Anda di halaman 1dari 20

Nama : Lia Saputri

NIM : 195221140
Prodi/Kelas : Akuntansi Syariah / 6E
Dosen Pengampu : Muhrom Ali Rozali, SE., M.E.Sy., M.Si., CRMO

TUGAS SESI 1

Kompilasi semua aturan yang berkaitan dengan akuntabilitas sector public (penganggran
monitoring dan evaluasi, serta pelaporan). Minimal 40 peraturan / perundangan dalam bentuk
endnote.
Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan

Menimbang :
bahwa untuk melakukan ketentuan Pasal 20 ayat(3) Peraturan Pemerintah Nomor
8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan Kinerja Instasni Pemerintahan, perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.

Mengingat :
1. Pasal 4 ayat(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pendahuluan Negara
(Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4614). 1

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintahan

Menimbang
bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan
bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang:bahwa pengelolaan hak dan  kewajiban negara sebagaimana dimaksud
pada huruf a telah diatur dalam Bab VIII UUD 1945; bahwa Pasal 23C Bab
VIII UUD 1945 mengamanatkan hal-hal lain mengenai keuangan negara
diatur dengan undang-undang; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-undang
tentang Keuangan Negara;
Mengingat :
: Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal
20, Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22D, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C,
Pasal 23D, Pasal 23E, dan Pasal 33 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-
Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan
Keempat Undang-Undang Dasar 1945;2

ANGGARAN
BAB 1 Ketentuan Umum

Pasal 1
(7) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
(8) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya sibut APBD, adalah rencana keuangan
tahuanan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Derah.3

Pasal 3
(5) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam
tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
(6) Semua Penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam
tahunanggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. 4

Pasal 4
Tahun anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal
31 Desember.5

BAB II Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan

Pasal 6
(1)  Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
(2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :
a. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan
mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.6
BAB III Penyusunan dan Penetapan APBN

Pasal 11
(2)APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaan belanja dan pembiayaan.7

Pasal 12
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan deficit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk
menutup deficit tersebut dalam Undang-Undang tentang APBN.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana
penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat.8

Pasal 14
(1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga
tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan
belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan
sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.9

BAB IV Penyusunan dan Penetapan APBD

Pasal 17
(4) Dalam hal anggran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam
Peraturan Daerah tentang APBD.10

Pasal   18
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya
sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada
DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah
Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran
sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.11

Pasal 19
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan
daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Tentang APBD tahun
berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah Diatur dengan Peratuaran Daerah.12

Pasal 20
(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan
dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun
sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-
undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
(3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan
pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.13

BAB V Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah, Serta Pemerintah/Lembaga Asing.

Pasal   21
Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan
fiskal dan moneter.14
Pasal   23
(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman dari
pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR.
(2) Pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat diteruspinjam-kan kepada Pemerintah Daerah/Perusahaan Negara/ Perusahaan Daerah.15

BAB VI Hubungan Keuangan Antara Pemerintah dan Perusahaan Negara, Perusahaan


Daerah,Perusahaan Swasta, Serta Badan Pengelola Dana Masyarakat.

Pasal   27
(3) Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR
dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun
anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
a. Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan
b. Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal
c. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisai, antar
kegiatan dan antar jenis belanja.
d. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
pembiayaan anggaran yang berjala.
(4) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia
anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau
disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
(5) Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun
anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.16

BAB II
Pendekatan Dan Dasar Penyusunan Rka-K/L

Pasal 4
(1) RKA-K/L disusun untuk setiap Bagian Anggaran.
(2) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib menyusun RKAK/L atas
BagianAnggaran yang dikuasainya.
(3) Selain menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran Kementerian Keuangan,Menteri Keuangan
menyusun RDP-Bendahara Umum Negara17.

Pasal 5
(1) Penyusunan RKA-K/L harus menggunakan pendekatan:
a. kerangka pengeluaran jangka menengah;
b. penganggaran terpadu; dan
c. penganggaran berbasis Kinerja.
(2) RKA-K/L disusun secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi anggaran,yang meliputi:
a. klasifikasi organisasi
b. klasifikasi fungsi
c. klasifikasi jenis belanja
(3) Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakaninstrumen:
a. indikator Kinerja;
b. standar biaya; dan
c. evaluasi Kinerja.
(4) Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan indikator Kinerja sebagaimanadimaksud pada ayat (3)
huruf a setelah berkoordinasi dengan KementerianKeuangan dan KementerianPerencanaan.
(5) Ketentuan mengenai klasifikasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan standar biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diatur denganPeraturan Menteri Keuangan setelah
berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga18.

Pasal 6
(1) RKA-K/L disusun berdasarkan Renja-K/L., RKP, dan Pagu Anggaran K/L.
(2) RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. informasi Kinerja; dan
b. rincian anggaran.
(3) Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat palingsedikit:
a. program;
b. kegiatan; dan
c. sasaran Kinerja.
(4) Rincian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun menurut:
a. unit organisasi;
b. fungsi;
c. program;
d. kegiatan;
e. jenis belanja;
f. kelompok biaya; dan
g. sumber pendanaan.
(5) Ketentuan mengenai format dan tatacara pengisian RKA-K/L diatur denganPeraturan Menteri
Keuangan19.

BAB III Proses Penyusunan Rka-K/L Dan Penggunaannya Dalam Penyusunan Rancangan
APBN
Bagian Kesatu
Proses Penyusunan RKA- K/L
Pasal 7
(1) Presiden menetapkan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional padaJanuariuntuk
tahun direncanakan berdasarkan hasil evaluasi kebijakanberjalan.
(2) Berdasarkan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional sebagaimanadimaksud pada
ayat (1), Kementerian/Lembaga mengevaluasi pelaksanaanprogram dan kegiatan berjalan.
(3) Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalansebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Kementerian/Lembaga dapat menyusun rencana Inisiatif Baru dan indikasi
kebutuhan anggaran yang diselaraskan denganArah Kebijakan dan prioritaspembangunan
nasional untuk disampaikan kepadaKementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan.
(4) Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaanprogram dan
kegiatan dari program yang sedang berjalan dan mengkaji usulanInisiatif Baru berdasarkan
prioritas pembangunan serta analisa pemenuhankelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan
dananya.
(5) Kementerian Perencanaan mengoordinasikan pelaksanaan evaluasi dan pengintegrasian hasil
evaluasi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Inisiatif Baru diatur denganPeraturan
Menteri Perencanaan20.

Pasal 8
(1) Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskal untuk penyusunan Pagu Indikatif
tahun anggaran yang direncanakan, termasuk penyesuaian indikasipagu anggaran jangka
menengah paling lambat pertengahan bulan Februari.
(2) Pagu Indikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh MenteriKeuangan bersama
Menteri Perencanaan, dengan memperhatikan kapasitas fiscal dan pemenuhan prioritas
pembangunan nasional.
(3) Pagu Indikatif yang disusun oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaansebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dirinci menurut unit organisasi, program,kegiatan, dan indikasi
pendanaan untuk mendukung Arah Kebijakan yang telahditetapkan oleh Presiden sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(4) Pagu Indikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang sudah ditetapkan besertaprioritas
pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal RKPdisampaikan kepada
Kementerian/Lembaga dengan surat yang ditandatanganiMenteri Keuangan bersama Menteri
Perencanaan pada bulan Maret.
(5) Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Renja-K/L dengan berpedoman padasurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).
(6) Renja-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun dengan pendekatanberbasis Kinerja,
kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaranterpadu yang memuat:
a. kebijakan;
b. program; dan
c. kegiatan.

Proses Penyususnan Reja-K/L


(1) Dalam proses penyusunan Renja-K/L dilakukan pertemuan 3 (tiga) pihak
antaraKementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan.
(2) Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada KementerianPerencanaan dan
Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan rancanganawal RKP dan penyusunan
rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, program,dan kegiatan sebagai bagian dari bahan
pembicaraan pendahuluan RancanganAPBN21.

Pasal 9
(1) Menteri Keuangan dalam rangka penyusunan RKA-K/L, menetapkan PaguAnggaran K/L dengan
berpedoman kapasitas fiskal, besaran Pagu Indikatif, RenjaK/L, dan memperhatikan hasil
evaluasi Kinerja Kementerian/ Lembaga.
(2) Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggambarkan ArahKebijakan yang
telah ditetapkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal7 ayat (1) yang dirinci paling
sedikit menurut:
a. unit organisasi; dan
b. program.
(3) Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepadasetiap
Kementerian/Lembaga paling lambat akhir bulan Juni.
(4) Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan:
a. Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
b. Renja-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5);
c. RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluanRancangan
APBN; dan
d. standar biaya.
(5) Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasukmenampung usulan
Inisiatif Baru22.

Pasal 10
(1) RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menjadi bahan penyusunanRancangan Undang-
Undang tentang APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalamforum penelaahan antara
Kementerian/Lembaga dengan Kementerian Keuangandan Kementerian Perencanaan.
(2) Dalam hal Kementerian/Lembaga melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPRdalam rangka
pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, pembahasan tersebutdifokuskan pada konsultasi
atas usulan Inisiatif Baru.
(3) Dalam pembahasan RKA-K/L dengan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dapat dilakukan
penyesuaian terhadap usulan Inisiatif Baru, sepanjang:
a. sesuai dengan RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraanpendahuluan
Rancangan APBN;
b. pencapaian sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga; dan
c. tidak melampaui Pagu Anggaran K/L.
(4) Menteri Keuangan mengoordinasikan penelaahan RKA-K/L dalam rangkapenetapan Pagu RKA-
K/L yang bersifat final.
(5) Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terintegrasi,yang meliputi:
a. kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan; dan
b. konsistensi sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga dengan RKP.
(6) Penelaahan RKA-K/L diselesaikan paling lambat akhir bulan Juli.
(7) Ketentuan lebih lanjut, mengenai tatacara penelaahan RKA-K/L diatur denganPeraturan Menteri
Keuangan23.

Bagian kedua
Penggunaan RKA-K/L Dalam Penyusunan Rancangan APBN
Pasal 11
(1) Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan sebagaimanadimaksud dalam
Pasal 10 untuk digunakan sebagai:
a. bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan RancanganUndang-Undang tentang
APBN; dan
b. dokumen pendukung pembahasan Rancangan APBN.
(2) Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentangAPBN dibahas
dalam Sidang Kabinet.
(3) Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentangAPBN hasil Sidang
Kabinet sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikanoleh Pemerintah kepada DPR pada
bulan Agustus24.

BAB IV Alokasi ANggaran dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Pasal 12
(1) Pemerintah menyelesaikan pembahasan Rancangan APBN dan RancanganUndang-Undang
tentang APBN dengan DPR paling lambat akhir bulan Oktober.
(2) Dalam hal pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undangtentang APBN
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan optimalisasipagu anggaranoptimalisasi pagu
anggaran tersebut digunakan oleh Pemerintahsesuai dengan ArahKebijakan yang telah
ditetapkan oleh Presiden.
(3) Hasil pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentangAPBN
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam beritaacara hasil
kesepakatan pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan UndangUndang tentang APBN dan
bersifat final.
(4) Berita acara hasil kesepakatan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)disampaikan
oleh Menteri Keuangan kepada Kementerian/Lembaga.
(5) Menteri/ Pimpinan Lembaga melakukan penyesuaian RKA-K/L dengan beritaacara hasil
kesepakatan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian RKA-K/L diatur denganPeraturan
Menteri Keuangan25.

Pasal 13
(1) Presiden menetapkan alokasi anggaran Kementerian/Lembaga dan KementerianKeuangan selaku
Bendahara Umum Negara.
(2) Alokasi anggaran Kementerian/ Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dirinci menurut
klasifikasi anggaran.
(3) Alokasi anggaran Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negarasebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut.
a. kebutuhan Pemerintah Pusat; dan
b. transfer kepada daerah.
(4) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan denganKeputusan Presiden
paling lambat tanggal 30 November.
(5) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan bagian yangtidak
terpisahkan dari Undang-Undang tentang APBN26.

Pasal 14
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran denganberpedoman pada
alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
(2) Penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)menggunakan
RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5).
(3) Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran paling lambattanggal 31
Desember.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran diaturdengan
Peraturan Menteri Keuangan27.

BAB V Perubahan RKA-K/L dalam Pelaksanaan APBN

Pasal 15
(1) Dalam tahun berjalan, Kementerian/Lembaga melakukan perubahan RKA-K/Ldalam hal:
a. terdapat tambahan dan/atau pengurangan alokasi anggaran sebagai akibatPerubahan APBN dan/
atau realokasi anggaran belanja dari yang telahditetapkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
dan/atau
b. terdapat perubahan dokumen pelaksanaan anggaran yang memerlukan
persetujuan DPR.
(2) Usulan perubahan dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf b
diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada MenteriKeuangan untuk di evaluasi.
(3) Dalam hal usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui,Menteri Keuangan
menyampaikan usulan tersebut kepada DPR.
(4) RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyusunan revisidokumen
pelaksanaan anggaran berkenaan.
(5) Ketentuan mengenai tata cara perubahan RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan28.

BAB VI Penyusunan RPD-Bendahara Negara

Pasal 16
(1) Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negaramenetapkan unit
organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan sebagaiPembantu Pengguna Anggaran
Bendahara Umum Negara.
(2) Pada awal tahun, Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara dapatberkoordinasi dengan
Menteri/Pimpinan Lembaga atau pihak lain terkaitmenyusun indikasi kebutuhan dana
pengeluaran Bendahara Umum Negara untuktahun anggaran yang direncanakan dengan
memperhatikan prakiraan maju danrencana strategis yang telah disusun.
(3) Indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebagaimanadimaksud pada ayat
(2) merupakan indikasi dana dalam rangka pemenuhankewajiban Pemerintah yang
penganggarannya hanya ditampung pada BagianAnggaran Bendahara Umum Negara
Kementerian Keuangan29.

Pasal 17
(1) Menteri Keuangan menetapkan pagu dana pengeluaran Bendahara Umum Negaradengan
berpedoman pada:
a. arah kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden;
b. prioritas anggaran;
c. RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan pembahasan
Rancangan APBN;
d. indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara; dan
e. evaluasi Kinerja penggunaan dana Bendahara Umum Negara.
(2) Berdasarkan pagu dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pembantu Pengguna Anggaran-Bendahara Umum Negaramenyusun RDP-Bendahara Umum
Negara.
(3) Penyusunan RDP-Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan dengan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga atau pihaklain yang terkait30.

Pasal 18
(1) Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara mengusulkan alokasi danapengeluaran
Bendahara Umum Negara kepada Menteri Keuangan denganberpedoman pada RDP-Bendahara
Umum Negara yang telah disesuaikan denganberita acara hasil kesepakatan pembahasan APBN.
(2) Menteri Keuangan menetapkan alokasi dana pengeluaran Bendahara UmumNegara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Keputusan Presidensebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (4) dan mengesahkan dokumenpelaksanaan anggaran dana pengeluaran Bendahara Umum
Negara sebelumdimulainya tahun anggaran paling lambat akhir bulan Desember.
(3) Penetapan alokasi dana pengeluaran Bendahara Umum Negara tertentu yangalokasi dananya
belum dapat ditetapkan pada saat ditetapkannya APBN dapatdilakukan pada tahun anggaran
berjalan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, penetapan alokasi, danpengesahan
dokumen pelaksanaan anggaran Bendahara Umum Negara diaturdengan Peraturan Menteri
Keuangan31.

MONITORING DAN EVALUASI


BAB II Penyelenggaraan Sakip

Pasal 2
(1) Penyelenggaraan SAKIP dilaksanakan untuk penyususnan Laporan kinerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
(2) Penyelenggaraan SAKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (10 dilaksanakan secara selaras
dan sesuai dengan penyelenggaraan Sistem Akuntansi Pemerintah dan atat cara pengendalian
serta evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan.32
Pasal 5
Penyelenggaraan SAKIP:
a. Rencana strategis
b. Perjanjian kinerja
c. Pengukuran kinerja
d. Pengelolaan data kinerja
e. Pelaporan kinerja
f. Review dan evaluasi kerja33

Bagian Ketujuh
Reviuw dan Evaluasi

Pasal 29
(1) Aparat Pengawasan Internal Pemerintah melakukan evaluasi atas implementasi SAKIP dan
atau evaluasi Kinerja pada Kementerian Negara/Lembaga/ pemerintah daerah sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan
kewenangannya.
(2) Laporan evaluasi atas implementasi SAKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah kepada Menteri atau Pimpinan
Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota.
(3) Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan laporan evaluasi atas
implementasi SAKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
(4) Laporan evaluasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota.
(5) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengkoordinasikan
penyelenggaraan evaluasi atas implementasi SAKIP pada Kementerian Negara/ Lembaga/
Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2).34

Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara reviu atas laporan kinerja dan evaluasi kinerja
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dan 29 diatur oleh Menteri pendayagunaan Aparatur
Negara dan reformasi Birokrasi setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, dan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional.35

Pasal 3
(4) APBN/APBD mempunyai fungsi otoritas, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi.36

BAB VI Hubungan Keuangan Antar Pemerintah dan Perusahaan Negara, Perusahaan


Daerah, Perusahaan Swasta, serat Badan Pengelola Dana Masyarakat
Pasal 24
(3) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara
(4) Gubernur/Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah.37

Pasal 25
(1) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana
masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat.
(2) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana
masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah38.

Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang


Keuangan Negara
II Pasal demi Pasal

Pasal 3
Ayat(1)
Setiap Penyelenggaraan negara wajib mengelola keuangan negara secara tertib, tata pada
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan dimaksud dalam aayat ini
mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan dan
pertanggungjawabn
Ayat(4)
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen
dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.39

PELAPORAN

BAB I Ketentuan Umum


Pasal 1

(1) Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SAKIPO, adalah
rangkaian sistematika dan berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan
penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengkalsifikasian, pengikhtisaran dan pelaporan
kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja
instansi pemerintah.
(15) Entitas Akuntabilitas Kinerja Satuam Kerja adalah Unit instasni pemerintah pusat selaku
kuasa pengguna anggaran yang melakukan kegiatan pencatatan, pengolahan, dan pelaporan data
kinerja.
(16) Entitas Akuntabilitas Kinerja Unit Organisasi adalah unit instansi pemerintah pusat yang
melakukan pencatatan, pengolahan, pengikhtisaran dan pelaporan data kinerja tingkat eselon 1.
(19) Entitas Akuntabilitas Kinerja SKPD adalah unit instasnsi pemerintah daerah selaku
pengguna/kuasa pengguna anggaran yang melakukan pencatatan, pengolahan, dan pelaporan
(23) Sistem Akuntansi Pemerintah adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggaraan,
peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai
dengan pelaporan keuangan di lingkunganorganisasi pemerintah.40

Bagian Keenam
Pelaporan Kinerja

Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai pentunjuk teknis pelaporan kinerja sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 huruf e diatur dengan peraturan menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan
reformasi Birokrasi.41

BAB V Sistem Perencanaan dan Pengendalian Kerja


Pasal 46
Sekretaris Jenderal melakukan integrasi SIRIKA dengan Sistem Informasi KRISNA, aplikasi
keuangan tingkat instansi atau sebutan lainnya, Aplikasi Sistem Monitoring dan Evaluasi Kinerja
Terpadu dan Aplikasi Pelaporan dan Pemantauan paling lama 2 (dua) tahun setelah Peraturan
Menteri ini ditetapkan42.

BAB VIII Ketentuan Penutup


Pasal 53
Dalam hal SIRIKA belum terbentuk, Perencanaan, Penganggaran, Pengendalian dan
Evaluasi kinerja yang masih parsial menggunakan Sistem Informasi KRISNA, aplikasi
keuangan tingkat instansi atau sebutan lainnya, Aplikasi Sistem Monitoring dan Evaluasi
Kinerja Terpadu, dan Aplikasi Pelaporan dan Pemantauan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan43.
1
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintahan
2
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi
3
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat(8)
4
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB I Ketentuan Umum Pasal 3 Ayat(5)
5
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat(6)
6
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB II Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara Pasal 6 Ayat(1)
7
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB III Penyusunan dan Penetapan APBN Pasal 11 ayat(2)
8
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB III Penyusunan dan Penetapan APBN Pasal 12 ayat(3), (4)
9
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB III Penyusunan dan Penetapan APBN Pasal 14 ayat(1),(2),(3),(4),(5),(6)
10
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB IV Penyusunan dan Penetapan APBD Pasal 12 ayat(4)
11
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB IV Penyusunan dan Penetapan APBD Pasal 18 ayat(1),(2),(3)
12
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB IV Penyusunan dan Penetapan APBD Pasal 19 ayat(5),(6)
13
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB IV Penyusunan dan Penetapan APBD Pasal 20 ayat(1),(2),(3),(5),(6)
14
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB V Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah, Serta Pemerintah/Lembaga Asing Pasal 21
15
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB V Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah, Serta Pemerintah/Lembaga Asing Pasal 23 ayat(1),(2)
16
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB VI Hubungan Keuangan Antara Pemerintah dan Perusahaan Negara, Perusahaan
Daerah,Perusahaan Swasta, Serta Badan Pengelola Dana Masyarakat Pasal 27 ayat(3),(4),(5)
17
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab II Pasal 4 ayat (1),(2),(3)
18
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab II Pasal 5 ayat (1),(2),(3),(4),(5)
19
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab II Pasal 6 ayat (1),(2),(3),(4),(5)
20
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab III Bagian Kesatu Pasal 7 ayat (1),(2),(3),(4),(5),(6)
21
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab III Bagian Kesatu Pasal 8 ayat (1),(2),(3),(4),(5),(6)
22
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab III Bagian Kesatu Pasal 9 ayat (1),(2),(3),(4),(5)
23
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab III Bagian Kesatu Pasal 10 ayat (1),(2),(3),(4),(5),(6),(7)
24
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab III Bagian Kedua Pasal 11 ayat(1),(2),(3) tentang Penggunaan RKA-K/L Dalam
Penyusunan Rancangan APBN.
25
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab IV Pasal 12 ayat (1),(2),(3),(4),(5),(6) tentang Alokasi Anggaran dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran.
26
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab IV Pasal 13 ayat(1),(2),(3),(4),(5) tentang Alokasi Anggaran dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran.
27
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab IV Pasal 14 ayat (1),(2),(3),(4) tentang Alokasi Anggaran dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran.
28
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab V Pasal 15 ayat (1),(2),(3),(4),(5) tentang Perubahan RKA-K/L Dalam
Pelaksanaan APBN.
29
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab VI Pasal 16 ayat (1),(2),(3) tentang Penyusunan RDP-Bendahara Umum Negara.
30
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab VI Pasal 17 ayat(1),(2),(3) tentang Penyusunan RDP-Bendahara Umum Negara.
31
Peraturan Pemerintah Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga Bab VI Pasal 18 (1),(2),(3),(4) tentang Penyusunan RDP-Bendahara Umum Negara.
32
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 29 Tauhun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah BAB II Penyelenggaraan SAKIP Bagian Kesatu Umum Pasal 2 ayat(1),(2)
33
Peratura Pemerintah Republik Indonesia Nomer 29 Tauhun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah BAB II Penyelenggaraan SAKIP Bagian Kesatu Umum Pasal 5 ayat(1),(2)
34
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 29 Tauhun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah BAB II Penyelenggaraan SAKIP Bagian Ketujuh Review dan Evaluasi
Pasal 29 ayat(1),(2),(3),(4),(5)
35
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 29 Tauhun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah BAB II Penyelenggaraan SAKIP Bagian Ketujuh Review dan Evaluasi
Pasal 30
36
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB I Ketentuan Umum Pasal 3 ayat(3)
37
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni BAB VI Hubungan Keuangan Antar Pemerintah dan Perusahaan Negara, Perusahaan
Daerah, Perusahaan Swasta, serat Badan Pengelola Dana Masyarakat Pasal 23
38
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instasni Pemerintah BAB VI Hubungan Keuangan Antar Pemerintah dan Perusahaan Negara,
Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serat Badan Pengelola Dana Masyarakat Pasal 24
39
Lembar Negara republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47 Penjelasan Atas Undang-Undang REpublik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara II Pasal Demi Pasala Pasal 3 ayat(3),(4)
40
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 29 Tauhun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah BAB I Ketentuan Umum Pasal 1ayat (1),(15),(16),(17),(19),(23)
41
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 29 Tauhun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah BAB II Penyelenggaraan SAKIP Bagian Pelaporan Kinerja Pasal 27
42
Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Tentang Perencanaan, Penganggaran, Pengendalian, Dan
Evaluasi Kinerja di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Bab V Pasal 46 tentang Sistem Informasi
Perencanaan dan Pengendalian Kinerja.
43
Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Tentang Perencanaan, Penganggaran, Pengendalian, Dan
Evaluasi Kinerja di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Bab VII Pasal 53 tentang Ketentuan
Penutup.

Anda mungkin juga menyukai