Anda di halaman 1dari 5

121

Lampiran 4

Latar Belakang Timbulnya Sistem Tanam Paksa


Pada tahun 1830, Johannes Van Den Bosch diangkat sebagai Gubernur
Jenderal Hindia Belanda yang diserahi tugas tugas utama meningkatkan produksi
tanaman ekspor yang terhenti selama sistem pajak tanah berlangsung. Beban tugas
yang berat tersebut didorong oleh keadaan parah keuangan negeri Belanda karena
hutang yang besar. Menurut Poesponegoro (2008: 325) menyatakan bahwa
masalah keuangan yang membelit Belanda tidak dapat ditanggulangi Belanda
sendiri, pemikiran timbul untuk mencari pemecahan-pemecahannya di koloni-
koloninya di Asia, yaitu di Indonesia. Hasil pertimbangan-pertimbangan ini
menjadi gagasan Sistem Tanam Paksa yang diintroduksi oleh van den Bosch
sendiri.
Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) merupakan sebuah eksperimen unik
dalam rekayasa sosio-ekonomi. Van den Bosch adalah salah satu orang dari
Belanda yang diangkat menjadi Komisaris Jenderal yang memiliki kekuasaan luar
biasa, yang pada saat itu menguasai sepenuhnya di Indonesia. Ia menerapkan
Sistem Tanam Paksa untuk orang-orang pribumi Jawa guna sebagai bentuk
pembaharuan dari sistem sebelumnya yang pernah mengalami kegagalan dalam
pelaksanaannya, yaitu sistem pajak tanah. Sebelumnya, pelaksanaan sistem ini
menimbulkan beberapa sikap buruk yang dimiliki dari orang Belanda, diantaranya
Belanda tidak dapat menciptakan hubungan baik dengan pihak petani Jawa,
sehingga kekerabatan antara mereka tidak terjalin dengan baik. Belanda juga tidak
mencoba untuk mendekati para bupati dan kepala desa, yang nantinya dapat
membantu mereka untuk mengekspor tanaman-tanaman yang terdapat di Jawa
untuk dimanfaatkan pihak Belanda sendiri.
Melihat kegagalan dari sistem tersebut, akhirnya Van den Bosch beralih ke
sistem yang baru yaitu cultuurstelsel (tanam paksa). Dengan mengamati letak
geografis di pulau Jawa yang sangat luas dan memiliki berbagai macam tanaman
berharga, Belanda membuat peraturan baru yang jauh berbeda dari sistem
sebelumnya. Diantaranya adalah merubah strategi pada pajak yang dikehendaki
dengan mengharuskan rakyat Jawa membayarnya dalam bentuk barang, yaitu
menyerahkan sebagian hasil-hasil pertanian mereka untuk diserahkan kepada
pihak Belanda, bukan lagi dengan menyerahkan dalam bentuk uang yang
dilakukan pada masa pajak tanah.
Setelah tiba di Indonesia (1830) Van den Bosch menyusun program
sebagai berikut :
1. sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak
banyak dan pelaksanaannya sulit.
2. Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenis-jenis
tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
3. Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil
tanamannya kepada pemerintah Belanda.
122

Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa (1830-1870).


Pelaksanaan Sistem tanam paksa tertuang dalam ketentuan-ketentuan
pokok dalam Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1834, no 22 berbunyi sebagai
berikut:
1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka
menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman dagangan
yang dapat dijual di pasaran Eropa.
2. Bagian dari tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan in
tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki
penduduk desa.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh
melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4. Bagian dari tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan
dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
5. Tanaman dagangan yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan, wajib
diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; jika nilai hasil-hasil
tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak yang harus dibayar rakyat,
maka selisih positifnya harus diserahkan kepada rakyat.
6. Panen tanaman dagangan yang gaagl harus dibebankan kepada
pemerintah, sedikit-dikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh
kurang rajin atau ketekunan pihak rakyat.
7. Penduduk desa mengerjakan tanah – tanah meeka dibawah pengawasan
kepala –kepala mereka, sedangkan pegawai – pegawai Eropa hanya
membatasi diri pada pengawasan apakah pengawasan pembajakan tanah,
panen, dan pengangkutan tanaman – tanaman agar berjalan dengan baik
dan tepat waktu.
Menurut ketentuan-ketentuan diatas memang tidak terlihat pemerintah
Belanda menekan rakyat. Namun di dalam prakteknya pelaksanaan sistem tanam
paksa sering sekali menyimpang jauh dari ketentuan-ketentuan di atas, sehingga
rakyat banyak dirugikan (Kecuali mungkin ketentuan nomor 4 dan 7). Dalam
menjalankan tanam paksa pemerintah Belanda menggunakan ikatan komunal dan
ikatan desa untuk mengorganisir masyarakat. Van den bosch menggunakan
pengaruh para bupati sehingga kekuasaan para bupati menjadi luas selain itu para
bupati dan kepala desa mendapatkan cultuurprocenten disamping pendapatan
yang didapat dari pemerintah, cultuurprocenten ini presentase tertentu dari
penghasilan yang diperoleh dari penjualan tanaman tanaman ekspor yang
diserahkan kepada pegawai Belanda, bupati dan kepala desa jika mereka berhasil
mencapai atau melampaui target produksi yang dibebankan kepada setiap desa.
Cara-cara ini tentu saja menimbulkan banyak penyelewengan yang merugikan
rakyat karena pegawai Belanda maupun para bupati dan kepala desa mempunyai
keuntungan sendiri dalam usaha untuk meningkatkan produksi tanaman dagang
untuk ekspor.
123

Salah satu akibat yang sangat penting dari tanam paksa adalah meluasnya
bentuk tanah milik bersama (komunal). Hal ini dikarenakan para pegawai
pemerintah kolonial cenderuing memperlakukan desa dengan semua tenaga kerja
yang tersedia dan tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa sebagai satu
keseluruhan untuk memudahkan pekerjaan mereka dalam menetapkan tugas
penanaman paksa yang dibebankan pada setiap desa. Jika para pegawai
pemerintah Belanda misalnya harus mengadakan persetujuan yang terpisah
dengan setiap petani, memperoleh seperlima bidang tanah mereka, hal ini akan
mempersulit mereka. Maka akan jauh lebih mudah untuk menetapkan target yang
harus dicapai oleh masing-masing desa sebagai satu keseluruhan desa.

Dampak Terjadinya Tanam Paksa Di Indonesia


Dampak dari terjadinya tanam paksa di Indonesia dapat dikelompokkan
dalam beberapa bidang yaitu :
1. Dalam bidang pertanian
Culture stelsel menandai dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang
di Indonesia secara luas. Kopi dan teh, yang semula hanya ditanam untuk
kepentingan keindahan taman mulai dikembangkan secara luas. Tebu, yang
merupakan tanaman asli, menjadi populer pula setelah sebelumnya, pada masa
VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman "tradisional" penghasil
rempah-rempah seperti lada, pala, dan cengkeh. Kepentingan peningkatan
hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya produksi beras
meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya penelitian untuk
meningkatkan hasil komoditi pertanian, dan secara umum peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun demikian, baru setelah
pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian pertanian dilakukan secara
serius.
2. Dalam bidang sosial
Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak
mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap
sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang
berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk
dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat perkembangan desa
itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih senang tinggal di desanya,
mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk
perkembangan kehidupan penduduknya.
3. Dalam bidang ekonomi
Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem
upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih
mengutamakan sistem kerjasama dan gotongroyong terutama tampak di kota-
124

kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam


paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya
untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa
tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan
demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah, mengakibatkan
perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di
Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu
suatu kerja paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan
bertambahnya kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial
berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk,
rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-
benteng untuk tentara kolonial. Di samping itu, penduduk desa se tempat
diwajibkan memelihara dan mengurus gedung-gedung pemerintah, mengangkut
surat-surat, barang-barang dan sebagainya. Dengan demikian penduduk
dikerahkan melakukan berbagai macam pekerjaan untuk kepentingan pribadi
pegawai-pegawai kolonial dan kepala-kepala desa itu sendiri.
Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya
dan cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh
karena ittu, sistem tanam paksa menimbulkan akibat secara umum yaitu:
1. Bagi Indonesia
 Sawah ladang menjadi terbengkalai karena diwajibkan kerja rodi yang
berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis
 Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan
hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung
risiko apabila panen gagal
 Akibat bermacam-macam beban, menimbulkan tekanan fisik dan mental
yang berkepanjangan
 Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat
 Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit dimana-mana sehingga
angka kematian meningkat drastis. Bahaya kelaparan menimbulkan korban
jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849),
dan Grobogan (1850). Kejadian ini mengakibatkan jumlah penduduk
menurun darstis. Disamping itu, juga terjadi penyakit busung lapar
(hongorudim) dimana-mana.
2. Bagi Belanda
 Keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda
 Hutang-hutang Belanda terlunasi
 Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja
 Kas Negeri Belanda yang semula kosong dapat terpenuhi
125

 Amsterdam berhasil dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia dan


perdagangan berkembang pesat
. Dampak Positif Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa
Pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia (1830-1870) bagi negeri
Belanda telah mampu menghapuskan utang-utang internasionalnya bahkan
menjadikannya sebagai pusat perdagangan dunia untuk komoditi tropis (Fauzi,
1999:31). Dari pernyataan tersebut kita dapat mengetahui betapa pelaksanaan
sistem tanam paksa di Indonesia ini telah memberikan keuntungan yang melimpah
bagi negeri Belanda, namun tidak halnya bagi masyarakat Indonesia. Bagi
masyarakat Indonesia, sistem tanam paksa telah menimbulkan berbagai akibat
pada masyarakat pedesaan utamanya berkaitan dengan hak kepemilikan tanah dan
ketenagakerjaan. Meskipun demikian, pelaksaan sistem tanam paksa sedikit
banyak juga telah memberikan nilai-nilai positif bagi masyarakat di pedesaan.
Dalam tanam paksa, jenis tanaman wajib yang diperintahkan untuk
ditanam adalah kopi, tebu, dan indigo. Dengan diperkenalkannya tanaman-tanamn
ekspor ini maka masyarakat dapat mengetahui tanaman apa saja yang bernilai jual
tinggi di pasaran internasional. Dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat
tradisional tentang tanaman ekspor, maka tentunya etos kerja masyarakat akan
mengalami peningkatan.
Sistem tanam paksa dapat diibaratkan sebagai 1 keping uang logam, disatu
sisi pelaksanannya telah memunculkan satu kerugian bagi masyarakat pedesaan
Indonesia, namun disisi lain sistem tanam paksa juga memberikan dampak positif
bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif dari sistem tanam paksa itu sendiri
dapat dijabarkan sebagaimana berikut:
1. Belanda menyuruh rakyat untuk menanam tanaman dagang yang bernilai
jual untuk diekspor Belanda. Dengan ini rakyat mulai mengenal tanamn
ekspor seperti kopi, nila, lada, tebu.
2. Diperkenalkannya mata uang secara besar – besaran samapai lapisan
terbawah masyarakat Jawa.
3. Perluasan jaringan jalan raya. Meskipun tujuannya bukan untuk menaikan
taraf hidup masyarakat Indonesia melainkan guna kepentingan pemerintah
Belanda sendiri, tetapi hal ini mencipatakan kegiatan ekonomi baru orang
Jawa dan memungkinkan pergerakan penduduk desa masuk ke dalam
berbagai kegiatan yang berkaitan dengan uang.
4. Berkembangnya industialisasi di pedesaan

Anda mungkin juga menyukai