Anda di halaman 1dari 3

Ekonomi mada Orde Baru

Kebijakan Pangan

Pertumbuhan sektor Industri

Kebijakan keuangan

Neraca pembayaran

Distribusi pendapatan

Pada masa tersebut kebijakan yang dijalankam oleh Soeharto bernama replita

Pada masa Orde baru kegiatan ekonomi sangat dikpntrol oleh pemerintah hanya sebagai pihak yang
dapat berinfesttasi di Indonesia. Kecendurngan orde baru yang militeritisk seperti dalam
mengendalikan inflasi yang timbuk akibat devaluasi. Setelah devaluasi panglima kokpkamtib,
laksamana Sudomo, menginstruksinya dilakukan pembekuan semua harga pada tingkat sebelum
devaluasi selama masa transisi. Disamping itu koran-koran memberitakan bahwa akan ada
kunjungan panglima kopkamtib di pasar-pasar kota Jakarta untuk memonitor harga pasar

Sumber Anne Booth & peter MeCawley, 1979. Ekonomi Orde Baru.LP3Fs

Dalang dibaliknya peristiwa 1 Oktober 1965

• Kronologi Singkat

Pada peristiwa 1 Oktober 1965 tentunya memiliki berbagai versi dari para ahli dan pengamat
sejarah. Setiap versi yang dikemukakan ahli memiliki masing-masing aktor atau dalang utama
terjadinya peristiwa 1 Oktober 1965. Narasi yang beredar selama ini setidaknya terdapat tiga aktor
utama yang menjadi dalang terjadinya peristiwa 1 Oktober 1965, yaitu PKI, Sukarno, dan Angkatan
Darat. Namun narasi yang paling populer dikemukakan terutama pada saat Orde Baru bahwa dalang
utama peristiwa Gestapu adalah PKI. Hingga saat ini versi pemerintah resmi adalah PKI. Tentu saja
narasi ini perlu dibedah lebih jauh terkait objektivitas dan keterlepasan narasi tersebut oleh suatu
kepentingan pada masa Orde Baru. Beberapa sejarawan telah memberikan pandangan alternatif
yang berbeda dengan Orde Baru dan mencoba merekonstruksi ulang peristiwa 1 Oktober 1965
berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan.

Salah satu judul buku yang saya baca memberikan beberapa pandangan lain mengenai
dalang dari peristiwa 1 Oktober 1965 adalah “Musim Menjagal: Sejarah Pembunuhan Massal di
Indonesia” karya Geoffrey B. Robinson. Pada bab 2 buku tersebut dijelaskan prakondisi sebelum
peristiwa 1 Oktober 1965 dan pembantaian massal PKI. Secara garis besar pemaparan bab 2 tersebut
mengarah pada akumulasi kejadian-kejadian yang puncaknya mengarah pada peristiwa 1 Oktober
1965. Disebutkan pada bab kedua bahwa para pemain kunci pada konstelasi politik tahun 1950-1965
disebutkan bahwa ada Sukarno, PKI, dan Angkatan Darat. Kemudian pada bab 3 secara garis besar
ingin menunjukkan aktor utama dari dalang peristiwa 1 Oktober 1965. Pada awal bab 3 ini penulis
menjelaskan bahwa TNI AD menjadi dalang terjadinya peristiwa 1 Oktober 1965. Namun,
selanjutnya penulis juga memberikan multiperspektif bahwa PKI, Sukarno, Suharto, intervensi asing,
Divisi Diponegoro (menurut Ben Anderson), TNI AD, dan intervensi gabungan.

Peristiwa 1 Oktober 1965 seperti disebutkan sebelumnya merupakan akumulasi dari


peristiwa yang sudah ada sejak Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin. Gesekan dari tiga pilar
utama Demokrasi Terpimpin (Soekarno, PKI, Angkatan Darat) yang berkaitan satu sama lain.
Soekarno yang terlalu condong ke kiri dan PKI menimbulkan kegelisahan TNI AD jika Indonesia
sampai jatuh ke tangan komunisme. Dalam kondisi seperti ini, Angkatan Darat diembuskan isu-isu
kudeta yang disokong oleh kekuatan internasional barat. Dugaan semakin kuat ketika ditemukan
dokumen Gilchrist yang dikirimkan melalui Duta Besar Inggris kepada Departemen Luar Negeri
Inggris. Walaupun keberadaan tersebut disangkal oleh pihak Angkatan Darat, namun Sukarno dan
PKI tetap mencurigai kudeta yang akan dilakukan oleh Dewan Jenderal Angkatan Darat.

Kelompok yang bertanggung jawab atas terjadinya penculikan dan pembunuhan para
jenderal menyebut kelompok mereka sebagai Gerakan 30 September. Berdasarkan fakta sejarah,
pemimpin dari gerakan tersebut adalah Letnan Kolonel Untung yang merupakan seorang komandan
batalion Pasukan Pengawal Presiden. Letkol Untung melakukan penguasaan aset-aset vital seperti
Istana Presiden dan stasiun Radio Republik Indonesia (RRI). Pada pukul 07.15 WIB, Untung
mengumumkan melalui RRI bahwa kelompok mereka telah mengamankan Presiden Sukarno dan
bangsa dari rencana kudeta oleh Dewan Jenderal yang didukung oleh CIA. Setelah berhasil
melakukan gerakan tersebut, presiden akan segera membentuk Dewan Revolusi untuk memulihkan
upaya-upaya revolusi. Dewan Jenderal dianggap mencemarkan Angkatan Darat karena perilaku-
perilakunya yang buruk, seperti berfoya-foya, menelantarkan anak buah, dan korup.

Segera setelah siaran radio pertama gerakan ini, satuan Angkatan Darat dikerahkan untuk
melakukan penumpasan terhadap pelaku-pelaku gerakan tersebut. Disini Suharto sebagai panglima
di Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat mulai muncul untuk mengambil alih komando
Angkatan Darat dan memobilisasi pasukan melawan gerakan. Dengan ketiadaan jenderal-jenderal,
Suharto dengan mudah melancarkan rencananya. Pada sore harinya para pemimpin gerakan
mengumumkan Dekrit No. 1 yang mengatakan bahwa gerakan tersebut merupakan semata-mata
mengakhiri perbuatan sewenang-wenang jenderal-jenderal anggota Dewan Jenderal. Dekrit juga
menyatakan mengenai semua kekuasaan dialihkan Dewan Revolusioner yang baru dibentuk dan
pembubaran kabinet Sukarno.

Malam pasca gerakan tersebut, Suharto melakukan pidato kepada masyarakat bahwa
gerakan tersebut merupakan kontra-revolusi dan presiden selamat. Suharto juga mengemukakan
pernyataan bahwa Sukarno harus meninggalkan Halim beserta satuan-satuan militer yang berada
disana, jika tidak akan dikerahkan militer untuk mengusir mereka. Di pangkalan udara tokoh-tokoh
kunci berkumpul disana, seperti Sukarno, Panglima Angkatan Udara (Omar Dhani), Ketua PKI Aidit,
dan sejumlah penasihat Presiden lainnya. Sisa-sisa anggota yang terkait gerakan tersebut dan yang
berada di Halim juga ditangkap dan ditahan. Beberapa tokoh penting lainnya pergi, Sukarno terbang
ke Istana Bogor, Aidit ke Jawa Tengah.

• Analisis

Disini saya akan menganalisis kronologi dari peristiwa 1 Oktober 1965 versi buku yang saya
jadikan referensi diatas. Proses analisis juga didukung sumber-sumber lain yang menghadirkan
perspektif lain dari kronologi di atas. Satu hal yang saya ingin tekankan adalah kehadiran tokoh
penting PKI, yaitu Aidit dan Sjam di Halim Perdana Kusuma saat malam pembantaian tersebut. Motif
dari kedatangan kedua tokoh penting PKI tersebut juga menuai banyak tanggapan lainnya mengenai
kesungguhan terlibatnya PKI dalam peristiwa 1 Oktober 1965. Selain itu gerakan tersebut mendapat
dukungan dari Gerwani dan Pemuda Rakyat sebagai afiliasi langsung dari PKI. PKI sendiri juga
mengakui bahwa terlibat langsung dengan gerakan tersebut, namun meskipun begitu bukan menjadi
dalang dari gerakan tersebut. PKI sendiri juga memiliki alasan yang kuat untuk mendukung gerakan 1
Oktober 1965 karena posisi Dewan Jenderal yang sangat berbahaya untuk melakukan kudeta
terhadap Sukarno.
Salah satu pimpinan PKI bernama Njono mengakui ada strategi yang dilancarkan PKI untuk
mendukung gerakan tersebut yaitu dengan melakukan pelatihan militer terhadap ormas PKI. Tujuan
pelatihan tersebut adalah sebagai salah satu tentara cadangan terhadap para pemberontak
tersebut. Namun, Njono juga membantah bahwa PKI secara organisasional tergabung dalam proses
pemberontakan tersebut. Menurut Crouch Harold, beberapa pimpinan PKI lainnya (Sudisman dan
Peris Pardede) juga mendukung kudeta gerakan 1 Oktober 1965, tetapi pimpinan PKI menyatakan
bahwa peristiwa kudeta tersebut inisiatif dari para perwira yang progresif tersebut (Crouch,
2007:109).

Memang tidak ada bukti kuat yang menunjukkan dalang dari gerakan 1 Oktober adalah PKI,
ditambah lagi jika menggunakan argumen PKI ingin menggulingkan kekuasaan Sukarno seperti narasi
yang dibuat Orde Baru. Posisi PKI pada saat Demokrasi Terpimpin cenderung lebih mapan dan secara
politik memiliki keuntungan akibat kecenderungan Sukarno yang anti-barat. Strategi PKI dalam
mendapatkan massa dan simpatisan juga cenderung efektif, terbukti dengan pendapatan suara
terbanyak keempat dalam Pemilu 1955. Bahkan menurut Ben Anderson peristiwa 1 Oktober 1965 ini
merupakan gerakan yang dipelopori oleh Divisi Diponegoro di Jawa Tengah yang didominasi oleh
young infantry. Para anggota Divisi Diponegoro yang masih memiliki rasa ideologi kebangsaan yang
tinggi merasa tidak puas dengan para pimpinan di pusat yang mereka anggap bergelimang
kemewahan dan korup (Anderson & Mc Vey, 2009: 24).

Dari pemaparan di atas dapat diambil benang merah dari beberapa versi yang telah
dikemukakan sebelumnya. Menurut saya bahwa dalang dari gerakan 1 Oktober 1965 adalah
Angkatan Darat yang ssecara internal terdapat beberapa spektrum politik dan ideologi yang saling
bertolak belakang satu sama lain. Beberapa anggota Angkatan Darat yang mendukung PKI dan
Sukarno tentunya memiliki kekhawatiran terhadap Dewan Jenderal yang berusaha menggulingkan
Sukarno. Di sisi lain ada pimpinan Angkatan Darat yang menginginkan turunnya Sukarno beserta
dengan hancurnya PKI di Indonesia. Ketidakpuasan terhadap panglima pusat juga menjadi
kemungkinan terjadinya peristiwa 1 Oktober 1965

Anda mungkin juga menyukai