LP (Leukimia) SAHADA
LP (Leukimia) SAHADA
DISUSUN OLEH :
TAHUN AKADEMIK
2022
A. Definisi
Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum sum tulang yang di
tandai oleh proliferasi sel-sel yang abnormal dalam darah tepi (Muthia dkk, 2012). Leukemia
limfositik akut merupakan penyakit keganasan sel-sel darah yang berasal dari sum-sum tulang dan
ditandai dengan proliferasi maligna sel leukosit immaturea, pada darah tapi terlihat adanya
pertumbuhan sel-sel yang abnormal (Friehlig et al, 2015). Sel leukosit dalam darah penderita
leukemia berproliferasi secara tidak teratur dan menyebabkan perubahan fungsi menjadi tidak
normal sehingga mengganggu fungsi sel normal lain (Permono, 2012).
B. Klasifikasi
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal yaitu:
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat,
tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA) LLA merupakan jenis leukemia dengan
karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik
yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).
Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3- 7 tahun. Tanpa pengobatan
sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan
oleh kegagalan dari sumsum tulang.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK) LGK/LMK adalah gangguan
mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri
granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling
sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas
genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita
LGK/LMK. Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki
fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel
darah merah yang amat kurang.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari
salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi. Dibagi menjadi :
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan
penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari
limfosit kecil yang berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan
yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1
untuk laki-laki
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup
20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50
tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada
90-95% penderita LGK/LMK. Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal
setelah memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan
sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil,
trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.
3. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi
LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik,
antara lain sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nucleus
umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih
besar dengan satu atau lebih anak inti
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak, banyak
ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi
C. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. keturunan
a. Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi leukemia meningkat pada penderita
kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter,
D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-
kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal
pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil,
seperti pada aneuploidy.
b. Saudara kandung Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal
ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
2. Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan
dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ALL
3. Virus Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya
RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel
normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti
dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis
leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
4. Bahan Kimia dan Obat-obatan Bahan Kimia Paparan kromis dari bahan kimia (misal :
benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu
yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida,
pestisida, dan ladang elektromagnetik Obat-obatan Obat-obatan anti neoplastik (misal :
alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang
menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
5. Radiasi Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom
atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi
misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis.
6. Leukemia Sekunder Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi
lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal
ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif
selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
D. Manifestasi Klinis
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala
dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau
keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di
sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi
utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada.
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanya
terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari (hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gramnegatif usus
6. stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan
statusmental.
E. Penatalaksanaan
Leukemia Limfoblastik Akut : Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total
dengan menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di
dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit
selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan
oleh sumsum tulang. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang
selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral
(ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena.
Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke
dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan
setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan
pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel
leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali
muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel
leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali
menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk
sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi
disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel
leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran
F. Komplikasi
1. Perdarahan Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan
kulit) Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi
dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal. Akibat penghancuran sel besar-besaran saat
kemoterapi meningkatkan kadar asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut
6. Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat kemoterapi.
G. Patofisiologi
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau
sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari
sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke
dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal
bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai
hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul,
tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulangtulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat
mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk
untuk menentukan / meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel
muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah
leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil
pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan
limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B,
sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari
sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom
thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga
sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-
muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan
menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum
tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini
menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit,
sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan
pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta
persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya
sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga
mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer &
Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
3. Diagnosa Keperawatan
1) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan pengisian kapiler < 3 detik, akral
teraba dingin, warna kulit pucat, nadi perifer menurun atau tidak teraba.
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan proliferative gastrointestinal dan efek toksik obat
kemoterapi ditandai dengan berat badan menurun menimal 10% di bawah rentang ideal.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedara biologis (infiltrasi leukosit jaringan
sistematik) ditandai dengan tanpak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat,
mengalami gangguan tidur, sulit tidur dan proses berfikirterganggu.
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan rasa nyaman (nyeri dan prosedur
pemeriksaan/tindakan kemoterapi) ditandai dengan mengeluh sulit tidur, mengeluh
sering terjaga dan mengeluh pola tidur berubah.
1. Rencana Keperawatan
No DIAGNOSA SLKI SIKI
KEPERAWATAN
1 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Leukimia
efektif berhubungan keperawatan selama 6 hari 1. Monitor adanya
dengan pengisian maslah perfusi jaringan daerah tertentu yang
kapiler < 3 detik, akral menjadi efektif hanya peka terhadap
teraba dingin, warna Kriteria Hasil : panas/dingin/tajam/
kulit pucat, nadi perifer 1. Pengisian kapiler (CRT) tumpul
menurun atau tidak < 2 detik 2. Monitor adanya
teraba. Batasan 2. Nadi perifer stabil, pretase
Karakteristik : teraba 3. Instruksikan keluarga
3. Akral hangat untuk mengobservasi
- Waktu pengisian
4. Warna kulit kemerahan kulit jika ada lesi atau
kapiler > 3 detik
leserasi
- Akral teraba
4. Batasi gerakan pada
- Warna kulit pucat kepala, leher dan
I. Implementasi Keperawatan
J. Evaluasi kepperawatan
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnos keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya sudah berhasil
dicapai. Meskipun tahapp evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan (Dermawan, 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru
Brousseau. 2006. Newborn Emergencies : The First 30 Days of Life. Pediatric Clinics of North
America
Dewi, Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba
Medika
Handryastuti, Setyo. (2007). Kejang pada Neonatus, Permasalahan dalam Diagnosis dan
Tatalaksana. Sari Pediatri, Volume. 9 No. 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Maryunani & Sari. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Trans
Info Media
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta . EGC.
Sudarti, Afroh. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta : Nuha Medika