Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“Evaluasi dan Terminasi Kebijakan Publik”

Studi Kasus: Evaluasi dan Terminasi Mengenai Tenaga Kerja Asing di Indoensia

Dosen Pengampu : Dr. Suranto, M.Pol.

Disusun Oleh :

Bahrul Aziz/NIM20170520

Hafizul Syahrizat/NIM20170520

Tiara Khairunissa/NIM20170520263

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATRA

APRIL 2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, atas terselesaikannya makalah yang bertemakan
“Evaluasi dan Terminasi Kebijakan Publik” ini sehingga bisa selesai tepat waktu. Makalah ini
menggambarkan bagaimana sistematika pengevaluasian dan terminasi sebuah kebijakan yang
telah berjalan. Hal ini menjadi penting sebagai informasi serta bahan evaluasi guna memperbaiki
sistem apabila terjadi hal yang sama di masa mendatang.

Kami berharap makalah ini akan menjadi penambah ilmu bagi pembacanya. Kami juga
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, dengan itu kami
mengharapkan saran dan juga kritik dari pembaca sekalian karena sesungguhnya kekurangan
milik kita sebagai manusia dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Tim Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….1

Daftar isi………………………………………………………………..………………………….2

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………………………………3

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..

BAB II : Pembahasan

2.1 Sub Teori…………………………………………………………………….

2.2 Studi Kasus……………………………………………………………………………………..

BAB II : Penutup

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..……........

3.2 Saran…………………………………………………………………………………………

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada proses berjalannya suatu Negara tentunya ada kebijakan yang dilaksanakan oleh
seluruh komponen di dalamnya. Hal ini juga berlaku di Indonesia, berbagai hal diatur guna untuk
mensejahterakan masyarakatnya. Dalam siklus pelaksaan kebijakan yang baik diperlukan adanya
sebuah rekonstruksi sistem ataupun teknisi dari pelaksanaannya. Hal itu itu ditujukan agar
kebijakan berkembang melalui proses perbaikan dalam pertimbangannya berdasarkan perspektif
efisiensi maupun efektivitas kebijakan yang telah diberlakukan sebelumnya, maka diperlukan
adanya suatu evaluasi. Evaluasi kebijakan dapat dilihat dalam dua perspektif yang berbeda,
pertama evaluasi kebijakan merupakan akhir dari kebijakan tersebut atau bisa disebut juga
sebagai terminasi kebijakan. Perspektif kedua ialah perubahan beberapa bagian dengan melihat
efektifitas dan efesiensi dari kebijakan tersebut.

Pada dasarnya evaluasi merupakan suatu kegiatan yang menilai suatu objek tertentu bisa
jadi suatu objek tersebut adalah kebijakan, kinerja dari kegiatan ataupun alur pelaksanaan dari
suatu kebijakan yang meliputi berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut. Sementara itu, evaluasi
di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pengumpulan dan pengamatan dari berbagai
macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas dari suatu objek, program, atau proses
berkaitan dengan spesifikasi dan persyaratan penggunaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Parson juga megemukakan bahwa evaluasi kebijakan bertugas sebagai pemeriksa secara objektif,
sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program public terhadap target
capaiannya.(Evaluation, Muhiddin, Pascasarjana, & Makassar, 2017)

Kemudian, Jones menjelaskan sebelas konsep tentang kebijakan publik, termasuk


penjelasan signifikansi dari evaluasi dan terminasi kebijakan. Menurut Jones, evaluasi ialah
upaya menilai hasil implementasi kebijakan, setelah menentukan metode metode evaluasi.
Evaluasi merupakan tahap di mana upaya dilakukan untuk menemukan faktor-faktor penghambat
dan pendorong serta kelemahan isi dan konteks kebijakan itu sendiri. Evaluasi kebijakan
membutuhkan bantuan proses monitoring. Selanjutnya, Ia menjelaskan bahwa diperlukan adanya
terminasi kebijakan, yakni tahap penyesuaian kebijakan publik untuk menentukan apakah perlu
direvisi ataukah diakhiri karena kebijakan telah selesai atau mengalami gagal total.
Seturut dengan hal tersebut, Harold Laswell menyederhanakan tahapan proses kebijakan,
dua di antaranya mengenai terminasi dan penilaian kebijakan. Menurutnya terminasi yakni tahap
penyesuaian kebijakan publik dengan kelompok sasaran. kemudian , menurut Laswell perlu
adanya bentuk upaya menilai hasil penyesuaian kebijakan, menemukan faktor-faktor
penghambat dan pendorong untuk perbaikan atau diakhirinya suatu kebijakan.

Perubahan dalam kebijakan dari bertumpu atas dasar kajian nilai dari kebijakan
sebelumnya. Perubahan tidak serta merta diartikan mengganti seluruh kebijakan yang telah
diimplementasikan, namun adanya adalah kebutuhan untuk lebih mengefisiensikan dan
mengefektifkan kebijakan. Dalam kajian tersebut tentu memperhatikan adanya hambatan
maupun dorongan dari faktor ekternal dan internal dari suatu kebijakan yang telah atau akan
dilaksanakan. Dengan memperhatikan faktor hambatan dan dorongan tersebut, diharapkan akan
melahirkan kebijakan dengan sistematika baru yang lebih produktif, kreatif, dan inovatif sesuai
dengan sasaran kebijakan tersebut. Menurut Imam Machali (2015) perubahan kebijakan
merupakan sebuah ikhtiar dan wujud dari prinsip dasar change and continuity, yaitu hasil dari
kajian, evaluasi, kritik, respon, prediksi, dan berbagai tantangan yang dihadapi.

Pengidentifikasian untuk sebuah perubahan kebijakan menggunakan model kebijakan


yang sudah ada sebagai bahan komparasi untuk suatu kebijakan. Di dalam perubahan kebijakan,
legitimasi atas intervensi aktor kepentingan kelompok harus dihilangkan. Karena dalam suatu
perubahan kebijakan harus memiliki rasionalitas yang berorienrasi pada kepentingan
komprehensif dan imparsial untuk publik. Perubahan kebijakan dapat dijelaskan melalui
sejumlah teori yang dibangun dengan jalan fikiran (metodologi) yang berbeda-beda (Kurniawati,
D.E., 2012)

Persoalan mengenai ketenagakerjaan seperti tidak ada habisnya di Negara ini, mulai dari
tingkat penggangguran yang tinggi, kualitas SDM yang masih sangat rendah, upah minim,
tenaga kerja asing dan masih banyak lagi. Tahun 2018 pemerintah menerbitkan Peraturan
Presiden Nomor 20 Tahun 2018 sebagai pengganti Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2014
tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Kebijakan ini berisi tentang kewajiban serta batas-
batas atau prosedur mengenai TKA, seperti izin tinggal, posisi yang dapat diisi, kompensasi
terhadap pemerintah pusat ataupun daerah, serta sanksi- sanksi bagi pelanggar peraturan yang
belum diatur dalam Perpres No 74 Tahun 2014 (Penggunaan & Kerja, 2017).
Hanif Dhakiri selaku Mentri Ketenagakerjaan memaparkan data dari Direktorat
Penggunaan Penggendalian Tenaga Kerja Asing (PPTKA), tahun 2017 tercatat ada 85.974 TKA
yang ada di Indonesia. Berdasarkan catatn PPTKA, tahun 2017 ada 126.006 orang IMTA ( Izin
Menggunakan TKA) yang telah diterbitkan hal tersebut meliputi izin jangka panjang dan pendek.
Sedangkan data jumlah IMTA yang berlaku pada tahun 2017 sebanyak 85.974 orang. hanif
menambahkan bahwa presentase TKA di Indonesia hanya kisaran kurang dari 0,1% jika
dibandingkan dengan Negara- Negara lainnya. (Sugianto, 2018)

Kebijakan mengenai TKA ini menimbulkan banyaknya kontra dari kalangan buruh/
pekerja yang menilai bahwa hal tersebut memberikan jalan bagi TKA masuk dengan mudah di
Indonesia. Hal ini wajar adanya mengingat fenomena banyaknya TKA asal Tiongkok yang
menyerbu Indonesia terutama pekerja kasar (unskill worker). Fenomena ini merupakan efek dari
kerjasama pemerintah Indonesia yang mencapai angka 120 Triliun dengan investor- investor dan
yang terbanyak ialah Tiongkok. Dengan adanya kebijakan para buruh/ pekerja memandang
bahwa pemerintah melegalkan dan memfasilitasi jalur TKA dan mematikan kesempatan bagi
pekerja di Indonesia serta akan menambah angka pengangguran. (Jumarsa, 2018)

Wakil Presiden Indonesia mengatakan bahwa tujuan dari adanya kebijakan ini sederhana
yaitu untuk mendorong peningkatan investasi di dalam negeri. (Nadlir, 2018). Perpres ini juga
diharapkan dapat menjawab keluhan di dunia kerja yaitu minimnya lapangan kerja. selain
meningkatnya investasi Negara dengan adanya hal ini juga menambah peluang kerja bagi
masyarakat Indonesia. Selain itu juga TKA di Indonesia wajib didampingi oleh pekerja local, hal
tersebut dilakukan guna adanya transfer of knowledge yang bisa meningkatkan pengetahuan dan
juga skill pekerja local. (Prayitno, 2018)

Hal inilah yang akan dibhas dalam makalah ini, banyak hal yang perlu dikaji dalam
kebijakan pemerintah mengenai TKA di Indonesia. Topik ini menarik untuk dibahas mengingat
banyaknya pro dan kontra yang timbul di masyarakat dalam menanggapi munculnya kebijakan
ini, serta melihat keadaan bahwa tujuan dan juga kenyatan dari kebijakan tersebut tidak singkron
adanya. Ada berbagai aspek yang perlu digunakan dalam mengevaluasi apakah kebijakan ini
sudah sesuai dengan rencana awal ataukah hasilnya malah melenceng dari target diawal, hal
tersebut akan dibahas lebih lanjut di studi analisis.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sub Teori

A. Evaluasi Kebijakan

Ada berbagai pendapat dari para ahli mengenai pengertian evaluasi kebijakan.
Menurut Anderson pada 1975, evaluasi kebijakan ialah sebuah kegiatan yang
menyangkut estimasi atau penilaian terhadap sesuatu yang dijalankan maupun dampak
yang ditimbulkan. dye berpendapat bahwa sebuah evaluasi kebijakan merupakan
konsekuensi dari kebijakan public. Pendapat tersebut relevan dengan kenyataan bahwa
kebijakan evaluasi kebijakan merupakan suatu kesatuan dalam siklus kebijakan yang
memiliki peran sama penting dengan formulasi juga implementasi kebijakan. Pendapat
lain muncul, menurut Winanrno kebijakan public merupakan suatu proses yang panjang
dan rumit, prosesnya tiada akhir walaupun ada proses terminasi tetapi hal itu juga bisa di
reformulasikan untuk lahirnya kebijakan- kebijakan baru.(Evaluation et al., 2017). Dari
berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan merupakan suatu
siklus dalam kebijakan public yang dilaksanakan dengan melihat kegiatan yang sudah di
implementasikan dan juga menilai hal tersebut dengan beberapa indikatornya.

William N Dunn mengemukakan bahwa, evaluasi merupakan suatu proses


merujuk kepada penilaian program yang mencakup kesimpulan, klarifikasi, kritik, dan
perumusan masalah kembali. Dalam melakukan analisa evaluasi kebijakan berbeda
dengan kebijakan yang lain, perbedaan itu dapat dilihat dari focus nilai, interdepensi fakta
nilai, orientasi masa kini dan masa lampau, dualitas nilai dari kebijakan tersebut.
(JOPANG, 2015)

Dalam menilai atau mengevaluasi suatu kebijakan William N Dunn menetapkan


ada 6 indicator. Pernyataan tersebut juga sama dengan pemikiran Winarno
yangmenyatakan ada 6 indikator dalam mengevaluasi kebijakan yaitu:

i. Efektifitas (Effectiveness)
Hal ini berkaitan dengan apakah tujuan yang diharapkam dan hasil yang
diinginkan dari diterapkannya sebuah kebijakan telah tercapai apa belum.
ii. Efisiensi (Efficiency)
Hal ini berkaitan dengan seberapa banyak usaha yang harus digunakan
atau dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
iii. Kecukupan (Adequacy)
Hal yang berkaitan dengan seberapa jauh tingkat pencapaian hasil yang
diinginkan dapat memecahkan masalah.
iv. Pemerataan/Kesamaan (Equity)
Kebijakan yang berorientasi pada pemerataan adalah kebijakan yang
akibatnya atau usaha yang dihasilkan secara adil didistribusikan.
v. Responsivitas (Responsiveness)
Berkaitan dengan seberapa jauh suatu kebijakan yang diterapkan dapat
memuaskan kebutuhan, prefensi, atau nilai kelompok- kelompok masyarakat
tertentu.
vi. Ketepatan (Appropriateness)
Berkaitan dengan apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar
berguna atau bernilai.

Evaluasi kebijakan bertujuan untuk memberi penilaian apakah suatu kebijakan


tersebut sudah berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang di targetkan, dengan
adanya evaluasi juga dapat melihat seberapa besar output yang dihasilkan dari kebiakan
tersebut. dalam proses evaluasi juga kita dapat melihat seberapa besar tingkat efiesiensi
dari kebijakan tersebut. dalam pengmplementasian pastinya terdapat beberapa kendala
dan ini merupakan salah satu tujuan adanya evaluasi dengan mengukur tingkat
penyimpangan yang terjadi serta memberikan masukan guna kemajuan kebijakan
kedepannya. (JOPANG, 2015)

Dalam perjalanan sebuah evaluasi ada beberapa konsep mengenai ini, salah
satunya ialah konsep evaluasi program. Menurut Ralp Tyler evalasi program adalah
proses dimana kita mengetahuai capaian dari suatu program sudah sesuai atau
terealisasikan sesuai dengan tujuan dan juga sasarannya atau belum. Dari pendapat Ralp
bisa ditarik garis besar bahwa evaluasi program ialah suatu kegiatan pemerintah berjalan
dan informasi yang didapat akan menjadi alternative serta rekomendasi guna menggambil
keputusan yang baik kedepannya. Ada beberapa indicator dalam melakukan evaluasi
program yaitu melihat masukan atu inputnya, melihat prosesnya, output yang dikeluarkan
dari kebijakan tersebut, serta dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut.
(Kurikulum, Teknologi, Pendidikan, & Indonesia, 2010)

Menurut Lester dan Stewart evaluasi kebijakan berisikan dua tugas yang berbeda,
tugas yang pertama ialah untuk menentukan menentukan konsekuensi yang dapat
ditimbulkan dari sebuah kebijakan menggunakan cara penggambaran dampaknya. Yang
kedua ialah untuk menilai sebuah keberhasilan baik kegagalan dalam sebuah kebijakan
yang mendasar pada sebuah standar atau kriteria yang sudah ditetapkan seelumnya.

Ada juga tipe – tipe evaluasi kebijakan publik menurut dane yakni:

i. Formative evaluation ialah sebuah penilaian terhadap proses dari program


yang di sebut juga sebagai evaluasi proses. Evaluasi ini dapat diakukan
pada saat proses implementasi kebijakan sedang berlangsung atau sedang
diadakan sebagai tujuan utama untuk dapat mengetahui seberapa jauhnya
sebuah program tersebut dan apa upaya yang telah di dapatkan untuk
dapat meningkatkan keberhasilan suatu kebijakan dengan melibatkan
ukuran demi ukuran kuantitatif sebagai pengukuran kinerjanya.
ii. Summative evaluation ialah penilaian yang berdampak dari suatu program
yang disebut juga dengan evaluasi dampak pada outcome evaluation pada
pangan. Sebagai pengukuran berbagai kebijakan, bagaimana kebijakan
itu ]memberikan dampak pada masalah yang sedang ditangani. Dalam hal
ini juga sebagai pemantauan pencapaian tujuan dan sebuah target secara
formal setelah kebijakan tersebut diterapkan dalam jangka waktu tertentu.
Evaluasi ini di lakukan setelah implementasi untuk dapat memperkirakan
dan dapat membandingkan sebuah dampak dari program tersebut.
(Magister & Publik, n.d.)

Dalam proses pengevaluasian suatu kebijakan terdapat 6 langkah menurut Edward


A Suchman, yaitu:

i. Melakukan pengidentifikasian terhadap tujuan program yang akan


dievaluasi
ii. Analisis terhadap masalah yang dievaluasi
iii. Membuat deskripsi dan standarisasi kegitan tersebut
iv. Melakukan pengukuran terhadap tingkat perubahan yang terjadi
v. Menganalisa dan menentukan perubahan yang di amati ialah akibat dari
kegiatan tersebut atau penyebab lain.
vi. Beberapa dampak untuk menentukan keberadaan suatu dampak.
(Pengertian, n.d.)

B. Perubahan Dan Terminasi


Setelah melakukan evaluasi terhadap suatu kebijakan barulah menuju ke tahap
menentukan apakah kebijakan tersebut hanya di revisi ataukah harus di terminasi.
Terminasi ini di lakukan demi tujuan suatu kebijakan yang dirasakan sulit untuk dapat
dicapai atau melenceng dari sasaran yang sudah di tetapkan. Banyak atau tidaknya
kebijajakan pemerintah yang tidak sesuai dengan tujuan atau sasaran yang sudah di
tetapkan sedemikian rupa. Banyak terminasi yang sangat sulit dilakukan di karenakan
banyak yang bertentangan dengan para pemangku kepentingan, terminasi kebijakan
jarang dilakukan, karena untuk menghentikan suatu kebijakan bukanlah hal yang mudah
mengingat di dalah kebijakan tersebut berkaitan erat dengan sistem politis di dalamnya.
(Keban, 2015)
a. Perubahan Kebijakan
Konsep dari perubahan atau change policy ialah mengganti satu atau
beberapa kebijakan dengan kebijakan yang lain. Ada 3 bentuk perubahan
kebijakan dalam (Easton, 1992) yaitu:
i. Perubahan sedikit atau tambal sulam dari kebijakan yang telah di
evaluasi.
Jadi disini proses evaluasi yang telah dilakukan menghasilkan
perubahan yang hanya mengubah beberapa point dari kebijakan
tersebut.
ii. Pembuatan statute baru dalam area kebijakan tertentu.
Yang dimaksud disini ialah pembuatan anggaran dasar atau
rancanagan dasar yang baru dalam point kebijakan tertentu.
iii. Perubahan drastic dari kebijakan public.
Adanya perubahan yang sangat banyak dari kebijakan tersebut sebagai
konsekuensi timbulnya kebijakan kebijakan baru.(Pengertian, n.d.)

Selain hal diatas dalam penentuan apakah suatu kebijakan diubah dapat
dilihat dari beberapa faktor penentunya, yaitu:

i. Seberapa besar kebijakan tersebut dapat menyelesaikan persoalan dan


juga mengelola masalah yang dihadapi.
ii. Seberapa besar kelemahan yang timbul dalam proses
pengimplementasian kebijakan.
iii. Adanya kondisi-kondisi yang membutuhkan perubahan karena
kebijakan tersebut tidak memadai atau karena dampak-dampak yang
bertentangan.
iv. Pengaruhnya dalam peningkatan relatif pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan dan implikasi keuangan dari komitmen kebijakan yang
ada.
Selain itu menurut Lester and Steward (2000) ada beberapa kasus
perubahan kebijakan yang terjadi, yaitu:
i. Perubahan kebijakan hanya berbentuk linier
ii. Penggabungan beberapa program yang dianggap cocok
iii. Pemisahan satu program menjadi dua atau beberapa paket program
iv. Perubahan program secara nonlinear. (Pengertian, n.d.)

Terdapat juga 3 alasan mengapa perubahan kebijakan terjadi di Negara


barat, yaitu:
i. Pemerintah memperluas aktivitasnya dalam menjalankan kebijakan
tertentu, sehingga terjadinya tumpang tindih dengan program yang
sedang berjalan.
ii. Kebijakan itu sendiri yang menciptakan kondisi yang melihatkan
perlunya sebuah perubahan karena tidak mampu menciptakan dampak
atau tujuan yang diharapkan.
iii. Tingkat relativitas keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan implikasi
finansialnya menyebabkan suatu kebijakan yang ada kemudian
dianggap tidak diperlukan lagi, hanya bersifat pemborosan, dan tidak
tepat.(Pengertian, n.d.)

Selain beberapa hal diatas yang menyangkut tentang perubahan,


perubahan memiliki 3 model bentuk yaitu:

i. Tesis Siklikal (The Cyclical Thesis)


Model ini menjelaskan bahwa perubahan kebijakan disebabkan adanya
suatu pergeseran secara terus menerus dalam keterlibatan secara
nasional antara kepentingan publik dan kepentingan swasta
ii. Tesis Policy Learning
Model ini memandang perubahan kebijakan sebagai suatu fungsi dari
tiga faktor, yaitu interaksi dari advocacy coalitions, perubahan-
perubahan eksternal terhadap subsistem, akibat-akibat dari parameter
sistem yang stabil.
iii. Tesis zig zag
Pola ini dikarakteristikkan oleh zig zag effect atau biasa juga disebut
stimulus dan respons. Pola ini bukan merupakan pergeseran besar dari
liberal ke konservatisme. Konsep Class strugless atau koalisi
masyarakat yang bersaing merupakan suatu cara yang berguna untuk
menjelaskan pergeseran-pergeseran.

b. Terminasi kebijakan
Terminasi kebijakan ialah suatu keputusan atau jalan terakhir yang diambil
setelah pelaksanaan evaluasi kebijakan berupa pemberhentian atau tidak
diberlakukannya lagi suatu kebijakan. Menurut Brawer terminasi adalah sebuah
upaya penyesuaian (adjustment) dari kebijakan yang dinilai disfungsi, redundant,
out- moded, atau unnecessary. Bertujuan untuk merubah program atau kebijakan
yang tidak berfungsi atau kuno serta supaya pencapaian sasaran kebijakan lebih
mudah. Sedangkan deLeon mengatakan bahwa terminasi kebijakan dapat
dipandang sebagai sudut, yaitu akhir dari sebuah kebijakan atau program yang
telah mencapai tujuan dan awal dari proses perbaikan kebijakan sebelumnya yang
mengalami kekeliruan. (Keban, 2015)
Sebuah terminasi kebijakan terjadi biasanya meliputi beberapa hal berikut:
i. Ketika pemerintah atau administrasi yang baru mulai memegang
kekuasaan.
ii. Dilegitimasi matriks ideologis di mana kebijakan berada.
iii. Turbulensi atau kekacauan yang melemahkan keterikatan kepada
kebijakan yang sudah ada.
iv. Melunakkan penghentian. Terminasi kebijakan dapat didesain untuk
mengurangi kerugian bagi mereka yang terkena efeknya.
Pada intinya sebuah terminasi terhadap kebijakan memerlukan kehati-
hatian dan tingkat kecermatan yang tinggi untuk enunjukan sifat rasional dalam
mengambil tindakan. Terminasi dipandang sebagai kegiatan politik yang bersifat
rasional Ketika sasaran dari sebuah kebijakan tercapai dan dipertahan- kan, maka
relevansi dan daya aplikasinya perlu dipertimbangkan. Dan jika ditemukan bahwa
kebijakan tersebut redundant, outmoded, atau disfungsi maka sebaiknya kebijakan
tersebut harus dihentikan (Jones 1984). Terminasi juga bisa muncul ketika dalam
periode waktu yang lama terjadi kemunduran risorsis (Bardach 1976). Apabila
terminasi tidak dilakukan secara tepat, maka kebijakan tersebut akan mengakibat-
kan efek yang berbahaya, baik dilihat dari aspek material maupun ideology
(Keban, 2015).

2.2 Analisis Studi Kasus


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Jumarsa, A. (2018, Mei 7). Kenny Witson Law Office . Retrieved Mei 3, 2019, from kennywitson.com:
https://www.kennywiston.com/analisis-peraturan-presiden-no-20-tahun-2018-tentang-tenaga-
kerja-asing/
Nadlir, M. (2018, Mei 4). Kompas.com. Retrieved Mei 3, 2019, from nasional.kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/04/11202511/jusuf-kalla-kembali-tegaskan-tujuan-
pemerintah-terbitkan-perpres-tka
Prayitno, B. (2018, April 5). Sekeretaris Kabinet RI. Retrieved Mei 3, 2019, from setgab.go.id:
https://setkab.go.id/peraturan-presiden-nomor-20-tahun-2018-ikhtiar-untuk-meningkatan-
investasi-dan-perluasan-kesempatan-kerja-2/
Sugianto, D. (2018, April 25). detikfinance. Retrieved Mei 3, 2019, from finance .detik.com:
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3990690/menaker-buka-bukaan-data-
tenaga-kerja-asing-di-ri
Evaluation, P. P., Muhiddin, A., Pascasarjana, P., & Makassar, U. N. (2017). ( Readiness Study Received
Funding Rural Village in Gowa District ).
JOPANG. (2015). MAKNA DAN FUNGSI EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK DALAM RANAH KEBIJAKAN PUBLIK,
1–39.
Keban, P. (2015). Terminasi Kebijakan Publik : Tinjauan Normatif. Jejaring Administrasi Publik.
Kurikulum, J., Teknologi, D. A. N., Pendidikan, F. I., & Indonesia, U. P. (2010). MODEL-MODEL EVALUASI
PROGRAM.
Magister, P., & Publik, A. (n.d.). Analisis kebijakan publik.
Pengertian, D. (n.d.). No Title, 1–12.
Penggunaan, T., & Kerja, T. (2017). Jl. siaga i no 2b, pejaten barat, pasar minggu, jakarta selatan 12510,
(2), 79183444.

Anda mungkin juga menyukai