Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN ANTARA

Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka


Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

BAB V HASIL PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi tentang hasil analisis-analisis yang telah dilakukan pada kawasan Hulu DAS
Citarum, meliputi analisis data spasial, analisis kesesuaian pemanfaatan ruang dan analisis
lingkungan.

5.1 Pengolahan Data Spasial

Pengolahan data spasial yang digunakan untuk kegiatan ini meliputi data Citra CSRT tahun
2020 yang bersumber dari BIG. Hasil digitasi untuk 6 (enam) Kabupaten/Kota menggunakan
skala 1:5.000, kecuali untuk Kota Bandung menggunakan skala 1:1.000. pengolahan data
spasial yang digunakan meliputi digitasi on screen dan proses topologi peta.

5.1.1 Hasil Digitasi on Screen

Proses melakukan digitasi dengan memanfaatkan perangkat lunak sistem informasi geografis
seperti ArcMAP, dan lainnya pada layar monitor komputer. Digitasi dilakukan dengan jumlah
203 NLP dengan data sumber yang akan di digitasi dalam metode ini berupa peta hasil
penyimpanan dalam bentuk data raster format (.tiff) yang diperoleh dari Badan Informasi
Geospasial (BIG) yang sudah terorthorektifikasi. Hasil digitasi on screen dalam kegiatan
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka Pengendalian Pemanfaatan Ruang
DAS Citarum mencapai 203 NLP. Pada Tabel 5.1 dapat dilihat secara rinci jumlah NLP yang
telah dilakukan digitasi.

Tabel 5. 1 Jumlah Data Digitasi On Screen


No Kabupaten/Kota Jumlah NLP Keterangan
1 Kabupaten Bandung 117 Layer yang sudah terdigitasi,
2 Kabupaten Bandung Barat 50 meliputi:
3 Kabupaten Sumedang 10 1. Perairan
4 Kabupaten Garut *masuk NLP 2. Transportasi
Kabupaten sumedang 3. Tutupan Lahan;
5 Kota Bandung 26 dan
6 Kota Cimahi *masuk NLP Kota
4. Bangunan
bandung
Total 203
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

V- 1
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

(a.) Digitasi On Screen Perairan, Transportasi dan Bangunan

(b.) Digitasi On Screen Polyline

Gambar 5. 1 Hasil Digitasi On Screen Buffer Hulu DAS Citarum


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

V- 2
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5.1.2 Proses Topologi Peta

Topologi adalah pendefinisian secara matematis yang menerangkan hubungan relative antara
obyek yang satu dan yang lain. Dalam GIS topologi didefinisikan oleh user sesuai dengan
karakteristik data, seperti polyline, polygon maupun point. Setiap karakteristik data
mempunyai aturan tertentu secara default telah disediakan oleh software GIS (Sudomo Ostip,
S.Si – PT. Duta Informatika).

Berdasarkan proses Topologi yang dilakukan terdapat beberapa aturan yang terkait dengan
proses tersebut yang secara rinci dijelaskan dalam modul validasi peta dasar. Berikut ini
merupakan hasil dari proses analisa spasial dengan menggunakan topologi untuk memastikan
tidak adanya kesalahan yang terdapat pada hasil peta vektor ini. Untuk menghasilkan data
yang benar sesuai dengan konsep GIS, ArcGIS menyediakan fasilitas filtering untuk melakukan
checking (query) kesalahan secara otomatis dan melakukan editing (validasi) spasial dan
attribute. Pada Tabel 5.2 dapat dilihat proses topologi peta Hulu DAS Citarum.

Dalam Tabel 5.2 hasil tersebut menunjukkan bahwa kesalahan dalam peta vektor format .shp
tersebut telah ditiadakan atau telah dilakukan proses perbaikan terhadap kesalahan tersebut
dengan metode yang ada pada proses topologi. Data atribut merupakan keterangan dari
sebuah objek geografis, yang dalam atribut tersebut memberikan klasifikasi, nama, tipe, dan
keterangan lainnya. Data ini digunakan untuk klasifikasi penggunaan lahan yang selanjutnya
dapat dibedakan berdasarkan tipe penggunaan lahan.

V- 3
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Tabel 5. 2 Permasalahan Topologi Buffer Hulu DAS Citarum


Perbaikan Keterangan
Layer Kesalahan Geometri
Geometri Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan
Transportasi Garis secara keseluruhan: seluruh topologi
1. terdapat 288 kesalahan hasil geometrik garis yang garis untuk layer
berpotongan (must not intersect); transportasi
2. terdapat 198 kesalahan hasil geometrik garis yang sudah diperbaiki
masih menggantung (must not have dangles); sehingga
3. terdapat 308 kesalahan hasil geometrik garis yang kesalahan hasil
terputus di tengah-tengah (must not have pseudo geometrik garis (a) gap polyline (a) gap polyline telah diperbaiki
nodes); adalah 0
4. terdapat 4 (empat) garis geometric yang terduplikasi
(must not self-overlap); dan
5. terdapat 4 (empat) garis yang berpotongan pada garis
itu sendiri (must not self-intersect).

(b) Overlap Polyline (b) Overlap Polyline telah


diperbaiki
Perairan Garis secara keseluruhan: seluruh topologi
1. terdapat 7 (tujuh) kesalahan hasil geometrik garis garis untuk layer
yang berpotongan (must not intersect); perairan sudah
2. terdapat 18 kesalahan hasil geometrik garis yang diperbaiki
masih menggantung (must not have dangles); sehingga
3. terdapat 90 kesalahan hasil geometrik garis yang kesalahan hasil
terputus di tengah-tengah (must not have pseudo geometrik garis
nodes); adalah 0
4. terdapat 1 (satu) garis geometric yang terduplikasi
pada posisi yang sama (must not self-overlap); dan (a) Gap Polyline (a) Gap Polyline telah diperbaiki
5. - terdapat 1 (satu) garis yang berpotongan pada garis
itu sendiri (must not self-intersect).

V- 4
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Perbaikan Keterangan
Layer Kesalahan Geometri
Geometri Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan
Transportasi Garis secara keseluruhan: seluruh topologi
dan 1. terdapat 5.515 kesalahan hasil geometrik garis yang garis sudah
Perairan saling tumpang tindih/ada; diperbaiki
gabungan 2. duplikasi objek berbeda pada posisi sama (must not sehingga
overlaps); kesalahan hasil
3. terdapat 5.620 kesalahan hasil geometrik garis yang geometrik garis
berpotongan (must not intersect); adalah 0
4. terdapat 11.727 kesalahan hasil geometrik garis yang (a) Gap Polyline (a) Gap Polyline telah diperbaiki
masih menggantung (must not have dangles); dan
5. terdapat 654 kesalahan hasil geometrik titik yang tidak
diperlukan (must not have pseudo nodes).
Polygon Gap area hasil digitasi Seluruh topologi
gap area sudah
diperbaiki

Overlap area Seluruh topologi


overlap area
sudah diperbaiki

Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

V- 5
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5.2 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang

Kesesuaian pemanfaatan ruang adalah kondisi dimana penggunaan lahan eksisting sesuai
terhadap ketentuan penggunaan lahan yang diperbolehkan pada suatu lokasi tertentu yang
diatur dalam ketentuan pemanfaatan ruangnya. Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang
dilakukan untuk mengetahui penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang yang diukur
berdasarkan sesuai atau tidaknya suatu pemanfaatan ruang. Analisis kesesuaian
pemanfaatan ruang dilakukan melalui proses superimpose antara peta rencana tata ruang
dengan peta tutupan lahan serta data perizinan.

Pelaksanaan analisis kesesuaian pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan tahapan:

1. Pengolahan data spasial yang dilakukan melalui proses superimpose antara dokumen
RTR yang meliputi:

a. Perda Kabupaten Bandung No. 27 tahun 2016 Tentang RTRW Kabupaten Bandung
tahun 2016-2036;
b. Perda Kab. Bandung Barat No. 2 tahun 2012 tentang RTRW Kab. Bandung Barat
tahun 2009-2029;
c. Perda Kabupaten Sumedang No. 4 tahun 2018 tentang RTRW Kabupaten
Sumedang tahun 2018-2038;
d. Peraturan Daerah Pemerintah No. 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 29 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Garut Tahun 2011-2031;
e. Perda Kota Cimahi No. 4 Tahun 2013 tentang RTRW Kota Cimahi Tahun 2012-
2032;
f. Perda Kota Bandung No. 18 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandung Tahun 2011-
2031;
g. Peraturan Bupati Bandung No. 25 Tahun 2021 tentang Rencana Detail Tata Ruang
Bagian Wilayah Perencanaan Bojongsoang Tahun 2020 – 2039;
h. Peraturan Bupati Bandung No. 24 Tahun 2021 tentang Rencana Detail Tata Ruang
Bagian Wilayah Perencanaan Kawasan Terpadu Permukiman Tegalluar Tahun
2020 – 2039; dan
V- 6
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

i. Peraturan Daerah Kota Bandung No. 10 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015 – 2035.

Peta RTR dari dokumen diatas di overlay dengan dengan data tutupan lahan yang
bersumber dari KLHK tahun 2020 untuk mendapatkan data kesesuaian pemanfaatan
ruang. Hasil pengolahan data spasial berupa informasi pemanfaatan ruang
(sesuai/tidak sesuai) dan digunakan sebagai dasar pelaksanaan survei lapangan;

2. Fokus pelaksanaan survei lapangan dilakukan pada area yang termasuk pada
ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dan pelaksanaan survei didapatkan 1.076 titik
yang terindikasi ketidaksesuaian pemanfaatan ruang;

3. Hasil inventarisir data hasil pelaksanaan survei lapangan dilakukan penapisan kembali
dengan memperhatikan:

a. Kegiatan yang berpotensi mencemari DAS Citarum;


b. Jenis kegiatan yang serupa dalam satu koridor; dan
c. Kegiatan yang memperoleh hasil analisis kesesuaian dengan klasifikasi tidak
diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat dan atau terbatas.
4. Tahapan penapisan tersebut menghasilkan 97 titik yang perlu ditindaklanjuti.

Analisis Ketidaksesuaian diperoleh dari data rencana pola ruang RTRW/RDTR yang di overlay
dengan tutupan lahan dari KLHK tahun 2020 dengan skala 1:250.000. Titik indikasi
ketidaksesuaian pada Tabel 5.3 merupakan sampel kegiatan yang mewakili jenis kegiatan
yang dihasilkan dari hasil survei. Pada Tabel 5.3 dapat dilihat secara rinci jumlah titik indikasi
ketidaksesuaian pemanfaatan ruang. Titik indikasi ini, selanjutnya akan dianalisis dengan
rencana pola ruang untuk mengetahui jenis ketidaksesuaiannya.

Tabel 5. 3 Jumlah Titik Indikasi Ketidaksesuaian Pemanfaatan Ruang

Jumlah Titik Indikasi


No Kabupaten/Kota
Ketidaksesuaian
1 Kabupaten Bandung 51 Titik
2 Kabupaten Bandung Barat 6 Titik
3 Kabupaten Sumedang 9 Titik
4 Kabupaten Garut 0 Titik
5 Kota Bandung 20 Titik
6 Kota Cimahi 6 Titik
Total 92 Titik
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

V- 7
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 2 Peta Sebaran Titik Ketidaksesuaian Pemanfaatan Ruang


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
V- 8
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5.1.1 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Bandung

Analisis Kesesuaian RTRW Kabupaten Bandung dan RDTR Kabupaten Bandung pada kajian ini
digunakan untuk melihat kesesuaian antara rencana pola ruang pada dokumen RTRW dan
RDTR Kabupaten/Kota dengan tutupan lahan LHK tahun 2020. Analisis ini dilakukan dengan
proses superimpose antara peta rencana pola ruang dengan tutupan lahan. Kesesuaian dinilai
berdasarkan arahan zonasi di setiap kawasan pada rencana pola ruang.

Berdasarkan analisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan dokumen RTRW di


Kabupaten Bandung dalam Tabel 5.4, permasalahannya yaitu area terbangun yang berada di
kawasan perlindungan setempat serta alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan
terbangun. Sedangkan analisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan dokumen RDTR
di Kabupaten Bandung, adanya area terbangun di kawasan lindung rencana tata ruang.

Pada Tabel 5.4 dapat dilihat rincian kesesuaian pemanfaatan ruang berdasarkan dokumen
RTRW Kabupaten Bandung dan Tabel 5.5 merupakan rincian kesesuaian pemanfaatan ruang
berdasarkan dokumen RDTR Kabupaten Bandung yaitu RDTR Bojongsoang dan RDTR
Tegalluar.

V- 9
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Tabel 5. 4 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan RTRW Ruang Kabupaten Bandung

Tutupan Lahan (Ha) Pertanian Lahan


Hutan Lahan
Badan Bandara/ Hutan Pertanian Kering Semak/
No Kering Perkebunan Permukiman Sawah
Rencana Pola Ruang (Ha) Air Pelabuhan Tanaman Lahan Kering Bercampur dgn Belukar
Sekunder
Semak
Kawasan Lindung
1 Badan Air 11,08 0,06 84,22 21,57 17,32 125,13 0,19
2 Kawasan Hutan Lindung 169,47 172,01 33,16 23,06 593,63 44,41 121,44
3 Kawasan Cagar Alam 12,07 90,48 88,60
4 Kawasan Taman Hutan Raya 169,02 17,04 2,89 35,35 7,45
5 Kawasan Taman Buru 22,87 24,71
6 Perlindungan Setempat 13,03 471,26 98,86 68,57 508,31
Kawasan Ruang Terbuka
7 79,19 73,30 56,98
Hijau (RTH)
Kawasan Budi Daya
Kawasan Hutan Produksi
1 1,33 76,22 32,01 0,01
Tetap
2 Kawasan Hortikultura 0,08 0,16 0,003 1,67
Kawasan Peruntukan
3 26,02 402,63
Perikanan
Kawasan Peruntukan
4 2,52
Peternakan
5 Kawasan Hutan Rakyat 2,03 0,67 94,16 5,20
Kawasan Perdagangan dan
6 21,12 443,36 335,92 17,24 421,78
Jasa
7 Kawasan Perkebunan 18,90 85,22 144,18 67,05 703,10 149,64 167,00 1,61

8 Kawasan Permukiman 0,09 4,54 21,71 9,98 4.277,43 1.507,42 3.327,01 10,50
121,94
Kawasan Fasilitas Umum dan
9 0,03 34,74 1,48 10,80 20,92
Sosial

V- 10
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Tutupan Lahan (Ha) Pertanian Lahan


Hutan Lahan
Badan Bandara/ Hutan Pertanian Kering Semak/
No Kering Perkebunan Permukiman Sawah
Rencana Pola Ruang (Ha) Air Pelabuhan Tanaman Lahan Kering Bercampur dgn Belukar
Sekunder
Semak
Kawasan Pertahanan dan
10 57,52 28,39 245,20 52,35 2,59
Keamanan
11 Kawasan Pertanian 0,14 29,37 46,74 59,24 492,71 2.292,89 148,66 4.126,56 2,84
12 Kawasan Peruntukan Industri 1.206,52 102,30 0,19 668,86
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

Keterangan:
Diperbolehkan
Diperbolehkan Terbatas
Diperbolehkan Bersyarat
Tidak Diperbolehkan

Berdasarkan hasil ketidaksesuaian pemanfaatan ruang Kabupaten Bandung pada Tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa ada isu alih fungsi lahan
kawasan lindung menjadi kawasan pertanian lahan kering dan terbangun, alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi permukiman, dan alih fungsi
lahan kawasan lindung menjadi kawasan perkebunan.

V- 11
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 3 Analisis Kesesuaian RTRW Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bandung


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
V- 12
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Tabel 5. 5 Analisis Kesesuaian RDTR Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bandung

Pola Ruang (Ha) Tutupan Lahan (Ha)


No
Zona Sub Zona Permukiman Sawah
Kawasan Lindung
1 Badan Air Badan Air 12,41 67,49
2 Sempadan Sungai Sempadan Sungai 12,75 48,50
3 Sekitar Danau Atau Waduk Sekitar Danau Atau Waduk 0,08 6,03
4 Zona Penyangga Zona Penyangga 5,31 15,69
5 Zona RTH Taman Kota 18,49 206,72
6 Taman Kelurahan 1,50 97,75
7 Taman RW 0,13 0,03
8 Pemakaman 4,53 14,23
Kawasan Budidaya
1 Badan Jalan Badan Jalan 56,69 150,12
2 Kawasan Perumahan Rumah Kepadatan Tinggi 41,74 85,21
3 Rumah Kepadatan Sedang 99,84 532,04
4 Rumah Kepadatan Rendah 114,42 576,79
5 Kawasan Perdagangan dan Jasa Perdagangan dan Jasa Skala Kota 9,40 25,51
6 Perdagangan dan Jasa Skala BWP 25,27 8,40
7 Perdagangan dan Jasa Skala Sub BWP 1,49 65,49
8 Sarana Pelayana Umum SPU Skala Kota 2,96 21,11
9 SPU Skala Kecamatan 1,01 1,80
10 SPU Skala Kelurahan 3,53 5,08
11 SPU Skala RW 1,49
Zona Kawasan Peruntukan
12 Kawasan Peruntukan Industri 29,59 102,70
Industri
13 Zona Pertanian Tanaman Pangan 13,73 428,12
14 RTNH Ruang Terbuka Non Hijau 4,56
15 Zona Perikanan Perikanan Budidaya 50,99
16 Zona Transportasi Transportasi 3,80
17 Zona Lainnya Pergudangan 80,73 133,63
18 Zona Campuran Perumahan dan Perdagangan/Jasa 1,61 34,53
19 Perumahan dan Perkantoran 2,39
Perumahan, Perdagangan/Jasa dan
20 1,42 46,57
Perkantoran
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

Keterangan:
Diperbolehkan
Diperbolehkan Terbatas
Diperbolehkan Terbatas dan Bersyarat
Diperbolehkan Bersyarat
Tidak Diperbolehkan

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat disimpulkan bahwa kawasan RDTR Tegalluar dan RDTR
Bojongsoang, terdapat isu strategis alih fungsi kawasan lindung menjadi permukiman dan
pertanian.

V- 13
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 4 Analisis Kesesuaian RDTR Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bandung


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
V- 14
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 5 Peta Indikasi Ketidaksesuaian RTRW Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bandung


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
V- 15
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 6 Peta Indikasi Ketidaksesuaian RDTR Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bandung


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
V- 16
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Berdasarkan hasil survei isu strategis yang diperoleh, yaitu permukiman yang berada di
kawasan sempadan sungai, isu persampahan yang berada di sempadan sungai dan di aliran
sungai DAS Citarum.

(a) Permukiman di Sempadan Sungai

(b) Sampah yang ada di Badan Air

Gambar 5. 7 Permasalahan Sempadan Sungai di Kabupaten Bandung


Sumber: Hasil Survei, 2022

5.1.2 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Bandung Barat

Analisis Kesesuaian RTRW Kabupaten Bandung Barat pada kajian ini digunakan untuk melihat
kesesuaian antara rencana pola ruang pada dokumen RTRW Kabupaten Bandung Barat
dengan tutupan lahan LHK Tahun 2020. Analisis ini dilakukan dengan proses superimpose
antara peta rencana pola ruang dengan tutupan lahan. Kesesuaian dinilai berdasarkan arahan
zonasi di setiap kawasan pada rencana pola ruang.

Berdasarkan hasil ketidaksesuaian pemanfaatan ruang Kabupaten Bandung Barat pada Tabel
5.6 dapat disimpulkan bahwa ada isu alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi kawasan
pertanian dan alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi permukiman. Berdasarkan hasil
IV- 17
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

survei di dapat beberapa isu strategis, meliputi perdagangan di badan air, tambak ikan yang
berada di wilayah badan air, permukiman di sempadan sungai dan persampahan.

(a) Perdagangan di Badan Air

(b) Tambak Ikan di Badan Air

(c) Perumukiman di Sempadan Sungai

IV- 18
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

(d) Persampahan di Sempadan Sungai

Gambar 5. 8 Permasalahan Badan Air dan Sempadan Sungai di Kabupaten Bandung Barat
Sumber: Hasil Survei, 2022

Berdasarkan analisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan dokumen RTRW di


Kabupaten Bandung Barat, permasalahannya yaitu area terbangun yang berada di kawasan
lindung serta alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan pertanian. Pada Tabel 5.6 dapat
dilihat rincian kesesuaian pemanfaatan ruang berdasarkan dokumen RTRW Kabupaten
Bandung Barat.

IV- 19
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Tabel 5. 6 Analisis Kesesuaian RTRW Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bandung Barat

Tutupan Lahan (Ha) Pertanian Pertanian Lahan


Badan Hutan Semak/ Tanah
No Perkebunan Permukiman Pertambangan Lahan Kering Bercampur Sawah
Rencana Pola Ruang (Ha) Air Tanaman Belukar Terbuka
Kering dgn Semak
Kawasan Lindung
1 Badan Air 2.920,05 141,62 56,56 209,17 0,64 41,19 1,41
2 Kawasan Hutan Lindung 17,22 4,21 0,10 13,92 13,96
3 Kawasan Taman Hutan Raya 100,87 48,74 0,15 69,69
4 Perlindungan Setempat 685,82 265,18 0,16 261,25 632,24 16,00 138,31 4,33
5 Kawasan Imbuhan Air Tanah 17,85 9,14 17,58 230,88 0,02
Kawasan Budi Daya
Kawasan Hutan Produksi
1 0,89
Terbatas
2 Kawasan Hutan Produksi Tetap 36,65 0,03 0,10 1,17
3 Kawasan Hortikultura 22,97 0,85 22,93 203,08 41,88 53,82 1,60
4 Kawasan Hutan Rakyat 3,93 324,10 6,07 21,29 87,49 17,46 51,33 6,74
5 Kawasan Perkebunan 8,40 305,90 16,32 2,85 87,56 9,44 96,59
6 Kawasan Permukiman 72,56 638,13 7,74 1.679,73 0,25 1.750,22 174,47 391,58
7 Kawasan Pertambangan 5,69 0,24 4,41 19,95
8 Kawasan Peruntukan Industri 1,12 162,66 103,74 50,22
9 Kawasan Tanaman Pangan 41,10 315,46 78,10 651,63 2,95 493,02
Kawasan Pertahanan dan
10 2,09 9,21 234,99 179,80
Keamanan
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

Keterangan:
Diperbolehkan
Diperbolehkan Bersyarat
Tidak Diperbolehkan

IV- 20
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 9 Analisis Kesesuaian RTRW Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bandung Barat


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
IV- 21
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 10 Peta Titik Ketidaksesuaian Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bandung Barat


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

IV- 22
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5.1.3 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Sumedang

Analisis Kesesuaian RTRW Kabupaten Sumedang pada kajian ini digunakan untuk melihat
kesesuaian antara rencana pola ruang pada dokumen RTRW Kabupaten Sumedang dengan
tutupan lahan LKH Tahun 2020. Analisis ini dilakukan dengan proses superimpose antara peta
rencana pola ruang dengan tutupan lahan. Kesesuaian dinilai berdasarkan arahan zonasi di
setiap kawasan pada rencana pola ruang.

Berdasarkan hasil ketidaksesuaian pemanfaatan ruang Kabupaten Sumedang pada Tabel 5.7
dapat disimpulkan bahwa ada isu alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi kawasan
pertanian, alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi permukiman, dan alih fungsi lahan
pertanian menjadi permukiman. Berdasarkan hasil survei di dapat beberapa isu strategis,
meliputi permukiman di sempadan sungai dan persampahan.

(a) Permukiman di Sempadan Sungai

(b) Persampahan di Sempadan Sungai

Gambar 5. 11 Permasalahan Sempadan Sungai di Kabupaten Sumedang


Sumber: Hasil Survei, 2022
IV- 23
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Berdasarkan analisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan dokumen RTRW di


Kabupaten Sumedang, permasalahannya yaitu area terbangun yang berada di kawasan
lindung. Pada Tabel 5.7 dapat dilihat rincian kesesuaian pemanfaatan ruang berdasarkan
dokumen RTRW Kabupaten Sumedang.

Tabel 5. 7 Analisis Kesesuaian RTRW Pemanfaatan Ruang Kabupaten Sumedang

Tutupan Lahan (Ha) Pertanian


Hutan Lahan Pertanian
Hutan Lahan Kering
No Kering Permukiman Lahan Sawah
Rencana Pola Ruang (Ha) Tanaman Bercampur
Primer Kering
dgn Semak
Kawasan Lindung
1 Kawasan Hutan Lindung 113,98 0,80
2 Kawasan Taman Buru 72,30 242,02 16,15 1,14 67,40
3 Kawasan Imbuhan Air Tanah 12,90 85,98 32,32 20,04 183,97
4 Kawasan Bencana 14,15 156,23 94,36 266,99 180,16
Kawasan Budi Daya
Kawasan Fasilitas Umum dan
1 0,33 0,20
Sosial
2 Kawasan Industri 5,31
3 Kawasan Permukiman 0,02 286,34 56,39 34,73 404,26
4 Kawasan Pertanian 29,50 63,25 173,08
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

Keterangan:
Diperbolehkan
Diperbolehkan Terbatas
Tidak Diperbolehkan

IV- 24
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 12 Analisis Kesesuaian RTRW Pemanfaatan Ruang Kabupaten Sumedang


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
IV- 25
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 13 Peta Titik Ketidaksesuaian Pemanfaatan Ruang Kabupaten Sumedang


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
IV- 26
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5.1.4 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Garut

Analisis Kesesuaian RTRW Kabupaten Garut pada kajian ini digunakan untuk melihat
kesesuaian antara rencana pola ruang pada dokumen RTRW Kabupaten Garut dengan
tutupan lahan LHK Tahun 2020. Analisis ini dilakukan dengan proses superimpose antara peta
rencana pola ruang dengan tutupan lahan. Kesesuaian dinilai berdasarkan arahan zonasi di
setiap kawasan pada rencana pola ruang.

Berdasarkan hasil ketidaksesuaian pemanfaatan ruang Kabupaten Garut pada Tabel 5.8 dapat
disimpulkan bahwa ada isu alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi kawasan pertanian.

Berdasarkan analisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan dokumen RTRW di


Kabupaten Garut, permasalahannya yaitu alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan
pertanian. Pada Tabel 5.8 dapat dilihat rincian kesesuaian pemanfaatan ruang berdasarkan
dokumen RTRW Kabupaten Garut.

Tabel 5. 8 Analisis Kesesuaian RTRW Pemanfaatan Ruang Kabupaten Garut

Tutupan Lahan (Ha) Pertanian Lahan


Hutan Lahan Hutan
No Kering Bercampur dgn
Rencana Pola Ruang (Ha) Kering Primer Tanaman
Semak
1 Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam 3,73 171,46 16,96
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

Keterangan:
Diperbolehkan
Tidak Diperbolehkan

IV- 27
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 14 Analisis Kesesuaian RTRW Pemanfaatan Ruang Kabupaten Garut


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
IV- 28
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5.1.5 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang di Kota Cimahi

Analisis Kesesuaian RTRW Kota Cimahi pada kajian ini digunakan untuk melihat kesesuaian
antara rencana pola ruang pada dokumen RTRW Kota Cimahi dengan tutupan lahan LHK
Tahun 2020. Analisis ini dilakukan dengan proses superimpose antara peta rencana pola ruang
dengan tutupan lahan. Kesesuaian dinilai berdasarkan arahan zonasi di setiap kawasan pada
rencana pola ruang.

Berdasarkan hasil ketidaksesuaian pemanfaatan ruang Kota Cimahi pada Tabel 5.9 dapat
disimpulkan bahwa ada isu alih fungsi lahan kawasan perlindungan setempat menjadi
permukiman dan alih fungsi lahan kawasan SPU dan kawasan industri menjadi permukiman.
Berdasarkan hasil survei di dapat beberapa isu strategis, meliputi permukiman di sempadan
sungai dan perdagangan di sempadan sungai.

(a) Permukiman di Sempadan Sungai

(b) Perdagangan di Sempadan Sungai

Gambar 5. 15 Permasalahan Sempadan Sungai di Kota Cimahi


Sumber: Hasil Survei, 2022

IV- 29
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Berdasarkan analisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan dokumen RTRW di Kota


Cimahi, permasalahannya yaitu area terbangun yang berada di perlindungan setempat. Pada
Tabel 5.9 dapat dilihat rincian kesesuaian pemanfaatan ruang berdasarkan dokumen RTRW
Kota Cimahi.

Tabel 5. 9 Analisis Kesesuaian RTRW Pemanfaatan Ruang Kota Cimahi

Tutupan Lahan (Ha)


No Permukiman
Rencana Pola Ruang (Ha)
Kawasan Lindung
1 Perlindungan Setempat 50,19
Kawasan Budi Daya
1 Kawasan Fasilitas Umum dan Sosial 0,25
2 Kawasan Industri 22,43
3 Kawasan Perdagangan dan Jasa 18,08
4 Kawasan Permukiman 157,82
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

Keterangan:
Diperbolehkan
Tidak Diperbolehkan

IV- 30
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 16 Analisis Kesesuaian RTRW Pemanfaatan Ruang Kota Cimahi


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
IV- 31
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 17 Peta Titik Ketidaksesuaian Pemanfaatan Ruang Kota Cimahi


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
IV- 32
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5.1.6 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang di Kota Bandung

Analisis Kesesuaian RDTR Kota Bandung pada kajian ini digunakan untuk melihat kesesuaian
antara rencana pola ruang pada dokumen RDTR Kota Bandung dengan tutupan lahan LHK
Tahun 2020. Analisis ini dilakukan dengan proses superimpose antara peta rencana pola ruang
dengan tutupan lahan. Kesesuaian dinilai berdasarkan arahan zonasi di setiap kawasan pada
rencana pola ruang.

Berdasarkan hasil ketidaksesuaian pemanfaatan ruang Kota Bandung pada Tabel 5.10 dapat
disimpulkan bahwa ada isu alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi permukiman, alih
fungsi lahan kawasan lindung menjadi bandara, dan kawasan lindung menjadi pertanian.
Berdasarkan hasil survei di dapat beberapa isu strategis, meliputi permukiman, perkantoran
dan pabrik yang berada di sempadan sungai.

(a) Permukiman di Sempadan Sungai

(b) Perkantoran di Sempadan Sungai

V- 33
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

(c) Pabrik di Sempadan Sungai

Gambar 5. 18 Permasalahan Sempadan Sungai di Kota Bandung


Sumber: Hasil Survei, 2022

Berdasarkan analisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan dokumen RDTR di Kota


Bandung, permasalahannya yaitu area terbangun yang berada di kawasan lindung. Pada Tabel
5.10 dapat dilihat rincian kesesuaian pemanfaatan ruang berdasarkan dokumen RDTR Kota
Bandung.

V- 34
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Tabel 5. 10 Analisis Kesesuaian RDTR Pemanfaatan Ruang Kota Bandung


Tutupan Lahan (Ha)
Pola Ruang
No Bandara/ Pertanian
Perkebunan Permukiman Sawah
Pelabuhan Lahan Kering
Zona Sub Zona
Kawasan Lindung
1 Perlindungan Setempat Sempadan Tol 10,99 0,49
2 Sempadan Jaringan Jalan 2,61 0,0002
3 Sempadan Rel KA 5,16 0,17
4 Sempadan Sungai 0,10 56,50 15,15 0,96
5 Sempadan SUTET 10,90 1,84 2,50
6 Sempadan Mata Air 22,59 0,59
7 RTH Lindung Alami RTH Taman Unit Lingkungan / Kota 0,16 23,17 0,01 0,03
8 RTH Pemakaman 4,49 18,62
9 RTH Hutan Kota 5,27
10 RTH Pelestarian Alam 20,62 33,92
RTH Kawasan Perlindungan Plasma
11
Nutfah eks. Situ 11,68
12 RTH Privat 0,69 20,13
Kawasan Budidaya
1 Jalan Jalan 9,44 8,60
2 Perumahan Perumahan Kepadatan Tinggi 0,31 0,004 820,07 0,002
3 Perumahan Kepadatan Sedang 789,48 19,28
4 Perumahan Kepadatan Rendah 0,55 208,33 96,66 30,20
5 Perdagangan dan Jasa Pasar Tradisional 2,42
6 Pusat Perdagangan dan Jasa 114,66 0,10
7 Perdagangan dan Jasa Linier 388,95 4,28 0,46
8 Kantor Pemerintah Perkantoran 46,63
9 Campuran Campuran Intensitas Tinggi 5,68 0,16
10 Campuran Intensitas Sedang 0,99 31,27
11 Industri Pergudangan Industri 35,63
12 Industri dan Pergudangan 5,84 0,15

V- 35
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

13 Wisata Buatan Wisata 4,52


14 Sarana Pelayanan Umum Pendidikan 102,02 0,06
15 Kesehatan 14,08 0,00
16 Peribadatan 16,25 0,02 0,03
17 Olah Raga 1,16
18 Transportasi 3,71 22,98
19 Sosial Budaya 0,03
20 Gedung Sosial Budaya 0,30
21 RTNH 23,95 2,25
Pertahanan dan
22
Keamanan Pertahanan dan Keamanan 8,46
23 Pertanian Pertanian 0,09 1,37
24 Peruntukan Khusus Gardu Listrik 2,59
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

Keterangan:
Diperbolehkan
Diperbolehkan Terbatas
Diperbolehkan Bersyarat
Tidak Diperbolehkan

V- 36
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 19 Analisis Kesesuaian RDTR Pemanfaatan Ruang Kota Bandung


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
V- 37
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 20 Analisis Kesesuaian RDTR Pemanfaatan Ruang Kota Bandung


Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
V- 38
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5.3 Analisis Lingkungan

Sesuai dengan arahan Rencana Aksi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum,
arahan lokasi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang pada buffer 1 Km pada Sungai DAS
Utama, dan 500 m pada Sungai Sub DAS dan Waduk. Maksud daripada analisis lingkungan ini
adalah untuk menganalisis dampak dari ketidaksesuaian tipologi pemanfaatan ruang DAS
Citarum terhadap terhadap komponen lingkungan sekitar.

5.3.1 Kondisi Lingkungan

Proses pencemaran air terjadi akibat masuknya zat asing (misal limbah buangan penduduk,
limbah pabrik, peternakan, dll) ke dalam perairan yang melebihi ambang batas/baku mutu
yang diperbolehkan sehingga air tersebut tidak dapat digunakan lagi sesuai peruntukannya.
Nilai ambang batas yang boleh berada dalam perairan dapat dilihat pada kriteria kualitas air
yang diterapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penentuan Status Mutu Air, bahwa salah satu metode untuk menentukan indeks kualitas air
digunakan metode indeks pencemaran air sungai. Indeks pencemaran air dapat digunakan
untuk menilai kualitas badan air dan kesesuaian peruntukan badan air tersebut. Klasifikasi
kualitas tertentu dari badan air yang akan dinilai klasifikasi kualitas air yang tertuang dalam
PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, berdasarkan jenis pemanfaatan air yaitu sebagai berikut:

1. Kelas satu: air baku air minum, dan peruntukkan lain dengan syarat kualitas yang
sama;
2. Kelas dua: prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternaka,
pertanaman, dan peruntukkan lain dengan syarat kualitas yang sama;
3. Kelas tiga: pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman, dan peruntukkan
lain dengan syarat kualitas yang sama; dan
4. Kelas empat: mengairi pertanaman dan peruntukkan lain dengan syarat kualitas yang
sama.

Indeks Kualitas Air (IKA) dihitung dari hasil konversi polutan index (PI), perhitungan IKA
dilakukan berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang

V- 39
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Pedoman Penentuan Status Mutu. Perhitungan ini didasarkan pada nilai hasil sampel
terhadap baku mutu tiap parameter. Adapun parameter yang digunakan dalam perhitungan
IKA adalah Derajat Keasaman (pH), Zat Tersuspensi (TSS), Zat Terlarut (TDS), Total Fosfat
(PO4), Nitrat (NO3-N), Amoniak Bebas (NH3-N), Konsentrasi DO (Dissolved Oxygen),
Konsentrasi BOD (Biologycal Oxygen Demand), konsentrasi COD (Chemycal Oxygen Demand),
dan konsentrasi Fecal colyform .

Informasi indeks pencemaran juga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas badan air
apabila terjadi penurunan kualitas dikarenakan kehadiran senyawa pencemar. Nilai indeks
kualitas air dipengaruhi oleh berbagai variabel antara lain: (a) penurunan beban pencemaran
serta upaya pemulihan (restorasi) pada beberapa sumber air; (b) ketersediaan dan fluktuasi
debit air, yang dipengaruhi oleh perubahan fungsi lahan serta faktor cuaca lokal, iklim regional
dan global; (c) penggunaan air; dan (d) serta tingkat erosi dan sedimentasi.

Indeks Kualitas Air ditentukan berdasarkan nilai Pij:

1. 0 < Pij < 1,0 memenuhi baku mutu;


2. 1,0 < Pij < 5,0 tercemar ringan;
3. 5,0 < Pij < 10,0 tercemar sedang; dan
4. Pij > 10,0 tercemar berat.

Berdasarkan data hasil pemantauan Sungai Citarum hulu tahun 2018 – 2020 (Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, 2020) dari segmen hulu mulai hulu ruas Wangisagara
sampai dengan hilir lokasi Nanjung menunjukkan bahwa ruas Sungai Citarum yang dipantau
memiliki status mutu tercemar sedang – tercemar berat. Berdasarkan hasil perhitungan nilai
Indeks Kualitas Air sungai Citarum hulu, pada tahun 2020 terlihat adanya peningkatan kualitas
air sungai yang cukup besar dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan hasil yang baik dari
upaya-upaya yang dilakukan sebelumnya oleh pemerintah dan tim terkait lainnya untuk
memperbaiki kualitas sungai Citarum. Berikut lokasi titik pemantauan kualitas air dapat dilihat
pada Gambar 5.21.

V- 40
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Gambar 5. 21 Peta Lokasi Titik Pantau Kualitas Air Hulu DAS Citarum
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
V- 41
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Tabel 5. 11 Status Mutu Air Sungai Citarum Hulu Tahun 2018


Tahun 2018
No Lokasi
Nilai Pij Status Cemar Parameter Pencemar
1 Citarum Wangisagara 13,92 tercemar berat DO, BOD, dan Fecal colyform
2 Citarum Koyod 24,77 tercemar berat NH3-N, BOD, COD dan Fecal colyform
Total Fosfat, NH3-N, BOD, COD dan
3 Citarum Setelah IPAL Cisirung 31,87 tercemar berat
Fecal colyform
Total Fosfat, NH3-N, BOD, COD dan
4 Citarum Nanjung 37,09 tercemar berat
Fecal colyform
Sumber: Hasil Perhitungan dan analisa, 2022

Tabel 5. 12 Status Mutu Air Sungai Citarum Hulu Tahun 2019

Tahun 2019
No Lokasi
Nilai Pij Status Cemar Parameter Pencemar
Amoniak Bebas (NH3-N), DO dan Fecal
1 Citarum Wangisagara 16,59 tercemar berat
colyform
TSS, NH3-N, BOD, COD dan Fecal
2 Citarum Koyod 37,49 tercemar berat
colyform
TSS, NH3-N, BOD, COD dan Fecal
3 Citarum Setelah Ipal Cisirung 34,46 tercemar berat
colyform
TSS, Fosfat, NH3-N, BOD, COD dan
4 Citarum Nanjung 41,95 tercemar berat
Fecal colyform
Sumber: Hasil Perhitungan dan analisa, 2022

Tabel 5. 13 Status Mutu Air Sungai Citarum Hulu Tahun 2020

Tahun 2020
No Lokasi
Nilai Pij Status Cemar Parameter Pencemar
1 Citarum Wangisagara 7,01 tercemar sedang DO dan Fecal colyform
2 Citarum Koyod 13,34 tercemar berat BOD, COD dan Fecal colyform
3 Citarum Setelah Ipal Cisirung 19,35 tercemar berat BOD, COD dan Fecal colyform
4 Citarum Nanjung 17,93 tercemar berat BOD, COD dan Fecal colyform
Sumber: Hasil Perhitungan dan analisa, 2022

Tabel 5. 14 Status Mutu Air Sungai Citarum Hulu Tahun 2021

Tahun 2021
No Lokasi
Nilai Pij Status Cemar Parameter Pencemar
1 Citarum Wangisagara 11,07 tercemar berat DO dan Fecal colyform
2 Citarum Koyod 20,49 tercemar berat NH3-N, BOD, COD dan Fecal colyform
3 Citarum Setelah Ipal Cisirung 29,85 tercemar berat NH3-N, BOD, COD dan Fecal colyform
Total Fosfat, NH3-N, BOD, COD dan
4 Citarum Nanjung 33,05 tercemar berat
Fecal colyform
Sumber: Hasil Perhitungan dan analisa, 2022

V- 42
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5.3.2 Sumber Pencemaran

Berdasarkan perhitungan kontribusi tiap kelompok parameter terhadap nilai indeks kualitas
air sungai Citarum hulu tahun 2018, 2019 dan 2020, menunjukkan perbaikan kualitas air
dalam setiap tahunnya, terutama pada tahun 2020. Nilai Pij dan nilai prosentase kontribusi
parameter pencemar dapat dijadikan sasaran bagi upaya pengendalian perbaikan kualitas air
sungai Citarum.

PENINGKATAN/ PENURUNAN NILAI Pij


KUALITAS AIR CITARUM HULU
45,00
40,00 41,95
37,49 34,46 37,09
35,00
31,87 33,05
30,00
NILAI Pij

25,00 24,77 29,85


20,00
16,59 20,49 17,93
15,00 19,35
13,92 13,34
10,00
11,07
5,00
7,01
0,00
Wangisagara Jembatan Koyod Setelah Ipal Cisirung Nanjung

Tahun 2018 Tahun 2019

Tahun 2020 Tahun 2021

Gambar 5. 22 Nilai Indeks Kualitas Air Citarum Hulu Tahun 2018 – 2020
Sumber: Perhitungan dan analisa, 2022

Berdasarkan hasil analisa kualitas air dan perhitungan distribusi tiap kelompok parameter
pada tahun 2018 pencemaran air yang terjadi disebabkan oleh beberapa parameter yang
melebihi baku mutu, parameter tersebut antara lain Total Fosfat, NH3-N, BOD, COD dan Fecal
colyform. Tahun 2019 terjadi peningkatan pencemaran dari tahun sebelumnya dengan
peningkatan nilai indikator pencemar antara lain TSS, Fosfat, NH3-N, BOD, COD dan Fecal
colyform, Tahun 2020 menunjukkan adanya perbaikan kualitas air sungai dari tahun
sebelumnya, hanya saja masih terdapat beberapa parameter indikator pencemaran yang
berada diatas baku mutu yang sangat berpengaruh terhadap nilai indeks kualitas air DAS
Citarum, parameter tersebut antara lain fecal colyform , BOD dan COD. Tahun 2021 Kualitas
air DAS Citarum hulu kembali mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumya

V- 43
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

dengan indikator pencemar yang melebihi baku mutu antara lain TSS, Total Fosfat, NH3-N,
BOD, COD dan Fecal coliform.

Secara umum, eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrien
yang berlebihan ke dalam ekosostem air. Air tersebut dikatakan eutrofik jika konsentrasi
phosphorus (Total Fosfat) berada dalam rentang 35 – 100 µg/l. Bahkan terjadinya eutrofikasi
ditandai dengan pertumbuhan alga dan tanaman lainnya di permukaan air. Terjadinya
eutrofikasi adalah karena aktifitas manusia yang menggunakan pupuk nitrat dan fosfat hingga
memicu pertumbuhan tanaman padat yang menutupi permukaan air. Selain daripada itu
sumber kadar fosfat dalam air buangan terdapat pula dalam beberapa produk lainnya
diantaranya, produk pembersih, deterjen cucian, pembersih perak, pembersih berbasis air,
poles logam, produk farmasi, dan produk lainnya.

Amoniak (NH3-N) adalah senyawa nitrogen dan hidrogen (NH3). Di indonesia amonia
dihasilkan oleh seluruh pabrik pupuk, urea, amonium fosfat, amonium nitrat, dan kalsium
amonia nitrat. Amonia digunakan pula pada industri kertas, industri kulit, produk produk
pembersih, proses pembuatan logam, seperti pada proses nitriding, carbonitriding, bright
annealing, furnace brazing, sintering, dll.

Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan bakteri
aerobik untuk menguraikan bahan organik di dalam air melalui proses oksidasi biologis.
Beberapa kegiatan yang menyebabkan pencemaran BOD antara lain adalah industri pangan,
industri pupuk, air buangan domestik penduduk, limbah peternakan dan kegiatan lainnya
dengan buangan air limbah yang mengandung bahan organik lainnya.

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi secara kimia bahan organik dan anorganik di dalam air. Beberapa kegiatan yang
menyebabkan kadar COD tinggi antara lain, industri tekstil, industri pangan, buangan limbah
domestik, dan kegiatan lainnya dengan buangan air limbah yang mengandung bahan organik
maupun anorganik.

Bakteri fecal colyform adalah golongan bakteri yang hidup dalam pencernaan manusia atau
hewan dan juga sebagai indikator kehadiran bakteri patogen lainnya yang. Keberadaan
bakteri fecal colyform di dalam perairan merupakan indikator tercemarnya lingkungan
perairan oleh kotoran manusia atau hewan.
V- 44
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Berdasarkan analisis dan identifikasi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber
pencemaran DAS Citarum hulu yang mempengaruhi nilai Index Kualitas Air (IKA) berasal dari,
limbah buangan penduduk, limbah industri (pupuk, pangan, pembersihan logam, dll) dan
peternakan. Pembebanan ruas DAS Citarum berdasarkan sumber pencemar dapat dilihat
pada Tabel 5.15.

Tabel 5. 15 Pembebanan Ruas Das Citarum Berdasarkan Sumber Pencemar


Industri Tidak ada
No Kabupaten/ Kota data Dokumen Peternakan Pemicuan Ruas DAS Citarum
Lingkungan (Unit) (unit) STMB (KK)
1 Kab. Sumedang 19 - 518 Citarum Wangisagara
Citarum Wangisagara,
Citarum Koyod,
2 Kab. Bandung 341 2 560
Citarum Setelah IPAL
Cisirung
Citarum Setelah IPAL
3 Kota Bandung 246 - 191
Cisirung
4 Kota Cimahi 147 - 0 Citarum Nanjung
5 Kab. Bandung Barat 255 1 200 Citarum Nanjung
Sumber: Hasil Analisa, 2022
Pokja Limbah Industri dan Pokja Limbah Domestik, 2020

Berdasarkan hasil identifikasi sumber pencemar diatas, dapat dilakukan penelusuran dan
perbaikan penanganan agar upaya perbaikan kualitas air DAS Citarum.

5.3.2.1 Kontribusi Kelompok Parameter

Kontribusi tiap kelompok parameter terhadap nilai indeks kualitas air sungai dianalisa agar
dapat melihat seberapa besar kontribusi setiap parameter yang mempengaruhi nilai kualitas
air dan juga untuk mengidentifikasi sumber pencemar yang menyebabkan penurunan kualitas
air sungai citarum.

A. Citarum Wangisagara
Berdasarkan perhitungan kontribusi tiap kelompok parameter terhadap nilai indeks
kualitas air sungai Citarum hulu, pada tahun 2018 ruas Citarum Wangisagara memiliki nilai
pij sebesar 13,92 dengan beberapa parameter yang mempengaruhi nilai pij/ tidak sesuai
baku mutu air sungai kelas II, parameter tersebut yaitu fecal colyform memiliki kontribusi
terbesar yaitu 62,82%, diikuti oleh parameter DO 14,48%, dan BOD 9,34%. Pada tahun
2019 dengan nilai pij sebesar 16,59 kontribusi terbesar yaitu parameter fecal colyform
39,12% amoniak Bebas (NH3-N) 28,34%, dan DO 10,24%. Pada tahun 2020 dengan nilai
V- 45
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

pij sebesar 7,01 kontribusi terbesar yaitu fecal colyform 38,84% dan DO 14,50%.
Sedangkan pada tahun 2021 dengan nilai Pij sebesar 11,7 kontribusi terbesar yaitu fecal
colyform 58,72% dan DO 14,66%

KONTRIBUSI PARAMETER PENCEMAR


CITARUM WANGISAGARA
70,00
60,00
PROSENTASE (%)

50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00

Tahun 2018 Nilai Pij 13,92


Tahun 2019 Nilai Pij 16,59
Tahun 2020 Nilai Pij 7,01
Tahun 2021 Nilai Pij 11,07

Gambar 5. 23 Kontribusi Konsentrasi Pencemar Terhadap Nilai Indeks Kualitas Air Citarum
Wangisagara Tahun 2018 – 2020
Sumber: Data Kualitas Air Sungai Citarum, DLH Provinsi Jawa Barat, Hasil Perhitungan dan analisa, 2022

Berdasarkaan hasil identifikasi kelompok pencemar, pada tahun 2018, 2019, 2020 dan
2021 kontribusi tiap parameter terhadap pencemaran air sungai Citarum Wangisagara
yeng terbesar pada setiap tahunnya adalah parameter fecal colyform, yang dimana
parameter ini merupakan indikator kehadiran bakteri patogen yang terdapat dalam
saluran pencernaan manusia/hewan (limbah domestic dan peternakan). Kontribusi kedua
adalah parameter ammoniak (NH3-N) dimana tingginya kadar ammoniak diindikasikan
berasal dari industri pupuk, pangan, kegiatan pembersihan cucian, logam, dll. Kontribusi
ketiga adalah parameter DO yang dimana pada umumnya pada suhu 20 °C tingkat DO
maksimal adalah 9 mg/l. Menurunnya kadar DO disini diakibatkan tingginya kadar fecal
coliform dan ammonia.

V- 46
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Ruas Citarum Wangisagara ini merupakan kontribusi dari kegiatan pada wilayah
Kabupaten Bandung. Dapat dilihat pada Tabel 5.14, pemicu Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STMB) juga peternakan di wilayah Kabupaten Bandung.

Hal ini juga diduga berkaitan dengan ketidaksesuaian penggunaan lahan pada wilayah
Kabupaten Bandung, dapat dilihat pada Tabel 5.3 kawasan lindung meliputi kawasan
badan air, sempadan sungai, zona penyangga, dan zona RTH yang dijadikan kawasan
permukiman. Sehingga bertambahnya jumlah penduduk/ permukiman tersebut tidak
sesuai dengan rencana tata ruang dan tidak didukung dengan kondisi sanitasi yang baik
oleh pemerintah.

B. Citarum Koyod
Berdasarkan perhitungan kontribusi tiap kelompok parameter terhadap nilai indeks
kualitas air sungai Citarum hulu, pada tahun 2018 ruas Citarum koyod memiliki nilai Pij
sebesar 24,77. Parameter fecal colyform memiliki kontribusi terbesar yaitu 50,72%, diikuti
oleh parameter amoniak bebas 16,34%, BOD 15,83% dan COD 7,49%. Pada tahun 2019
dengan nilai Pij sebesar 37,49 kontribusi terbesar yaitu fecal colyform 39,82%, diikuti oleh
parameter Amoniak Bebas (NH3-N) 21,43%, BOD 13,85%, COD 8,49% dan TSS 7,04%. Pada
tahun 2020 dengan nilai Pij sebesar 13,34 kontribusi terbesar yaitu fecal colyform 48,58%,
BOD 14,62% dan COD 13,95%. Pada tahun 2021 dengan nilai Pij sebesar 20,49 kontribusi
terbesar yaitu fecal colyform 64,42%, Amoniak Bebas (NH3-N) 9,86%, BOD 7,29% dan COD
5,11%.

V- 47
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

KONTRIBUSI PARAMETER PENCEMAR


CITARUM KOYOD
70,00
60,00
PROSENTASE (%)

50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00

Tahun 2018 Nilai Pij 24,77


Tahun 2019 Nilai Pij 37,49
Tahun 2020 Nilai Pij 13,34
Tahun 2021 Nilai Pij 20,49

Gambar 5. 24 Kontribusi Konsentrasi Pencemar Terhadap Nilai Indeks Kualitas Air Citarum
Koyod Tahun 2018 – 2020
Sumber: Data Kualitas Air Sungai Citarum, DLH Provinsi Jawa Barat, Hasil Perhitungan dan analisa, 2022

Berdasarkan hasil identifikasi kelompok pencemar, pada tahun 2018, 2019, 2020 dan
2021 kontribusi tiap parameter terhadap pencemaran air sungai Citarum Koyod kontribusi
parameter yang terbesar pada setiap tahunnya adalah parameter fecal colyform, yang
dimana parameter ini merupakan indikator kehadiran bakteri patogen yang terdapat
dalam saluran pencernaan manusia/hewan (limbah domestic dan peternakan). Kontribusi
kedua adalah parameter ammoniak (NH3-N) dimana tingginya kadar ammoniak
diindikasikan berasal dari industri pupuk, pangan, kegiatan pembersihan cucian, logam,
dll. Kontribusi ketiga adalah parameter BOD yang merupakan indikator dari hadirnya
pencemaran organik dalam ruas ini diduga hadirnya parameter BOD tersebut dari industri
pupuk, industri pangan, air buangan domestik dan peternakan. Kontribusi ke empat
adalah parameter COD, yang dimana merupakan indikator hadirnya senyawa kimia dalam
badan air. Tinggi nya parameter COD pada ruas suangai ini diduga berasal dari kegiatan
industri pupuk, panngan, pencucian logam, kegiatan MCK, dan air buangan domestik.

Ruas Citarum Koyod ini merupakan kontribusi dari kegiatan pada wilayah Kabupaten
Sumedang dan Kabupaten Bandung. Dapat dilihat pada Tabel 5.14, pemicuan STMB pada
V- 48
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

kabupaten Sumedang dan pemicuan STMB juga peternakan pada wilayah Kabupaten
Bandung.

Hal ini diduga berkaitan dengan ketidaksesuaian penggunaan lahan, pada wilayah
Kabupaten Sumedang pada Tabel 5.5 terdapat kawasan lindung meliputi kawasan Taman
Buru, Kawasan imbuhan Air tanah dan kawasan budidaya meliputi kawasan pertanian
yang dijadikan daerah permukiman dengan status tidak diperbolehkan. Begitupun dengan
ketidaksesuaian penggunaan lahan pada wilayah Kabupaten Bandung, dapat dilihat pada
Tabel 5.3 kawasan lindung meliputi kawasan badan air, sempadan sungai, zona
penyangga, dan zona RTH yang dijadikan kawasan permukiman. Sehingga bertambahnya
jumlah penduduk/ permukiman tersebut tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan
tidak didukung dengan kondisi sanitasi yang baik oleh pemerintah.

C. Citarum Setelah IPAL Cisirung


Berdasarkan perhitungan kontribusi tiap kelompok parameter terhadap nilai indeks
kualitas air sungai Citarum hulu, pada tahun 2018 ruas Citarum setelah ipal Cisirung
memiliki nilai pij sebesar 31,87. Parameter fecal colyform memiliki kontribusi terbesar
yaitu 42,74%, diikuti oleh parameter amoniak bebas 17,8%, BOD 17,43%, COD 9,71% dan
Total Fosfat 5,28%. Pada tahun 2019 dengan nilai Pij sebesar 34,46 kontribusi terbesar
yaitu fecal colyform 43,65%, diikuti oleh parameter Amoniak Bebas (NH3-N) 25,99%, BOD
13,45%, COD 6,02% dan TSS 3,43%. Pada tahun 2020 dengan nilai Pij sebesar 19,35
kontribusi terbesar yaitu fecal colyform 48,24%, BOD 18,07% dan COD 16,61%. Sedangkan
pada tahun 2021 dengan nilai Pij sebesar 29,85, kontribusi terbesar yaitu fecal coliform
64,83 %, amoniak bebas 12,46% BOD 7,79% dan COD 5,25%.

V- 49
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

KONTRIBUSI PARAMETER PENCEMAR


CITARUM SETELAH IPAL CISIRUNG
70,00
60,00
PROSENTASE (%)

50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00

Tahun 2018 Nilai Pij 31,87


Tahun 2019 Nilai Pij 34,46
Tahun 2019 Nilai Pij 19,35
Tahun 2021 nilai Pij 29,85

Gambar 5. 25 Kontribusi Konsentrasi Pencemar Terhadap Nilai Indeks Kualitas Air Citarum
Setelah IPAL Cisirung Tahun 2018 – 2020
Sumber: Data Kualitas Air Sungai Citarum, DLH Provinsi Jawa Barat, Hasil Perhitungan dan analisa, 2022

Berdasarkaan hasil identifikasi kelompok pencemar, pada tahun 2018, 2019, 2020 dan
2021 kontribusi terbesar terhadap pencemaran air sungai Citarum Setelah Ipal Cisirung
adalah parameter fecal colyform, yang dimana parameter ini merupakan indikator
kehadiran bakteri patogen yang terdapat dalam pencernaan manusia/hewan (limbah
domestic dan peternakan). Kontribusi kedua adalah parameter ammoniak (NH3-N)
dimana tingginya kadar ammoniak diindikasikan berasal dari industri pupuk, pangan,
kegiatan pembersihan cucian, logam, dll. Kontribusi ketiga adalah parameter BOD yang
merupakan indikator dari hadirnya pencemaran organik dalam ruas ini diduga hadirnya
parameter BOD tersebut dari industri pupuk, industri pangan, air buangan domestik dan
peternakan. Kontribusi ke empat adalah parameter COD, yang dimana merupakan
indikator hadirnya senyawa kimia dalam badan air. Tinggi nya parameter COD pada ruas
sungai ini diduga berasal dari kegiatan industri pupuk, pangan, pencucian logam, kegiatan
MCK, dan air buangan domestik.

V- 50
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Ruas Citarum Setelah Ipal Cisirung ini merupakan kontribusi dari kegiatan pada wilayah
Kabupaten Bandung dan Kota bandung. Dapat dilihat pada Tabel 5.14, pemicuan STMB
yang sangat besar juga peternakan kabupaten Bandung dan pemicuan STMB wilayah Kota
Bandung.
Hal ini diduga berkaitan dengan ketidaksesuaian penggunaan lahan, pada wilayah
Kabupaten Bandung pada Tabel 5.3 kawasan lindung meliputi kawasan badan air,
sempadan sungai, zona penyangga, dan zona RTH yang dijadikan kawasan permukiman.
Begitu pula dengan wilayah Kota Bandung Pada Tabel 5.8 kawasan lindung meliputi
kawasan perlindungan setempat, dan RTH lindung alami serta kawasan budidaya meliputi
kawasan jalan, perdagangan dan jasa, kantor pemerintah yang dijadikan area
permukiman. Sehingga bertambahnya jumlah penduduk/permukiman tersebut tidak
sesuai dengan rencana tata ruang dan tidak didukung dengan kondisi sanitasi yang baik
oleh pemerintah.

D. Citarum Nanjung
Berdasarkan perhitungan kontribusi tiap kelompok parameter terhadap nilai indeks
kualitas air sungai Citarum hulu, pada tahun 2018 ruas Citarum Nanjung memiliki nilai pij
sebesar 37,09. Parameter fecal colyform memiliki kontribusi terbesar yaitu 40,71%, diikuti
oleh parameter amoniak bebas 18,03%, BOD 16,49%, COD 11,4% dan total Fosfat 6,46%.
Pada tahun 2019 dengan nilai Pij sebesar 41,95 kontribusi terbesar yaitu fecal colyform
44,56%, diikuti oleh parameter Amoniak Bebas (NH3-N) 21,19%, BOD 13,76%, COD 7,74%,
zat tersuspensi (TSS) 4,99% dan total fosfat 3,87%. Pada tahun 2020 dengan nilai Pij
sebesar 17,93 kontribusi terbesar yaitu fecal colyform 45,7%, BOD 19,38% dan COD
17,94%. Sedangkan pada tahun 2021 dengan nilai Pij sebesar 33,05, kontribusi terbesar
yaitu fecal colyform 47,1%, Amoniak Bebas (NH3-N) 24,02%, BOD 8,03%, COD 6,86% dan
Total Fosfat 5,8%.

V- 51
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

KONTRIBUSI PARAMETER PENCEMAR


CITARUM NANJUNG
50,00
45,00
40,00
PROSENTASE (%)

35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00

Tahun 2018 Nilai Pij 37,09


Tahun 2019 Nilai Pij 41,95
Tahun 2020 Nilai Pij 17,93
Tahun 2021 Nilai Pij 33,05

Gambar 5. 26 Kontribusi Konsentrasi Pencemar Terhadap Nilai Indeks Kualitas Air Citarum
Nanjung Tahun 2018 – 2020
Sumber: Data Kualitas Air Sungai Citarum, DLH Provinsi Jawa Barat, Hasil Perhitungan dan analisa, 2022

Berdasarkan hasil identifikasi kelompok pencemar, pada tahun 2018, 2019, 2020 dan 2021
kontribusi terbesar terhadap pencemaran air sungai Citarum Nanjung adalah parameter fecal
colyform , yang dimana parameter ini merupakan indikator kehadiran bakteri patogen yang
terdapat dalam pencernaan manusia/ hewan (limbah domestic dan peternakan). Kontribusi
kedua adalah parameter ammoniak (NH3-N) dimana tingginya kadar ammoniak diindikasikan
berasal dari industri pupuk, pangan, kegiatan pembersihan cucian, logam, dll. Kontribusi
ketiga adalah parameter BOD yang merupakan indikator dari hadirnya pencemaran organik
dalam ruas ini diduga hadirnya parameter BOD tersebut dari industri pupuk, industri pangan,
air buangan domestik dan peternakan. Kontribusi ke empat adalah parameter COD, yang
dimana merupakan indikator hadirnya senyawa kimia dalam badan air. Tinggi nya parameter
COD pada ruas sungai ini diduga berasal dari kegiatan industri pupuk, pangan, pencucian
logam, kegiatan MCK, dan air buangan domestik. Kontribusi ke lima adalah Total Fosfat
karena aktifitas manusia yang menggunakan pupuk nitrat dan fosfat hingga memicu
pertumbuhan tanaman padat yang menutupi permukaan air. Selain daripada itu sumber
kadar fosfat dalam air buangan terdapat pula dalam beberapa produk lainnya diantaranya,
V- 52
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

produk pembersih, deterjen cucian, pembersih perak, pembersih berbasis air, poles logam,
produk farmasi, dan produk lainnya.

Ruas Citarum Nanjung ini merupakan kontribusi dari kegiatan pada wilayah Kota Cimahi,
Kabupaten bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Dapat dilihat pada tabel 5.12, pemicuan
STMB juga peternakan pada wilayah Kabupaten bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
Hal ini juga diduga berkaitan dengan ketidaksesuaian penggunaan lahan, pada wilayah
Kabupaten Bandung pada Tabel 5.3 kawasan lindung meliputi kawasan badan air, sempadan
sungai, zona penyangga, dan zona RTH yang dijadikan kawasan permukiman. Kabupaten
Bandung Barat pada Tabel 5.4 kawasan lindung meliputi kawasan badan air, kawasan hutan
lindung, kawasan taman hutan raya, perlindungan setempat, dan kawasan imbuhan air tanah
serta kawasan budidaya meliputi kawasan hutan rakyat, dan kawasan perkebunan yang
dijadikan kawasan permukiman. Begitu pula dengan wilayah Kota Cimahi pada Tabel 5.7
kawasan lindung meliputi kawasan perlindungan setempat serta kawasan budidaya meliputi
kawasan fasilitas sosial dan umum, dan kawasan industri yang dijadikan area permukiman.
Sehingga bertambahnya jumlah penduduk/ permukiman tersebut tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan tidak didukung dengan kondisi sanitasi yang baik oleh pemerintah.

5.3.3 Analisis Dampak

Penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah penataan ruang dan kesesuaian lahan
menyebabkan dampak lingkungan yang kurang menguntungkan seperti terjadinya erosi,
menurunnya fungsi hidrologis hutan, terjadinya degradasi lahan, dan meningkatnya luasan
lahan kritis, serta kerusakan lingkungan lainnya. Ekosistem DAS terutama DAS Citarum bagian
hulu merupakan bagian yang penting dan tidak bisa diabaikan karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan tata air di prioritaskan di Hulu
DAS Citarum, sebab seringkali menjadi fokus perhatian mengingat keterkaitan biofisik melalui
daur hidrologi terjadi di bagian hulu dan hilir DAS CItarum. Aktivitas perubahan tataguna
lahan dan atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu dapat
memberikan dampak pada bagian hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport
sedimen serta material terlarut lainnya.

V- 53
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

A. Dampak yang diperkirakan Timbul


Penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah penataan ruang dan kesesuaian lahan
menyebabkan dampak lingkungan yang kurang menguntungkan seperti terjadinya erosi,
menurunnya fungsi hidrologis hutan, terjadinya degradasi lahan, dan meningkatnya luasan
lahan kritis, serta kerusakan lingkungan lainnya. Ekosistem DAS Citarum bagian hulu
merupakan bagian yang penting dan tidak bisa diabaikan karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan tata air di prioritaskan di Hulu
DAS Citarum, sebab seringkali menjadi fokus perhatian mengingat keterkaitan biofisik melalui
daur hidrologi terjadi di bagian hulu dan hilir DAS CItarum. Aktivitas perubahan tataguna
lahan dan atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu dapat
memberikan dampak pada bagian hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport
sedimen serta material terlarut lainnya. Matriks interaksi dampak dan indikasi dampak dilihat
pada Tabel 5.16 dan Tabel 5.17.

Tabel 5. 16 Matriks Interaksi Dampak

Perubahan Tutupan Lahan


No Komponen Lingkungan
Tidak Sesuai Rencana Tata Ruang
1. Biotik
a. Vegetasi √
2. Abiotik
a. Air Tanah √
b. Air Permukaan √
c. Udara x
d. Kebisingan x
e. Ruang Lahan dan Tanah √
f. Sosial Ekonomi dan budaya √
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5. 17 Indikasi Dampak yang diperkirakan Timbul


Kegiatan yang Berpotensi Komponen Lingkungan yang Indikasi Dampak yang diperkirakan
Menimbulkan Dampak Terkena Dampak Timbul
Perubahan Tutupan Lahan yang Air Tanah Berkurangnya resapan Air Tanah
tidak sesuai rencana tata ruang (Sumber Daya Air)
wilayah Air Permukaan ● Meningkatnya jumlah air larian
sebagai penyebab utama banjir; dan
● Peningkatan jumlah air larian
merupakan salah satu faktor
penyebab erosi dan penyebab
meningkatnya parameter kekeruhan
(TSS) sebagai salah satu indikator
penentu Indeks Kualitas Air (IKA);
dan
V- 54
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Kegiatan yang Berpotensi Komponen Lingkungan yang Indikasi Dampak yang diperkirakan
Menimbulkan Dampak Terkena Dampak Timbul
● kegiatan industri/ pabrik yang tidak
memiliki ijin tata ruang atau pun ijin
pembuangan air limbah yang dapat
meningkatkan pencemaran air
permukaan.
Ruang Lahan dan Tanah Berubahnya fungsi lahan yang
sebelumnya diperuntukkan sebagai
lahan konservasi air menjadi bangunan
Vegetasi Kerusakan ekosistem menyebabkan
terganggunya kehidupan flora, fauna,
sistem tata air, air dan tanah yang pada
gilirannya akan menyebabkan timbulnya
kenaikan jumlah erosi sehingga lahan
menjadi kritis (Soemarwoto, 1996)
Sosial ekonomi budaya Peningkatan air larian dapat
mengakibatkan terjadinya bencana erosi,
banjir, dan berkurangnya resapan air
tanah.
Sumber: Hasil Analisis, 2022

B. Dampak Penting
Sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup,
telaahan secara keseluruhan dan keterkaitan serta interaksi kegiatan pemanfaatan ruang
dengan dampak lingkungan yang diperkirakan terjadi. Hal ini dilakukan untuk menentukan
karakteristik dampak lingkungan terhadap kualitas lingkungan di Hulu DAS Citarum.

Identifikasi dampak umumnya difokuskan pada kegiatan suatu usaha atau proyek yang
diperkirakan akan menjadi sumber dampak serta komponen-komponen/ parameter-
parameter lingkungan yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat
rencana kegiatan/usaha/proyek. proses identifikasi dampak, harus menetapkan apa yang
menjadi penyebab dampak atau sumber perubahan lingkungan serta sekaligus menetapkan
dengan cermat bagaimana proses yang akan terjadi pada komponen-komponen lingkungan
yang akan mengalami dampak (Chafid Fandeli. 2018).

Perubahan tutupan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang wilayah sangat berpengaruh
terhadap kuantitas dan kualitas air permukaan, hal ini merupakan dampak penting yang akan
terkena dampak secara langsung akibat dari perubahan tersebut.

V- 55
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan terhadap kualitas air DAS Citarum dengan beberapa
titik pantau di beberapa ruang sungai Citarum hulu yang dapat dilihat pada Gambar 5.21 dan
hasil analisa kontribusi tiap parameter dapat dilihat bahwa parameter utama terbesar yang
berkontribusi terhadap pencemaran air DAS Citarum hulu adalah parameter Fecal Colyform,
yang dimana parameter ini merupakan indikator dari kehadiran buangan manusia/hewan.

Perubahan pengunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk/ pemukiman dan bertambahnya buangan
domestik, MCK dan kegiatan rumah tangga lainnya yang tidak didukung dengan kondisi
sanitasi yang baik dikarenakan tidak sesuai dengan perencanaan sanitasi ataupun jalur
instalasi penyaluran air buangan yang telah dibuat oleh pemerintah wilayah setempat.
Sehingga penduduk tersebut membuang air limbah domestik secara langsung ke badan air
Sungai Citarum. Berdasarkan data pokja limbah domestik tahun 2020 pada Tabel 5.15, jumlah
masyarakat yang berkontribusi membuang limbah domestik ke DAS Citarum hulu sebesar
1.469 KK, sedangkan sebagian masyarakat laiinya menggunakan sistem sanitasi setempat,
terpusan dan juga melalui saluran air buangan menuju IPAL.

Pencemaran air DAS Citarum hulu dari parameter fecal Coliform bisa juga bersumber dari
kotoran hewan pada peternakan, menurut data Pokja Limbah peternakan tahun 2021
terdapat 34 desa yang memiliki peternakan di wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Bandung Barat.

Berdasarkan data ketidaksesuaian penggunaan lahan yang dapat dilihat pada Tabel 5.3, Tabel
5.4, Tabel 5.7, Tabel 5.8, keadaan ini terjadi disetiap wilayah kabupaten/ kota dan
berkontribusi terhadap DAS Citarum, ketidaksesuaian tersebut antara lain :

1. Kabupaten Bandung, dapat dilihat pada Tabel 5.3 kawasan lindung meliputi kawasan
badan air, sempadan sungai, zona penyangga, dan zona RTH yang dijadikan kawasan
permukiman
2. Kabupaten Bandung Barat , dapat dilihat pada Tabel 5.4 kawasan lindung meliputi
kawasan badan air, kawasan hutan lindung, kawasan taman hutan raya, perlindungan
setempat, dan kawasan imbuhan air tanah serta kawasan budidaya meliputi kawasan
hutan rakyat, dan kawasan perkebunan yang dijadikan kawasan permukiman.

V- 56
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

3. Kabupaten Sumedang, dapat dilihat pada tabel 5.5 terdapat kawasan lindung
(kawasan Taman Buru, Kawasan imbuhan Air tanah) dan kawasan pertanian yang
dijadikan daerah permukiman dengan status tidak diperbolehkan.
4. Kota Cimahi, dapat dilihat pada Tabel 5.7 kawasan lindung meliputi kawasan
perlindungan setempat serta kawasan budidaya meliputi kawasan fasilitas sosial dan
umum, dan kawasan industri yang dijadikan area permukiman.
5. Kota Bandung, dapat dilihat pada Tabel 5.8 kawasan lindung meliputi kawasan
perlindungan setempat, dan RTH lindung alami serta kawasan budidaya meliputi
kawasan jalan, perdagangan dan jasa, kantor pemerintah yang dijadikan area
permukiman.

Parameter lainnya yang ikut berkontribusi terhadap pencemaran air DAS Citarum hulu adalah
BOD, COD, Ammonia (NH3-N), zat tersuspensi (TSS) dan Total Fosfat . kehadiran parameter
pencemar ini diduga berasal dari kegiatan kegiatan air buangan domestik, industri pangan,
industri pupuk, pencucian pakaian, logam, kegiatan MCK, kegiatan rumah tangga, dll.
Menurut data Pokja Limbah Industri tahun 2022 (tabel 5.15) terdapat sebanyak 1.008 unit
industri di wilayah Citarum hulu yang tidak memiliki data dokumen lingkungan. Adapun
beberapa temuan lapangan hasil survey (4.14) dan informasi dari Satgas Citarum pada Tabel
4.13 mengenai permasalahan pencemaran kualitasa air Citarum.

Dari hasil analisa, data Pokja Limbah Industri, Pokja limbah permukiman, Pokja limbah
peternakan, hasil survey, dan informasi Satgas Citarum dapat dilihat sumber permasalahan
pencemaran air DAS Citarum. Hal ini perlu segera ditindaklanjuti agar permasalahan
pencemaran air DAS citarum dapat dikendalikan dan Nilai Indeks Kualitas Air (IKA) DAS
Citarum dapat ditingkatkan.

5.3.4 Analisis Perubahan Kualitas Lingkungan

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. 27
Tahun 2021 bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 489 huruf b Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup perlu menerapkan peraturan Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan tentang Indeks
Kualitas Lingkungan hidup. Indeks kualitas lingkungan hidup adalah nilai yang
menggambarkan kualitas lingkungan hidup dalam suatu wilayah pada waktu tertentu, yang
V- 57
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

merupakan nilai komposis dari Indeks Kualaitas Air, Indeks Kualitas Udara, Indeks Kualitas
Lahan dan Indeks Kualitas Air Laut.

Pengendalian lingkungan hidup merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan


pemerintah daerah setempat. Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah
mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu
dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sunguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Fenomena pencemaran lingkungan
menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup sehingga kualitas
lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Peningkatan jumlah
penduduk mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya lahan dan berakibat terhadap
perubahan penggunaan lahan yang ada kalanya tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan.

Seperti halnya pencemaran air yang terjadi pada wilayah DAS Citarum Hulu, perubahan
pengunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah mengakibatkan
bertambahnya jumlah penduduk/ pemukiman dan bertambahnya air buangan domestik,
MCK dan kegiatan rumah tangga lainnya yang mempengaruhi kualitas air DAS Citarum. Selain
daripada itu, pencemaran lingkungan juga terjadi dikarenakan munculnya industri industri
yang belum memiliki dokumen lingkungan sehingga pencemaran limbah industsri tidak dapat
dikendalikan. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat mengenai
hasil pemantauan kualitas air di beberapa titik pantau DAS Citarum hulu dan hasil analisa
(Gambar 5.30), pada tahun 2018 kondisi kualitas air Das Citarum hulu dalam keadaan
tercemar berat dengan nilai Pij di wilayah hilir (Citarum Nanjung) sebesar 37,09, tahun 2019
keadaan masih dalam status tercemar berat dengan nilai Pij di ruas Citarum Nanjung sebesar
41,95, tahun 2020 kondisi kualitas air DAS Citarum hulu terlihat membaik dari tahun
sebelumnya dengan nilai Pij di ruas Citarum Nanjunng sebesar 17,93 peningkatan kualitas ini
kemungkinan disebabkan berhentinya kegiatan-kegiatan industri pada saat pandemi covid 19
dan juga kinerja dari tim penanganan dalam perbaikan kualitas DAS Citarum. Pada tahun 2021
kualitas air DAS Citarum hulu kembali mengalami penurunan kualitas dengan nilai Pij di ruas
Citarum Nanjung sebesar 33,05.

V- 58
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Keadaan ini perlu segera ditindaklanjuti dan dikendalikan agar upaya perbaikan kualitas air
Sungai Citarum/Ultimate Goal (Mutu Air Kelas II) pada tahun 2025 dapat segera
terealisasikan.

V- 59

Anda mungkin juga menyukai