Anda di halaman 1dari 103

DIKLAT REFORMA AGRARIA

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan dalam menyelesaikan Modul Reforma Agraria. Modul ini
disusun sebagai penunjang kegiatan diklat agar peserta diklat dapat mempelajari
dan memahami materi-materi yang diberikan.

Pada kesempatan ini pula, kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam penyusunan modul ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
membalas semua kebaikan dan jerih payah Saudara-saudara sekalian.

Semoga modul ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca, khususnya peserta diklat. Akhir kata dengan segala
kerendahan hati, tim penyusun mengharapkan masukan dan kritikan demi
perbaikan penyusunan modul di masa akan datang.

Terima kasih.

Bogor, November 2017


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan,

Dr. H. Dadang Suhendi, S.H., M.H.


NIP. 19611128 199103 1 002

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 i


DIKLAT REFORMA AGRARIA

DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................... 1
B. DESKRIPSI SINGKAT ....................................................................................................... 2
C. MANFAAT MODUL BAGI PESERTA ................................................................................ 2
D. TUJUAN PEMBELAJARAN ............................................................................................... 2
E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK .................................................................. 3
F. PETUNJUK PEMBELAJARAN .......................................................................................... 4
BAB II GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE DAN PARTIKELIR ........ 5
A. PENGERTIAN GANTI KERUGIAN ................................................................................... 5
B. TUJUAN GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM (TANAH KELEBIHAN
MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN PARTIKELIR) ................................................................. 7
C. BATASAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM .............. 7
D. PEDOMAN PERHITUNGAN GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM ...... 17
RANGKUMAN ........................................................................................................................... 24
LATIHAN ................................................................................................................................... 26
BAB III PEMBAYARAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN
PARTIKELIR ....................................................................................................................................... 27
A. DASAR HUKUM GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE,
DAN PARTIKELIR ........................................................................................................... 27
B. TAHAPAN PELAKSANAAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM,
ABSENTEE, DAN PARTIKELIR ...................................................................................... 42
RANGKUMAN ........................................................................................................................... 50
LATIHAN ................................................................................................................................... 51
BAB IV PELAKSANAAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN
PARTIKELIR ....................................................................................................................................... 52
A. MEKANISME PENGAJUAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM,
ABSENTEE, DAN PARTIKELIR ...................................................................................... 52
B. PELAKSANAAN PEMBAYARAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM,
ABSENTEE, DAN PARTIKELIR ...................................................................................... 59
C. NERACA GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM ..................................... 72

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 ii


DIKLAT REFORMA AGRARIA

RANGKUMAN ........................................................................................................................... 76
LATIHAN ................................................................................................................................... 77
LAMPIRAN .......................................................................................................................................... 78
KUNCI JAWABAN ............................................................................................................................... 94

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 iii


DIKLAT REFORMA AGRARIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hak atas tanah pada masa pemerintahan Hindia Belanda antara lain tanah
partikelir, eigendom, erfpacht, opstal dll. Tanah partikelir adalah tanah “Eigendom” di
atas mana pemiliknya mempunyai hak-hak pertuanan. Dengan berlakunya undang-
undang No.1 tahun 1958 tanah pertikelir hapus menjadi tanah negara. Demikian
juga tanah eigendom yang luasnya lebih dari 10 bau, yang menjadi milik seseorang
atau suatu badan atau milik bersama dari beberapa orang atau beberapa badan
hukum, diperlakukan sebagai tanah partikelir. Selanjutnya terhadap tanah negara
tersebut diberikan ganti kerugian. Pemberian Ganti kerugian kepada pemilik/bekas
pemilik yang tanahnya dikuasai langsung negara karena terkena ketentuan Undang-
undang No.1 tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir dan Undang-
undang No.56 Tahun 1960 tentang Penetapan luas tanah Pertanian serta terkena
ketentuan Peraturan Pemerintah No.224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan
pembagian tanah dan Pemberian Ganti Kerugian (khususnya pemilikan tanah
absentee/guntai).
Adapun tujuan pemberian ganti kerugian tanah obyek landreform adalah
sebagai bentuk pengakuan dari negara atas hak yang dimiliki atau melekat pada
bekas pemilik tanah yang terkena ketentuan landreform, dalam hal ini adalah tanah-
tanah yang melebihi batas maksimum yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan, tanah absentee, atau tanah-tanah bekas partikleir yang telah ditegaskan
menjadi tanah negara untuk selanjutnya diredistribusikan kepada penggarap yang
memenuhi persyaratan. Untuk kepentingan pembelajaran mengenai hal tersebut
diatas, maka disusunlah Modul Pembelajaran Ganti Kerugian Tanah Obyek
Landreform.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 1


DIKLAT REFORMA AGRARIA

B. DESKRIPSI SINGKAT
Mata diklat ini membahas tentang tentang Mata diklat ini membahas tentang
ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir; Pembayaran
ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir serta
pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir.

C. MANFAAT MODUL BAGI PESERTA


1. Sebagai salah satu pelengkap petunjuk praktis bagi pelaksana ganti kerugian
tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir.
2. Sebagai salah satu pelengkap petunjuk praktis bagi pelaksana ganti kerugian
tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir.
3. Sebagai salah satu pelengkap petunjuk praktis bagi pelaksana ganti kerugian
tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir.

D. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu untuk menjelaskan
tentang ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir;
Pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir serta pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir.

2. Indikator Keberhasilan
Peserta diklat mampu untuk:

1). Menjelaskan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan


partikelir,
2). Menjelaskan Pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir,
3). Pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 2


DIKLAT REFORMA AGRARIA

E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK


1. Materi Pokok:
a. Ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan partikelir;
b. Pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir
c. Pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir

2. Sub Materi Pokok:

1.1. Pengertian dan latar belakang ganti kerugian tanah tanah kelebihan
maksimum, absentee dan partikelir,
1.2. Tujuan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir,
1.3. Batasan pemberian ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir,
1.4.. Pedoman perhitungan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir,
2.1. Dasar hukum ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir,
2.2. Tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir,
3.1. Mekanisme pengajuan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir Penyerahan Sertipikat,
3.2. Pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,
absentee dan partikelir,
3.3. Neraca ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 3


DIKLAT REFORMA AGRARIA

F. PETUNJUK PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini dengan cermat, teliti, tekun dan memperhatikan
semua contoh serta mengerjakan dengan sungguh-sungguh semua latihan, maka
diharapkan peserta dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selamat
belajar dan sukses.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 4


DIKLAT REFORMA AGRARIA

BAB II
GANTI KERUGIAN TANAH
KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE
DAN PARTIKELIR

Indikator keberhasilan : Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mengetahui pengertian
ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee, dan partikelir; pembayaran ganti kerugian
tanah kelebihan maksimum, absentee, dan partikelir; serta pelaksanaan ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum, absentee, dan partikelir.
A. PENGERTIAN GANTI KERUGIAN
Pengertian Ganti kerugian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum adalah
penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses
pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah
atas dasar penilaian pada :
a. tanah;
b. ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. bangunan;
d. tanaman;
e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
f. kerugian lain yang dapat dinilai.
Bentuk ganti kerugiannya dapat berupa:
a. uang;
b. tanah pengganti;
c. permukiman kembali;
d. kepemilikan saham; atau
e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Adapun yang dimaksud dengan Ganti kerugian tanah obyek landreform adalah
pemberian ganti kerugian kepada bekas pemilik, yang tanahnya terkena ketentuan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 5


DIKLAT REFORMA AGRARIA

peraturan perundang-undangan landreform yang besarnya ditetapkan oleh Panitia


Landreform Kabupaten/Kota atas dasar perhitungan perkalian hasil bersih rata-rata
selama lima tahun terakhir, yang ditetapkan tiap hektarnya menurut golongan kelas
tanahnya.

Melihat dari pengertian Ganti kerugian untuk pengadaan tanah berbeda


dengan Ganti kerugian atas tanah obyek landreform. Ganti kerugian dalam rangka
pengadaan tanah Ganti kerugiannya berasaskan musyawarah dan mufakat untuk
menentukan besarnya nilai Ganti kerugian, sedangkan ganti terhadap tanah yang
terkena ketentuan landreform besarnya Ganti kerugian telah ditetapkan berdasarkan
rumus yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan landreform.

Kesemua Ganti kerugian tersebut di atas merupakan perwujudan asas yang


terdapat dalam hukum agraria nasional kita yang mengakui adanya hak milik
perseorangan atas tanah. Pemberian Ganti kerugian di sini adalah pemberian Ganti
kerugian kepada pemilik/bekas pemilik yang tanahnya dikuasai langsung negara
karena terkena ketentuan Undang-undang No.1 tahun 1958 tentang Penghapusan
Tanah-tanah Partikelir dan Undang-undang No.56 Tahun 1960 tentang Penetapan
luas tanah Pertanian serta terkena ketentuan Peraturan Pemerintah No.224 Tahun
1961 tentang Pelaksanaan pembagian tanah dan Pemberian Ganti Kerugian
(khususnya pemilikan tanah absentee/guntai).

Jadi dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Ganti kerugian
adalah pemberian kompensasi atas tanah-tanah yang terkena ketentuan landreform
kepada bekas pemilik atau ahli warisnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 6


DIKLAT REFORMA AGRARIA

B. TUJUAN GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM (TANAH


KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN PARTIKELIR)
Tujuan pemberian ganti kerugian tanah obyek landreform adalah sebagai
bentuk pengakuan dari negara atas hak yang dimiliki atau melekat pada bekas
pemilik tanah yang terkena ketentuan landreform, dalam hal ini adalah tanah-tanah
yang melebihi batas maksimum yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan, tanah absentee, atau tanah-tanah bekas partikleir yang telah ditegaskan
menjadi tanah negara untuk selanjutnya diredistribusikan kepada penggarap yang
memenuhi persyaratan.
Sehingga di sini negara tidak semena-mena mengambil tanah dari bekas
pemilik, namun ada kompensasi yang diberikan sebagai ganti kerugian tanah-tanah
yang terkena ketentuan landreform tersebut.

C. BATASAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM


Batasan pemberian ganti kerugian tanah obyek landreform maksudnya di sini
adalah meliputi tanah-tanah yang terkena ketentuan landreform yang diberikan ganti
kerugian, prinsip ganti kerugian tanah obyek landreform, dan besaran ganti kerugian
tanah obyek landreform.

1. Tanah obyek landreform yang diberikan ganti kerugian


Tanah obyek landreform ysng diberikan ganti kerugian meliputi tanah yang
terkena ketentuan kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah bekas
partikelir.
Khusus terhadap tanah obyek landreform yang berasal dari tanah-tanah
yang melebihi batas maksimum dan tanah absentee, diberikan ganti kerugian
dikarenakan tanah-tanah tersebut menjadi tanah yang akan diredistribusikan
kepada penggarap yang memenuhi persyaratan. Tanah-tanah yang
diredistribusikan dalam rangka landreform tidak hanya tanah absentee
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 5 PP No. 224/1961 jo PP No 41/l964
melainkan pula tanah kelebihan batas maksimun berdasarkan UU No.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 7


DIKLAT REFORMA AGRARIA

56/Prp/1960 serta tanah-tanah yang jatuh kepada negara karena subyek haknya
melanggar ketentuan landreform, tanah swapraja dan tanah negara bekas
swapraja yang beralih kepada negara sebagai mana dimaksud diktum keempat
huruf A UU No. 5 tahun 1960 dan tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh
negara yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria.
Tanah-tanah kelebihan maksimum dan absentee/guntai yang dibagi-bagikan
diberikan dengan hak milik dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1) Penerima redistribusi wajib membayar uang pemasukan.
2) Tanah yang bersangkutan harus diberi tanda-tanda batas.
3) Haknya harus didaftarkan kepada kantor pendaftaran tanah untuk
memperoleh setifikat hak milik.
4) Menerima redistribusi wajib mengerjakan/mengusahakan tanahnya
secara aktif.
5) Setelah dua tahun sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan
pemberian haknya wajib dicapai kenaikan hasil tanaman setiap
tahunnya sebanyak yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian daerah.
6) Yang menerima hak wajib menjadi anggota koperasi pertanian di daerah
letak tanah yang bersangkutan.
7) Selama uang pemasukannya belum dibayar lunas hak milik yang
diberikan itu dilarang untuk dialihkan kepada pihak lain tanpa ijin terlebih
dahulu dari Kepala Agraria Daerah (sekarang Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota).
Kelalaian dalam memenuhi kewajiban-kewajiban atau pelanggaran terhadap
larangan tersebut diatas dapat dijadikan alasan untuk mencabut hak milik yang
diberikan itu tanpa pemberian sesuatu ganti kerugian. Pencabutan hak milik itu
dilakukan dengan Surat Keputusan Menteri Agraria atau pejabat yang ditunjuk
olehnya.

2. Tanah Kelebihan Maksimum


Penguasaan atas bagian-bagian tanah yang merupakan kelebihan dari luas
maksimum, dimulai sejak tanggal 24 September 1961 berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Agraria No. SK. 509/Ka/1961 dan menyerahkan wewenang

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 8


DIKLAT REFORMA AGRARIA

untuk melaksanakan penguasaan kepada Panitia Landreform Daerah Tingkat II.


Panitia Landreform Daerah Tingkat II kemudian memberikan keputusan:
a) Menetapkan tanah-tanah mana untuk bekas pemilik dan yang mana
langsung dikuasai oleh pemerintah,dengan memperhatikan:
 Letak tanah yang masih memungkinkan penggarap yang efisien dari
tempat tinggal.
 Kesatuan tanah (yang tetap dimiliki sedapat mungkin merupakan satu
kelompok).
b) Kesuburan tanah (yang tetap dimiliki dan diserahkan mempunyai
kesuburan yang seimbang). Menetapkan besar ganti rugi yang
dicantumkan dalam Surat Tanda Penyerahan Penerimaan Hak dan
Pemberian Ganti Kerugian (STP3). Dengan pemberian STP3 kepada
bekas pemilik berarti tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum
secara riil atau secara langsung telah dikuasai oleh pemerintah.

Tanah pertanian yang terkena ketentuan kelebihan batas maksimum yang


dikuasai oleh orang-orang atau unit keluarga yang melebihi batas maksimum
yang diperkenankan, maka diwajibkan untuk melaporkan kepada kepala kantor
pertanahan kabupaten/kota. Caranya sebagai berikut:
(1) Laporan-laporan yang sudah masuk di kantor pertanahan
kabupaten/kota disusun secara teratur untuk seluruh kabupaten,
sehingga dapat diketahui jumlah pelapor, luas tanah yang dilaporkan
untuk masing-masing desa dan kecamatan.
(2) Kepala kantor pertanahan selaku wakil panitia pertimbangan landreform
menyerahkan bahan-bahan tersebut kepada sidang panitia lengkap atau
badan pekerja untuk menetapkan waktu, tempat dan pelapor yang akan
diperiksa. Pemeriksaan dilaksanakan oleh badan pekerja.
(3) Para pelapor dipanggil dan dikumpulkan di kecamatan masing-masing
untuk diminta keterangan mengenai tanah pertanian yang dikuasainya
dengan membawa keterangan penduduk, dan surat bukti tanah. Di

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 9


DIKLAT REFORMA AGRARIA

samping itu para kepala desa yang harus ikut hadir dengan mambawa
beberapa register seperti:
 Register penduduk.
 Letter C.
 Jual beli tanah.
 Warisan, hibah tanah, register gadai/bagi hasil/sewa tanah.
(4) Pemeriksaan dilakukan oleh masing-masing badan pekerja dengan
disaksikan oleh Ketua Panitia Landreform kecamatan dan para kepala
desa yang bersangkutan. Pemeriksaan ini sangat perlu untuk dilakukan
mengingat ada kemungkinan pemilik tanah tidak mengenal tanahnya.
Dalam pemeriksaan/penelitian tersebut perlu diperhatikan: a) nama; b)
alamat tempat tinggal pelapor; c) jumlah anggota keluarga pelapor yang
menjadi tanggungannya; d) letak tanah; e) luas tanah; f) nomor surat
bukti tanah; g) atas nama siapa terdaftar dalam buku Letter C desa; h)
bagian-bagian tanah yang akan tetap dimilikinya dan bagian yang akan
diserahkan kepada pemerintah.

Tindak lanjut setelah diadakan penelitian, maka oleh Panitia Landreform


Kabuaten melaksanakan sidang panitia landreform. Tujuan diadakannya sidang
adalah untuk menetapkan bagian-bagian tanah yang tetap menjadi milik dari
bekas pemilik dan menetapkan bagian-bagian tanah yang akan diserahkan
kepada pemerintah. Penetapan bagian tanah yang tetap dimiliki didasarkan pada
jumlah anggota keluarga yang menjadui tanggungan sepenuhnya dari pemilik
tanah.
Adapun cara penetapan bagian-bagian tanah adalah sebagai berikut:
(1) Untuk menetapkan bagian-bagian tersebut, pertama-tama adalah
memberi kesempatan kepada pelapor untuk mengajukan usul bagian-
bagian tanah yang akan tetap dimiliki dan bagian-bagian tanah yang
harus diserahkan kepada pemerintah.
(2) Dengan memperhatikan usul-usul dari pelapor/bekas pemilik dengan
disertai pertimbangan ketua panitia landereform kecamatan/desa, maka

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 10


DIKLAT REFORMA AGRARIA

panitia landreform kabupaten akan memberikan keputusan penetapan


bagian-bagian tanah untuk bekas pemilik.

Dalam menentukan bagian tanah bagi bekas pemilik tanah hendaknya perlu
diperhatikan hal sebagai berikut:
(1) Letak tanah hendaknya tidak jauh dari tempat pemilik,agar masih
memungkinkan adanya penggarapan yang efisien.
(2) Kesatuan tanah atau tanah yang tetap dimiliki diusahakan satu
kompleks.
(3) Tanah yang tetap dimiliki dan diserahkan kepada pemerintah
mempunyai kesuburan yang seimbang, artinya bekas pemilik tidak
diperbolehkan hanya memilih tanah-tanah yang subur saja, sedangkan
yang tidak subur diserahkan kepada pemerintah.

Pelaksanaan sidang panitia landreform tersebut harus memperhatikan dan


menjalankan ketiga prinsip di atas, agar tercipta keseimbangan antara
kepentingan pemerintah dengan kepentingan bekas pemilik tanah. Setelah
adanya keputusan, maka keputusan tersebut dikirim kepada yang bersangkutan.
Setelah penetapan itu, bekas pemilik tanah wajib menandatangani Surat
penyerahan tanah kepada negara di dalam suatu Surat Penyerahan yang disebut
Surat Tanda Penyerahan Hak dan Pemberian Ganti Kerugian (STP3). Di dalam
STP3 ini dicantumkan antara lain:
a) nama bekas pemilik;
b) tempat tinggal;
c) pekerjaan;
d) daftar susunan keluarga;
e) luas dan letak tanah yang boleh tetap dimiliki dan tanah yang terkena
ketentuan kelebihan maksimum;
f) nama-nama penggarap; serta
g) besarnya ganti kerugian.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 11


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Untuk mengetahui letak, luas dan jenis tanah yang digarap oleh masing-
masing petani diadakan pengukuran. Kemudian bagian-bagian tanah yang
merupakan kelebihan batas maksimum dikuasai pemerintah c.q. panitia
landreform kabupaten/kota. Tanah-tanah tersebut sebelum diberikan hak milik
oleh panitia landreform kabupaten/kota terlebih dahulu dikeluarkan Surat Ijin
Menggarap (SIM) kepada petani penggarap. Mereka diwajibkan membayar uang
sewa kepada pemerintah.
Dalam waktu selambat-lambatnya 2 tahun setelah SIM tersebut dikeluarkan
dan ternyata penggarapnya telah memenuhi syarat yang ditentukan, maka oleh
bupati/walikota selaku ketua panitia landreform mengusulkan kepada gubernur
c.q kepala kantor wilayah BPN (sekarang dilimpahkan kepada kepala kantor
pertanahan kabupaten/kota sesuai Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah) agar tanah
tersebut diberikan hak milik kepada para petani penggarap tanah yang
bersangkutan.

3. Tanah Absentee
Pemilik tanah absentee diwajibkan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
24 September 1961 mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain yang
bertempat tinggal di tempat letak tananhya atau ia sendiri harus pindah ke
kecamatan di mana tanahnya terletak. Bilamana ketentuan tersebut tidak dipenuhi
maka tanah yang bersangkutan dikuasai oleh pemerintah dan dijadikan obyek
landreform serta diredistrubusikan kepada orang lain yang memenuhi syarat.
Kepada bekas pemilinya diberikan ganti kerugian.
Tanah-tanah absentee yang dilaporkan tersebut dikuasai ole pemerintah,
terlebih dahulu kepada para pelapor atau pemilik tanah dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sejak melaporkan tanahnya diberi kesempatan untuk segera
mengakhiri pemilikan hak atas tanahnya tersebut dengan cara mengalihkan tanah
tersebut kepada orang lain yang bertempat tinggal di kecamatan letak tanahnya,

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 12


DIKLAT REFORMA AGRARIA

atau pelapor/pemilik tanah tersebut pindah tempat tinggal ke kecamatan letak


tanahnya.
Setelah penetapan itu, bekas pemilik tanah absentee wajib menandatangani
surat penyerahan tanah kepada negara di dalam suatu Surat Penyerahan yang
disebut Surat Tanda Penyerahan Hak dan Pemberian Ganti Kerugian (STP3) sama
halnya dengan prosedur penetapan tanah kelebihan maksimum.
Luas tanah absentee yang dilaporkan dengan luas tanah absentee yang
diambil pemerintah harus sama. Penguasaan atas tanah absentee didasarkan pada
Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 17 Desember 1962 No. SK.
35/Ka/1962 tentang Pelaksanaan Penguasaan Tanah Pertanian Absentee. Dalam
keputusan tersebut ditetapkan bahwa penguasaan tanah-tanah yang langsung
dikuasai oleh pemerintah kewenangannya diserahkan kepada panitia Landreform
kabupaten/kota dengan dibantu panitia landreform kecamatan dan panitia
landreform desa. Panitia landreform kabupaten/kota berkewajiban:
a) Menetapkan besarnya ganti rugi.
b) Mengurus pemberian SIM tanah kepada penggarap.
c) Menyelenggarakan redistribusi.

Dalam perkembangannya dengan telah dikeluarkannya Keppres No. 34


Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang ditindaklanjuti
dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2003 tentang
Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di
Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Dengan kbijakan tersebut telah ditetapkan standar mekanisme ketatalaksanaan
penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti rugi tanah kelebihan
maksimum dan absentee merupakan kewenangan bupati/walikota, dengan langkah-
langkah sebagai berikut:

a. Persiapan
Membentuk panitia pertimbangan landreform dengan susunan keanggotaan:
1) Bupati/walikota sebagai ketua merangkap anggota;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 13


DIKLAT REFORMA AGRARIA

2) Kepala kantor pertanahan sebagai wakil ketua merangkap anggota;


3) Seorang pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota sebagai anggota;
4) Seorang pejabat yang ditunjuk oleh kapolres kabupaten/kota sebagai
anggota;
5) Seorang pejabat yang bertanggung jawab di bidang pertanian
kabupaten/kota sebagai anggota;
6) Seorang pejabat yang bertanggung jawab di bidang koperasi
kabupaten/kota sebagai anggota;
7) Seorang wakil cabag HKTI kabupaten/kota sebagai anggota;
8) Pejabat-pejabat lain yang ditunjuk dari instansi/dinas yang terkait dengan
urusan pertanahan sebagai anggota (disesuaikan dengan kebutuhan serta
situasi dan kondisi kabupaten/kota masing-masing).
9) Camat, kepala desa/lurah yang dalam wilayahnya terdapat tanah-tanah
yang akan ditetapkan sebagai tanah obyek landreform.
Tugas panitia pertimbangan landreform:
a) Memberikan saran dan pertimbangan kepada bupati/walikota mengenai
segala hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan landreform
diwilayahnya;
b) Membentuk sekretariat panitia pertimbangan landreform.

b. Pelaksanaan
Menyiapkan bahan sidang yang merupakan hasil inventarisasi tanah-tanah yang
terkena ketentuan kelebihan maksimum dan absentee serta hal-hal lain yang
berkaitan oleh sekretarial PPL.

Melaksanakan sidang yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua dengan
memutuskan:

(1) Tanah-tanah yang terkena ketentuan kelebihan maksimum dan absentee.


(2) Bekas pemilik tanah.
(3) Besarnya ganti kerugian.
(4) Calon penerima pembagian tanah.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 14


DIKLAT REFORMA AGRARIA

(5) Keputusan diambil atas dasar musyawarah dan mufakat.


(6) Hasil sidang dituangkan dalam berita acara sidang, berisi saran dan
pertimbangan.
(7) Menerima penyerahan tanah.
Panitia pertimbangan landreform menerima penyerahan tanah kelebihan
maksimum dan absentee dari pemilik, selanjutnya tanah tersebut menjadi tanah
yang dikuasai oleh negara dan meberikan STP3.

4. Tanah Partikelir
Tanah-tanah partikelir ini ada sejak era Daendles. Namun kemudian
pemerintah Belanda menyadari bahwa adanya tanah-tanah partikelir dengan hak
pertuanan seolah-olah ada negara-negara kecil di dalam negara. Karena itu
Pemerintah Belanda mengadakan pengambilalihan tanah-tanah itu kepada Negara.
Sekalipun sejak 1810 telah terjadi pembelian kembali tetapi kemudian mengendor,
baru kemudian pada tahun 1855 dilakukan kembali. Regering reglement (S. 1855-2)
larangan bagi para Gubernur Jenderal untuk menjual tanah-tanah yang luas kepada
perseorangan. Akan tetapi barulah sejak 1910, atas desakan baik dari kalangan-
kalangan di luar maupun di dalam Parlemen Belanda, dilaksanakan usaha
pengembalian itu secara teratur.
Dalam tahun 1948 dibentuklah sebuah Panitia yang diberi tugas untuk di
dalam waktu yang singkat, mengajukan usul-usul kepada Pemerintah tentang cara
yang sebaik-baiknya untuk menglikuidasi tanah-tanah partikelir yang masih ada.
Berdasar atas usul Panitia itu oleh Pemerintah dengan keputusannya tanggal 8 April
1949 No. 1 ditetapkan suatu peraturan likuidasi atas dasar mana dengan secara
damai dapat dikembalikan kepada Negara 48 tanah partikelir seluas 469.506 ha,
semuanya terletak di sebelah Barat Cimanuk. Dalam tahun 1949 tanah-tanah N.V.
itu dibeli oleh Pemerintah RI dan pada tanggal 13 Desember 1951 N.V. Javasche
Particuliere Landerijen Maatschappij itu dibubarkan.
Dalam hal tersebut, Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan kemudian
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan saja melanjutkan
pembelian kembali tanah-tanah partikelir, akan tetapi sebagai Pemerintah nasional

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 15


DIKLAT REFORMA AGRARIA

lebih-lebih merasakan hal itu sebagai kewajiban yang pokok dan utama. Hingga
akhir tahun 1956 dapat dibeli kembali 25 tanah partikelir yang luasnya berjumlah
11.759 ha. Pada tahun 1958 diundangkan mengenai penghapusan tanah-tanah
partikel yakni UU No 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir.
Dalam pasal 3 Undang-Undang tersebut ditentukan, bahwa sejak mulai berlakunya
Undang-Undang ini hak-hak pemilik beserta hak-hak pertuanannya atas semua
tanah-tanah partikelir dinyatakan hapus dan tanah-tanah bekas tanah partikelir itu
seluruhnya serentak menjadi tanah Negara.
Di samping yang telah dikedepankan tersebut, khusus untuk pelaksanaan UU
No. 1 tahun 1958, hambatan-hambatan yang dijumpai adalah berubahnya ketentuan
tentang penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi serta keterbatasan dana ganti
rugi dari Pemerintah.
Sampai saat sekarang, belum seluruh tanah partikelir dapat dilikwidasi.
Lambatnya penyelesaian program likwidasi disebabkan oleh banyak faktor. Di
samping keterbatasan dana ganti-rugi, faktor pelaksanaan teknis dari ketentuan
tentang besarnya ganti kerugian sangat menghambat pelaksanaannya di lapangan.
Banyak masalah penyelesaian ganti-rugi bekas tanah partikelir, sampai saat
sekarang belum dapat diselesaikan karena faktor yang terakhir.
Secara historis-yuridis bentuk dan besar ganti kerugian terhadap bekas
tanah-tanah partikelir mengalami perubahan sejak UU No. 1 tahun 1958
diundangkan. Perubahan-perubahan yang dibuat sesungguhnya dimaksudkan untuk
memudahkan pelaksanaan di lapangan. Akan tetapi, di lapangan perubahan
ketentuan-ketentuan tersebut menimbulkan masalah baru.
Tanah partikelir adalah tanah-tanah eigendom yang mempunyai sifat dan
corak istimewa. Sifat dan corak yang istimewa adalah di mana pemiliknya
mempunyai hak pertuanan, antara lain hak untuk mengangkat/memberhentikan
kepala kampung/kepala desa atau lainnya, yang diberikan kewenangan dan
kewajiban kepolisian, menuntut kerja paksa (rodi) atau uang pengganti kerja rodi
dari penduduk yang berdiam di atas tanah tersebut, mengadakan pungutan-
pungutan baik dalam bentuk uang maupun hasil tanah, hak untuk mendirikan pasar-
pasar, memungut biaya pemakaian jalan dan penyeberangan. Di mana hak-hak

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 16


DIKLAT REFORMA AGRARIA

yang demikian di masa sekarang hanya dapat dijumpai oleh negara. Adanya
lembaga tanah partikelir dengan hak-hak pertuanan yang mepunyai corak istimewa
nyata-nyata bertentangan dengan azas rasa keadilan sosial, lagi pula hak-hak
pertuanan yang diberikan kepada pemiliknya yaitu tuan-tuan tanah bersifat hak-hak
kenegaraan seakan-akan ada negara kecil di dalam negara, hal ini membahayakan
bagi kedaulatan dan kewibawaan negara.
Hapusnya lembaga tanah partikelir ini menjadi tuntutan nasional dan harus
diselesaikan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sehingga dipandang perlu
untuk menerbitkan suatu undang-undang di mana kemungkinan dengan cara
penghapusan secara integral yang dapat dilaksanakan dengan cepat dan tetap
menjamin hak-hak penduduk dan pemberian ganti kerugian yang layak kepada
pemiliknya. Maka pada tanggal 24 Januari 1958 terbitlah UU No. 1 Tahun 1958
tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir termasuk juga tanah eigendom yang
luasnya lebih dari 10 bouw.

D. PEDOMAN PERHITUNGAN GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK


LANDREFORM
1. Tanah kelebihan maksimum dan absentee
a. Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian jo Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 1964 tentang Perubahan dan Tambahan PP
No. 224 Tahun 1961.
Di mana peraturan tersebut menjelaskan ketentuan pemberian ganti
kerugian terhadap bekas pemilik tanah obyek landreform sebagai berikut
: Kepada bekas pemilik dari tanah-tanah yang berdasarkan pasal 1
Peraturan ini diambil oleh Pemerintah untuk dibagi-bagikan kepada yang
berhak atau dipergunakan oleh Pemerintah sendiri, diberikan ganti
kerugian, yang besarnya ditetapkan oleh Panitia Landreform Daerah
Tingkat II yang bersangkutan, atas dasar perhitungan perkalian hasil
bersih rata-rata selama 5 tahun terakhir, yang ditetapkan tiap hektarnya

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 17


DIKLAT REFORMA AGRARIA

menurut golongan kelas tanahnya, dengan menggunakan degresivitet


sebagai tertera dibawah ini:
1) Untuk 5 hektar yang pertama: tiap hektarnya 10 kali hasil bersih
setahun;
2) Untuk 5 hektar yang kedua, ketiga dan keempat: tiap hektarnya 9
kali hasil bersih setahun;
3) Untuk yang selebihnya: tiap hektarnya 7 kali hasil-bersih setahun,
dengan ketentuan bahwa jika harga tanah menurut perhitungan
tersebut diatas itu lebih tinggi dari pada harga umum,
4) Yang dimaksudkan dengan "hasil bersih" adalah seperdua hasil-
kotor bagi tanaman padi atau sepertiga hasil kotor bagi tanaman
palawija.
5) Jika bekas pemilik tanah tidak menyetujui -besarnya ganti kerugian
sebagai yang ditetapkan oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II,
maka ia dapat minta banding kepada Panitia Landreform Daerah
tingkat I dalam tempo 3 bulan sejak tanggal penetapan ganti
kerugian tersebut.
6) Keputusan Panitia-Daerah Tingkat I tidak boleh bertentangan
dengan dasar perhitungan termaktub dalam ayat (1) pasal ini.
Keputusan Panitia tersebut mengikat.

b. Peraturan Direktur Jenderal Agraria No. 4 Tahun 1967 tentang


Pembayaran dan Penyesuaian Ganti Rugi atas Tanah Obyek
Landreform.
Pada pasal 5 menyatakan besarnya ganti rugi yang akan diterimakan
kepada bekas pemilik tanah maupun yang harus dibayar oleh petani
penerima redistribusikan ditentukan berdasarkan perhitungan
sebagaimana diatur dalam PP No. 224 Tahun 1961 Pasal 6 ayat (1),
dengan ketentuan bahwa untuk tahun 1968 ditetapkan setinggi-tingginya
Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah).

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 18


DIKLAT REFORMA AGRARIA

c. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 1984 tentang tentang


Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Ganti Kerugian Dan Harga Tanah
Kelebihan Maksimum Dan Guntai (Absentee) Obyek Redidtribusi
Landreform.
Pada pasal 2 bahwa pembayaran ganti kerugian kepada bekas pemilik
tanah kelebihan batas maksimum dan/atau tanah guntai (absentee)
diberikan dalam bentuk uang tunai sebesar nilai dari hasil perhitungan
besarnya ganti kerugian sebagai diatur dalam pasal 6 Peraturan
Pemerintah No. 224 Tahun 1961, atau pembayaran secara langsung
dari petani penerima redistribusi kepada bekas pemilik tanah.
Pasal 5, menyatakan bahwa harga tanah yang harus dibayar oleh
penerima redistribusi tanah kepada Pemerintah ditetapkan oleh
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, setelah mendengar
pertimbangan Panitian Pertimbangan Landreform
Kabupaten/Kotamadya.

d. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1992


tentang penyesuaian harga ganti rugi tanah kelebihan maksimum dan
absentee/Guntai, menyebutkan besarnya ganti rugi yang akan diberikan
kepada bekas pemilik tanah kelebihan maksimum dan absentee/guntai,
dihitung berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 224
Tahun 1961 Pasal 6 dengan ketentuan setinggi-tingginya Rp.
3.500.000,- (Tiga juta lima ratus ribu rupiah) per hektar.

2. Tanah Partikelir
a. Bentuk dan Besar Ganti Kerugian menurut UU No. 1 tahun 1958.
Menurut pasal 8, kepada pemilik tanah partikelir yang terkena UU ini,
diberikan ganti kerugian yang dapat berupa:
1) Sejumlah uang sebesar total hasil kotor selama lima tahun terakhir
(1937 sampai dengan 1941) dikurangi 40% dan kemudian dikalikan
dengan 8,5.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 19


DIKLAT REFORMA AGRARIA

2) Hak, bantuan dan / atau keluluasaan lain.


3) Ganti kerugian hanya diberikan bagi tanah-tanah partikelir yang
pada mulainya berlaku Undang-Undang ini digunakan oleh
pemiliknya. Atas bagian-bagian yang tidak digunakan atau
diusahakan karena alasan-alasan yang tidak dapat dibenarkan oleh
Menteri Agraria, tidak diberikan ganti kerugian.

b. Bentuk dan Besar Ganti Kerugian menurut PP No. 18 tahun 1958


tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1958.
Menurut pasal 10 ayat 2 PP ini, apabila ganti kerugian itu berupa uang,
sedangkan data-data yang digunakan sebagai dasar perhitungan hasil
tanah tidak diperoleh atau tidak benar, maka besar ganti kerugian
ditetapkan atas dasar perbandingan dengan bekas tanah partikelir
lainnya yang keadaannya sama atau mendekati keadaan tanah yang
akan ditetapkan ganti kerugiannya.

c. Surat Edaran Menteri Agraria No. Ka. 30/1/31 tanggal 24 Januari 1959
perihal Ganti Kerugian dan Peruntukan Bekas Tanah-tanah Partikelir.
Surat edaran ini hanya menegaskan bahwa ganti kerugian tanah
partikelir pada prinsipnya diberikan dalam bentuk salah satu dari dua
pilihan yaitu uang tunai atau sesuatu hak (tanah). Dalam hal ganti
kerugian dalam bentuk tanah, pedoman luas ganti kerugian adalah
seperti disajikan pada Tabel 3 (Pedoman yang diterbitkan oleh Menteri
Agraria, tanggal 1 Maret 1960).

d. Surat Keputusan Deputy Menteri / Kepala Departemen Agraria No. SK.


15/ Depag/1966.
Surat keputusan ini juga sebagai jawaban dari kesulitan dalam
menentukan ganti kerugian dalam bentuk tanah. Berdasarkan Surat
Keputusan ini, pedoman ganti kerugian bekas tanah partikelir adalah
sebagai berikut:

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 20


DIKLAT REFORMA AGRARIA

1) Bentuk Ganti Kerugian. Pada azasnya, ganti kerugian diberikan


dalam bentuk uang. Ganti kerugian dalam bentuk tanah diberikan
apabila tanah yang akan diberikan benar-benar dipergunakan
sendiri oleh bekas pemilik tanah partikelir.
2) Besarnya Ganti Kerugian
 Ketentuan umum dari ganti kerugian dalam bentuk tanah adalah
seperti tabel berikut:
Luas tanah yang dapat diberikan kepada
bekas pemilik sebagai ganti kerugian
(dalam bentuk %)
Luas seluruh tanah
Tanah Tanah pertanian
kongsi
No. perumahan
(Ha)
Kisaran
Kisaran
Luas
% Luas %
(Ha)
(Ha)

I. < 10 10 0.7 – 1.0 30 2.50 – 3.00

II. 10 – 20 9 1.1 – 1.5 27 3.25 – 4.75

III. 20 – 30 8 1.6 – 2.0 24 5.00 – 6.00

IV. 30 – 40 7 2.1 – 2.6 21 6.25 – 7.25

V. 40 – 60 6 2.7 – 3.3 18 7.50 – 9.00

VI. 60 – 80 5 3.4 – 4.0 15 9.25 –


10.50

VII. > 80 4 4.1 – 5.0 12 10.75 –


12.00*)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 21


DIKLAT REFORMA AGRARIA

*)
Perkebunan besar sampai seluas 25 Ha.

 Jika seluruh ganti kerugian diberikan dalam bentuk uang, maka besar
ganti kerugiannya adalah:
GR = 20% x H x L

dimana;

GR adalah besar ganti kerugian (Rp.)

H adalah harga umum tanah setempat, setinggi-tingginya Rp. 1000


per Ha (1960)

L adalah luas tanah sebagai ganti kerugian, seperti tercantum dalam


Tabel 2.

 Jika ganti kerugian diberikan dalam bentuk tanah melebihi dari


ketentuan (Tabel 2), maka yang menerima ganti kerugian harus
membayar uang pemasukan kepada negara dengan ketentuan:
UP = 20% x H x Ll

dimana;

UP adalah besar uang pemasukan kepada Negara (Rp.)

H adalah harga umum tanah setempat, setinggi-tingginya Rp. 1000


per Ha (1960)

Ll adalah luas tanah lebih yang diterima sebagai ganti kerugian atau
secara matematis adalah sebagai berikut:

Ll = L d – L

dimana Ld adalah luas tanah ganti kerugian yang diterima

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 22


DIKLAT REFORMA AGRARIA

 Jika ganti kerugian diberikan dalam bentuk tanah kurang dari


ketentuan seperti tercantum dalam Tabel 2, maka yang menerima
ganti kerugian memperoleh tambahan ganti kerugian dalam bentuk
uang, dengan ketentuan:
GRt = 20% x H x Lk

dimana;

GRt adalah ganti rugi tambahan dalam bentuk uang (Rp.)

H adalah harga umum tanah setempat, setinggi-tingginya Rp. 1000


per Ha (1960)

Lk adalah kekurangan luas tanah yang diterima sebagai ganti


kerugian atau secara matematis adalah sebagai berikut:

Lk = L - Ld

dimana Ld adalah luas tanah ganti kerugian yang diterima.

e. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, Direktur Jenderal Agraria


Nomor.Dir.10/202/10/73 tanggal 31 Oktober 1973 perihal Penyesuaian
Ganti Kerugian Tanah-tanah Partikelir. Surat edaran ini dikeluarkan
untuk mengatasi kesulitan dalam pelaksanaan di lapangan dimana
bekas pemilik tanah partikelir tidak lagi menguasai tanah yang
diberikan sebagai ganti kerugian. Bagi kasus-kasus seperti ini, maka
kesediaan Pemerintah untuk mengganti kerugian dalam bentuk tanah
diganti dengan uang. Di lapangan, Surat Edaran ini menimbulkan
masalah baru yaitu bagaimana menentukan harga tanah.
f. Surat Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 13 tahun 1997 yang pada intinya meniadakan pemberian
ganti kerugian bagi bekas pemilik tanah partikelir dan mencabut SK

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 23


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Deputy Menteri Kepala Departemen Agraria No. SK 15/Depag/1966


dan Surat Edaran Direktur Jenderal Agraria No.Dir.10/202/10/73 serta
mencabut semua Surat Keputusan Kesediaan Pemerintah untuk
Memberikan ganti Kerugian kepada Bekas Pemilik Tanah Partikelir.
g. Surat Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 12 tahun 1999, mencabut Surat Keputusan Menteri
Negara Agraria / Kepala Badan pertanahan Nasional No. 13 tahun
1997.

RANGKUMAN
1. Ganti kerugian adalah pemberian kompensasi atas tanah-tanah yang terkena
ketentuan landreform kepada bekas pemilik atau ahli warisnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Tujuan pemberian ganti kerugian tanah obyek landreform adalah sebagai
bentuk pengakuan dari negara atas hak yang dimiliki atau melekat pada
bekas pemilik tanah yang terkena ketentuan landreform
3. Tanah-tanah yang diredistribusikan dalam rangka landreform tidak hanya
tanah absentee sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 5 PP No.
224/1961 jo PP No 41/l964 melainkan pula tanah kelebihan batas maksimun
berdasarkan UU No. 56/Prp/1960 serta tanah-tanah yang jatuh kepada
negara karena subyek haknya melanggar ketentuan landreform, tanah
swapraja dan tanah negara bekas swapraja yang beralih kepada negara
sebagai mana dimaksud diktum keempat huruf A UU No. 5 tahun 1960 dan
tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh negara yang akan ditegaskan
lebih lanjut oleh Menteri Agraria. Tanah-tanah Partikelir dan juga tanah
eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw dihapus dengan terbitnya UU No.
1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Tanah Partikelir
4. Pedoman perhitungan ganti kerugian tanah obyek landreform untuk tanah
yang berasal dari tanah kelebihan maksimum dan absentee berpedoman
pada PP No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 24


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Pemberian Ganti Kerugian jo Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964


tentang Perubahan dan Tambahan PP No. 224 Tahun 1961, Peraturan
Direktur Jenderal Agraria No. 4 Tahun 1967 tentang Pembayaran dan
Penyesuaian Ganti Rugi atas Tanah Obyek Landreform; Keputusan Menteri
Dalam Negeri No. 13 Tahun 1984 tentang tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pembayaran Ganti Kerugian Dan Harga Tanah Kelebihan Maksimum Dan
Guntai (Absentee) Obyek Redidtribusi Landreform dan Keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1992 tentang penyesuaian harga
ganti rugi tanah kelebihan maksimum dan absentee/Guntai
5. Pedoman perhitungan ganti kerugian untuk tanah yang berasal dari tanah
partikelir berpedoman pada UU No.1 tahun 1958; PP No. 18 tahun 1958
tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1958; Surat Edaran Menteri Agraria No.
Ka. 30/1/31 tanggal 24 Januari 1959 perihal Ganti Kerugian dan Peruntukan
Bekas Tanah-tanah Partikelir; Surat Keputusan Deputy Menteri/Kepala
Departemen Agraria No. SK. 15/ Depag/1966; Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri, Direktur Jenderal Agraria Nomor.Dir.10/202/10/73 tanggal 31 Oktober
1973 perihal Penyesuaian Ganti Kerugian Tanah-tanah Partikelir; Surat
Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
13 tahun 1997; Surat Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 12 tahun 1999, mencabut Surat Keputusan Menteri
Negara Agraria / Kepala Badan pertanahan Nasional No. 13 tahun 1997.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 25


DIKLAT REFORMA AGRARIA

LATIHAN
1. Sebutkan definisi ganti kerugian tanah obyek landreform!
2. Apa perbedaan ganti kerugian tanah obyek landreform dengan ganti kerugian
dalam proses pengadaan tanah?
3. Sebutkan jenis-jenis tanah obyek landreform yang diberikan ganti kerugian,
dan mengapa tanah obyek landreform diberikan ganti kerugian?
4. Mengapa dilakukan likuidasi terhadap tanah partikelir?
5. Uraikan besaran pedoman perhitungan ganti kerugian tanah obyek landreform
sesuai dengan ketentuan yang berlaku!

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 26


DIKLAT REFORMA AGRARIA

BAB III
PEMBAYARAN GANTI KERUGIAN TANAH
KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN
PARTIKELIR

Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mengetahui dasar
hukum ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absente dan partikelir; dan tahapan
pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absente dan partikelir.

A. DASAR HUKUM GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM,


ABSENTEE, DAN PARTIKELIR

Dasar hukum landreform dan ketentuan mengenai ganti kerugian yang


dimaksud disini adalah ketentuan-ketentuan hukum yang menjadi dasar dan arahan
dalam pelaksanaan kegiatan landreform di Indonesia serta pengaturan pengenai
pemberian ganti kerugian terhadap tanah obyek landreform.

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945


pengaturan mengenai kegiatan perekonomian yang didalamnya termasuk
ekonomi sumber daya alam (SDA) di Indonesia diatur dalam Pasal 33 UUD
1945 yang selengkapnya berbunyi :

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas


kekeluargaan. 

2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menuasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 

3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 


Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 27


DIKLAT REFORMA AGRARIA

4) Prekonomian nasional diselengarakan berdasarkan atas demokrasi



ekonomi dengan prinsip kebersamaaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 33 tersebut dijelaskan bahwa:


”Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi produksi dikerjakan oleh
semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran
orang-perseorangan. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan
itu adalah koperasi.”

Pada alinea berikutnya disebutkan:

”Perekonomian berdasarkan atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua


orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Kalau tidak tampuk
produksi akan jatuh ketangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang
banyak ditindasinya”

Berdasarkan ketentuan Pasal 33 tersebut terlihat jelas bahwa dalam


rangka meningkatkan kemakmuran rakyat peranan negara sangat diperlukan.
Ikut campurnya negara dalam urusan kesejahteraan rakyat sebagaimana
ketentuan dimaksud mengindikasikan bahwa dalam konstitusi kita dianut sistem
negara welfarestate. Hal ini sekaligus menunjukan bahwa masalah ekonomi,
bukan hanya monopoli ekonomi yang didasarkan pada mekanisme pasar semata
tetapi juga diperlukan peranan negara, terutama yang berkaitan dengan bidang-
bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Khusus mengenai pembangunan hukum agraria dalam UUD 1945 diatur


dalam Pasal 33 ayat 3 yang menyebutkan :

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 28


DIKLAT REFORMA AGRARIA

”Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara

dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Lebih lanjut pengaturan masalah agraria yang didalamnya termasuk dalam


pertanahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960. Dengan demikian
secara historis dapat dijelaskan bahwa sebenarnya upaya pengaturan
pertanahan (yang didalamnya terdapat program landreform) di Indonesia telah
dimulai sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir

Yang dimaksud dalam Undang-undang ini (UU Nomor 1 Tahun 1958 tentang
Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir) dengan;

a. tanah partikelir ialah tanah “Eigendom” di atas mana pemiliknya sebelum


undang-undang ini berlaku mempunyai hak-hak pertuanan;
b. hak pertuanan ialah:
1) Hak untuk mengangkat atau mengesahkan pemilihan serta
memperhentikan kepala-kepala kampung atau desa dan kepala-
kepala umum, sebagai yang disebut dalam pasal 2 dan 3 dari S.
1880-150 dan pasal 41 sampai dengan 43 S.1912 – 442;
2) Hak untuk menuntut kerja paksa atau memungut uang pengganti
kerja paksa dari penduduk sebagai disebut dalam pasal 30, 31, 32,
34, 35, dan 37 S.1912-422.
3) Hak mengadakan pungutan-pungutan, baik yang berupa uang atau
hasil tanah dari penduduk, sebagai disebut dalam pasal 27 dan 29 S.
1912-422.
4) Hak untuk mendirikan pasar-pasar, memungut biaya pemakaian jalan
dan penyeberangan, sebagai yang disebut dalam pasal 46 dan 47 S.
1912-422. 5. Hak-hak yang menurut peraturan lain dan/atau adat
setempat, sederajat dengan yang disebut dalam sub b 1 sampai
dengan b 4 ayat ini.
c. “tanah usaha” ialah;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 29


DIKLAT REFORMA AGRARIA

1) Bagian-bagian dari tanah partikelir yang dimaksud dalam pasal 6 ayat


(1) dari Peraturan tentang tanah-tanah partikelir, S. 1912 -422.
2) Bagian-bagian dari tanah partikelir yang menurut adat setempat
termasuk tanah desa atau di atas mana penduduk mempunyai
hak yang sifatnya turun-temurun.
d. “tanah kongsi” ialah bagian-bagian dari tanah partikelir yang tidak
termasuk “tanah usaha.“
e. Tanah Eigendom yang luasnya lebih dari 10 bau, yang menjadi miliki
seseorang atau satu badan hukum atau milik bersama dari beberapa
orang atau beberapa badan hukum, diperlakukan sebagai tanah partikelir.

Itulah bunyi lengkap pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan


Tanah-Tanah Partikelir. Masalahnya sekarang adalah siapa yang secara hukum
berstatus sebagai pemilik? Pasal 2 ayat (1) UU ini berisi ketentuan sebagai berikut:

a. Pemilik tanah partikelir (selanjutnya dalam Undang-undang ini disebut;


pemilik) ialah barangsiapa yang dalam surat Eigendom, yang dibuat
menurut peraturan-peraturan yang berlaku, tercatat sebagai pemilik
tanah partikelir itu;
b. Barangsiapa dengan alat-alat pembukti yang sah dapat membuktikan
bahwa ia berhak atas tanah partikelir itu sebagai pemilik.
c. Di dalam hal suatu tanah partikelir tidak diketahui siapa pemiliknya atau
pemiliknya tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal di
luar Indonesia dan tidak mempunyai wakil yang berkuasa penuh di
Indonesia, maka Balai Harta Peninggalan karena jabatannya bertindak
sebagai wakil dari pemilik di dalam semua hal yang bersangkutan
dengan pelaksanaan undang-undang ini.

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya untuk disoalkan adalah bagaimana
status hukum tanah pertikelir setelah dihapuskan melalui undang-undang ini, UU
Nomor 1 Tahun 1958? Pasal 3 UU ini berisi ketentuan sebagai berikut: Sejak mulai
berlakunya Undang-undang ini demi kepentingan umum hak-hak pemilik beserta
hak-hak pertuanan atas semua tanah partikelir hapus dan tanah-tanah bekas tanah

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 30


DIKLAT REFORMA AGRARIA

partikelir itu karena hukum seluruhnya serentak menjadi tanah negara.

Bagaimana nasib bekas pemilik tanah pertikelir? Pasal 8 UU secara


menentukan:

a. Kepada pemilik tanah partikelir yang dimaksudkan dalam pasal 3 diberikan


ganti-kerugian yang dapat berupa:
1) sejumlah uang, berdasarkan perhitungan harga hasil kotor setahun,
rata-rata selama lima tahun terakhir sebelum 1942, dikurangi 40%
sebagai biaya usaha, kemudian dikalikan angka 8 setengah.
2) Hak, bantuan dan/atau keleluasaan lain.
b. Atas bagian-bagian tanah partikelir yang pada mulai berlakunya UU ini tidak
digunakan atau diusahakan oleh pemiliknya, karena alasan-alasan yang
tidak dapat dibenarkan oleh Menteri Agraria, tidak diberikan ganti kerugian.
c. Pembayaran ganti kerugian tersebut pada ayat 1 sub a pasal ini dapat
dilakukan secara berangsur-angsur, paling lama lima tahun dan dalam hal
ini kepada pemilik diberikan bunga menurut undang-undang. 4. Ganti
kerugian tersebut di atas ditetapkan dengan Keputusan Menteri Agraria
menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. 5. Keputusan
Menteri Agraria mengenai penetapan ganti kerugian tersebut mempunyai
kekuatan mengikat dan tidak dapat dimintakan bandingan kepada badan-
badan pemerintahan yang lebih tinggi atau pengadilan.

3. Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria (UUPA)

Selanjutnya mengenai penjabaran lebih lanjut dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945
tersebut diatur didalam Pasal 2 ayat 2 dan 3 Undang-undang Nomor 5 tahun
1960 (UUPA), terutama tentang pengertian ”dikuasai negara” yaitu memberi
wewenang kepada negara untuk :

1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan


dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 31


DIKLAT REFORMA AGRARIA

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. 


3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-


orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.

Sementara wewenang tersebut harus digunakan untuk mencapai sebesar-


besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan
dalam negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Payung hukum bagi pelaksanaan landreform di Indonesia adalah UUPA


(Undang- undang Pokok Agraria, UU No. 5/1960) dan UUPBH (Undang-undang
Perjanjian Bagi Hasil, UU No. 2/1960). Diperlukan waktu 12 tahun, sejak tahun 1948
ketika panitia persiapan dibentuk, untuk menghasilkan kedua undang-undang
tersebut. Dengan lahirnya Undang-undang Pokok Agraria atau yang kita kenal
dengan sebutan UUPA maka UUPA menempati posisi yang strategis dalam sistem
hukum nasional Indonesia, karena UUPA mengandung nilai-nilai kerakyatan dan
amanat untuk menyelenggarakan hidup dan kehidupan yang berprikemanusiaan dan
berkeadilan sosial. Nilai-nilai tersebut dicerminkan oleh:

1) Tanah dalam tataran paling tinggi dikuasai oleh negara dan digunakan
sebesar-besar kemakmuran rakyat

2) Pemilikan/penguasaan tanah yang berkelebihan tidak dibenarkan 


3) Tanah bukanlah komoditas ekonomi biasa oleh karena itu tanah tidak boleh
diperdagangkan semata-mata untuk mencari keuntungan 


4) Setiap warga negara yang memiliki/menguasai tanah diwajibkan mengerjakan


sendiri tanahnya, menjaga dan memelihara sesuai dengan asas
kelestariankualitas
lingkungan hidup dan produktivitas sumber daya alam

5) Hukum adat atas tanah diakui sepanjang memenuhi persayaratan yang


ditetapkan.

Wewenang yang bersumber dari hak menguasai negara meliputi tanah yang
sudah dilekati oleh sesuatu hak atau bekas hak perorangan, tanah yang masih ada

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 32


DIKLAT REFORMA AGRARIA

hak ulayat dan tanah negara. Menurut Imam Soetiknjo, hak menguasai negara yang
meliputi tanah dengan hak perorangan adalah bersifat pasif, dan menjadi aktif
apabila tanah tersbeut dibiarkan tidak diurus/diterlantarkan. Terhadap tanah yang
tidak dipunyai oleh seseorang/badan hukum dengan hak apapun dan belum dibuka
maka hak menguasai negara bersifat aktif.

Dalam lingkupnya dengan masalah landreform ketentuan tersebut diatas


mengisyaratkan meskipun UUPA mengakui adanya tanah kepemilikan tanah secara
perseorangan, tetapi perlakuan terhadap hak-hak tersebut harus memperhatikan
kepentingan masyarakat, dan ini merupakan kewajiban bagi pemegang hak
tersebut. Hal ini tentunya sesuai dengan prinsip-prinsip landreform seagaimana yang
tercantum antara lain dalam Pasal 7, 10 dan 17 UUPA.

Pasal 7 UUPA: ”Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan”

Pasal 17 UUPA yang menyatakan:

(1) Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan
yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau
minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam
Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan
dalam peraturan perundang-undangan didlaam waktu yang singkat.
(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud
dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh pemerintah dengan ganti kerugian,
untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut
ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah. 

(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang akan
ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur
angsur. 


Pasal 10 menyatakan:

(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 33


DIKLAT REFORMA AGRARIA

pertanian pada dasarnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan


sendiri secara aktif, dengan mencegah pemerasan

(2) Pelaksanaan dari ketentuan dalam ayat (1) ini akan diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan

(3) Pengecualian terhadap asas tersebut pada ayat (1) ini akan diatur dalam
peraturan perundangan.

Dalam penjelasan Umum UUPA disebutkan pada asasnya tanah pertanian


harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri. Keketentuan
tersebut merupakan suatu asas umum yang menjadi dasar dari perubahan-
perubahan dalam struktur pertanahan yang hampir berlaku diseluruh negara yang
telah ataupun sedang melakukan landreform ataupun agrarian reform.

Agar supaya ketentuan tersebut dapat dilaksanakan perlu dilakukan ketentuan-


ketentuan batas maksimum (ceilling) penguasaan tanah pertanian oleh suatu
keluarga petani. Adanya pembatasan maksimum itu adalah untuk menghindari
terjadinya penguasaan tanah yang sangat luas, sementara orang lain hanya
menguasai tanah yang sangat sempit, bahkan tidak mempunyai tanah sama sekali
(tunakisma). Oleh karena itu pengaturan mengenai penguasaan tanah yang
melampaui batas adalah merupakan suatu hal yang sangat logis. Dalam UUPA hal
tersebut diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 17 sebagaimana yang telah disebutkan
diatas.

Dalam hubungannya dengan penguasaan tanah tersebut Notonegoro antara


lain menyatakan bahwa perlunya diadakan batas maksimum penguasaan tanah
didasarkan pada alasan-alasan. Pertama, terjadinya akumulasi penguasan tanah
pada sekelompok kecil orang, sementara banyak orang petani yang tidak
mempunyai tanah. Kedua, adanya pengelompokan tanah yang luas pada
sekelompok orang dapat berpengaruh terhadap orang-orang yang mempunyai tanah
yang sempit (dikesampingkan) baik secara ekonomi maupun secara psikologis.
Ketiga, akibat penguasaan tanah yang sangat luas, kemungkinan tanah digunakan
sesuai dengan kehendak pemilik tanah, kemungkinan penelantaran tanah juga lebih
besar. Keempat, kemungkinan beralihnya tanah tersebut kepada orang yang tidak

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 34


DIKLAT REFORMA AGRARIA

berminat terhadap tanah pertanian juga lebih besar (khususnya dalam hal peralihan
karena warisan).

Lebih lanjut dikatakan bahwa secara ekonomi penguasaan tanah yang luas
akan sangat menguntungkan, yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan bagi
pemiliknya, juga merupakan sumber penghasilan bagi masyarakat dan negara
dibandingkan apabila tanah tersebut dikuasai oleh orang banyak dengan luasan
yang sangat sempit. Demikian juga dalam hal pengelolaaanya dapat dilakukan
dengan efisien dengan mengunakan teknologi modern, karena biasanya para
pemilik tanah yang luas kemungkinan memperoleh fasilitas kredit, dan penguasaan
modal cukup baik, sehingga yang diuntungkan terhadap penguasaan tanah yang
besar tersebut hanya sekolompok-sekelompok orang yang mempunyai tanah yan
luas, sedangkan bagi petani kecil justru sebaliknya, bahkan bagi petani yang
mempunyai lahan yang sempit dalam pengelolaan tanah tersebut ada kecendrungan
minus.

Keuntungan dan kelemahan penguasaan tanah yang luas dan sempit tersebut
di Indonesia telah diantisipasi dengan adanya ketentuan batas minimum
penguasaan tanah oleh rumah tangga petani yaitu minimum 2 (dua) hektar
berdasarkan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang nomor 56 Prp 1960, demikian juga
dengan adanya larangan fragmentasi lahan pertanian. Adanya batas minimun dan
larangan fragmentasi tanah pertanian tersebut tidak lain adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga petani, dengan harapan bahwa dengan luasan tanah
pertanian tersebut secara ekonomis dapat meningkatkan taraf hidup para petani.

4. Undang-undang Nomor 56 Prp tahun 1960

Adalah peraturan tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Undang-


undang ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 7 dan 17 UUPA.
Undang-undang ini mengatur tiga masalah pokok yaitu penetapan luas
maksimum penguasaan tanah, masalah gadai tanah dan luas minimum tanah
pertanian.

Berdasarkan penjelasan umum undang-undang tersebut dinyatakan bahwa

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 35


DIKLAT REFORMA AGRARIA

perlunya penetapan luas tanah pertanian tersebut didasarkan pada kenyataan :


Pertama, pada saat ini lebih kurang 60 % dari petani Indonesia dalah petani
tidak bertanah, sebagian dari mereka adalah buruh tani dan sebagian lagi
adalah mengerjakan tanah orang lain sebagai penyewa atau sebagai
penggarap dalam hubungan bagi hasil. Sedangkan petani yang mempunyai
tanah hanya menguasai tanah rata-rata 0,6 hektar sawah atau 0,5 hektar tanah
kering.

Disamping pada petani-petani yang tidak mempunyai tanah pada sisi yang
kontradiktif terdapat sebagian kecil petani yang mengusai tanah yang luasnya
berpuluh-puluh hektar atau sampai ribuan hektar. Perlu diketahui tanah-tanah
itu tidak semuanya dipunyai mereka dengan hak milik, tetapi dikuasai dengan
hak gadai atau sewa. Kedua, bahwa ada orang yang mempunyai tanah yang
berlebih-lebihan, sedangkan yang sebagian besar lainnya tidak mempunyai
atau tidak cukup tanahnya adalah terang bertentangan dengan asas sosialisme
Indonesia, yang menghendaki pembagian yang merata atas sumber
penghidupan rakyat tani yang berupa tanah itu, agar ada pembagian yang adil
pula atas hasil tanah-tanah tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan penetapan
batas maksimum dan minimum tanah pertanian. Ketiga, banyak gadai yang
telah berlangsung bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun bahkan sampai pada
ahli warisnya karena penggadai tidak mampu untuk menebus tanahnya.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 tentang Pelaksanaan Undang-


Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir.
Bentuk dan Besar Ganti Kerugian menurut PP No. 18 tahun 1958 tentang
Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1958. Menurut pasal 10 ayat 2 PP ini, apabila
ganti kerugian itu berupa uang, sedangkan data-data yang digunakan sebagai
dasar perhitungan hasil tanah tidak diperoleh atau tidak benar, maka besar
ganti kerugian ditetapkan atas dasar perbandingan dengan bekas tanah
partikelir lainnya yang keadaannya sama atau mendekati keadaan tanah yang
akan ditetapkan ganti kerugiannya.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 36


DIKLAT REFORMA AGRARIA

6. Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan


Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.

Pasal 1 PP 24 Tahun 1961 antara lain mengatur, tentang tanah-tanah yang


menjadi objek program landreform yang meliputi, tanah-tanah yang melebihi
batas maksimum sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 56 Prp 1960, tanah-tanah guntai yang diambil oleh pemerintah, tanah-
tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih kepada negara, dan
tanah-tanah lain yang dikuasai secara langsung oleh negara, Untuk
selanjutnya tanah tersebut akan dibagikan kepada petani.

Disamping mengatur masalah objek landreform dan subjek program


landreform peraturan ini juga mengatur tentang lembaga-lembaga pendukung
landreform seperti koperasi pertanian. Keberadaan koperasi ini ditujukan untuk
mengatur tentang pengusahaaan tanahnya, membantu penggarapannya,
mengusahakan kredit dan memberikan pembinaan dalam mengelola tanah
pertanian.
Dari ketentuan tersebut diatas adanya pengaturan lembaga-lembaga
pendukung (Institutionalsupporting) landreform membuktikan bahwa program
landreform Indonesia bukan hanya redistribusi tanah semata-mata kepada
petani, melainkan juga mengatur tentang tindak lanjut dari pembagian tanah
tersebut, sehingga tujuannya tidak hanya pemerataan tapi yang paling penting
adalah peningkatan kesejahteraan para petani.

Di dalam PP No.224 Tahun 1961 khususnya Pasal 3 ayat (1) dan (2)
mengatakan bahwa pemilik tanah yang bertempat tinggal diluar kecamatan
tempat letak tanahnya dalam jangka waktu enam bulan wajib mengalihkan hak
atas tanah kepada orang lain di Kecamatan letak tanah tersebut. Dan juga di
dalam Pasal 3 ayat (3) dikatakan bahwa jika pemilik tanah berpindah tempat
atau meninggalkan tempat kediamannya keluar kecamatan tempat letak tanah
itu selama 2 tahun berturut-turut, ia wajib memindahkan hak milik tanahnya
kepada orang lain yang bertempat tinggal di kecamatan itu. Selanjutnya bagi

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 37


DIKLAT REFORMA AGRARIA

pemilik tanah akan mendapatkan ganti rugi, dimana menurut Pasal 6 dan 7
perhitungan ganti kerugian bagi bekas pemilik ditetapkan oleh Panitia
Landreform daerah TK II. Dan jika bekas pemilik tanah tidak menyetujui besar
ganti kerugian dapat meminta banding kepada panitia dalam tempo 3 bulan
sejak tanggal penetapan ganti kerugian.

Di dalam PP tersebut diatur juga bahwa apabila pemilik tanah yang


menolak atau dengan sengaja menghalangi pengambilan tanah oleh pemerintah
dan pembagiannya dapat diancam pidana dengan hukuman kurungan selama-
lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.10.000, sedangkan tanah
diambil oleh Pemerintah tanpa pemberian ganti kerugian.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961


Peraturan ini telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam hubungannya dengan landreform
pendaftaran tanah pada hakikatnya bukan saja bertujuan memberikan
kepastian hak bagi pemiliknya akan tetapi juga merupakan sebagai alat untuk
mengontrol, mengenai luas pemilikan dan penguasaan tanah yang dimiliki oleh
seseorang atau badan hukum.
Selain dari beberapa ketentuan diatas sebagai
tindak lanjut dari ketentuan tersebut, terdapat beberapa peraturan landreform
yang lain seperti : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1974
tentang Pedoman Tindak Lanjut Pelaksanaan Landreform. Dalam ketentuan
Pasal 2 peraturan tersebut antaralain disebutkan bahwa penguasaan tanah
yang melebihi batas maksimum dan belum dikuasai oleh pemerintah wajib
dilaporkan oleh yang menguasainya dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung
sejak berlakunya peraturan ini kepada Bupati/Walikota cq.Kepala Sub
Direktorat Agraria setempat.

Selanjutnya kepada pihak yang menguasai tanah yang melebihi batas


maksimum tersebut diatas selambat-lambatnya dalam waktu 1(satu) tahun
sejak berlakunya peraturan ini diharuskan mengakhiri penguasaan tanah

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 38


DIKLAT REFORMA AGRARIA

kelebihan tersebut. Ketentuan ini juga berlaku terhadap tanah-tanah yang


dimiliki secara guntai.

8. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 1984 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Pembayaran Ganti Kerugian dan Harga Tanah Kelebihan
Maksimum dan Guntai (Absentee) Obyek Retribusi Landreform.

Peraturan ini dibuat dalam rangka meninjau besaran ganti kerugian yang
diberikan kepada para bekas pemilik tanah yang diatur di dalam Peraturan
Direktur Jenderal Agraria No.4 Tahun 1967 tentang Pembayaran dan
Penyesuaian Ganti Rugi atas Tanah Obyek Landreform.

Dalam Keputusan Kementerian Dalam Negeri No.13 Tahun 1984


dikatakan bahwa harga tanah yang harus dibayar oleh penerima redistribusi
tanah kepada Pemerintah ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II setelah mendengar pertimbangan panitia pertimbangan
Landreform Kabupaten/Kotamadya. (Pasal 5 ayat (1).

9. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 Tahun 1991 tentang


Pengaturan Penguasaan Tanah Objek Landreform Secara Swadaya.

Pengaturan penguasaan tanah objek landreform secara swadaya adalah


pembagian/redistribusi tanah objek landreform oleh pemerintah yang ditunjang
partisipasi aktif dan dibiayai oleh petani penerima pembagian tanah tersebut.
Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan pembagian tanah kepada para
petani penggarap yang sanggup berperan serta dalam pelaksanaanya dan
pembiayaanya untuk meningkatkan kesejahteranya. Sasarannya adalah untuk
tertatanya penggunaan tanah objek landreform, terselenggaranya pembagian
tanah yanng merata dengan tidak menimbulkan perbedaan pemilikan tanah
yang besar, dan tersedianya tanah yang dapat dimanfaatkan dan dapat
menjadi modal kehidupan petani yang dikelola secara koperatif.

10. Keputusan Kepala BPN No.4 Tahun 1992 tentang Penyesuaian Harga Ganti

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 39


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Rugi Tanah Kelebihan Maksimum dan Absentee/Guntai.

Keputusan Kepala BPN ini dikeluarkan dalam rangka untuk memperlancar


pemberian ganti rugi kepada bekas pemilik tanah kelebihan maksimum dan
absentee/guntai sehingga perlu dilakukan penyesuaian mengenai besarnya
ganti rugi yang diberikan kepada bekas pemilik tanah dimana dikatakan bahwa
besarnya ganti rugi yang akan diberikan kepada pemilik tanah kelebihan
maksimum dan absentee/guntai, dihitung berdasarkan ketentuan PP No.224
Tahun 1961 Pasal 6 dengan ketentuan setinggi-tingginya Rp.3.500.000,00 (tiga
juta lima ratus ribu rupiah ) perhektar. Dan apabila harga umum tanah
setempat lebih rendah dari besarnya ganti rugi maksimum tersebut, maka
harga umum setempat yang diberlakukan.

11. Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala badan Pertanahan Nasional Nomor 2


Tahun 1995 tentang Inventarisasi Atas Tanah Terlantar, Tanah Kelebihan
Maksimum, dan Tanah Absente Baru.
Intruksi ini ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Propinsi dan Kabupataen/Kotamadya seluruh Indonesia untuk melakukan
inventarisasi subjek dan objek serta pemanfatan atas tanah-tanah : tanah
terlantar baik sebagian maupun seluruhnya yang dengan sengaja tidak
digunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuannya, tanah
perkebunan/HGU yang tidak diusahakan, dan tanah kelebihan maksimum dan
absentee baru.

12. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor


11 Tahun 1997
Keputusan Menteri ini tentang Penertiban Tanah Objek Redistribusi
Landreform. Keputusan ini mengatur antara lain Pertama, Penertiban tanah
objek landreform yang telah diredistribusikan kepada petani yang setelah lima
belas tahun tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan surat keputusan
pemberian hak milik atas tanah tersebut dinyatakan batal. Kedua, menyatakan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 40


DIKLAT REFORMA AGRARIA

tanah tersebut sebagai tanah negara negara objek pengaturan penguasaan


tanah untuk didata kembali sesuai dengan peruntukan dan pemanfaatannya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

13. Surat Edaran Menteri Agraria No. Ka. 30/1/31 tanggal 24 Januari 1959 perihal
Ganti Kerugian dan Peruntukan Bekas Tanah-tanah Partikelir.

Surat edaran ini hanya menegaskan bahwa ganti kerugian tanah partikelir
pada prinsipnya diberikan dalam bentuk salah satu dari dua pilihan yaitu uang
tunai atau sesuatu hak (tanah). Dalam hal ganti kerugian dalam bentuk tanah,
pedoman luas ganti kerugian adalah seperti disajikan pada Tabel 3 (Pedoman
yang diterbitkan oleh Menteri Agraria, tanggal 1 Maret 1960).

14. Surat Keputusan Deputy Menteri / Kepala Departemen Agraria No. SK. 15/
Depag/1966.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, Direktur Jenderal Agraria


Nomor.Dir.10/202/10/73 tanggal 31 Oktober 1973 perihal Penyesuaian Ganti
Kerugian Tanah-tanah Partikelir. Surat edaran ini dikeluarkan untuk mengatasi
kesulitan dalam pelaksanaan di lapangan dimana bekas pemilik tanah partikelir
tidak lagi menguasai tanah yang diberikan sebagai ganti kerugian. Bagi kasus-
kasus seperti ini, maka kesediaan Pemerintah untuk mengganti kerugian dalam
bentuk tanah diganti dengan uang. Di lapangan, Surat Edaran ini
menimbulkan masalah baru yaitu bagaimana menentukan harga tanah.

15. Surat Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 13 tahun 1997 yang pada intinya meniadakan pemberian ganti kerugian
bagi bekas pemilik tanah partikelir dan mencabut SK Deputy Menteri Kepala
Departemen Agraria No. SK 15/Depag/1966 dan Surat Edaran Direktur
Jenderal Agraria No.Dir.10/202/10/73 serta mencabut semua Surat Keputusan
Kesediaan Pemerintah untuk Memberikan ganti Kerugian kepada Bekas
Pemilik Tanah Partikelir.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 41


DIKLAT REFORMA AGRARIA

16. Surat Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 12 tahun 1999, mencabut Surat Keputusan Menteri Negara Agraria /
Kepala Badan pertanahan Nasional No. 13 tahun 1997.

B. TAHAPAN PELAKSANAAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN


MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN PARTIKELIR

1. Tanah Kelebihan Maksimum dan Absentee

Dalam Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961,


angka 3 menyebutkan bahwa tanah-tanah yang diambil oleh Pemerintah untuk
selanjutnya dibagi-bagikan kepada para petani yang membutuhkan itu tidak
disita, melainkan diambil dengan disertai pemberian ganti kerugian.
Pemberian ganti kerugian ini merupakan perwujudan daripada azas yang
terdapat dalam hukum Agraria Nasional kita, yang mengakui adanya hak
milik perseorangan atas tanah. Dalam pada itu dalam rangka Ekonomi
Terpimpin maka untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur,
penggunaan ganti-kerugian yang diberikan oleh Pemerintah kepada bekas
pemilik tidak dibiarkan secara bebas, melainkan harus terpimpin juga dan
diarahkan kepada usaha-usaha pembangunan. Disamping itu keperluan
pribadi bekas pemilik juga tidak diabaikan. Berhubungan dengan itu maka
pemberian ganti-kerugian diatur : 10% dalam bentuk uang simpanan yang
dapat diambil sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan pribadi bekas
pemilik sejak 1 tahun setelah tanah itu dibagikan kepada rakyat, sedangkan
yang 90% harus digunakan untuk usaha-usaha pembangunan industri.
Dengan menyediakan modal sebesar 90% dari ganti kerugian untuk
industri itu, maka Landreform dalam pelaksanaanya telah menempatkan
diri pada kedudukan yang sewajarnya, yaitu sebagai basis Pembangunan
Semesta yang dalam hal ini berarti memberikan basis dan dorongan bagi
perkembangan industri. Dengan betul-betul menyadari tentang pentingnya

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 42


DIKLAT REFORMA AGRARIA

koperasi sebagai alat daripada Ekonomi Terpimpin, maka dalam Peraturan


Pemerintah ini pelaksanaan Landreform diarahkan juga kepada
perkembangan Koperasi-koperasi Pertanian yang beranggotakan buruh-
buruh tani, pemilik-pemilik alat pertanian dan pemilik-pemilik tanah
pertanian, terutama yang mempunyai tanah 2 Ha atau kurang. Di
samping itu petani-petani yang mendapat pembagian tanah juga diwajibkan
menjadi anggota Koperasi Pertanian tersebut. Koperasi Pertanian itu tidak
hanya mengatur pengusahaan atau penggarapan tanah secara bersama,
melainkan juga mengatur tentang pengumpulan, pengolahan dan penjualan
dan hasil-hasil pertanian tersebut.

Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 16, menyebutkan bahwa pembayaran


ganti kerugian tanah obyek landreform pada prinsipnya pada azasnya
pembiayaan pelaksanaan Landreform haruslah ditanggung oleh masyarakat
sendiri, yaitu oleh para petani yang memperoleh pembagian tanah. Adapun
peranan Pemerintah dalam hal ini adalah memberikan modal pertama
untuk keperluan pelaksanaan Landreform, modal mana dalam waktu
tertentu oleh para petani akan dikembalikan lagi kepada Pemerintah,
dalam bentuk hasil sewa dan penjualan-penjualan tanah kepada para
petani, pungutan 10% ongkos adminiatrasi dan lain-lain. Selain itu Pemerintah
juga memberi pimpinan atas pembiayaan Landreform, agar biaya yang
dikeluarkan itu sesuai dengan program Pemerintah. Oleh karena itu maka
penggunaan Dana Landreform harus mengindahkan petunjuk-petunjuk
yang diberikan oleh Panitya Landreform Pusat dan oleh Menteri Agraria.

Dalam pada itu oleh karena pembiayaan Landreform sifat-sifat


khusus, maka akan memperlambat pelaksanaannya apabila pembiayaan
tersebut diatas diperlakukan sama dengan pembiayaan yang diatur
menurut anggaran belanja biasa. Oleh karena itu untuk pembiayaan
Landreform perlu dibentuk suatu badan hukum yang bersifat otonom,
dengan peraturan, administrasi, organisasi serta tata-kerja tersendiri.
Badan hukum yang dimaksudkan adalah, “Yayasan Dana Landreform”.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 43


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa terhadap tanah yang terkena


ketentuan landreform kepada pemiliknya diberikan ganti kerugian dan kepada
penerima redistribusi tanah obyek landreform diwajibkan membayar harga
tanah. Dalam pelaksanaannya, terhadap tanah-tanah yang terkena ketentuan
landreform tersebut kemudian diredistribusikan kepada penggarapnya terlebih
dahulu. Adapun penggarap yang berhak menerima redistribusi tanah obyek
landreform adalah yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
Pasal 8 dan 9 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961, yaitu:

a. Penggarap yang mengerjakan tanah yang bersangkutan;


b. Buruh tani tetap pada bekas pemilik, yang mengerjakan tanah yang
bersangkutan;
c. Pekerja tetap pada bekas pemilik tanah yang bersangkutan;
d. Penggarap yang belum sampai 3 tahun mengerjakan tanah yang
bersangkutan;
e. Penggarap yang mengerjakan tanah hak pemilik;
f. Penggarap tanah-tanah yang oleh Pemerintah diberi peruntukan lain
berdasarkan
g. pasal 4 ayat 2 dan 3;
h. Penggarap yang tanah garapannya kurang dari 0,5 hektar;
i. Pemilik yang luas tanahnya kurang dari 0,5 hektar;
j. Petani atau buruh tani lainnya.

Adapun syarat umum dari penerima redistribusi tersebut adalah harus


memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Syarat-syarat umum :
Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Kecamatan tempat
letak tanah yang bersangkutan dan kuat kerja dalam pertanian.
b. Syarat-syarat khusus :
- Bagi petani yang tergolong dalam prioritet a, b, e,f dan g : telah
mengerjakan tanah yang bersangkutan sekurang-kurangnya 3 tahun
berturut-turut ;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 44


DIKLAT REFORMA AGRARIA

- bagi petani yang tergolong dalam prioritet d: telah mengerjakan


tanahnya 2 musim berturut-turut ;
- bagi para pekerja tetap yang tergolong dalam prioritet c : telah bekerja
pada bekas pemilik selama 3 tahun berturut-turut.

Dalam melaksanakan pembayaran ganti kerugian tanah yang terkena


ketentuan landreform, persyaratan yang harus dipenuhi antara lain adalah atas
tanah tersebut sudah diredistribusikan terlebih dahulu. Ketentuan mengenai
tanah yang akan dibayarkan ganti kerugiannya harus diredistribusikan terlebih
dahulu terdapat dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasional Pelayanan Pertanahan,
yang mana dalam salah-satu poin persyaratan usulan pembayaran ganti
kerugian, yaitu Surat Keputusan Redistribusi Tanah. Hal ini didasari bahwa
supaya ada kejelasan penerima hak atas tanah yang baru, disamping bahwa
tanah yang terkena ketentuan landreform tersebut kemungkinan tidak dapat
diredistribusikan, misalnya dalam keseluruhan tanah yang terkena ketentuan
landreform tersebut terdapat sungai, jurang, atau bentukan alam lain yang tidak
mungkin dikerjakan atau diusahakan oleh penerima redistribusi. Karena pada
prinsipnya pembiayaan landreform atau redistribusi tersebut adalah ditanggung
oleh masyarakat atau penerima redistribusi tanah, sehingga dikhawatirkan
terjadi ketidakadilan, apabila tanahnya tidak dapat diredistribusikan tetapi
dibayarkan ganti kerugiannya.
Dalam SK redistribusi yang diterima oleh penerima redistribusi yang dibuat
secara kolektif, dicantumkan kewajiban dari penerima redistribusi, antara lain
besaran harga taanah yang harus dibayarkan oleh penerima redistribusi
dengan cara mengangsur selama 15 tahun. Apabila tanah yang terkena
ketentuan landreform tersebut telah diredistribusikan, maka kepada bekas
pemiliknya diberikan ganti kerugiannya. Adapun mekanisme pembayaran ganti
kerugiannya dilakukan secara berjenjang yang secara rinci akan diuraikan
dalam sub pokok bahasan selanjutnya.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 45


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Secara umum tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah yang terkena


ketentuan landreform yaitu bekas pemilik tanah mengajukan permohonan
pembayaran ganti kerugian kepada kantor pertanahan kabupaten/kota dimana
tanah yang terkena ketentuan landreform tersebut berada. Kemudian atas
permohonan dari bekas pemilik tersebut, kepala kantor pertanahan
kabupaten/kota mengajukan permohonan pembayaran ganti kerugian tanah
obyek landreform kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi. Adapun
permohonan tersebut dilengkapi dengan berbagai persyaratan sebagaimana
diuraikan dalam Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2015.

2. Tanah Partikelir
Adapun tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah partikelir, didahului
dengan penghapusan tanah-tanah partikelir sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah
Partikelir dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan
Tanah-tanah Partikelir.
Yang menjadi obyek penghapusan tanah-tanah partikelir adalah:
a. Tanah eigendom di atas nama pemiliknya sebelum Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1958 berlaku mempunyai hak-hak pertuanan, antara
lain:
1) Hak untuk mengangkat dan memberhentikan kepala desa/kampung
2) Hak menuntut kerja paksa atau memungut uang pengganti kerja
paksa dari penduduk
3) Hak memungut hasil tanah dari penduduk
4) Hak untuk mendirikan pasar-pasar
b. Tanah eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw yang menjadi milik
seseorang atau suatu badan hukum atau milik bersama dari beberapa
orang atau beberapa badan hukum diperlakukan sebagai tanah
partikelir.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 46


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Penghapusan tanah-tanah partikelir yang sudah dilaksanakan luasnya


sampai 1.500.000 ha terletak di Jawa Barat. Tanah partikelir dihapuskan
karena seperti memberikan hak-hak istimewa kepada pemiliknya (adanya
negara kecil dalam negara), dan kedudukan tuan-tuan tanah yang lebih kuat
dari masyarakat, serta sikap tuan-tuan tanah yang bertentangan dengan azas
keadilan sosial.

Selama pemerintahan Belanda, telah mengadakan pembelian atas tanah-


tanah partikelir dan melarang Gubernur Jenderal untuk menjual tanah-tanah
yang luas kepada perorangan. Namun pada masa pemerintahan Jepang tidak
terjadi pembelian atas tanah-tanah partikelir.

Pemerintahan Belanda kembali membeli tanah-tanah partikelir oleh


karena terdorong keadaan politik dan perkembangan masyarakat waktu itu.
Tahun 1948 dibentuk panitia untuk melikwidasi tanah-tanah partikelir seluas
469 ha di Jawa Barat.

Pemerintah Indonesia pada tahun 1956 membeli tanah partikelir seluas


11,759 ha. Namun dalam pelaksanaannya Pemerintah RI mengalami kesulitan
dalam pembelian kembali tanah-tanah partikelir dikarenakan: kesulitan
keuangan, sikap tuan tanah yang meminta harga tinggi dan peraturan yang
tidak mendukung
Karena alasan-alasan tersebut maka dikeluarkan Undang-undang Nomor
1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir. Dalam rangka
penghapusan tanah-tanah partikelir tersebut, maka dibentuk Panitia kerja
likwidasi tanah-tanah partikelir sebagaimana Peraturan Menteri Agraria Nomor
1 Tahun 1958, dengan daerah kerja dan susunan keanggotaan sebagai
berikut:
1) Daerah kerja: Jakarta Raya, Semarang, Surabaya, Makasar, Bogor, dll
2) Anggota panitia kerja: Kepala Inspeksi Agraria, Pejabat Pamongpraja,
Pejabat Dari Departemen Pertanian dan Wakil Dari Pemda
3) Tugas panitia kerja (setelah penegasan)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 47


DIKLAT REFORMA AGRARIA

- mengadakan inventarisasi, Misal : bangunan dan tanaman dari bekas


pemilik; bangunan dan tanaman serta hak-hak kepunyaan pihak ketiga
- mengumpulkan bahan-bahan yang berguna bagi pelaksanaan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1958, Misal : angka hasil kotor dari tanah partikleir
tiap tahun (tahun 1937 s/d 1941)
- Mengusulkan kepada Menteri melalui Kepala Inspeksi Agraria, Misal :
syarat-syarat yang harus ditentukan dalam pemberian hak milik
- mengusulkan besar dan bentuk ganti rugi yang akan dibayarkan kepada
bekas pemilik

Prosedur dalam penetapan tanah partikelir


1) Pasal 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958
Sejak dimulai berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 demi
kepentingan umum beserta hak-hak pertuanan atas tanah-tanah
partikelir hapus dan seluruhnya serentak menjadi tanah negara
2) Penghapusan tanah partikelir dilakukan dengan keputusan menteri
agraria (Surat Keputusan Penegasan)
3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1958 tentang pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah
Partikelir
a) Setelah dikenakan sebagai tanah partikelir sesuai Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1958 maka dengan Surat Keputusan Menteri
Agraria tanah-tanah tersebut ditegaskan satu demi satu mengenai:
letaknya, luasnya dan nama bekas pemilik
b) Setelah ditegaskan oleh menteri negara agraria kepada bekas
pemilik wajib:
- menyerahkan semua buku-buku, peta-peta atau surat-surat lain
kepada menteri agraria
- memberikan daftar dari hak-hak pihak ketiga
c) Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Kesediaan ganti rugi
baik berupa uang atau tanah:

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 48


DIKLAT REFORMA AGRARIA

- dapat diberikan tanah apabila bekas pemilik benar-benar masih


menguasai tanah tersebut
- dapat diberikan uang jika bekas pemilik tidak menguasai tanah
tersebut.

Ganti rugi tanah pertikelir


1) Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 Pasal 8 menetapkan:
a) Dapat berupa uang dengan perhitungan hasil kotor setahun rata-
rata selama lima tahun terakhir sebelum tahun 1942 dikurangi 40%
sebagai biaya usaha, kemudian dikalikan 8½
b) Hak bantuan atau keleluasaan lain
2) Surat keputusan Deputy Menteri Kepala Departemen Agraria Nomor
Sk.15/Depag/1960.
Hak ganti rugi tanah kepada bekas pemilik

a) Jika WNI : tanah perumahan dengan Hak Milik, tanah pertanian dengan HM
dan tanah perkebunan dengan HGU (25 ha)
b) Jika badan hukum indonesia: Tanah perumahan dengan HGB, tanah
pertanian dengan HGU dan tanah perkebunan dengan HGU
c) Jika WNA dan badan hukum asing: tanah perumahan dengan hak pakai,
tanah pertanian dengan hak pakai dan tanah perkebunan dengan hak pakai.

Hak ganti rugi uang kepada bekas pemilik


Jika ganti rugi dalam bentuk uang, maka perhitungannya sebesar 20% dari
harga umum atas tanah yang dapat diterimanya dengan ketentuan harga umum
sebanyak-banyaknya Rp. 1.000,- (seribu rupiah) per Ha.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 49


DIKLAT REFORMA AGRARIA

RANGKUMAN

Dasar Hukum Ganti Kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee, dan


partikelir: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-
Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA); Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah
Partikelir; Surat Edaran Menteri Agraria No. Ka. 30/1/31 tanggal 24 Januari
1959 perihal Ganti Kerugian dan Peruntukan Bekas Tanah-tanah Partikelir;
Undang-undang Nomor 56 Prp tahun 1960. Peraturan Pemerintah Nomor 224
Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti
Kerugian; Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir;
Keputusan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 1984 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembayaran Ganti Kerugian dan Harga Tanah Kelebihan
Maksimum dan Guntai (Absentee) Obyek Retribusi Landreform; Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 Tahun 1991 tentang Pengaturan
Penguasaan Tanah Objek Landreform Secara Swadaya; Keputusan Kepala
BPN No.4 Tahun 1992 tentang Penyesuaian Harga Ganti Rugi Tanah
Kelebihan Maksimum dan Absentee/Guntai.

Tahapan Pelaksanaan Ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum,


absentee, dan partikelir; bahwa terhadap tanah yang terkena ketentuan
landreform kepada pemiliknya diberikan ganti kerugian dan kepada penerima
redistribusi tanah obyek landreform diwajibkan membayar harga tanah.
Tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah partikelir, didahului dengan
penghapusan tanah-tanah partikelir sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir dan
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 50


DIKLAT REFORMA AGRARIA

LATIHAN

1. Sebutkan dan uraikan dasar hukum pemberian ganti kerugian tanah


kelebihan maksimum dan absentee!
2. Sebutkan dan uraikan dasar hokum pemberian ganti kerugian tanah partikelir!
3. Uraikan tahapan penetapan tanah keleibihan maksimum dan absentee!
4. Uraikan tahapan penetapan tanah partikelir!
5. Sebutkan dan uraikan tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan
maksimum dan absentee!
6. Sebutkan dan uraikan tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah partikelir!

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 51


DIKLAT REFORMA AGRARIA

BAB IV
PELAKSANAAN GANTI KERUGIAN TANAH
KELEBIHAN MAKSIMUM, ABSENTEE,
DAN PARTIKELIR

Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan

mengetahui mekanisme pengajuan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,

absente dan partikelir; pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah

kelebihan maksimum, absente dan partikelir; serta neraca ganti kerugian tanah
A. MEKANISME PENGAJUAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN
kelebihan maksimum,
MAKSIMUM, ABSENTEE,absentee dan partikelir
DAN PARTIKELIR

1. Tanah Kelebihan Maksimum


Penguasaan atas bagian-bagian tanah yang merupakan kelebihan dari
luas maksimum, dimulai sejak tanggal 24 September 1961 berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Agraria No. SK. 509/Ka/1961 dan menyerahkan wewenang
untuk melaksanakan penguasaan kepada Panitia Landreform Daerah Tingkat II.
Panitia Landreform Daerah Tingkat II kemudian memberikan keputusan:
a. Menetapkan tanah-tanah mana untuk bekas pemilik dan yang mana
langsung dikuasai oleh pemerintah,dengan memperhatikan:
 Letak tanah yang masih memungkinkan penggarap yang efisien dari
tempat tinggal.
 Kesatuan tanah (yang tetap dimiliki sedapat mungkin merupakan satu
kelompok).
b. Kesuburan tanah (yang tetap dimiliki dan diserahkan mempunyai
kesuburan yang seimbang). Menetapkan besar ganti rugi yang
dicantumkan dalam Surat Tanda Penyerahan Penerimaan Hak dan
Pemberian Ganti Kerugian (STP3). Dengan pemberian STP3 kepada

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 52


DIKLAT REFORMA AGRARIA

bekas pemilik berarti tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum secara


riil atau secara langsung telah dikuasai oleh pemerintah.

Tanah pertanian yang terkena ketentuan kelebihan batas maksimum yang


dikuasai oleh orang-orang atau unit keluarga yang melebihi batas maksimum
yang diperkenankan, maka diwajibkan untuk melaporkan kepada kepala kantor
pertanahan kabupaten/kota. Caranya sebagai berikut:
1) Laporan-laporan yang sudah masuk di kantor pertanahan kabupaten/kota
disusun secara teratur untuk seluruh kabupaten, sehingga dapat diketahui
jumlah pelapor, luas tanah yang dilaporkan untuk masing-masing desa dan
kecamatan.
2) Kepala kantor pertanahan selaku wakil panitia pertimbangan landreform
menyerahkan bahan-bahan tersebut kepada sidang panitia lengkap atau
badan pekerja untuk menetapkan waktu, tempat dan pelapor yang akan
diperiksa. Pemeriksaan dilaksanakan oleh badan pekerja.
3) Para pelapor dipanggil dan dikumpulkan di kecamatan masing-masing untuk
diminta keterangan mengenai tanah pertanian yang dikuasainya dengan
membawa keterangan penduduk, dan surat bukti tanah. Di samping itu para
kepala desa yang harus ikut hadir dengan mambawa beberapa register
seperti: Register penduduk, Letter C. Jual beli tanah; Warisan, hibah tanah,
register gadai/bagi hasil/sewa tanah.
4) Pemeriksaan dilakukan oleh masing-masing badan pekerja dengan
disaksikan oleh Ketua Panitia Landreform kecamatan dan para kepala desa
yang bersangkutan. Pemeriksaan ini sangat perlu untuk dilakukan
mengingat ada kemungkinan pemilik tanah tidak mengenal tanahnya. Dalam
pemeriksaan/penelitian tersebut perlu diperhatikan: a) nama; b) alamat
tempat tinggal pelapor; c) jumlah anggota keluarga pelapor yang menjadi
tanggungannya; d) letak tanah; e) luas tanah; f) nomor surat bukti tanah; g)
atas nama siapa terdaftar dalam buku Letter C desa; h) bagian-bagian tanah
yang akan tetap dimilikinya dan bagian yang akan diserahkan kepada
pemerintah.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 53


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Tindak lanjut setelah diadakan penelitian, maka olh Panitia Landreform


Kabuaten melaksanakan sidang panitia landreform. Tujuan diadakannya sidang
adalah untuk menetapkan bagian-bagian tanah yang tetap menjadi milik dari
bekas pemilik dan menetapkan bagian-bagian tanah yang akan diserahkan
kepada pemerintah. Penetapan bagian tanah yang tetap dimiliki didasarkan
pada jumlah anggota keluarga yang menjadui tanggungan sepenuhnya dari
pemilik tanah.

Adapun cara penetapan bagian-bagian tanah adalah sebagai berikut:


1) Untuk menetapkan bagian-bagian tersebut, pertama-tama adalah
memberi kesempatan kepada pelapor untuk mengajukan usul bagian-
bagian tanah yang akan tetap dimiliki dan bagian-bagian tanah yang
harus diserahkan kepada pemerintah.
2) Dengan memperhatikan usul-usul dari pelapor/bekas pemilik dengan
disertai pertimbangan ketua panitia landereform kecamatan/desa,
maka panitia landreform kabupaten akan memberikan keputusan
penetapan bagian-bagian tanah untuk bekas pemilik.

Dalam menetukan bagian tanah bagi bekas pemilik tanah hendaknya perlu
diperhatikan hal sebagai berikut:
a) Letak tanah hendaknya tidak jauh dari tempat pemilik,agar masih
memungkinkan adanya penggarapan yang efisien.
b) Kesatuan tanah atau tanah yang tetap dimiliki diusahakan satu kompleks.
c) Tanah yang tetap dimiliki dan diserahkan kepada pemerintah mempunyai
kesuburan yang seimbang, artinya bekas pemilik tidak diperbolehkan hanya
memilih tanah-tanah yang subur saja, sedangkan yang tidak subur
diserahkan kepada pemerintah.

Pelaksanaan sidang panitia landreform tersebut harus memperhatikan dan


menjalankan ketiga prinsip di atas, agar tercipta keseimbangan antara
kepentingan pemerintah dengan kepentingan bekas pemilik tanah. Setelah
adanya keputusan, amka keputusan tersebut dikirim kepada yang bersangkutan.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 54


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Setelah penetapan itu, bekas pemilik tanah wajib menandatangani Surat


penyerahan tanah kepada negara di dalam suatu Surat Penyerahan yang
disebut Surat Tanda Penyerahan Hak dan Pemberian Ganti Kerugian (STP3). Di
dalam STP3 ini dicantumkan antara lain:

1) nama bekas pemilik;


2) tempat tinggal;
3) pekerjaan;
4) daftar susunan keluarga;
5) luas dan letak tanah yang boleh tetap dimiliki dan tanah yang terkena
ketentuan kelebihan maksimum;
6) nama-nama penggarap; serta
7) besarnya ganti kerugian.

Untuk mengetahui letak, luas dan jenis tanah yang digarap oleh masing-
masing petani diadakan pengukuran. Kemudian bagian-bagian tanah yang
merupakan kelebihan batas maksimum dikuasai pemerintah c.q. panitia
landreform kabupaten/kota. Tanah-tanah tersebut sebelum diberikan hak milik
oleh panitia landreform kabupaten/kota terlebih dahulu dikeluarkan Surat Ijin
Menggarap (SIM) kepada petani penggarap. Mereka diwajibkan membayar uang
sewa kepada pemerintah.
Dalam waktu selambat-lambatnya 2 tahun setelah SIM tersebut
dikeluarkan dan ternyata penggarapnya telah memenuhi syarat yang ditentukan,
maka oleh bupati/walikota selaku ketua panitia landreform mengusulkan kepada
gubernur c.q kepala kantor wilayah BPN (sekarang dilimpahkan kepada kepala
kantor pertanahan kabupaten/kota sesuai Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang
Pelimpahan Wewenang Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak
Atas Tanah) agar tanah tersebut diberikan hak milik kepada para petani
penggarap tanah yang bersangkutan.

2. Tanah Absentee

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 55


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Pemilik tanah absentee diwajibkan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak


tanggal 24 September 1961 mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain
yang bertempat tinggal di tempat letak tananhya atau ia sendiri harus pindah ke
kecamatan di mana tanahnya terletak. Bilamana ketentuan tersebut tidak
dipenuhi maka tanah yang bersangkutan dikuasai oleh pemerintah dan dijadikan
obyek landreform serta diredistrubusikan kepada orang lain yang memenuhi
syarat. Kepada bekas pemilinya diberikan ganti kerugian. Tanah-tanah absentee
yang dilaporkan tersebut dikuasai oleh pemerintah, terlebih dahulu kepada para
pelapor atau pemilik tanah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
melaporkan tanahnya diberi kesempatan untuk segera mengakhiri pemilikan hak
atas tanahnya tersebut dengan cara mengalihkan tanah tersebut kepada orang
lain yang bertempat tinggal di kecamatan letak tanahnya, atau pelapor/pemilik
tanah tersebut pindah tempat tinggal ke kecamatan letak tanahnya.
Setelah penetapan itu, bekas pemilik tanah absentee wajib
menandatangani surat penyerahan tanah kepada negara di dalam suatu Surat
Penyerahan yang disebut Surat Tanda Penyerahan Hak dan Pemberian Ganti
Kerugian (STP3) sama halnya dengan prosedur penetapan tanah kelebihan
maksimum.
Luas tanah absentee yang dilaporkan dengan luas tanah absentee yang
diambil pemerintah harus sama. Penguasaan atas tanah absentee didasarkan
pada Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 17 Desember
1962 No. SK. 35/Ka/1962 tentang Pelaksanaan Penguasaan Tanah Pertanian
Absentee. Dalam keputusan tersebut ditetapkan bahwa penguasaan tanah-
tanah yang langsung dikuasai oleh pemerintah kewenangannya diserahkan
kepada panitia landreform kabupaten/kota dengan dibantu panitia landreform
kecamatan dan panitia landreform desa. Panitia landreform kabupaten/kota
berkewajiban: Menetapkan besarnya ganti rugi; Mengurus pemberian SIM tanah
kepada penggarap dan Menyelenggarakan redistribusi.

Persyaratan Pembayaran Ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum dan


Absentee:

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 56


DIKLAT REFORMA AGRARIA

a. Surat permohonan dari bekas pemilik tanah kelebihan maksimum atau


absentee atau ahli warisnya
b. Surat Usulan dari Kanwil BPN. Propinsi
c. Surat Usulan dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
d. Daftar Nama Bekas Pemilik yang diusulkan ganti ruginya
e. Daftar ikhtisar Redistribusi
f. Daftar SIM/Surat Keputusan Redistribusi Tanah dengan disertai peta
rincikan, bila Sk. Redistribusi dibuat diatas tahun 1990.
g. Perhitungan ganti rugi sesuai dengan Sk. 13 tahun 1984 Jo. Surat KBPN
No. 4 tahun 1992.
h. Surat Tanda Penerimaan penyerahan Hak dan Pemberian ganti kerugian
atas tanah-tanah kelebihan maksimum/absentee (STP 3) atas nama bekas
pemilik.
i. Surat Wajib Lapor, bila tanah dilaporkan sebelum tahun 1976, walaupun
tanah diredistribusi sesudah tahun 1990
j. Surat Keputusan penetapan Hasil bersih rata-rata perhektare
k. Harga umum setempat perhektare (SK dari Kakan Pertanahan).
l. Harga gabah perkwintal dari BULOG.
m. Data-data bekas Pemilik/Ahli waris:

1) Surat Keterangan tempat tinggal bekas pemilik/ahli waris/kuasanya.

2) Surat Keterangan Waris bila Bekas Pemilik telah meninggal, (Kalau


mungkin dibuatkan silsilah keluarga).

3) Surat Kuasa para ahli waris (untuk kuasa yang ditunjuk harus salah
satu dari ahli waris).

4) Bila Bekas Pemilik masih hidup dan dikuasakan. (Untuk kuasa yang
ditunjuk harus salah satu dari ahli waris, anak, cucu, kakak/adik dari
Bekas Pemilik).

n. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (Bekas Pemilik/Ahli waris/Kuasa).


o. Foto Copy Nomor Rekening (apabila besarnya pembayaran
p. Silsilah ahli waris

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 57


DIKLAT REFORMA AGRARIA

(Bila persyaratan tersebut berupa fotokopi harus dilegalisir yang berwenang.)

Contoh Format Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan


Pertanahan Nasional (Lihat Lampiran)

3. Tanah Partikelir
Mekanisme pengajuan pembayaran ganti kerugian tanah partikelir
sebenarnya hamper sama dengan mekanisme pengajuan pembayaran ganti
kerugian tanah kelebihan maksimum dan absentee. Adapun pengajuannya yaitu
dilakukan secara bertahap yaitu bekas pemilik atau ahli warisnya mengajukan
permohonan pembayaran ganti kerugian kepada Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota. Selanjutnya kepala kantor pertanahan kabupaten/kota
meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang
melalui Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi.
Dalam mengajukan usul pembayaran ganti kerugian tersebut, dilengkapi
dengan berbagai syarat kelengkapan, yaitu:
1) Surat permohonan dari bekas pemilik/ahli waris
2) Surat Keputusan kesediaan membayar ganti kerugian dari pemerintah
3) Surat Keterangan Pendaftaran Tanah
4) Daftar perhitungan besarnya ganti kerugian penetapan ganti kerugian
berdasarkan Surat Keputusan Deputy Agraria No. Sk.15/Depag/1965.
5) Surat kematian dan penetapan ahli waris (bila pemegang hak telah
meninggal dunia)
6) Surat kuasa dari bekas pemilik/ahli waris (bila dikuasakan)
7) Surat pernyataan kesediaan menerima ganti kerugian.
8) Surat keterangan domisili penerima ganti kerugian dari kepala desa/lurah
dilampiri fotocopy KTP

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 58


DIKLAT REFORMA AGRARIA

9) Nomor rekening bank atas nama bekas pemilik/ahli waris.


10) Peta bidang tanah yang dimohon
11) Putusan pengadilan (apabila prosesnya melalui lembaga
peradilan/gugatan).

(Bila persyaratan tersebut berupa fotokopi harus dilegalisir yang


berwenang.)

Kepala kantor pertanahan kabupaten/kota kemudian meneruskan


permohonan pembayaran ganti kerugian tersebut kepada kepala kantor wilayah
BPN provinsi. Selanjutnya kepala kantor wilayah BPN provinsi meneliti
kelengkapan permohonan pembayaran ganti kerugian tersebut. Apabila berkas
permohonan sudah lengkap, maka kepala kantor wilayah BPN provinsi
meneruskan permohonan pembayaran ganti kerugian tanah partikelir tersebut
kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Selanjutnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional cq. Direktur Jenderal Penataan Agraria up. Direktur Landreform
meneliti dan menelaah permohonan pembayaran ganti kerugian dimaksud.
Apabila permohonan pembayaran ganti kerugian lengkap, maka langkah
selanjutnya yaitu memproses pembayaran ganti kerugian, yang meliputi
penyiapan konsep surat kuputusan, risalah pengolahan data, penghitungan
besaran ganti kerugian, sampai pada ditandatanganinya surat keputusan
pembayaran ganti kerugian tanah partikelir.

B. PELAKSANAAN PEMBAYARAN GANTI KERUGIAN TANAH KELEBIHAN


MAKSIMUM, ABSENTEE, DAN PARTIKELIR

1. Menurut PP No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah


dan Pemberian Ganti Kerugian

Pada penjelasan umum Nomor 3: Tanah-tanah yang merupakan kelebihan


maksimum itu tidak disita, tetapi diambil Pemerintah dengan ganti kerugian,

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 59


DIKLAT REFORMA AGRARIA

selanjutnya tanah tersebut dibagi-bagikan kepada para petani penggarap,


pemberian ganti kerugian ini merupakan perwujudan daripada azas yang
terdapat dalam Hukum Agraria Nasional kita, yang mengakui adanya hak untuk
perseorangan atas tanah.

Perhitungan ganti ruginya:

5 Ha pertama = 10 x hasil bersih setahun

5 Ha kedua, ketiga dan keempat = 9 x hasil bersih setahun

5 Ha selebihnya = 7 x hasil bersih setahun

Hal ini berlaku sampai dengan tahun 1967 sesudah keluarnya peraturan baru.

2. Peraturan Direktur Jenderal Agraria (PDA No. 4 Tahun 1967)


Perhitungan besarnya Ganti Rugi setinggi-tingginya Rp. 50.000,-/Ha ini
disebabkan adanya pemotongan uang dari Rp. 1.000,- menjadi Rp.1,- terjadi
sesudah G. 30 S/PKI, berlaku sampai dengan tahun 1984.

3. SK. Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 1984


Karena nilai uang sudah tidak memadai lagi maka banyak bekas pemilik
yang tidak mau menerima ganti rugi per Ha Rp. 50.000,- maka perhitungan ganti
rugi berdasarkan SK. 13 Tahun 1984 dikembalikan seperti pada PP. 224 tahun
1961 yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:

5 Ha pertama = 10x luas x hasil bersih selama 5 thn x harga gabah dari bulog

5 Ha kedua dan= 9 x luas x hasil bersih selama 5 thn x harga gabah dari bulog

5 Ha ketiga = 9 x luas x hasil bersih selama 5 thn x harga gabah dari bulog

5 Ha keempat= 9 x luas x hasil bersih selama 5 thn x harga gabah dari bulog

5 Ha selebihnya = 7 x luas x hasil bersih selama 5 thn x harga gabah dari bulog

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 60


DIKLAT REFORMA AGRARIA

hasil akhir ini mendekati/sesuai/lebih tinggi dari harga umum setempat, tetapi
karena Keuangan Negara tidak memungkinkan, maka dikeluarkan SK. Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1992, dengan dasar setinggi-tingginya
Rp. 3.500.000,-/per Ha.

4. SK. Deputi Agraria No. 15 Tahun 1966

Tabel besarnya ganti kerugian berdasarkan

No. Sk. 15/Depag/1966

Luas Tanah Yang Dapat Diberikan Kepada Bekas Pemilik


Sebagai Ganti Rugi Dalam Prosentase
Luas Seluruh
Bekas Tanah
Tanah Perumahan Tanah Pertanian
Kongsi
Prose Min Mak Prose Min Maks
ntase s ntase

I. < 10 Ha 10% 0,7 1 Ha 30 % 2,5 Ha 3 Ha


Ha

II. 10 Ha – 20 Ha 9% 1,1 1,5 27 % 3,25 4,75


Ha Ha Ha Ha

III. 20 Ha – 30 Ha 8% 1,6 2 Ha 24 % 5 Ha 6 Ha
Ha

IV. 30 Ha – 40 Ha 7% 2,1 2,6 21% 6,25 7,25


Ha Ha Ha Ha

V. 40 Ha – 60 Ha 6% 2,7 3,3 18 % 7,5 Ha 9 Ha


Ha Ha

VI. 60 Ha – 80 Ha 5% 3,4 4 Ha 15% 9,25 10,5


Ha Ha Ha

VII.80 Ha ke atas 4% 4,1 5 Ha 12 % 10,75 12 Ha


Ha Ha

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 61


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Tata Cara Atau Teknis Pelaksanaan Pembayaran Ganti Rugi Tanah Obyek
Landreform

1. Persyaratan Permohonan Ganti Rugi.


Dalam menguraikan persyaratan permohonan ganti rugi tanah obyek
landreform akan diuraikan mengenai persyaratan permohonan ganti rugi tanah
kelebihan maksimum dan tanah partikelir.
A. Tanah kelebihan maksimum dan absentee
Persyaratan-persyaratan untuk mengajukan permohnan pembayaran ganti
rugi tanah kelebihan maksimum dan absentee sesuai dengan ketentuan Surat
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2005 tentang
Standar Prosedur Operasional Pelayanan Pertanahan (SPOPP) adalah
sebagai berikut:
a. STP3/salinan atau kutipan/surat wajib lapor.
b. Berita Acara Sidang Panitia Pertimbangan Landreform apabila tanah
kelebihan maksimum dan absentee baru.
c. Perhitungan penetapan ganti rugi berdasarkan SK Mennteri Dalam Negeri
No. 13 tahun 1984 jo SK Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun
1992.
d. Perhitungan harga tanah rata-rata 5 tahun terakhir.
e. Berita Acara penelitian lapangan.
f. Keputusan Bupati/Walikota tentang hasil bersih rata-rata tanah sawah dan
tanah darat.
g. Daftar penerima redistribusi.
h. Surat keputusan redistribusi.
i. Peta rincikan (jika redistribusinya dilakukan di atas tahun 1990).
j. Surat keterangan harga gabah per kwintal dari BULOG.
k. Surat keputusan bupati/walikota tentang penetapan tanah kelebihan
maksimum dan absentee apabila kelebihan maksimum dan absentee baru.
l. Surat keterangan domisili penerima ganti rugi dari kepala desa/lurah
dilampiri fotocopy KTP.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 62


DIKLAT REFORMA AGRARIA

m. Surat keterangan warisan (apabila ahli waris yang menerima ganti rugi).
n. Surat keterangan kematian (jika bekas pemilik telah meninggal dunia).
o. Surat pernyataan kesediaan menerima ganti rugi dari bekas pemilik atau
ahli warisnya.
p. Surat kuasa yang ditandatangani oleh penerima ganti rugi sebagai pemberi
kuasa yang diketahui oleh kepala desa/lurah.
q. Nomor rekening bank atas nama bekas pemilik/ahli waris (bila besarnya
ganti rugi di atas Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
r. Surat permohonan kakanwil BPN provinsi ditujukan kepada Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Keterangan:
Pada prinsipnya persyaratan dan prosedur pembayaran ganti rugi secara
langsung smaa dengan ganti rugi tidak langsung, hanya berbeda pada tahap
pelaksanaan pembayarannya yang dilakukan setelah memperoleh ijin dari
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Pelaksanaan dilakukan oleh penerima redistribusi kepada bekas pemilik di
hadapan kepala kantor pertanahan dengan disaksikan oleh Kepala Seksi
Penataan Pertanahan dan menandatangani Berita Acara Pembayaran.

B. Tanah partikelir
Persyaratan-persyaratan untuk mengajukan permohonan pembayaran
ganti rugi tanah partikelir sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Kepala
BPN No. 1 Tahun 2005 tentang SPOPP adalah sebagai berikut:
a. Surat permohonan dari bekas pemilik/ahli waris.
b. Surat keputusan kesediaan membayar ganti rugi dari pemerintah atau surat
keterangan besarnya ganti rugi.
c. Daftar perhitungan besarnya penetapan ganti rugi berdasarkan Surat
Keputusan Deputi Menteri Kepala Departemen Agraria No.
SK.15/Depag/1966.
d. Surat keterangan kematian dan penetapan ahli waris (bila pemegang hak
telah meninggal).

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 63


DIKLAT REFORMA AGRARIA

e. Surat kuasa dari bekas pemilik/ahli waris (bila dikuasakan).


f. Surat pernyataan kesediaan menerima ganti rugi.
g. Surat keterangan domisili penerima ganti rugi dari kepala desa/lurah
dilampiri fotocopy KTP.
h. Nomor rekening bank atas nama beas pemilik/ahli waris bila besarnya ganti
ruhi di atas Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
i. Peta bidang tanah yang dimohon.
j. Putusan pengadilan (apabila prosesnya melalui lembaga peradilan/gugatan).
k. Surat permohonan kakanwil BPN provinsi ditujukan kepada Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

2. Usulan dari kantor pertanahan


Usulan permohonan pembayaran ganti rugi tanah obyek landreform baik
tanah kelebihan maksimum dan absentee serta tanah partikelir berawal adanya
permohonan dari bekas pemilik atau ahli waris/kuasanya melalui loket yang ada
pada kantor pertanahan kabupaten/kota. Selanjutnya uraian tahapan kegiatan
proses permohonan ini dimulai dari masuk loket sampai dengan pengiriman
dokumen ke kanwil BPN provinsi adalah sebagai berikut:
1) Petugas loket melakukan penelitin kelengkapan dokumen,
mengagendakan dan menyampaikan dokumen tersebut kepada kepala
kantor;
2) Kepala kantor pertanahan memerintahkan Kepala Seksi Penataan
Pertanahan melakukan penelitian kelengkapan persyaratan.
3) Kepala Seksi Penataan Pertanahan menugaskan kepada kepala sub seksi
landreform dan konsolidasi tanah untuk melakukan penelitian terhadap
kelengkapan dokumen permohonan dan melakukan pengecekan lokasi.
4) Kasubsi landreform dan konsolidasi tanah melakukan periksa dokumen,
meneliti lokasi, menyusun laporan dan pertimbangan, menyiapkan
kelengkapan dokumen yang ada di kantor pertanahan dan instansi terkait
untuk kelengkapan berkas sesuai persayaratan.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 64


DIKLAT REFORMA AGRARIA

5) Kasi melakukan penelitian dokumen dan konsep surat usulan,


membubuhkan paraf, menyampaikan kepada kepala kantor pertanahan
untuk ditandatangani.
6) Kepala kantor pertanahan mempelajari pertimbangan dan usulan,
kemudian menandatangani surat usulan tersebut, selanjutnya diteruskan
kepada kasubag tata usaha untuk membubuhkan nomor dan tanggal serta
mengirimnya.

3. Usulan dari kanwil BPN provinsi


Usulan permohonan pembayaran ganti rugi tanah obyek landreform baik
tanah kelebihan maksimum dan absentee serta tanah partikelir berawal adanya
permohonan dari bekas pemilik atau ahli waris/kuasanya melalui loket yang ada
di kanwil BPN provinsi. Selanjutnya uraian tahapan kegiatan proses
permohonan ini mulai dari masuk loket sampai dengan pengiriman dokumen ke
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional adalah
sebagai berikut:
1) Kepala Bidang Penataan Pertanahan menerima dokumen dari bagian tata
usaha dan memerintahkan kepada kasi landreform untuk menelaah dan
menyiapkan pertimbangan dan usulan pembayaran ganti kerugian kepada
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
2) Kasi Landreform dan Konsolidasi Tanah meneliti dokumen, selanjutnya
menugaskan analis untuk menyiapkan pertimbangan dan usulan
permohonan pembayaran ganti rugi.
3) Analis menyiapkan draft pertimbangan dan draft usulan pembayaran ganti
rugi, selanjutnya menyampaikan kepada kasi landreform.
4) Kasi Landreform dan Konsolidasi Tanah meneliti kelengkapan dokumen,
pertimbangan dan draft usulan pembayaran ganti rugi, kemudian
membubuhkan tanda tangan apabila menyetujuinya.
5) Kepala Bidang Penataan Pertanahan meneliti draft pertimbangan dan
usulan pembayaran ganti rugi dan membubuhkan paraf.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 65


DIKLAT REFORMA AGRARIA

6) Kakanwil meneliti draft pertimbangan dan usulan pembayaran ganti rugi


selanjutnya menandatangani surat usulan tersebut. Kemudian diteruskan
kepada bagian tata usaha untuk pengagendaan surat dan pengiriman
kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional.

4. Proses penetapan persetujuan pembayaran ganti rugi oleh Kementerian


Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

a. Proses penetapan Surat Keputusan Persetujuan Pembayaran Ganti


Rugi. Kepala bagian Tata Usaha Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional setelah memperoleh berkas usulan
dari kanwil BPN provinsi maupun kabupaten/kota, akan meneruskan
kepada pengolah yaitu Direktur Jenderal Penataan Agraria. Adapun
tahapannya sebagai berikut:
1) Direktur Jenderal Penataan Agraria mendisposisikan kepada
Direktur Landreform.
2) Direktur Landreform selanjutnya mendisposisikan kepada Kasubdit
Penguasaan TOL dan Ganti Kerugian.
3) Kasubdit Penguasaan TOL dan Ganti Kerugian mendisposisikan
kepada Kasi Ganti Kerugian untuk mengecek kelengkapan berkas
usulan dan memprosesnya.
4) Kasi Ganti Kerugian melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas
usulan, bila tidak lengkap menyiapkan konsep surat Direktur
Landreform kepada kakanwil BPN provinsi, bila lengkap berkas
diproses oleh analis landreform.
5) Analis Landreform melakukan pengecekan kelengkapannya dan
melakukan perhitungan ganti rugi sesuai SK Mendagri No. 13
Tahun 1984 jo SK Ka. BPN No. 4 Tahun 1992. Selanjutnya
pengetikan konsep nota dinas Direktur Jenderal Penataan Agraria
yang ditujukan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 66


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Badan Pertanahan Nasional dan pengetikan konsep surat


keputusan persetujuan pembayaran ganti rugi serta surat
permohonan bebas pajak Kantor Pajak.
6) Kepala Seksi Ganti Kerugian melakukan koreksi konsep surat
keputusan dan nota dinas dan surat permohonan bebas pajak dan
melakukan paraf koordinasi.
7) Kasubdit Penguasaan TOL dan Ganti Kerugian melakukan koreksi
konsep surat keputusan dan nota dinas serta surat bebas pajak,
kemudian paraf koordinasi.
8) Direktur Landreform melakukan koreksi konsep untuk diteruskan
kepada Direktur Jenderal Penataan Agraria.
9) Direktur Jenderal Penataan Agria menandatangani nota dinas
pengantar konsep surat keputusan kepada Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
10) Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional selanjutnya menandatangani surat keputusan prsetujuan
pembayaran ganti rugi (setelah dilakukan koreksi). Selanjutnya
diteruskan kepada Kasubag Persuratan dan Kearsipan untuk
diberikan nomor dan tanggal surat keputusan, pengagendaan dan
mengirimkan surat keputusan tersebut ke kanwil BPN provinsi, dan
semua pihak yang tercantum dalam keputusannya.

2. Pelaksanaan Pembayaran Ganti Rugi Tanah


Setelah surat keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional tentang persetujuan pembayaran ganti rugi diterbitkan dan
disampaikan kepada pihak-pihak yang berwenang, selanjutnya sebelum
pelaksanaan pembayaran ganti rugi masih perlu langkah-langkah lain yang
dilakukan oleh petugas atau pejabat berwenang, yaitu sebagai berikut:
a. Mengajukan permohonan bebas pungutan PPh kepada Kantor Pelayanan
Pajak.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 67


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Permohonan bebas pungutan PPH kepada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta


Selatan (Kebayoran Baru) karena lokasi kantor Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional berada di wilayah Kebayoran Baru
Jakarta Selatan. Sesuai surat Dirjen Pajak Depkeu tanggal 20 Juli 1991 No.
S-247/PJ.43/1991 perihal pungutan PPh Pasal 22 terhadap pembayaran ganti
rugi tanah obyek pengaturan penguasaan tanah kepada bekas pemilik tanah
antara lain menyatakan sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf b dan ayat (2)
Keputusan Menteri Keuangan No. 382/KMK.04/1980 tanggal 20 April 1980
untuk mana dapat pengecualian dari pungutan PPh Pasal 22 harus
dinayatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22
Bendaharawan yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak di mana
Bendaharawan pembayar ganti rugi terdaftar sebagai pemotong/pemungut
pajak dan dilampiri daftar nama, alamat NPWP (jika ada), dan besarnya
jumlah pembayaran ganti rugi kepada masing-masing penerima pembayaran
ganti rugi yang tidak melakukan kegiatan usaha di bidang tanah ganti rugi.
Setelah kurang lebih satu sampai dua minggu Surat Keterangan Bebas PPh
akan disampaikan kepada Direktur Landreform.
b. Menyiapkan Berita Acara Pembayaran Ganti Rugi.
Kepala Seksi Ganti Kerugian TOL akan menyiapkan kwitansi dan Berita Acara
Pembayaran ganti rugi dan surat pernyataan bekas pemilik dengan diketahui
dan disaksikan oleh pejabat yang berwenang. Setelah semua kelengkapan
tersebut di atas selajutnya dilaksanakan penandatangannan surat-surat yang
berkenaan dengan pelaksanaan pembayaran ganti rugi.
c. Melakukan pemanggilan kepada bekas pemilik tanah/ahli warisnya.
d. Penandatanganan berita acara.
e. Pencairan uang melalui Bendaharawan BPN RI kepada KPKN Jakarta untuk
ditransfer ke nomor rekening bekas pemilik tanah/ahli warisnya

Tahapan pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee,


dan partikelir secara umum sebagaimana berikut:

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 68


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Unsur dan Sub Unsur Butir Kegiatan Hasil Kerja

I Manajemen Kegiatan Ganti Kerugian

Penelitian berkas cek list


permohonan kelengkapan
1. Administrasi 1
pembayaran ganti berkas
Kegiatan
kerugian permohonan

1 Penetapan lokasi

Pengecekan data bekas


2. Klarifikasi Data laporan mengenai
pemilik tanah kelebihan
Tanah Kelebihan 2 subyek ganti
maksimum, absentee,
Maksimum, kerugian
dan partikelir
Absentee dan
Partikelir Penelitian data tanah laporan mengenai
3 keebihan maksimum, obyek ganti
absentee dan partikelir kerugian

besaran ganti
Perhitungan besaran
kerugian tanah
ganti kerugian sesuai
1 kelebihan
dengan ketentuan yang
maksimum dan
berlaku
absentee

Penyusunan Risalah
2 RPD
Pengolahan Data

Konsep SK
Penyiapan konsep SK
3 Pembayaran Ganti
3. Pengolahan Data Ganti kerugian
Kerugian

Penyiapan konsep nota


dinas Direktur ke
4 Nota dinas
Direktur Jenderal
Penataan Agraria

Penyiapan konsep nota


5 dinas dari Direktur Nota dinas
Jenderal Penataan
Agraria ke Menteri

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 69


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Unsur dan Sub Unsur Butir Kegiatan Hasil Kerja

ATR/Kepala BPN

Penyiapan konsep surat Surat


6 permohonan bebas Permohonan
pajak Bebas Pajak

Penyiapan konsep nota


dinas Direktur Jenderal
Penataan Agraria ke
7 Nota dinas
Sekretaris Jenderal
mengenai pelaksanaan
pembayaran

II Pembayaran Ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum, Absentee dan


Partikelir

Penandatanganan SK
SK Pembayaran
1 Pembayaran Ganti
Ganti Kerugian
Kerugian

Meneruskan SK Ganti
2 Kerugian ke Bagian Tanda terima
Persuratan

Pengiriman SK ke
Kakanwil BPN Provinsi
3 pemohon dan kepada Tanda terima
semua yang tercantum
1. Administrasi
dalam tembusan

Penyiapan kwitansi
pembayaran ganti
4 kerugian tanah
kelebihan maksimum
dan absentee

Penyiapan Berita Acara


5 Pembayaran Ganti
kerugian tanah
kelebihan maksimum,

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 70


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Unsur dan Sub Unsur Butir Kegiatan Hasil Kerja

absentee dan partikelir

Melaksanakan
pembayaran ganti kwitansi
1 kerugian tanah pembayaran ganti
2. Pembayaran Ganti kelebihan maksimum kerugian
Kerugian Tanah dan absentee
Kelebihan
Penandatanganan
Maksimum,
Berita Acara
Absentee dan
Pembayaran Ganti Berita Acara Ganti
partikelir 2
kerugian Tanah Kerugian
kelebihan maksimum
dan absentee

III Dokumentasi Pembayaran Ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum,


Absentee dan partikelir

Penyusunan laporan laporan


1 pembayaran ganti pembayaran ganti
kerugian kerugian

rekap tanah
kelebihan
1. Pelaporan
Dokumentasi maksimum,
2 pembayaran ganti absentee dan
kerugian partikelir yang
sudah dibayar
ganti kerugiannya

Pengalaman dalam pelaksanaan pembayaran gani rugi ini ditemui beberapa


kesulitan yang akhirnya merupakan penghambat dalam kelancaran penyelesaiaan
pembayaran ganti rugi. Kesulitan-kesulitan dimaksud antara lain:

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 71


DIKLAT REFORMA AGRARIA

1. Di bidang administrasi, berupa asli Surat Keputusan redistribusi atau fotocopy-


nya sulit ditemukan baik di provinsi maupun kabupaten/kota, demikian juga
dengan STP3.
2. Di bidang keuangan, yaitu menyangkut dengan anggaran belanja untuk
melaksanakan landreform yaitu anggaran yang terbatas, sehingga harus
dilakukan pembayaran secara bertahap disesuaikan dengan ketersediaan
anggaran.
3. Adanya tuntutan dari bekas pemilik atau ahli waris yang menganggap ganti rugi
terlalu rendah, sehingga mereka ini meuntut kenaikan ganti rugi tersebut.
Di bidang teknis pelaksanaan pembayaran ganti rugi. Kesulitan yang dihadapi
adalah berupa tidak diketahui ahli waris atau bekas pemiliknya sendiri di mana
mereka berada/ada pula bekas pemilik yang sudah meninggal dunia, dan telah
ditemui ahli warisnya akan tetapi para ahli waris saling bersengketa sendiri
sehingga menyulitkan dalam pembayaran ganti ruginya.

C. NERACA GANTI KERUGIAN TANAH OBYEK LANDREFORM

Sebagaimana Penjelasan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun


1961, menyebutkan bahwa pembayaran ganti kerugian tanah obyek landreform
pada prinsipnya pada azasnya pembiayaan pelaksanaan Landreform haruslah
ditanggung oleh masyarakat sendiri, yaitu oleh para petani yang memperoleh
pembagian tanah. Adapun peranan Pemerintah dalam hal ini adalah
memberikan modal pertama untuk keperluan pelaksanaan Landreform, modal
mana dalam waktu tertentu oleh para petani akan dikembalikan lagi kepada
Pemerintah, dalam bentuk hasil sewa dan penjualan-penjualan tanah kepada
para petani, pungutan 10% ongkos adminiatrasi dan lain-lain. Selain itu Pemerintah
juga memberi pimpinan atas pembiayaan Landreform, agar biaya yang
dikeluarkan itu sesuai dengan program Pemerintah. Oleh karena itu maka
penggunaan Dana Landreform harus mengindahkan petunjuk-petunjuk yang
diberikan oleh Panitya Landreform Pusat dan oleh Menteri Agraria.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 72


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Karena pembiayaan Landreform mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu


berkaitan dengan pembayaram ganti kerugian kepada bekas pemilik tanah atau
pemegang hak atas tanah dan pembayaran harga tanah bagi penerima hak atas
tanah yang baru atau penerima redistribusi, maka perlu suatu lembaga tersendiri
dalam pelaksanaannya, sehingga tidak akan memperlambat pelaksanaannya
apabila pembiayaan tersebut diatas diperlakukan sama dengan pembiayaan
yang diatur menurut anggaran belanja biasa. Pada masa itu untuk pembiayaan
Landreform perlu dibentuk suatu badan hukum yang bersifat otonom, dengan
peraturan, administrasi, organisasi serta tata-kerja tersendiri, yang dikenal
dengan “Yayasan Dana Landreform”.
Untuk memperlancar pembiayaan Landreform dan mempermudah pemberian
fasilitas-fasilitas kredit, pasal 16 PP No. 224 Tahun 1961 mewajibkan dibentuknya
suatu yayasan yang berkedudukan sebagai badan hukum yang otonom dengan
nama Yayasan Dana Landreform (YDL). Yayasan ini kemudian dibentuk dengan
Akta Notaris R. Kardiman, Jakarta No. 110. Yayasan DanaLandreform diurus oleh
suatu dewan pengurus dan diawasi oleh suatu dewan pengawas. Pekerjaan sehari–
hari diselenggarakan oleh seorang administratur.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 257 Tahun 1975
tentang Tata Cara Pelaksanaan Teknis Pembayaran Ganti Rugi Secara Langsung
dinyatakan bahwa para penerima redistribusi asal tanah absentee dan tanah
kelebihan dapat melakukan pembayaran ganti rugi secara langsung dengan
pembayaran tunai pada suatu waktu tertentu untuk seluruh ganti rugi yang belum
dibayar. Pembayaran gantai rugi secara langsung tersebut dilakukan di kantor
Kecamatan tempat letak tanah. Lalu lintas pembayaran ganti rugi secara langsung
dan biaya administrasi dicatat dan dibukukan secara terpisah oleh Bendaharawan
Yayasan Dana Landreform.
Dalam Surat Pengurus Yayasan Dana Landreform tanggal 4 Januari l979 No.
YDL/KEU/2/1/79/GR : Perihal Pelaksanaan Pembayaran ganati rugi kepada Bekas
Pemilik tanah dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan pembayaran ganti rugi kepada
para bekas pemilik tanah kelebihan dan absentee dimana dijumpai kasus :

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 73


DIKLAT REFORMA AGRARIA

1. Bekas pemilik telah meninggal dunia, mempunyai beberapa orang ahli waris
yang terpencar, bahkan diantaranya tidak diketahui alamatnya dan Bekas
Pemilik tidak lagi diketaui alamatnya, akan tetapi ada salah seorang ahli
warisnya yang diketahui alamatnya, maka:
a. Pembayaran dapat dilakukan/diterimakan kepada salah seorang ahli waris
yang sah dan jelas diketahui alamatnya.
b. Kepada ahli waris tersebut agar diminta membuat pernyataaan yang isinya
menyatakan bahwa yang bersangkutan sebagai salah seorang ahli waris
akan bertanggung jawab atas penandatanganan STP 3 maupun penerimaan
uang ganti rugi dari Pemerintah apabila dikemudian hari ada gugatan
diantara ahli waris lainnya.
c. Surat Pernyataan itu dilegalisir oleh Pamong Desa setempat (Kepala
Desa/Lurah dan Camat) di mana ahli waris tersebut bertempat tinggal, dan
demikian juga oleh Pamong Desa tempat letak tanah yang akan dibayar
ganti ruginya.
2. Bekas pemilik tidak lagi diketahui alamatnya, maupun ahli warisnya, maka tidak
dapat dibayarkan uang ganti ruginya. Demikian pula terhadap bekas Pemilik
yang telah meninggal dunia dan tidak lagi diketahui ahli warisnya, maka dengan
sendirinya juga tidak dapat dibayarkan uang ganti ruginya.

Dalam hal seperti tersebut dalam pengusulan permohonan pembayaran ganti


rugi diharapkan kepada mereka diberikan catatan/penjelasan untuk diketahui karena
ada kemungkinan dikemudian hari akan muncul salah seorang ahli warisnya.
Sekarang kegiatan Yayasan Dana Landreform telah dibekukan. Untuk
selanjutnya pelaksanaan landreform dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Dengan peraturan kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
1992 pembayaran harga–harga yang diredistribusikan, yang semula merupakan
uang Yayasan Dana Landreform dilakukan kepada Bank Rakyat Indonesia Unit
Desa atau Cabang Bank Rakyat Indonesia di Kabupaten/Kota setempat.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 74


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Cara pemungutan uang dalam rangka pelaksanaan landreform diatur di dalam


Peraturan Menteri Agraria No. 3 tahun 1964 (TLN no. 2681). Tetapi menurut
kenyataan terutama sebagai akibat dari inflansi dan tentangan PKI dengan BTI-nya
semasa pra G30S, yang memang tidak menyetujui diberikannya ganti kerugian
kepada para bekas pemilik, hal itu sukar dilaksanakan, hingga terpaksa Pemerintah
menanggungnya. Sehubungan dengan itu maka dikeluarkan Peraturan Direktur
Jenderal Agraria No. 4 tahun 1967, yang menetapkan besarnya ganti kerugian
maksimal Rp 50.000,- tiap hektarnya, yang akan dibayarkan sekaligus. Berhubung
dengan keadaan keuangan Negara, maka pembayaran ganti kerugian tersebut baru
dapat dimulai sebagian dalam tahun 1968.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 tahun 1992
tentang Penyesuaian Harga Ganti Rugi Tanah Kelebihan Maksimal
dan Absentee/guntai telah diubah nilai ganti ruginya,bukan lagi maksimalnya Rp
50.000/hektar. Selain itu pula sekarang ini pembiayaan
pelaksanaan landreform selain dana dari APBN juga pembayaran ganti kerugian
kepada bekas pemilik tanah yang ditanggung oleh para petani penerima tanah
redistribusi. Namun kenyataan sekarang ini dalam pembayaran ganti rugi para
bekas pemilik tanah kelebihan dan absentee belum memperoleh penyediaan
anggaran sebagaimana diharapkan, sehingga menimbulkan tanggapan-tanggapan
yang negatif dikalangan masyarakat terhadap pelaksanaan landreform.
Pada prinsipnya antara anggaran yang dikeluarkan oleh negara untuk
membiayai pelaksanaan landreform harus sama dengan dana yang dikembalikan
atau masuk sebagai pembayaran harga tanah oleh penerima ha katas tanah yang
baru melalui kegiatan redistribusi tanah. Meskipun dalam pelaksanaannya sampai
saat ini sulit untuk menelusuri pembayaran harga tanah oleh penerima ha katas
tanah yang baru atau penerima redistribusi. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal
antara lain:
a. tidak tertibnya pencatatan administrasi pembayaran harga tanah, mengingat
jangka waktu angsuran yang cukup lama, yaitu 15 tahun.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 75


DIKLAT REFORMA AGRARIA

b. Pembayaran ganti kerugian pada masa yang lalu dilaksanakan melalui Yayasan
Dana Landreform, yang belakangan Yayasan Dana Landreform tersebut
kemudian dibekukan, dan pembayaran ganti kerugian dianggarkan dalam APBN.
c. Kewajiban membayar harga tanah oleh penerima redistribusi tanah atau penerima
ha katas tanah yang baru langsung ke Mata Anggaran Penerimaan BPN (MAP :
423291 Pendapatan Jasa Lainnya) sehingga sulit ditelusuri yang khusus berasal
dari pembayaran harga tanah tidak dapat diketahui dengan pasti, karena mata
anggaran penerimaan tersebut untuk menampung seluruh pendapatan jasa
lainnya yang ada di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional.

RANGKUMAN

Mekanisme Pengajuan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,


absentee, dan partikelir. Tanah pertanian yang terkena ketentuan kelebihan
batas maksimum yang dikuasai oleh orang-orang atau unit keluarga yang
melebihi batas maksimum yang diperkenankan, maka diwajibkan untuk
melaporkan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota. Pemilik tanah
absentee diwajibkan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal 24 September
1961 mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain yang bertempat tinggal
di tempat letak tananhya atau ia sendiri harus pindah ke kecamatan di mana
tanahnya terletak. Untuk tanah partikelir pengajuannya yaitu dilakukan secara
bertahap yaitu bekas pemilik atau ahli warisnya mengajukan permohonan
pembayaran ganti kerugian kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Selanjutnya kepala kantor pertanahan kabupaten/kota meneruskan permohonan
tersebut kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang melalui Kepala Kantor Wilayah
BPN Provinsi.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 76


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum,


absentee dan partikelir. Persyaratan-persyaratan untuk mengajukan permohnan
pembayaran ganti rugi tanah kelebihan maksimum, absentee dan tanah partikelir
sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional,
Usulan permohonan pembayaran ganti rugi tanah obyek landreform baik tanah
kelebihan maksimum dan absentee serta tanah partikelir berawal adanya
permohonan dari bekas pemilik atau ahli waris/kuasanya melalui loket yang ada
pada kantor pertanahan kabupaten/kota.

Neraca ganti kerugian tanah tanah kelebihan maksimum, absentee dan


partikelir, pada prinsipnya antara anggaran yang dikeluarkan oleh negara untuk
membiayai pelaksanaan landreform harus sama dengan dana yang dikembalikan
atau masuk sebagai pembayaran harga tanah oleh penerima ha katas tanah
yang baru melalui kegiatan redistribusi tanah.

LATIHAN
1. Uraikan mekanisme pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum
dan absentee!
2. Uraikan mekanisme ganti kerugian tanah partikelir!
3. Jelaskan mengenai pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan
maksimum dan absentee!
4. Jelaskan mengenai pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah partikelir!
5. Uraikan dan jelaskan mengenai neraca ganti kerugian tanah kelebihan
maksimum, absentee, dan partikelir!

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 77


DIKLAT REFORMA AGRARIA

LAMPIRAN

Contoh: Surat usulan dari kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang ditujukan
kepada kakanwil BPN provinsi.

KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN/KOTA
..............................................
Nomor :
Lampiran : Kepada,
Perihal : Usulan pembayaran ganti Yth. Menteri Agraria dan Tata
kerugian kepada bekas Ruang/Kepala Badan Pertanahan
pemilik tanah kelebihan Nasional
maksimum/absentee. Up. Direktur Landreform
Jl. Sisingamangaraa No. 2
Jakarta Selatan
Lewat
Kakanwil BPN Provinsi ....................
Di ............................

Dengan hormat bersama ini disampaikan usulan pembayaran ganti kerugian lengkap
dengan lampirannya, yaitu:
1. Daftar usulan pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan
absentee/guntai yang meliputi:
a. Bekas pemilik :
b. Luas tanah : Ha
c. Jumlah ganti kerugian : Rp.
...............................(..............................................)
2. Asli/turunan STP3 atas nama bekas pemilik/ahli warisnya.
3. Surat keputusan (salinan) bupati/walikota .....................tanggal ................tentang
hasil bersih rata-rata setiap tahun selama 5 (lima) tahun terakhir berturut-turut
4. Salinan surat ketetapan harga padi/gabah dari BULOG setempat.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 78


DIKLAT REFORMA AGRARIA

5. Persyaratan lainnya terlampir.


6. Surat keterangan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota ...............tentang
harga umum tanah pertanian setempat.

Demikian usulan kami, mohon dapat segera direalisir pembayarannya.

KEPALA KANTOR PERTANAHAN


KABUPATEN/KOTA .............

(..............................................)
NIP. ..............................................

TEMBUSAN: disampaikan kepada :


1. Yth. Bapak Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan Up. Direktur
Landreform di Jakarta.
2. Kakanwil BPN Provinsi ....................
3. Arsip.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 79


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Contoh: Surat usulan kakanwil BPN provinsi untuk meneruskan ke Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

KANTOR PERTANAHAN

KABUPATEN/KOTA

..............................................

Nomor :

Lampiran : Kepada,

Perihal : Usulan pembayaran ganti Yth. Menteri Agraria dan Tata

kerugian kepada bekas Ruang/Kepala Badan Pertanahan

pemilik tanah kelebihan Nasional

maksimum/absentee an Up. Direktur Jenderal Penataan

................ di Agraria

kabupaten/kota Jl. Agus Salim No. 58

...................... Jakarta Pusat

Bersama ini kami sampaikan surat kepala kantor pertanahan kabupaten/kota

................. tanggal ................nomnor ................ perihal tersebut pada pokok surat

dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Nama bekas pemilik :


2. Luas tanah : Ha
3. Letak tanah :
4. Nomor STP3 :
5. Jumlah ganti kerugian : Rp...........................(..........................................)
Bahwa tanah tersebut telah diredistribusikan dengan surat keputusan kepala inspeksi

agraria ..................../kepala kantor wilayah BPN Provinsi ................ tanggal ............

nomor .................... kepada .................... (KK).

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 80


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan STP3 dan lainnya seperti

tersebut dalam daftar terlampir.

Demikian agar menjadi maklum dan keputusannya kami nantikan dalam waktu yang

tidak lama.

KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN

PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI

.............

(..............................................)

NIP. ..............................................

TEMBUSAN: disampaikan kepada :

1. Yth. Direktur Landreform di Jakarta.


2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota . ....................
3. Arsip.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 81


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Contoh: draft surat keputusan pembayaran ganti rugi

KEPUTUSAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR .................

TENTANG

PERSETUJUAN PEMBAYARAN GANTI RUGI TANAH ............ ATAS NAMA

............... SELUAS ........... HA, TERLETAK DI DESA .............. KECAMATAN

.................. KABUPATEN ..................... PROVINSI ..............

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Membaca : Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi ....... tanggal ...... nomor
............, perihal usulan pembayaran ganti rugi tanah ........... atas
nama ............ seluas .......... Ha, terletak di Desa ........., Kecamatan
..........., Kabupaten ................, Provinsi .............

Menimbang : a. Bahwa bekas pemilik tanah kelebihan maksimum seperti


tersebut pada lampiran keputusan ini telah memenuhi ketentuan
Pasal 3 UU No. 56 Prp. Tahun 1960, tentang kewajiban untuk
melaporkan tanah yang dikuasainya, sehingga yang
bersangkutan berhak mendapat ganti rugi atas tanahnya yang
telah dikuasai oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 82


DIKLAT REFORMA AGRARIA

b. Bahwa tanah ....yang diuraikan dalam lampiran keputusan ini


telah diredistribusikan sesuai dengan Surat Keputusan ........
tanggal ......... nomor ........... kepada ............. (..... KK);
c. Bahwa karenanya dianggap perlu untuk mengeluarkan
kepyutsan tentang persetujuan pembayaran ganti rugi yang
esarnya berpedoman pada ketentuan Pasal 6 PP No. 224 Tahun
1961, Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 1984 dan
Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4
Tahun 1992;
d. Bahwa pembayaran ganti rugi tersebut dibebankan kepada
DIPA Badan Pertanahan Nasional RI Tahun Anggaran ......
dengan ketentuan kepada bekas pemilik tanah tidak dipungut
PPh Pasal 22, sesuai dengan Surat Dirjen Pajak tanggal 20 Juli
1991 Nomor S-24/PJ.43/1991 dan Surat Kepala Badan
Pertanahan Nasional tanggal 19 Agustus 1991 Nomor 430-2685.
Mengingat : 1. Undang-undang No. 5 Tahun 1960, Lembaran Negara Tahun
1960 No. 104;
b. Undang-undang No. 56 Prp. Thaun 1960, Lembaran Negara
Tahun 1960 No. 174;
c. Peraturan Pmeerintah No. 224 Tahun 1961, Lembaran Negara
Tahun 1961 No. 280;
d. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964, Lembaran Negara
Tahun 1964 No. 112;
e. Keputusan Presiden RI No. 55 Tahun 1980;
f. Keputusan Presiden RI No. 10 Thaun 2001;
g. Keputusan Presiden RI No. 103 Tahun 2001 jis. No. 3 Tahun
2002, No. 46 Tahun 2002, No. 30 Tahun 2003;
h. Keputusan Presiden RI No. 110 Thaun 2001 jo. No. 5 Tahun
2002;
i. Keputusan Presiden RI No. 309/M Tahun 2001;
j. Keputusan Presiden RI No. 34 Tahun 2003;
k. Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006;
l. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 1984;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 83


DIKLAT REFORMA AGRARIA

m. Keputusan Kepala Badan Pertanaha Nasional No. 4 Tahun


1992;
n. Keputusan Kepala Badan Pertanaha Nasional No. 6 Tahun
2001;
o. Keputusan Kepala Badan Pertanaha Nasional No. 12 Tahun
2001;
p. Keputusan Kepala Badan Pertanaha Nasional No. 1 Tahun
2005;
q. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun
2006;
r. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 4 Tahun
2006.
Memperhatikan : Surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten .................. Nomor
.............., perihal usulan pembayaran ganti rugi tanah .......... atas
nama .................. seluas ............Ha, terletak di Desa ..........,
Kecamatan ................, Kabupaten ............, Provinsi .....................

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
PERTAMA : Menyetujui pembayaran ganti rugi tanah ......... atas nama ............
beralamat di Desa ............, Kecamatan .................., Kabupaten
................, Provinsi ................. atas tanah seluas ............ ( .......... Ha)
terletak di Desa ..........., ............, Kecamatan .................., Kabupaten
................, Provinsi ................. dengan jumlah ganti rugi berupa uang
sebesar Rp .............,- (......................................... rupiah) atas beban
Biaya Gnati Rugi Tanah Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee,
seperti tersebut pada lampiran keputusan ini.
KEDUA : Memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) melalui Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK)/pejabat yang menerbitkan surat perintah
pembayaran BPN RI untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi
tersebut pada DIKTUM PERTAMA keputusan ini, kepada ...............
selaku ahli waris dan kuasa dari para ahli waris .................. melalaui

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 84


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Bank ............... dengan nomor rekening ........... dengan cara


mengajukan surat Perintah Pembayaran Langsung (SPPLS).
KETIGA : Sebagai bukti pembayaran ganti rugi tersebut pada DIKTUM KEDUA
keputusan ini, agar dibuat Berita Acara Pembayaran oleh Kepala Sub
Direktorat Penguasaan TOL dan Ganti Kerugian, bersama-sama dengan
Kepala Seksi Ganti Kerugian di bawah koordinasi Direktur Landreform.
KEEMPAT : Apabila bekas pemilik atau ahli warisnya berhalangan, maka uang ganti
rugi dapat dibayarkan kepada kuasanya dengan surat kuas yang dibuat
khusus untuk itu yang diketahui oleh kepala desa dan dikuatkan oleh
camat tempat letak tanah yang bersangkutan.
KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan apabila
di kemudian hari terdapat kekeliruan/kesalahan, akan diadakan
peninjauan kembali sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal :
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA

......................................

KEPADA : Yth. ..................., selaku ahli waris dan kuasa dari para ahli waris ..........
Di Desa ..................., Kecamatan ......................., Kabupaten ................,
Provinsi ................

Tembusan:Keputusan ini disampaikan kepada Yth.


1. Direktur Jenderal Penataan Agraria, di Jakarta;
2. Kepala Biro Keuangan cq. Kuasa Pengguna Anggaran Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional, di Jakarta;
3. Direktur Landreform, di Jakarta;
4. Kakanwil BPN Provinsi ..............., di ...................;
5. Kakantah Kabupaten/Kota ......................, di ...........................;
6. Kepala Kantor Pelayanan Perbendhaharaan Negara Jakarta V, di Jakarta;
7. Arsip.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 85


DIKLAT REFORMA AGRARIA

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA

BADAN PERTANAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

TANGGAL:

NOMOR:

TENTANG

PERSETUJUAN PEMBAYARAN GANTI RUGI TANAH ................... ATAS NAMA

......................... SELUAS ...................... HA, TERLETAK DI DESA ..................,

KECAMATAN ......................, KABUPATEN ................., PROVINSI ..................

1. Nama bekas pemilik:


2. Alamat:Desa .............., Kecamatan ...............
3. Tanggal/nomor wajib lapor:
4. Nomor STP3
5. Data tanah yang dibayar uang ganti ruginya sebagai berikut:
No, Letak tanah Jumlah luas tanah Besar uang
a. Desa Sawah (Ha) Darat (Ha) ganti rugi (Rp)
b. Kecamatan
c. Kabupaten
d. Provinsi.
a.
b.
c.
d.
Jumlah

Dengan huruf :
a. Luas tanah:.................... hektar

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 86


DIKLAT REFORMA AGRARIA

b. Besar uang ganti rugi:...........................rupiah


Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal :
MENTERI AGRARIA DAN TATA
RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL

......................................
Contoh kwitansi:
KWITANSI
Telah terima dari : Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional
Banyaknya uang :
Terbilang sebanyak :
Untuk membayar : ganti rugi tanah kelebihan maksimum ...........selaku bekas
pemilik tanah yang beralamat di Desa .........., Kecamatan
..............., Kabupaten ................, Provinsi ...................
sesuai surat keputusan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal
............. nomor ..............

Jakarta, ...................
Yang menerima

...............................
(bekas pemilik/ahli waris)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 87


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Contoh Berita Acara:


BERITA ACARA PEMBAYARAN GANTI RUGI

TANAH KELEBIHAN MAKSIMUM/GUNTAI (ABSENTEE)

Tanggal:

Nomor:

Pada hari ini ..... tanggal ......... bulan ............... tahun ..........., kami Kepala
Subdirektorat Penguasaan TOL dan Ganti Kerugian, Direktorat Landrfeform,
Direktorat Jenderal Penataan Agraria, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagai pelaksana pembayaran uang ganti
rugi tanah kelebihan maksimum/guntai (absentee)* yang telah dikuasai oleh
Negara sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional tanggal ............. nomor ................ dengan diketahui
oleh Direktur Landreform dan Kakanwil BPN Provinsi ........... serta disaksikan
oleh:
1. ..............................:Kepala Seksi Ganti Kerugian
2. ..............................:Kepala Seksi Penegasan TOL
Bertempat di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional Jalan Agus Salim No. 58 Jakarta Pusat melaksanakan pembayaran
ganti rugi kepada:
1. Nama :
2. Umur :
3. Alamat : Kp/Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :
Pembayaran mana dilakukan atas tanah kelebihan maksimum yang telah
dikuasai oleh negara dalam rangka pelaksanaan landreform dengan data
sebagai berikut:
1. Tanah atas nama :
2. Luas tanah :

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 88


DIKLAT REFORMA AGRARIA

3. Letak tanah : Kp/Desa :


Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :
4. Tanggal/nomor STP3: ............., nomor ..........
5. Besar uang ganti rugi:
Pembayaran ganti rugi dilakukan dengan cara megajukan Surat Perintah
Pembyaran Langsung (SPPLS) kepada KPKN Jakarta V kepada ........... selaku
bekas pemilik melalui Bank ................ cabang .............. dengan nomor rekening
..................
Demikian berita acara ini dibuat dengan sepenuhnya dan dibuat dalam rangkap 7
(]tujuh) berikut lampirannya.
Jakarta, ....................
Uang ganti rugi telah diterima cukup Petugas pelaksana pembayaran ganti

Oleh: rugi

Kasubdit Penguasaan TOL dan Ganti

Kerugian

..............................................

Bekas pemilik

..................................................

NIP. ...........................

MENGETAHUI

An. Kakanwil BPN Provinsi ................. Direktur Landreform

Kabid Penataan Pertanahan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 89


DIKLAT REFORMA AGRARIA

............................................. .................................................

NIP. .............................. NIP. .............................

SAKSI-SAKSI

Kepala Seksi Ganti Kerugian TOL Kepala Seksi Penguasaan TOL

.......................................... .......................................

NIP. ........................ NIP. ...............................

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 90


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Contoh surat pernyataan:


SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama : ................, selaku bekas pemilik
2. Umur :
3. Alamat : Kp/Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :
Selaku bekas pemilik tanah yang sah, yang terkena ketentuan kelebihan
maksimum yang menyatakan dengan sesungguhnya sebagai berikut:
1. Bahwa tanah kelebihan maksimum seluas ............. Ha (..................... hektar)
sudah dikuasai negara dan ditetapkan ganti ruginya sebesar Rp.
........................,- ( ........................ rupiah) sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal
............ nomor ................
2. Bahwa kami bekas pemilik tanah yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak menerima uang ganti rugi yang
ditetapkan oleh pemerintah.
3. Bahwa tanah yang akan dibayar ganti ruginya tersebut, benar sudah kami
serahkan dan dikuasai langsung oleh negara sesuai dengan STP3 tanggal
............., nomor ......................
4. Bahwa kami dengan dalih apapun juga tidak pernah dan tidak akan melakukan
tindakan atau bermaksud memiliki dan atau menguasai kembali tanah yang
sudah kami serahkan dan dikuasai langsung oleh negara tersebut.
5. Bahwa kami yang berhak, memang belum pernah menerima uang ganti rugi
yang ditetapkan oleh pemerintah tersbeut.
6. Bahwa dengan diterimanya uang ganti rugi tersebut, maka kami tidak berhak
lagi dan tidak akan menuntut dan atau mempermasalahkan lagi baik secara
pidana maupun perdata mengenai hak atas tanah serta ganti ruginya karena
tanah tersebut bukan lagi menjadi hak kami.
7. Bahwa kami bertanggung jawab sepenubnya baik secara pidana maupun
perdata apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dari pernyataan ini.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 91


DIKLAT REFORMA AGRARIA

Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan penuh tanggung jawab

tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.

Jakarta, .................................
Direktur Landreform Yang membuat pernyataan

....................................... ............................................

NIP. ............................. Bekas pemilik

Saksi-saksi

Kasubdit Penguasaan TOL dan Ganti Kerugian

.........................................

NIP. ......................................

Kepala Seksi Ganti Kerugian TOL Kepala Seksi Penguasan TOL

....................................... .....................................

NIP. ............................. NIP. ............................

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 92


DIKLAT REFORMA AGRARIA

SURAT PERNYATAAN

Pada hari ini ..... tanggal ......... bulan ............... tahun ..........., saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : ................, selaku bekas pemilik

Umur :

Alamat : Kp/Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :
1. Telah menerima pembayaran ganti rugi tanah berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
.................., tanggal ................ sebesar Rp .................. ( .....................rupiah)
untuk tanah seluas ............... Ha ( ...............hektar) yang ditransfer melalui
Bank .......... Cabang ..................... dengan nomor rekening ......................
berdasarkanpengajuan SPPLS oleh Bendahara Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional kepada KPKN Jakarta V.
2. Pembayaran ganti rugi sebagaimana tersebut pada butir 1 (satu) di atas telah
saya terima dengan cukup dan tidak ada pungutan apapun dari pelaksana
pembayaran.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jakara, ...........................
Yang membuat pernyataan

.........................................
Bekas pemilik

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 93


DIKLAT REFORMA AGRARIA

KUNCI JAWABAN

BAB II

1. Definisi ganti kerugian tanah obyek landreform


Ganti kerugian tanah obyek landreform adalah pemberian ganti kerugian
kepada bekas pemilik, yang tanahnya terkena ketentuan peraturan
perundang-undangan landreform yang besarnya ditetapkan oleh Panitia
Landreform Kabupaten/Kota atas dasar perhitungan perkalian hasil bersih rata-
rata selama lima tahun terakhir, yang ditetapkan tiap hektarnya menurut
golongan kelas tanahnya.

2. Perbedaan ganti kerugian tanah obyek landreform dengan ganti kerugian


dalam proses pengadaan tanah
ganti kerugian tanah obyek landreform ganti kerugian dalam proses
pengadaan tanah
Ganti kerugian telah ditetapkan Ganti kerugiannya berasaskan
berdasarkan rumus yang telah musyawarah dan mufakat untuk
ditetapkan dalam peraturan menentukan besarnya nilai Ganti
perundang-undangan landreform kerugian

3. Jenis-jenis tanah obyek landreform yang diberikan ganti kerugian


a. tanah-tanah yang melebihi batas maksimum yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan,
b. tanah absentee, atau
c. tanah-tanah bekas partikleir yang telah ditegaskan menjadi tanah negara
untuk selanjutnya diredistribusikan kepada penggarap yang memenuhi
persyaratan.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 94


DIKLAT REFORMA AGRARIA

4. Likuidasi dilakukan terhadap tanah partikelir karena


Tanah partikelir adalah tanah-tanah eigendom yang mempunyai sifat dan corak
istimewa. Sifat dan corak yang istimewa adalah di mana pemiliknya
mempunyai hak pertuanan, antara lain hak untuk
mengangkat/memberhentikan kepala kampung/kepala desa atau lainnya, yang
diberikan kewenangan dan kewajiban kepolisian, menuntut kerja paksa (rodi)
atau uang pengganti kerja rodi dari penduduk yang berdiam di atas tanah
tersebut, mengadakan pungutan-pungutan baik dalam bentuk uang maupun
hasil tanah, hak untuk mendirikan pasar-pasar, memungut biaya pemakaian
jalan dan penyeberangan. Di mana hak-hak yang demikian di masa sekarang
hanya dapat dijumpai oleh negara. Adanya lembaga tanah partikelir dengan
hak-hak pertuanan yang mepunyai corak istimewa nyata-nyata bertentangan
dengan azas rasa keadilan sosial, lagi pula hak-hak pertuanan yang
diberikan kepada pemiliknya yaitu tuan-tuan tanah bersifat hak-hak kenegaraan
seakan-akan ada negara kecil di dalam negara, hal ini membahayakan
bagi kedaulatan dan kewibawaan negara

5. Besaran pedoman perhitungan ganti kerugian tanah obyek landreform sesuai


dengan ketentuan yang berlaku
a. Pedoman perhitungan ganti kerugian tanah obyek landreform untuk tanah
yang berasal dari tanah kelebihan maksimum dan absentee berpedoman
pada PP No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah
dan Pemberian Ganti Kerugian dan peraturan pelaksanaan lainnya
b. Pedoman perhitungan ganti kerugian untuk tanah yang berasal dari tanah
partikelir berpedoman pada UU No.1 tahun 1958; PP No. 18 tahun 1958
tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1958 dan peraturan pelaksanaan
lainnya

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 95


DIKLAT REFORMA AGRARIA

BAB III

1. Dasar hukum pemberian ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan


absentee
a. PP Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan
Pemberian Ganti Kerugian;
b. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 1984 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembayaran Ganti Kerugian dan Harga Tanah Kelebihan
Maksimum dan Guntai (Absentee) Obyek Retribusi Landreform;
c. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 Tahun 1991
tentang Pengaturan Penguasaan Tanah Objek Landreform Secara
Swadaya; Keputusan Kepala BPN No.4 Tahun 1992 tentang Penyesuaian
Harga Ganti Rugi Tanah Kelebihan Maksimum dan Absentee/Guntai
2. Dasar hukum pemberian ganti kerugian tanah partikelir
a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah
Partikelir;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah
Partikelir;
c. Surat Edaran Menteri Agraria No. Ka. 30/1/31 tanggal 24 Januari 1959
perihal Ganti Kerugian dan Peruntukan Bekas Tanah-tanah Partikelir
3. Tahapan penetapan tanah keleibihan maksimum dan absentee
a. Penetapan tanah kelebihan maksimum berdasarkan Undang-undang
Nomor 56 Prp tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.
Tanah-tanah pertanian yang yang dimiliki seseorang melebihi batas
maksimum dikuasai oleh pemerintah, selanjutnya akan diredistribusikan.
b. Penetapan tanah Absentee: pemilik tanah yang bertempat tinggal diluar
kecamatan tempat letak tanahnya dalam jangka waktu enam bulan wajib
mengalihkan hak atas tanah kepada orang lain di Kecamatan letak tanah
tersebut.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 96


DIKLAT REFORMA AGRARIA

4. Tahapan penetapan tanah partikelir


a. Tanah pertikelir hapus dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1958, pada
Pasal 3: Sejak mulai berlakunya Undang-undang ini demi kepentingan
umum hak-hak pemilik beserta hak-hak pertuanan atas semua tanah
partikelir hapus dan tanah-tanah bekas tanah partikelir itu karena hukum
seluruhnya serentak menjadi tanah negara.
b. Kepada pemilik tanah partikelir diberikan ganti-kerugian yang dapat
berupa:
sejumlah uang, berdasarkan perhitungan harga hasil kotor setahun, rata-rata
selama lima tahun terakhir sebelum 1942, dikurangi 40% sebagai biaya
usaha, kemudian dikalikan angka 8 setengah

5. Tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan


absentee
Tahapan Pelaksanaan Ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum dan
absentee bahwa terhadap tanah yang terkena ketentuan landreform
kepada pemiliknya diberikan ganti kerugian dan kepada penerima
redistribusi tanah obyek landreform diwajibkan membayar harga tanah.

6. Tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah partikelir


Tahapan pelaksanaan ganti kerugian tanah partikelir, didahului dengan
penghapusan tanah-tanah partikelir sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir
dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah
Partikelir

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 97


DIKLAT REFORMA AGRARIA

BAB IV

1. Mekanisme pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan


absentee
Tanah pertanian yang terkena ketentuan kelebihan batas maksimum yang
dikuasai oleh orang-orang atau unit keluarga yang melebihi batas maksimum
yang diperkenankan, maka diwajibkan untuk melaporkan kepada kepala
kantor pertanahan kabupaten/kota. Pemilik tanah absentee diwajibkan dalam
waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal 24 September 1961 mengalihkan hak
atas tanahnya kepada orang lain yang bertempat tinggal di tempat letak
tananhya atau ia sendiri harus pindah ke kecamatan di mana tanahnya
terletak. Untuk tanah partikelir pengajuannya yaitu dilakukan secara
bertahap yaitu bekas pemilik atau ahli warisnya mengajukan permohonan
pembayaran ganti kerugian kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Selanjutnya kepala kantor pertanahan kabupaten/kota meneruskan
permohonan tersebut kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang melalui
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi.

2. Mekanisme ganti kerugian tanah partikelir


Pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah partikelir, Persyaratan-
persyaratan untuk mengajukan permohonan pembayaran ganti rugi tanah
partikelir sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional.

3. Pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan


absentee
Usulan permohonan pembayaran ganti rugi tanah obyek landreform baik
tanah kelebihan maksimum dan absentee berawal adanya permohonan dari
bekas pemilik atau ahli waris/kuasanya melalui loket yang ada pada kantor
pertanahan kabupaten/kota.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 98


DIKLAT REFORMA AGRARIA

4. Pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tanah partikelir


Usulan permohonan pembayaran ganti rugi tanah obyek landreform baik
tanah partikelir berawal adanya permohonan dari bekas pemilik atau ahli
waris/kuasanya melalui loket yang ada pada kantor pertanahan
kabupaten/kota.

5. Neraca ganti kerugian tanah kelebihan maksimum, absentee, dan partikelir


Neraca ganti kerugian tanah tanah kelebihan maksimum, absentee dan
partikelir, pada prinsipnya antara anggaran yang dikeluarkan oleh negara
untuk membiayai pelaksanaan landreform harus sama dengan dana
yang dikembalikan atau masuk sebagai pembayaran harga tanah oleh
penerima ha katas tanah yang baru melalui kegiatan redistribusi tanah.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 99

Anda mungkin juga menyukai