Anda di halaman 1dari 7

Journal of Public Sector Innovations, Vol. 2, No.

1, November Tahun 2017, (26 – 32)

INOVASI PERAN PEMERINTAH DESA DALAM KEBIJAKAN PARIWISATA DI KOTA BATU

Akhmad Amirudin
Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya,
akhmadamirudin@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini mengkaji terkait dengan inovasi peran perangkat desa dalam kebijakan pariwisata di Kota
Batu, Kota Batu merupakan salah satu Kota di Indonesia yang pertumbuhan perekonomiannya didominasi
oleh sektor pariwisata. Pertumbuhan ekonomi selama tahun 2012-2016 perekonomian Kota Batu telah
menunjukkan tanda peningkatan dengan rata-rata mencapai 6,95 persen akan tetapi angka kemiskinan
belum menunjukkan penurunan yang signifkan dengan jumlah lebih dari 9.000 jiwa sejak 2013 hingga
2016 dan rasio gini pada tahun 2015 tercatat 0,36 poin atau naik dari angka tahun 2013 yaitu 0,31 poin.Hal
ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pariwisata belum mampu dirasakan oleh seluruh masyarakat.
hal ini terjadi dikarenakan sektor pariwisata masih didominasi oleh investor besar dengan membangun
pariwisata artificial (buatan) yang minim melibatkan masyarakat, oleh sebab itu pemerintah Kota Batu
mengembangkan pendekatan baru dengan mengoptimalkan peran pemerintah desa dalam mengembangan
kebijakan dewi (desa wisata) dan membentuk pokdarwis (kelompok sadar wisata). Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, jenis penelitian studi kasus dan analisis model interaktif dari Miles,
Huberman dan Saldana. Hasil analisis menunjukkan, bahwa inovasi peran perangkat desa dalam
mengembangkan destinasi wisata baru yang berbasis masyarakat serta kolaborasi dengan pokdarwis telah
memberikan bentuk baru dalam kebijakan pariwisata di Kota Batu, desa-desa wisata yang dikembangkan
pada tingkat desa lebih berhasil memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat serta
mampu melibatkan masyarakat secara masif.
Kata Kunci: Kebijakan, Pariwisata, Pemerintah Desa.

Abstract
This research examine the innovation of village government roles in tourism policy in Batu Municipality,
Batu Municipality is one of the cities in Indonesia whose economic growth is dominated by the tourism
sector. Economic growth during 2012-2016 Batu City's economy has shown a marked increase with an
average of 6.95 percent but the poverty rate has not shown a significant decline with the number of more
than 9,000 people since 2013 to 2016 and the gini ratio in 2015 was recorded at 0,36 points or up from the
2013 figure of 0.31 points. This indicates that the growth of the tourism sector has not been able to be felt
by the entire community. this happens because the tourism sector is still dominated by large investors by
building artificial tourism (artificial) which involves minimal society, therefore the city government of
Batu develop a new approach by optimizing the role of village government in developing the policy village
tourism and form of pokdarwis (kelompok sadar wisata (group of tourism awareness)). This research uses
qualitative approach, case study research and interactive model analysis from Miles, Huberman and
Saldana. The result of the analysis shows that the innovation of the role of village apparatus in developing
the new community based tourism destination and the collaboration with pokdarwis has given a new form
in tourism policy in Batu Town, the tourist villages developed at the village level are more successful in
giving positive influence to the people's welfare as well able to involve massively society.
Keywords: Policy, Tourism, Village Government.

PENDAHULUAN mengatasi masalah ekonomi, pemerintah selaku pembuat


Kebijakan publik dibuat oleh pembuat kebijakan kebijakan akan membuat kebijakan ekonomi. Kebijakan
untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Masalah tersebut pembangunan ekonomi sendiri, saat ini terus berkembang
berupa masalah sosial, ekonomi, dan sektor lain yang dan memiliki berbagai jenis pendekatan.Pendekatan yang
perlu perhatian dan penyelesaian. Kebijakan akan mampu sesuai dengan pembangunan di daerah adalah konsep
menyelesaikan masalah apabila diterapkan dengan pengembangan ekonomi lokal yang dipadukan dengan
implementasi yang baik. Nugroho (2014) berpendapat desentralisasi daerah sehingga pemerintah daerah
bahwa “kebijakan yang baik atau berhasil 60% dinilai memiliki kewenangan yang lebih luas terhadap
berdasarkan implementasinya”. Selain itu, untuk pembangunan dan pengembangan daerah

26
Amiruddin: Inovasi Peran Pemerintah Desa dalam Kebijakan Pariwisata…

Kota Batu adalah salah satu Kota Pariwisata yang Berdasarkan uraian tersebut terdapat permasalahan
memiliki pertumbuhan perekonomian yang cukup pesat di bahwa sektor jasa hotel memiliki kontribusi terhadap
Indonesia. Selama tahun 2012-2016 perekonomian Kota perekonomian Kota Batu namun apakah sektor tersebut
Batu telah menunjukkan tanda peningkatan. Hal ini memberikan dampak bagi masyarakat dan mampu
terlihat dari pertumbuhan ekonominya yang menunjukan mengurangi kesenjangan ekonomi masyarakat maka
arah positif dan terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi kebijakan pariwisata harus diarahkan pada pemerataan
Kota Batu dari tahun 2012 sampai dengan 2016 secara pendapatan bagi seluruh masyarakat Kota Batu, untuk itu
rata-rata mencapai 6,95 persen, dengan masing-masing peneliti menetapkan judul penelitian “Implementasi
pertumbuhan sebesar 7,26 persen pada tahun 2012; 7,29 Kebijakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 Tentang
persen pada tahun 2013; 6,90 persen pada tahun 2014; dan Kepariwisataan Di Kota Batu Dalam Pengembangan
6,69 persen pada tahun 2015 serta 6,61 persen pada tahun Ekonoim Lokal” dan dapat disusun rumusan masalah
2016. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebagai berikut: 1) Bagaimanakah implementasi kebijakan
yakni sebesar 7,29 persen, sebaliknya yang terendah pariwisata di Kota Batu? Dan 2) Bagaimana Peran
terjadi pada tahun 2016 sebesar 6,61 persen. Akan tetapi Pemerintah Desa dalam Kebijakan Pariwisata?
angka kemiskinan pada tahun 2013 tercatat sebesar 9.400
jiwa atau 4,77 persen, tahun 2014 turun menjadi 9.100
jiwa atau 4,59 persen; dan tahun 2015 menjadi 9.430 jiwa METODE
atau 4,71 persen serta tahun 2016 turun menjadi 9.050 Metode penelitian ini adalah kualitatif, dimana
jiwa atau sebesar 4,48 persen. Selanjutnya tingkat peneliti dalam mengumpulkan data bersifat emic, yaitu
Pengangguran Terbuka mengalami angka fluktuatif. Pada berdasarkan pandangan sumber data, bukan pandangan
tahun 2015 tercatat 4,29 % atau naik dari angka tahun peneliti (Sugiyono, 2015: 6). Jenis penelitian ini adalah
2013 yaitu 2,32 %. Kondisi ini perlu menjadi percermatan studi kasus. Arikunto (2006) mengemukakan bahwa
kita bersama untuk melihat data fenomena ini, sekaligus “metode studi kasus sebagai salah satu jenis pendekatan
mencari solusi secara cepat dan tepat. Serta angka indeks deskriptif, penelitian yang dilakukan secara insentif
gini pada 2015 yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi terperinci dan mendalam terhadap suatu organisme
yang sangat baik namun juga menjadi penanda (individu), lembaga atau gejala tertentu dengan daerah
ketimpangan pendapatan yang semakin besar di atau subyek yang sempit”. Data dikumpulkan dengan
masyarakat Kota Batu. Data menunjukkan tahun 2014 wawancara, observasi dan dokumentasi. Penelitian studi
gini ratio menunjukkan angka 0.29 dan tahun 2015 kasus ini berpedoman pada teori yang sudah ada. Posisi
menunjukkan angka 0.36, maka pada tahun 2015 pemanfaatan teori yang telah ada dimaksudkan untuk
peningkatan angka gini ratio terbesar dalam kurun waktu menentukan arah dan fokus penelitian.
6 tahun terakhir. Hal ini tentu menjadi early warning bagi Teknik analisis data penelitian ini adalah model
Pemerintah Kota Batu untuk mengkaji ulang kebijakan interaktif Miles, Huberman dan Saldana (2014), “kegiatan
pariwisata. Oleh sebab itu penting untuk meneliti analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi
implementasi kebijakan pariwisata di Kota Batu dalam secara bersamaan yaitu: kondensasi data, penyajian data
kotribusinya pada ekonomi lokal masyarakat. dan penarikan kesimpulan/verifikasi”. Data yang
Kota Batu telah menunjukkan tanda peningkatan ditemukan diuji kebenarannya dengan menganalisis dan
dengan rata-rata mencapai 6,95 persen akan tetapi angka mengklarifikasinya dengan model implementasi model
kemiskinan belum menunjukkan penurunan yang George C Edward III, top down, enforced mechanism dan
signifkan dengan jumlah lebih dari 9.000 jiwa sejak 2013 market mechanism. Kemudian menguji keabsahannya
hingga 2016 dan rasio gini pada tahun 2015 tercatat 0,36 dengan sumber di lapangan dan metode, maupun diskusi.
poin atau naik dari angka tahun 2013 yaitu 0,31 poin.Hal Kesimpulan diinterpretasikan dari verifikasi yang
ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pariwisata disesuaikan dengan data dan kajian yang diperoleh selama
belum mampu dirasakan oleh seluruh masyarakat. hal ini penelitian.
terjadi dikarenakan sektor pariwisata masih didominasi
oleh investor besar dengan membangun pariwisata
artificial (buatan) yang minim melibatkan masyarakat, HASIL DAN PEMBAHASAN
oleh sebab itu pemerintah Kota Batu mengembangkan Implementasi Kebijakan Pariwisata Di Kota Batu
pendekatan baru dengan mengoptimalkan peran 1. Komunikasi
pemerintah desa dalam mengembangan kebijakan dewi Komunikasi merupakan salah satu variabel yang
(desa wisata) dan membentuk pokdarwis (kelompok sadar mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan.
wisata) Kebijakan harus dikomunikasikan kepada pelaksana,
pihak yang terlibat dan sasaran, sehingga tujuan dan

27
Journal of Public Sector Innovations, Vol. 2, No. 1, November Tahun 2017, (26 – 32)

sasaran kebijakan bisa tercapai. Menurut Edward III kepariwisataan juga dilakukan kepada masyarakat Kota
komunikasi dalam implementasi kebijakan memiliki 3 Batu, komunikasi tersebut dilakukan Dinas Pariwisata
(tiga) dimensi. Pertama dimensi transisi, dimensi ini melalui Pokdarwis di setiap desa dan kelurahan dan
menghendaki bahwa kebijakan harus disampaikan kepada melalui Pusat Informasi Pariwisata (PIP) yang dibentuk
pelaksana kebijakan, selain itu juga harus disampaikan oleh Dinas Pariwisata. Komunikasi kepada masyarakat
kepada pihak lain yang berkepentingan dan kelompok dilakukan secara isidentil atau setiap saat dan setiap
sasaran dari kebijakan. Dalam proses implementasi waktu, sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan data
kebijakan Undang-Undang nomor 10 Tahun 2009 tentang dilapangan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
Kepariwisataan di Kota Batu, Dinas Pariwisata melakukan proses implementasi kebijakan kepariwisataan,
komunikasi di pegawai internal dinas yang selaku komunikasi dilakukan sudah sesuai dengan dimensi
pelaksana kebijakan. Komunikasi di internal dinas transisi menurut Edward III, dimana komunikasi
dilakukan melalui rapat di setiap hari senin, dan juga dilakukan tidak hanya kepada pelaksana kebijakan, tetapi
melalui rapat di setiap bidang. Selain itu komunikasi juga juga kepada pihak yang terkait dan kelompok sasaran.
dilakukan melalui group media sosial whatsapps, terdapat Yang dalam hal ini pegawai Dinas Pariwisata, aparatur
beberapa group yang dibuat untuk komunikasi antar desa, pokdarwis dan pelaku wisata atau masyarakat di
pelaksana sepertu group aparatur sipil negara Kota Batu Kota Batu.
group eselon 2, group eselon 3, group per Satuan Kerja Dimensi kedua dalam komunikasi adalah dimensi
Perangkat Daerah, group struktural dalam Dinas kejelasan. Dimensi kejelasan menurut Edward III
Pariwisata, dan group bidang di Dinas Pariwisata, dimana menghendaki komunikasi yang dilakukan kepada
di group tersebut digunakan untuk menyampaikan pelaksana kebijakan, pihak lain yang berkepentingan, dan
informasi dan berkoordinasi dengan pelaksana lainnya. kelompok sasaran dilakukan secara jelas, sehingga
Komunikasi berkaitan dengan implementasi kebijakan pelaksana kebijakan, pihak lain yang berkepentingan dan
Undang-Undang kepariwisataan juga dilakukan secara kelompok sasaran memahami apa yang harus
informal kepada pelaksana kebijakan dengan bertemu dipersiapkan dan dilakukan agar tujuan dari kebijakan
secara langsung setiap saat. dapat tercapai, karena setiap aktor tersebut mengetahui
Proses penyampaian informasi implementasi apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi
kebijakan kepariwisataan selain disampaikan kepada dari kebijakan tersebut. Berdasarkan data dilapangan,
pegawai internal Dinas Pariwisata, juga disampaikan proses komunikasi yang di lakukan dalam implemtasi
kepada pemerintah desa, yang dilakukan dengan cara kebijakan kepariwisataan sudah jelas, hal ini dapat
secara langsung orang dinas datang ke desa atau tercermin dari tindakan inisiatif dari setiap bidang di
kelurahan, dan orang desa diundang ke Dinas Pariwisata, Dinas Pariwisata untuk berkomunikasi dengan pihak
dalam proses komunikasi dengan pemerintah desa ini, terkait dan dalam pengembangan pariwisata di Kota Batu.
Dinas Pariwisata juga sekaligus melakukan monitoring Selain itu juga tercermin dari Pokdarwis yang membuat
dan evaluasi terhadap pengembangan pariwisata. forum pertemuan di setiap bulan untuk membicarakan
Komunikasi tentang penyampaian informasi mengenai permasalahan di desa dan kelurahan masing-masing dan
implementasi kebijakan Undang-Undang Kepariwisataan mencari solusi dari permasalahan itu. Pokdarwis juga
juga dilakukan kepada Kelompok Sadar Wisata secara aktif melakukan komunikasi dan koordinasi dengan
(Pokdarwis) yang ada disetiap kelurahan dan desa di Kota dinas dan masyarakat untuk mengembangkan pariwisata
Batu. Komunikasi dengan Pokdarwis dilakukan melalui di desa dan kelurahan masing-masing.
beberapa cara seperti mengadakan forum lalu Kejelasan komunikasi yang dilakukan dalam proses
mengundang Pokdarwis, pegawai dinas langsung implementasi kebijakan kepariwisataan, membuat para
berkoordinasi dengan Pokdarwis secara informal, dan juga pelaksana, pihak yang terkait dan sasaran kebijakan
melakukan komunikasi melalui forum Pokdarwis. Proses memahami apa yang harus dilakukan. hal tersebut
komunikasi dengan Pokdarwis dilakukan secara isidentil tergambarkan dari kebijakan yang diambil oleh Pokdarwis
yang artinya dilakukan kapan saja apabila dibutuhkan. di Desa Punten dan masyarakat pengelola kampung
Komunikasi tentang kebijakan kepariwisataan juga kungkuk dengan tidak melibatkan investor dalam
dilakukan kepada kelompok sasaran, yang dalam hal ini pengembangan kampung wisata kungkuk. Hal tersebut
adalah pelaku wisata. Seperti yang sudah dilakukan Dinas dilakukan mengingat dalam penyelenggaraan pariwisata
Pariwisata melakukan komunikasi dengan para pelaku masyarakat harus merasakan hasil dari pariwisata tersebut
wisata hotel dan restoran di Kota Batu, yang dilakukan di dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
hotel dengan penyampaian informasi tentang sertifikasi. dengan keputusan tidak melibatkan investor dalam
Penyampain informasi mengenai implementasi kebijakan pengembangan kampung kungkuk, sehingga masyarakat

28
Amiruddin: Inovasi Peran Pemerintah Desa dalam Kebijakan Pariwisata…

bisa menikmati hasil dari kampung wisatanya, dan tidak manusia di setiap bidang yang memang dikhususkan
menjadi tamu di kampung sendiri. Selain tanpa untuk hal tersebut. Kesiapan sumber daya manusia dalam
melibatkan investor, kebijakan yang menggambarkan implementasi Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009
tentang kepariwisataan tidak hanya pada Dinas Pariwisata,
kejelasan dalam proses komunikasi adalah kebijakan
tetapi juga pihak lain yang terlibat, dalam hal ini ada Pusat
melakukan kerjasama dengan beberapa hotel untuk Informasi Pariwisata yang bertugas menjadi perantara
mengembangkan kampung kungkun, dan juga anatara Dinas dan masyarakat serta bertugas menjadi
membrandingkan kampung kungkuk sebagai icon Desa pemandu wisata kepada wisatawan yang membutuhkan.
Punten, tetapi tetap memperhatikan keseimbangan di Tetapi sumber daya manusia di PIP yang jumlahnya 25
dusun lain, dengan menjadikan dusun lain menjadi orang semuanya belum mempunyai lisensi guide, dalam
penyangga kampung wisata kungkuk. Kejelasan upaya hal tersebut, Dinas Pariwisata memberikan
pelatihan kepada PIP secara bergiliran. Selain PIP, sumber
komunikasi kepada pelaku usaha juga tergambarkan dari
daya maunia di Pokdarwis dan masyarakat juga perlu
setelah dilakukannya sosialisasi sertifikasi kepada pelaku menjadi perhatian. Untuk meningkatkan kinerja
wisata hotel dan restoran, para pelaku wisata hotel dan pokdarwis dan para pelaku usaha atau masyarakat, Dinas
restoren sebanyak 22 pelaku mau mengajukan sertifikasi Pariwisata membuat program untuk pelatihan. Namun
Dimensi yang ketiga dalam komunikasi adalah pelatihan pemandu untuk Pokdarwis, dilakukan masih
dimensi konsistensi, dimensi ini menginginkan bahwa belum menyeluruh, hanya perwakilan satu orang di setiap
kebijakan yang diambil harus konsisten atau tidak kecataman.
simpang siur, sehingga pelaksana, pihak yang terkait, dan b. Sumber Daya Anggaran
kelompok sasaran tidak mengalami kebingungan. Menurut Edward III keterbatasan anggaran, akan
Berdasarkan data dilapangan bahwa komunikasi yang menyebabkan rendahnya keberhasilan dalam
dilakukan masih konsisten, hal tersebut tergambarkan dari implementasi kebijakan, selain itu juga akan
kegiatan-kegiatan dalam pariwisata tidak keluar dari menyebabkan program tidak berjalan secara optimal dan
kebijakan Undang-Undang nomor 10 tahun 2009 tentang disposisi para pelaku kebijakan rendah. Dinas Pariwisata
sudah terdapat anggaran yang mencukupi untuk
kepariwisataan. Selain itu juga tergambarkan dari program
melaksanakan sebuah kebijakan, karena sistem anggaran
atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan tetap mengarah dana yang digunakan dalam pemerintah Kota Batu adalah
kepada pengembangan pariwisata dan memaksimalkan anggaran berbasis kinerja, jadi anggaran disesuaikan
potensi yang ada di Kota Batu, yang didukung dengan dengan kebutuhan setiap instansi. Tidak hanya di Dinas
para pegawai dari pemerintah Kota Batu yang banyak Pariwisata, dalam pengembangan kampung wisata di Kota
terlibat dalam proses pengembangan pariwisata. Batu juga dibutuhkan sumber daya anggaran dari pihak
yang terkait seperti pemerintah desa. Di Desa Punten
2. Sumber Daya dalam menunjang implementasi kebijakan kepariwisataan
a. Sumber Daya Manusia belum terdapat alokasi anggaran khusus untuk
pengembangan pariwisata dam anggaran dana Desa
Menurut Edward III sumber daya manusia
Punten masih difokuskan untuk pembangunan sarana
merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
prasarana dan infrastruktur, hal tersebut sebabkan oleh
keberhasilan dari implementasi kebijakan. Sumber daya
terbatasnya ketersediaan dana yang ada di pemerintah
manusia yang tersedia di Kota Batu untuk
Desa Punten, seperti yang sudah digambarkan di
mengimplementasikan kebijakan Undang-Undang Nomor
penyajian data.
10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, khusunya di
Selain anggaran dana di pemerintah desa, anggaran
Dinas Pariwisata Kota Batu masih terdapat permasalahan,
dana di Pokdarwis juga dibutuhkan, karena Pokdarwis
dikarenakan masih terdapat pegawai yang lulusan Sekolah
juga sebagai pelaksana kebijakan kepariwisataan. Namun
Menengah Atas, dan di dinas sendiri belum ada
realita dilapangan anggaran dana di Pokdarwis di Kota
pemberdayaan untuk internal dinas. Selain itu sumber
Batu sangat terbatas, dikarenakan dana untuk operasional
daya yang tersedia di Dinas Pariwisata dilihat dari gelar
berasal dari swadaya anggota dan Pokdarwis juga belum
pendidikan formalnya, masih banyak pegawai yang
pernah mendapatkan anggaran dana dari Pemerintah Kota
bidang keilmuannya bukan keilmuan pariwisata, sehingga
Batu. Seharusnya Pokdarwis di setiap desa dan kelurahan
ini berdampak pada beberapa pelaksanaan program Dinas
mendapatkan alokasi dana untuk operasional dari
Pariwisata harus menggunakan pihak ketiga yang sudah
Pemerintah Kota Batu, karena Pokdarwis dibentuk dan
professional di bidangnya untuk menjadi fasilitator atau
disahkan oleh pemerintah Kota Batu.
pemateri.
Masih kurangnya sumber daya manusia di Dinas c. Sumber Daya Peralatan
Pariwisata juga terlihat saat proses perumusan kebijakan,
Sumber daya peralatan menurut Edward III ialah
yang dimana dalam proses perencanaan dan kajian yang sarana prasarana yang bisa digunakan untuk
sifatnya berat dan teknis seperti yang dicontohkan operasionalisasi implementasi kebijakan, sarana prasarana
pembuatan jalibar, Dinas Pariwisata menjalin kerjasama tersebut meliputi tanah, gedung, dan segala sarana yang
dengan pihak ketiga seperti akademisi dan konsultan. Hal
menunjang dalam implementasi kebijakan. Berdasarkan
tersebut dilakukan karena belum ada sumber daya
data dilapangan di Pemerintah Kota Batu dan khusunya

29
Journal of Public Sector Innovations, Vol. 2, No. 1, November Tahun 2017, (26 – 32)

Dinas Pariwisata sudah tersedia sarana prasarana seperti Sebagai top level, birokrasi Dinas Pariwisata
gedung pertemuan, gedung among tani dan kendaraan distrukturkan menjadi empat bidang yang masing-masing
bermotor yang bisa digunakan untuk menunjang bertugas untuk mencapai misi yang telah ditetapkan oleh
implementasi kebijakan kepariwisataan.
Dinas Pariwisata baik melalui program kerja yang telah
d. Sumber Daya Kewenangan ditetakan sesuai tahun anggaran maupun melalui inisiasi
Menurut Edward III sumber daya kewenangan program swadaya dari bidang maupun yang diperoleh
merupakan sumber daya yang penting, yang bisa melalui jarring aspirasi dengan masyarakat.. Adapun visi
mempengaruhi keberhasilan dalam implementasi dan misi Dinas Pariwisata secara linier juga disesuaikan
kebijakan. Oleh sebab itu pelaksana dalam kebijakan yang dengan visi misi Kota Batu dalam bidang terkait yakni
dikeluarkan harus diberi wewenang yang cukup, sehingga bidang pariwisata. Mengingat implementasi kebijakan
bisa membuat keputusan sendiri apabila terjadi
permasalahan yang harus segera diselesaikan dalam wisata mencakup multilevel pemerintahan, maka alur
melaksanakan kebijakan yang menjadi kewenangannya. koordinasi juga dilakukan secara hierarkis mulai dari
Berdasarkan data dilapangan di Dinas Pariwisata setiap dinas, kecamatan, desa hingga kampung wisata. Namun
bidang diberikan kewenangan yang cukup untuk tidak hanya berpaku pada hierarki top down, koordinasi
mengambil keputusan apabila terdapat permasalahan yang juga dilakukan secara lintas level misalnya dari dinas
harus segera diselesaikan dalam implementasi kebijakan langsung dengan pokdarwis desa ataupun sebaliknya
kepariwisataan. Jadi apabila ada permasalahan di
pemerintah desa juga dapat berkoordinasi dengan
masyarakat setiap bidang di Dinas Pariwisata
diperbolehkan berinisiatif langsung bertindak, sesuai pokdarwis tanpa melalui dinas terlebih dahulu. Sementara
dengan tugas dan fungsi yang melekat disetiap bidang. itu terkait dengan pembagian kewenangan, sebagi top
Kewenangan juga diberikan kepada Pokdarwis di level dinas pariwisata menyelenggarakan fungsi
setiap desa dan kelurahan di Kota Batu. Pokdarwis juga pembinaan dan koordinator utama kebijakan. Sementara
mempunyai wewenang cukup untuk mengambil untuk pemerintah kecamatan lebih memegang peran
keputusan dalam pengembangan kampung wisata di koordinator dari forum pokdarwis kecamatan. Sementara
desanya. Seperti keputusan yang sudah diambil di Desa
itu desa sebagai bottom level lebih banyak diposisikan
Punten yaitu pemberlakuan sistem wisata kungkuk
menjadi icon Desa Punten dan dusun lain menjadi sebagai mitra dinas dan pokdarwis dalam menggerakkan
penyangga. Masyarakat sendiri selaku pelaku wisata juga potensi wisata desa.
diberikan wewenang yang cukup untuk mengambil Menelaah secara teoritis, Edward III dalam Widodo
keputusan terhadap pengelolaan kampung wisata. (2010:106) menyebutkan bahwa struktur birokrasi dalam
Kewenangan pengembangan kampung wisata kungkuk implementasi kebijakan mencakup aspek seperti struktur
seluruhnya diserahkan kepada masyarakat, dinas dan organisasi serta pembagian kewenangan dan hubungan
pemerintah desa berperan sebagai pembina.
antar unit-unit kerja dalam implementasi kebijakan.
3. Struktur Birokrasi Pertama terkait dengan struktur organisasi dan tata kerja
Struktur birokrasi merupakan aspek penting dalam pada dinas pariwisata yang dibagi menjadi empat bidang
implementasi kebijakan publik. Struktur birokrasi disesuaikan dengan misi dinas yang terbagi menjadi
berkaitan dengan instrumen dalam menangani keperluan- empat pula sehingga setiap misi dapat diturunkan pada
keperluan publik. Struktur birokrasi menjadi kunci masing-masing bidang yang kemudian dirumuskan ke
penting dalam efektivitas dari implementasi kebijakan dalam program dan kegiatan teknis. Namun disamping
publik. Seringkali sumber – sumber untuk program yang telah ditetapkan sesuai dokumen
mengimplementasikan suatu kebijakan sudah cukup dan perencanaan, pada beberapa bidang dimungkinkan adanya
para implementator mengetahui apa dan bagaimana cara program swadaya yang menjadi inisiasi untuk lebih
melakukannya, memiliki keinginan untuk melakukannya mengoptimalkan pengembangan wisata. Hal tersebut
namun bisa jadi implementasi kebijakan publik masih merupakan sebuah langkah positif yang dimunculkan
belum berjalan efektif karena ketidakefisienan birokrasi. Dinas Pariwisata karena kinerja yang dilakukan terpaku
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pada program kerja yang sudah ada, namun masih
Kota Batu secara keseluruhan implementasi kebijakan memungkinkan munculnya langkah-langkah inisiatif
pengembangan pariwisata diselenggarakan oleh birokrai apabila dirasa dapat berkontribusi mendukung
multilevel yang mencakup top level yaitu pemerintah Kota keberhasilan program lainnya.
Batu yang diwakili dinas terkait yakni Dinas Pariwisata. Selanjutnya terkait dengan pembagian
selanjutnya pada middle level terdapat Pemerintah kewenangan, Edward III menyebutkan bahwa dalam
Kecamatan Bumiaji dan buttom level terdapat Pemerintah struktur birokrasi juga memuat karakteristik fragmnentasi
Desa Punten. yang mengandung arti bahwa implementasi mengandung
konsekuansi penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan

30
Amiruddin: Inovasi Peran Pemerintah Desa dalam Kebijakan Pariwisata…

kepada beberapa badan yang berbeda sehingga diperlukan Selain menjalankan program yang sudah ditetapkan
koordinasi. Terkait hal tersebut, implementasi kebijakan komitmen dinas untuk mengoptimalkan kebijakan
pengembangan pariwisata terfragmentasi pada beberapa pengembangan wisata, dinas melalui bidang
level pemerintahan seperti yang telah dijelaskan pengembangan produk pariwisata juga menginisiasi
sebelumnya yakni pada tingkat atas yaitu dinas, kegiatan swadaya untuk mengeksplorasi destinasi wisata
kecamatan dan pemerintah desa. Pembagian tanggung baru.
jawab yang melibatkan banyak pihak memungkinkan Sementara itu terkait dengan komitmen dinas
terjadinya distorsi kebijakan. Distorsi kewenangan dalam menjalankan program secara berkelanjutan masih
diantisipasi oleh dinas dengan menjalin koordinasi intensif belum begitu dirasakan masyarakat utamanya pada
terutama dengan pemerintah desa dan pokdarwis. Adapun masyarakat kampung kungkuk. Berdasarkan penuturan
pemerintah kecamatan dalam hal ini tidak telalu yang disampaikan oleh pengelola kampung wisata
memegang peran yang besar dikarenakan koordinasi yang kungkuk, program maupun kegiatan yang diturunkan dari
lebih dioptimalkan oleh dinas adalah langsung kepada dinas terutama yang bersifat pemberdayaan masih belum
desa dan pokdarwis. Akan tetapi tidak hanya berlaku dari dirasakan efek keberlanjutannya. Hal tersebut disebabkan
atas ke bawah, dalam hal ini pokdarwis sebagi lembaga kurangnya monitoring serta kajian evaluasi kegiatan
yang terpisah dari desa juga dapat melakukan koordinasi terkait. Terlebih adanya perombakan pegawai pada tubuh
dengan dinas tanpa melalui desa. Secara keseluruhan dinas seringkali mempengaruhi keberlanjutan dari
dalam struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan program yang dilaksanakan, dalam artian mutasi pegawai
pengembangan wisata menunjukkan sifat yang lebih terkadang membuat kegiatan yang sudah berjalan terhenti
fleksibel mengingat laur koordinasi tidak senantiasa dan kemudian diganti dengan kegiatan yang baru.
dilakukan secara hierarkhis akan tetapi juga dapat bersifat Seperti yang telah dibahas sebelumnya disposisi
lintas level. menyangkut tentang kemauan, keinginan dan
kecenderungan para pelaku kebijakan untuk
4. Disposisi
melaksanakan kebijakan secar sungguh-sungguh
Faktor disposisi atau kemauan aparatur adalah seghingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat
stimulus internal bagi aparatur untuk mau bersungguh- tercapai dengan baik. Edward III dalam Widodo
sungguh dalam menjalankan kebijakan. Berbicara terkait (2010:104) mengatakan bahwa apabila implementasi
dengan disposisi, para aparatur pemerintah seringkali kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien maka
dihadapkan pada kewajiban untuk mencapai target kinerja pelaksana kebijakan tidak cukup hanya mengetahui apa
yang telah ditetapkan. Namun lebih daripada itu, seorang yang harus dilakukan tetapi juga harus memiliki kemauan
aparatur dituntut tidak hanya berkerja dengan berdasar untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Edward III
pada orientasi pencapaian target namun juga menyoroti bahwa setiap pegawai yang ditempatkan dalam
menginternalisasikan jiwa pengabdian serta bekerja stulus jabatan tertentu harus memiliki dedikasi pada kebijakan
hati kepada masyarakat. Oleh sebab itu, adanya hasrat yang telah ditempatkan. Terkait hal tersebut dinas
untuk bekerja secara sungguh-sungguh menjadi penunjang pariwisata melalui kepala bidang pengembangan produk
utama dalam menciptakan totalitas dan profesionalitas wisata telah menunjukkan komitmen dan dedikasi untuk
kerja. Secara keseluruhan aparatur yang benar-benar melaksanakan kebijakan pengembangan wisata hal
memiliki hasrat untuk mengabdi dan melayani masyarakat tersebut salah satunya terlihat dari adanya inisiasi
akan menjadi motor bagi keberhasilan kebijakan membuat kegiatan swadaya diluar program kerja.
pemerintah. Inisiasi kegiatan yang dijalankan bidang
Komitmen menjadi tolak ukur utama pada aspek pengembangan produk dinas pariwisata menjadi wujud
disposisi pada implementasi kebijakan. Dinas Pariwisata optimalisasi kinerja aparatur dinas untuk tidak hanya
selaku leading sector dalam kebijakan pengembangan bekerja berdasarkan program kerja namun juga turut
pariwisata berusaha untuk mewujudkan komitmen melalui mengupayakan inovasi kegiatan demi memaksimalkan
optimalisasi pengembangan destinasi wisata. Langkah keberhasilan kebijakan. Akan tetapi yang perlu
konkret yang dilakukan adalah dengan menjadikan dioptimalkan adalah komitmen dalam menyelenggarakan
pengembangan desa wisata sebagi program prioritas pada program yang berbasis pemberdayaan secara
Renja 2018, dengan demikian Pariwisata berkoordinasi berkelanjutan. Bagaimanapun juga basis pengembangan
dengan OPD lain seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Bina model desa wisata menjadikan pemberdayaan masyarakat
Marga untuk memperbaiki insfrastruktur dan menambah sebagai sentral dari keberhasilan program. Tidak lagi
fasilitas wisata seperti contohnya di kampung kungkuk. hanya berbicara soal komitmen pada tataran individu
Dinas juga memberikan pembinaan bersama dengan desa setiap aparat birokrat, namun keberhasilan kebijakan
untuk memberdayakan masyarakat kampung kungkuk. seharusnya menjadi komitmen institusi yang menjiwai

31
Journal of Public Sector Innovations, Vol. 2, No. 1, November Tahun 2017, (26 – 32)

semnagat seluruh pegawai dinas untuk bersama komitmen untuk menciptakan sebuah program atau
menyukseskan kebijakan tersebut. Terlepas dari adanya kegiatan yang berkelanjutan. Hal tersebut masih menjadi
perombakan atau mutasi pegawai seharusnya tidak kritik masyarakat yang menilai bahwa pemerintah kurang
menjadi alasan bagi terhentinya suatu program. Setiap bersungguh-sungguh dalam menyelenggarakan program
kebijakan yang diwujudkan melalui program yang berkelanjutan karena program yang telah dijalankan
pemberdayaan sudah semestinya dijalankan secara belum dimonitoring secara baik, sehingga hasilnya belum
berkelanjutan sehingga sepanjang pelaksanaan kegiatan begitu dapat dirasakan oleh masyarakat.
harus disertai dengan monitoring dan evaluasi untuk
mengukur sejauh mana keberhasilan capaiannya. Hal Saran
tersebut yang masih menjadi koreksi bagi Dinas Adapun saran yang dapat dipertimbangkan untuk
Pariwisata Batu untuk memberikan semangat dedikasi memperbaiki implementasi kebijakat tersebut adalah
serta kinerja yang sungguh-sungguh dalam sebagai berikut:1) Pembentukan mekanisme dan alur
mengimplementasikan kebijakan yang bersifat komunikasi melalui jaringan formal sehingga semua
sustainable. pihak dapat dengan mudah berkoordinasi; 2) Sumber
daya yang perlu untuk ditingkatkan adalah sumber daya
manusia pada Dinas Pariwisata agar sesuai dengan
PENUTUP kompetensi pariwisata, serta optimalisasi peran pelatihan
Simpulan terhadap pokdarwis di desa; 3) Diperlukan stuktur
Berdasarkan penelitian dan analisis yang dilakukan birokrasi yang lebih jelas untuk mengatur kewenangan
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Komunikasi desa, kelurahan dan dinas pariwisata sehingga tidak
yang dilakukan dalam implementasi kebijakan terjadi overlapping kewenangan; 4) Aspek disposisi
kepariwisataan, sudah memenuhi dimensi transisi, yang kebijakan perlu dilakukan secara berkelanjutan yang
berarti kemunikasikan dilakukan tidak hanya kepada menerapkan sistem komitmen multiyear agar
pelaku utama kebijakan, tetapi juga pihak yang terlibat kepercayaan pemerintah desa terhadap Dinas Pariwisata
dan kelompok sasaran, yang dalam hal ini adalah Dinas lebih baik lagi; 5) Diperlukan analisa leverage factor
Pariwisata, Pusat Informasi Pariwisata, Apratur Desa yang lebih tepat dalam kebijakan pariwisata agar dapat
Punten, Kelompok Sadar Wisata dan pelaku wisata atau meningkatkan dampak yang dihasilkan dari implementasi
masyarakat. Selain itu komunikasi yang dilakukan sudah kebijakan tersebut; 6) Memperluas jangkauan UMKM
memenuhi dimensi kejelasan, hal tersebut terlihat dari yang dapat dibina untuk mendukung kebijakan pariwisata
Dinas Pariwisata, Pemerintah Desa, Pokdarwis dan agar UMKM yang terlibat lebih banyak lagi.
kelompok masyarakat yang sudah memahami apa yang
harus dipersiapkan dan dilakukan. 2) Sumber daya disini
dibagi menjadi 4 (empat) sumber daya manusia, anggaran, DAFTAR PUSTAKA
peralatan, dan kewenangan. Aspek sumber daya manusia
dalam implementasi kebijakan pariwisata masih perlu BPS Kota Batu. 2017. Statistik Kota Batu 2017.
ditingkatkan mengingat masih ada pegawai Dinas Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Pariwisata yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas Praktik, Ed Revisi VI, Penerbit PT Rineka Cipta,
dan ada pegawai yang tidak sesuai dengan kompetensi Jakarta.
pendidikan formalnya. 3) Pada aspek struktur birokrasi, Miles, Metthew B, A. Michael Huberman and Johnny
implementasi kebijakan pengembangan wisata khususnya Saldana. 2014. Qualitative Data Analysis, A Methods
pada wisata kampung kungkuk melibatkan multilevel Sourcebook, Third Edition.Sage Publications, Inc.
stakeholder yang terdiri dari pemerintah Kota melalui Nugroho, Riant. 2014. Public policy, teori, manajemen,
dinas terkait yaitu dinas pariwisata Kota Batu yang dinamika, analisis, konvergensi, dan kimia kebijakan.
memegang kewenangan sebagai leading sector. 4) Pada Edisi kelima, revisi. Gramedia: Jakarta
aspek disposisi, komitmen dinas ditunjukkan dengan
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. CV
optimalisasi pelakasanaan kegiatan melalui fasilitasi Alfabeta: Bandung
sarana prasarana, pelatihan dan pembinaan serta
Widodo, Joko.2010. Analisis Kebijakan Publik. Malang:
menginisiasi kegiatan swadaya diluar program kerja
Bayumedia.
sebagai upaya untuk mendukung keberhasilan program
kerja yang ada. Sementara itu yang masih menjadi
kekurangan dinas dalam melakasanakan kebijakan
pengembangan pariwisata adalah terkait dengan

32

Anda mungkin juga menyukai