SAINTIFIK
SUATU LOMPATAN ILMIAH PENGEMBANGAN JAMU
Diterbitkan oleh :
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
Jl. Raya Lawu No. 11 Tawangmangu, Karanganyar Jawa Tengah 57792
Telp. (0271) 697010 Faks. (0271) 697451
JAMU SAINTIFIK
SUATU LOMPATAN ILMIAH PENGEMBANGAN JAMU
Diterbitkan oleh :
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
Jl. Raya Lawu No. 11 Tawangmangu, Karanganyar Jawa Tengah 57792
Telp. (0271) 697010 Faks. (0271) 697451
JAMU SAINTIFIK
ii
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
SAMBUTAN
JAMU SAINTIFIK
iii
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Saya berharap pemanfaatan jamu di fasilitas pelayanan kesehatan
dapat segera terwujud, sejalan dengan berkelanjutannya penemuan bukti
ilmiah ramuan jamu. Tentunya dari sisi hulu yaitu penguatan ketersediaan
bahan baku jamu harus terus didorong oleh Komisi Sainti ikasi Jamu
Nasional, untuk bersinergi dengan stakeholder sektor hulu.
Saya menyambut baik terbitnya buku ini, semoga implementasi
penelitian pelayanan jamu yang saat ini terfokus di Klinik Sainti ikasi Jamu
Hortus Medicus, akan dapat semakin luas dapat dijalankan oleh jejaring
Dokter Sainti ikasi Jamu di berbagai provinsi di Indonesia.
JAMU SAINTIFIK
iv
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
KATA PENGANTAR
JAMU SAINTIFIK
v
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
ini dan tidak lupa ucapan penghargaan bagi para narasumber yang telah
berkontribusi dalam penyusunan buku ini.
JAMU SAINTIFIK
vi
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
DAFTAR ISI
Sambutan....................................................................................................................... iii
Kata Pengantar ............................................................................................................ v
Daftar Isi ........................................................................................................................ vii
Glosary dan Singkatan .............................................................................................. ix
BAB 1. Pendahuluan ............................................................................................... 1
BAB 2. Penjelasan Umum ..................................................................................... 7
BAB 3. Ramuan Jamu Sainti ik ........................................................................... 11
A. Ramuan Jamu Sainti ik Hiperurisemia .................................... 13
B. Ramuan Jamu Sainti ik Hipertensi ............................................ 33
C. Ramuan Jamu Sainti ik Osteoartritis ........................................ 53
D. Ramuan Jamu Sainti ik Hiperkolesterolemia........................ 73
E. Ramuan Jamu Sainti ik Hemorhoid .......................................... 95
F. Ramuan Jamu Sainti ik Hepatoprotektor ............................... 109
G. Ramuan Jamu Sainti ik Dispepsia .............................................. 123
JAMU SAINTIFIK
vii
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
BAB 4. Penutup ......................................................................................................... 137
Lampiran ................................................................................................................... 141
JAMU SAINTIFIK
ix
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
JAMU SAINTIFIK
1
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Indonesia merupakan negara yang sangat menguntungkan secara
geogra is. Pada tahun 2017, negara kita ditetapkan mempunyai 16.062
pulau tersebar dari Sabang hingga Merauke. Diantara pulau-pulau di
Indonesia terdapat berbagai etnis dengan budaya yang berbeda. Data BPS
menyebutkan, Indonesia memiliki 1.068 etnis.
Budaya memelihara kesehatan dan pengobatan dengan jamu atau
dengan tanaman obat, sudah merupakan warisan leluhur. Hal ini terlihat
pada relief yang berada di Candi Borobudur, serta sejarah masuknya
pengobatan tradisional.
Penggolongannya di Indonesia berdasarkan ijin edar, obat tradisional
dibagi menjadi Fitofarmaka, Obat Herbal Terbatas (OHT) dan Jamu.
Menurut perka Kabadan POM No 13 Tahun 2014, sediaan itofarmaka
dapat digunakan dalam fasyankes, karena sudah mempunyai bukti
ilmiah melalui uji klinik. Sampai dengan tahun 2010, jumlah Fitofarmaka
hanya 6 produk, a.l. akibat besarnya, biaya yang harus dikeluarkan dalam
menyelenggarakan uji klinik, dan memberatkan industri obat tradisional.
Perkembangan yang lambat dalam memperoleh produk itofarmaka,
mendorong pemerintah menerbitkan Permenkes 003 tahun 2010 tentang
penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Tujuannya adalah:
1. Memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu
secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
2. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga
kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif,
promotif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan jamu.
3. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan
penggunaan jamu.
4. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata
yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk
pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Program ini dikenal dengan “Sainti ikasi Jamu” yang merupakan
terobosan untuk mengangkat jamu menjadi produk berbukti ilmiah dan
diharapkan dapat digunakan dalam fasyankes.
JAMU SAINTIFIK
3
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Dengan Sainti ikasi Jamu, ramuan empiris dapat dipercaya oleh tenaga
kesehatan, sehingga dapat memberikan manfaat berbukti ilmiah. Biaya
yang dibutuhkan tidak besar, karena menggunakan pendekatan : ”reverse
pharmacology”, ramuan yang sudah turun menurun aman digunakan,
langsung dapat dilakukan uji klinik fase 2. Inilah suatu upaya memajukan
jamu, dengan suatu lompatan ilmiah, dan menjadi model yang dapat
digunakan untuk mempercepat perolehan sediaan itofarmaka, sehingga
jamu mempunyai kedudukan yang sama dengan itofarmaka.
Dalam mengawal program Sainti ikasi Jamu, dibentuk Komisi
Sainti ikasi Jamu Nasional oleh Menteri Kesehatan. Tugas dari Komisi
Sainti ikasi Jamu Nasional antara lain:
1. membina pelaksanaan sainti ikasi jamu
2. meningkatkan pelaksanaan penegakan etik penelitian jamu
3. menyusun pedoman nasional berkaitan dengan pelaksanaan
sainti ikasi jamu
4. mengusulkan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan mengenai bahan jamu, khusunya segi budi daya, formulasi,
distribusi dan mutu serta keamanan yang layak digunakan untuk
penelitian
5. melakukan koordinasi dengan peneliti, lembaga penelitian dan
universitas serta organisasi profesi dalam dan luar negeri, pemerintah
maupun swasta di bidang produksi jamu
6. membentuk jejaring dan membantu peneliti dokter atau dokter gigi
dan tenaga kesehatan lainnya yang melakukan praktik jamu dalam
seluruh aspek penelitiannya
7. membentuk forum antar tenaga kesehatan dalam sainti ikasi jamu
8. memberikan pertimbangan atas proses dan hasil penelitian yang
aspek etik, hukum dan metodologinya perlu ditinjau secara khusus
kepada pihak yang memerlukannya
9. melakukan pendidikan berkelanjutan meliputi pembentukan dewan
dosen, penentuan dan pelaksanaan silabus dan kurikulum serta
serti ikasi kompetensi
JAMU SAINTIFIK
4
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
10. mengevaluasi secara terpisah ataupun bersamaan hasil penelitian
pelayanan termasuk perpindahan metode/upaya antara kuratif dan
non kuratif hasil penelitian pelayanan praktik/klinik jamu
11. mengusulkan kelayakan hasil penelitian menjadi program sinergi,
integrasi dan rujukan pelayanan jamu kepada Menteri Kesehatan
melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
12. membina Komisi Daerah Sainti ikasi Jamu di provinsi atau Kabupaten/
Kota
13. memberikan rekomendasi perbaikan dan berkelanjutan program
sainti ikasi jamu kepada Menteri Kesehatan dan
14. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Menteri Kesehatan
Berbagai kegiatan dalam program Sainti ikasi Jamu dikoordinasikan
oleh Komisi Sainti ikasi Jamu Nasional, yaitu penyusunan pohon keilmuan
Kesehatan Tradisonal Indonesia (Body of Knowledge Kesehatan Tradisional
Indonesia; Studi klinik jamu; pelatihan dokter dan apoteker Sainti ikasi
Jamu.
Studi klinik dimaksudkan untuk memberikan bukti ilmiah manfaat
jamu empiric, seperti disebut dalam tujuan. Studi SJ terhadap ramuan
jamu telah dilaksanakan di Rumah Riset Jamu Tawangmangu dengan
menyertakan dokter SJ sebagai perekrut subjek di beberapa klinik jamu
dan puskesmas sebagai study sites.
Buku ini merupakan kumpulan ramuan yang telah memiliki data
klinik ilmiahyang diperoleh dari studi klinik yang telah diakukan oleh
Rumah Riset Jamu bersama study sites. Ramuan jamu ini disebut Jamu
Sainti ik, artinya jamu empirik yang telah tersainti kasi, Setelah menjadi
Jamu Sainti ik maka dapat dimanfaatkan oleh dokter/ tenaga kesehatan di
fasyankes primer.
Uraian berikut mencakup 7 ramuan jamu dengan rincian penjelasaan
penyakit, tanaman penyusun ramuan jamu, penelitian ramuan jamu
sainti ik dan kepustakaan yang diacu.
JAMU SAINTIFIK
5
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
JAMU SAINTIFIK
7
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Hasil penelitian yang dijelaskan dalam buku ini bersumber dari
penelitian yang telah dilaksanakan oleh Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT).
Penelitian tersebut mencakup penelitian pra klinik dan penelitian klinik.
Penelitian pra klinik dilaksanakan pada hewan coba di laboratorium
farmakologi eksperimental. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui keamanan dan khasiat ramuan jamu sebelum diujikan pada
manusia. Penelitian klinik dilakukan mulai dengan uji tanpa pembanding
pada subjek terbatas, kemudian dilanjutkan uji klinik dengan pembanding
dengan subjek yang lebih banyak.
Ramuan jamu dipilih oleh Komisi Sainti ikasi Jamu Nasional. Ramuan
disusun berdasarkan ramuan empiris yang telah dilakukan kajian
pustaka sehingga layak untuk dipergunakan di masyarakat. Tanaman
yang digunakan dalam ramuan ini telah memenuhi kriteria standar
oleh Laboratorium B2P2TOOT. Ramuan terdiri dari komposisi inti
dan komposisi tambahan. Komposisi inti terdiri dari tanaman obat
yang mempunyai efek langsung dalam terapi penyakit. Komposisi
tambahan (Temulawak, Kunyit, Meniran) merupakan tanaman obat yang
dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup dan kebugaran
pasien.
Ramuan disiapkan dengan mengikuti prinsip dasar pembuatan infusa,
yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Didihkan 5 gelas air.
2. Masukkan 1 kemasan ramuan jamu.
3. Tunggu selama ± 15 menit (sampai air tersisa 3 gelas dengan nyala api
kecil dengan sesekali diaduk).
4. Diamkan hingga hangat/dingin.
5. Saringlah dan minum 3 x 1 gelas tiap hari.
Ramuan ini disiapkan dengan menggunakan wadah yang terbuat
dari tanah liat, porselen, stainless steel, atau enamel. Ramuan diminum
setelah makan.
JAMU SAINTIFIK
9
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Ramuan jamu sebagian besar digunakan untuk penyakit metabolik
degeneratif. Faktor risiko utama untuk penyakit ini adalah faktor resiko
gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat mengurangi risiko terkena
penyakit metabolik degeneratif. Pencegahan secara umum dilakukan
dengan menjalankan pola hidup yang sehat, berolahraga secara teratur,
istirahat yang cukup, makan-makanan yang berserat, minum air yang
cukup, dan jangan merokok serta minum minuman keras.
10 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
JAMU SAINTIFIK
11
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
A
Ramuan Jamu Saintifik Hiperurisemia
Penyusun:
JAMU SAINTIFIK
13
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
1. Penjelasan Penyakit
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan
kadar asam urat darah di atas normal (wanita > 6 mg/dL, laki-laki
> 7 mg/dL). Asam urat adalah asam yang berbentuk kristal-kristal
yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan
nukleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang
terdapat pada inti sel-sel tubuh.
Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkangout/
pirai, namun tidak semua hiperurisemia akan menimbulkan gout/
pirai. Gout/pirai adalah penyakit akibat adanya penumpukan kristal
monosodium urat pada jaringan akibat peningkatan kadar asam urat.1
a. Epidemiologi
Prevalensi gout semakin meningkat.Prevalensi penyakit
sendi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia
11,9% sedangkan berdasarkan wawancara sebesar 24,7%.
Prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi
di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan
Papua (15,4%). Provinsi Lampung memiliki angka Prevalensi
penyakit sendi berdasarkan diagnosis dokter/ tenaga kesehatan
pada umur ≥15 tahun yaitu 11,5%.prevalensi penyakit sendi
pada usia 55 - 64 tahun 45,0%, usia 65 – 74 tahun 51,9%, usia ≥
75 tahun 54,8%.2
b. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya gout dapat dibagi menjadi:1,3
1.) Gout primer
Hampir 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik).
Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor
hormonal seperti kekurangan enzim HPRT (hypoxantin
phosphoribosyle tranferase) atau kenaikan akti itas enzim
PRPP (phosphoribosyle pyrophosphate), kasus ini yang dapat
diidenti ikasi hanya 1 % saja.
14 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
2.) Gout sekunder
Meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu
mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi.
d. Gambaran Klinis
Tahapan penyakit asam urat atau gout:4
1) Tahap asimtomatik
JAMU SAINTIFIK
15
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Tahap ini merupakan tahap stadium awal. Kadar asam urat
darah meningkat tapi tidak menimbulkan gejala.
2) Tahap akut
Serangan akut pertama datang tiba-tiba dan cepat memuncak.
Umumnya serangan pertama kali terjadi pada tengah malam
atau menjelang pagi. Serangan itu berupa rasa nyeri yang
hebat pada pangkal ibu jari kaki.
3) Tahap interkritikal
Penderita dapat kembali bergerak normal serta melakukan
berbagai aktivitas seperti olahraga tanpa rasa sakit sama
sekali.
4) Tahap kronik
Terjadi bila penyakit diabaikan sehingga bisa menjadi akut.
e. Penatalaksanaan
Penanganan non farmakologidapat digunakan sebagai
pencegahan meliputi:1,4
1) Mengatur pola makan
Kurangi makanan yang mengandung purin tinggi seperti
hati, ginjal, otak, jantung, paru, jeroan, udang, remis, kerang,
sardin, ekstrak daging (abon, dendeng), ragi (tape), kacang-
kacangan, kembang kol, bayam, buncis, jamur, daun singkong,
daun pepaya, kangkung.
2) Menghindari alkohol
3) Banyak minum air
4) Menurunkan berat badan dengan olahraga
Pada penanganan secarafarmakologisasaran pengobatan
gout terdiri dari dua tahap, yang pertama ialah mengobati
serangan gout fase akut yang disusul dengan tahap kedua, yaitu
mengobati gout kronik atau fase pasca akut.
Tahap pertama: Dalam keadaan akut pasien dianjurkan hanya
memakai analgetik (anti nyeri) terutama untuk menghilangkan
rasa sakit.
16 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Tahap kedua: Bila rasa sakit sudah hilang, maka pengobatan
bisa diarahkan ke penurunan kadar asam urat darah dengan
jangka waktu yang lebih panjang. Untuk ini ada dua jenis obat
yang baik, yaitu probenecid dan alopurinol.1,4,6
JAMU SAINTIFIK
17
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Penelitian lain mengenai penggunaan daun kepel pada
pengobatan asam urat telah dilakukan oleh Sutomo (2008),
menggunakan hewan uji ayam jantan Broiller. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa fraksi larut petroleum eter dari
daun kepel dapat mempengaruhi penurunan kadar asam urat
darah ayam yang telah dibuat hiperurisemia dengan pemberian
100% jus hati ayam mentah 5 mL/kg bb dua kali sehari selama 14
hari. Dosis efektif pemberian fraksi larut petroleum eter terhadap
penurunan kadar ayam jantan broiler hiperurisemia adalah 100
mg/kg bb.
Kandungan kimia yang diduga beraktivitas menurunkan
kadar asam urat pada daun kepel adalah lavonoid. Aktivitas
hipourisemia diperoleh melalui penghambatan enzim xantin
oksidase10, yaitu enzim yang berperan sebagai katalisator
dalam proses oksidasi hipoxantin menjadi xantin dan kemudian
menjadi asam urat. Flavonoid juga bersifat sebagai antioksidan
penangkap radikal superoksida.12
18 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Kandungan kimia yang bertanggungjawab sebagai agen
hipourisemia pada kayu secang belum diketahui.
Kayu secang juga berfungsi sebagai analgetik yang
merupakan gejala dari hiperurisemia. Penelitian efek analgetik
infusa kulit kayu secang pada mencit putih dosis 225 mg/10 g
bb menunjukkan efek yang tidak berbeda dengan asetosal 0,25
mg/10 g bb dalam menekan rasa sakit akibat pemberian asam
asetat.16
JAMU SAINTIFIK
19
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
in lamasi dubur, wasir, sakit perut karena lu, luka infeksi, jerawat,
eksema, cacar dan mual.21
Rimpang temulawak mengandung fenol, lavonoid, tanin,
saponin, terpenoid, sterol, protein, dan karbohidrat.22 Minyak
atsiri dari rimpang temulawak, antara lain: xanthorrhizol sebagai
komponen utama diikuti oleh camphene, Kurkumin, α pinene, α
thujene, β pinene, linalool kemudian zingiberene.23
Infusa temulawak dapat menghambat volume radang pada
dosis 480 mg/100 mg bb pada telapak kaki tikus yang diinduksi
0,2 ml/ekor suspensi 1% karagen dalam NaCl isiologis.24
Mekanisme kurkumin sebagai antiin lamasi yaitu menghambat
pembentukan prostaglandin.
Temulawak juga menunjukkan aktivitas analgesik yang jika
dibandingkan dengan aspirin melalui metode hot plate dan tail
lick tidak menunjukkan hasil yang signi ikan, sedangkan metode
induksi formalin menunjukkan hasil yang signi ikan.25
20 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
f. Meniran (Phyllanthus niruri L.)
Herba meniran secara empirik digunakan untuk pengobatan
gangguan ginjal, sariawan, malaria, tekanan darah tinggi, peluruh
air seni, nyeri ginjal, kencing batu, dan gangguan empedu serta
bersifat antidiare dan antipiretik.27
Herba meniran mengandung karbohidrat, protein, alkaloids
and lavonoids.28 Komponen utama yang bertanggung jawab
dalam aktivitas meniran antara lain, ilantin, hipo ilantin,
dan triacontanal.29 Meniran pada ramuan ini berfungsi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.
Hasil uji praklinik menunjukkan bahwa ekstrak meniran
dapat memodulasi sistem imun lewat proliferasi dan aktivasi
limfosit T dan B, sekresi beberapa sitokin spesi ik seperti
interferon-γ, tumor necrosis factor α dan beberapa interleukin.30
Uji klinis meniran menunjukkan aktivitas sebagai
imunomodulator, berperan membuat sistem kekebalan tubuh
lebih aktif menjalankan tugasnya sekaligus meningkatkan sistem
imun tubuh, sehingga meningkatkan kekebalan atau daya tahan
tubuh terhadap serangan virus, bakteri, atau mikroba.
JAMU SAINTIFIK
21
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
hiperurisemia >10944 mg/200 g bb. atau > 54720 mg/kg bb;
sedangkan angka LD50 ramuan hipertensi >10038 mg/200 g bb.
atau >50190 mg/kg bb. 31
Kedua ramuan dapat dianggap termasuk ke dalam golongan
bahan Practically Non Toxic (PNT). Pada uji toksisitas subkronis
ramuan hiperurisemia dosis terbesar (3078 mg/200 g bb.), yang
diberikan terus menerus selama 90 hari, tidak menimbulkan
kelainan fungsi darah, hati dan ginjal. Begitu juga dengan ramuan
hipertensi dosis 3564 mg/200 g bb. yang diberikan terus menerus
selama 90 hari tidak menunjukkan kelainan pada fungsi darah,
hati dan ginjal.31
b. Studi Klinis
1) Studi Klinis Pre-Post
Observasi klinis asam urat darah telah dilakukan di Klinik
Sainti ikasi Jamu Hortus Medicus B2P2TOOT. Subjek
penelitian ini berjumlah 30 orang dan merupakan penderita
hiperurisemia rawat jalan di Klinik Sainti ikasi Jamu Hortus
Medicus B2P2TOOT. Disain penelitian ini menggunakan
quasi eksperimental pre dan post test design. Kriteria inklusi
penelitian ini adalah penderita hiperurisemia, perempuan
> 6 mg/dL, laki-laki > 7 mg/dL dengan umur lebih dari 17
tahun, kurang dari 60 tahun. Sedangkan kriteria eksklusi
meliputi wanita hamil, penderita hiperurisemia disertai
serangan akut berat, penderita hiperurisemia dengan
penyakit penyerta berat dan penderita hiperurisemia dengan
kegawat-daruratan lainnya.32
Perlakuan subyek penelitian adalah sebagai berikut :
a) Sebelum dilakukan observasi, dilakukan pemeriksaan
fungsi hati (SGOT, SGPT) dan fungsi ginjal (ureum,
kreatinin) yang dipergunakan sebagai data awal kondisi
kedua organ agar dapat dimonitor jika ada efek samping
22 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
pada kedua organ tersebut. Pemeriksaan fungsi hati dan
fungsi ginjal dilakukan pada awal observasi klinis, pada
pertengahan observasi dan pada akhir observasi klinis,
yaitu pada minggu ke 1, minggu ke 6 dan pada minggu
ke 12. Untuk pemeriksaan fungsi hati dan fungsi darah
dibutuhkan darah subyek sebanyak kurang-lebih 3
ml yang diambil dari darah vena, di fossa cubiti (vena
mediana cubiti).32
b) Pada hari ke 1 observasi, subyek diberi ramuan
simplisia (sediaan kering) kepel, secang dan tempuyung,
temulawak, kunyit, dan meniran yang telah dikemas
dan disertai aturan pembuatan jamu, kemudian jamu
tersebut diminum secara terus menerus selama 3 (tiga)
bulan.
c) Sediaan kering yang diberikan dipergunakan selama 1
(satu) minggu, dan subyek diminta datang lagi ke klinik
sainti ikasi jamu jika simplisia yang diberikan telah
habis.
d) Setiap subyek penelitian datang ke klinik sainti ikasi
jamu dilakukan anamnese tentang perkembangan
penyakit dan keluhan, serta dilakukan pemeriksaan isik
yang diperlukan.
e) Observasi kadar asam urat darah subyek dilakukan
pada awal minggu ke 1, akhir minggu ke 6 dan akhir
minggu ke 12. Kadar asam urat darah diperiksa dengan
metode sfektrofotometri. Pemeriksaan kadar asam urat
ini memerlukan sampel darah kurang lebih 0,5 mL yang
diambil dari darah vena, di fossa cubiti (vena mediana
cubiti).32
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dilihat dari
efektivitas formula anti asam urat terbukti menurunkan
asam urat darah pada subjek penelitian. Observasi mengenai
JAMU SAINTIFIK
23
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
pengalaman subjek selama menjalani terapi diketahui
bahwa formula mampu memberikan perbaikan gejala klinis
subjektif yaitu pengurangan nyeri sendi, bengkak sendi,
gangguan gerakan dan kesemutan. Observasi mengenai
keamanan formula menunjukkan bahwa formula asam urat
terbukti tidak mempengaruhi fungsi hati dan ginjal pada
pemakaian 3 bulan berturut-turut.32
2) Studi Klinis Pre-Post Lain
Penelitian lain telah dilakukan sebagai salah satu upaya
untuk mendapatkan informasi kemanfaatan dan keamanan
jamu sebagai upaya preventif maupun kuratif/terapi serta
peningkatan kebugaran (wellness), yaitu dengan melakukan
suatu studi kohort prospektif, yakni melakukan observasi
klinik terhadap pemanfaatan jamu untuk beberapa indikasi
seperti hiperglikemik, hipertensi, hiperkolesterolemia dan
hiperurisemia yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien
(subyek) di 30 klinik dokter yang telah mengikuti diklat
sainti ikasi jamu 50 jam.33
Penelitian dilakukan di klinik dokter SJ yang melakukan
pelayanan pengobatan tradisional dengan jamu untuk
indikasi hipertensi, hiperglikemia, hiperkolesterolemia, dan
hiperurisemia. Tempat penelitian adalah di klinik Hortus
Medicus B2P2TO2T (Tawangmangu), tempat praktik 60
dokter diklat SJ di RS dan Puskesmas yang sudah mempunyai
klinik jamu di Kabupaten/Kota Pekalongan (3 Puskesmas),
Kendal (7 Puskesmas), Sragen (9 Puskesmas), Klaten (1
RS), Semarang (2 Puskesmas), Solo (3 Puskesmas), dan
Karanganyar (18 Puskesmas).33
Pemeriksaan laboratorium pre dan post observasi
(darah rutin: kadar Hb, jumlah leukosit, hematokrit, jumlah
trombosit, hitung jenis leukosit; kadar ureum dan kreatinin;
kadar SGOT dan SGPT) dilaksanakan di laboratorium
24 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
B2P2TOOT. Pelaksanaan pengumpulan data penelitian
berlangsung selama 4 bulan (Juli s.d. Oktober 2011).33
Subyek penelitian adalah pasien dengan hiperurisemia
yang berobat dan mendapat ramuan/formula jamu di klinik
pelayanan jamu yakni sejumlah 118 orang. Subyek penelitian
akan di follow up selama 1 bulan (H7, 14, 21 dan 28).
Selama follow up dilakukan pengamatan dan pengukuran
terhadap adanya perubahan/perbaikan tanda-tanda vital,
pemeriksaan penunjang (laboratorium) dan gejala/tanda
klinis. Subyek hiperglikemia, hiperkolesterolemia dan
hiperurisemia diminta datang ke klinik untuk kunjungan
ulang sebanyak 2 kali selama 1 bulan, yakni pada H14 dan
H28, untuk pemeriksaan isik dan pengukuran kadar GDS,
kadar kolesterol total dan kadar asam urat.
Dari hasil penelitian pada subyek hiperurisemia
didapatkan bahwa, dengan pemberian ramuan jamu asam
urat dapat menurunkan kadar asam urat darah secara
bermakna setelah pemberian selama 28 hari. Ramuan
jamu untuk anti hiperurisemia menurunkan kadar asam
urat darah subyek rata-rata 3 mgdL. Dan dilihat dari segi
keamanan, ramuan jamu ini sedikit meningkatkan fungsi faal
hati dan faal ginjal, dengan adanya peningkatan angka SGPT
sebesar 30% dari angka awal penelitian, namun angka SGPT
pada keseluruhan subyek masih didalam angka normal.
Untuk itu perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menilai
keamanannya terutama pada fungsi hati (SGPT) pada
pemakaian jangka panjang dengan ramuan jamu ini.33
3) Studi Klinis RCT
Penelitian terhadap subyek manusia telah dilakukan
oleh Agus Triyono (2012) dengan formula jamu untuk
hiperurisemia terbukti dapat menurunkan kadar asam urat
darah yang tidak berbeda secara bermakna dibandingkan
JAMU SAINTIFIK
25
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
dengan obat alopurinol, serta aman untuk fungsi hati dan
ginjal.34
b. Peracikan
Ramuan disiapkan seperti pembuatan infusa, yaitu dengan
langkah-langkah sebagai berikut
1) Didihkan 5 gelas air.
2) Masukkan 1 kemasan ramuan jamu.
3) Tunggu selama ± 15 menit (sampai air tersisa 3 gelas dengan
nyala api kecil dengan sesekali diaduk).
4) Diamkan hingga hangat/dingin.
5) Saring menggunakan saringan teh yang terbuat dari bahan
selain logam.
Ramuan ini disiapkan dengan menggunakan alat yang
terbuat dari tanah liat, porselen, stainless steel, atau enamel.
Ramuan diminum setelah makan.
c. Aturan Minum
Aturan minum ramuan ini adalah 3 x 1 gelas setelah makan
setiap hari.
26 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
d. Peringatan Penggunaan
Penggunaan ramuan ini pada ibu hamil dan menyusui
sebaiknya dihindari karena belum terdapat data keamanan yang
terkait. Penggunaan ramuan yang terdapat secang ini berkontra
indikasi dengan penderita menorrhagia. Ekstrak air kayu secang
memperlihatkan aktivitas antikoagulasi, sehingga penggunaan
kayu secang bersama obat antikoagulasi, sebaiknya dihindari.13
JAMU SAINTIFIK
27
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
28 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
12. Nagai, M., S. Nagumo, S.M. Lee, I. Eguchi and K.I. Kawai, 1986.
Protosappanin A, A novel biphenyl compound from Sappan lignum,
Chem. Pharm. Bull., 34: 1-6.
13. Balitbangkes, Kementerian Kesehatan RI. 2011. Vademekum
Tanaman Obat untuk Sainti ikasi Jamu Jilid 2.
14. Hariana, A. (2006). Tanaman obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya.
Surabaya.
15. Pertamawati dan Mutia. 2015. Uji Penghambatan Aktivitas Enzim
Xantin Oksidase terhadap Ekstrak Kulit Kayu Secang (Caesalpinia
sappan L.). Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(2) : 12-17.
16. Pudjiastuti, Budi N, dan Ali C. 1998. Uji Analgetik Infus Kulit Kayu
Secang (Caesalpinia Sappan L.) pada Mencit Putih. Warta Tumbuhan
Obat Indonesia, 4(3).
17. Balitbangkes, Kementerian Kesehatan RI. 2011. Vademekum
Tanaman Obat untuk Sainti ikasi Jamu Jilid 1.
18. Baruah NC, R Sharma, 1983. Monoacyl galactoglycerol from Sonchus
arvensis, Phytochemistry, Vol.22(8): 1741-1744.
19. Hidayat T, 1996. Penyebaran geogra is Sonchus spp. Bulletin Kebun
Raya Indonesia. 8(3):115-122.
20. Rusdeyti, 1985. Membandingkan efek diuretik daun Sonchus arvensis
dan daun Perseaamericana dengan daun Orthosiphon stamineus
pada kelinci jantan, Skripsi, JurusanFarmasi, Fakultas MIPA, Univ.
Andalas, Padang.
21. Acuan Sediaan Herbal, 2000. Dir Jen POM, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
22. Anjusha, S., & Gangaprasad, A. (2014). Phytochemical and
Antibacterial Analysis of Two Important Curcuma species, Curcuma
aromatica Salisb. and Curcuma xanthorrhiza Roxb.(Zingiberaceae).
Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 3(3), 50-53.
JAMU SAINTIFIK
29
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
23. Mary, Helen PA, et al. “Phytochemical characterization and
antimicrobial activity of Curcuma xanthorrhiza Roxb.” Asian Paci ic
Journal of Tropical Biomedicine 2.2 (2012): S637-S640.
24. Sa’roni, P., and Adjirni Nurendah. “Penelitian efek anti in lamasi
beberapa tanaman obat pada tikus putih.” Konggres Biologi Nasional
VIII. Purwokerto (1987): 8-10.
25. Devaraj, Sutha, et al. “Evaluation of the antinociceptive activity and
acute oral toxicity of standardized ethanolic extract of the rhizome of
Curcuma xanthorrhiza Roxb.” Molecules 15.4 (2010): 2925-2934.
26. Sumadji, S., & Hardjono, T. (1996). Pengaruh Ekstrak Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza) Terhadap Struktur Anatomi Kelenjar
Mammae Tikus Putih (Rattus norvegicus) Masa Pertumbuhan.
27. Balitbangkes, Kementerian Kesehatan RI. 2011. Vademekum
Tanaman Obat untuk Sainti ikasi Jamu Jilid 2.
28. Mathur, M., Sharma, R., Sharma, J., Pareek, R., & Kamal, R. (2012).
Phytochemical screening and antimicrobial activity of Phyllanthus
niruri Linn. Applied Botany, 46, 8487-8489.
29. Shimizu, M., Horie, S., Terashima, S., Ueno, H., Hayashi, T., Arisawa,
M., Suzuki, S., Yoshizaki, M& Morita, N. (1989). Studies on aldose
reductase inhibitors from natural products. II. Active components of
a Paraguayan crude” Paraparai-mi”, Phyllanthus niruri. Chem. Pharm.
Bull (Tokyo), 37, 2591-2532.
30. Maat, S. 1996. Phyllantus niruri Lsebagai Immunostimolator
padamencit. Rangkuman Disertasi. Program Pasca Sarjana.
Unair,Surabaya.
31. Winarno, M.W., Lucie, W., dan Dian S. Studi Keamanan Ramuan Jamu
untuk Hiperurisemia dan Hipertensi. Buletin Penelitian Kesehatan.
Vol 43 Nomor 3. September 2015. 137-146.
32. Triyono A. dkk. 2010. Laporan Observasi Klinis Ramuan Penurun
30 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Asam Urat Darah. Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat
Tradisional Tawangmangu.
33. Siswoyo. 2011. Studi Observasi Klinik Penggunaan Jamu Pada
Hiperglikemia, Hipertensi, Hiperkolesterolemia Dan Hiperurisemia
Di Klinik Dokter SJ. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
34. Triyono A. dkk. 2012. Laporan Penelitian Uji Klinik Multi Center
Formula Jamu Hipertensi, Hiperglikemia, Hiperurisemia,
Hiperkolesterolemia Dibanding Obat Standar. Balai Besar Litbang
Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu.
JAMU SAINTIFIK
31
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
B
Ramuan Jamu Saintifik Hipertensi
Penyusun:
JAMU SAINTIFIK
33
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
1. Penjelasan Penyakit
Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah sistolik lebih
tinggi dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolik yang lebih tinggi
dari 90 mmHg ataupun keduanya. Hipertensi adalah suatu penyakit
yang tidak menimbulkan gejala (asimptomatik), sehingga sering
ditemukan secara kebetulan. Penyakit hipertensi sering disebut
sebagai “silent killer” karena tidak terdapat tanda-tanda yang
dapat dilihat dari luar selama bertahun-tahun dan kemudian bisa
menyebabkan stroke dan berbagai penyakit jantung.1
a. Epidemiologi
Penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam
masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara
yang ada di dunia. WHO memperkirakan di dunia terdapat 11%
pasien hipertensi yang tidak terdeteksi dan 50 % diantaranya
di negara berkembang. Pada saat yang sama, hanya 34% pasien
hipertensi yang diobati dengan baik dan mencapai target tekanan
darah yang diharapkan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan
prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 % untuk kriteria
umur ≥18 tahun.2
b. Klasifikasi
Klasi ikasi hipertensi didasarkan pada nilai rata-rata dari
dua atau lebih pengukuran tekanan darah yang baik, yang
pemeriksaannya dilakukanpada posisi duduk dalam setiap
kunjungan berobat. Menurut JNC 7 (The Joint National Committee
on Prevention, Detection. Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressur) tahun 2003, tekanan darah pada orang dewasa
diklasi ikasikan pada tabel 1.3
34 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Tabel 1. Klasi ikasi Tekanan Darah
TD sistolik TD Diastolik
Klasifikasi (mmHg) (mmHg)
JAMU SAINTIFIK
35
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
risiko hipertensi yang tidak dapat dikontrol meliputiketurunan/
riwayat keluarga, jenis kelamin, umur dan etnis. Sedangkan
Faktor Risiko Hipertensi yang dapat dikontrol, antara lain gaya
hidup, kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi,kebiasaan
konsumsi alkohol, kebiasaan olahraga. 5
d. Gambaran Klinis
Sebagian besar hipertensi terjadi tanpa disertai tanda dan
gejala yang pasti. Sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet
(vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan
kabur, telinga berdenging (tinnitus) dan mimisan dianggap
sebagai gejala non spesi ik dari hipertensi. Namun demikian,
gejala-gejala tersebut tidak jarang juga terjadi pada orang
dengan tekanan darah normal (normotensi).6 Ketidakpastian
tanda dan gejala menyebabkan hipertensi diketahui saat
pemeriksaan skrining rutin atau ketika penderita memeriksakan
komplikasinya. 6
Progresi itas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada
pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung)
kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40
tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi
hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi
hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.7
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya
penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan
penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi yang tidak diobati
akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.7 Dengan
pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang
mungkin terjadi akibat hipertensi pada tabel 2.
36 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Tabel 2 Komplikasi Hipertensi pada Organ
Sistem organ
Komplikasi Hipertensi
Komplikasi
Gagal jantung kongestif
Jantung Angina pectoris
Infark miokard
Sistem saraf pusat Ensefalopati hipertensif
Ginjal Gagal ginjal kronis
Mata Retinopati hipertensif
Pembuluh darah perifer Penyakit pembuluh darah perifer
Sumber : Hoeymans et al., 1999
e. Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan
ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90
mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. 8
Percobaan klinik memperlihatkan bahwa penanganan
tekanan darah dapat menurunkan insidensi stroke dengan
persentase sebesar 35-40%; infark mioakrd 20-25%; gagal
JAMU SAINTIFIK
37
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
jantung lebih dari 50%. Diperkirakan bahwa pada pasien
dengan hipertensi stage 1 disertai dengan faktor resiko penyakit
kardiovaskuler, jika dapat menurunkan tekanan darah sebesar 12
mmHg selama 10 tahun akan mencegah 1 kematian dari setiap 11
pasien yang diobati.
Ada lima prinsip penatalaksanaan hipertensi yaitu :
1) Deteksi dini dan terapi dini sebelum timbul kerusakan organ
sasaran yang reversibel.
2) Terapi dengan memberikan komponen dasar yaitu
komponen non obat (modi ikasi gaya hidup) yang diikuti
dengan pemberian obat anti hipertensi (OAH) dan atau
ramuan jamu apabila TD belum terkendali.
3) Menurunkan target tekanan darah diastolik (TDD) lebih
rendah dari 90 mmHg yang dilakukan secara perlahan-lahan
secara gradual dengan memantau kualitas hidup dan tanda
vital pasien.
4) Mempertimbangkan derajat tingginya tekanan darah dan
tekanan sistolik dalam menetapkan prognosis hipertensi.
5) Pemilihan OAH yang sesuai atau sedikitnya mendekati faktor
penyebab hipertensi.8
Tatalaksana hipertensi ada dua yaitu :
a. Modi ikasi gaya hidup, meliputi :
1) Menurunkan berat badan (memelihara berat badan
normal (indeks massa tubuh 18,5 – 24,5 kg/m2 )
2) Diet (menkonsumsi makanan kaya buah buahan,
sayuran, rendah lemak)
3) Diet rendah garam (2,4 gram natrium atau 6 gram garam
per hari)
4) Olahraga (aerobic isik secara teratur, misalnya jalan
cepat 30 menit per hari, setiap hari.8
b. Terapi Farmakologis.
1) Pengobatan untuk mengontrol tekanan darah menjadi
38 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
normal. Terapi farmakologis dengan obat antihipertensi
yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama
jenis thiazide atau aldosteron antagonis, beta blocker,
calcium chanel blocker atau calcium antagonist,
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE I),
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist / blocker (ARB).8
2) Pengobatan hipertensi dapat juga dilakukan dengan
ramuan jamu sainti ik dalam bentuk sediaan rebusan
simplisia. Ramuan tersebut tersusun atas daun kumis
kucing, seledri, pegagan, kunyit, temulawak, meniran.
JAMU SAINTIFIK
39
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
tekanan darah. Magnesium dan zat besi yang terkandung dalam
seledri bermanfaat memberi gizi pada sel darah, membersihkan
dan membuang simpanan lemak yang berlebih, dan membuang
sisa metabolisme yang menumpuk, sehingga mencegah
terjadinya aterosklerosis yang dapat menyebabkan kekakuan
pada pembuluh darah yang akan mempengaruhi resistensi
vaskuler.12
Pemberian 300 mg/kg ekstrak heksan, metanol dan
air:etanol (20:80 v/v) biji seledri secara intra peritonial pada
tikus hipertensi yang diinduksi dengan deoksikortikosteron
asetat dapat menurunkan tekanan darah berurutan sebesar 38;
24 dan 23 mmHg serta mampu meningkatkan denyut jantung
sebesar 60; 25 dan 27 denyut per menit.13
Ekstrak air dan etanol seledri memberikan efek hipotensif,
efek inotropik dan kronotropik negatif yang sebagian besar
dimediatori oleh stimulasi reseptor muskarinik. Pemberian 0,5-
15 mg/kg ekstrak air dan ekstrak etanol secara intra vena pada
kelinci yang dianestesi mampu menurunkan tekanan darah
berurutan sebesar 14,35+2,94% dan 45,7+10,86%.14
40 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
sistol dan diastol yaitu sebesar 7,1±1,8% dan 12,3±3,1%. Pada
kelompok hipertensi, persentase penurunan tekanan darah sistol
dan diastol sebesar 16,10±0,90 % dan 19,48±1,03 %.16 Penelitian
secara in vitro menunjukkan bahwa infusa 10% daun kumis
kucing dapatmelarutkan kalsium batu ginjal. Infusa 20% daun
kumis kucing muda menunjukkan efekdiuretik yang lebih efektif
dari pada infusa daun kumis kucing yang tua dan mempunyaiefek
diuretik yang lebih besar dibandingkan dengan daun meniran
atau kombinasinya. Efek diuretika dari infusa daun kumis kucing
dapat memperkuat adanya khasiat terhadapbatu kandung kemih.
Penelitian tentang pengaruh pemberian campuran ekstrak daun
salam dan daunkumis kucing terhadap tekanan darah 40 ekor
tikus putih jantan yang dibuat hipertensidengan diberi NaCl
2,5% telah dilakukan di BPPT. Ekstrak campuran kedua tanaman
diberikan secara peroral dan pada hari ke-36 perlakuan, tikus-
tikus tersebut diukur tekanan darahnya secara langsung. Ternyata
formula campuran kedua bahan alam tersebut memiliki efek
penurunan tekanan darah tikus yang efek maksimum dicapai
pada dosis 100 mg/200 gbb.
JAMU SAINTIFIK
41
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
tekanan darah pada tikus hipertensi yang diinduksi dengan
L-NAME (L-nitro L-arginin metil ester).18
42 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
memberikan efek proteksi terhadap terjadinya kerusakan organ
yang ditimbulkan akibat tekanan darah tinggi.
Kombinasi rimpang temulawak, rimpang kunyit dan
herba meniran dimanfaatkan dalam ramuan jamu Analgetic
Antiin lamation Immunomidulator (AAI) yang berkhasiat sebagai
ramuan kebugaran.23
b. Studi Klinis
Hasil penelitian Badan Litbangkes tahun 2011 dengan pre-
post test design selama 28 hari pada 123 subjek dengan hipertensi
grade 1 selama 28 hari, menunjukkan ramuan jamu sainti ik
penurun tekanan darah dapat menurunkan tekanan darah secara
JAMU SAINTIFIK
43
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
bermakna setelah pemberian selama 28 hari. Ramuan jamu
sainti ik penurun tekanan darah menurunkan tekanan darah
sistolik subjek rata-rata 20 mmHg (rata-rata TD sistolik sebelum
mendapat intervensi jamu sebesar 153,7 ± 11,8 mmHg menjadi
134,1 ± 13,8 mmHg pada hari ke-28) dan penurunan tekanan
darah diastolik subjek rata-rata 10 mmHg (rata-rata TD diastolik
sebelum mendapat intervensi jamu sebesar 93,9 ± 7,2 mmHg
menjadi 82,6 ± 6,6 mmHg pada hari ke-28. Ramuan jamu sainti ik
penurun tekanan darah dalam penggunaan selama 28 hari
terbukti tidak mengganggu darah rutin, fungsi hati dan fungsi
ginjal serta tidak ditemukan gejala efek samping yang serius.
Hasil penelitian Triyono A dkk pada tahun 2012 dengan
judul “Uji Klinik Multi Center Formula Jamu hipertensi,
hiperkolesterolemia, hiperglikemia dan hiperurisemia dibanding
obat standar”26 pada 80 subjek dengan hipertensi grade 1 56 hari
menunjukkan :
1) Pemberian ramuan jamu sainti ik penurun tekanan darah
selama 56 hari berkhasiat menurunkan tekanan darah
(sistolikdan diastolik) setara dengan obat standar (HCT)
dan berkhasiat menurunkan tekanan darah menjadi normal
(normotensi) sebesar 58,3 % subjek penelitian.
2) Tekanan darah pada H0, kelompok ramuan jamu 152 ± 14
/94 ± 4 mmHg, kelompok obat standar 151 ± 9 / 93 ± 5
mmHg), tekanan darah pada H56, kelompok ramuan jamu
129 ± 14 /83 ± 9 mmHg, kelompok obat standar 130 ± 15 /
83 ± 9 mmHg)
3) Pemberian ramuan jamu sainti ik penurun tekanan darah
dapat menghilangkan gejala klinis hipertensi (pusing/
sakit kepala, tengkuk kaku/cengeng dan pegel linu) subjek
penelitian pada waktu yang hampir bersamaan dengan
menghilangnya gejala klinis akibat pemberian obat standar
(HCT).
44 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
4) Pemberian ramuan jamu sainti ik penurun tekanan darah
selama 56 hari menaikkan skor kualitas hidup (SF-36)
setara dengan kenaikan skor kualitas hidup (SF-36) akibat
intervensi obat standar (HCT).
5) Pemberian ramuan jamu sainti ik penurun tekanan darah
selama 56 hari tidak ditemukan gejala efek samping jamu
yang serius, serta tidak mengganggu fungsi hati, fungsi ginjal
dan darah rutin jumlah dan kriteria sampel, penulisan rata
rata ditambah standar deviasi (±).
Hasil Penelitian Triyono, A dkk pada tahun 2014 di B2P2TO2T
Tawangmangu dengan judul “Study Klinik Dua Sediaan Formula
Jamu Penurun Tekanan Darah” pada 60 subjek dengan hipertensi
grade 1 selama 56 hari,27 menunjukkan:
1) Pemberian sediaan rebusan simplisia ramuan jamu sainti ik
penurun tekanan darah dapat menurunkan tekanan darah
subjek penelitian sebanding dengan penurunan tekanan
darah dengan perlakuan seduhan serbuk ramuan jamu
sainti ik penurun tekanan darah
2) Tekanan darah pada H0, kelompok rebusan simplisia 155 ±
5 /92 ± 6 mmHg, kelompok seduhan serbuk 151 ± 9 / 91 ± 6
mmHg), tekanan darah pada H56, kelompok rebusan serbuk
141 ± 11 /83 ± 5 mmHg, kelompok seduhan serbuk 136 ± 10
/ 83 ± 8 mmHg.
3) Pemberian sediaan rebusan simplisia ramuan jamu sainti ik
penurun tekanan darah dapat menghilangkan gejala klinis
hipertensi (pusing/sakit kepala, tengkuk kaku/cengeng
dan pegel linu) subjek penelitian pada waktu yang hampir
bersamaan dengan menghilangnya gejala klinis akibat
pemberian sediaan seduhan serbuk ramuan jamu sainti ik
penurun tekanan darah.
4) Pemberian sediaan rebusan simplisia ramuan jamu sainti ik
penurun tekanan darah selama 56 hari menaikkan skor
JAMU SAINTIFIK
45
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
kualitas hidup (SF-36) setara dengan kenaikan skor kualitas
hidup (SF-36) akibat pemberian sediaan seduhan serbuk
ramuan jamu sainti ik penurun tekanan darah.
5) Pemberian sediaan rebusan simplisia ramuan jamu sainti ik
penurun tekanan darah dan sediaan seduhan serbuk ramuan
jamu sainti ik penurun tekanan darah selama 56 hari tidak
ditemukan gejala efek samping jamu yang serius, serta tidak
mengganggu fungsi hati, fungsi ginjal dan darah rutin.
b. Peracikan
Ramuan disiapkan dengan mengikuti prinsip dasar
pembuatan infusa, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut
1) Didihkan 5 gelas air.
2) Masukkan 1 kemasan ramuan jamu.
3) Tunggu selama ± 15 menit (sampai air tersisa 3 gelas dengan
nyala api kecil dengan sesekali diaduk).
4) Diamkan hingga hangat/dingin.
5) Saringlah dan minum 3 x 1 gelas tiap hari.
Ramuan ini disiapkan dengan menggunakan alat yang
terbuat dari tanah liat, porselen, stainless steel, atau enamel.
Ramuan diminum setelah makan.
46 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
c. Aturan Minum
Aturan minum ramuan ini adalah 3 x 1 gelas sesudah makan
setiap hari.
d. Peringatan penggunaan
Pemberian antihipertensi dengan dosis yang tidak tepat
pada pasien gagal jantung memungkinkan terjadi hipotensi
ortostatik.28
Pemakaian Apium graveolens L. bersama dengan ACE
inhibitor atau konsumsi alkohol menyebabkan terjadinya syok
ana ilaksis dan sensiti itas alergi. Konsumsi Apium graveolens
L. bersamaan dengan obat sedatif meningkatkan efek sedatif,
sementara dengan antikoagulan menyebabkan peningkatan efek
samping dari antikoagulan tersebut (Boroujeni et al,. 2015).29
JAMU SAINTIFIK
47
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
48 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
11. John, A. dan J. Nancy. 2005. Senyawa-Senyawa Antihipertensi dan
Terapi Obat Hipertensi. Dalam Goodman dan Gillman, Editor. The
pharmacological basis and therapeutics. EGC. Jakarta.
12. Jatmiko S. dan M. Pramono. 2001. Standarisasi Sediaan Daun Seledri
(Apium graveolens L.) Secara KLT- Densitometry Menggunakan
Apigenin sebagai Parameter. Majalah Farmasi Indonesia. 59-64.
13. Moghadam MH, Imenshahidi M and Mohajer SA. 2013.
Antihypertensive Effect of Celery Seed on Rat Blood Pressure in
Chronic Administration. J Med Food, 16(6): 558–563.
14. Branković S, Kitić D, Radenković M, Veljković S, Kostić M, Miladinović
B and Pavlović D. 2010. Hypotensive and Cardioinhibotory Effects
of the Aqueous and Ethanol Extracts of Celery (Apium Graveolens,
Apiaceae).Acta Medica Medianae, 49(1):13-16.
15. Anon, 2001. Orthosiphon Medicinal and Poisonous Plants, Leidin:
Buckhuys Publication, 368-371.
16. Rumiyati, Hakim AR, Winarti AD dan Septia DN. 2016. Uji
Antihipertensi Kombinasi Ekstrak Herba Seledri, Daun Kumis Kucing
dan Buah Mengkudu Pada Tikus Galur Sprague Dawley Normal dan
Hipertensi. Trad. Med. J. 21(3): 149-156.
17. Cesarone, M.R., L. Incandela, M.T. De Sanctis, G. Belcaro, P. Bavera,
M. Bucci dan E. Ippolito. 2001. Evaluation of treatment of diabetic
microangiopathy with total triterpenic fraction of Centella asiatica: A
clinical prospective randomized trial with a microcirculatory model,
Angiol 62: 49-54.
18. Thida I and Srisawat R. 2013. Antihypertensive Effects of Centella
asiatica Extract. International Conference on Food and Agricultural
Sciences. IPCBEE vol.55: 122-126.
19. Salleh, N.A., S. Ismail dan M.R. Halim. 2016. Effects of Curcuma
xanthorrhiza extracts and their constituents on phase ii drug-
metabolizing enzymes activity. Phcog Res. 8:309-15.
JAMU SAINTIFIK
49
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
20. Fatmawati, Khaleda. 2016. Pengaruh Formula Jamu Antihipertensi
Enam Herbal Terhadap Tekanan Darah Tikus Wistar-Studi Efektivitas
Formula Jamu Antihipertensi dengan Komponen Seledri, Kumis
Kucing, Pegagan, Meniran, Kunyit dan Temulawak. Undergraduate
thesis, Fakultas Kedokteran UNISSULA.
21. Neha S, Ranvir GD and Jangade CR. 2009. Analgesic and antipyretic
activities of Curcuma longa rhizome extracts in Wister Rats.
Veterinary World, 2(8):304-306.
22. Bharati D, Tauro S, Rawat S, Sharma P adn Shrivastav B.2015. Diabetes
with Hypertension: Etiology, Pathogenesis and Management. Review
Paper. International Journal of Integrative Sciences, Innovation and
Technology. IV (4): 7- 14.
23. Siswoyo H. dkk. 2011. Laporan Penelitian Formularium Jamu Untuk
Anti Hipertensi, Hiperglikemia, Hiperurisemia, Hiperkolesterolemia.
Badan Litbang Kesehatan Kementerian kesehatan RI. Jakarta.
24. Jayadi dan C. Aprilia. 2015. Uji efektivitas infusa akar seledri (Apium
graveolens L.) Sebagai diuretik pada tikus putih jantan galur wistar
(Rattus novergicus). Pharmacon 4(4).
25. Sulastry, Feni. Uji toksisitas Akut yang Diukur dengan Penentuan
LD50 Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) terhadap
Mencit Balb/c. Diss. Medical Faculty, 2009.
26. Triyono A. dkk. 2012. Laporan Penelitian Uji Klinik Multi Center
Formula Jamu Hipertensi, Hiperglikemia, Hiperurisemia,
Hiperkolesterolemia Dibanding Obat Standar. Balai Besar Litbang
Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu.
27. Triyono A. dkk. 2012. Laporan Study Klinik Dua Sediaan Formula
Jamu Penurun Tekanan Darah. Balai Besar Litbang Tanaman Obat
dan Obat Tradisional Tawangmangu.
28. Depkes, 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
50 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
29. Boroujeni, H.R., H. Rouhi-Boroujeni, M. Gharipou, F. Mohammadizadeh,
S. Ahmadi, M. Ra ieian-kopaei. 2015. A systematic review on safety
and drug interaction of herbal therapy in hyperlipidemia: a guide for
internist Acta Biomed; Vol. 86, N. 2: 130-136.
JAMU SAINTIFIK
51
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
C
Ramuan Jamu Saintifik Osteoartritis
Penyusun:
JAMU SAINTIFIK
53
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
1. Penjelasan Penyakit
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada sendi.
Pada umumnya penderita OA berusia di atas 40 tahun dan populasi
bertambah berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis adalah
gangguan yang penyebabnya multifaktorial antara lain usia, mekanik,
genetik, hormonal dan faktor kebudayaan. Penyakit ini merupakan
penyebab utama gangguan muskuloskeletal di seluruh dunia dan
menjadi penyebab ketidakmampuan isik terbesar kedua setelah
penyakit jantung iskemik untuk usia diatas 50 tahun.1
OA menyebabkan hilangnya jam kerja yang besar serta
biaya pengobatan yang tinggi. World Health Organization (WHO)
memperkirakan 400 per seribu populasi dunia yang berusia di atas
70 tahun menderita OA dan 800 per seribu pasien OA mempunyai
keterbatasan gerak derajat ringan sampai berat yang mengurangi
kualitas hidup mereka. Prevalensi OA meningkat dengan meningkatnya
umur.2 Osteoartritis terjadi di seluruh belahan dunia dengan angka
prevalensi kurang dari 50 orang per seribu penduduk di populasi
penduduk berumur di bawah 45 tahun dan meningkat tajam pada
beberapa dekade.3
a. Epidemiologi
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, menurut
WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di Indonesia akan
meningkat 414% dibanding tahun 1990. Di Indonesia prevalensi
OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai 15,5% pada
pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun.4
b. Klasifikasi
Osteoartritis diklasi ikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA
primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik,
disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen
sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang
didasari kelainan endokrin, in lamasi, metabolik, pertumbuhan,
54 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta
faktor risiko lainnya, seperti obesitas dan sebagainya. Secara
radiologik didapatkan penyempitan celah sendi, pembentukan
osteo it, sklerosis subkondral dan pada keadaan yang berat akan
tampak kista subkondral. Diagnosis osteoartritis lutut ditegakkan
berdasarkan klasi ikasi dari American College of Rheumatology
(ACR) yaitu:5
1) Nyeri sendi lutut.
2) Secara radiologis tampak gambaran osteo it pada sendi yang
terserang.
3) Disertai paling sedikit 1 dari 3 keadaan berikut: Usia lebih
dari 50 tahun, kekakuan sendi pagi hari kurang dari 30 menit
atau krepitasi tulang pada pergerakan sendi.
JAMU SAINTIFIK
55
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
osteoartritis menunjukkan peningkatan aktivitas koagulasi
dan berkurangnya aktivitas ibrinolitik. Penumpukan trombus
dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral dikatakan
sebagai salah satu penyebab terjadinya rasa nyeri dan perubahan
struktur tulang pada osteoartritis.6
d. Gambaran Klinis
Pada umumnya, gambaran klinis osteoartritis berupa nyeri
sendi, terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban,
yang akan berkurang bila penderita beristirahat. Nyeri dapat
timbul akibat beberapa hal, termasuk dari periostenum yang
tidak terlindungi lagi, mikrofaktur subkondral, iritasi ujung-ujung
saraf di dalam sinovium oleh osteo it, spasme otot periartikular,
penurunan aliran darah di dalam tulang dan peningkatan tekanan
intraoseus dan sinovitis yang diikuti pelepasan prostaglandin,
leukotrien dan berbagai sitokin. Selain nyeri, dapat pula terjadi
kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan beberapa lama
(gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi
digerakkan. Jika terjadi kekakuan pada pagi hari, biasanya hanya
berlangsung selama beberapa menit (tidak lebih dari 30 menit).4
Gambaran lainnya adalah keterbatasan dalam bergerak,
nyeri tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi
sendi dan krepitasi. Keterbatasan gerak biasanya berhubungan
dengan pembentukan osteo it, permukaan sendi yang tidak
rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme
dan kontraktur otot periartikular. Nyeri pada pergerakan dapat
timbul akibat iritasi kapsul sendi, periostitis dan spasme otot
periartikular. Secara radiologik didapatkan penyempitan celah
sendi, pembentukan osteo it, sklerosis subkondral dan pada
keadaan yang berat akan tampak kista subkondral. Bila dicurigai
terdapat robekan meniskus atau ligamen, dapat dilakukan
pemeriksaan MRI yang akan menunjukkan gambaran tersebut
lebih jelas. Walaupun demikian, MRI bukan alat diagnostik yang
56 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
rutin, karena mahal dan seringkali tidak merubah rancangan
terapi. Gambaran laboratorium umumnya normal. Bila dilakukan
analisis cairan sendi juga didapatkan gambaran cairan sendi
yang normal. Bila didapatkan peninggian jumlah leukosit, perlu
dipikirkan kemungkinan artropati kristal atau artritis in lamasi
atau artritis septik.4
e. Penatalaksanaan7
Tahap Pertama
Terapi Non farmakologi
1) Edukasi pasien
2) Program penatalaksanaan mandiri (self management
programs): modi ikasi gaya hidup
3) Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan
berat badan, minimal penurunan 5% dari berat badan,
dengan target BMI 18,5-25
4) Program latihan aerobik (low impact aerobic itness
exercises)
5) Terapi isik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi,
penguatan otot-otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat
bantu gerak sendi (assistive devices for ambulation): pakai
tongkat pada sisi yang sehat
6) Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi
energi, menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk
aktivitas isik sehari-hari
Tahap kedua
Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila dikombinasi dengan
terapi nonfarmakologi diatas)
Pendekatan terapi awal
1) Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat
diberikan salah satu obat berikut ini, bila tidak terdapat
kontraindikasi pemberian obat tersebut dapat diberikan
salah satu obat berikut ini:
JAMU SAINTIFIK
57
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
a) Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
b) Obat anti in lamasi non-steroid (OAINS) topikal
c) Obat anti in lamasi non-steroid (OAINS) non selektif,
dengan pemberian obat pelindung gaster (gastro-
protective agent).
Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang
adekuat :
1) Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat,
dan memiliki kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor
spesi ik dan OAINS, dapat diberikan Tramadol (200-300 mg
dalam dosis terbagi). Manfaatnya dalam pengendalian nyeri
OA dengan gejala klinis sedang hingga berat dibatasi adanya
efek samping yang harus diwaspadai, seperti: mual (30%),
konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%), somnolen (18%),
dan muntah (13%).
2) Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan (Level of
Evidence: I dan II) atau kortikosteroid jangka pendek (satu
hingga tiga minggu) pada OA lutut. (Level of Evidence: II)
3) Kombinasi :
Manfaat kombinasi paracetamol-kodein meningkatkan
efekti itas analgesik hingga 5% dibandingkan paracetamol
saja, namun efek sampingnya lebih sering terjadi: lebih
berdasarkan pengalaman klinis.
Tahap Ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:
1) Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis
in lamasi: bursitis, efusi sendi: memerlukan pungsi atau
aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke dokter ahli
reumatologi/bedah ortopedi.
2) Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi
(merupakan kasus gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien
harus dirawat di Rumah Sakit)
58 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:
1) Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri
menetap atau bertambah berat setelah mendapat pengobatan
yang standar sesuai dengan rekomendasi baik secara non-
farmakologik dan farmakologik (gagal terapi konvensional).
2) Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu
aktivitas isik sehari-hari.
3) Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien:
menyebabkan gangguan tidur (sleeplessness), kehilangan
kemampuan hidup mandiri, timbul gejala/gangguan psikiatri
karena penyakit yang dideritanya.
4) Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada
OA lutut
5) Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi
retinakular medial, distal patella realignment, lateral release.
6) Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way,
lutut terkunci/locking, tidak dapat jongkok/inability to
squat): tanda adanya kelainan struktur sendi seperti robekan
meniskus: untuk kemungkinan tindakan artroskopi atau
tindakan unicompartmental knee replacement or osteotomy/
realignment osteotomies.
7) Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full,
medial unicompartmental, patellofemoral and rarely lateral
unicompartmental) pada pasien dengan:
a) Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
b) Kekakuan sendi yang berat
c) Mengganggu aktivitas isik sehari-hari.
JAMU SAINTIFIK
59
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
2. Tanaman Penyusun Ramuan Jamu Saintifik
a. Rumput bolong (Equisetum debile Roxb.ex Vaucher.)
Secara empiris, rumput bolong digunakan untuk mengatasi
demam, nyeri sendi, air seni kurang lancar, dan untuk
penyembuhan luka pada patah tulang.8
Rumput bolong mengandung megastigman glukosida, fenol
glikosida, lignan glikosida, lavonoid, fenilheksan debilitriol, 8-O-
4’ neolignan glukosida debilignanosida, dan ekuisetumin.9
Kandungan lavonoid, sterol, saponin, dan tanin dalam herba
rumput bolong memiliki aktivitas antiin lamasi. Mekanisme
antiin lamasi dari rumput bolong mempengaruhi susunan saraf
pusat (seperti narkotika) dan perifer (seperti NSAID) namun
mekanisme pastinya masih menjadi pertanyaan.10
60 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
3 dan 5 jam setelah pemberian karagenan. Ekstrak tersebut pada
dosis 1000 mg/kg bb juga menunjukkan aktivitas analgesik pada
mencit dengan metode acetic acid-induced writhing test serta
pada tikus menggunakan metode formalin-induced licking test.14
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa herba
Orthosipon stamineus dari Indonesia, menunjukkan aktivitas
penghambatan yang potensial melawan produksi NO pada sel
menyerupai makrofag J774 yang diinduksi lipopolysaccharide
(LPS).15 Peningkatan konsentrasi NO, menunjukkan adanya
tingkat NO yang tinggi pada proses peradangan cairan sinovial
dan serum sendi rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis,
dan osteoartritis,16 diperlukan inhibitor dalam menghambatnya.
Berbagai NO synthase inhibitor nonselektif yang ada dalam
kumis kucing antara lain orthosiphols A, B, D, X, H, K, M,
dan N, 7-O-deacetylorthosiphol B, 6- hydroxyorthosiphol B,
3 - O- deacetylorthosiphol I, 2 - O- deacetylorthosiphol J,
Neoorthosiphols A dan B, norstaminol A, Siphonols A-E, Staminols
A-D, Orthosiponon C dan D, 14-deoxo14-O-acetylorthosiphol Y,
2-O- deasetotelosiphonon A, dan neoorthosiphonone A.17
JAMU SAINTIFIK
61
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
yang diuji dengan metode writhing test dan pada tikus yang
diuji dengan formalin test. Ekstrak ini pada dosis yang sama juga
menunjukkan aktivitas antiin lamasi pada tikus yang diinduksi
karagenan.22
Pemberian 200 mg/kg bb ekstrak metanol buah adas secara
per oral pada mencit menunjukkan efek penghambatan terhadap
penyakit in lamasi akut dan subakut yang diujikan dengan 3
metode yaitu carrageenan-induced paw edema, arachidonic acid-
induced ear edema assay, serta formaldehyde-induced arthritis
assay.23
Ekstrak etanol 95% buah adas memiliki aktivitas analgesik
yang diukur dengan metode reaksi hot plate. Pemberian ekstrak
dosis 500 mg/kg bb pada mencit menunjukkan aktivitas analgesik
moderat yang signi ikan setelah menit ke-90 dan pada menit ke-
150.24
62 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
makrofag serta konsetrasi malondialdehyde cairan sendi yang
terserang osteoartritis dengan kekuatan yang sebanding dengan
piroksikam.26 Penderita artritis reumatoid yang diberikan
kurkumin, dapat mengurangi kaku, pembengkakan sendi dan
walking time.27
Hasil review menyatakan bahwa kurkuminoid yang
terkandung dalam kunyit memiliki berbagai mekanisme aksi
dalam pengobatan osteartritis. Mekanisme aksi tersebut antara
lain sebagai antiin lamasi melalui down-regulation enzim-enzim
terkait in lamasi yaitu fosfolipase A2, siklooksigenase 2, dan
lipooksigenase, serta melalui penurunan TNF-α dan beberapa
interlukin yaitu IL-1β, IL-6, dan IL-8. Mekanisme lain yaitu
dengan menginduksi apoptosis pada sinoviosit dan mengurangi
sintesis reactive oxygen species.28
Hasil uji klinik pemberian ekstrak kunyit selama 4 bulan
terhadap pasien osteartritis lutut menunjukkan bahwa ekstrak
kunyit menunjukkan perbaikan klinis yang signi ikan ditandai
dengan meningkatnya skor VAS dan WOMAC ostearthritis index.
Selain itu, beberapa biomarker in lamasi juga menurun, yaitu IL-
1β, ROS, dan MDA.29
Delapan uji klinik telah dilakukan untuk menyelidiki efek
kurkumin terhadap rasa sakit, kekakuan, dan fungsionalitas
penderita osteoastritis lutut.Hasil review menunjukkan bahwa
kurkumin menunjukkan perbaikan yang signi ikan dibandingkan
plasebo, kecuali 1 jenis produk. Ketika dibandingkan dengan
kontrol positif, kurkumin memiliki efek yang setara dengan obat
anti in lamasi non steroid.30
JAMU SAINTIFIK
63
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
kurkumin, xanthorizol, kurkuminoid, minyak atsiri dengan
komponen α-kurkumen, germaktan, ar-turmeron, β-atlantanton,
d-kamfor.11
Temulawak mengandung xanthorizol yang berfungsi
mengurangi nyeri. Aktivitas xanthorizol dapat menghambat
ekskresi enzim E2 di prostaglandin. Berkurangnya produksi
enzim E2 menyebabkan terhambatnya respon siklooksigenase-2
(COX-2) terhadap nyeri. Hal ini membuktikan bahwa xanthorizol
merupakan penghambat COX-2 yang potensial.31
Hasil uji klinik menunjukkan bahwa pemberian kapsul berisi
kombinasi ekstrak kurkuminoid rimpang kunyit dan minyak
atsiri temulawak mampu menurunkan angka leukosit cairan
sinovial pada penderita dengan osteoastritis lutut.32
64 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
in lamasi yang diinduksi tioglikolat. Efek analgesik juga
ditunjukkan ekstrak meniran melalui aktivitas analgesik periferal
saat uji dengan metode Randall dan Selitto, serta aktivitas
analgesik sentral pada uji hot plate dan tail lick.35
b. Studi Klinis
1). Studi Klinis Pre-Post
Penelitian yang telah dilaksanakan di Klinik Sainti ikasi Jamu
Hortus Medicus Tawangmangu tahun 2011 oleh Danang dkk.,
pada 29 orang pasien OA yang diberikan formula jamu yang
terdiri dari rimpang temulawak 15 gram, herba meniran
7 gram, rimpang kunyit 15 gram, biji adas 3 gram, daun
kumis kucing 5 gram, herba pegagan 3 gram, herba rumput
bolong 5 gram terbukti efektif untuk osteoarthritis dengan
menurunkan nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi dan
kemampuan fungsional sendi lutut. Ramuan ini aman karena
tidak mempengaruhi fungsi hati dan fungsi ginjal.36
2). Studi Klinis Multi Senter37
Untuk meningkatkan level of evidence dari penelitian jamu
OA dilakukan penelitian lanjutan dengan membandingkan
khasiat dan keamanan formula jamu OA dengan obat
JAMU SAINTIFIK
65
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
standar piroxicam. Penelitian ini bersifat multicenter dengan
melibatkan 30 dokter yang telah mendapatkan pelatihan
Sainti ikasi Jamu yang memiliki serti ikat kompetensi
dari IDI. Dokter peneliti berasal dari 20 Kabupaten yaitu
Temanggung, Karanganyar, Surakarta, Sragen, Klaten,
Sukoharjo, Wonogiri, Semarang, Kendal, Pekalongan, Tegal,
Bantul, Kulon Progo, Metro Lampung, Palembang, Kapuas,
Makassar, Kendari, Malang, Denpasar serta RRJ Hortus
Medicus.
Kemanfaatan jamu didasarkan atas adanya perbaikan
parameter klinis dan laboratoris berupa penurunan skor Visual
Analogue Scale, perbaikan lingkup gerak sendi dan meningkatnya
kualitas hidup (SF-36) yang diukur sebelum, selama dan sesudah
pemberian jamu atau obat standar piroxicam. Hasil penelitian
RCT menunjukkan bahwa ramuan jamu mampu membuat Skor
VAS menurun bermakna baik (p=0,000) pada kelompok yang
mendapat terapi jamu maupun pada kelompok yang mendapat
terapi piroxicam. Jamu juga mampu memperbaiki fungsional sendi
dengan mengurangi rasa kekakuan sendi, kesulitan bergerak dan
mengurangi derajat ketergantungan secara signi ikan (p=0,000)
sejak hari ke-7 sampai hari ke-28. Intervensi ramuan jamu OA
pada subjek penelitian menaikkan skor kualitas hidup SF36
sebanding (p=0,780)dengan kenaikan skor kualitas hidup SF36
akibat intervensi obat pembanding.
Pemberian ramuan jamu untuk OA selama 28 hari intervensi
dan obat pembanding, tidak ditemukan gejala atau efek samping
yang serius. Jamu untuk OA dan obat pembanding tidak
mengganggu fungsi hati dan fungsi ginjal. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat
Tradisional semua bahan yang digunakan dalam bentuk kering
sehingga dalam pengunaannya disarankan dalam bentuk kering
juga.
66 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
4. Penyiapan dan Peracikan Ramuan
a. Komposisi Ramuan
Ramuan ini menggunakan simplisia, yaitu sediaan kering
dari tanaman obat. Formula ramuan OA tersebut adalah sebagai
berikut
1) Biji adas 3g
2) Daun kumis kucing 5g
3) Herba rumput bolong 5g
4) Rimpang temulawak 15 g
5) Rimpang kunyit 15 g
6) Herba meniran 7g
b. Penyiapan Ramuan11
Ramuan disiapkan dengan mengikuti prinsip pembuatan
infusa, dengan langkah-langkah sebagai berikut
1) Panaskan 5 gelas air hingga mendidih.
2) Masukkan ramuan jamu.
3) Tunggu selama ± 15 menit (sampai air tersisa 3 gelas dengan
nyala api kecil dengan sesekali diaduk).
4) Diamkan hingga hangat/dingin.
5) Saringlah dan minum 3 x sehari 1 gelas pagi dan sore.
Ramuan ini disiapkan dengan menggunakan alat yang
terbuat dari tanah liat, porselen, stainless steel, atau enamel.
c. Aturan Minum
Ramuan di minum 3 x sehari 1 gelas setelah makan.
Pemakaian bersamaan dengan obat konvensional dapat dilakukan
dengan selang waktu 2 jam.
d. Peringatan Penggunaan
Selama pengobatan disarankan untuk menjaga berat badan
dan menghindari aktivitas lutut yang berlebihan.
JAMU SAINTIFIK
67
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
68 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
10. Amit S, Saraswati B, Kamalesh U, Kumud U. Formulation and
evaluation of a novel herbal gel of Equisetum arvense extract. Journal
of Pharmacognosyand Phytochemistry. 2013; 1(5):80-86
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vademekum
Tanaman Obat untuk Sainti ikasi Jamu Jilid I edisi revisi. Jakarta:
Badan Litbangkes, Kemenkes RI; 2012.
12. Tezuka Y, Stampoulis P, BanskotaAH, AwaleAS, TranKQ, Saiki I,
KadotaS. Constituents of the Vietnamese Medicinal Plant Orthosiphon
stamineus. Chem. Pharm. Bull.2000;48(11):1711—1719.
13. Awale S, Tezuka Y, Banskota AH, Adnyana IK, Kadota S. Highly-
Oxygenated Isopimarane-Type Diterpenes from Orthosiphon
stamineus of Indonesia and Their Nitric Oxide Inhibitory Activity.
Chem. Pharm. Bull. 2003;51(3):268—275.
14. Yam, MF, Asmawi MZ, Basir R. An Investigation of the Anti-
In lammatory and Analgesic Effects of Orthosiphon stamineus Leaf
Extract. Journal Of Medicinal Food. 2008;1 (2): 362–368.
15. Adnyana IK, Setiawan F, Insanu M. From Ethnopharmacology to
clinical study of Orthosiphon stamineus Benth. Int J Pharm Pharm Sci.
2013.5(3):66-73.
16. Sharma JN, Al-Omran A, Parvathy SS. Role ofnitric oxide in
in lammatory diseases. In lammopharmacology.2007;15(6):252–9.
17. Ameer OZ, Salman IM, Asmawi MZ, Ibraheen ZO, Yam MF. Orthosiphon
stamineus : Traditional Uses, Phytochemistry, Pharmacology, and
Toxicology. J. Med. Food.2012;15(8):678–90/
18. Kaur, GJ, Arora DS. Bioactive potential of Anethum graveolens,
Foeniculum vulgare and Trachyspermum ammi belonging to the
family Umbelliferae - Current status. Journal of Medicinal Plants
Research. 2010;4(2): 087-094.
19. Aprotosoaie ACl, Spac, Hancianu AM, Miron A,Tanasescu VF, Dorneanu
JAMU SAINTIFIK
69
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
V, UStanescu. The Chemical Pro ile Of Essential Oils Obtained From
Fennel Fruits (Foeniculum vulgare Mill.). Farmacia. 2010;58(1):46-
53.
20. Shahat AA, Ibrahim AY, Hendawy SF, Omer EA, Hammouda FM, Abdel-
Rahman FH, Saleh MA. Chemical Composition, Antimicrobial and
Antioxidant Activities of Essential Oils from Organically Cultivated
Fennel Cultivars. Molecules,2011;16:1366-1377.
21. Shu-ping Z, C Pu-zhu, and Q Li-hui.Chemical Studies on the
essentialoils of Foeniculum vulgare, Acta Botanica Sinica. 1991;33(1):
82-84.
22. Elizabeth AM, Josephine G, Muthiah NS, Muniappan M. Evaluation
of Analgesic and Anti-In lammatory Effect of Foeniculum vulgare.
Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical
Sciences. 2014;5(2): 658-668.
23. Choi EM, Hwang JK. Anti-in lammatory, analgesic and antioxidant
activities of the fruit of Foeniculum vulgare. Fitoterapia. 2004;75:
557–565.
24. Tanira, MOM, Shah AH, Mohsin A, Ageel AM, Qureshi S.
Pharmacological and Toxicological Investigations of Foeniculum
vulgare dried fruit exctract in Experimental Animals. Phytotheraphy
Research.1996;10:33-36.
25. Kuptniratsaikul V, Thanakhumtorn S, Chinswangwatanakul P,
Wattanamongkonsil L, Thamlikitkul V. Ef icacy and safety of Curcuma
domestica extracts in patients with knee osteoarthritis. The Journal
of Alternative and Complementary Medicine. 2009; 15(8):891-897.
26. Kertia N, Asdie AH, Rochmah W, Marsetyawan M. Ability of
Curcuminoid from Curcuma domestica Val. in Reducing the Secretion
of Reactive Oxygen Intermediates by Synovial Fluid Monocytes in
Patients with Osteoarthritis. Indonesian Journal of Biotechnology.
2012 Feb 16;16(2):111-7.
70 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
27. Panahi Y, Rahimnia AR, Shara i M, Alishiri G, Saburi A, Sahebkar A..
Curcuminoid Treatment for Knee Osteoarthritis: A Randomized
Double-Blind Placebo- Controlled Trial, Phytother. Res. 2014. 28(11):
1625–1631. doi: 10.1002/ptr.5174.
28. Akuri MC, Barbalho SM, Val RM, Guiguer EL. Re lections about
Osteoarthritis and Curcuma longa. Pharmacogn. Rev. 2017;11(21):
8-12.
29. Srivastava S, Saksena AK, Khattri S, Kumar S, Dagur RS. Curcuma
longa extract reduces in lammatory and oxidative stress biomarkers
in osteoarthritis of knee: a four-month, double-blind, randomized,
placebo-controlled trial. In lammopharmacol. 2016;DOI 10.1007/
s10787-016-0289-9.
30. Perkins K, Sahy W, Robert D. Beckett RD. Ef icacy of Curcuma
for Treatmentof Osteoarthritis. Journal of Evidence-
BasedComplementary & Alternative Medicine. 2017;22(1) 156-165
31. Oon, S. F., Nallappan, M., Tee, T. T., Shohaimi, S., Kassim, N. K.,
Sa’ariwijaya, M. S. F., & Cheah, Y. H. Xanthorrhizol: a review of its
pharmacological activities and anticancer properties. Cancer cell
international. 2015; 15(1): 100.
32. Kertia N, Sudarsono, Imono AD, Mufrod, Catur E, Rahardjo P, Asdie
AH. Pengaruh pemberian kombinasi minyak atsiritemulawak dan
ekstrak kunyit dibandingkan dengan piroksikam terhadap angka
leukosit cairan sendi penderita dengan osteoartritis lutut. Majalah
Farmasi Indonesia. 2005;16(3):155 – 161.
33. Bagalkotkar G, Sagineedu SR, Saad MS, Stanslas J. Phytochemicals
from Phyllanthus niruri Linn. and theirpharmacological properties:
a review. Journal of Pharmacy and Pharmacology. 2006;58:1559–
1570.
34. Joseph B, Raj SJ. An overview: pharmacognostic properties of
Phyllanthus amarus Linn. Int J Pharmacol. 2011; 7: 40-45.
JAMU SAINTIFIK
71
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
35. Porto CRC, Soares LAL, Souza TP,Petrovick PR, Lyra IL, Araujuo RF,
Langassner SMZ, Ferreira AAA, Guerra GCB. Anti-in lammatory
and antinociceptive activities of Phyllanthus niruri spray-dried
standardized extract. Revista Brasileira de Farmacognosia Brazilian
Journal of Pharmacognosy. 2013;23(1): 138-144.
36. Ardiyanto D, Ismoyo SP. Clinical study of jamu formula for genu
osteoarthritis. Widyariset. 2013 Aug 1;16(2):251-8.
37. Ardiyanto D, Triyono A, Astana PR, Mana TA. Clinical trial of
osteoarthritis jamu formula compare to piroxicam. Health Science
Journal of Indonesia. 2016 Dec 30;7(2):84-92.
72 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
D
Ramuan Jamu Saintifik Hiperkolesterolemia
Penyusun:
JAMU SAINTIFIK
73
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
1. Penjelasan Penyakit
Hiperkolesterolemia adalah kondisi medis yang ditandai
dengan peningkatan nilai kolesterol di dalam darah melebihi batas
normal. Pada kondisi tersebut apabila terjadi dalam jangka panjang
menyebabkan terbentuknya gumpalan lemak dalam pembuluh
darah sehingga dapat berisiko aterosklerosis.1 Aterosklerosis berupa
penyempitan pembuluh darah terutama di jantung, otak, ginjal, dan
mata disebabkan oleh karena kondisi tingginya kolesterol dalam
darah. Pada otak, aterosklerosis menyebabkan stroke, sedangkan
pada jantung menyebabkan penyakit jantung koroner.2
a. Epidemiologi
Data riskesdas 2013 menyebutkan penyakit jantung
koroner menduduki peringkat ketujuh penyakit tidak menular
terbanyak di Indonesia.3 Penyakit jantung koroner disebabkan
oleh aterosklerosis. Faktor resiko terjadinya atrosklerosis
antara lain hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia,
obesitas, dan kurangnya akivitas isik.4 Berdasarkan data WHO
tahun 2014 bahwa sebanyak 37% angka kematian di Indonesia
disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Sebanyak 35.9%
penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas memiliki
kadarkolesterol total dalam darah diatas nilai normal. Prevalensi
hiperkolesterolemia lebih tinggi diperkotaan dibandingkan
pedesaan dan penderita hiperkolesterolemia pada wanita lebih
banyak dibanding pria.5
b. Klasifikasi
Nilai kolesterol darah dapat diklasi ikasikan sebagai berikut:
Tabel 1. Klasi ikasi Nilai Kolesterol dalam Darah4
Total Kolesterol (mg/dL) Klasifikasi
<200 Normal
200-239 borderline high
>240 Tinggi
74 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
c. Patogensis dan faktor resiko
1) Pato isiologi terjadinya hiperkolesterolemia6
Lipid atau lemak adalah senyawa kimiawi yang bersifat
tidak larut didalam air, dimana didalam plasma terdiri dari
kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Lipid ditranspor didalam plasma sebagai komponen dari
kompleks lipoprotein.Lipoprotein merupakan partikel-
partikel kompleks yang dibentuk dari ratusan molekul-
molekul lipid dan protein.Berdasarkandensitasnya
lipoprotein diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Kilomikron —> Berperan dalam transpor trigliserida
dari usus halus melalui pembuluh limfe menuju plasma
b) Very Low Density Lipoprotein (VLDL) —> Secara
endogen mengangkut kolesterol dan trigliserida yang
disintesis oleh sel.
c) Low Density Lipoprotein (LDL) —> Merupakan alat
transpor utama bagi kolesterol dan diambil oleh
reseptor2 LDL pada sel-sel hati dan sel-sel perifer, jadi
berperan dalam melepaskan komponen kolesterol
untuk memenuhi kebutuhan sel.
d) High Density Lipoprotein (HDL) —> berperan dalam
memediasi transpor balik kolesterol dari jaringan
perifer menuju hati.
Peningkatan kadar lipoprotein, kecuali HDL, merupakan
dasar dari patofisiologi dislipidemia. Peningkatan lipid
dalam darah akan mempengaruhi kolesterol, trigliserida
dan keduanya (hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia
atau kombinasinya yaitu hiperlipidemia). Pasien dengan
hiperkolesterolemia (>200–220mg/dL serum) merupakan
gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan
kelebihan berat badan dan diet. Makanan berlemak
JAMU SAINTIFIK
75
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
meningkatkan sintesis kolesterol di hepar yang menyebabkan
penurunan densitas reseptor LDL di serum (> 135 mg/
dL). Ikatan LDL mudah melepaskan lemak dan kemudian
membentuk plak pada dinding pembuluh darah yang
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya arterosklerosis
dan penyakit jantung coroner.
2) Faktor risiko 7,8
Faktor risiko terjadinya hiperkolesterol antara lain sebagai
berikut:
a. Pola makan sehari-hari
b. Usia
c. Genetik
d. Jenis kelamin
e. Merokok
f. Minum alkohol
g. Obesitas
h. Kurang aktivitas isik
d. Gambaran klinis
Pada umumnya hiperkolesterolemia tidak menimbulkan
gejala. Adapun gejala yang pernah dilaporkan ialah sakit kepala,
rasa tegang di otot leher, bintik putih di atas kelopak mata.
e. Penatalaksanaan
Keberhasilan menurunkan hiperkolesterolemia diutamakan
dengan melakukan perubahan perilaku mengarah ke pola hidup
sehat (non medikamentosa) namun dapat juga disertai dengan
penggunaan obat-obatan (medikamentosa). Bukti penurunan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular yang berhubungan
dengan intervensi gaya hidup tidak sekuat bukti yang
berhubungan dengan intervensi farmakologis. Tujuan intervensi
gaya hidup adalah untuk mengurangi kolesterol LDL, mengurangi
konsentrasi TG, dan meningkatkan kolesterol HDL. Intervensi
76 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
gaya hidup dilakukan pada semua orang, dengan atau tanpa
tambahan obat penurun lipid, kecuali pada pasien risiko rendah
dengan kolesterol LDL awal <100 mg/dL. Pasien risiko rendah ini
hanya perlu diyakinkan agar tetap dalam keadaan risiko rendah.9
1) Non medikamentosa9
a) Diet
Diet yang dapat dipakai untuk menurunkan
kolesterol LDL adalah diet asam lemak tidak jenuh
seperti MUFA dan PUFA karena faktor diet yang paling
berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi
kolesterol LDL adalah asam lemak jenuh. Konsumsi
PUFA omega-3 pada dosis farmakologis (>2 gram/hari)
mempunyai efek netral terhadap konsentrasi kolesterol
LDL dan mengurangi konsentrasi TG.Asam lemak
trans meningkatkan kolesterol LDL dan menurunkan
kolesterol HDL. Sumber asam lemak trans di dalam diet
biasanya berasal dari produk yang terbuat dari minyak
terhidrogenasi parsial seperti biskuit asin (crackers),
kue kering manis (cookies), donat, roti dan makanan
lain seperti kentang goreng atau ayam yang digoreng
memakai minyak nabati yang dihidrogenasi. Diet
makanan tinggi serat seperti kacang-kacangan, buah,
sayur dan sereal memiliki efek hipokolesterolemik
langsung.
b) Aktivitas isik
Tujuan melakukan aktivitas isik secara teratur
adalah mencapai berat badan ideal, mengurangi risiko
terjadinya sindrom metabolik dan mengontrol faktor
risiko PJK. Aktivitas isik yang dianjurkan adalah
aktivitas yang terukur seperti :
• Berjalan cepat (4,8-6,4 km per jam) selama
30-40 menit
JAMU SAINTIFIK
77
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
• Berenang – selama 20 menit
• Bersepeda untuk kesenangan atau transportasi,
jarak 8 km dalam 30 menit
• Menggunakan mesin pemotong rumput yang
didorong selama 30 menit
• Membersihkan rumah (secara besar-besaran)
• Bermain basket selama 15 hingga 20 menit
• Bermain golf tanpa caddy (mengangkat peralatan
golf sendiri)
• Berdansa selama 30 menit
• Bermain voli selama 45 menit
• Menyapu halaman selama 30 menit
c) Penurunan berat badan
Indeks Masa Tubuh dan lingkar pinggang dipakai
sebagai ukuran untuk menilai obesitas umum dan
obesitas abdominal.Baik obesitas umum maupun
obesitas abdominal berhubungan dengan risiko
kematian.
d) Kebiasaan merokok.
Menghentikan merokok dapat meningkatkan
konsentrasi kolesterol HDL sebesar 5-10%. Merokok
78 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
berhubungan dengan peningkatan konsentrasi TG,
tetapi menghentikan merokok diragukan menyebabkan
penurunan konsentrasi TG.
e) Diet suplemen9
• Fitosterol
Fitosterol berkompetisi dengan absorbsi
kolesterol di usus sehingga dapat menurunkan
konsentrasi kolesterol total. Secara alami, itosterol
banyak didapat dalam minyak nabati dan, dalam
jumlah lebih sedikit, dalam buah segar, kacang
kenari, dan kacang polong. Fitosterol sering
ditemukan sebagai bahan tambahan pada minyak
goreng dan mentega.
• Protein kedelai
Protein kedelai berhubungan dengan
penurunan 3-5% kolesterol LDL.Sebagian besar
studi menggunakan asupan protein kedelai lebih
dari 40 mg/hari.Sebuah studi menunjukkan asupan
25 mg/hari berhubungan dengan penurunan
kolesterol LDL sebesar 5 mg/dL.
• Makanan kaya serat
Diet serat yang larut dalam air seperti kacang
polong, sayuran, buah, dan sereal mempunyai efek
hipokolesterolemik. Diet serat yang larut dalam
air sebanyak 5-10 gram/hari dapat menurunkan
kolesterol LDL sebesar 5%.78,79 Anjuran diet serat
yang larut dalam air untuk menurunkan kolesterol
LDL adalah 5-15 gram/hari.
• PUFA Omega-3
Polyunsaturated fatty acid (PUFA) Omega-3
adalah komponen yang ada dalam minyak ikan atau
diet mediterania
JAMU SAINTIFIK
79
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
2) Medikamentosa9
a) Statin (inhibitor HMG-CoA reduktase)
Cara kerja statin adalah dengan menghambat
kerja HMG-CoA reduktase. Pada tahun 2011, FDA
Amerika Serikat mengeluarkan rekomendasi baru
tentang keamanan simvastatin 80 mg. Simvastatin
yang digunakan dengan dosis maksimum (80 mg)
berhubungan dengan miopati atau jejas otot terutama
jika digunakan selama 12 bulan berturutan.
b) Inhibitor absorpsi kolesterol.
Ezetimibe merupakan obat penurun lipid pertama
yang menghambat ambilan kolesterol dari diet dan
kolesterol empedu tanpa mempengaruhi absorpsi
nutrisi yang larut dalam lemak. Dosis ezetimibe yang
direkomendasikan adalah 10 mg/hari dan harus
digunakan bersama statin, kecuali pada keadaan tidak
toleran terhadap statin, di mana dapat dipergunakan
secara tunggal.
c) Bile acid sequestrant
Terdapat 3 jenis bile acid sequestrant yaitu
kolestiramin, kolesevelam, dan kolestipol.Bile acid
sequestrant mengikat asam empedu (bukan kolesterol)
di usus sehingga menghambat sirkulasi enterohepatik
dari asam empedu dan meningkatkan perubahan
kolesterol menjadi asam empedu di hati. Dosis harian
kolestiramin, kolestipol, dan kolesevelam berturutan
adalah 4-24 gram, 5-30 gram, dan 3,8-4,5 gram.
d) Fibrat
Fibrat adalah agonis dari PPAR-α.Melalui
reseptor ini, ibrat menurunkan regulasi gen apoC-
III serta meningkatkan regulasi gen apoA-I dan A-II.
Berkurangnya sintesis apoC-III menyebabkan
80 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
peningkatan katabolisme TG oleh lipoprotein lipase,
berkurangnya pembentukan kolesterol VLDL, dan
meningkatnya pembersihan kilomikron.
e) Asam nikotinat (niasin)
Asam nikotinat menghambat mobilisasi asam lemak
bebas dari jaringan lemak perifer ke hepar sehingga
sintesis TG dan sekresi kolesterol VLDL di hepar
berkurang. Dosis awal yang direkomendasikan adalah
500 mg/hari selama 4 minggu dan dinaikkan setiap 4
minggu berikutnya sebesar 500 mg selama masih dapat
ditoleransi sampai konsentrasi lipid yang dikehendaki
tercapai.
JAMU SAINTIFIK
81
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
dapat dikurangi. Hal ini yang yang menjadi alasan banyaknya
daun jati belanda yang dimanfaatkan sebagai obat susut perut
dan pelangsing.10 Dalam perkembangannya, daun jati belanda
juga banyak dimanfaatkan untuk mengatasi penyakit kolesterol
dan rematik. Sementara kandungan tannin yang ada di dalamnya
berfungsi mencegah absorpsi lemak dan kolesterol di usus.11,12
Daun jati belanda (Guazuma ulmifolia L) mengandung
senyawa tannin, damar, triterpen, alkaloid, karotenoid, lavonoid,
dan asam fenol glicose. Kandungan lavonoid total daun jati
belanda tidak kurang dari 0,3% dihitung sebagai kuersetin dan
sebagai senyawa penanda adalah tilirosida.13 Pada penelitian
ekstrak air daun jati belanda dengan dosis 50mg/ kg bb dapat
menurunkan kadar kolesterol total dan LDL secara signi ikan
dibandingkan kontrol. Kandungan musilago dalam jati belanda
dapat mengembang dalam lambung sehingga menekan
nafsu makan. Alkaloid dalam jati belanda memiliki akti itas
menghambat enzim pankreatik lipase yang dapat menghidrolisis
lemak.14
82 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
c. Daun Teh (Camillia sinensis L.)
Daun teh mengandung polifenol (katekin dan lavonoid),
alkaloid, minyak volatil, polisakarida dan asam amino. Kandungan
katekin dalam teh dapat menurunkan kadar kolesterol total
dan LDL dalam darah. Hal ini dikaitkan dengan meningkatnya
metabolisme tubuh.15-18
JAMU SAINTIFIK
83
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
xantorizol. Kurkuminoid, minyak atsiri dengan komponen
xanthorrhizol; α-kurkumen, germakran, ar-turmeron,
β-atlantanton, d-kamfor. Tanaman temu lawak secara empirik
banyak digunakan sebagai obat dalam bentuk tunggal maupun
campuran untuk mengatasi gangguan-gangguan saluran cerna,
gangguan aliran getah empedu, sembelit, radang rahim, kencing
nanah, mencret, kurang nafsu makan, kelebihan berat badan,
radang lambung, cacar iar, eksema, jerawat dan sebagainya.21
84 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
bb sebesar 120 mg/dL, 1080 mg/200 g bb sebesar 121 mg/
dL, kontrol mengalami kenaikan sebesar 5 mg/dL, kontrol
negatif mengalami kenaikan sebesar 36 mg/dL sedangkan
kontrol positif mengalami penurunan sebesar 99 mg/dL.26
2) Uji khasiat untuk ramuan hiperkolesterolemia terhadap
penurunan kadar trigliserid dalam darah
Hasil penelitian ramuan jamu yang terdiri dari jati
belanda, daun jai cina, teh hijau dan tempuyung pada tikus
puith yang diinduksi makanan tinggi kolesterol menunjukkan
penurunan rerata kadar trigliserid yaitu pada dosis 270
mg/200 g bb sebesar 83,3 mg/dL, 540 mg/200 g bb sebesar
154 mg/dL, 1080 mg/200 g bb sebesar 134 mg/dL, kontrol
mengalami penurunan sebesar 6 mg/dL, kontrol negatif
mengalami penurunan sebesar 15 mg/dL sedangkan kontrol
positif mengalami penurunan sebesar 126 mg/dL.26
3) Toksisitas akut dan subkronik
Penelitian mengenai ramuan jamu untuk menurunkan
kadar kolesterol darah telah dilakukan di Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional Tawangmangu. Pemberian sari rebusan ramuan
jamu untuk hiperkolesterolemia pada hewan coba yang
terdiri daun jati belanda 6 gr, jati cina 1 gr, daun tempuyung
6 gr, daun teh 5 gr, temulawak 5 gr, kunyit 4 gr dan meniran
3 gr dengan dosis pemakaian untuk satu hari. Pada
pemberian dosis tunggal oral tidak menimbulkan efek
toksik, dengan nilai LD50 lebih besar dari 5000 mg/Kgbb.
Termasuk Practicial Non Toxcik (PNT) atau termasuk bahan
yang tidak toksik.26
Uji toksisitas sub kronis ramuan jamu untuk
hiperkolesterolemia. Pada pemberian selama 3 bulan
dalam pengamatan tidak terlihat adanya tanda toksik dan
kematian pada hewan uji, pada pemeriksaan organ tidak
JAMU SAINTIFIK
85
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
ditemukan kerusakan, sehingga ramuan ini dalam kategori
aman digunakan dalam jangka menengah ( 2-3 bulan ).26
b. Studi Klinis
1) Uji Klinis pre-post ramuan jamu hiperkolesterolemia ringan
Pada tahun 2014 Zuraida dkk telah melakukan
penelitian uji klinik fase I, yang bertujuan untuk menguji
keamanan dan manfaat ramuan jamu hiperkolesterolemia.
Penelitian ini dilakukan terhadap 50 orang subyek manusia,
selama 28 hari. Subyek pada studi klinis ini merupakan
pasien yang datang berobat dan memenuhi kriteria inklusi
penelitian di Klinik Sainti ikasi Jamu Hortus Medicus Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional. Kriteria responden/subjek yakni laki-
laki atau perempuan berusia 25-60 tahun baik pasien lama
atau baru dengan diagnosis hiperkolesterolemia ringan/
borderline (kolesterol total 200-239mg/dL). Kondisi pasien
stabil dibuktikan dengan pemeriksaan klinis, laboratorium
dan EKG, bersedia mengikuti penelitian/jadwal follow up
dengan menandatangani informed consent, perempuan tidak
sedang hamil atau menyusui (berdasarkan pengakuan),
tidak sedang mengonsumsi obat atau bahan herbal lain
selain bahan uji yang memiliki indikasi untuk menurunkan
kolesterol, serta obat pengencer darah seperti warfarin, obat
jantung digoxin, tidak mempunyai komplikasi penyakit berat
(misal kanker stadium lanjut/terminal, gagal jantung NYHA
2,3,4, DM berat, Hipertensi berat ). Subyek juga disyaratkan
tidak memiliki alergi/ hipersensitif terhadap komponen
bahan uji, serta tidak memiliki penyakit saluran pencernaan,
seperti gastritis, ulcus pepticum, crohn’s disease dan colitis.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental
pre dan post test design untuk menilai keamanan dan
kemungkinan kemanfaatan penggunaan jamu pada subyek
86 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
penelitian dengan hiperkolesterolemia ringan/borderline.
Penelitian ini dilakukan dalam dua (2), tahap pertama
berupa skrining pasien dan tahap kedua yakni perlakuan
dengan ramuan jamu selama 28 hari.
Ramuan jamu yang digunakan dalam penelitian
ini sudah diuji preklinik dengan hasil uji toksisitas
terbukti tidak toksik pada hewan coba. Ramuan jamu
hiperkolesterolemia yang terdiri dari daun jati belanda,
daun jati cina, daun tempuyung, daun teh hijau dan AAI
(temulawak, kunyit, meniran). Ramuan dalam penelitian
ini merupakan ramuan yang digunakan di Rumah Riset
Jamu Hortus Medicus Tawangmangu. Dosis pada ramuan
jamu ini diperoleh berdasarkan dosis empiris per simplisia
yang biasa dipakai di masyarakat. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ramuan jamu penurun kolesterol
darah menurunkan rerata kolesterol total subyek penelitian
pada konsumsi secara teratur serta aman dikonsumsi
setiap hari selama 28 hari. Keamanan jamu pada penelitian
ini didasarkan pada parameter klinis dan laboratorium.
Parameter klinis yang dinilai adalah timbulnya tanda dan
gejala klinis selama minum jamu. Parameter laboratorium
yang dinilai yaitu pengaruh minum jamu terhadap gambaran
darah rutin, asam urat, fungsi hati dan fungsi ginjal subyek
penelitian. Parameter penilaian untuk fungsi hati dengan
mengukur nilai SGOT dan SGPT pada H-0, H-14 dan H-28.
Penilaian fungsi ginjal juga menggunakan 2 parameter yaitu
pengukuran nilai Ureum dan Kreatinin pada H-0, H-14 dan
H-28. Masing-masing tanaman obat tersebut telah terbukti
secara klinis aman dan berkhasiat untuk menurunkan kadar
kolesterol dalam darah.27
JAMU SAINTIFIK
87
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
2) Uji Klinis Ramuan Jamu Hiperkolesterolemia ringan
Selain penelitian uji klinik fase I, pada tahun 2015 di
B2P2TOOT Tawangmangu juga telah dilakukan penelitian
uji klinik bersifat multicenter. Penelitian yang dilakukan oleh
Agus Triyono dkk yakni penelitian uji klinik multi center
formula jamu hiperkolesterolemia dibanding simvastatin
oleh 100 dokter yang telah mendapatkan pelatihan Diklat
Sainti ikasi Jamu yang berasal dari 34 kabupaten di Indonesia.
Subjek penelitian yang memenuhi kriteria berjumlah 170
meliputi subjek laki-laki atau perempuan berusia 26-55
tahun, memiliki kadar kolesterol total darah 200 – 300
mg/dL. Subyek perempuan disyaratkan tidak sedang hamil
atau menyusui. Subyek disyaratkan juga tidak sedang
mengkonsumsi obat penurun kolesterol darah golongan
statin (simvastatin, atorvastatin, luvastatin, lovastatin,
pravastatin), resin, ezetimibe, ibrates (gem ibrozil,
feno ibrate, cipo ibrate), tidak memiliki komplikasi penyakit
berat (misal kanker stadium lanjut/terminal, gagal jantung
NYHA 2,3,4, DM berat, Hipertensi berat ), tidak memiliki
riwayat alergi/hipersensitif terhadap komponen bahan
uji, tidak memiliki penyakit saluran pencernaan seperti
gastritis, ulcus pepticum, crohn’s disease dan colitis, serta
tidak memiliki penyakit gangguan fungsi hati (SGOT >35
U/L, SGPT >45 U/L). Penelitian ini menggunakan rancangan
open label randomized clinical trial, dengan paralel design
yang bertujuan untuk menilai keamanan dan kemanfaatan
penggunaan jamu pada subjek penelitian dengan
hiperkolesterolemia dibandingkan obat simvastatin.28
Ramuan jamu penurun kolesterol darah yang terdiri
dari daun jati belanda (Guazuma ulmifolia L), daun jati
cina (Cassia sennae L), daun tempuyung (Sonchus arvensis),
daun teh hijau (Camillia sinensis L), temulawak, kunyit dan
88 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
meniran direbus dengan 4 gelas air (800 cc) sampai mendidih
dan dibiarkan air rebusan tinggal 2 gelas air (400 cc),
didinginkan, disaring dan diminum 2 kali sehari pagi dan sore.
Ramuan jamu tersebut diberikan selama 6 minggu dengan
kontrol setiap minggu. Pada kunjungan pertama diberikan
jamu selama 1 minggu, kemudian dilanjutkan kontrol
dan pemberian jamu untuk minggu kedua dan seterusnya
sampai dengan minggu keenam. Sedangkan untuk obat
simvastatin, diberikan kepada subjek dengan dosis 1 x 10
mg per hari selama 6 minggu. Kunjungan pertama diberikan
obat simvastatin 10 mg, tujuh tablet untuk diminum selama
1 minggu, seterusnya tiap minggu sampai minggu keenam.28
Hasil penelitian tersebut menunjukkan perbedaan yang
bermakna kadar kolesterol total darah, LDL kolesterol dan
SF-36 sebelum dan sesudah pemberian jamu selama 42 hari
sedangkan tidak ada perbedaan bermakna kadar trigliserida
sebelum dan sesudah perlakuan selama 42 hari. Penggunaan
formula jamu hiperkolesterolemia selama 42 hari memiliki
khasiat yang dapat menurunkan kadar kolestetol total, kadar
trigliserida dalam darah sebanding dengan simvastatin tetapi
lebih rendah dalam menurunkan kolesterol LDL dibanding
simvastatin.28
Keamanan penggunaan formula jamu
hiperkolesterolemia dan simvastatin selama perlakuan
dapat dinilai dari hasil anamnesis dan pemeriksaan isik,
serta hasil pemeriksaan laboratorium fungsi hati (kadar
SGOT dan SGPT), fungsi ginjal (kadar ureum dan kreatinin)
subjek penelitian sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang bermakna kadar SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah
pemberian formula jamu hiperkolesterolemia hari ke-21
dan hari ke-42. Selain itu juga tidak terdapat perbedaan yang
JAMU SAINTIFIK
89
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
bermakna kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah
pemberian formula jamu hiperkolesterolemia hari ke-21
dan hari ke-42. Formula jamu hiperkolesterolemia terbukti
secara klinis aman untuk dikonsumsi.
b. Penyiapan Ramuan
Ramuan disiapkan dengan mengikuti prinsip dasar
pembuatan infusa, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut
1) Didihkan 5 gelas air
2) Masukkan 1 kemasan ramuan jamu.
3) Tunggu selama ± 15 menit (sampai air tersisa 3 gelas dengan
nyala api kecil dengan sesekali diaduk).
4) Diamkan hingga hangat/dingin.
5) Saringlah dan minum 3 x 1 gelas tiap hari. Pagi, siang dan
malam.
Ramuan ini disiapkan dengan menggunakan alat yang
terbuat dari tanah liat, porselen, stainless steel, atau enamel.
Ramuan ini diminum setelah makan.
90 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
c. Aturan Minum
Ramuan diminum 3 x sehari 1 gelas setelah makan. Pemakaian
bersamaan dengan obat konvensional dapat dilakukan dengan
selang waktu 2 jam.
d. Peringatan Penggunaan
Selama menjalani terapi disarankan untuk menghindari
mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi.Juga
tidak disarankan mengkonsumsi jamu melebihi aturan yang
ditentukan karena bisa menyebabkan diare. Selama minum jamu
dianjurkan banyak minum air putih karena frekuensi BAB bisa
meningkat dan konsistensi feses menjadi lunak.
JAMU SAINTIFIK
91
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
92 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
10. Dyah I, Rhoito F S, Elizabeth M A, Latifah K D. Zingiber cassumunar,
Guazuma ulmifolia, and Murraya paniculata Extracts as Antiobesity:
In Vitro Inhibitory Effect on Pancreatic Lipase Activity. Hayati Journal
of Biosciences 2011;18(1) p : 6-10. http://journal.ipb.ac.id/index.
php/hayati
11. Iswantini D, Darusman LK, Gunawan E, Nurulita Y. 2003. Identi ikasi
senyawa bioaktif daun Guazuma ulmifolia sebagai pelangsing dengan
menggunakan metode enzimatis (enzim lipase). J Ilmiah Pertanian
Gakuryoku 9:138-142
12. Departemen Kesehatan RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia edisi
I, Jakarta, hal 36-40, dan 139-142
13. Rahardjo SS, Ngatijan, Pramono S. In luence of ethanol extract of jati
belanda leaves (Guazuma ulmifolia Lamk) on lipase enzyme activity
of Rattus norvegicus serum Inovasi.2005;4(XVII):48-53
14. Balasankar D, Vanilarasu K, Selva Preetha P, Rajeswari S M.U, Debjit
B. Senna – A Medical Miracle Plant. Journal of Medicinal Plants
Studies Vol. 1 Issue. 3, 2013. www.plantsjournal.com Page | 41
15. Naniek Widyaningrum.. Epigallocatechin-3-Gallate (Egcg) Pada Daun
Teh Hijau Sebagai Anti Jerawat. Majalah Farmasi Dan Farmakologi,
Vol. 17, No.3 2013 Hlm. 95 - 98 (Issn : 1410-7031)
16. Kartika Dewi. Pengaruh Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis var.
Assamica) terhadap Penurunan Berat Badan, Nilai Trigliserida dan
Kolesterol Total pada Tikus Jantan Galur Wistar. JKM. Vol.7 No.2
Februari, 2008.
17. Zheng G, Sayama K, Okubo T, Juneja LR, Oguni I. Antiobesity Effects
of Three Major Components of Green Tea, Catechins, Caffeine and
Theanine, in Mice. in vivo, 2004 ; 18 : 55 – 62
18. Sayama K, Lin S, Zheng G, Oguni I.. Effects of Green Tea on Growth,
Food Utilization and Lipid Metabolism in Mice. in vivo ; 14 , 2000:
481 – 484.
JAMU SAINTIFIK
93
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
19. Rahmat Ali Khan. Evaluation of lavonoids and diverse antioxidant
activities of Sonchus arvensis. Chemistry Central Journal. 2012. 6:126
20. Yelvia Nurianti, Rini Hendriani, Elin Yulinah Sukandar, Kusnandar
Anggadiredja. Acute And Subchronic Oral Toxicity Studies Of Ethyl
Acetate Extract Of Sonchus arvensis L. Leaves. International Journal
Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. 2014 Vol 6, Issue 5.
21. Kementerian Kesehatan. Vademekum Tanaman Obat untuk
Sainti ikasi Jamu. Jilid I (Edisi Revisi). Kementerian Kesehatan RI.
2010
22. Sukandar, E.Y.. Elfahmi, Nurdewi. In luence of Administration of Jati
Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) Leaves on Blood Lipid Level of
Male Rats. Med. J. Maranatha, 8, 2009: 102-112.
23. Mathur, M., Sharma, R., Sharma, J., Pareek, R., & Kamal, R. (2012).
Phytochemical screening and antimicrobial activity of Phyllanthus
niruri Linn. Applied Botany, 46, 8487-8489.
24. Shimizu, M., Horie, S., Terashima, S., Ueno, H., Hayashi, T., Arisawa,
M., ... & Morita, N. (1989). Studies on aldose reductase inhibitors
from natural products. II. Active components of a Paraguayan crude”
Paraparai-mi”, Phyllanthus niruri. Chem. Pharm. Bull (Tokyo), 37,
2591-2532.
25. Maat, S. 1996. Phyllantus niruri L sebagai Immunostimolator pada
mencit. Rangkuman Disertasi. Program Pasca Sarjana. Unair,
Surabaya.
26. Saryanto., Ratnawati G. Uji Praklinik Ramuan Jamu
Antihiperkolesterolemia. B2P2TO2T Tawangmangu. 2012
27. Zulkarnain Z, Astana PRW. Observasi Klinis Formula Jamu Untuk
Hiperkolesterolemia Ringan. B2P2TOOT Tawangmangu. 2014
28. Triyono A, Ardiyanto Danang, Saryanto. Uji Klinis Formula Jamu
Antihiperkolesterolemia. B2P2TO2T Tawangmangu. 2015
94 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
E
Ramuan Jamu Saintifik Hemoroid
Penyusun:
JAMU SAINTIFIK
95
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
1. Penjelasan Penyakit
Pengertian dari hemoroid menurut kamus besar kedokteran
adalah: “Dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior
dan superior”.1 Plexus hemoroid merupakan jalinan pembuluh darah
normal yang terletak pada bagian ujung rektum. Gangguan pada
hemoroid terjadi ketika plexus ini membesar. Pada dasarnya hemoroid
bukan merupakan keadaan patologik, hanya apabila hemoroid ini
menyebabkan keluhan atau penyulit, maka diperlukan tindakan.2
a. Epidemiologi
Hemoroid atau dikenal juga dengan ambeien/wasir
merupakan salah satu jenis penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat, dan telah ada sejak jaman dahulu.Di Amerika jumlah
penderita hemoroid diperkirakan sekitar 4-5% dari seluruh
penduduknya. Sedangkan di Indonesia, lebih dari sepuluh
juta orang menderita hemoroid. Penelitian sebelumnya juga
menunjukkan bahwa ada 1,5 juta resep untuk penyakit hemoroid
setiap tahunnya.3
Sekitar 75% orang akan menderita hemoroid atau ambeien
di satu masa kehidupannya. Biasanya hemoroid ini akan dialami
orang dewasa, dengan puncak usia 45-65 tahun. Perbandingan
risiko terjadinya hemoroid antara laki-laki dan perempuan tidak
menunjukkan jarak yang signi ikan. Walaupun begitu, perempuan
lebih sering terkena hemoroid yang biasanya dikarenakan
kehamilan.4
b. Klasifikasi
Menurut letaknya, hemoroid dapat diklasi ikasikan
menjadi dua yaitu hemoroid eksterna (luar) dan hemoroid
interna (dalam). Hemoroid eksterna merupakan pelebaraan
dan penonjolan pleksus hemoroidalis inferior. Bentuk ini sering
nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri.5
96 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Sedangkan hemoroid interna adalah kondisi pelebaran
pleksus v. Hemoroidalis superior di sebelah atas garis mukokutan
dan ditutupi oleh jaringan mukosa. Sumbatan aliran darah pada
bagian ini akan menimbulkan pembengkakan pada anus bagian
dalam. Menurut letaknya, hemoroid interna terdapat pada tiga
posisi utama, yaitu kanan depan (jam 11), kanan belakang (jam
7) dan lateral kiri (jam 3), yang biasa disebut “Three Primary
Haemorrhoidal Areas”.5
Berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, hemoroid
interna dibagi menjadi 4 derajat yaitu :
1) Derajat I, hemoroid mencapai lumen kanalis analis. Gejala
yang timbul antara lain:
a. Terdapat perdarahan merah segar pada rectum pasca
defekasi
b. Tanpa disertai rasa nyeri
c. Tidak terdapat prolaps
d. Pada pemeriksaan anoskopi terlihat permulaan dari
benjolan hemoroid yang menonjol ke dalam lumen
2) Derajat II, hemoroid mencapai s ingter eksternal
menimbulkan gejala :
a. Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan sesudah
defekasi
b. Terjadi prolaps hemoroid yang dapat masuk sendiri
(reposisi spontan)
3) Derajat III, hemoroid telah keluar dari kanalis analis
a. Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan sesudah
defekasi
b. Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat masuk sendiri
jadi harus didorong dengan jari (reposisi manual)
4) Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke
kanalis analis
JAMU SAINTIFIK
97
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
a. Terdapat perdarahan sesudah defekasi
b. Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat didorong
masuk (meskipun sudah direposisi akan keluar lagi.5
d. Gambaran Klinis
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan
klasi ikasinya. Hemoroid internal pada umumnya akan
98 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
menimbulkan gejala seperti prolaps dan keluarnya mukus,
perdarahan, rasa tak nyaman, dan gatal. Sedangkan hemoroid
eksternal, gejalanya lebih didominasi dengan rasa terbakar, nyeri
( jika mengalami trombosis), dan gatal.6,7
e. Penatalaksanaan
Seperti kebanyakan penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan faktor resiko gaya hidup, timbulnya hemoroid juga dapat
dicegah. Secara khusus, tips-tips untuk mencegah hemoroid
antara lain : hindari terlalu banyak duduk, jangan menahan
kencing dan buang air besar, jangan suka menggosok dan
menggaruk dubur berlebihan, dan jangan mengejan / mengedan
secara berlebihan saat buang air besar.
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan
derajat kedua dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana
disertai nasehat tentang makan.Makanan sebaiknya terdiri atas
makanan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan.Makanan
ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga
mempermudah buang air besar dan mengurangi keharusan
mengejan berlebihan.Hemoroid interna yang mengalami prolaps
oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara
perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres lokal untuk
mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan dengan
cairan hangat juga dapat meringankan nyeri.8
Terapi menggunakan obat juga dapat dilakukan menggunakan
obat lebotonik seperti Da lon/Ardium (diosmin dan hesperidin
yang dimikronisasi) atau preparat rutacea dapat meningkatkan
tonus vena sehingga mengurangi kongesti. Walaupun Obat
ini dikatakan aman bahkan pada wanita hamil sekalipun,
penggunaannya harus di bawah pengawasan dari dokter.
Terapi berikutnya adalah dengan “minimal invasive”. Cara ini
dilakukan terhadap penderita yang tidak berhasil dengan cara
JAMU SAINTIFIK
99
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
medik atau penderita yang belum mau dilakukan operasi. Paling
optimal cara ini dilakukan pada penderita hemorroid derajat
2 atau 3. Terapi minimal invasif yang sering dilakukan adalah
Skleroterapi, Rubber band ligation, Dilatasi anus, Bedah krio, Foto
koagulasi infra merah, Elektrokoagulasi, dan Diatermi bipolar.
Untuk hemoroid derajat 4, terapi utamanya adalah tindakan
bedah.6,9
Terapi Hemoroid Menggunakan Herbal/Jamu
Penggunaan tanaman obat untuk terapi hemoroid sudah
dilakukan oleh masyarakat sejak lama.Hemoroid yang dapat
diterapi derajat 1 sampai 3 tergantung berat tidaknya kondisi
klinis.Prinsip terapi menggunakan tanaman obat pada dasarnya
adalah untuk mengurangi obstipasi dengan melunakkan feses.
Tetapi ada beberapa tanaman obat yang dapat berfungsi
untuk meningkatkan tonus pembuluh darah sehingga dapat
menghambat berkembangnya hemoroid. Beberapa tanaman obat
yang sering digunakan untuk hemoroid antara lain daun ungu,
daun duduk, pegagan, daun iler, kelembak dan kangkung.
JAMU SAINTIFIK
101
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Kandungan kimia daun duduk meliputi tanin, alkaloida
hipaforin, trigonelin, bahan penyamak, asam silikat, dan K20.16
Hasil penelitian laboratorium menunjukkan, lavonoid rutin
pada daun duduk bersifat memperkuat dinding pembuluh darah
kapiler. Sifat inilah yang bisa melengkapi kemampuan daun
duduk dalam pengobatan wasir. Pembuluh darah di rektum
menjadi kuat.17 Selain itu, terdapat hasil penelitian daun duduk
pada hewan uji yang menunjukkan bahwa ekstrak daun duduk
mempunyai efek anti in lamasi paling kuat dibandingkan dengan
kontrol NSAID.18
b. Studi Klinis
Penelitian klinik dengan metode pre dan post pada subjek
hemoroid terhadap ramuan ini juga sudah dilaksanakan
pada 2011.Jumlah sampel yang diambil dan dianalisis untuk
melihat keamanan pemberian intervensi jamu sebanyak 30
subjek. Ramuan jamu anti hemoroid dapat menurunkan gejala
klinis secara bermakna berupa nyeri dan perdarahan setelah
pemberian selama 7 hari, Frekuensi kekambuhan berkurang
setelah pemberian selama 28 hari, dan sifat benjolan/derajat
hemoroid berkurang setelah pemberian selama 56 hari. Setelah
pemberian ramuan jamu tidak terdapat perbedaan terhadap nilai
faal hati (SGOT, SGPT) dan ginjal (ureum, kreatinin).22
Penelitian untuk memperkuat dalam menilai khasiat dan
keamanan, digunakan metode Randomized controlled trial (RCT).
Ramuan jamu hemoroid disiapkan oleh B2P2TO2T dengan metode
yang menjamin mutu bahan baku dan sediaannya. Penelitian ini
menggunakan 126 subjek penelitian dengan menggunakan obat
pembanding yang mengandung Diosmin 90% dan Hesperidin.
JAMU SAINTIFIK
103
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ramuan jamu
hemoroid dapat menaikkan skor sikirov subjek penelitian
secara signi ikan sejak hari ke-7 sampai hari ke-56 (p<0,05).
Efektivitas ramuan jamu hemoroid dalam menaikkan skor sikirov
sebanding efektivitas obat pembanding (p>0,05). Intervensi
ramuan jamu hemoroid pada subjek penelitian menurunkan
frekuensi kekambuhan setiap minggunya. Penurunan frekuensi
kekambuhan oleh ramuan jamu hemoroid sebanding dengan
penurunan frekuensi kekambuhan oleh obat pembanding
(p>0,05). Intervensi ramuan jamu hemoroid pada subjek
penelitian menaikkan skor kualitas hidup SF36 sebanding
dengan kenaikan skor kualitas hidup SF36 akibat intervensi obat
pembanding (p>0,05). Pemberian ramuan jamu anti hemoroid
selama 56 hari intervensi dan obat pembanding, tidak ditemukan
gejala atau efek samping yang serius. Jamu anti hemoroid dan
obat pembanding tidak mengganggu faal hati dan ginjal.23
b. Peracikan
1.) Untuk memudahkan dalam penyiapan bahan jamu, ramuan
dapat dikemas untuk setiap satu hari pemakaian yaitu : daun
ungu (15 gram); daun duduk (12 gram); daun iler (9 gram);
rimpang temulawak (3 gram); rimpang kunyit (3 gram) dan
herba meniran (3 gram) dimasukkan dalam kantong plastik,
kemudian disegel.
c. Aturan Minum
Air rebusan yang diperoleh dibagi menjadi 3 bagian, untuk
diminum 3 kali pada hari yang sama yaitu pagi, siang dan malam.
d. Peringatan Penggunaan
Disarankan melakukan kunjungan ke dokter untuk
pemeriksaan isik setidaknya 1 bulan sekali.
JAMU SAINTIFIK
105
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
JAMU SAINTIFIK
107
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
21. Saryanto, Danang Ardiyanto. Praclinical Study of Anti Hemmoroid
Jamu Formula, Proceeding of International Conference of Indonesia
Chemical Society. Yogyakarta. 2013.
22. Widhi Astana Agus Triyono. Clinical Observation of Jamu Formula
For Hemmoroid Treatment, Proceeding of International Seminar on:
Spice, Medicinal, and Aromatic Plants. Jakarta. 2012.
23. Astana, Peristiwan Ridha Widhi, et al. Uji Keamanan dan Manfaat
Ramuan Jamu untuk Hemoroid Dibandingkan dengan Diosmin
Hisperidin. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 27.1.
2017: 57-64.
Penyusun:
JAMU SAINTIFIK
109
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
1. Penjelasan Penyakit
Hepar/liver/hati merupakan organ tubuh yang memiliki fungsi
kompleks. Fungsi hati dibagi menjadi empat.1,2
1) Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu
Hati mengekskresikan sekitar 1 liter empedu tiap hari. Saluran
empedu mengalirkan, sedangkan kandung empedu berfungsi
menyimpan dan mengeluarkan cairan empedu ke dalam usus
halus.Unsur-unsur cairan empedu adalah air, elektrolit, garam
empedu fosfolipid, kolesterol, dan pigmen empedu. Garam
empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam
usus halus.
2) Fungsi metabolik
Hati memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat,
lemak, protein dan vitamin.
3) Fungsi pertahanan tubuh
Fungsi pertahanan tubuh hati terdiri dari fungsi detoksi ikasi
dan fungsi perlindungan. Fungsi detoksi ikasi dilakukan oleh
enzim-enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis,
atau konjugasi zat yang kemungkinan membahayakan, dan
mengubahnya menjadi zat yang secara isiologis tidak aktif.
Fungsi perlindungan dilakukan oleh sel Kupffer yang terdapat di
dinding sinusoid hati.
4) Fungsi vaskuler hati
Hati menerima 25 % dari total aliran darah yang dipompa oleh
jantung. Pada orang dewasa jumlah aliran darah ke hati bervariasi
antara 800 – 1200 cc/menit.
Berdasarkan letaknya yang strategis dan fungsinya yang
kompleks, hati mudah mengalami gangguan.
a. Epidemiologi
Penyakit hati masih menjadi masalah kesehatan utama
di dunia dengan tingginya angka endemik terutama di negara
JAMU SAINTIFIK
111
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
b) Kondisi payah jantung yang menyebabkan terjadinya
bendungan aliran darah dalam vena porta sehingga
terjadi pembesaran kelenjar hati dan kerusakan sel hati.
d. Gambaran Klinis
Gangguan fungsi hati kadang-kadang tidak menimbulkan
gejala dan diketahui dari pemeriksaan laboratorium SGPT dan
SGOT yang meningkat (> 2 kali nilai normal). Gejala-gejala yang
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gangguan fungsi hati dibagi menjadi 2, yaitu:8
1) Non farmakologis
a) Istirahat cukup dan hindari stres
b) Menghindari makanan yang berminyak dan berlemak
c) Menghentikan konsumsi alkohol dan obat yang menjadi
pemicu gangguan fungsi hati
d) Diet dengan gizi seimbang
2) Farmakologis
Gangguan fungsi hati dengan sebab spesi ik seperti
virus, bakteri, sumbatan empedu, kanker, payah jantung,
sindroma metabolik dan malnutrisi harus dilakukan terapi
de initif untuk mengobati penyebab tetap.
Salah satu upaya pencegahan terhadap infeksi virus
hepatitis B dapat dilakukan dengan vaksinasi.
Ramuan jamu untuk mengatasi gangguan fungsi hati
bekerja dengan cara memperbaiki dan melindungi sel-
sel hati dari kerusakan lebih lanjut. Ramuan Jamu dapat
diberikan sebagai terapi komplementer untuk mendukung
terapi de initif. Jarak waktu minum jamu dengan obat lain
kurang lebih 2 jam.
Pada kondisi gangguan fungsi hati ringan dengan kadar
SGOT-SGPT 2-3 kali normal tanpa sebab yang jelas, ramuan
jamu untuk mengatasi gangguan fungsi hati dapat diberikan
dengan selalu mengevaluasi kondisi klinis dan kadar SGPT-
JAMU SAINTIFIK
113
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
SGOT pasien setiap 1 minggu sekali. Pemeriksaan penunjang
untuk mengetahui penyebab pasti gangguan fungsi hati tetap
harus dilakukan.
JAMU SAINTIFIK
115
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Kurkumin menghambat aktivitas HSC dengan meningkatkan
regulasi ekspresi dan stimulasi signaling gen PPAR-ɣ. Kurkumin
menekan proses in lamasi sel hati melalui penurunan level sitokin
in lamasi termasuk interferon-ɣ, TNF-α, dan interleukin-6.19
Minyak atsiri maupun natrium kurkuminat dari kunyit dapat
meningkatkan sekresi empedu setelah pemberian secara intra
vena pada anjing.20
Pemberian rimpang kunyit secara oral tidak menimbulkan
efek teratogenik pada tikus. Secara farmakologi dinyatakan
aman. Tidak ditemukan adanya tanda toksisitas pada pemberian
per oral dosis tunggal ekstrak etanol rimpang kunyit pada dosis
0,5, 1 atau 3 g/kg bb pada mencit atau serbuk kunyit pada 2,5 g/
kg bb atau ekstrak etanol pada dosis 300 mg/kg bb pada tikus,
marmut dan monyet. Dosis per oral kurkumin pada dosis 1-5 g/
kg bb tidak menimbulkan efek toksik pada tikus. 21,22,23,24
Kurkumin relatif tidak toksik, dosis 5 g/kg bb tidak
menyebabkan kematian pada tikus.25
b. Studi Klinis
1). Studi Klinis Pre-Post
Studi klinis pre-post terhadap ramuan jamu untuk
mengatasi gangguan fungsi hati yang terdiri dari 28 gram
temulawak, 12 gram jombang dan 6 gram kunyit, dengan
kontrol positif silimarin 2 x sehari 140 mg telah dilakukan
di klinik Hortus Medicus pada tahun 2012. Studi klinis ini
melibatkan 14 subjek minum jamu dan 13 subjek minum
silimarin selama 28 hari. Hasil yang didapat rerata SGPT
subjek minum jamu turun dari 131,64 U/L menjadi 49,28
U/L berbeda tidak bermakna dengan rerata SGPT subjek
minum silimarin yang turun dari 103,31 U/L menjadi 54,76
U/L. Rerata SGOT subjek minum jamu juga turun dari 108,14
U/L menjadi 38,21 U/L berbeda tidak bermakna dengan
rerata SGOT subjek minum silimarin yang turun dari 103,62
U/L menjadi 39,15 U/L (P = 0,5).27
2). Studi Klinis
Studi klinis multi senter ramuan jamu untuk mengatasi
gangguan fungsi hati melibatkan 50 dokter anggota jejaring
SJ yang dilakukan pada tahun 2015. Jumlah subjek penelitian
adalah 200 orang dengan ganguan fungsi hati ringan (nilai
SGPT 75-105 U/L). Seratus subjek minum jamu dan 100
subjek minum silimarin 2 x sehari 140 mg semala 42 hari.
Ramuan jamu yang terdiri dari 28 gram rimpang temulawak,
6 gram rimpang kunyit dan 12 gram daun jombang
memberikan hasil sebagai berikut :28
1) Menurunkan rerata nilai SGPT-SGOT sebanding dengan
silimarin
JAMU SAINTIFIK
117
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
2) Menurunkan nilai rata-rata SGPT sebesar 57,43 IU/L
dan SGOT 43,21 IU/L
3) Probabilitas nilai SGPT untuk menjadi normal sebesar
54,26%.
4) Meredakan gejala klinis karena gangguan fungsi hati
sebanding dengan silimarin.
5) Tidak menimbulkan efek samping
6) Tidak mengganggu atau mengubah fungsi ginjal,
hemoglobin, angka leukosit dan trombosit.
7) Menaikkan kualitas hidup secara bermakna sebanding
dengan silimarin.
b. Penyiapan Ramuan
Ramuan disiapkan dengan mengikuti prinsip pembuatan
infusa, dengan langkah-langkah sebagai berikut
1) Panaskan 4 gelas air hingga mendidih.
2) Masukkan ramuan jamu.
3) Tunggu selama ± 15 menit (sampai air tersisa 2 gelas dengan
nyala api kecil dengan sesekali diaduk).
4) Diamkan hingga hangat/dingin.
5) Saringlah dan minum 2 x sehari 1 gelas pagi dan sore.
Ramuan ini disiapkan dengan menggunakan alat yang
c. Aturan Minum
Ramuan di minum 2 x sehari 1 gelas setelah makan. Pemakaian
bersamaan dengan obat konvensional dapat dilakukan dengan
selang waktu 2 jam.
d. Peringatan penggunaan
Selama pengobatan disarankan untuk banyak beristirahat
(tidak melakukan pekerjaan berat), menghindari makanan yang
berminyak, berlemak dan mengandung pengawet atau pemanis
buatan dan alkohol.
JAMU SAINTIFIK
119
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
1. Noer S, Wasradji S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi ke-3,
Jakarta, Balai Penerbit FKUI. 1996:224-95.
2. Eipel C, Abshagen K, Vollmar B. Regulation of hepatic blood low:
the hepatic arterial buffer response revisited. World J Gastroenterol.
2010 Dec 28;16(48):6046-57.
3. Adewusi EA, Afolayan AJ. A review of natural products with
hepatoprotective activity. Journal of medicinal plants research. 2010
Jul 4;4(13):1318-34.
4. Negi AS, Kumar JK, Luqman S, Shanker K, Gupta MM, Khanuja SP.
Recent advances in plant hepatoprotectives: a chemical and biological
pro ile of some important leads. Medicinal research reviews. 2008
Sep 1;28(5):746-72
5. Nurman A. Perlemakan hati non alkoholik. Universa Medicina. 2016
Apr 27;26(4):205-15.
6. Indonesia KK. Pedoman interpretasi data klinik. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2011: 58-9.
7. Thapa BR, Walia A. Liver function tests and their interpretation.
Indian Journal of Pediatrics. 2007 Jul 1;74(7):663-71.
8. Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2007.
9. de Guzman, C.C., and Siemonsa, J.S., ed. Plant Resources of South-
East Asia, 12 (1), Medicinal and Poisonous Plants 1,. 12(1) ed. 1999,
Medical Backhuys Publisher: Leiden. 218-9
JAMU SAINTIFIK
121
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
19. Fu Y., Zheng S., Lin J., Ryerse J., And Chen A. 2008. Curcumin
Protects The Rat Liver From CCl4-Caused Injury And ibrogenesis
By Attenuating Oxidative Stress and Suppressing In lammation Mol
Pharmacol 73:399–409
20. WHO, 1999. Monographs on Selected Medicinal Plants, vol. I, Geneva
21. Ferreira LA, Henriques OB, Andreoni AA, Vital GR, Campos MM,
Habermehl CG, de Moraes VL, 1992. Toxicity Studies on Alpinia
galanga and Curcuma longa, Planta Med., 30: 1211-8
22. Qureshi S, AH Shah, AM Agee, 1992. Toxicity studies on Alpinia
galanga and Curcuma longa, Planta Med., 58: 124-127
23. Wahlstom B, G Blennow, 1978. A Study on the Fate of Curcumin in
the Rats, Acta Pharmacol. Toxicol., 43: 86-92
24. Bhavani Shankar TN, NV Shanta, HP Ramesh, IAS Murthy, VS Murthy,
1980. Toxicity Studies on Turmeric (Curcuma longa): Acute Toxicity
Studies on Rats, Guinea Pigs and Monkeys, Indian J. Exp. Biol. 18:
73-5
25. Sharma RA., Gescher AJ., and Steward WP. 2005. Curcumin: The story
so far. European journal of Cancer . 41 p. 1955-1968.
26. Haryanti S., Ratnawati G., Dewi APK . 2012. Studi Praklinik
Potensi Hepatoprotektif Ramuan Jamu (Rimpang Temulawak,
Rimpang Kunyit, dan Herba Jombang). B2P2TO2T Tawangmangu.
27. Zulkarnain Z, Astana PRW. 2013. Studi Klinis Formula Jamu sebagai
Hepatoprotektor. Prosiding Seminar Nasional Diabetes Mellitus
Universitas Setia Budi. Surakarta.. Hal: 30-35.
28. Zulkarnain Z, Ardiyanto Danang, Saryanto. 2015. Uji Klinis Fase 2
Formula Jamu untuk Hepatoprotektor. B2P2TO2T Tawangmangu
Penyusun:
JAMU SAINTIFIK
123
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
1. Penjelasan penyakit
Gangguan fungsi lambung atau dalam istilah kedokteran biasa
disebut dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys-(buruk) dan
peptein-(pencernaan).1 Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang
berasal dari daerah perut bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut
dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu: nyeri
epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh setelah makan,
cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual, muntah,
dan sendawa. Infeksi Helicobacter pylori (Hp) saat ini dipandang
sebagai salah satu faktor penting dalam menangani dispepsia,
baik organik maupun fungsional, sehingga pembahasan mengenai
dispepsia perlu dihubungkan dengan penanganan infeksi Hp.2
a. Epidemiologi
Prevalensi pasien dispepsia di pelayanan kesehatan
mencakup 30% dari pelayanan dokter umum dan 50% dari
pelayanan dokter spesialis gastroenterologi. Mayoritas pasien
Asia dengan dispepsia yang belum diinvestigasi dan tanpa tanda
bahaya, merupakan dispepsia fungsional. Dispepsia fungsional,
pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi,
yakni 5% dari seluruh kunjungan ke sarana layanan kesehatan
primer.1 Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara Asia
(Cina, Hong Kong, Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan,
Thailand, dan Vietnam) didapatkan 43-79,5% pasien dengan
dispepsia fungsional. Di Indonesia, data prevalensi infeksi Hp
pada pasien ulkus peptikum (tanpa riwayat pemakaian obat-
obatan anti-in lamasi non-steroid/OAINS) bervariasi dari 90-
100% dan untuk pasien dispepsia fungsional sebanyak 20-40%
dengan berbagai metode diagnostik (pemeriksaan serologi,
kultur, dan histopatologi).2
JAMU SAINTIFIK
125
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
4) Hipersensitivitas viseral
Hipersensitivitas viseral berperan dalam peningkatan
sensitivitas saraf sensorik perifer dan sentral terhadap
rangsangan reseptor kimiawi dan reseptor mekanik
intraluminal lambung bagian proksimal sehingga dapat
menimbulkan atau memperberat gejala dispepsia.
5) Faktor psikologis
Gangguan psikologis bisa meliputi depresi dan ansietas.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi dan
ansietas berperan pada terjadinya dispepsia fungsional.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik individu yang
berisiko mengalami dispepsia :
1) Genetik
2) Konsumsi kafein berlebihan
3) Minuman beralkohol
4) Merokok
5) Konsumsi steroid dan OAINS
6) Berdomisili di daerah dengan prevalensi Hp tinggi
7) Riwayat infeksi gastrointestinal sebelumnya
8) Tingkat stress yang berlebihan
d. Gambaran Klinis
Berikut ini adalah gambaran klinis dispepsia menurut
Kriteria Roma III1
a. Dispepsia Fungsional
Dikatakan dispepsia fungsional, bila memenuhi 2 hal di
bawah ini :
1.) Salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu
b. Perasaan cepat kenyang
c. Nyeri ulu hati
d. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium
JAMU SAINTIFIK
127
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
5) Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria kelainan
kandung empedu dan s ingter Oddi
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi
sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula
gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang :
1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun
tanpa menjalar ke daerah retrosternal
2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan
makan, namun mungkin timbul saat puasa
3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah
makan.
e. Penatalaksanaan
Tatalaksana dispepsia ada dua yaitu :
1) Terapi Non Farmakologis, meliputi :
a. Diet (rendah lemak, menghindari makan terlalu banyak
di malam hari dan membagi asupan makanan sehari-
hari menjadi beberapa makanan kecil)
b. Menghindari stres
2) Terapi Farmakologis.
a. Tata laksana akan optimal pada fase awal yaitu dengan
memberikan terapi empiris selama 1-4 minggu, dengan
catatan sebelumnya dilakukan pemeriksaan adanya
infeksi Hp. Obat yang digunakan seperti antasida,
antisekresi asam lambung (PPI misalnya omeprazole,
rabeprazole dan lansoprazole dan/atau H2-Receptor
Antagonist [H2RA]), prokinetik, dan sitoprotektor
(misalnya rebamipide), dimana pilihan ditentukan
berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan
pasien sebelumnya.
b. Apabila setelah dilakukan endoskopi tidak ditemukan
JAMU SAINTIFIK
129
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
hidrokarbonmeliputi zingiberen, (l)-ar-kurkumen,
β-seskuifelandren dan β-bisabolen, juga mengandung monoterpen
aldehid dan alkohol. Senyawa lain yang teridenti ikasi yaitu
1-(3’-metoksi-4’-hidroksifenil)-5-hidroksialkan-3-on, juga
dikenal sebagai [3-6]-, [8]-,[10]-, dan [12]-gingerol (berturut -
turut dengan rantai samping karbon 7-10, 12, 14, atau 16).
Selain itu terdapat juga amilum, vitamin (A, B, dan C), asam-asam
organik seperti asam malat, asam oksalat, senyawa lavonoid dan
polifenol3.
Pada kajian sistematik review penelitian untuk menilai
kemanfaatan jahe sebagai anti mual pada ibu hamil, terdapat
enam penelitian double-blind Randomized Controlled Trials
(RCT) dengan total 675 relawan dan sebuah studi prospective
observational cohort (n= 187) yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Pada 4 RCT (n= 246) menunjukkan perbedaan
signi ikan antara jahe dan plasebo, 2 RCT (n=429)
mengindikasikan bahwa jahe lebih efektif dibanding vitamin
B6 dalam mengatasi mual dan muntah.6 Penelitian lain terhadap
jahe juga membuktikan bahwa ekstrak jahe dapat menghambat
kerusakan lambung pada tikus yang diiduksi oleh indomethacin.7
b. Studi Klinis
1) Studi Klinis Pre-Post
Penelitian pada 30 pasien dispepsia yang diberi ramuan
jamu anti dispepsia Hasil penelitian pada 30 pasien yang
menunjukkan 13 :
a) Frekuensi kekambuhan menurun dari rata-rata 9 kali
menjadi 4 kali setiap bulan.
JAMU SAINTIFIK
131
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
b) Intensitas nyeri menurun dari nyeri berat menjadi nyeri
sedang.
c) Pemberian ramuan jamu tidak mempengaruhi fungsi
hati, fungsi ginjal dan gambaran pemeriksaan hematologi
sehingga aman digunakan
2) Uji Klinis
Hasil penelitian uji klinik multi senter ramuan jamu dispepsia
dibanding obat standar (simetidin) menunjukkan13:
a) Pemberian ramuan jamu yang terdiri dari rimpang
kunyit 7 g, rimpang jahe 7 g, herba sembung 7 g dan
biji jinten hitam 2 g dapat menurunkan frekuensi
kekambuhan serangan maag dari 4 kali menjadi 2 kali
sebulan
b) Pemberian ramuan jamu dapat meningkatkan skor
Nepean Dispepsia Indeks
c) Pemberian ramuan jamu dapat meningkatkan skor
Wellness Index
d) Ramuan jamu dapat mengurangi intensitas gejala
dispepsia yaitu perih, mual dan rasa penuh pada perut
tengah bagian atas.
e) Rasa ramuan jamu dispepsia tidak pahit, tidak ada
subyek yang mengeluh tidak nyaman dan tidak ada
keluhan tambahan setelah mengkonsumsi jamu.
f) Pemberian ramuan jamu dispepsia selama 2 bulan
berturut-turut tidak mempengaruhi fungsi hati, fungsi
ginjal sehingga aman digunakan.
b. Peracikan
Ramuan disiapkan dengan mengikuti prinsip pembuatan
infusa, dengan langkah-langkah sebagai berikut
1) Panaskan 5 gelas (200 cc) air hingga mendidih.
2) Masukkan ramuan jamu.
3) Tunggu selama ± 15 menit (sampai air tersisa 3 gelas dengan
nyala api kecil dengan sesekali diaduk).
4) Diamkan hingga hangat/dingin.
5) Saringlah dan minum 3 x sehari, @ 1 gelas pada pagi, siang
dan sore.
Ramuan ini disiapkan dengan menggunakan alat yang
terbuat dari tanah liat, porselen, stainless steel, atau enamel.
c. Aturan Minum
Ramuan di minum 3x sehari 1 gelas setelah makan.Pemakaian
bersamaan dengan obat konvensional dapat dilakukan dengan
selang waktu 2 jam.
d. Peringatan Penggunaan
Selama pengobatan disarankan untuk cukup beristirahat,
menghindari stres dan makanan pedas, asam, kecut serta
berminyak.
JAMU SAINTIFIK
133
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
JAMU SAINTIFIK
135
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
JAMU SAINTIFIK
137
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Pemanfaatan jamu masih menjadi pilihan masyarakat dalam
mengobati dan menjaga kesehatannya terutama untuk penyakit
degenerative dan kronis. Pada upaya pelayanan kesahatan formal
sediaan yang sudah mempuyai bukti ilmiah (evidence based) yang dapat
dimanfaatkan, sehingga hanya kelompok itofarmaka yang masuk dalam
katagori tersebut.
Khasiat dan keamanan jamu sebagian besar masih diyakini empiris,
sedangkan penelitian pra klinis banyak dilakukan terhadap ramuan baru
dan bahkan ramuan tunggal yang tidak sama persis dengan ramuan jamu
warisan budaya empiris tersebut. Hal ini yang mengakibatkan sedikitnya
jamu dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan formal.
Balai besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional sebagai
lembaga penelitian berupaya untuk terus menerus memberikan bukti
ilmiah dari ramuan-ramuan yang telah diyakini oleh masyarakat sehingga
dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan. Tujuh (7) jenis ramuan
telah selesai dilakukan penelitian dari pra klinis hingga uji klinis, ramuan
tersebut adalah untuk penyakit Hiperurisemia, Hipertensi ringan,
Osteoartritis, Hiperkolesterolemia, Hemoroid, Hepatoprotektor, dan
Dispepsia. Dengan telah tersedianya bukti ilmiah maka ketujuh ramuan
tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan
formal oleh para tenaga kesehatan (dokter dan apoteker sainti ikasi jamu).
Semoga buku ini dapat menjadi acuan dan sumber inspirasi untuk terus
meneliti, mengembangkan, dan memanfaatkan jamu dalam pelayanan
kesehatan. Kritik dan saran sangat diharapkan guna penyempurnaan
buku ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua dan masyarakat
Indonesia.
JAMU SAINTIFIK
139
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
140 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Lampiran
JAMU SAINTIFIK
141
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Gambar Tanaman Obat dan Simplisia
JAMU SAINTIFIK
143
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
b. Daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff.)
JAMU SAINTIFIK
145
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
d. Iler (Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br.)
JAMU SAINTIFIK
147
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
f. Jati belanda (Guazuma ulmifolia Lam.)
JAMU SAINTIFIK
149
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
h. Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
JAMU SAINTIFIK
151
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
j. Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.)
JAMU SAINTIFIK
153
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
l. Kunyit (Curcuma domestica Val.)
JAMU SAINTIFIK
155
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
n. Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.)
JAMU SAINTIFIK
157
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
p. Secang (Caesalpinia sappan L.)
JAMU SAINTIFIK
159
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
r. Sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.)
JAMU SAINTIFIK
161
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
t. Tempuyung (Sonchus arvensis L.)
JAMU SAINTIFIK
163
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
164 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
JAMU SAINTIFIK
165
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
166 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
JAMU SAINTIFIK
167
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
168 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
JAMU SAINTIFIK
169
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
170 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
JAMU SAINTIFIK
171
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
SK Komisi Saintifikasi Jamu Nasional
JAMU SAINTIFIK
179
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
b. Formula Jamu Saintifik Hipertensi Ringan
JAMU SAINTIFIK
181
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
e. Formula Jamu Saintifik Dispepsia