Anda di halaman 1dari 38

BAB II

LANDASAN TEORI

Guna mempelajari lebih lanjut dan memudahkan pemahaman dalam

penyusunan Laporan Skripsi, penulis mengadakan studi kepustakaan mengenai arti

dan istilah yang digunakan dalam penelitian Laporan Skripsi sehingga

memudahkan penulis dalam memecahkan suatu masalah yang terdapat dalam suatu

penelitian Skripsi.

2.1. Mikrokontroler

Mikrokontroler adalah suatu sistem mikroprosessor yang minimum

terdiri atas chip mikroprosessor, ROM (Read Only Memory) yang berisi

firmware (program kendali sistem mikroprosessor), RAM (Random Access

Memory) yang merisi program atau data sementara dan piranti input-output

(I/O device) yang berguna untuk komunikasi antara sistem mikroprosessor

dengan piranti yang dikendalikan (komunikasi dengan operator/user).

(Wardoyo & Pramudyo, 2015)

Terjemahan bebas dari pengertian diatas, mikrokontroler adalah

komputer yang berukuran mikro dalam satu chip IC (integrated circuit) yang

terdiri dari prosessor, memori, dan antarmuka yang bisa diprogram. Jadi

disebut komputer mikro karena IC atau chip mikrokontroler terdiri dari CPU,

memori, dan jalur I/O (Input/Output) yang bisa kita kontrol dengan

memprogramnya. Bagian Input/Output (I/O) juga

10
11

sering disebut dengan GPIO (General Purpose Input Output Pins) yang

berarti pin yang bisa diprogram sebagai input atau output sesuai kebutuhan.

Mikrokontroler merupakan komputer di dalam chip yang digunakan

untuk mengontrol peralatan elektronik yang berfokus pada efisiensi dan

efektifitas. Sebuah sistem elektronik yang sebelumnya banyak memerlukan

komponen pendukung seperti IC TTL dan CMOS dapat direduksi atau

diperkecil dan dipusatkan dalam satu blok komponen serta dikendalikan.

2.2. Arduino

2.2.1. Pengertian Arduino

Arduino adalah kit elektronik berbasis open source yang

memiliki komponen utama berupa sebuah chip mikrokontroler jenis

AVR dari perusahaan Atmel. Secara umum, perangkat Arduino terdiri

dari dua bagian yaitu :

1. Perangkat keras berupa papan input/output (I/O) yang digunakan

untuk merangkai komponen dalam sebuah proyek

2. Perangkat lunak berbasis open source yang menggunakan bahasa

C sebagai bahasa pemrograman. Perangkat lunak arduino juga

meliputi Arduino IDE untuk menulis program dan driver untuk

berhubungan dengan komputer.

2.2.2. Sejarah Singkat Arduino

Arduino mulai dibuat pada tahun 2005, bermula saat sebuah

situs perusahaan komputer Olivetti di Ivrea, Italia, membuat

perangkat untuk mengendalikan proyek desain interaksi siswa supaya


12

lebih murah dibanding sistem yang ada pada saat itu. Pembuatan

perangkat tersebut berlanjut hingga pada bulan Mei 2011, sudah lebih

dari 300.000 unit diproduksi.

Penggagas utama proyek Arduino adalah Massimo Banzi dan

David Cuartielles. Pada awalnya Massimo dan David memberi nama

proyek mereka dengan sebutan Arduin dari Ivrea, tetapi seiring

dengan perkembangan zaman, nama proyek itu kemudian diubah

menjadi Arduino yang berarti “teman yang kuat” atau dalam versi

bahasa Inggrisnya dikenal dengan sebutan “Hardwin” (Banzi &

Shiloh, 2014).

Proyek Arduino kemudian dilanjutkan oleh proyek wiring oleh

seniman sekaligus programmer asal Kolombia bernama Hernando

Barragan sebagai proyek tesis Hernando pada Desain Interaksi di

Institut Ivrea. Wiring adalah proses pembuatan koneksi antara

perangkat keras dan perangkat lunak dengan penanaman library yang

telah dibuat dan disesuaikan dengan kebutuhan perangkat keras dan

lunak.

Perkembangan selanjutnya dari Arduino adalah pengembangan

bootloader dan perangkat lunak yang user friendly sehingga membuat

Arduino menjadi sebuah papan mikrokontroler yang bersifat open

source dan bisa dipelajari serta dikembangkan oleh banyak kalangan

baik dari tingkat pemula seperti pelajar dan mahasiswa hingga

kalangan professional di dunia robotik dan elektronika. Arduino

menjadi semakin mudah dipelajari setelah diluncurkan Arduino IDE


13

(Integrated Development Environment) yang diciptakan oleh

sekelompok programmer yang dipimpin oleh Casey Reas dan Ben

Fry. Beberapa nama programmer yang terlibat dalam pengembangan

Arduino IDE adalah Tom Igoe, Gianluca Martino, David Meillis, dan

Nicholas Zambett.

2.2.3. Kelebihan Arduino

Arduino memiliki beberapa keunggulan dibandingkan

mikrokontroler atau platform mikrokontroler seperti Basic Stamp

keluaran Parallax, BX-24 keluaran Netmedia, Phidget, atau MIT’s

Handyboard. Berikut adalah keunggulan yang ditawarkan oleh

Arduino:

a. Murah

Papan Arduino biasanya dijual relatif murah dibandingkan

dengan platform mikrokontroler lainnya. Bahkan pengguna bisa

membangun sendiri papan arduino dengan mengikuti panduan

dari website arduino dan juga dari website komunitas Arduino

(Djuandi, 2011).

b. Sederhana

Lingkungan pemrograman di Arduino IDE ditampilkan

dengan sederhana sehingga memudahkan pemula dalam

mempelajari dan beradaptasi dengan pemrograman Arduino.

c. Bersifat Open Source

Perangkat lunak serta perangkat keras Arduino

dipublikasikan sebagai perangkat open source. Dengan demikian


14

dari sisi perangkat lunak bisa dikembangkan oleh siapa saja

sesuai dengan kebutuhan pengguna menggunakan pustaka C++

yang berbasis pada bahasa C untuk AVR.

Perangkat keras Arduino berbasis pada mikrokontroler

ATMEGA8, ATMEGA168, ATMEGA328, dan ATMEGA1280.

Dengan demikian siapa saja bisa membuat perangkat keras

Arduino untuk kepentingan pembelajaran maupun komersial

(Djuandi, 2011).

d. Kemudahan Pemrograman dan Perakitan Proyek

Arduino memiliki bootloader dalam Arduino IDE sehingga

tidak diperlukan lagi chip programmer yang menangani proses

upload program dari komputer. Dari segi konektivitas, Arduino

menggunakan sarana komunikasi Universal Serial Bus (USB)

sehingga lebih mudah digunakan dibandingkan dengan

mikrokontroler yang menggunakan port serial/RS323 sebagai

jalur komunikasi (Djuandi, 2011).

e. Memiliki Modul Siap Pakai

Arduino menyediakan sarana untuk pengembangan lebih

lanjut seperti Global Positioning System (GPS), Ethernet dan

kartu SD dalam satu adapter yang disebut shield.

2.2.4. Penggunaan dan Pemanfaatan Arduino

Penggunaan dan pemanfaatan Arduino sangatlah luas terutama

dalam kaitannya dengan mengontrol perangkat elektronik dan IoT

(Internet of Things). Secara sederhana Arduino bisa dipakai untuk


15

mengontrol LED dalam sebuah proyek sederhana, lampu lalu lintas

dan lampu pada rumah pintar. Arduino juga memiliki kemampuan

dalam pembuatan proyek yang berhubungan dengan sensor seperti

kelembapan tanah, pengendali suhu, pengontrol mesin, pembaca

RFID, GPS logger, klasifikasi suara dan masih banyak lagi.

2.2.5. Arduino Uno

Arduino Uno adalah papan mikrokontroler berbasis

ATMEGA328 yang memiliki 14 pin digital input/output (6

diantaranya dapat digunakan sebagai output PWM), 6 input analog,

clock speed 16MHz, koneksi USB, jack listrik header ICSP, dan

tombol reset. Papan ini menggunakan daya yang terhubung ke

komputer dengan kabel USB atau daya eksternal dengan adapter AC-

DC atau bisa juga menggunakan baterai (Call J, 2014).

2.1.2 Perangkat Keras Arduino Uno

Arduino Uno memiliki spesifikasi perangkat keras sebagai

berikut :

a. Catu Daya

Arduino Uno dapat diaktifkan melalui koneksi USB atau

catu daya eksternal. Sumber daya eksternal (non-USB) dapat

berasal dari adapter AC-DC atau baterai. Adapter ini

dihubungkan pada power pin.

Papan Arduino Uno mampu bekerja dengan pasokan

eksternal antara 6-20 volt namun Arduino akan berkerja optimal


16

pada voltase 7-12 volt. Tegangan diatas 12 volt akan membuat

papan Arduino lebih cepat panas. Meskipun Arduino bekerja

optimal pada voltase minimal 7 volt, akan tetapi anda bisa

menjalankan arduino dengan tegangan dibawah 7 volt seperti 5

volt atau 3V3. Berikut adalah penjelasan dari masing – masing

pin suplai daya pada Arduino Uno yang disadur dari buku

manual Arduino (Call J, 2014):

1. VIN

Tegangan masukan papan Arduino yang dapat

ditoleransi pada pin ini adalah 7-12 volt. Melalui pin ini

anda bisa menggunakan sumber dari adapter AC-DC atau

baterai bertegangan 9 volt.

2. 5V

Tegangan masukan dan keluaran dari pin ini adalah 5

volt, sehingga anda bisa menggunakan pin ini untuk daya

yang bersumber dari USB atau adapter AC-DC dengan

tegangan output 5 volt.

3. 3V3

Pin 3V3 memungkinkan anda untuk menjalankan

Arduino melalui sumber daya USB atau baterai 1.5 volt

yang disusun secara seri. Arus yang keluar dari pin ini juga

diregulasi hingga hanya mengeluarkan arus maksimum

50mA.
17

4. GND

Pin GND berfungsi sebagai grounding atau sebagai

saluran buang arus listrik yang berlebih.

b. Memori

Arduino Uno yang berbasis pada ATMEGA328 memiliki

memori 32KB (0.5 KB digunakan untuk bootloader), 2KB

SRAM dan 1KB EEPROM yang dapat dibaca tulis dengan

library EEPROM (Call J, 2014).

c. Input dan Output

Papan Arduino Uno memiliki pin digital yang dapat

digunakan sebagai input maupun output dengan menggunakan

fungsi pinMode(), digitalWrite(), dan digitalRead(). Pin – pin

ini beroperasi pada tegangan 5V dan setiap pin mampu memberi

atau menerima arus maksimum dan memiliki resistor pull-up

internal dari 20-50 KΩ. Pin digital juga bisa digunakan untuk

beberapa fungsi khusus sebagai berikut :

1. Serial

Pin 0 (RX) dan 1 (TX) digunakan untuk menerima

(RX) dan mengirimkan data serial TTL (Transistor-

Transistor Logic). Serial TTL adalah sebutan bagi

komunikasi serial dimana nilai limit ditentukan 0V untuk

logika “low” atau 0, dan VCC (5V atau 3V3) untuk nilai

logika “high” atau 1.


18

2. Interupsi Eksternal

Pin 2 dan 3 dapat dikonfigurasikan untuk memicu

interupsi pada nilai yang rendah, tepi naik atau turun, atau

perubahan nilai.

3. PWM

Pin 3,5,6,9,10,11 menyediakan 8 bit output PWM

(Pulse Width Modulation) dengan fungsi analogWrite().

Melalui pin dengan fungsi PWM, maka kita bisa

memanipulasi keluaran digital sehingga menghasilkan

sinyal analog.

4. SPI

Fungsi SPI (Serial Peripheral Interface) terdapat

pada pin 10 (Slave Select / SS), 11 (Master Out Slave In /

MOSI), 12 (Master In Slave Out / MISO), dan 13 ( Serial

Clock / SC). Fungsi ini bekerja sebagai antarmuka bus yang

biasa digunakan untuk mengirim data antara mikrokontroler

dan perangkat kecil seperti register geser, sensor, dan kartu

SD.

5. LED

Pin 13 merupakan pin yang bisa difungsikan khusus

sebagai LED. Ketika pin dikirim data bernilai “high” maka

LED akan menyala, sebaliknya ketika terdapat data bernilai

“low” pada pin, LED akan mati.


19

Selain memiliki pin digital, Arduino Uno juga memiliki

6 input analog berlabel A) sampai A5 yang masing – masing

menyediakan 10 bit jalur data (Call J, 2014).

d. Komunikasi

Arduino memiliki fasilitas untuk berkomunikasi dengan

komputer atau mikrokontroler lain termasuk sesame Arduino.

Pada Arduino Uno, tersedia fungsi komunikasi Serial TTL yang

tersedia pada pin digital 0 (RX) dan 1 (TX) (Call J, 2014).

e. Arduino Shields

Arduino Shields adalah modul siap pakai yang bisa

ditancapkan atau dipasang pada board Arduino. Modul yang

tersedia diantaranya adalah Ethernet, Wifi, modul wireless SD,

dan modul motor.

2.2.6. Arduino IDE

Arduino IDE (Integrated Development Environment)

merupakan software lingkungan terintegrasi yang digunakan untuk

melakukan pengembangan proyek pemrograman Arduino. Arduino

IDE secara fungsi dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

a. Editor Program

Arduino IDE memiliki fungsi untuk menulis dan mengedit

program dalam bahasa processing.

b. Compiler

Compiler merupakan sebuah modul yang mengubah kode

program (bahasa processing) menjadi kode biner. Sebuah


20

mikrokontroler tidak akan bisa mengerti bahasa processing, maka

compiler diperlukan agar bahasa processing yang ditulis oleh

manusia bisa dipahami oleh mikrokontroler.

c. Uploader

Uploader adalah modul yang memuat kode biner dari

komputer ke dalam memori di dalam papan Arduino.

Arduino IDE dibuat dari bahasa pemrograman JAVA dan

dilengkapi dengan library C/C++ yang biasa disebut wiring yang

membuat proses operasi input dan output menjadi lebih mudah

(Djuandi, 2011).

2.3. Sinyal

Sinyal adalah besaran yang berubah dalam waktu dan atau dalam

ruang, dan membawa suatu informasi. Berbagai contoh sinyal dalam

kehidupan sehari-hari : arus atau tegangan dalam rangkaian elektrik, suara,

suhu. Representasi sinyal berdasarkan dimensinya dibagi menjadi Dimensi-1

seperti pada sinyal audio, Dimensi-2 seperti pada citra gambar, dan Dimensi-

3 seperti pada video (Kurniawan, 2009).

Sinyal dapat diklasifikasikan menjadi sinyal analog dan sinyal digital.

Sinyal analog adalah sinyal yang mempunyai nilai untuk setiap waktu, sinyal

ini bersifat kontinyu terhadap waktu. Sinyal digital adalah sinyal yang

bersifat diskrit terhadap waktu. Sinyal digital berasal dari sinyal analog yang

di sampling, yang artinya mengambil nilai suatu sinyal analog mulai t=0,

t=Δt, t=2Δt, t=3Δt dan seterusnya (Nurwati, 2009).


21

Sinyal analog dan sinyal digital memiliki variabel – variabel yang

digunakan dalam proses konversi sinyal analog menuju sinyal digital. Berikut

adalah variabel yang digunakan dalam proses konversi sinyal analog menjadi

sinyal digital :

2.3.1 N Sample

N sample yang disimbolkan dengan N merupakan jumlah titik

sampling yang digunakan untuk menentukan titik waktu dimana

sampling dalam domain waktu akan diambil.

2.3.2 Sampling Rate

Sampling Rate merupakan banyaknya jumlah sampel dalam

bentuk frekuensi yang diambil dalam satuan waktu (detik) dari analog

yang memiliki bentuk sinyal berkelanjutan (continuous signal) untuk

diubah ke dalam sinyal digital atau disebut juga dengan sinyal diskret

(discrete signal).

2.3.3 Sampling Time

Sampling Time merupakan titik waktu dimana data sampling

akan diambil. Titik sampling time dihitung dengan menggunakan

rumus berikut :

Tn = (2.1)

Tn merupakan sampling time, n merupakan indeks urutan

sampling dalam domain waktu dan fs merupakan frekuensi sampling

rate.
22

2.3.4 N Data Point

N Data Point atau disimbolkan dengan x(n) merupakan nilai

cos pada sinyal domain waktu yang berada pada sampling time

tertentu. Nilai x(n) dihitung dengan persamaan berikut :

x(n) = COS(2πfTn)A (2.2)

Pada persamaan diatas, f merupakan frekuensi sinyal masukan,

dan Tn merupakan sampling time yang sesuai dengan indeks sampling

dalam domain waktu, A merupakan amplitudo dari sinyal kontinyu.

2.3.5 Frequency Domain Index

Indeks Domain Frekuensi (Frequency Domain Index) yang

disimbolkan dengan k merupakan indeks data yang terdapat pada

sinyal diskret. Index Domain Frekuensi ditentukan berdasarkan aturan

Nyquist Limit dimana barisan indeks memiliki urutan 0,1,2,….N/2.

2.3.6 Periode

Periode merupakan waktu yang digunakan untuk menempuh 1

siklus gelombang. Periode ditentukan menggunakan rumus berikut :

T= (2.3)

T merupakan periode suatu gelombang, N merupakan jumlah

titik sampling, dan fs merupakan frekuensi sampling.


23

2.3.7 Frequency Base

Frequency base atau fb merupakan nilai rentang frekuensi yang

terdapat dalam setiap nilai indeks domain frekuensi. Nilai frequency

base didapat dari rumus berikut :

fb = (2.4)

Rumus diatas menunjukkan bahwa frequency base didapat

melalui perhitungan konstanta 1 yang dibagi dengan nilai periode (T).

2.3.8 Out Frequency

Out Frequency (fo) merupakan nilai awal frekuensi pada setiap

bin dalam indeks domain frekuensi. Nilai Out Frequency menjadi

nilai acuan dalam menampilkan spectrum bar. Nilai Out Frequency

didapatkan dari hasil perkalian antara nilai frequency base dengan

indeks domain frekuensi atau bisa dilambangkan dengan rumus

berikut :

fo = fb*k (2.5)

2.3.9 Magnitudo

Magnitudo merupakan suatu ukuran besar energi yang ada

dalam suatu sinyal. Magnitudo merupakan hasil konversi dari

amplitude pada sinyal kontinyu. Semakin besar angka magnitudo

maka semakin kuat energi dalam suatu sinyal bahkan dalam suatu

frekuensi. Magnitudo dalam sinyal diskret dapat dihitung dengan

persamaan berikut :

Mk = (2.6)
24

Mk merupakan Magnitudo dalam sebuah indeks domain

frekuensi, |Xn(k)| merupakan nilai absolut dari FHT coefficient, N

merupakan jumlah N sample.

2.4. Algoritma Fast Hartley Transform

Algoritma Fast Hartley Transform (FHT) merupakan algoritma dari

Discrete Hartley Transform (DHT). Bracewell dalam penelitiannya tentang

Hartley Transform mengungkapkan bahwa Discrete Hartley Transform

(DHT) adalah sebuah transformasi Fourier yang berhubungan dengan diskret

data periodik dan merupakan bentuk diskrit analog dari Hartley Transform

yang ditemukan oleh Ralph V.L. Hartley pada tahun 1942. DHT

diperkenalkan sebagai alat komputasi alternatif dari algoritma Fast Hartley

Transform yang lebih efisien dalam kasus perhitungan yang melibatkan data

bilangan riil (Bracewell, 1983).

FFT dan FHT merupakan algoritma yang didasarkan pada algoritma

Cooley-Tukey. FFT dan FHT merupakan algoritma yang mirip, hanya saja

perbedaan utamanya terletak pada kemampuan memprosesnya dimana FFT

memiliki kemampuan memproses bilangan kompleks sedangkan FHT

berfokus pada pemrosesan bilangan riil. Dengan berfokus pada bilangan riil,

maka algoritma FHT perhitungan berbasis pada perhitungan DHT hanya

membutuhkan 2 operasi perkalian dan 1 operasi penjumlahan dalam bilangan

riil. Sebagai perbandingan, algoritma FFT yang berbasis pada perhitungan

DFT memerlukan 4 operasi perkalian dan 2 operasi penjumlahan dalam

bilangan riil. Jumlah operasi yang lebih sedikit membuat algoritma FHT
25

unggul dalam hal waktu pemrosesan data yang lebih singkat dibanding FFT

dan mampu melakukan perhitungan yang lebih banyak dengan kebutuhan

memori yang hampir sama. Hal ini dibuktikan oleh Manish Soni dan Padma

Kunthe dalam penelitian berjudul A General Comparison of FFT Algorithms

yang menunjukkan hasil perbandingan antara FFT dan FHT seperti yang

tercantum pada Tabel 2.1, Tabel 2.2, dan Tabel 2.3 (Soni & Kunthe, 2011).

Tabel 2. 1. Waktu Pemrosesan FFT dan FHT (dalam microsecond)

FFT Order
Algorithm
16 64 256 1024 4096 16384
FFT RAD2 20 60 260 1960 6800 30500
FFT RAD4 20 60 300 1800 6940 29000
FHT 20 40 120 560 3240 14020

Tabel 2. 2. Jumlah Operasi Perhitungan 1024 Point Data

Floats Floats Integer Integer Binary


Algorithm
Adds Mults Adds Mults Shifs
FFT RAD2 14336 20480 19450 2084 1023
FFT RAD4 8960 14336 12902 3071 277
FHT 7420 8841 3235 2048 12

Tabel 2. 3. Penggunaan Memori Perhitungan 1024 Point Data

Algorithm Memory Usage (Bytes)


FFT RAD2 72240
FFT RAD4 72536
FHT 72652

FFT memiliki keunggulan dibandingkan FHT dalam hal penggunaan

memori seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.3, akan tetapi FHT memiliki

keunggulan dalam hal kecepatan pemrosesan. Tabel 2.1 menunjukkan bahwa

FHT memiliki keunggulan dalam waktu pemrosesan terhadap berbagai


26

ukuran FFT order. Tabel 2.2 menunjukkan bahwa FHT juga memiliki

keunggulan dalam hal jumlah operasi yang dibutuhkan untuk menghitung

1024 point FFT. Selain keunggulan dalam kecepatan proses, FHT juga

memiliki keunggulan berupa kemampuan untuk mengkonversi data di

domain waktu dalam deret bilangan riil menjadi data dalam deret bilangan

riil di domain frekuensi sehingga tidak ada information-loss dalam

perhitungan FHT. FHT juga mengabaikan fase dalam proses perhitungan

sehingga menjadi lebih mudah digunakan dalam mengaplikasikannya.

Rumus DHT atau rumus dasar FHT didefinisikan sebagai berikut:

∑ ( ) (2.7)

Keterangan :

N = jumlah sample DHT yang dipilih

n = indeks dalam domain waktu

x(n) = n sample value

k = indeks dalam domain frekuensi

Persamaan 2.7 menunjukkan rumus dasar FHT. Hal yang perlu

diperhatikan dari persamaan diatas adalah lambang n dan k dimana n adalah

indeks dalam domain waktu dengan nilai (0,1,2,…,N-1) sedangkan k

merupakan indeks pada domain frekuensi dengan nilai (0,1,2,…,N-1).

Algoritma FHT secara teori divide and conquer pada awalnya akan

membagi N-point sequence x(n) menjadi dua bagian atau (N/2)-point

sequence yaitu x1(n) dan x2(n). Pemecahan N-point sequence x(n) menjadi

(N/2)-point sequence menghasilkan 2 sequence seperti yang ditampilkan pada

persamaan 2.8 dan 2.9 :


27

x1(n) = x(2n) n = 0,1,…, (2.8)

dan

x2(n) = x(2n+1) n = 0,1,…, (2.9)

Sequence pertama, x1(n) berisi angka genap dari x(n), dan x2(n) berisi

angka ganjil dari x(n). Kedua sequence ini kemudian ditransformasikan

(Hartley transformed) menjadi Xn1(k) dan Xn2(k) serta digabung menjadi

Xn(k) dengan persamaan

∑ (( ) ) ∑ (( ) )
(2.10)

Persamaan 2.10 belum merupakan persamaan yang sempurna karena

kernel pada paruh kedua persamaan yaitu (( ) ) bukanlah

kernel DHT sehingga x2(n) perlu dimodifikasi menggunakan DHT shift rule

yang memiliki rumus

Xn(k+c) = Xn(k) cos(c) + Xn(-k) sin(c) (2.11)

Huruf c pada rumus DHT shift rule yang ditunjukkan pada persamaan

2.11 menunjukkan sebuah konstanta. Setelah melakukan modifikasi pada

x2(n) maka persamaan Xn(k) menjadi :

( ) ( ) (2.12)

Xn1(k) merupakan Hartley transform dari x1(n), dan Xn2(k) adalah

Hartley transform dari x2(n). Dengan menggunakan persamaan 2.12, maka

dua (N/2)-point DHT bisa dikombinasikan menjadi sebuah N-point DHT.


28

Variabel Xn1(k) dan Xn2(k) pada persamaan

( ) ( ) (2.13)

bisa digunakan apabila nilai k berada pada 0 ≤ k ≤ . Karena Xn(k) dalam

persamaan 2.13 merupakan variable untuk nilai k yang berada pada 0 ≤ k ≤ N

– 1, maka diperlukan sebuah rumus untuk menentukan nilai dari k ≥ , maka

diperlukan rumus periodic properties dari kernel DHT yang didefinisikan

sebagai

(( ) ) (( ) ) (2.14)

dan

(( ) ) (( ) ) (2.15)

Menggunakan DHT periodic properties yang ditunjukkan pada

persamaan 2.14 dan 2.15, maka nilai Xn(k) untuk semua k dapat ditunjukkan

dengan persamaan 2.16 :

( ) ( )

( ) (( ) ( )) ( )

(( ) ( )) ( )
{
(2.16)

Dalam perhitungan konversi sinyal suara dari domain waktu ke domain

frekuensi, seringkali rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah rumus

dasar FHT yang kemudian digabungkan dengan rumus lain untuk

mendapatkan suatu nilai dalam satuan baru seperti satuan decibel. Berikut
29

adalah langkah - langkah simulasi perhitungan konversi dari sebuah sinyal

suara dengan frekuensi 1 Hz dan amplitudo 1 ke dalam domain frekuensi

dalam satuan decibel yang menjadi dasar pembuatan spectrum analyzer.

Gambar 2. 1. Sinyal Suara 1Hz


1. Langkah pertama dalam proses konversi sinyal adalah dengan

menentukan jumlah sampling point dan sampling frekuensi. Jumlah

sampling point dan sampling frekuensi akan menentukan tingkat

kedetailan dalam suatu proses konversi. Sebagai contoh dalam simulasi

kali ini sinyal suara dengan frekuensi 1 Hz dan amplitudo 1 seperti yang

digambarkan pada Gambar 2.1 akan diproses dengan jumlah sampling

point 8 (N=8) dan sampling frekuensi 8Hz.

2. Langkah kedua setelah menentukan N dan sampling frekuensi adalah

menentukan letak N pada sebuah sinyal suara sehingga kita akan

memperoleh suatu nilai x(n). Letak N diilustrasikan pada Gambar 2.2.


30

Gambar 2. 2. Menentukan Letak N

3. Setelah letak N ditentukan maka kita bisa mendapatkan nilai x(n) dengan

cara melihat posisi titik N dari amplitudo suatu sinyal. Dalam simulasi

kali ini dengan menggunakan N = 8, maka nilai x(n) adalah sebagai

berikut :

Gambar 2. 3. Nilai x(n)


31

Pada Gambar 2.3 ditunjukkan bahwa nilai x(n) adalah sebagai berikut

x(0) = 0

x(1) = 0.707

x(2) = 1

x(3) = 0.707

x(4) = 0

x(5) = - 0.707

x(6) = -1

x(7) = - 0.707

4. Langkah selanjutnya setelah mendapat nilai x(n) adalah melakukan

perhitungan dengan menggunakan rumus dasar FHT untuk setiap

frekuensi bin. Berikut adalah contoh langkah perhitungan XnK untuk

X0(0) dan X1(1)

( ) (

) ( ) (

) ( )

( ) (

) ( )=0

X0(0) = 0

( ) (

) ( ) (
32

) ( )

( ) (

) ( )

(
) ( )
=

5. Dari perhitungan untuk setiap frekuensi bin, didapatkan hasil sebagai

berikut :

X0(0) = 0.000

X1(1) = 4.007

X2(2) = - 0.003

X3(3) = - 0.003
33

X4(4) = - 0.003

X5(5) = - 0.004

X6(6) = - 0.291

X7(7) = - 4.038

6. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus dasar FHT,

maka bentuk sinyal sudah berhasil dikonversi ke dalam domain waktu

dengan ilustrasi frekuensi seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 4. Grafik Domain Frekuensi

7. Hasil yang didapat dari perhitungan rumus dasar FHT belumlah

merupakan hasil yang normal. Untuk melakukan normalisasi pada nilai

FHT, maka diperlukan sebuah limit bernama Nyquist Limit. Nyquist

Limit didapatkan dari jumlah sampling (N) dibagi 2. Pada simulasi kita

menggunakan N sejumlah 8, maka nilai Nyquist Limit yang didapat

adalah 8//2 = 4.
34

8. Langkah normalisasi hasil perhitungan Xn(k) adalah dengan mengkalikan

dua nilai Xn(k) pada bin yang termasuk dalam anggota Nyquist Limit lalu

kemudian dibagi dengan jumlah sampling point (N). Dalam simulasi kali

ini maka nilai yang diproses hanyalah pada frekuensi bin dibawah

Nyquist Limit (k < N/2), maka hasil yang diperoleh adalah

X0(0) = 0.000*2/8 = 0

X1(1) = 4.007*2/8 = 1.002

X2(2) = - 0.003*2/8 = - 0.001

X3(3) = - 0.003*2/8 = - 0.001

Dari hasil perhitungan diatas, tampak bahwa nilai X1(1) adalah 1.002

dimana hal ini menunjukkan bahwa proses konversi berjalan dengan

baik karena magnitudo pada bin sinyal diskret hamper sama dengan

amplitude pada sinyal kontinyu dengan selisih 0.002.

9. Konversi nilai normal FHT ke satuan decibel dilakukan dengan

menggunakan rumus dbA = 20*Log10 (FHT value). Satuan dbA berarti

nilai dalam decibel yang bersifat relatif terhadap amplitudo. Berikut

adalah hasil perhitungan konversi dari nilai FHT ke satuan decibel

X0(0) = 20*Log10 (0) = - ∞ dbA

X1(1) = 20*Log10 (1.002) = 0.015 dbA

X2(2) = 20*Log10 (- 0.001) = - ∞ dbA

X3(3) = ) = 20*Log10 (- 0.001) = - ∞ dbA

10. Dengan dikonversinya nilai FHT kedalam satuan decibel, maka grafik

dari nilai akhir yang akan ditampilkan pada tampilan spectrum analyzer

menjadi seperti Gambar 2.5 berikut :


35

Gambar 2. 5. Grafik Spectrum Analyzer

2.5. Prototipe

Prototipe menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

model yang mula-mula (model asli) yang menjadi contoh; contoh baku.

Model prototipe bisa juga diartikan sebagai contoh desain dan juga contoh

sistem yang sudah jadi namun belum berfungsi secara sempurna. Prototipe

menurut Raymond McLeod didefinisikan sebagai satu versi dari sebuah

sistem potensial yang memberikan ide bagi para pengembang dan calon

pengguna (McLeod & Schell, 2007).

Prototipe dapat dibagi menjadi 2 jenis menurut proses

pengembangannya yaitu :

a. Prototipe Evolusioner

Prototipe evolusioner merupakan prototipe yang akan terus

dikembangkan dan disempurnakan sehingga memiliki seluruh fungsi

yang dibutuhkan oleh pengguna.

b. Prototipe Persyaratan
36

Prototipe persyaratan merupakan jenis prorotipe yang

dikembangkan ketika pengguna tidak mampu mengungkapkan dengan

jelas apa yang diinginkan, sehingga prototipe ini berisi syarat-syarat

fungsional dari sistem baru

2.6. Bahasa C

Bahasa C adalah bahasa pemrograman yang popular karena

memiliki kemampuan sebagai bahasa pemrograman tingkat tinggi (bahasa

aras tinggi) dan bahasa pemrograman tingkat rendah (bahasa aras rendah).

Bahasa aras rendah artinya bahasa yang berorientasi pada mesin dan bahasa

aras tinggi berorientasi pada manusia. Bahasa aras rendah merupakan

bahasa yang berisi sandi – sandi yang mudah dipahami oleh mesin namun

sulit dimengerti oleh manusia sehingga membutuhkan kecermatan yang

teliti bagi pemrogram karena perintahnya harus rinci, ditambah lagi masing

– masing pabrik mempunyai sandi perintah sendiri. Contoh bahasa aras

rendah adalah bahasa Assembly yang menggunakan simbol alphabet

bermakna (mnemonic) seperti “MOV AX 1111” yang berarti perintah untuk

pindah ke register AX dengan nilai 1111. Bahasa aras tinggi relatif mudah

digunakan, karena ditulis dengan bahasa manusia sehingga mudah

dimengerti dan tidak tergantung mesinnya. Bahasa aras tinggi biasanya

digunakan pada komputer. Contoh bahasa aras tinggi adalah bahasa C, C++,

dan Java (Yuwono, Sukardiyono, & Suprapto, 2008).

Pencipta bahasa C adalah Brian W. Kernighan dan Denis M. Ritchi,

sekitar tahun 1972. Penulisan program dalam bahasa C dilakukan dengan


37

membagi dalam blok – blok, sehingga bahasa C disebut dengan bahasa

terstruktur. Bahasa C dapat digunakan di berbagai mesin dengan mudah,

mulai dari PC sampai dengan mainframe, dengan berbagai sistem operasi

misalnya DOS, UNIX, VMS, dan lain-lain.

2.7. Suara

Suara atau bunyi adalah gelombang longitudinal yang merambatkan

energi gelombang di udara sampai terdengar oleh reseptor pendengar.

Bunyi bisa didengar sebab getaran benda sebagai sumber bunyi

menggetarkan udara di sekitar dan melalui medium udara bunyi merambat

sampai ke gendang telinga. Saat getaran bunyi merambat melalui medium

udara, terjadi variasi tekanan udara secara periodik di sepanjang lintasan

perambatannya. Variasi tekanan udara periodik inilah yang menggetarkan

selaput gendang telinga dan mengakibatkan manusia bisa mendengar bunyi.

Bunyi yang dapat didengar manusia disebut bunyi audiosonic. Bunyi

tersebut berada diantara rentang frekuensi pendengaran, yaitu antara 20 Hz

sampai dengan 20.000 Hz (Zubaidah, Mahanal, Yuliati, & Sigit, 2013).

Bunyi audiosonic bisa berasal dari berbagai macam benda dengan

tingkat kenyaringan yang berbeda – beda. Tingkat kenyaringan bunyi

dipengaruhi oleh amplitudo dan tingkat tekanan suara. Semakin besar

amplitudo dan semakin tinggi tingkat tekanan suara maka semakin nyaring

bunyi yang dihasilkan.


38

2.8. Kebisingan

Kebisingan didefinisikan sebagai “suara yang tak dikehendaki,

misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dsb, atau yang

menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup. (JIS Z 8106

[IEC60050-801] kosa kata elektro-teknik Internasional Bab 801:

Akustikal dan elektroakustik)". Dalam jangka waktu yang panjang,

kebisingan dapat mengganggu dan membahayakan konsentrasi kerja,

merusak pendengaran, dan mengurangi efektifitas kerja. Secara umum

kebisingan biasa didefinisikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan yang

berasal dari transportasi atau industri. Di dalam ruangan, kebisingan yang

disebabkan oleh intensitas bunyi juga dipengaruhi oleh kondisi akustik

ruangan karena kenyamanan ruang akustik dipengaruhi oleh adanya insulasi

bunyi, yaitu kemampuan partisi untuk mengurangi energi bunyi.

2.9.Kajian Pustaka

2.9.1 Review Artikel

DS & Kuriakose (2013). Frequency Speech Scrambler based on

Hartley Transform and OFDM Algorithm. Penelitian yang dilakukan

oleh Kuriakose dilatarbelakangi oleh masalah keamanan pada sinyal

suara manusia bersifat rahasia seperti pada militer dan komunikasi

perbankan yang ditransmisikan melalui jaringan sehingga rawan

disadap jika tidak disandikan dengan baik. Tujuan dari penelitian

Kuriakose ini adalah membuktikan performa algoritma Fast Hartley

Transform yang digabung dengan Orthogonal Frequency Division


39

Multiplexing untuk mengacak sinyal suara dengan level sekuritas baik

dan hasil yang lebih jernih saat sinyal suara disusun kembali oleh

penerima. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah frekuensi

dan magnitudo sinyal suara manusia. Metode yang digunakan yaitu

algoritma FHT dan OFDM. Algoritma FHT digunakan untuk

mengkonversi sinyal suara dari domain waktu ke domain frekuensi

dan OFDM digunakan untuk menyandikan atau mengacak data sinyal

suara dengan memodifikasi frekuensi. Hasil dari penelitian Kuriakose

ini adalah sinyal suara dengan nilai rata-rata magnitudo sebesar 0.6

mampu diacak menjadi sinyal suara terenkripsi dengan rentang

magnitudo 0.2 hingga 0.8 dan sinyal yang sudah dideskripsi juga

memiliki rentang magnitudo 0.2 hingga 0.8 sehingga suara hasil

enkripsi dan deskripsi tetap bening tanpa adanya pembengkakan

bandwidth (DS & Kuriakose, 2013).

Paraskevas & Rangoussi (2012). Feature Extraction for Audio

Classification of Gunshots Using the Hartley Transform. Pada

penelitian klasifikasi suara senjata api yang dilakukan oleh

Paraskevas, latar belakang masalahnya adalah pemanfaatan

magnitudo dan frekuensi suara pada algoritma konversi sinyal seperti

FFT yang belum dimanfaatkan secara luas dan maksimal. Tujuan

penelitian Paraskevas adalah untuk membuktikan bahwa magnitudo

spectrum hasil konversi algoritma FHT yang digabungkan dengan

fase bisa digunakan untuk menggolongkan suara seperti suara senjata

api dengan lebih akurat. Variabel yang digunakan yaitu frekuensi,


40

magnitudo, dan fase dari sinyal suara senjata api. Metode yang

digunakan pada penelitian ini adalah algoritma FHT untuk

mengkonversi sinyal suara kemudian algoritma z-transform dan

DTHT untuk mendapatkan dua macam data Hartley Phase Spectrum

(HPS). Proses konversi sinyal suara menghasilkan magnitudo

spectrum serta sinyal suara di domain frekuensi. Sinyal suara hasil

konversi diolah lebih lanjut menggunakan algoritma z-transform dan

DTHT untuk menghasilkan HPS. Langkah selanjutnya adalah

penggabungan magnitudo spectrum dengan HPS dari algoritma z-

transform dan HPS dari algoritma DTHT. Hasil dari penelitian ini

yaitu algoritma Hartley Transform merupakan algoritma yang bisa

dijadikan alternatif untuk mengekstrak sinyal suara karena HPS yang

dihitung menggunakan z-transform berbasis FHT lebih akurat 4,1%

bila dibandingkan dengan z-transform berbasis FFT dan HPS yang

dihitung menggunakan DTHT berbasis FHT lebih akurat 10,2%

dibanding DTHT berbasis FFT. Hasil HPS yang lebih akurat

menghasilkan data klasifikasi yang lebih detail. Perhitungan HPS juga

mengalami lebih sedikit diskontinuitas yang dibuktikan dari skor

performa HPS mencapai angka 81.6% sedangkan Fourier Phase

Spectrum (FPS) hanya mencapai 71.4% (Paraskevas & Rangoussi,

2012).

Bousselmi, Aloui & Cherif (2017). DSP Real-Time

Implementation of an Audio Compression Algorithm by using the Fast

Hartley Transform. Latar belakang masalah pada penelitian dengan


41

tema kompresi file audio ini adalah suatu file audio yang memiliki

kualitas suara baik menjadi beban tersendiri bagi penyedia transmisi

data audio dan juga media simpan karena ukuran berkas yang cukup

besar, sehingga perlu adanya teknik kompresi yang bisa mengurangi

ukuran berkas namun tetap menjaga kualitas suara seoptimal

mungkin. Tujuan dari penelitian ini adalah mensimulasikan skema

kompresi suara yang baru berdasarkan algoritma FHT dan

dibandingkan dengan algoritma Discrete Wavelet Transform (DWT)

serta implementasinya pada perangkat keras. Variabel yang digunakan

dalam penelitian adalah frekuensi sinyal suara manusia. Metode yang

digunakan yaitu algoritma FHT yang digabung dengan teknik New

Modified Run Length Encoding dan algoritma DWT sebagai

pembanding. Sinyal suara manusia pertama-tama dikonversi kedalam

domain frekuensi menggunakan algoritma FHT kemudian diproses

menggunakan teknik New Modified Run Length Encoding untuk

melakukan kompresi. Langkah berikutnya yaitu melakukan konversi

sinyal suara dan kompresi dengan menggunakan algoritma DWT.

Hasil yang didapatkan dari penelitian yaitu perhitungan dan hasil

kompresi yang dilakukan menggunakan algoritma FHT lebih unggul

dalam rasio signal to noise yang memiliki nilai 20 dibanding

algoritma DWT yang hanya mencapai 18. Peak signal to noise ratio

FHT mencapai nilai 40.5 sedangkan algoritma DWT hanya mencapai

39.5. Nilai compression factor yang mampu dicapai oleh FHT adalah

7 sedangkan algortima DWT hanya mampu mencapai 2.5 yang berarti


42

data hasil kompresi menggunakan basis algoritma FHT memiliki

kualitas yang tidak jauh berbeda dengan data asli meskipun ukuran

file bisa direduksi (BOUSSELMI, ALOUI, & CHERIF, 2017).

Paraskevas, Barbarosou, & Chilton (2015). Hartley transform

and the use of the Whitened Hartley spectrum as a tool for phase

spectral processing. Latar belakang yang akan diselesaikan pada

penelitian ini adalah minimnya alternatif algoritma yang digunakan

secara umum pada pemrosesan fase sinyal suara karena dianggap

tidak memiliki akurasi dalam perhitungan dan bilangan yang dipakai

bukanlah bilangan kompleks seperti yang dipakai pada algoritma

FFT. Tujuan penelitian ini adalah melakukan perbandingan hasil

perhitungan fase suara berdasarkan Fourier Transform dan Hartley

Transform, serta membandingkan hasil spektrum Fourier Transform

dengan hasil spektrum Whitened Hartley Transform. Variabel yang

digunakan yaitu fase sinyal suara, metode yang digunakan yaitu

Fourier Transform dan Hartley Transform. Langkah pengujian yaitu

sinyal suara diproses menggunakan algoritma FHT kemudian nilai

komplemen dari konversi Hartley Transform diproses menggunakan

rumus Whitened Hartley Transform dan disajikan dalam bentuk

magnitudo spectrum atau yang bisa juga disebut dengan Hartley

Phase Spectrum (HPS). Sebagai pembanding, sinyal yang sama

diproses menggunakan Fourier Transform untuk kemudian dihasilkan

spektrum Fourier Phase Spectrum (FPS). Hasil yang didapatkan yaitu

hasil spektrum yang diproses menggunakan Hartley Transform dan


43

dilanjutkan dengan Whitened Hartley Transform tidak mengalami

‘intrinsic’ discontinuities atau tersendatnya proses pengolahan sinyal

menjadi spektrum fase akibat bilangan imajiner dan bilangan riil hasil

perhitungan FFT sama-sama mencapai batas nol sehingga algoritma

FHT bisa dijadikan alternatif yang handal untuk menentukan fase

suara (Paraskevas, Barbarosou, & Chilton, 2015).

Dhar, P., Hasan, E. (2017). Audio Zero-Watermarking Based

on Discrete Hartley Transform and Non-Negative Matrix

Factorization. Latar belakang masalah yang diangkat dalam penelitian

adalah masalah perlindungan hak cipta sebuah berkas audio digital

atau yang sering disebut dengan watermarking. Proses watermarking

berkas audio digital yang berisi konten komplek seperti musik atau

berkas berukuran besar rawan terjadi kasus yang menurunkan kualitas

file audio seperti low-pass filtering akan membuat suara terdengar

kurang jernih. Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan dan

mengusulkan algoritma Discrete Hartley Transform (DHT) dan

digabung dengan non-negative Matrix Factorization (NMF) sebagai

alternatif algoritma dalam melakukan teknik watermarking baru yaitu

zero-watermarking audio. Variabel yang digunakan dalam penelitian

yaitu frekuensi sinyal suara. Metode yang digunakan yaitu algoritma

Discrete Hartley Transform (DHT) untuk mengkonversi sinyal suara

dari domain waktu ke domain frekuensi dan non-negative Matrix

Factorization untuk melakukan watermarking. Sinyal suara pertama-

tama akan dikonversi menggunakan algoritma DHT kemudian hasil


44

yang didapatkan diubah dalam bentuk matriks. Matriks tersebut

kemudian diolah menggunakan non-negative Matrix Factorization

untuk mendapatkan fraksi bilangan yang kemudian dikonversi

menjadi bilangan integer. Bilangan integer diproses dengan mod agar

didapat pola binary yang kemudian dipadukan dengan watermark

secret key menggunakan gerbang logika XOR untuk menghasilkan

secret key K. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berkas

audio yang diproses menggunakan DHT dan non-negative Matrix

Factorization memiliki nilai Normalized Correlation (NC) 0.90

hingga 0.92 dan nilai Bit Error Ratio (BER) sebesar 9% hingga 12%.

Hal ini menunjukkan hasil yang sangat baik bila dibandingkan dengan

metode lain yang menghasilkan nilai NC sebesar 0.40 hingga 0.99 dan

nilai BER 4% hingga 60% (Dhar, Hasan, & Tetsuya, 2017).

Persamaan dan perbedaan artikel yang direview dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti ditunjukkan pada Tabel 2.4


45

Tabel 2. 4. Persamaan dan Perbedaan Artikel yang Direview dengan Penelitian yang Dilakukan

Penulis Perbedaan
Persamaan
(Tahun)
Variabel yang digunakan adalah frekuensi. Metode Sinyal suara yang digunakan pada artikel adalah suara rekaman
yang digunakan untuk mengkonversi sinyal suara dari pidato, sedangkan pada penelitian sinyal suara yang
Kuriakose, M. dari domain waktu ke domain frekuensi adalah digunakan adalah pink noise dan suara dari sound system. Dalam
(2013) FHT. artikel, algoritma FHT digabung dengan OFDM sedangkan pada
penelitian, algoritma yang digunakan hanya FHT

Variabel yang digunakan yaitu magnitudo dan Sinyal suara yang digunakan pada artikel adalah suara rekaman
frekuensi dari sinyal suara. Metode yang digunakan dari senjata api, sedangkan dalam penelitian penulis
untuk mengkonversi sinyal suara dari domain waktu menggunakan pink noise dan suara musik dari sebuah acara
Paraskevas, I ke domain frekuensi adalah FHT. langsung. Dalam artikel, hasil perhitungan FHT yang diolah
(2012) lanjut adalah magnitudo dan fase sedangkan dalam penelitian
hasil perhitungan FHT langsung ditampilkan dalam bentuk
spektrum magnitudo.

Variabel yang digunakan adalah frekuensi pada Variabel yang digunakan pada artikel adalah frekuensi dan hasil
suatu sinyal suara, metode yang digunakan untuk konversi FHT langsung diberi threshold sedangkan dalam
konversi sinyal suara adalah algoritma FHT penelitian variable yang digunakan adalah frekuensi dan
Bousselmi, S., magnitudo serta tidak adanya pembatasan koefisien pada hasil
Aloui, N., & konversi. Sinyal suara manusia menjadi variabel dalam artikel,
Cherif, A. dalam penelitian pink noise dan suara dari sound system. Metode
(2017) yang digunakan dalam artikel adalah gabungan algoritma FHT
dengan New Modified Run Length Encoding, dalam penelitian ini
algoritma FHT digunakan untuk mengkonversi sinyal suara dari
domain waktu ke frekuensi kemudian ditampilkan dalam bentuk
46

Penulis Perbedaan
Persamaan
(Tahun)
magnitudo spectrum.

Proses awal perhitungan menggunakan algoritma Variabel yang digunakan dalam artikel adalah fase suara, dalam
Paraskevas, FHT untuk mengubah sinyal suara dari domain penelitian variabel yang digunakan adalah frekuensi dan
I., waktu ke domain frekuensi. magnitudo dari sinyal suara. Algoritma FHT dilanjutkan dengan
Barbarosou, proses Whitened Hartley Transform untuk mengubah hasil
M., & konversi FHT menjadi spektrum fase dalam artikel, dalam
Chilton, E. penelitian penulis hasil konversi algoritma FHT langsung
(2015) ditampilkan dalam bentuk magnitudo spectrum.

Variabel yang digunakan adalah frekuensi sinyal Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah magnitudo dari
suara dan algoritma FHT digunakan dalam sinyal suara. Dalam artikel tujuan penelitian adalah membuktikan
Dhar, P., mengubah sinyal suara dari domain waktu ke bahwa algoritma FHT yang digabung dengan non-negative
Hasan, E. domain frekuensi. Matrix Factorization bisa digunakan sebagai alternatif dalam
(2017) memberi watermark pada file audio sedangkan pada penelitan,
hasil konversi langsung ditampilkan tanpa ada proses lanjut
47

2.9.1 Ringkasan Review

Lima artikel sudah di review oleh peneliti dan dari review yang

sudah dilakukan, peneliti mendapati bahwa algoritma Fast Hartley

Transform adalah algoritma yang sesuai untuk mengkonversi sinyal

suara dari domain waktu ke dalam domain frekuensi dan hasil

konversi baik berupa spektrum frekuensi dan spektrum magnitudo

dengan lebih baik dibanding algoritma Fast Fourier Transform karena

algoritma Fast Hartley Transform hanya berfokus pada perhitungan

bilangan riil. Penelitian yang dilakukan oleh penulis berfokus pada

konversi sinyal suara dari domain waktu ke domain frekuensi untuk

mendapatkan magnitudo sinyal suara. Hasil konversi dalam bentuk

spektrum magnitudo kemudian ditampilkan secara visual dengan

bentuk spectrum bar.

Anda mungkin juga menyukai