BAB IPENDAHULUANA
A. Latar Belakang
Yang menjadi latar belakang munculnya sistem tanam paksa adalah sistem pajak
tanah yang dilakukan oleh Raffles yang kemudian diteruskanoleh Komisaris Jendral Van
Der Capellen dan Du Bus De Gisignies telah mengalami kegagalan, kegagalan yang
dimaksud dalam hal ini adalah kegagalan dalam merangsang para petani untuk
meningkatkan produksitanaman perdagangan untuk ekspor. Pemerintah Hindia Belanda
mengangkatjendral baru untuk Indonesia dengan alasan untuk meningkatkan
produksi tanaman ekspor pada tahun 1830, peningkatan tanaman ekspor dirasa sangatperlu
oleh pemerintah Belanda karena untuk menopang keadaan ekonomi Belanda
dengan hutangnya yang sangat besar. Karena Belanda merasa tidak mempunyai jalan
lain kecuali mencaripemecahan masalah di wilayah-wilayah koloni, akhirnya
menghasilkangagasan sistem tanam paksa yang diintroduksi oleh gubernur Van den
Bosch.sistem tanam paksa yang dijalankan oleh Van den Bosch disebut juga
Cultuurstelsel.
Pengertian Tanam PaksaSistem tanam paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh
GubernurJenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiapdesa
menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor,khususnya kopi,
tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepadapemerintah kolonial dengan
harga yang sudah dipastikan dan hasil panendiserahkan kepada pemerintah kolonial.
Penduduk desa yang tidak memilikitanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada
kebun-kebun milikpemerintah yang menjadi semacam pajak. Pada praktiknya peraturan
itu dapat dikatakan tidak berarti karenaseluruh wilayah pertanian wajib ditanami
tanaman laku ekspor dan hasilnyadiserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah
yang digunakan untukpraktik cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak
memilikilahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.
Tanampaksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda.Sistem
tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoliVOC karena ada
sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangatdibutuhkan pemerintah. Petani
yang pada zaman VOC wajib menjualkomoditi tertentu pada VOC, kini harus
menanam tanaman tertentu dansekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan
kepada pemerintah. Asettanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar
bagi modal padazaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga
1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belandaini, Van
den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh rajaBelanda, pada 25
Desember 1839. Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelahmuncul berbagai kritik dengan
dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula1870, yang mengawali era liberalisasi
ekonomi dalam sejarah penjajahanIndonesia.
1. Pulau Jawa
Pulau Jawa merupakan salah satu target utama sistem tanam paksa karena di pulau Jawa
terdapat sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat besar yang pastinya
dapat menunjang potensi untuk mengisi kekosongan kas Negara Belanda yang sedang
kosong melompong. Berikut ini beberapa daerah di Pulau Jawa yang menjadi tempat
eksekusi sistem tanam paksa
Salah satu potensi yang sangat besar untuk daerah ini yaitu pemanfaatan lahan untuk
ditanami oleh tanaman gula, dan merupakan daerah pengekspor gula pada waktu itu. Selain
itu, tanaman yang menjanjikan adalah teh dan tembakau untuk dijual di pasaran Eropa dan
Belanda berhasil mengeruk dan menarik keuntungan yang sebanyak-banyaknya sehingga
kas Belanda terisi bahkan berlebih sehingga dimanfaatkan untuk memperkaya diri tanpa
harus memperhatikan nasib bangsa Indonesia yang semakin lama semakin terpuruk serta
terlindas oleh roda tanam paksa yang ditetapkan oleh Belanda.
Penghasilan terbesar dari daerah ini adalah kopinya yang sangat terkenal dan salah satu
tambang emas bagi Belanda yang bertujuan menarik keuntungan sebesar-besarnya dari
bangsa Indonesia. Selain itu, tanaman lain yang dapat menunjang kualitas dari daerah ini
adalah teh dan tembakau.
2. Pulau Sumatera
Keterlibatan Belanda dalam kegiatan ekonomi di Sumatera Utara diawali oleh Jacobus
Nienhuys. Daerah perkebunan yaitu seperti Deli Serdang yang pada tahun 1865 merupakan
daerah penghasil tembakau sebesar 189 bal. Belanda pun memperoleh keuntungan besar.
Selain itu, daerah lainnya yaitu seperti Asahan atau Kisaran yang merupakan penghasil
karet, sehingga merupakan pengantar ekspor Indonesia dalam hal karet yang merupakan
penghasil karet yang mumpuni atau bagus pada saat itu. Walaupun tidak terlalu terkenal
namun ada daerah penghasil yang juga terlibat sistem tanam paksa yaitu seperti di Siak Sri
Indrapura yang merupakan penghasil sawit dan karet walaupun tidak terlalu besar
jumlahnya karena pada saat itu, Sultan Siak yaitu Sultan Syarif Khosim 1 dan Sultan Syarif
Khosim II menolak sistem tanam paksa pada rakyatnya.
Tanam paksa mendapat reaksi yang cukup keras dari masyarakat. Reaksi ini datang dari
Douwes Dekker dan Baron Van Howvel serta Frans Van De Putte.
Erward Douwes Dekker adalah residen di Lebak, Serang, Banten. Pada tahun 1860 beliau
menulis buku Max Havelaar yang berisi tentang penderitaan bangsa Indonesia akibat
pelaksanaan tanam paksa. Dalam menulis buku tersebut ia menggunakan nama samaran
yaitu Multattuli.
Baron Van Howvel merupakan salah satu seseorang anggota parlemen negeri Belanda. la
sempat beberapa tahun menetap di Indonesia yaitu di Batavia. Bersama dengan Frans Van
De Putte ia menentang sistem tanam paksa lewat parlemen Belanda. Van De Putte menulis
buku Suiker Contracten (Kontrak Gula).
Pelaksanaan sistem tanam paksa telah mempengaruhi dua unsur pokok kehidupan agraris
pedesaan Jawa, yaitu tanah dan tenaga kerja. Sistem tanam paksa pertama-tama
mencampuri sistem pemilikan tanah penduduk pedesaan, karena para petani diharuskan
menyerahkan tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor. Tuntutan akan kebutuhan
tanah pertanian untuk penanaman tanaman ekspor yang dilakukan dengan ikatan desa
telah mempengaruhi pergeseran sistem pemilikan dan penguasaan tanah. Ini terjadi karena
berbagai hal, baik karena adanya pertukaran atau pembagian tanah-tanah pertanian untuk
pemerataan pembagian kewajiban menyediakan tanah dan kerja kepada pemerintah,
maupun karena kecenderungan perusahaan pemilikan tanah perseorangan menjadi tanah
komunal desa.
Selain tanah, sistem tanam paksa membutuhkan pengerahan tenaga kerja rakyat secara
besar-besaran untuk penggarapan lahan, penanaman. pemanenan, pengangkutan dan
pengolahan di pusat-pusat pengelolaan atau pabrik. Pengerahan tenaga kerja yang
dibutuhkan itu dilakukan dengan menggunakan ikatan organisasi desa. Oleh karena itu,
sistem tanam paksa menyentuh unsur tenaga kerja dari kehidupan masyarakat agraris
pedesaan Jawa. Dalam praktiknya, semua kerja yang dibutuhkan dilakukan dengan sistem
kerja paksa.
Pelaksanaan sistem tanam paksa juga besar artinya dalam mengenalkan ekonomi uang ke
dalam lingkungan kehidupan pedesaan agraris. Kehidupan perekonomian desa yang semula
masih tradisional dan subsisten, secara berangsur-angsur berkenalan dengan ekonomi uang,
yakni melalui proses komersialisasi produksi pertanian dan pasaran kerja. Pengenalan
penanaman tanaman ekspor dan penyerapan tenaga kerja bebas yang berlangsung sejak
sistem tanam paksa, pada dasarnya telah menjadi pintu masuknya peredaran uang ke
daerah pedesaan secara luas, yang besar pengaruhnya dalam membawa pergeseran
perekonomian desa ke arah kehidupan ekonomi pasar. Peredaran uang itu masuk antara
lain melalui sistem pembayaran upah tanaman kepada petani penanam (plantloon),
pembayaran "uang penggalak tanaman" (cultuurprocenten) kepada para pejabat,
pembayaran upah kerja bebas, dan dalam perkembangan terakhir pembayaran sewa tanah
pada petani.
3. Kelaparan
Bahaya kelaparan melanda daerah Jawa Tengah pada tahun 1849 sampai 1850, terutama
terjadi di residen Semarang. Pada tahun 1850, residen Semarang penduduknya berkurang
9% sebagai akibat dari kematian dan pengungsian penduduk menuju daerah lain. Sebab
yang mendasari terjadinya kelaparan adalah (1) Kesewenang-wenangan pemerintah dan
penyalahgunaan para kepala pribumi, (2) Beberapa tanaman pemerintah yang wajib
dilaksanakan oleh penduduk seperti kopi, tembakau, tebu, dan nila, (3) Perluasan tanaman
nila secara besar-besaran. Tanaman nila ini menuntut lebih banyak tenaga pengerjaan serta
memberikan upah sedikit dan lebih merugikan jika dibanding dengan tanaman lain. Melihat
kenyataan ini, maka pemerintah melakukan penggantian tanaman nila dengan tanaman
tebu. Tanaman nila bagi
Tanam paksa adalah suatu aturan yang sengaja ditetapkan oleh Belandauntuk mengisi
kekosongan kas Negara Belanda dari pembiayaan biaya perangmelawan Belgia maupun
di Indonesia, serta Karena hutang luar negeriBelanda. Namun, secara tidak
langsung setelah diutusnya Van Den Bosch,maka ia menetapkan aturan-aturan tanam
paksa yang ternyata adalahkebalikan dari aturan-aturan tanam paksa yang telah
dibentuk sebelumnya diBelanda. Jadi, intinya apabila bangsa Indonesia tidak melakukan
perubahan padaaspek iptek, bangsa Indonesia akan tergilas bangsa lain dan dapat dibodoh-
bodohi dan dimanfaatkan kelemahan Indonesia untuk keuntungan bangsa lain.Oleh karena
itu, marilah kita sebagai Bangsa Indonesia bersama-samamewujudkan Indonesia
untuk tidak dapat lagi dibodoh-bodohi.
B. Saran
Demikianlah pembuatan makalah ini, penulis juga menyadari makalahini masih banyak
kesalahan dan kekurangan maka dari pada itu penulismengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan makalah yangakan datang akan lebih baik lagi. Kritik dan
saran penulis ucapkan terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
Moedjanto, G. 1988. Indonesia Abad ke-20 (Jilid I): Dari Kebangkitan Nasional sampai
Linggarjati. Yogyakarta: Kanisius.