Gantirugi TOL - Edit
Gantirugi TOL - Edit
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan dalam menyelesaikan Modul Reforma Agraria. Modul ini
disusun sebagai penunjang kegiatan diklat agar peserta diklat dapat mempelajari
dan memahami materi-materi yang diberikan.
Pada kesempatan ini pula, kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam penyusunan modul ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
membalas semua kebaikan dan jerih payah Saudara-saudara sekalian.
Semoga modul ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca, khususnya peserta diklat. Akhir kata dengan segala
kerendahan hati, tim penyusun mengharapkan masukan dan kritikan demi
perbaikan penyusunan modul di masa akan datang.
Terima kasih.
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................... 1
B. DESKRIPSI SINGKAT ....................................................................................................... 2
C. MANFAAT MODUL BAGI PESERTA ................................................................................ 2
D. TUJUAN PEMBELAJARAN ............................................................................................... 2
E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK .................................................................. 3
F. PETUNJUK PEMBELAJARAN .......................................................................................... 4
BAB II GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE DAN PARTIKELIR ........ 5
A. PENGERTIAN GANTI KERUGIAN ................................................................................... 5
B. TUJUAN GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM (TANAH KELEBIHAN
MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN PARTIKELIR) ................................................................. 7
C. BATASAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM .............. 7
D. PEDOMAN PERHITUNGAN GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM ...... 17
RANGKUMAN ........................................................................................................................... 24
LATIHAN ................................................................................................................................... 26
BAB III PEMBAYARAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN
PARTIKELIR ....................................................................................................................................... 27
A. DASAR HUKUM GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE,
DAN PARTIKELIR ........................................................................................................... 27
B. TAHAPAN PELAKSANAAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM,
ABSENTEE, DAN PARTIKELIR ...................................................................................... 42
RANGKUMAN ........................................................................................................................... 50
LATIHAN ................................................................................................................................... 51
BAB IV PELAKSANAAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN
PARTIKELIR ....................................................................................................................................... 52
A. MEKANISME PENGAJUAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM,
ABSENTEE, DAN PARTIKELIR ...................................................................................... 52
B. PELAKSANAAN PEMBAYARAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM,
ABSENTEE, DAN PARTIKELIR ...................................................................................... 59
C. NERACA GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM ..................................... 72
RANGKUMAN ........................................................................................................................... 76
LATIHAN ................................................................................................................................... 77
LAMPIRAN .......................................................................................................................................... 78
KUNCI JAWABAN ............................................................................................................................... 94
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hak atas tanah pada masa pemerintahan Hindia Belanda antara lain tanah
partikelir, eigendom, erfpacht, opstal dll. Tanah partikelir adalah tanah “Eigendom” di
atas mana pemiliknya mempunyai hak-hak pertuanan. Dengan berlakunya undang-
undang No.1 tahun 1958 tanah pertikelir hapus menjadi tanah negara. Demikian
juga tanah eigendom yang luasnya lebih dari 10 bau, yang menjadi milik seseorang
atau suatu badan atau milik bersama dari beberapa orang atau beberapa badan
hukum, diperlakukan sebagai tanah partikelir. Selanjutnya terhadap tanah negara
tersebut diberikan ganti kerugian. Pemberian Ganti kerugian kepada pemilik/bekas
pemilik yang tanahnya dikuasai langsung negara karena terkena ketentuan Undang-
undang No.1 tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir dan Undang-
undang No.56 Tahun 1960 tentang Penetapan luas tanah Pertanian serta terkena
ketentuan Peraturan Pemerintah No.224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan
pembagian tanah dan Pemberian Ganti Kerugian (khususnya pemilikan tanah
absentee/guntai).
Adapun tujuan pemberian ganti kerugian tanah obyek landreform adalah
sebagai bentuk pengakuan dari negara atas hak yang dimiliki atau melekat pada
bekas pemilik tanah yang terkena ketentuan landreform, dalam hal ini adalah tanah-
tanah yang melebihi batas maksimum yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan, tanah absentee, atau tanah-tanah bekas partikleir yang telah ditegaskan
menjadi tanah negara untuk selanjutnya diredistribusikan kepada penggarap yang
memenuhi persyaratan. Untuk kepentingan pembelajaran mengenai hal tersebut
diatas, maka disusunlah Modul Pembelajaran Ganti Kerugian Tanah Obyek
Landreform.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Mata diklat ini membahas tentang tentang Mata diklat ini membahas tentang
ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir; Pembayaran
ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir serta
pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir.
D. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu untuk menjelaskan
tentang ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir;
Pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir serta pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir.
2. Indikator Keberhasilan
Peserta diklat mampu untuk:
1.1. Pengertian dan latar belakang ganti kerugian tanah tanah kelebihan
maksimum, absentee dan partikelir,
1.2. Tujuan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir,
1.3. Batasan pemberian ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir,
1.4.. Pedoman perhitungan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir,
2.1. Dasar hukum ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir,
2.2. Tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir,
3.1. Mekanisme pengajuan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir Penyerahan Sertipikat,
3.2. Pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir,
3.3. Neraca ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir.
F. PETUNJUK PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini dengan cermat, teliti, tekun dan memperhatikan
semua contoh serta mengerjakan dengan sungguh-sungguh semua latihan, maka
diharapkan peserta dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selamat
belajar dan sukses.
BAB II
GANTI KERUGIAN TANAH
KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE
DAN PARTIKELIR
Indikator keberhasilan : Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mengetahui pengertian
ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee, dan partikelir; pembayaran ganti kerugian
tanah kelebihan maksimum, absentee, dan partikelir; serta pelaksanaan ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum, absentee, dan partikelir.
A. PENGERTIAN GANTI KERUGIAN
Pengertian Ganti kerugian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum adalah
penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses
pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah
atas dasar penilaian pada :
a. tanah;
b. ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. bangunan;
d. tanaman;
e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
f. kerugian lain yang dapat dinilai.
Bentuk ganti kerugiannya dapat berupa:
a. uang;
b. tanah pengganti;
c. permukiman kembali;
d. kepemilikan saham; atau
e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Adapun yang dimaksud dengan Ganti kerugian tanah obyek landreform adalah
pemberian ganti kerugian kepada bekas pemilik, yang tanahnya terkena ketentuan
Jadi dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Ganti kerugian
adalah pemberian kompensasi atas tanah-tanah yang terkena ketentuan landreform
kepada bekas pemilik atau ahli warisnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
56/Prp/1960 serta tanah-tanah yang jatuh kepada negara karena subyek haknya
melanggar ketentuan landreform, tanah swapraja dan tanah negara bekas
swapraja yang beralih kepada negara sebagai mana dimaksud diktum keempat
huruf A UU No. 5 tahun 1960 dan tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh
negara yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria.
Tanah-tanah kelebihan maksimum dan absentee/guntai yang dibagi-bagikan
diberikan dengan hak milik dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1) Penerima redistribusi wajib membayar uang pemasukan.
2) Tanah yang bersangkutan harus diberi tanda-tanda batas.
3) Haknya harus didaftarkan kepada kantor pendaftaran tanah untuk
memperoleh setifikat hak milik.
4) Menerima redistribusi wajib mengerjakan/mengusahakan tanahnya
secara aktif.
5) Setelah dua tahun sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan
pemberian haknya wajib dicapai kenaikan hasil tanaman setiap
tahunnya sebanyak yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian daerah.
6) Yang menerima hak wajib menjadi anggota koperasi pertanian di daerah
letak tanah yang bersangkutan.
7) Selama uang pemasukannya belum dibayar lunas hak milik yang
diberikan itu dilarang untuk dialihkan kepada pihak lain tanpa ijin terlebih
dahulu dari Kepala Agraria Daerah (sekarang Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota).
Kelalaian dalam memenuhi kewajiban-kewajiban atau pelanggaran terhadap
larangan tersebut diatas dapat dijadikan alasan untuk mencabut hak milik yang
diberikan itu tanpa pemberian sesuatu ganti kerugian. Pencabutan hak milik itu
dilakukan dengan Surat Keputusan Menteri Agraria atau pejabat yang ditunjuk
olehnya.
samping itu para kepala desa yang harus ikut hadir dengan mambawa
beberapa register seperti:
Register penduduk.
Letter C.
Jual beli tanah.
Warisan, hibah tanah, register gadai/bagi hasil/sewa tanah.
(4) Pemeriksaan dilakukan oleh masing-masing badan pekerja dengan
disaksikan oleh Ketua Panitia Landreform kecamatan dan para kepala
desa yang bersangkutan. Pemeriksaan ini sangat perlu untuk dilakukan
mengingat ada kemungkinan pemilik tanah tidak mengenal tanahnya.
Dalam pemeriksaan/penelitian tersebut perlu diperhatikan: a) nama; b)
alamat tempat tinggal pelapor; c) jumlah anggota keluarga pelapor yang
menjadi tanggungannya; d) letak tanah; e) luas tanah; f) nomor surat
bukti tanah; g) atas nama siapa terdaftar dalam buku Letter C desa; h)
bagian-bagian tanah yang akan tetap dimilikinya dan bagian yang akan
diserahkan kepada pemerintah.
Dalam menentukan bagian tanah bagi bekas pemilik tanah hendaknya perlu
diperhatikan hal sebagai berikut:
(1) Letak tanah hendaknya tidak jauh dari tempat pemilik,agar masih
memungkinkan adanya penggarapan yang efisien.
(2) Kesatuan tanah atau tanah yang tetap dimiliki diusahakan satu
kompleks.
(3) Tanah yang tetap dimiliki dan diserahkan kepada pemerintah
mempunyai kesuburan yang seimbang, artinya bekas pemilik tidak
diperbolehkan hanya memilih tanah-tanah yang subur saja, sedangkan
yang tidak subur diserahkan kepada pemerintah.
Untuk mengetahui letak, luas dan jenis tanah yang digarap oleh masing-
masing petani diadakan pengukuran. Kemudian bagian-bagian tanah yang
merupakan kelebihan batas maksimum dikuasai pemerintah c.q. panitia
landreform kabupaten/kota. Tanah-tanah tersebut sebelum diberikan hak milik
oleh panitia landreform kabupaten/kota terlebih dahulu dikeluarkan Surat Ijin
Menggarap (SIM) kepada petani penggarap. Mereka diwajibkan membayar uang
sewa kepada pemerintah.
Dalam waktu selambat-lambatnya 2 tahun setelah SIM tersebut dikeluarkan
dan ternyata penggarapnya telah memenuhi syarat yang ditentukan, maka oleh
bupati/walikota selaku ketua panitia landreform mengusulkan kepada gubernur
c.q kepala kantor wilayah BPN (sekarang dilimpahkan kepada kepala kantor
pertanahan kabupaten/kota sesuai Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah) agar tanah
tersebut diberikan hak milik kepada para petani penggarap tanah yang
bersangkutan.
3. Tanah Absentee
Pemilik tanah absentee diwajibkan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
24 September 1961 mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain yang
bertempat tinggal di tempat letak tananhya atau ia sendiri harus pindah ke
kecamatan di mana tanahnya terletak. Bilamana ketentuan tersebut tidak dipenuhi
maka tanah yang bersangkutan dikuasai oleh pemerintah dan dijadikan obyek
landreform serta diredistrubusikan kepada orang lain yang memenuhi syarat.
Kepada bekas pemilinya diberikan ganti kerugian.
Tanah-tanah absentee yang dilaporkan tersebut dikuasai ole pemerintah,
terlebih dahulu kepada para pelapor atau pemilik tanah dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sejak melaporkan tanahnya diberi kesempatan untuk segera
mengakhiri pemilikan hak atas tanahnya tersebut dengan cara mengalihkan tanah
tersebut kepada orang lain yang bertempat tinggal di kecamatan letak tanahnya,
a. Persiapan
Membentuk panitia pertimbangan landreform dengan susunan keanggotaan:
1) Bupati/walikota sebagai ketua merangkap anggota;
b. Pelaksanaan
Menyiapkan bahan sidang yang merupakan hasil inventarisasi tanah-tanah yang
terkena ketentuan kelebihan maksimum dan absentee serta hal-hal lain yang
berkaitan oleh sekretarial PPL.
Melaksanakan sidang yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua dengan
memutuskan:
4. Tanah Partikelir
Tanah-tanah partikelir ini ada sejak era Daendles. Namun kemudian
pemerintah Belanda menyadari bahwa adanya tanah-tanah partikelir dengan hak
pertuanan seolah-olah ada negara-negara kecil di dalam negara. Karena itu
Pemerintah Belanda mengadakan pengambilalihan tanah-tanah itu kepada Negara.
Sekalipun sejak 1810 telah terjadi pembelian kembali tetapi kemudian mengendor,
baru kemudian pada tahun 1855 dilakukan kembali. Regering reglement (S. 1855-2)
larangan bagi para Gubernur Jenderal untuk menjual tanah-tanah yang luas kepada
perseorangan. Akan tetapi barulah sejak 1910, atas desakan baik dari kalangan-
kalangan di luar maupun di dalam Parlemen Belanda, dilaksanakan usaha
pengembalian itu secara teratur.
Dalam tahun 1948 dibentuklah sebuah Panitia yang diberi tugas untuk di
dalam waktu yang singkat, mengajukan usul-usul kepada Pemerintah tentang cara
yang sebaik-baiknya untuk menglikuidasi tanah-tanah partikelir yang masih ada.
Berdasar atas usul Panitia itu oleh Pemerintah dengan keputusannya tanggal 8 April
1949 No. 1 ditetapkan suatu peraturan likuidasi atas dasar mana dengan secara
damai dapat dikembalikan kepada Negara 48 tanah partikelir seluas 469.506 ha,
semuanya terletak di sebelah Barat Cimanuk. Dalam tahun 1949 tanah-tanah N.V.
itu dibeli oleh Pemerintah RI dan pada tanggal 13 Desember 1951 N.V. Javasche
Particuliere Landerijen Maatschappij itu dibubarkan.
Dalam hal tersebut, Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan kemudian
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan saja melanjutkan
pembelian kembali tanah-tanah partikelir, akan tetapi sebagai Pemerintah nasional
lebih-lebih merasakan hal itu sebagai kewajiban yang pokok dan utama. Hingga
akhir tahun 1956 dapat dibeli kembali 25 tanah partikelir yang luasnya berjumlah
11.759 ha. Pada tahun 1958 diundangkan mengenai penghapusan tanah-tanah
partikel yakni UU No 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir.
Dalam pasal 3 Undang-Undang tersebut ditentukan, bahwa sejak mulai berlakunya
Undang-Undang ini hak-hak pemilik beserta hak-hak pertuanannya atas semua
tanah-tanah partikelir dinyatakan hapus dan tanah-tanah bekas tanah partikelir itu
seluruhnya serentak menjadi tanah Negara.
Di samping yang telah dikedepankan tersebut, khusus untuk pelaksanaan UU
No. 1 tahun 1958, hambatan-hambatan yang dijumpai adalah berubahnya ketentuan
tentang penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi serta keterbatasan dana ganti
rugi dari Pemerintah.
Sampai saat sekarang, belum seluruh tanah partikelir dapat dilikwidasi.
Lambatnya penyelesaian program likwidasi disebabkan oleh banyak faktor. Di
samping keterbatasan dana ganti-rugi, faktor pelaksanaan teknis dari ketentuan
tentang besarnya ganti kerugian sangat menghambat pelaksanaannya di lapangan.
Banyak masalah penyelesaian ganti-rugi bekas tanah partikelir, sampai saat
sekarang belum dapat diselesaikan karena faktor yang terakhir.
Secara historis-yuridis bentuk dan besar ganti kerugian terhadap bekas
tanah-tanah partikelir mengalami perubahan sejak UU No. 1 tahun 1958
diundangkan. Perubahan-perubahan yang dibuat sesungguhnya dimaksudkan untuk
memudahkan pelaksanaan di lapangan. Akan tetapi, di lapangan perubahan
ketentuan-ketentuan tersebut menimbulkan masalah baru.
Tanah partikelir adalah tanah-tanah eigendom yang mempunyai sifat dan
corak istimewa. Sifat dan corak yang istimewa adalah di mana pemiliknya
mempunyai hak pertuanan, antara lain hak untuk mengangkat/memberhentikan
kepala kampung/kepala desa atau lainnya, yang diberikan kewenangan dan
kewajiban kepolisian, menuntut kerja paksa (rodi) atau uang pengganti kerja rodi
dari penduduk yang berdiam di atas tanah tersebut, mengadakan pungutan-
pungutan baik dalam bentuk uang maupun hasil tanah, hak untuk mendirikan pasar-
pasar, memungut biaya pemakaian jalan dan penyeberangan. Di mana hak-hak
yang demikian di masa sekarang hanya dapat dijumpai oleh negara. Adanya
lembaga tanah partikelir dengan hak-hak pertuanan yang mepunyai corak istimewa
nyata-nyata bertentangan dengan azas rasa keadilan sosial, lagi pula hak-hak
pertuanan yang diberikan kepada pemiliknya yaitu tuan-tuan tanah bersifat hak-hak
kenegaraan seakan-akan ada negara kecil di dalam negara, hal ini membahayakan
bagi kedaulatan dan kewibawaan negara.
Hapusnya lembaga tanah partikelir ini menjadi tuntutan nasional dan harus
diselesaikan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sehingga dipandang perlu
untuk menerbitkan suatu undang-undang di mana kemungkinan dengan cara
penghapusan secara integral yang dapat dilaksanakan dengan cepat dan tetap
menjamin hak-hak penduduk dan pemberian ganti kerugian yang layak kepada
pemiliknya. Maka pada tanggal 24 Januari 1958 terbitlah UU No. 1 Tahun 1958
tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir termasuk juga tanah eigendom yang
luasnya lebih dari 10 bouw.
2. Tanah Partikelir
a. Bentuk dan Besar Ganti Kerugian menurut UU No. 1 tahun 1958.
Menurut pasal 8, kepada pemilik tanah partikelir yang terkena UU ini,
diberikan ganti kerugian yang dapat berupa:
1) Sejumlah uang sebesar total hasil kotor selama lima tahun terakhir
(1937 sampai dengan 1941) dikurangi 40% dan kemudian dikalikan
dengan 8,5.
c. Surat Edaran Menteri Agraria No. Ka. 30/1/31 tanggal 24 Januari 1959
perihal Ganti Kerugian dan Peruntukan Bekas Tanah-tanah Partikelir.
Surat edaran ini hanya menegaskan bahwa ganti kerugian tanah
partikelir pada prinsipnya diberikan dalam bentuk salah satu dari dua
pilihan yaitu uang tunai atau sesuatu hak (tanah). Dalam hal ganti
kerugian dalam bentuk tanah, pedoman luas ganti kerugian adalah
seperti disajikan pada Tabel 3 (Pedoman yang diterbitkan oleh Menteri
Agraria, tanggal 1 Maret 1960).
*)
Perkebunan besar sampai seluas 25 Ha.
Jika seluruh ganti kerugian diberikan dalam bentuk uang, maka besar
ganti kerugiannya adalah:
GR = 20% x H x L
dimana;
dimana;
Ll adalah luas tanah lebih yang diterima sebagai ganti kerugian atau
secara matematis adalah sebagai berikut:
Ll = L d – L
dimana;
Lk = L - Ld
RANGKUMAN
1. Ganti kerugian adalah pemberian kompensasi atas tanah-tanah yang terkena
ketentuan landreform kepada bekas pemilik atau ahli warisnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Tujuan pemberian ganti kerugian tanah obyek landreform adalah sebagai
bentuk pengakuan dari negara atas hak yang dimiliki atau melekat pada
bekas pemilik tanah yang terkena ketentuan landreform
3. Tanah-tanah yang diredistribusikan dalam rangka landreform tidak hanya
tanah absentee sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 5 PP No.
224/1961 jo PP No 41/l964 melainkan pula tanah kelebihan batas maksimun
berdasarkan UU No. 56/Prp/1960 serta tanah-tanah yang jatuh kepada
negara karena subyek haknya melanggar ketentuan landreform, tanah
swapraja dan tanah negara bekas swapraja yang beralih kepada negara
sebagai mana dimaksud diktum keempat huruf A UU No. 5 tahun 1960 dan
tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh negara yang akan ditegaskan
lebih lanjut oleh Menteri Agraria. Tanah-tanah Partikelir dan juga tanah
eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw dihapus dengan terbitnya UU No.
1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Tanah Partikelir
4. Pedoman perhitungan ganti kerugian tanah obyek landreform untuk tanah
yang berasal dari tanah kelebihan maksimum dan absentee berpedoman
pada PP No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan
LATIHAN
1. Sebutkan definisi ganti kerugian tanah obyek landreform!
2. Apa perbedaan ganti kerugian tanah obyek landreform dengan ganti kerugian
dalam proses pengadaan tanah?
3. Sebutkan jenis-jenis tanah obyek landreform yang diberikan ganti kerugian,
dan mengapa tanah obyek landreform diberikan ganti kerugian?
4. Mengapa dilakukan likuidasi terhadap tanah partikelir?
5. Uraikan besaran pedoman perhitungan ganti kerugian tanah obyek landreform
sesuai dengan ketentuan yang berlaku!
BAB III
PEMBAYARAN GANTI KERUGIAN TANAH
KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN
PARTIKELIR
Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mengetahui dasar
hukum ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absente dan partikelir; dan tahapan
pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absente dan partikelir.
”Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
Yang dimaksud dalam Undang-undang ini (UU Nomor 1 Tahun 1958 tentang
Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir) dengan;
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya untuk disoalkan adalah bagaimana
status hukum tanah pertikelir setelah dihapuskan melalui undang-undang ini, UU
Nomor 1 Tahun 1958? Pasal 3 UU ini berisi ketentuan sebagai berikut: Sejak mulai
berlakunya Undang-undang ini demi kepentingan umum hak-hak pemilik beserta
hak-hak pertuanan atas semua tanah partikelir hapus dan tanah-tanah bekas tanah
Selanjutnya mengenai penjabaran lebih lanjut dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945
tersebut diatur didalam Pasal 2 ayat 2 dan 3 Undang-undang Nomor 5 tahun
1960 (UUPA), terutama tentang pengertian ”dikuasai negara” yaitu memberi
wewenang kepada negara untuk :
1) Tanah dalam tataran paling tinggi dikuasai oleh negara dan digunakan
sebesar-besar kemakmuran rakyat
3) Tanah bukanlah komoditas ekonomi biasa oleh karena itu tanah tidak boleh
diperdagangkan semata-mata untuk mencari keuntungan
Wewenang yang bersumber dari hak menguasai negara meliputi tanah yang
sudah dilekati oleh sesuatu hak atau bekas hak perorangan, tanah yang masih ada
hak ulayat dan tanah negara. Menurut Imam Soetiknjo, hak menguasai negara yang
meliputi tanah dengan hak perorangan adalah bersifat pasif, dan menjadi aktif
apabila tanah tersbeut dibiarkan tidak diurus/diterlantarkan. Terhadap tanah yang
tidak dipunyai oleh seseorang/badan hukum dengan hak apapun dan belum dibuka
maka hak menguasai negara bersifat aktif.
Pasal 7 UUPA: ”Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan”
(1) Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan
yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau
minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam
Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan
dalam peraturan perundang-undangan didlaam waktu yang singkat.
(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud
dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh pemerintah dengan ganti kerugian,
untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut
ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah.
(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang akan
ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur
angsur.
Pasal 10 menyatakan:
(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah
(2) Pelaksanaan dari ketentuan dalam ayat (1) ini akan diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan
(3) Pengecualian terhadap asas tersebut pada ayat (1) ini akan diatur dalam
peraturan perundangan.
berminat terhadap tanah pertanian juga lebih besar (khususnya dalam hal peralihan
karena warisan).
Lebih lanjut dikatakan bahwa secara ekonomi penguasaan tanah yang luas
akan sangat menguntungkan, yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan bagi
pemiliknya, juga merupakan sumber penghasilan bagi masyarakat dan negara
dibandingkan apabila tanah tersebut dikuasai oleh orang banyak dengan luasan
yang sangat sempit. Demikian juga dalam hal pengelolaaanya dapat dilakukan
dengan efisien dengan mengunakan teknologi modern, karena biasanya para
pemilik tanah yang luas kemungkinan memperoleh fasilitas kredit, dan penguasaan
modal cukup baik, sehingga yang diuntungkan terhadap penguasaan tanah yang
besar tersebut hanya sekolompok-sekelompok orang yang mempunyai tanah yan
luas, sedangkan bagi petani kecil justru sebaliknya, bahkan bagi petani yang
mempunyai lahan yang sempit dalam pengelolaan tanah tersebut ada kecendrungan
minus.
Keuntungan dan kelemahan penguasaan tanah yang luas dan sempit tersebut
di Indonesia telah diantisipasi dengan adanya ketentuan batas minimum
penguasaan tanah oleh rumah tangga petani yaitu minimum 2 (dua) hektar
berdasarkan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang nomor 56 Prp 1960, demikian juga
dengan adanya larangan fragmentasi lahan pertanian. Adanya batas minimun dan
larangan fragmentasi tanah pertanian tersebut tidak lain adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga petani, dengan harapan bahwa dengan luasan tanah
pertanian tersebut secara ekonomis dapat meningkatkan taraf hidup para petani.
Disamping pada petani-petani yang tidak mempunyai tanah pada sisi yang
kontradiktif terdapat sebagian kecil petani yang mengusai tanah yang luasnya
berpuluh-puluh hektar atau sampai ribuan hektar. Perlu diketahui tanah-tanah
itu tidak semuanya dipunyai mereka dengan hak milik, tetapi dikuasai dengan
hak gadai atau sewa. Kedua, bahwa ada orang yang mempunyai tanah yang
berlebih-lebihan, sedangkan yang sebagian besar lainnya tidak mempunyai
atau tidak cukup tanahnya adalah terang bertentangan dengan asas sosialisme
Indonesia, yang menghendaki pembagian yang merata atas sumber
penghidupan rakyat tani yang berupa tanah itu, agar ada pembagian yang adil
pula atas hasil tanah-tanah tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan penetapan
batas maksimum dan minimum tanah pertanian. Ketiga, banyak gadai yang
telah berlangsung bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun bahkan sampai pada
ahli warisnya karena penggadai tidak mampu untuk menebus tanahnya.
Di dalam PP No.224 Tahun 1961 khususnya Pasal 3 ayat (1) dan (2)
mengatakan bahwa pemilik tanah yang bertempat tinggal diluar kecamatan
tempat letak tanahnya dalam jangka waktu enam bulan wajib mengalihkan hak
atas tanah kepada orang lain di Kecamatan letak tanah tersebut. Dan juga di
dalam Pasal 3 ayat (3) dikatakan bahwa jika pemilik tanah berpindah tempat
atau meninggalkan tempat kediamannya keluar kecamatan tempat letak tanah
itu selama 2 tahun berturut-turut, ia wajib memindahkan hak milik tanahnya
kepada orang lain yang bertempat tinggal di kecamatan itu. Selanjutnya bagi
pemilik tanah akan mendapatkan ganti rugi, dimana menurut Pasal 6 dan 7
perhitungan ganti kerugian bagi bekas pemilik ditetapkan oleh Panitia
Landreform daerah TK II. Dan jika bekas pemilik tanah tidak menyetujui besar
ganti kerugian dapat meminta banding kepada panitia dalam tempo 3 bulan
sejak tanggal penetapan ganti kerugian.
Peraturan ini dibuat dalam rangka meninjau besaran ganti kerugian yang
diberikan kepada para bekas pemilik tanah yang diatur di dalam Peraturan
Direktur Jenderal Agraria No.4 Tahun 1967 tentang Pembayaran dan
Penyesuaian Ganti Rugi atas Tanah Obyek Landreform.
10. Keputusan Kepala BPN No.4 Tahun 1992 tentang Penyesuaian Harga Ganti
13. Surat Edaran Menteri Agraria No. Ka. 30/1/31 tanggal 24 Januari 1959 perihal
Ganti Kerugian dan Peruntukan Bekas Tanah-tanah Partikelir.
Surat edaran ini hanya menegaskan bahwa ganti kerugian tanah partikelir
pada prinsipnya diberikan dalam bentuk salah satu dari dua pilihan yaitu uang
tunai atau sesuatu hak (tanah). Dalam hal ganti kerugian dalam bentuk tanah,
pedoman luas ganti kerugian adalah seperti disajikan pada Tabel 3 (Pedoman
yang diterbitkan oleh Menteri Agraria, tanggal 1 Maret 1960).
14. Surat Keputusan Deputy Menteri / Kepala Departemen Agraria No. SK. 15/
Depag/1966.
15. Surat Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 13 tahun 1997 yang pada intinya meniadakan pemberian ganti kerugian
bagi bekas pemilik tanah partikelir dan mencabut SK Deputy Menteri Kepala
Departemen Agraria No. SK 15/Depag/1966 dan Surat Edaran Direktur
Jenderal Agraria No.Dir.10/202/10/73 serta mencabut semua Surat Keputusan
Kesediaan Pemerintah untuk Memberikan ganti Kerugian kepada Bekas
Pemilik Tanah Partikelir.
16. Surat Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 12 tahun 1999, mencabut Surat Keputusan Menteri Negara Agraria /
Kepala Badan pertanahan Nasional No. 13 tahun 1997.
2. Tanah Partikelir
Adapun tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah partikelir, didahului
dengan penghapusan tanah-tanah partikelir sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah
Partikelir dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan
Tanah-tanah Partikelir.
Yang menjadi obyek penghapusan tanah-tanah partikelir adalah:
a. Tanah eigendom di atas nama pemiliknya sebelum Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1958 berlaku mempunyai hak-hak pertuanan, antara
lain:
1) Hak untuk mengangkat dan memberhentikan kepala desa/kampung
2) Hak menuntut kerja paksa atau memungut uang pengganti kerja
paksa dari penduduk
3) Hak memungut hasil tanah dari penduduk
4) Hak untuk mendirikan pasar-pasar
b. Tanah eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw yang menjadi milik
seseorang atau suatu badan hukum atau milik bersama dari beberapa
orang atau beberapa badan hukum diperlakukan sebagai tanah
partikelir.
a) Jika WNI : tanah perumahan dengan Hak Milik, tanah pertanian dengan HM
dan tanah perkebunan dengan HGU (25 ha)
b) Jika badan hukum indonesia: Tanah perumahan dengan HGB, tanah
pertanian dengan HGU dan tanah perkebunan dengan HGU
c) Jika WNA dan badan hukum asing: tanah perumahan dengan hak pakai,
tanah pertanian dengan hak pakai dan tanah perkebunan dengan hak pakai.
RANGKUMAN
LATIHAN
BAB IV
PELAKSANAAN GANTI KERUGIAN TANAH
KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE,
DAN PARTIKELIR
kelebihan maksimum, absente dan partikelir; serta neraca ganti kerugian tanah
A. MEKANISME PENGAJUAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN
kelebihan maksimum,
MAKSIMUM, ABSENTEE,absentee dan partikelir
DAN PARTIKELIR
Dalam menetukan bagian tanah bagi bekas pemilik tanah hendaknya perlu
diperhatikan hal sebagai berikut:
a) Letak tanah hendaknya tidak jauh dari tempat pemilik,agar masih
memungkinkan adanya penggarapan yang efisien.
b) Kesatuan tanah atau tanah yang tetap dimiliki diusahakan satu kompleks.
c) Tanah yang tetap dimiliki dan diserahkan kepada pemerintah mempunyai
kesuburan yang seimbang, artinya bekas pemilik tidak diperbolehkan hanya
memilih tanah-tanah yang subur saja, sedangkan yang tidak subur
diserahkan kepada pemerintah.
Untuk mengetahui letak, luas dan jenis tanah yang digarap oleh masing-
masing petani diadakan pengukuran. Kemudian bagian-bagian tanah yang
merupakan kelebihan batas maksimum dikuasai pemerintah c.q. panitia
landreform kabupaten/kota. Tanah-tanah tersebut sebelum diberikan hak milik
oleh panitia landreform kabupaten/kota terlebih dahulu dikeluarkan Surat Ijin
Menggarap (SIM) kepada petani penggarap. Mereka diwajibkan membayar uang
sewa kepada pemerintah.
Dalam waktu selambat-lambatnya 2 tahun setelah SIM tersebut
dikeluarkan dan ternyata penggarapnya telah memenuhi syarat yang ditentukan,
maka oleh bupati/walikota selaku ketua panitia landreform mengusulkan kepada
gubernur c.q kepala kantor wilayah BPN (sekarang dilimpahkan kepada kepala
kantor pertanahan kabupaten/kota sesuai Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang
Pelimpahan Wewenang Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak
Atas Tanah) agar tanah tersebut diberikan hak milik kepada para petani
penggarap tanah yang bersangkutan.
2. Tanah Absentee
3) Surat Kuasa para ahli waris (untuk kuasa yang ditunjuk harus salah
satu dari ahli waris).
4) Bila Bekas Pemilik masih hidup dan dikuasakan. (Untuk kuasa yang
ditunjuk harus salah satu dari ahli waris, anak, cucu, kakak/adik dari
Bekas Pemilik).
3. Tanah Partikelir
Mekanisme pengajuan pembayaran ganti kerugian tanah partikelir
sebenarnya hamper sama dengan mekanisme pengajuan pembayaran ganti
kerugian tanah kelebihan maksimum dan absentee. Adapun pengajuannya yaitu
dilakukan secara bertahap yaitu bekas pemilik atau ahli warisnya mengajukan
permohonan pembayaran ganti kerugian kepada Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota. Selanjutnya kepala kantor pertanahan kabupaten/kota
meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang
melalui Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi.
Dalam mengajukan usul pembayaran ganti kerugian tersebut, dilengkapi
dengan berbagai syarat kelengkapan, yaitu:
1) Surat permohonan dari bekas pemilik/ahli waris
2) Surat Keputusan kesediaan membayar ganti kerugian dari pemerintah
3) Surat Keterangan Pendaftaran Tanah
4) Daftar perhitungan besarnya ganti kerugian penetapan ganti kerugian
berdasarkan Surat Keputusan Deputy Agraria No. Sk.15/Depag/1965.
5) Surat kematian dan penetapan ahli waris (bila pemegang hak telah
meninggal dunia)
6) Surat kuasa dari bekas pemilik/ahli waris (bila dikuasakan)
7) Surat pernyataan kesediaan menerima ganti kerugian.
8) Surat keterangan domisili penerima ganti kerugian dari kepala desa/lurah
dilampiri fotocopy KTP
Hal ini berlaku sampai dengan tahun 1967 sesudah keluarnya peraturan baru.
5 Ha pertama = 10x luas x hasil bersih selama 5 thn x harga gabah dari bulog
5 Ha kedua dan= 9 x luas x hasil bersih selama 5 thn x harga gabah dari bulog
5 Ha ketiga = 9 x luas x hasil bersih selama 5 thn x harga gabah dari bulog
5 Ha keempat= 9 x luas x hasil bersih selama 5 thn x harga gabah dari bulog
5 Ha selebihnya = 7 x luas x hasil bersih selama 5 thn x harga gabah dari bulog
hasil akhir ini mendekati/sesuai/lebih tinggi dari harga umum setempat, tetapi
karena Keuangan Negara tidak memungkinkan, maka dikeluarkan SK. Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1992, dengan dasar setinggi-tingginya
Rp. 3.500.000,-/per Ha.
III. 20 Ha – 30 Ha 8% 1,6 2 Ha 24 % 5 Ha 6 Ha
Ha
Tata Cara Atau Teknis Pelaksanaan Pembayaran Ganti Rugi Tanah Obyek
Landreform
m. Surat keterangan warisan (apabila ahli waris yang menerima ganti rugi).
n. Surat keterangan kematian (jika bekas pemilik telah meninggal dunia).
o. Surat pernyataan kesediaan menerima ganti rugi dari bekas pemilik atau
ahli warisnya.
p. Surat kuasa yang ditandatangani oleh penerima ganti rugi sebagai pemberi
kuasa yang diketahui oleh kepala desa/lurah.
q. Nomor rekening bank atas nama bekas pemilik/ahli waris (bila besarnya
ganti rugi di atas Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
r. Surat permohonan kakanwil BPN provinsi ditujukan kepada Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Keterangan:
Pada prinsipnya persyaratan dan prosedur pembayaran ganti rugi secara
langsung smaa dengan ganti rugi tidak langsung, hanya berbeda pada tahap
pelaksanaan pembayarannya yang dilakukan setelah memperoleh ijin dari
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Pelaksanaan dilakukan oleh penerima redistribusi kepada bekas pemilik di
hadapan kepala kantor pertanahan dengan disaksikan oleh Kepala Seksi
Penataan Pertanahan dan menandatangani Berita Acara Pembayaran.
B. Tanah partikelir
Persyaratan-persyaratan untuk mengajukan permohonan pembayaran
ganti rugi tanah partikelir sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Kepala
BPN No. 1 Tahun 2005 tentang SPOPP adalah sebagai berikut:
a. Surat permohonan dari bekas pemilik/ahli waris.
b. Surat keputusan kesediaan membayar ganti rugi dari pemerintah atau surat
keterangan besarnya ganti rugi.
c. Daftar perhitungan besarnya penetapan ganti rugi berdasarkan Surat
Keputusan Deputi Menteri Kepala Departemen Agraria No.
SK.15/Depag/1966.
d. Surat keterangan kematian dan penetapan ahli waris (bila pemegang hak
telah meninggal).
1 Penetapan lokasi
besaran ganti
Perhitungan besaran
kerugian tanah
ganti kerugian sesuai
1 kelebihan
dengan ketentuan yang
maksimum dan
berlaku
absentee
Penyusunan Risalah
2 RPD
Pengolahan Data
Konsep SK
Penyiapan konsep SK
3 Pembayaran Ganti
3. Pengolahan Data Ganti kerugian
Kerugian
ATR/Kepala BPN
Penandatanganan SK
SK Pembayaran
1 Pembayaran Ganti
Ganti Kerugian
Kerugian
Meneruskan SK Ganti
2 Kerugian ke Bagian Tanda terima
Persuratan
Pengiriman SK ke
Kakanwil BPN Provinsi
3 pemohon dan kepada Tanda terima
semua yang tercantum
1. Administrasi
dalam tembusan
Penyiapan kwitansi
pembayaran ganti
4 kerugian tanah
kelebihan maksimum
dan absentee
Melaksanakan
pembayaran ganti kwitansi
1 kerugian tanah pembayaran ganti
2. Pembayaran Ganti kelebihan maksimum kerugian
Kerugian Tanah dan absentee
Kelebihan
Penandatanganan
Maksimum,
Berita Acara
Absentee dan
Pembayaran Ganti Berita Acara Ganti
partikelir 2
kerugian Tanah Kerugian
kelebihan maksimum
dan absentee
rekap tanah
kelebihan
1. Pelaporan
Dokumentasi maksimum,
2 pembayaran ganti absentee dan
kerugian partikelir yang
sudah dibayar
ganti kerugiannya
1. Bekas pemilik telah meninggal dunia, mempunyai beberapa orang ahli waris
yang terpencar, bahkan diantaranya tidak diketahui alamatnya dan Bekas
Pemilik tidak lagi diketaui alamatnya, akan tetapi ada salah seorang ahli
warisnya yang diketahui alamatnya, maka:
a. Pembayaran dapat dilakukan/diterimakan kepada salah seorang ahli waris
yang sah dan jelas diketahui alamatnya.
b. Kepada ahli waris tersebut agar diminta membuat pernyataaan yang isinya
menyatakan bahwa yang bersangkutan sebagai salah seorang ahli waris
akan bertanggung jawab atas penandatanganan STP 3 maupun penerimaan
uang ganti rugi dari Pemerintah apabila dikemudian hari ada gugatan
diantara ahli waris lainnya.
c. Surat Pernyataan itu dilegalisir oleh Pamong Desa setempat (Kepala
Desa/Lurah dan Camat) di mana ahli waris tersebut bertempat tinggal, dan
demikian juga oleh Pamong Desa tempat letak tanah yang akan dibayar
ganti ruginya.
2. Bekas pemilik tidak lagi diketahui alamatnya, maupun ahli warisnya, maka tidak
dapat dibayarkan uang ganti ruginya. Demikian pula terhadap bekas Pemilik
yang telah meninggal dunia dan tidak lagi diketahui ahli warisnya, maka dengan
sendirinya juga tidak dapat dibayarkan uang ganti ruginya.
b. Pembayaran ganti kerugian pada masa yang lalu dilaksanakan melalui Yayasan
Dana Landreform, yang belakangan Yayasan Dana Landreform tersebut
kemudian dibekukan, dan pembayaran ganti kerugian dianggarkan dalam APBN.
c. Kewajiban membayar harga tanah oleh penerima redistribusi tanah atau penerima
ha katas tanah yang baru langsung ke Mata Anggaran Penerimaan BPN (MAP :
423291 Pendapatan Jasa Lainnya) sehingga sulit ditelusuri yang khusus berasal
dari pembayaran harga tanah tidak dapat diketahui dengan pasti, karena mata
anggaran penerimaan tersebut untuk menampung seluruh pendapatan jasa
lainnya yang ada di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional.
RANGKUMAN
LATIHAN
1. Uraikan mekanisme pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum
dan absentee!
2. Uraikan mekanisme ganti kerugian tanah partikelir!
3. Jelaskan mengenai pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan
maksimum dan absentee!
4. Jelaskan mengenai pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah partikelir!
5. Uraikan dan jelaskan mengenai neraca ganti kerugian tanah kelebihan
maksimum, absentee, dan partikelir!
LAMPIRAN
Contoh: Surat usulan dari kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang ditujukan
kepada kakanwil BPN provinsi.
KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN/KOTA
..............................................
Nomor :
Lampiran : Kepada,
Perihal : Usulan pembayaran ganti Yth. Menteri Agraria dan Tata
kerugian kepada bekas Ruang/Kepala Badan Pertanahan
pemilik tanah kelebihan Nasional
maksimum/absentee. Up. Direktur Landreform
Jl. Sisingamangaraa No. 2
Jakarta Selatan
Lewat
Kakanwil BPN Provinsi ....................
Di ............................
Dengan hormat bersama ini disampaikan usulan pembayaran ganti kerugian lengkap
dengan lampirannya, yaitu:
1. Daftar usulan pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan
absentee/guntai yang meliputi:
a. Bekas pemilik :
b. Luas tanah : Ha
c. Jumlah ganti kerugian : Rp.
...............................(..............................................)
2. Asli/turunan STP3 atas nama bekas pemilik/ahli warisnya.
3. Surat keputusan (salinan) bupati/walikota .....................tanggal ................tentang
hasil bersih rata-rata setiap tahun selama 5 (lima) tahun terakhir berturut-turut
4. Salinan surat ketetapan harga padi/gabah dari BULOG setempat.
(..............................................)
NIP. ..............................................
Contoh: Surat usulan kakanwil BPN provinsi untuk meneruskan ke Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN/KOTA
..............................................
Nomor :
Lampiran : Kepada,
................ di Agraria
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan STP3 dan lainnya seperti
Demikian agar menjadi maklum dan keputusannya kami nantikan dalam waktu yang
tidak lama.
.............
(..............................................)
NIP. ..............................................
NOMOR .................
TENTANG
Membaca : Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi ....... tanggal ...... nomor
............, perihal usulan pembayaran ganti rugi tanah ........... atas
nama ............ seluas .......... Ha, terletak di Desa ........., Kecamatan
..........., Kabupaten ................, Provinsi .............
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA : Menyetujui pembayaran ganti rugi tanah ......... atas nama ............
beralamat di Desa ............, Kecamatan .................., Kabupaten
................, Provinsi ................. atas tanah seluas ............ ( .......... Ha)
terletak di Desa ..........., ............, Kecamatan .................., Kabupaten
................, Provinsi ................. dengan jumlah ganti rugi berupa uang
sebesar Rp .............,- (......................................... rupiah) atas beban
Biaya Gnati Rugi Tanah Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee,
seperti tersebut pada lampiran keputusan ini.
KEDUA : Memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) melalui Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK)/pejabat yang menerbitkan surat perintah
pembayaran BPN RI untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi
tersebut pada DIKTUM PERTAMA keputusan ini, kepada ...............
selaku ahli waris dan kuasa dari para ahli waris .................. melalaui
......................................
KEPADA : Yth. ..................., selaku ahli waris dan kuasa dari para ahli waris ..........
Di Desa ..................., Kecamatan ......................., Kabupaten ................,
Provinsi ................
TANGGAL:
NOMOR:
TENTANG
Dengan huruf :
a. Luas tanah:.................... hektar
......................................
Contoh kwitansi:
KWITANSI
Telah terima dari : Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional
Banyaknya uang :
Terbilang sebanyak :
Untuk membayar : ganti rugi tanah kelebihan maksimum ...........selaku bekas
pemilik tanah yang beralamat di Desa .........., Kecamatan
..............., Kabupaten ................, Provinsi ...................
sesuai surat keputusan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal
............. nomor ..............
Jakarta, ...................
Yang menerima
...............................
(bekas pemilik/ahli waris)
Tanggal:
Nomor:
Pada hari ini ..... tanggal ......... bulan ............... tahun ..........., kami Kepala
Subdirektorat Penguasaan TOL dan Ganti Kerugian, Direktorat Landrfeform,
Direktorat Jenderal Penataan Agraria, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagai pelaksana pembayaran uang ganti
rugi tanah kelebihan maksimum/guntai (absentee)* yang telah dikuasai oleh
Negara sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional tanggal ............. nomor ................ dengan diketahui
oleh Direktur Landreform dan Kakanwil BPN Provinsi ........... serta disaksikan
oleh:
1. ..............................:Kepala Seksi Ganti Kerugian
2. ..............................:Kepala Seksi Penegasan TOL
Bertempat di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional Jalan Agus Salim No. 58 Jakarta Pusat melaksanakan pembayaran
ganti rugi kepada:
1. Nama :
2. Umur :
3. Alamat : Kp/Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :
Pembayaran mana dilakukan atas tanah kelebihan maksimum yang telah
dikuasai oleh negara dalam rangka pelaksanaan landreform dengan data
sebagai berikut:
1. Tanah atas nama :
2. Luas tanah :
Oleh: rugi
Kerugian
..............................................
Bekas pemilik
..................................................
NIP. ...........................
MENGETAHUI
............................................. .................................................
SAKSI-SAKSI
.......................................... .......................................
Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan penuh tanggung jawab
Jakarta, .................................
Direktur Landreform Yang membuat pernyataan
....................................... ............................................
Saksi-saksi
.........................................
NIP. ......................................
....................................... .....................................
SURAT PERNYATAAN
Pada hari ini ..... tanggal ......... bulan ............... tahun ..........., saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : ................, selaku bekas pemilik
Umur :
Alamat : Kp/Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :
1. Telah menerima pembayaran ganti rugi tanah berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
.................., tanggal ................ sebesar Rp .................. ( .....................rupiah)
untuk tanah seluas ............... Ha ( ...............hektar) yang ditransfer melalui
Bank .......... Cabang ..................... dengan nomor rekening ......................
berdasarkanpengajuan SPPLS oleh Bendahara Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional kepada KPKN Jakarta V.
2. Pembayaran ganti rugi sebagaimana tersebut pada butir 1 (satu) di atas telah
saya terima dengan cukup dan tidak ada pungutan apapun dari pelaksana
pembayaran.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jakara, ...........................
Yang membuat pernyataan
.........................................
Bekas pemilik
KUNCI JAWABAN
BAB II
BAB III
BAB IV