Anda di halaman 1dari 5

TUGAS SEJARAH

Sistem Tanam Paksa

Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Afghan Faishal M
Anggun Setyaningrum
Dea Amalia P
Ghea Indhiera S
Hesti Widiyaningsih
Maria Natalia T M
Nofiya Ruswanti
Olivia S W
Riani Arnasari

(01)
(04)
(08)
(13)
(17)
(19)
(23)
(25)
(28)

SMA NEGERI 1 BOYOLALI

Tahun Pelajaran 2016/ 2017

Sistem Tanam Paksa


Cultuurstelsel (harfiah: Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan
sebagai Sistem Budi Daya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam
Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada
tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami
komoditi ekspor, khususnya kopi,tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada
pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada
pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam
setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.

Aturan
Berikut adalah isi dari aturan tanam paksa

Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk
cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis
tanaman perdagangan.

Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil
tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.

Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di
perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66
hari atau seperlima tahun.

Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh
melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan

Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani
seperti bencana alam dan terserang hama, akan di tanggung pemerintah Belanda
Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa

PELAKSANAAN
Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa tidak berjalan sebagai mana mestinya. Banyak sekali
penyimpangan yang terjadi yakni:
1. Rakyat lebih mencurahkan perhatian tenaga dan waktunya untuk tanaman berkualitas
ekspor, sehingga tidak sempat mengerjakan sawah dan ladang.
2. Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi batas waktu yang telah
ditentukan.
3. Jenis tanah tanaman kualitas ekspor melebihi 1/5 dari lahan garapan. Apabila tanah itu
harus lahan yang subur, sehingga akibatnya padi justru ditanam di kahan yang kurang
subur, sehingga hasilnya tidak maksimal
4. Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib tetap dikenai ajak
5. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayar tidak dibayarkan
kembali kepada rakyat
6. Kegagalan panen ditanggung rakyat

Dampak
Dalam bidang pertanian
Cultuurstelsel menandai dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang di
Indonesia secara luas. Kopi dan teh, yang semula hanya ditanam untuk kepentingan
keindahan taman mulai dikembangkan secara luas. Tebu, yang merupakan tanaman asli,
menjadi populer pula setelah sebelumnya, pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar
pada tanaman "tradisional" penghasil rempah-rempah seperti lada, pala, dan cengkeh.
Kepentingan peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya
produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya penelitian

untuk meningkatkan hasil komoditi pertanian, dan secara umum peningkatan


kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun demikian, baru setelah
pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian pertanian dilakukan secara serius.

Dalam bidang sosial


Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya
perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan
terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam
pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan
menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih
senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya
wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya.

Dalam bidang ekonomi


Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang
sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama
dan gotong royong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik
gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian
tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa
menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan
demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan perkebunanperkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya kerja rodi yaitu suatu kerja
paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan bertambahnya
kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial berupa pembangunanpembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk, rumah-rumah pesanggrahan
untuk pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng untuk tentara kolonial. Di
samping itu, penduduk desa se tempat diwajibkan memelihara dan mengurus gedunggedung pemerintah, mengangkut surat-surat, barang-barang dan sebagainya. Dengan
demikian penduduk dikerahkan melakukan berbagai macam pekerjaan untuk kepentingan
pribadi pegawai-pegawai kolonial dan kepala-kepala desa itu sendiri.

ALASAN TANAM PAKSA TERFOKUS DI PULAU JAWA

Sistem Tanam Paksa Paksa terfokus di Pulau Jawa karena secara di geografis tanah di
Jawa lebih subur dibanding daerah lainnya. Jenis tanaman yang diusahakan di pulau Jawa
adalah tanaman ekspor seperti kopi, teh, dan tembakau.
Didaerah Sumatera juga diterapkan Sistem Tanam Paksa namun tidak sefokus di Jawa.

Anda mungkin juga menyukai