(Diajukan untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Analisis Kebijakan Publik)
Dosen Pengampu: Dr. Salamatul Afiyah, M.Si
Disusun Oleh :
2023
ANALISIS INOVASI KEBIJAKAN TENTANG KOORDINASI
PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI
LIMA DI KOTA BANDUNG
Siva Sopia
Sivasopia8@gmail.com
ABSTRACT
Street vendors, known as "Pedagang kaki lima" (PKL), play a vital role in the
urban landscape of Indonesia. They serve as microeconomic service providers
who make significant contributions to the local economy. However, the presence
of PKL often poses challenges in terms of coordination and empowerment in
major cities, including Bandung. This research aims to provide policy innovation
recommendations to the Bandung City Government regarding the organization
and empowerment of PKL in the city. The study utilizes a qualitative approach
with data collection methods through literature review. The findings of this
research suggest several steps that the government can take, including: 1)
improving the quality of human resources and providing capital; 2) developing
infrastructure and facilities; and 3) mapping and zoning PKL areas.
Keywords: Empowerment of PKL; Organization of PKL; Policy
innovation; PKL; Public Policy
ABSTRAK
1
PENDAHULUAN
Kota Bandung, sebagai salah satu kota metropolitan yang berkembang pesat di
Indonesia, menghadapi tantangan yang serupa dalam mengatur keberadaan dan
kegiatan PKL. Penataan yang tidak terkoordinasi dan kekurangan pemberdayaan PKL
dapat mengakibatkan masalah seperti kemacetan lalu lintas, penurunan kualitas
lingkungan, dan persaingan yang tidak sehat antara PKL dengan sektor usaha lainnya.
METODE
2
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis analisis
deskriptif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang di mana
penelitian tidak memerlukan angka atau rumus statistik dalam pengumpulan dan
pengolahan data., namun peneliti memberikan pandangan dan menafsirkan terhadap
hasilnya (Anggara, 2015). Data dalam pendekatan kualitatif adalah berupa kata,
kalimat, skema dan gambar.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini berupa studi
literatur. Studi literatur sendiri merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
berasal dari sumber-sumber literasi seperti artikel, jurnal, berita, dan lain sebagainya,
yang kemudian dikumpulkan, dirangkum, dan dianalisis berdasarkan kebutuhan dari
topik yang akan dibahas (Sugiyono, 2017)
3
Proses kebijakan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah
yang dimulai dari perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan. Proses
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dilakukan oleh kelompok penentu atau
elit politik. Mereka adalah individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan
atau pengaruh yang signifikan dalam mengambil keputusan politik dan
menentukan arah kebijakan pemerintah. Proses ini melibatkan berbagai
tahapan seperti identifikasi isu, analisis kebijakan, pembuatan draft kebijakan,
hingga akhirnya keputusan resmi tentang kebijakan yang akan diambil. Output
dari proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan adalah kinerja kebijakan. Ini
merujuk pada hasil konkret dari implementasi kebijakan yang telah diambil
oleh pemerintah. Kinerja kebijakan dapat diukur berdasarkan pencapaian
tujuan kebijakan, dampaknya terhadap masyarakat atau sektor tertentu, dan
efektivitasnya dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Hal penting yang perlu dipahami adalah bahwa sebuah kebijakan tidak
bersifat permanen. Kebijakan dapat mengalami perubahan atau penghapusan
seiring waktu berjalan. Perubahan kebijakan dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti perubahan kondisi sosial, politik, ekonomi, atau kebutuhan
masyarakat yang berubah. Kebijakan juga tidak lahir begitu saja, melainkan
merupakan hasil dari proses pemikiran, analisis, dan penyesuaian terhadap
kejadian-kejadian yang terjadi dalam masyarakat. Kebijakan biasanya
ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan atau tantangan yang dihadapi
oleh masyarakat, dan proses perumusan kebijakan harus mempertimbangkan
kondisi riil yang ada. Dengan demikian, perumusan dan pelaksanaan
kebijakan merupakan proses yang kompleks dan terus berubah seiring dengan
perubahan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Kebijakan yang efektif harus
mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dan tetap relevan dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi. (Desrinelti, Afifah, & Gistituati,
2021).
4
konsekuensi dari berbagai kebijakan yang mungkin diambil. Setelah analisis,
tahap perencanaan melibatkan pembuatan rencana tindakan yang spesifik dan
jelas untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi.
5
membagi inovasi menjadi produk baru dan proses baru. Inovasi produk dapat
berupa barang atau jasa. Inovasi proses dapat bersifat teknologi atau
organisasional. Beberapa inovasi produk (misalnya, barang investasi) berubah
menjadi inovasi proses dalam "inkarnasi kedua" mereka (Edquist, 2001).
6
b. Respons terhadap perubahan: Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik
terus berubah dengan cepat. Inovasi kebijakan memungkinkan
pemerintah untuk tetap responsif terhadap perubahan tersebut. Dengan
mengadopsi pendekatan inovatif, kebijakan publik dapat disesuaikan
dengan tantangan baru, tren, dan kebutuhan masyarakat yang
berkembang.
c. Meningkatkan kualitas kebijakan: Inovasi kebijakan membantu
meningkatkan kualitas kebijakan dengan mencari solusi yang lebih
efektif dan efisien. Dengan menguji dan mengadopsi pendekatan baru,
kebijakan publik dapat menghasilkan hasil yang lebih baik dan
memastikan penggunaan sumber daya yang optimal.
d. Merangsang pertumbuhan dan pembangunan: Inovasi kebijakan dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan menerapkan kebijakan inovatif, pemerintah dapat menciptakan
lingkungan yang mendukung inovasi, kewirausahaan, dan investasi.
Hal ini dapat mendorong sektor swasta untuk berinovasi dan
menciptakan lapangan kerja baru.
e. Memperbaiki pelayanan publik: Inovasi kebijakan juga dapat
membantu meningkatkan pelayanan publik. Dengan mencari
pendekatan baru, pemerintah dapat merancang kebijakan yang lebih
responsif terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat. Ini dapat
meningkatkan kepuasan masyarakat, meningkatkan aksesibilitas, dan
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
f. Peningkatan partisipasi publik: Inovasi kebijakan dapat mendorong
partisipasi publik yang lebih besar dalam proses kebijakan. Dengan
melibatkan masyarakat dalam merumuskan kebijakan, inovasi
kebijakan dapat memastikan representasi yang lebih baik dan
memperkuat legitimasi kebijakan.
7
pertumbuhan, meningkatkan pelayanan publik, dan memberikan solusi yang
lebih efektif dalam mengatasi masalah-masalah yang kompleks.
Arti lain dari pedagang kaki lima sendiri yaitu: “The People who offer
goods or services for sale from public places, primarily streetes and
pavement”. Pedagang kaki lima adalah suatu usaha yang sederhana dan kecil
yang dimana masyarakat lah yang melakukannya terutama bagi masyarakat
yang memiliki penghasilan yang rendah dan modal yang sangat terbatas.
Istilah "kaki lima" sendiri merujuk pada trotoar yang dulunya memiliki lebar 5
kaki atau sekitar 1,5 meter. Dalam konteks ini, pedagang kaki lima (PKL)
adalah pedagang yang berjualan di area trotoar, biasanya di daerah dengan
keramaian umum seperti depan toko, kawasan perdagangan, pasar, sekolah,
dan bioskop (Rafidah, 2019).
Pedagang kaki lima memilih lokasi tersebut dengan tujuan agar barang
dagangannya cepat terjual. Oleh karena itu, mereka cenderung memilih tempat
yang berada di pusat-pusat perkotaan dengan populasi yang padat atau daerah
yang menjadi pertemuan jalur lalu lintas yang ramai. Dalam menjalankan
usahanya, pedagang kaki lima sering menggunakan sarana berjualan seperti
8
kios, tenda, atau berjualan secara lesehan dengan cara menata barang
dagangan yang akan ditawarkan kepada pembeli. Pedagang kaki lima
menggunakan kios-kios sebagai sarana berjualan, yang merupakan tempat
usaha dengan atap dan dinding semi permanen. Biasanya, dinding tempat
berjualan dibuat dari bahan yang berasal dari triplex. Keberadaan pedagang
kaki lima di perkotaan tidak menunjukkan bahwa mereka merupakan
kelompok masyarakat yang tidak berhasil memasuki sistem ekonomi
perkotaan. Sebaliknya, hal ini mencerminkan bahwa adanya suatu perubahan
masyarakat desa yang semulanya berbasis pertanian, kini berubah menjadi
masyarakat kota yang berbais industri, jasa, dan perdagnagn (Rafidah, 2019).
9
konsisten atau ketat, dan konflik dengan kepentingan pemilik usaha lain atau
lingkungan sekitar.
10
yang dimulai pada tahun 2014. Lebih dari seribu kartu telah diberikan kepada
para pedagang PKL yang memiliki KTP Kota Bandung. Pada waktu itu, target
total yang ditetapkan adalah 12.600 orang PKL. Selain itu, berbagai kegiatan
lain seperti pelatihan dan bantuan modal juga telah dilaksanakan. Meskipun
demikian, PKL sering dianggap sebagai masalah dan mendapatkan label
negatif. Beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah seringkali
bertentangan dengan keberadaan PKL, terkait dengan keamanan, keindahan,
dan kenyamanan kota. Pelarangan dan penegakan denda terhadap pelanggar
aturan seringkali menjadi fokus utama. Berita tentang penertiban, yang
sebelumnya dikenal sebagai "tibum" (ketertiban umum), yang terkadang
disertai dengan kekerasan dan pencabutan barang dagangan, selalu muncul
dari tahun ke tahun.
11
Dalam paper ini penulis memberikan setidaknya beberapa
rekomendasi saran terkait inovasi kebijakan penataan dan pemberdayaan PKL.
Yaitu:
12
Melakukan pemetaan dan zonasi area khusus untuk pedagang kaki
lima di Kota Bandung. Dengan melakukan pemetaan yang tepat,
pemerintah dapat mengidentifikasi area yang cocok untuk berdagang,
termasuk area yang dekat dengan permintaan konsumen atau wisatawan.
Zonasi yang jelas akan membantu mengatur jumlah dan jenis pedagang
yang diperbolehkan di setiap area, sehingga mengurangi persaingan yang
tidak sehat dan meningkatkan pengalaman berbelanja bagi penduduk
setempat dan wisatawan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, A. Y., & Rusfiana, Y. (2016). Teori & Analisis Kebijakan Publik.
Bandung: Alfabeta Bandung.
Desrinelti, D., Afifah, M., & Gistituati, N. (2021). Kebijakan publik: konsep
pelaksanaan. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 6(1), 83.
https://doi.org/10.29210/3003906000
Edler, J., & Fagerberg, J. (2017). Innovation policy: What, why, and how. Oxford
Review of Economic Policy, 33(1), 2–23. https://doi.org/10.1093/oxrep/grx001
13
Fagerberg, J. (2018). Innovation policy: Rationales, lessons and challenges.
Innovation, Economic Development and Policy: Selected Essays, (April), 93–
108. https://doi.org/10.1111/joes.12164
Rafidah. (2019). Strategi dan Hambatan Pedagang Kaki Lima Dalam Meningkatkan
Penjualan ( Studi Kasus PKL di Telanaipura Kota Jambi). IJIEB: Indonesian
Journal of Islamic Economics and Business, 4(2), 55–69. Retrieved from
http://e-journal.lp2m.uinjambi.ac.id/ojp/index.php/ijoieb
14