Anda di halaman 1dari 8

Cerita Untuk Sang

Ratna Raja
Cerita pendek dari seorang remaja laki-laki berasal dari kota
besar Antasena, Jawa Nusantara. Seorang bocah laki laki
bodoh yang tidak memiliki keberanian untuk menyatakan
cinta. Laki laki yang malang dan bodoh itu bernama Ali
Tarquin, panggil saja Tarquin. Tarquin tak selalu beruntung
dalam kehidupan entah itu karena kehendak Tuhan atau
memang karena kebodohannya. Cerita yang belum ada
ujungnya ini diambil dari sudut pandang Tarquin itu sendiri.

Tarquin mengemban pendidikan di salah satu sekolah yang


berada di Asthabrata sebuah kota kecil yang berada di Jawa
Nusantara, sekolah itu adalah SMA Asthabrata Satoe. Tarquin
sudah kelas 11 ia memilih jurusan Alam karena ingin
melanjutkan di bidang kedokteran demi melanjutkan legacy
keluarganya yang telah lama hilang, ia bukanlah murid
terkenal disekolahnya dia hanya seorang anak yang ingin
mengangkat kembali derajat keluarganya, tidak tampan dan
tidak jelek juga, mungkin. Tentunya seperti kisah kisah
remaja pada umumnya ia memiliki seorang perempuan yang
ia sukai perempuan itu bernama Anindita. Anindita begitu
sempurna dimatanya seperti namanya sendiri “Anindita” yang
berarti sempurna tak juga hanya cantik dia pintar, tegas, dan
kadang kadang berisik. Tarquin selalu memandanginya sambil
senyum dan tertawa kecil seolah olah Anindita telah
membuatnya jadi orang tak waras ditengah tengah kermaian.
Senin pagi, hari yang ditunggu oleh Tarquin dimana hari ini
adalah hari pertama siswa-siswi SMA Asthabrata Satoe
masuk sekolah setelah menikmati liburan semester. Tarquin
duduk di bangku favoritnya, dimana dia bisa melihat Anindita
dengan puas. Ketika Tarquin mengobrol dengan Anindita
Tarquin selalu kesal karena Anindita adalah satu satunya
perempuan yang selalu membuatnya tidak bisa menatap mata
lawan bicaranya dengan waktu yang lama, matanya yang
begitu indah itu membuat Tarquin menjadi hilang akal dan
tidak dapat mencari topik lain, sangat berbeda dengan
perempuan-perempuan lain yang telah Tarquin temui, pesona
dari segala yang Anindita tunjukkan dihadapan Tarquin
mengalihkan pikirannya. Tarquin selalu membelanya ketika
orang orang merasa dia seperti seorang diktator di dalam
kelas, ia begitu menyukainya. Bagi Tarquin ia adalah wanita
yang tidak memiliki cela untuk dihina.

Hari kamis, dimana hari yang melelahkan karena adanya


mata pelajaran Olah Raga. Ia mengira hari itu akan menjadi
hari-hari yang berjalan seperti biasanya. Hingga datanglah
waktu yang telah ditunggu-tunggu Tarquin, dimana hari itu ia
mengobrol lama dengan Anindita. Kali ini tidak Tarquin
sendiri yang menghiraukan keramaian, Tarquin duduk berdua
dengannya dan mengobrol cukup lama ditengah pelajaran
yang sedang berjalan. Hari yang selalu membekas di
pikirannya.
Kala itu Tarquin fokus duduk mendengarkan guru yang
sedang menerangkan.

Dari kiri datanglah Anindita yang tiba tiba duduk


disebelahnya.
“Aku lelah dengan teman teman yang tak mau diatur dan aku
tidak bisa menemukan cara agar mereka berubah.” katanya
dengan volume suara yang kecil dan nada yang sedih
“Mungkin kamu hanya perlu membiarkan mereka dan tidak
perlu memikirkannya terlalu dalam.” Balas Tarquin
“Jika semudah itu caranya aku tidak mengeluh seperti ini.”
“Lalu mengapa kau memikirkannya?”
“Aku juga sebenarnya tidak memilih untuk memikirkannya,
tetapi hati kecilku berkata jikalu aku diam saja, aku sama
seperti mereka.” Balas Anindita dengan nada yang sedikit
naik
“Jika itu memang yang kau rasakan mungkin saran dariku,
fokuslah kedirimu sendiri dulu karena itu yang terpenting.”
“Terima kasih atas sarannya, eh Ali Tarquin aku tau banyak
tentang kamu loh.” Balas Anindita dengan nanda yang ceria
“Tentangku? Dari siapa kau tau tentang diriku, aku tidak
pernah menceritakan apapun tentang diriku ke orang lain.”
Balas Tarquin dengan nada naik turun
“HAHAHAHA aku tau dari salah satu orang yang dulu kau
pernah dekat dengannya Ali”
“Oke… pertama jangan panggil aku Ali mamaku tak suka ada
orang yang memanggilku dengan nama itu, panggil saja
Tarquin, apa saja yang kau tau Anindita? aku harap kau
mengerti jika kau telah menerima kabar buruk tentangku,
cerita itu hanya kau dapat dari satu sudut pandang.”
“Santai aku juga tak terlalu memercayainya, kau pasti juga tau
tentangku kan dari beberapa orang, kalau begitu aku memiliki
harapan yang sama denganmu.”
“Ya aku tau beberapa termasuk masa lalumu.”
“Apa itu mengenai trauma ku dulu, aku mohon setelah ini kau
jangan mengatakannya.”
“Mengatakan apa Aninditia?”
“Bahwa kau jadi pahlawan yang tau apa yang aku rasakan
ketika menghadapi hal itu, seolah olah kau memahami apa
masalahnya.”
“Tidak Anindita, aku hanya tau apa yang kau alami pada saat
itu dan aku juga tidak ingin mengatakan hal yang kau duga
tadi, aku juga tidak ingin kau mendapat perlakuannya yang
sama di perjalanan hidupmu kedepannya, teteapi apa kau mau
terus terusan seperti ini? Lari dari traumamu? Kalau kataku
lawan itu Anindita jangan pernah lari karena itu tidak akan
menyelesaikan masalahmu.”
“Begitu ya aku akan mencoba melawannya di keesokan hari,
Tarquin terima kasih kau telah mendengarkan ocehanku yang
kesana kemari, terima kasih juga atas saran saranmu.”
“Sama sama Anindita cukup senang juga bisa mendengarkan
keluh kesahmu aku harap aku tidak menyinggungmu.”

Obrolan mereka pun berlanjut hingga bel pulang berbunyi.

Semenjak hari itu Taquin semakin dekat dengan Anindita.


Tetapi tidak ada yang berubah Tarquin tetap tak bisa menatap
mata Anindita cukup lama, ujungnya Tarquin akan
mengalihkan pandangan dan tersenyum tipis. Anindita tidak
menganggap itu hal aneh dan hanya mengira Tarquin memang
suka tersenyum tiba-tiba. Anindita dan Tarquin kadang
mengobrol hingga lupa waktu hal itu juga memancing
perhatian dari teman-teman kelas entah itu dari kalangan laki-
laki dan perempuan, mereka mengira Tarquin dan Anindita
sudah berkencan. Tentu mereka tak menyukai hal itu terlebih
Tarquin ia selalu menanggap dirinya tak pantas untuk
Anindita, Tarquin selalu tak percaya diri dan mengurungkan
niatnya mendekati Anindita lebih dalam dan mengabadikan
Anindita ke dalam cerita hidupnya dia masa SMA. Hingga
saat ini Ali Tarquin tetap memendam perasaannya dan
menjadi pemuja rahasia Anindita sang Ratna Raja.
Bukan Akhir
Terima kasih untuk para pembaca yang memberikan
waktunya untuk membaca cerita pendek yang saya buat.
Untuk kamu yang merasa dirimu ada dicerita ini, ya kamu
memang orang yang sedang aku ceritakan di cerita pendek ini.
Aku tau kamu orang yang cukup peka, jadi kurasa kamu akan
tau siapa yang dimaksud dalam cerita ini. Bagaimana, apa
kamu suka dengan nama yang kubuat untukmu? Anindita
tentunya itulah nama yang aku buat untukmu agar tak semua
orang sadar bahwa kaulah orangnya. Jika kamu sadar aku
harap kau tetap menjadikannya rahasia Aninditaku. Semoga
hari-harimu selalu menyenangkan yaa, kau akan selalu
menjadi Ratna Raja dikerajaan yang akan kubuat.

Anda mungkin juga menyukai