, ada dikisahkan seekor burung bangau yang jahat mengaku
dirinya sudah menjadi pendeta. Sambil menangis dia menipu ikan dan udang dengan
mengatakan bahwa telaga itu akan kering. Satu-persatu ikan dipindahkan ke tempat lain,
padahal ikan tersebut dimakannya dengan lahap hingga tersisa seekor kepiting di telaga itu.
Bangau mengatakan hal yang sama kepada kepiting. Singkat cerita kepiting bersedia di
pindahkan namun di tengah perjalanan kepiting melihat duri-duri ikan bertebaran di atas
tanah. Melihat hal tersebut kepiting sadar bahwa bangau juga berniat untuk memakannya.
Akhirnya si bangau jahat ini kena hukum karma, ia mati dijepit lehernya oleh si kepiting. Si
bangau pun mati karena kejahatannya, pesan dari cerita ini adalah agar kita menghindari
perbuatan jahat dan memperbanyak kebaikan. Selain itu kita juga harus membantu orang yang
memerlukan dengan tidak mengharapkan balasan. Untuk membuktikan kebenaran
karmaphala, salah satu cara yang dapat dikaji adalah pelaku koruptor atau pencuri uang
rakyat yang sering ditayangkan di televisi maupun media masa. Akibat dari kejahatan korupsi
ini sungguh luar biasa, karena korupsi merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Para koruptor yang sudah kaya raya, masih saja tega mencuri uang rakyat.
Uang rakyat yang seharusnya dipakai untuk mengentaskan kemiskinan, membangun
fasilitas sekolah, memperbaiki infrastruktur, meningkatkan kualitas sumber daya para
pengemis di pinggir jalan, dimakan secara serakah oleh para koruptor. Andaikan saja uang
rakyat tidak dicuri, maka kita sudah tidak pernah lagi melihat orang miskin di pinggir jalan
sebagai pengemis atau pengamen untuk bisa bertahan hidup. Hukum karmaphala dalam
konteks ini mutlak berlaku. Satu per satu para koruptor pencuri uang rakyat dihadapkan ke
Pengadilan Tipikor oleh KPK. Mereka dijatuhi hukuman dengan dimasukkan ke dalam
penjara dan denda ratusan juta rupiah. Apabila dikaji dari sisi keadilan masyarakat, hukuman
itu nampak ringan, terlebih lagi bila dibandingkan dengan uang rakyat yang dicuri mencapai
puluhan milyar. Para koruptor yang sudah di penjara ini memberikan bukti bahwa hukum
karmaphala itu berlaku.
Saat ini para koruptor di Indonesia boleh bernafas lega karena hukumannya ringan
dan dendanya sedikit. Akan tetapi, kelak setelah mati rohnya akan masuk ke neraka loka.
Menurut keyakinan umat Hindu, kelak ia bisa lahir kembali menjadi pohon mangga. Pohon
mangga hanya bisa memberikan buahnya saja tanpa bisa melawan ketika buahnya diambil.
Menurut keyakinan hokum karmaphala, roh pohon mangga itu membayar hutang karena
ganjaran penjara dan dendanya sedikit.
Hukum karma akan memberikan pahala dua kali lipat bagi mereka yang menanam
kebaikan. Apabila kita tulus meringankan beban makhluk lain, sesungguhnya kita melakukan
dua kali hal yang sama untuk diri kita sendiri. Itulah esensi dari hukum karma.
2. Evaluasi
a. Pilihan Ganda
Berilah tanda silang (X) huruf A, B, C atau D pada jawaban yang benar!
1. Perhatikan pernyataan di bawah ini!
(1) Setiap orang akan membawa karmawasananya di dunia
(2) Subhakarma adakah berpahala buruk bagi manusia
(3) Orang yang baik cenderung lahir dari swargacyuta
(4) Asubhakarma adalah adalah perbuatan yang buruk
Pernyataan di atas yang benar terkait konsep karma ditunjukkan pada nomor....
A. 2 dan 4 B. 1 dan 4 C. 2 dan 3 D. 1 dan 3
b. Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan pengertian karmaphala!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan karmawasana!
3. Santi adalah anak yang cantik. Banyak cowok yang tergila-gila kepadanya. Namun
suatu hari dia menjadi korban pelecehan seksual oleh beberapa orang yang tergila-gila
kepadanya hingga menyebabkannya trauma. Jika dikaji dari ajaran karmaphala dalam
Hindu, kelahiran seperti apakah yang ada pada Santi? Jelaskan pendapat anda!
4. Andi terlahir dengan wajah yang seram. Dia dikenal sebagai anak yang nakal di
sekolahnya. Andi sering kali meninggalkan jam pelajaran dan bolos sekolah. Sudah dua
kali dia tidak naik kelas. Pekerjaan orang tua Andi adalah serabutan dan keluarga
mereka tidak harmonis. Jika dikaji dari ajaran karmaphala dalam Hindu, kelahiran
seperti apakah yang ada pada Andi? Jelaskan argumentasi anda!
5. Deva terlahir dengan wajah yang tampan. Dia juga dikenal sebagai anak yang cerdas di
sekolahnya. Deva tidak pernah absen dari peringkat 3 besar di kelasnya. Orang tua Deva
adalah pengusaha kaya raya dan sangat dermawan. Tak jarang dia berpunia untuk
pembangunan pura dan untuk kepentingan sosial lainnya. Jika dikaji dari ajaran
karmaphala dalam Hindu, kelahiran seperti apakah yang ada pada Deva? Jelaskan
argumentasi anda yang relevan dengan hal tersebut!
A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan ke-1
Konsep pengertian Ṣad Ātatāyi
Bagian-bagian Ṣad Ātatāyi
Penjelasan konsep masing-masing bagian Ṣad Ātatāyi
Pertemuan ke-2
Contoh perilaku Ṣad Ātatāyi
Dampak negatif perilaku Ṣad Ātatāyi
Cara menghindari pengaruh Ṣad Ātatāyi
Pertemuan ke-3
Presentasi materi Ṣad Ātatāyi dari peserta didik
1. Ringkasan Materi
Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan cinta dan kasih sayang Tuhan.
Kelahiran manusia di dunia ini juga berasal dari cinta dan kasih sayang kedua orang tua. Cinta
dan kasih sayang ini mesti dimiliki oleh setiap manusia mengingat ia ada karena cinta dan
kasih sayang tersebut. Cinta dan kasih sayang ini juga menjadi esensi dari kemanusiaan.
Artinya jika manusia tidak mampu mengembangkan cinta dan kemanusiaan ini dalam dirinya
maka sesungguhnya dia telah kehilangan hakekatnya sebagai manusia.
Cinta dan kasih sayang dalam diri manusia akan membuat manusia menjadi welas asih
dan jauh dari kebencian yang berujung pada anarkhisme. Sayangnya, anarkhisme atau
kekerasan akhir-akhir ini menjadi hal yang biasa dilakukan oleh manusia. Banyak kasus-kasus
kekerasan baik secara fisik maupun mental yang dilakukan dan dialami oleh manusia.
Kekerasan yang berujung pembunuhan pun menjadi sesuatu biasa terjadi di zaman sekarang.
Secara harfiah kata ṣad ātatāyi (षदाततायि) berasal dari bahasa Sanskerta. Kata ini
dibentuk dari dua yaitu ‘ṣaṭ (षट् )’ yang artinya ‘enam’ dan ‘ātatāyin (आततायिन्)’ yang artinya
‘berusaha membunuh seseorang, seorang pembunuh, (dalam teks Manusmṛti dan
Mahābhārata, sering diartikan sebagai pembakar, pemerkosa, pencuri)” (Monier-
William,1899:134). Dalam Wilson Sanskrit-English Dictionary (1832) disebutkan kata
ātatāyi ini berasal dari kata ‘ātatāyitā (आततायिता)’ yang artinya ‘mencuri, menganiaya,
membunuh, menghancurkan’.
Secara terminologi ṣad ātatāyi dapat diartikan sebagai enam macam upaya
pembunuhan yang dilarang dalam Hindu. Keenam upaya pembunuhan ini merupakan perilaku
anarkhis yang dilakukan baik itu secara fisik maupun mental. Biasanya alasan seseorang
melakukan tindakan anarkhis semacam ini karena motif dendam, marah, iri, dan sebagainya.
Karena tidak dimanage dengan baik maka motif tersebut bisa menghasilkan perilaku anarkhis
yang dilakukan terhadap orang lain.
Dalam beberapa dekade ini perilaku anarkhis ini suatu trend yang sulit untuk
dihindari. Beberapa pakar ilmu-ilmu sosial menyebutkan bahwa kasus-kasus anarkhisme
tersebut terjadi karena krisis global yang melanda berbagai bidang kehidupan sosial termasuk
di dalamnya krisis dalam dimensi intelektual, moral dan spiritual. Ironisnya anarkhisme ini
telah “melembaga” dan terkondisikan ke dalam suatu bentuk tradisi budaya masyarakat pada
masa sekarang yang notabene merupakan masa pasca abad pencerahan (Capra, 2000:3,38).
Hindu sangat melarang keras terjadinya tindakan anarkhis yang hanya semata-mata
karena emosional belaka sebagaimana yang sering terjadi belakangan ini. Untuk itu umat
Hindu dianjurkan untuk selalu bertindak secara arif dan bijak dengan mengedepankan dasar
hukum universal yaitu cinta kasih dan kemanusiaan (Miswanto,2004:7-9). Oleh karenanya
maka tidak ada pilihan lain yang harus dilakukan selain menghindari ṣad ātatāyi ini.
Hindu sangat melarang keras terjadinya tindakan anarkhis yang hanya semata-mata
karena emosional belaka sebagaimana yang sering terjadi belakangan ini. Untuk itu umat
Hindu dianjurkan untuk selalu bertindak secara arif dan bijak dengan mengedepankan dasar
hukum universal yaitu cinta kasih dan kemanusiaan (Miswanto,2004:7-9). Oleh karenanya
maka tidak ada pilihan lain yang harus dilakukan selain menghindari ṣad ātatāyi ini.
Adapun bagian-bagian dari ṣad ātatāyi antara lain: agnida, wiṣada, atharwa,
ṣastraghna, dratikrama, dan raja piśuna. Berikut penjelasannya.
a. Agnida
Agnida (अग्निद) adalah kata Sanskerta artinya ‘pemberi api’. Kata dasarnya adalah
agni (अग्नि) yang berarti ‘api, atau Agni’ (Monier-William,1899:5). Agnida adalah upaya
membunuh atau melakukan kekerasan terhadap seseorang dengan cara memberi api atau
membakarnya. Upaya membakar tersebut dilakukan dengan cara membakar langsung
c. Atharva
Atharwa (अथर्व) adalah kata Sanskerta arti sebenarnya adalah ‘salah satu nama dari
Catur Weda Saṁhita, pendeta yang menyelesaikan segala sesuatu dengan api, orang yang
biasa dimintai bantuan untuk menyembuhkan penyakit atau membebaskan diri dari bencana’
(Monier-William,1899:17). Awalnya seorang atharwa hanya dimintai bantuan untuk
membebaskan seseorang dari penyakit namun lama kelamaan banyak orang yang juga
meminta bantuan untuk menyakiti orang lain. Dalam ṣad ātatāyi ini, atharwa diartkan sebagai
upaya membunuh atau
menyakiti orang lain dengan
menggunakan ilmu hitam
(black magic) atau ilmu sihir.
Ilmu hitam atau ilmu
sihir ini dikenal oleh
masyarakat dari berbagai
belahan bumi. Di Jawa
dikenal beberapa istilah ilmu
hitam misalnya santet, susuk,
pelet, gendam, tumbal,
pesugihan, tenung dan lain-
lain. Di Sunda dikenal
dengan istilah teluh. Di Aceh
dikenal dengan istilah balum
beude, beuno, burong tujoh,
sane, dan geunteut. Bagi suku Anak Dalam di Sumatra, mereka mengenal istilah santet
sebagai buhul cacing abing. Di Jambi dikenal dengan stilah pancung mata. Di Bali dikenal
dengan istilah leak, cetik, dan rangda. Di kalangan suku Minahasa disebut sebagai pandoti
atau tapenawoy. Di kalangan suku Dayak Kalimantan dikenal dengan istilah kuyang, amot,
pelesit matimang. Di kalangan masyarakat Bulukumba, Sulawesi Selatan, dikenal dengan
istilah kajang amma toa. Di Maluku dikenal ada perahu doti. Di Papua dikenal dengan istilah
suanggi. Di seluruh dunia pun juga dikenal beberapa istilah yang identik atau terkait dengan
santet, misalnya: nuestra señora de la santa muerte (Meksiko); ku (China); saiyasat dan
kuman thong (Thailand); amulets (Laos); kulam (Filipina); macumba (Brazil); sihr (Arab);
heka (Mesir); kabbalah (Yahudi); mayong (India); dan masih banyak lagi yang lain.
Atharwa ini biasanya dilakukan karena motif dendam atau iri. Biasanya pelaku
meminta bantuan orang ‘pintar’ (dukun) untuk membalaskan sakit hatinya. Lalu dengan
bantuan dukun tersebut ia melancarkan serangkan-serangan secara supranatural. Korban bisa
dibuat gila, sakit, hingga meninggal dunia. Cara-cara semacam ini tentu sangat dilarang dalam
semua ajaran agama.
d. Ṣastraghna
Ṣastraghna (षस्त्रघ्न) adalah kata Sanskerta yang dibentuk dari dua kata yaitu ‘ṣastra
(zñ)’ yang berarti ‘pedang, pisau, belati, senjata apapun’ dan ‘ghna ( घ्न)’ yang berarti
‘membunuh, menghancurkan’ (Monier-William,1899:379,1060). Ṣastraghna (षस्त्रघ्न) dapat
diterjemahkan membunuh dengan menggunakan senjata apapun, artinya apapun yang
e. Dratikrama
Kata ‘dratikrama’ sebenarnya berasal dari kata Sanskerta daratikāma (दरतिकाम), karena
ada perubahan bunyi dan diadaptasikan kedalam bahasa Jawa Kuna kemudian menjadi
dratikrama. Kata ini merupakan gabungan dari kata ‘darati (दरति)’ yang artinya ‘membelah,
melanggar, merusak’ dan kata ‘kāma (काम)’ yang artinya ‘nafsu, cinta, seks, kesenangan’
(Monier-William,1899:252,470). Jika digabung kata daratikāma bisa diterjemahkan
‘melanggar cinta, merusak dengan nafsu seks’.
Secara terminologi dratikrama adalah membunuh dengan cara melakuk an perbuatan
memperkosa, biasanya kaum perempuan.
Pe rbuatan ini bisa menghancurkan
masa depan si korban. Orang yang
menjadi korban dratikrama bisa
mengalami trauma yang tidak akan
pernah terlupakan seumur hidupnya.
Dratikrama ini juga bisa merusak
tatanan nilai yang hidup di
masyarakat. Agama sangat melarang
perbuatan keji semacam ini.
Dalam kisah Mahābharata
diceritakan bagaimana Duryodhana
berusaha melecehkan wanita dari
bangsa pemburu saat ia sedang
berburu ke hutan. Di tengah hutan saat
ia mabuk ia berusaha menodai wanita dari
kelas rendahan. Namun ia bisa ditangkap dan diringkus oleh keluarga dari bangsa pemburu
tersebut. Dan saat dia diadilli dan akan dihukum mati oleh bangsa pemburu tersebut,
beruntung Bhīma dan Arjuna menyelamatkannya atas perintah Yudiṣṭhira.
Menurut ajaran Hindu dratikrama ini sama halnya dengan perbuatan paradārā
(memperkosa wanita) dan ini menyebabkan umurnya pendek. Hal ini sebagaimana disebutkan
f. Raja Pisuna
Raja Piśuna adalah bahasa Jawa Kuna yang artinya memfitnah. Kata ini merupakan
gabungan dari 2 kata yakni raja dan piśuna. Kata ‘raja ( रज)’ berarti ‘pimpinan, emosional’.
Sementara kata ‘piśuna (पिशु न)’ berarti ‘fitnah’ (Monier-William,1899:624). Raja piśuna
artinya fitnah keji yang digunakan untuk membunuh karakter seseorang.
Fitnah atau raja piśuna adalah perkataan yang tidak memiliki
nilai-nilai kebenaran, kemudian disebarluaskan sebagai berita
untuk menjerumuskan seseorang hingga menderita. Sarana
komunikasi massa kini bisa menjadi sarana untuk fitnah
yang lebih luas. Media sosial yang ada seperti
twitter, facebook, whatsapp, telegram,
dan sejenisnya bisa menjadi mesin
ampuh untuk melakukan fitnah. Dalam sekejap
fitnah itu bisa menyebar bagai berita nasional.
Begitu menakutkannya fitnah ini, hingga
ada pepatah lama yang yang mengatakan
a slader is more dangerous than
murder atau kalau diindonesiakan
menjadi “fitnah lebih kejam dari pembunuhan” (Tim Jogja Bangkit,2014:195).
Mereka yang melakukan fitnah bisa membunuh karakter korban. Si korban akan
terganggu emosionalnya hingga bisa menyebabkannya meninggal dunia. Orang yang
melakukan hal ini maka kelak setelah mati, rohnya akan terlempar ke Neraka Niraya yaitu
neraka yang sangat panas menyiksa. Kelak setelah lahir kembali ke dunia, maka kelahirannya
akan menjadi binatang anjing. Kalaupun masih mempunyai sisa karma baik dan dapat
kembali terlahir menjadi manusia, maka sepanjang hidupnya akan selalu mendapat hinaan.
Bukan itu saja, sepanjang hidupnya akan selalu dalam keadaan s usah dan menderita.
Suśāstra Hindu sangat melarang tindakan ini. Dalam Sarasamuścaya 75 disebutkan:
असत्प्रलापं पारुस्यं पै चुन्यमनृ तं तथा । वत्वारि वाचा राजे न्द्र नजल्पे न्नानु चिन्तये त् ॥
asatpralāpam pārusyam paicunyamanṛtaṁ tathā | watwāri wācā rājendra
najalpennānucintayet ||
Terjemahan:
Perkataan jahat, perkataan kasar menghardik, perkataan memfitnah, perkataan; itulah
keempatnya harus disingkirkan dari perkataan, jangan dipikiran akan diucapkan.
2. Evaluasi
a. Pilihan Ganda
Berilah tanda silang (X) huruf A, B, C atau D pada jawaban yang benar!
1. Ṣad ātatāyi adalah tujuh macam upaya pembunuhan yang kejam. Kata ātatāyi dalam
‘ṣad ātatāyi’ berasal dari kata Sanskerta....
A. अततायिन् B. अततयिन् C. आततायिन् D. आततायिन
18. Liputan6.com, Jakarta, Aksi brutal yang diduga dilakukan pendukung Persebaya, Bonek
terekam video. Mereka diduga mengamuk dan mengacak-acak pusat perbelanjaan
Maspion Square di Surabaya, Jawa Timur. (Muhamad Ali, 28 Januari 2018, 12.51 WIB)
Kejadian di atas merupakan contoh dari perilaku....
A. atharwa B. wisada C. sastraghna D. dratikrama
19. Kelompok Sarachen yang telah diringkus oleh Tim Cyber Mabes Polri ternyata sering
menyebarkan berita hoax yang dipesan oleh oknum tertentu untuk menjatuhkan
seseorang. Perbuatan yang dilakukan oleh jaringan Sarachen ini termasuk....
b. Menjodohkan
Gambar berikut adalah salah satu ilustrasi tindakan Atharwa. Banyak sekali istilah-istilah
atharwa yang dikenal masyarakat lokal maupun dunia. Di bawah ada beberapa kotak di
sebelah kiri yang isinya adalah istilah-istilah atharwa dan kotak di sebelah kanan yang isinya
nama-nama wilayah. Silahkan beri garis penghubung antara kotak yang sebelah kiri dengan
kotak yang sebelah kanan terkait dengan asal-muasal istilah tersebut!
1. Suanggi a. Aceh
4. Santet d. Papua
9. Kuyang i. Maluku
1. Ringkasan Materi
Ṣad ātatāyi adalah perilaku kejam yang melanggar norma hukum baik hukum agama
Menurut hukum agama Hindu perbuatan membunuh termasuk himsakarma dan Weda
melarangnya. Manawa Dharmaśāstra VIII.381 menyebutkan:
न जातु ब्राह्मणं हन्यात्सर्वष्वपि स्थितम् । राष्ट् रादे नं बहिः कुर्यत्समग्रधनमक्षतम् ॥
na jātu brāhmaṇaṁ hanyātsarwaṣwapi sthitam | rāṣṭrādenaṁ bahiḥ kuryat
samagradhanam akṣatam ||
Terjemahan:
Hendaknya seseorang tidak membunuh apalagi seorang brahmana, kendatipun ia
melakukan kemungkinan macam-macam perbuatan jahat. Ia harus dihukum dibuang
untuk yang bersalah semacam ini dengan badan terluka dan membiarkan semua hartanya
(Pudja Sudharta,2002:515).
Selanjutnya dalam Sarasamuścaya 76 disebutkan:
प्राणतिपातं स्तै न्यम्च परदारानथापि वा । त्रीनि पापानि काये न सर्वतः परिवर्जवे त् ॥
prāṇatipātam stainyam ca paradārānathāpi wā | trīni pāpāni kāyena sarwatah
pariwarjawet ||
Terjemahan:
Membunuh, mencuri, berbuat zina; ketiganya perbuatan dosa itu jangan hendaknya
dilakukan terhadap siapapun.
Merujuk pada suśāstra Hindu tersebut, jelas sekali bahwa membunuh adalah perbuatan
yang berakibat dosa. Dan untuk itu si pendosanya akan mendapat penderitaan baik di duni
maupun di neraka nantinya. Bahkan setelah lahir kembali pun ia akan sulit terlahir menjadi
manusia, kalaupun terlahir kembali menjadi manusia kelahirannya akan menjadi orang yang
hina dan umurnya tidak panjang.
Ada banyak alasan orang mau atau berani melakukan kejahatan pembunuhan. Tetapi
secara umum teridentifikasi penyebab pembunuhan itu karena menyimpan dendam, cemburu
baik karena cinta ataupun yang lainnya, motivasi harta atau uang terutama dalam kasus
perampokan, motivasi politik, menderita kelainan jiwa dan membela diri. Untuk alasan yang
terakhir karena membela diri dan tidak sengaja ini maka hukumannya tidak seberat yang lain.
Agar terhindar dari segala macam akibat buruk karena melakukan himsakarma, maka
setiap orang harus menghindari perbuatan ṣad ātatāyi ini. Ada beberapa hal yang bisa
dilakukan umat Hindu agar terhindar dari perilaku ṣad ātatāyi ini, antara lain (Sugita,2016:65-
67):
1. Senantiasa mendekatkan diri dengan Sang Hyang Widhi, para dewa, dan leluhur melalui
berbagai upacara keagamaan. Puja Tri Sandhya setiap hari jangan diabaikan karena akan
dapat menghapuskan kegalauan hati akibat banyaknya masalah dalam kehidupan.
Mencurahkan keresahan hati di dalam doa sambil melantunkan lagu-lagu pujian secara
hikmat dan khusuk. Semua ini akan dapat mengurangi rasa dendam, putus asa, dan
2. Evaluasi (Uraian)
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan dampak negatif yang bisa terjadi pada korban perilaku Ṣad Ātatāyi!
2. Jelaskan dampak negatif yang bisa terjadi pada pelaku Ṣad Ātatāyi!
3. Bagaimana cara menghindarkan diri agar tidak menjadi korban Ṣad Ātatāyi?
4. Bagaimana cara menghindarkan diri agar tidak menjadi pelaku Ṣad Ātatāyi?
Buatlah presentasi tentang materi tentang Ṣad ātatāyi, diskusikanlah bersama teman-temanmu,
lalu presentasikanlah di depan kelas!
A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan ke-1
Konsep pengertian Kepemimpinan Hindu
Landasan Śāstra Kepemimpinan Hindu
Pertemuan ke-2
Tipologi Kepemimpinan Hindu
Penjelasan Jenis-jenis Kepemimpinan Hindu
Pertemuan ke-3
Presentasi Contoh Kepemimpinan dalam Hindu
1. Ringkasan Materi
Pemimpin adalah unsur penting dalam sebuah komunitas, perkumpulan, organisasi,
masyarakat dan lain-lain. Selalu ada satu orang yang dituakan untuk memimpin suatu
komunitas. Bahkan dalam komunitas hewan sekali pun yang tidak memiliki undang-undang
tertulis, selalu ada seekor di antaranya yang tampil sebagai pemimpin. Bedanya, kalau
pemimpin dalam komunitas manusia, prosesnya dilalui dengan musyawarah atau pemilihan,
meski terkadang prosesnya pun tidak manusiawi. Sementara, dalam komunitas binatang,
pemimpin itu muncul setelah melalui proses adu fisik. Kelompok binatang yang lemah jangan
pernah berharap bisa jadi pemimpin. Itulah hukum rimba yang menang berkuasa yang kalah
diperdaya. Dan di alam binatang tidak mengenal lobi-lobi politik apalagi toleransi.
Pemimpin dan komunitas yang dipimpin sebenarnya memiliki hubungan yang tak
dapat dipisahkan. Analoginya seperti singa sebagai pemimpin dan komunitas hutan sebagai
Singa dan hutan adalah dua unsur yang saling membutuhkan. Singa bisa menjaga
hutan dari manusia yang ingin mengeksploitasi kayu atau pohon yang ada di hutan. Begitu
juga dengan hutan yang menjadi tempat persembunyian singa bagi para pemburu yang ingin
menangkap singa. Jika hutan dirusak dan menjadi gundul maka tidak ada lagi tempat
persembunyian bagi singa si raja hutan. Saat para pemburu mengejarnya, maka singa pun
akan dapat dengan mudah di tangkap. Kalau pun dia keluar dari hutan dan masuk
perkampungan penduduk maka para warga pasti akan menangkapnya.
Seperti halnya antara raja dan negara. Negara ada bukan untuk raja, tetapi raja ada
untuk negara. Selain itu negara ada sebelum raja ada. Oleh karena itu raja harus bisa
melindungi negara dan rakyatnya. Jika tidak maka rakyatnya tidak akan simpatik kepadanya.
Mereka bisa saja melakukan pemberontakan kepadanya. Seperti peribahasa Indonesia yang
menyebutkan, “Raja benar raja dijulang, raja lalim raja disolang; raja adil raja disembah, raja
tak adil raja disanggah”. Selain itu jika seorang raja tidak bisa menjaga negaranya dengan
baik, lalu negara yang telah menjadi tumpuan hidupnya itu hancur, maka tak akan ada lagi
wilayah yang bisa ditempatinya. Untuk itulah dibutuhkan pemimpin yang memiliki
kemampuan kepemimpinan yang baik sehingga mampu membawa orang yang dipimpinnya
mencapai kesejahteraan baik lahir maupun batin.
Istilah pemimpin berasal dari kata dasar ‘pimpin’ yang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) diartikan sebagai ‘bimbing atau tuntun’. Kata kerja dari kata dasar ini, yaitu
‘memimpin’ yang berarti ‘membimbing atau menuntun’. Dari kata dasar ini pula lahirlah
istilah ‘pemimpin’ yang berarti ‘orang yang memimpin’ (Tim Penyusun,2005:874). Kata
pemimpin mempunyai padanan kata dalam Bahasa Inggris ‘leader’.
Sementara itu kata ‘pemimpin’ mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kata
‘kepemimpinan’. Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki dari seorang pemimpin.
Dengan kata lain, kepemimpinan juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memimbing
dan menuntun seseorang. Jika tadi kata pemimpin mempunyai padanan kata dalam Bahasa
Inggris ‘leader’, maka kepemimpinan juga mempunyai padanan kata dalam Bahasa Inggris
yaitu leadership. Kata ini berasal dari kata dasar ‘lead’ yang dalam Oxford Leaner’s Pocket
Dictionary (Manser, et all.,1995:236) diartikan sebagai ‘show the way, especially by going in
front’. Sementara itu kata ‘leadership’ diartikannya sebagai ‘qualities of a leader’.
Secara umum, kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan untuk mengkoordinir
dan mengerahkan orang-orang serta golongan-golongan untuk tujuan yang diinginkan (Tim
Penyusun,2004:78). Menurut William H.Newman (1968) kepemimpinan adalah kegiatan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik
perorangan maupun kelompok. Bahasan mengenai pemimpin dan kepemimpinan pada
Dalam agama Hindu, banyak ditemukan istilah yang menunjuk pada pengertian
pemimpin. Ajaran atau konsep kepemimpinan (leadership) dalam Hindu dikenal dengan
istilah अधिपत्यं (adhipatyam) atau नयकत्वं (nayakatvam). Kata ‘adhipatyam’ berasal dari kata
‘adhipati’ yang berarti ‘raja tertinggi’ (Wojowasito,1977:5). Sedangkan ‘nayakatvam’ dari
kata ‘nayaka’ yang berarti ‘pemimpin, terutama, tertua, kepala’ (Wojowasito,1977:177). Di
samping kata adhipati dan nayaka yang berarti pemimpin terdapat juga beberapa istilah atau
sebutan untuk seorang pemimpin dalam menjalankan dharma negaranya yaitu: rāja,
mahārāja, prabhu, kṣatriya, swamin, iśwara dan natha. Di samping istilah-istilah tersebut di
Indonesia kita kenal istilah ratu atau datu, sang wibhuh, murdhaning jagat dan sebagainya.
Jika dikaji kembali kata NaYa (naya) yang artinya pemimpin berasal dari akar kata iNa
(ni) yang artinya’di bawah’. Ini menunjukkan bahwa seorang nayaka (pemimpin) harus
berasal atau bermula dari bawah. Pemimpin yang baik adalah yang berasal rakyat.
Selanjutnya terkait dengan hal ini Hindu menjelaskan bahwa adanya stratifikasi sosial dalam
masyarakat atau catur warṇa (brahmana, kṣatriya, waiśya, dan sudra) dalam istilah Hindu, itu
terkait dengan guṇa dan karma masing-masing, bukan karena keturunannya. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam Bhagawad Gītā IV.13:
चातु र्वर्ण्यं मया सृ ष्टं गु णकर्मविभागशः । तस्य कर्तारमपि मां विद्ध्यकर्तारमव्ययम् ॥
cāturwarṇyaṁ mayā sṛṣṭaṁ guṇakarmawibhāgaśaḥ, tasya kartāram api māṁ widdhy
akartāram awyayam.
Terjemahan:
Menurut guṇa dan karma yang ada hubungannya dengan sifat-sifat itu, empat bagian
Dalam sejarah Hindu, banyak contoh pemimpin yang bisa dijadikan suri teladan. Di
setiap zaman dalam sejarah Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin. Setiap tokoh
ada masanya dan setiap masa ada tokohnya. Sebut saja mulai dari Kudungga, Mulawarman,
Purnawarman, Sanjaya, Ratu Sima, Airlangga, Ken Arok, Jayabhaya, Kertanegara, Raden
Wijaya, Tribhuwana Tunggadewi, Hayam Wuruk, Gajah Mada, Siliwangi, hingga Dalem
Denpasarr Enggong. Di era sekarang pun, banyak tokoh Hindu yang juga dapat dijadikan
sebagai panutan/pimpinan seperti: Mahatma Gandhi, Svami Vivekananda, Svami Rāmakṛṣṇa,
Svami Dayananda Saraswatī, Sri Satya Sai, Śrila Prabupada, dan sebagainya.
Di samping itu contoh kepemimpinan Hindu yang ideal dapat ditemukan dalam
kisah-kisah Itihasa dan Purana. Banyak tokoh dalam cerita tersebut yang diidealkan menjadi
pemimpin Hindu, misalnya: Dasaratha, Śrī Rāma, Wibhisana, Arjuna Sasrabahu, Śantanu, Śrī
Kṛṣṇa, Māharāja Pāṇḍu, Yudiṣṭhira, dan lain-lain.
Dalam konsep Hindu, tidak boleh ada dualisme kepemimpinan. Ibarat matahari,
hanya ada satu yang menyinari bumi, maka pemimpin pun juga demikian. Sebuah perahu jika
banyak yang menahkodai, maka perahu tersebut tidak akan sampai pada tujuannya. Negara
atau organisasi jika dipimpin oleh banyak orang, maka organisasi tersebut akan sulit mencapai
cita-citanya. Selain itu akan menjadi dilema tersendiri dalam setiap pengambilan kebijakan
dan roda organisasi akan sulit berjalan hingga nantinya akan menemui kehancurannya
(Misra,2007:58-59). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Śukra Nīti 3.241:
भात्ये कनायकं नित्यं निर्बहुनायकम्
bhātyekanāyakaṁ nityaṁ nirbahunāyakam
(Selama masih ada satu pucuk pimpinan, dan bukan banyak yang memimpin, negara
atau organisasi akan tetap jalan dan bersinar)
2. Evaluasi (Uraian)
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan pengertian pemimpin dan kepemimpinan!
2. Jelaskan pengertian kepemimpinan Hindu!
3. Sebutkan dan jelaskan istilah pemimpin dan kepemimpinan Hindu dalam bahasa
Sanskerta?
4. Perhatikan sloka di bawah ini?
प्रजा सु खे सु खं राज्ञः प्रजानां च हिते हितम् । नात्मप्रियं हितं राज्ञः प्रजानां तु प्रियं हितम् ॥
Arthaśāstra 1.19.34
Jelaskan makna sloka tersebut terkait kepemimpinan Hindu!
1. Ringkasan Materi
Dalam konsep kepemimpinan Barat yang lebih banyak dijadikan dasar adalah sikap
dan tingkah laku dari para pemimpin-pemimpin besar di dunia. Oleh kerena itu mereka
banyak mengemukakan jenis-jenis kepemimpinan yang sesuai dengan tokoh personalnya,
seperti: Karismatik, Paternalistik, Maternalistik, Militeristik, Otokrasi, Lassez Faire,
Populistik, Eksekutif, Demokratik, Personal, Sosial dan masih banyak lagi lainnya.
Lain halnya dengan konsep kepemimpinan Hindu. Selain dasar tersebut, yang
terutama sekali kepemimpinan Hindu bersumber dari kitab suci Weda dan diajarkan oleh para
orang-orang suci. Kepemimpinan Hindu juga banyak mengacu pada tatanan alam semesta
yang merupakan ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa. Berikut ini konsep-konsep
Kepemimpinan Hindu yang banyak diajarkan dalam śāstra dan suśāstra Hindu.
a. Saḍ Warṇaning Rājanīti
Saḍ Warṇaning Rājanīti atau Saḍ Sasana adalah enam sifat utama dan kemampuan
yang harus dimiliki oleh seorang raja. Konsep ini ditulis Candra Prkash Bhambari dalam buku
“Substance of Hindu Politiy”. Adapun bagian-bagian Saḍ Warṇaning Rājanīti ini adalah:
Abhigamika (mampu menarik perhatian positif dari rakyatnya); Prajña (harus bijaksana);
Utsaha (harus memiliki daya kreatif yang tinggi); Ātma Sampad (bermoral yang luhur);
Sakya samanta (mampu mengontrol bawahannya dan sekaligus memperbaiki hal-hal yang
dianggap kurang baik); Akṣudra Parisatka (harus mampu memimpin sidang para menterinya
dan dapat menarik kesimpulan yang bijaksana sehingga diterima oleh semua pihak yang
mempunyai pandangan yang berbeda-beda).
e. Aṣṭa Brata
Aṣṭa Brata adalah ajaran kepemimpinan yang diberikan oleh Śrī Rāma kepada
Gunawan Wibhīṣaṇa sebelum ia memegang tampuk kepemimpinan Alengka Pura pasca
kemenangan Śrī Rāma melawan keangkaramurkaan Rawaṇa. Adapun delapan bagian Aṣṭa
Brata tersebut adalah: Indra Brata, Yama Brata, Sūrya Brata, Candra Brata, Bāyu Brata,
Baruṇa Brata, Agni Brata, dan Kwera atau Pṛthiwī Brata.
f. Nawa Natya
Dalam Lontar Jawa Kuno yang berjudul “Nawa Natya” dijelaskan bahwa seorang
raja dalam memilih pembantu-pembantunya (menterinya). Ada sembilan kriteria yang harus
diperhatikan oleh seorang raja dalam memilih para pembantunya. Sembilan kriteria inilah
yang dikenal sebagai Nawa Natya. Adapun kesembilan kriteria itu adalah: Prajña Nidagda
(bijaksana dan teguh pendiriannya); Wira Sarwa Yudha (pemberani dan pantang menyerah
dalam setiap medan perang); Paramārtha (bersifat mulia dan luhur); Dhirotsaha (tekun dan
ulet dalam setiap pekerjaan); Wragi Wakya (pandai berbicara atau berdiplomasi); Samaupaya
(selalu setia pada janji); Lagawangartha (tidak pamrih pada harta benda); Wruh Ring Sarwa
Bastra (bisa mengatasi segala kerusuhan); dan Wiweka (dapat membedakan mana yang baik
dan yang buruk).
i. Pañca Satya
Selain upaya, sifat dan kriteria sebagaimana yang telah disebutkan di atas, masih ada
satu lagi landasan bagi pemimpin Hindu dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Landasan
ini ada lima yang dikenal sebagai Pañca Satya. Lima Satya ini harus dijadikan sebagai
landasan bagi seorang pemimpin Hindu di manapun dia berada. Kelima landasan itu adalah:
Satya Hṛdaya (jujur terhadap diri sendiri / setia dalam hati); Satya Wacana (jujur dalam
perkataan / setia dalam ucapan); Satya Samaya (setia pada janji); Satya Mitra (setia pada
sahabat); dan Satya Lakṣana (jujur dalam perbuatan).
Kelima ini juga harus dijadikan pedoman dalam hidupnya. Sehingga ia akan menjadi
seorang pemimpin yang hebat, berwibawa, disegani dan sebagainya. Tingkat keberhasilan
dari seorang pemimpin dalam memimpin itu sendiri ditentukan oleh dua faktor, yaitu: faktor
usaha manusia (Manuṣa atau jangkunging manungsa) dan faktor kehendak Tuhan (Daiwa atau
jangkaning Dewa). Sementara tingkat keberhasilannya bisa berupa penurunan (kṣaya), tetap
atau stabil (sthana) dan peningkatan atau kemajuan (wṛddhi) (Kautilya,2004:392-393).
A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan ke-1:
Pengertian dan landasan śāstra Pañca Yajña
Pertemuan ke-2
Bagian-bagian dan contoh Pañca Yajña
Pertemuan ke-3
Praktik upakara Pañca Yajña
1. Ringkasan Materi
Dalam keyakinan Hindu setiap manusia yang lahir kembali pada dasarnya
mengalami punarbhawa atau yang juga disebut sebagai saṁsara. Hakikatnya mereka belum
bisa mencapai kelepasan (mokṣa) dan masih harus menjalani saṁsara atau penderitaan. Untuk
membebaskan diri dari saṁsara tersebut maka manusia harus bisa terlepas dar hutang-hutang
semasa hidupnya. Hutang yang dimaksud adalah tiga hutang dasar manusia yang dikenal
sebagai Tri Ṛṇa.
Dalam Mahābhārata dikisahkan bagaimana Bhīṣma sebelum mencapai
pembebasannya, ia harus membayar hutang terlebih dahulu kepada Ambā yang hadir sebagai
wujud Śikhaṇḍi. Intinya selama manusia masih punya hutang baik di kehidupan yang lampau
maupun yang sekarang, maka dia tidak akan bisa mencapai mokṣa. Manawa Dharmasastra
VI.35 menegaskan:
ऋणानि त्रीण्यपाकृत्य मनो मोक्षे निवे शये त् । अनपाकृत्य मोक्षं तु सोवमनो व्रजत्यधः ॥
ṛṇāni trīṇyapākṛtya mano mokṣe niweśayet | anapākṛtya mokṣaṁ tu sowamano
wrajatyadhaḥ ||
Terjemahan:
Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya kepada Tuhan, para leluhur atau orang
tua dan para ṛṣi, hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk mencapai pembebasan.
Dia yang mengejar kelepasan itu tanpa menyelesaikan tiga macam hutangnya akan
tenggelam ke alam bawah.
Tiga macam hutang atau Tri Ṛṇa yang dibawa manusia sejak lahir tersebut adalah:
Secara etimologi, kata ‘yajña’ berasal dari akar kata Sansekrta यज् (yaj) yang berarti
‘persembahan, pemujaan, penghormatan, dan korban suci’. Tradisi persembahan kepada
Tuhan dan menyembahnya dalam pengorbanan makanan dan bahan lainnya ini telah menjadi
dasar agama Hindu sejak agama ini ada. Orang-orang Zoroastrian juga mengikuti praktik
serupa yang mereka sebut yasna.
Pengertian yajña adalah kegiatan yang dilakukan dengan penuh keikhlasan untuk
melakukan persembahan kepada Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa yang pada pelaksanaan
di dalamnya mengandung unsur karya (perbuatan), śreya (tulus ikhlas), budhi (kesadaran),
dan bhakti (persembahan). Yajña dapat dilakukan secara lahiriah dalam bentuk ritual untuk
menyenangkan para dewa atau dapat dilakukan secara batin dan mental dalam pikirannya
sendiri. Secara simbolis dan spiritual semua tindakan dilakukan sebagai yajña.
Weda menyebutkan lebih dari 400 yajña, yang sebagian besar sudah ada lagi saat ini.
Dalam sejarah Hindu yajña tersebut sudah dilakukan sejak zaman Brahmana. Para brahmana
membuat persembahannya kepada Sang Hyang Agni dan kepada para dewa yang lain.
Menurut Weda tujuan yajña adalah untuk kesejahteraan dunia. Melalui yajña, manusia bisa
mendapatkan anugerah dari para dewa untuk memenuhi keinginan mereka.
Dalam kosakata bahasa Sanskerta, cara melakukan upacara yajña adalah यजति
(yajati). Tindakan atau pekerjaan yang dilakukan pada saat pengorbanan atau yajña tersebut
dikenal sebagai यजनं (yajanaṁ). Penyelenggara dari suatu yajña disebut disebut यजमान
(yajamāna). Formula yajña yang digunakan dalam pengorbanan itu disebut यजु स् (yajus).
Seorang brahmin yang membuat api suci dari yajña disebut यजत्र (yajatra). Setiap yajña
memiliki bagian yang disebut यज्ञाङ्ग (yajñāṅga). Masing-masing yajñāṅga ini dikelola oleh
brahmin atau kelompok brahmana tertentu. Bagian yajña yang diberikan kepada masing-
masing Dewa disebut यज्ञां श (yajñāṁśa). Tempat pelaksanaan yajña tersebut dikenal sebagai
यज्ञशाल (yajñaśālā)
2. Evaluasi (Uraian)
Jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar!
1. Jelaskan pengertian yajna secara etimologi!
2. Dalam Manawa Dharmasastra VI.35 disebutkan:
ऋणानि त्रीण्यपाकृत्य मनो मोक्षे निवे शये त् ।
अनपाकृत्य मोक्षं तु सोवमनो व्रजत्यधः ॥
Jelaskan dasar pelaksanaan yajna dalam Hindu menurut sloka di atas!
3. Jelaskan kedudukan yajna dalam kerangka ajaran Hindu!
4. Dalam pelaksanaan upacara yajna dikenal istilah Tri Manggalaning Yajna. Jelaskan
istilah yang dimkasud!
5. Jelaskan arti dari istilah: yajati, yajus, yajatra, yajnangga, yajnamsa, dan yajnasala?
1. Ringkasan Materi
Dalam ajaran Hindu dikenal 5 macam jenis yajña yang disebut sebagai pañca yajña.
Adapun bagian-bagian dari pañca yajña ini adalah: Deva yajña, Pitṛ yajña atau Pitra yajña,
Ṛṣi yajña, Manuṣa yajña, dan Bhūta yajña. Berikut ini penjelasan dari masing-masing yajña
tersebut.
a. Dewa Yajña
Dewa Yajña adalah persembahan suci yang dihaturkan kepada Sang Hyang Widdhi
beserta manisfestasi-Nya. Contoh Dewa yajña dalam keseharian kita adalah melaksanakan
Puja Tri Sandya. Sedangkan contoh Dewa yajña pada hari-hari tertentu adalah melaksanakan
piodalan atau pawêḍalan (upacara pemujaan) di pura dan lain sebagainya.
Adapun tujuan Dewa yajña ini adalah untuk membayar hutang kepada Sang Hyang
Widdhi beserta Dewa-Dewa yang menjadi manifestasi-Nya (Dewa Ṛṇa). Dalam Bhagawad
gītā III.10 disebutkan:
सहयज्ञाः प्रजाः सृ ष्ट् वा पु रोवाच प्रजापतिः । अने न प्रसविष्यध्वमे ष वोऽस्त्विष्टकामधु क् ॥
sahayajñāḥ prajāḥ sṛṣṭwā purowāca prajāpatiḥ | anena prasawiṣyadhwam eṣa wostw
iṣṭakāmadhuk ||
Terjemahan:
Pada zaman dulu Prajāpati menciptakan alam semesta dan manusia dengan yajña. Dia
pun bersabda dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kāmadhuk bagi
keinginanmu.
Menurut śloka di atas manusia berhutang hidup kepada Tuhan dan para Dewa
sebagai manifestasi-Nya. Dewa-dewa penguasa alam semesta telah meyediakan apa yang
dibutuhkan oleh manusia. Selain itu manusia bisa hidup karena ada makanan yang berasal
dari hujan yang diturunkan karena yajña. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam
Bhagawadgītā III.14 yang menyebutkan:
अन्नाद्भवन्ति भूतानि पर्जन्यादन्नसम्भवः । यज्ञाद्भवति पर्जन्यो यज्ञः कर्मसमु दभ ् वः ॥
annād bhawanti bhūtāni parjanyād annasaṁbhawaḥ | yajñād bhawati parjanyo yajñaḥ
karmasamudbhawaḥ ||
Terjemahan:
Dari makanan semua makhluk bisa hidup dan tetap ada. Makanan sendiri ada karena
hujan yang diturunkan kepada alam. Hujan sendiri ada karena yajña, dan yajña itu sendiri
dasarnya adalah karma.
Terkait dengan Dewa Yajña ini, dalam Lontar Agastya Parwa disebutkan:
[ f w y ^ z r n- {t l pW kĽ m ri * qo r $i wo gNi, m k ge l r nÈ m !’ l Ri * qo r.
Dewa yajña ngaranya taila pwa krama ri bhaṭāra śiwāgni, maka gêlaraning maṇḍala ri
bhaṭāra (Dewa Yajña adalah mempersembahkan minyak kepada Bhatara Siwāgni, yang
merupakan altar atau/media dari bhatara Siwāgni)
Memang pada zaman dahulu sarana pemujaan yang paling banyak dipakai oleh para
pandita adalah api dan pemujaannya pun lebih banyak ditujukan kepada Siwāgni. Sementara
itu dalam Lontar Bayi Loka Tattwa disebutkan:
[ f w y ^ z r n- a z tu rke nW li rÈ s w/ [f w t k [bh,
Déwa yajña ngaranya angaturakên wali ring déwata kabèh (Dewa yajña adalah upacara
mempersembahkan wali kepada para dewa.)
b. Ṛṣi Yajña
Ṛṣi yajña adalah korban suci yang tulus ikhlas kepada para Ṛṣi. Ṛṣi adalah orang-
orang yang bisa membebaskan umatnya dari samsara dengan pengetahuan jñānanya (ऋषति
c. Pitra Yajña
Pitra yajña adalah korban suci kepada para pitṛ. Kata pitṛ पितृ dapat diartikan sebagai
surga atau alamnya para leluhur. Para leluhur sendiri dalam bahasa Sanskerta disebut पितरस्
pitaras (Monier-William,1899:626). Korban suci untuk leluhur disebut juga sebagai pitara
yajña atau orang lebih mengenalnya sebagai pitra yajña.
Hindu memang mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa ingat dan
menghormati leluhurnya. Hal ini senada dengan bab Śīkṣa Wālli atau Sāmhitī pada Taittirīya
Upaniṣad I.XI.2 sebagai berikut:
दे व पितृ कार्याभयां न प्रमदि तव्यम् । मतृ दे वो भव पितृ दे वो भव । आचार्य दे वो भव । अतिथि
दे वो भव ॥
dewa pitṛ kāryābhayāṁ na pramadi tawyam, matṛ dewo bhawa, pitṛ dewo bhawa, ācārya
dewo bhawa, atithi dewo bhawa
Terjemahan:
Janganlah pernah ingkar terhadap kegiatan pemujaan kepada para Dewa dan para leluhur.
Sebagaimana dikatakan dalam Weda bahwa; Ibu adalah perwujudan Dewa; Ayah adalah
perwujudan Dewa; Guru adalah perwujudan Dewa; Tamu adalah perwujudan Dewa
Salah satu cara untuk menghormati leluhur adalah dengan melaksanakan pitra yajña
atau pengabdian dan pengorbanan kepada orang tua dan leluhur kita yang sudah meninggal.
Korban suci jenis ini adalah bentuk rasa hormat dan terima kasih kepada para pitara atau
leluhur karena telah berjasa ketika masih hidup melindungi kita. Kewajiban setiap orang yang
telah dibesarkan oleh orang tua (leluhur) untuk memberikan persembahan yang terbaik secara
tulus ikhlas. Ini sangat sesuai dengan ajaran suci Weda agar umat Hindu selalu saling
memberi demi menjaga keteraturan. Tujuan dari pelaksanaan Pitra yajña adalah untuk
membayar hutang kehadapan para leluhur (Pitra Ṛṇa) yang merawat dan membesarkan kita.
Terkait dengan Pitra Yajña ini Lontar Agastya Parwa menjelaskan:
pi t} y ^ z r n- ti 2 m nṬ Ø tH-= $i w $Ľ fÕ.
pitṛ yajña ngaranya tilêman bwat hyang śiwa śraddha
(Pitra Yajña adalah upacara kematian untuk Hyang Siwasraddha)
Sementara itu dalam Lontar Bayi Loka Tattwa disebutkan:
d. Manusa Yajña
Manuṣa yajña adalah pengorbanan untuk manusia, terutama bagi mereka yang
memerlukan bantuan. Umpamanya ada musibah banjir dan tanah longsor. Banyak pengungsi
yang hidup menderita. Dalam situasi begini, umat Hindu diwajibkan untuk melakukan
Manuṣa yajña dengan cara memberikan sumbangan makanan, pakaian layak pakai, dan
sebagainya. Bila perlu terlibat langsung untuk menjadi relawan yang membantu secara
sukarela. Dengan demikian, memahami manuṣa yajña tidak hanya sebatas melakukan
serentetan prosesi keagamaan, melainkan juga kegiatan kemanusiaan seperti donor darah dan
membantu orang miskin juga termasuk manuṣa yajña.
Namun, manuṣa yajña dalam bentuk ritual keagamaan juga penting untuk
dilaksanakan. Karena sekecil apapun sebuah yajña dilakukan, dampaknya sangat luas dan
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Umpamanya, kalau kita melaksanakan upacara
potong gigi, maka semuanya ikut terlibat dan kena dampak. Untuk upacara manuṣa yajña,
agama Hindu mengajarkan agar dilakukan dari sejak dalam kandungan seorang ibu. Tujuan
pelaksanaan manuṣa yajña adalah untuk membayar leluhur (Pitra Ṛṇa) yang telah membantu
kita disaat membutuhkan pertolongan dan juga untuk penyucian diri.
Terkait dengan manuṣa yajña ini Lontar Agastya Parwa menjelaskan: Manuṣa yajña
adalah memberikan makanan/hidangan kepada masyarakat. Sementara itu dalam Lontar Bayi
Loka Tattwa disebutkan: Manuṣa yajña adalah upacara untuk keselamatan diri manusia mulai
sejak perkawinan, dan seterusnya.
e. Bhuta Yajña
Bhuta yajña adalah korban suci yang tulus ikhlas tanpa pamrih kepada makhluk
bawahan (para bhuta), termasuk para bhuta sekala maupun niskala yang ada di sekitar kita.
Para bhuta ini cenderung menjadi kekuatan yang tidak baik, suka mengganggu. Tujuan
pelaksanaan Bhuta yajña adalah untuk membayar hutang yang kita memiliki kepada para
bhuta seperti alam semesta, makhluk hidup, yang merupakan ciptaan Sanghyang Widhi. Jadi
Bhuta yajña yang kita laksanakan untuk membayar hutang kepada Sang Hyang Widhi (Dewa
Ṛṇa).
Terkait dengan Bhūta yajña ini Lontar Agastya Parwa menjelaskan:
*¿ t y ^ z r n- t wumW=/ k pu j nÈ tu wu a f p mu zW nÑ| !’ wu l nM k fi w li kĽ mE l f $ [f w m1!’ l.
Bhūta yajña ngaranya tawur mwang kapujaning tuwuhan apamungwan kuṇḍawulan maka
Diwali (Bhūta yajña adalah tawur dan pemujaan terhadap sarwa bhuta yaitu lingkungan
atau ruang dan seluruh makhluk di dunia)
Sementara itu dalam Lontar Bayi Loka Tattwa disebutkan:
*¿ t y ^ z r n-s lWi rÈ c ru, k ni'Q , m d-, U tT m.
bhūta yajña ngaranya salwiring caru, kaniṣṭa, madhya, uttama
(Bhūta yajña adalah segala macam upacara caru, tingkat kaniṣṭa, madhya, dan uttama)
Dilihat dari waktu pelaksanaan, yajña dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Nitya Karma yaitu yajña yang dilaksanakan setiap hari.
2. Naimitika Karma yaitu yajña yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu.
Pelaksanaan yajña yang berkaitan dengan Tri Ṛṇa dikelompokkan menjadi 5 yang
disebut dengan Pañca yajña yang terdiri dari:
1. Dewa yajña yaitu persembahan atau korban suci ke hadapan Sang Hyang Widhi dengan
segala manifestasi-Nya yang dilakukan dengan hati yang tulus ikhlas.
Adapun contoh pelaksanaan Dewa Yajña secara Nitya Karma atau sehari-harinya tampak
Dalam pelaksanaan yajña agar berdasarkan dharma maka harus didasarkan pada: ikṣa,
c. Tamasika Yajña
Tamasika yajña adalah yajña yang dilaksanakan dengan motivasi agar mendapatkan
untung. Kegiatan ini sering dilakukan sehingga dibuat Panitia yajña dan diajukan proposal
untuk melaksanakan upacara yajña dengan biaya yang sangat tinggi. Akhirnya yajña jadi
berantakan karena Panitia banyak mencari untung. Bahkan setelah yajña dilaksanakan,
masyarakat mempunyai hutang di sana sini. Yajña semacam ini sebaiknya jangan dilakukan
karena sangat tidak mendidik.
2. Tingkatan Yajña
Tingkatan yajña dalam hal ini hanya berhubungan dengan tingkat kemampuan dari
umat yang melaksanakan yajña. Yang terpenting dari yajña adalah kualitasnya. Namun
demikian, Weda mengakomodir perbedaan tingkat sosial masyarakat.
Bagi mereka yang kurang mampu, dipeṛṣilakan memilih yajña yang lebih kecil, yaitu
madyama atau kanista. Tetapi bagi umat yang secara ekonomi mampu, tidak salah untuk
mengambil tingkatan yajña yang lebih besar yang disebut utama.
Adapun tingkatan-tingkatan yang dimaksud, yaitu:
a. Kaniṣṭha, yajña dengan sarana yang sederhana atau minim.
b. Madyama, yajña dengan sarana menengah, tetapi disesuaikan dengan kemampuan Sang
Yajamana; dan
c. Utama, yajña yang dilakukan dengan sarana lengkap, besar, megah, dan cenderung
mewah. Biasanya dilakukan oleh mereka yang mampu secara ekonomi.
4. Yajña dalam Tri Kerangka Dasar Ajaran Hindu dikategorikan sebagai upācāra atau
ritual Hindu. Kata yajña sendiri berasal dari akar kata Sanskerta यज् yang berarti....
A. ritual B. bersujud C. berkurban D. berkarya
5. Dalam ilmu wyakarana atau tata bahasa Sanskerta, tempat di mana sebuah yajña
dilaksanakan disebut....
A. यज्ञकर्म B. यज्ञसद C. यज्ञशाल D. यज्ञफल