Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN LAPANGAN

2.1. Lokasi Penelitian.


Lokasi daerah penelitian pada lapangan “HF” termasuk dalam wilayah
Cekungan Jawa Barat Utara. Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan
belakang busur yang berada dibagian barat laut dipulau jawa. Cekungan Jawa Barat
Utara merupakan salah satu cengkungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar di
Indonesia.

Gambar 2.1 Lokasi Penelitian di Cekungan Jawa Barat Utara


(Sumber: M. Rio Aulia dkk, 2020)

2.2. Geologi Regional.


Cekungan Jawa Barat Utara merupakan sistem cekungan belakang busur
(back arce basin system) yang terletak diantara lempengan mikro sunda dan
tunjaman tersier lempeng Hindia-Australia. Cekungan Jawa Barat Utara memiliki
empat belas sub cekungan dan beberapa diantaranya terbukti memiliki cadangan
hydrocarbon yang masih aktif dan diduga sisanya menjadi kantong minyak dan gas
bumi.

Cekungan Jawa Barat Utara ini memiliki 7 (tujuh) event tektonik di Asia Tenggara
yang sangat mempengaruhi perkembangan struktur dan juga stratigrafi di Cekungan
Jawa Barat Utara (Daly et al, 1987).

2.3. Stratigrafi Regional.


Berdasarkan cekungan jawa barat utara, merupakan salah salah satu bagian dari
cekungan belakang busur (back-arck basin) bagian barat Indonesia. Pada cekungan
jawa barat utara terbentuk dari sistem zona subduksi antara lempeng mikro sunda dan
lempeng Australia. Cekungan ini dikontrol oleh sistem sesar normal berarah utara ke
selatan. Akibat dari sesar normal tersebut terbentuknya horst yang mana
terbentuknya daerah tinggi, graben yang mana merupakan daerah rendah, juga
terbentuknya pembagian cekungan menjadi sub cekungan. Untuk saat ini pembagian
cekungan jawa barat utara terbagi menjadi tiga sub cekungan, yaitu sub cekungan
ciputat (dari barat-timur), sub cekungan pasir putih, dan sub cekungan jatibarang.
Berikut pembagian stratigrafi regional cekungan jawa barat utara yaitu:

1. Batu Dasar.
Berdasarkan litologi batuan dasar pada cekungan jawa barat utara merupakan
batuan beku berumur kapur tengah sampai kapur akhir dan terdapat batuan metamorf
berumur tersier. Adanya batuan metamorf sedimen dengan derajat rendah (filit,
sekis) menjadi produk dari subduksi yang berasosiasi dengan busur meratus yang
aktif pada waktu kapur.

2. Formasi Jatibarang.
Pada formasi jatibarang terbentuk dari litoligi tuf dengan persilangan batu
lempeng serpih dan andesit porfiri (Doust & Noble, 2008). Umur dari formasi ini
dari eosen akhir ke oligosen awal juga mempunyai hubungan tidak selaras dengan
batuan dasar. Adanya formasi jatibarang di cekungan jawa barat utara adalah suatu
pertanda dimana cekungan berada dekat dengan titik vulkanisma, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada waktu formasi jatibarang terendapkan posisi cekungan
tersebut berada pada alur gunung api (intra arc basin).

3. Formasi Talang Akar


Untuk formasi talang akar bagian bawah terdapat persilangan batu lempeng
serpih dengan serpih karbon serta persilangan batupasir dengan batulanau dan
batubara. Sedimen-sedimen pada formasi tersebut terendapkan secara tidak selaras
pada bagian atas formasi jatibarang. Terbentuknya. Formasi talang akar ini
terendapkan pada oligosen akhir dilingkungan pengendapan lacustrine hingga
fluvial-deltaic (Noble dkk, 1997). Menurut (noble 1997), formasi talang akar terdiri
dari persilangan batugamping, serpih dan batu batupasir yang diendapkan dengan
siklus transgresif oligosen akhir-miosen awal pada lingkungan deltaic-laut dangkal.
Jadi formasi ini merupakan sedimen awal post-rift pada cekungan jawa barat utara.

4. Formasi Baturaja.
Litologi pada formasi baturaja yaitu dari litologi batugamping dengan
persilangan tipis dolomite, serpih batulempeng, napal, dan batugamping terumbu
pada daerah tinggian. Formasi baturaja berumur dari miosen awal dan terendapkan
pada lingkungan laut dangkal sehingga pengendapan nya berkembang luas pada
cekungan jawa barat utara yang mana menandai kondisi tektonik relatif stabil.
5. Formasi Cibulakan Atas
Formasi cibulakan atas merupakan formasi yang terendapakan pada miosen
tengah terdiri dari serpihan yang dominan dengan persilangan batupasir dan
batugamping kalastik juga batugamping terumbu yang bertumbuh secara lokal (ponto
ddk 1987). Pada formasi ini mempunya dua sistem pengendapan utama yang
mengkontrol sedimentasi pada formasi cibulakan atas, antara lain sistem
pengendapan delta dan laut dangkal. Formasi cibulakan atas diendapakan selaras di
atas formasi baturaja juga dan juga diatas formasi cibulakan atas diendapakan juga
selaras dengan formasi parigi. Hasil dari studi menyatakan bahwa formasi cibulukan
atas dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: anggota massive, main, dan pre-parigi.

6. Formasi Parigi.
Pada formasi parigi, dicirikan denga dominasi batugamping dengan ada nya
sisipan dolomit, batugamping pasiran dan batulempeng gampingan. Sejak miosen
tengah hingga miosen akhir terjadi siklus transgresi pada sikulas sedimentasi neogen
yang mengendapkan batugamping formasi parigi yang melempari luas hampir
keseluruh wilayah cekungan. Umur dari formasi parigi yaitu miosen akhir dan
diendapkan pada lingkungan pengendapan laut dangkal yang relative stabil (Wahab
dan Martono 1985)

7. Formasi Cisubuh.
Formasi cisubuh merupakan endapan pada miosen akhir hingga plio-pleistosen.
Pada formasi ini dicirikan dengan batulempeng pada bagian bawah dan secara
konglomerat pad bagian atas. Formasi cisubuh bagian bawah merupakan endapan
pada lingkungan inner-neritic dan bergradasi keatas menjadi litoral-paralik. Hal ini
menandakan bahwa adanya perubahan lingkungan kearah yang lebih dangkal akibat
dari pengangkatan selama plio-pleistosen. Untuk diatas formasi cisubuh secara tidak
selaras ada endapan kuarter.

Anda mungkin juga menyukai