Anda di halaman 1dari 23

Pengkajian

Keperawatan
Kritis
(AMPLE)

By : Kelompok 2
Pengertian Secondary survey

Setelah dilakukan primary survey dan masalah yang terkait dengan jalan
nafas, pernafasan, sirkulasi dan status kesadaran telah selesai dilakukan tindakan,
maka tahapan selanjutnya adalah secondary survey.
Secondary survey adalah Pengkajian yang terstruktur dan sistematis dan
bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi pasien lebih detail yang berfokus pada :
1. Riwayat kesehatan
2. Vital sign
3. Pemeriksaan fisik
Berbeda dengan primary survey, dalam
pemeriksaan secondary survey ini apabila
didapatkan masalah maka tidak diberikan
tindakan dengan segera. Hal-hal tersebut
dicatat dan di prioritaskan untuk tindakan
selanjutnya
Riwayat Kesehatan

Pengkajian terhadap riwayat kesehatan pasien menjadi


sangat penting untuk mendapatkan informasi yang
berkaitan dengan keluhan saat ini atau kondisi saat ini.
Dalam hal ini, keluarga dan orang terdekat pasien dapat
dilibatkan dalam menggali riwayat kesehatan pasien.
Akronim yang dapat digunakan untuk membantu menggali
riwayat kesehatan pasien adalah AMPLE
AMPLE
Anamnesis AMPLE bisa didapat dari pasien dan keluarga
(Emergency Nursing Association, 2007)
A : Alergi (Adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum
seperti sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing
manis, jantung, dosis, atau penyalahgunan obat
Lanjutan...

P : Pertinent history (riwayat medis seperti penyakit yang pernah


diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja di konsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstuasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
Contoh Pengkajian AMPLE

A : Apakah pasien memiliki alergi makanan, obat dan lingkungan ?


Contoh : Alergi udang dll
M : Obat atau herbal yang saat ini dikonsumsi rutin oleh pasien
Contoh: vitamin curcumaplus
P : riwayat penyakit pembedahan yang berhubungan dengan gejala
pasien
Contoh: Usia 2 bulan dirawat dengan diare
Lanjutan...

L : Asupan makanan atau minuman terakhir


Contoh : 1 jam yang lalu makan nasi
dengan nasi sop, 30 menit kemudian muntah
E : Peristiwa yang menyebabkan penyakit atau
cidera
Contoh : pasien sempat kejang dirumah 1x
selama 5 menit
Secondary Survey menurut
Queensland Ambulance Service (2016)

1. History, Dilakukan meliputi poin penting mencakup SAMPLE, sebagai berikut :


S : Sign and Symtoms (Tanda dan Gejala)
A : Allergies (alergi)
M : Medications (Pengobatan)
P : Past Medical History (Riwayat Penyakit)
L : Last Oral Intake (Makanan yang dikonsumsi terakhir sebelum
sakit)
E : Events Prior Two The Illness or Injury (Kejadian sebelum injury
atau sakit)
Vital Sign

Pengkajian vital sign termasuk :


1. Pulse atau denyut nadi
2. Pernafasan
3. Tekanan darah
4. Suhu tubuh
5. Saturasi O2
Menurut Queensland Ambulance
Service (2016)
Dalam pengkajian vital sign harus mempertimbangkan
1. Saturasi O2
2. GCS (Glasgow Coma Scale)
3. ECG 12 lead
4. Kadar Gula Darah
Pemeriksaan Fisik

Pada secondary survey dilakukan secara


head to toe. Dalam hal ini dilakukan
pemeriksaan fisik mulai dari area kepala,
leher, dada, perut, panggul, ekstermitas
anterior dan ekstermitas eksterior
Kepala
Dilakukan inspeksi secara sistematis dan dinilai adanya luka-luka yang
nampak, perubahan bentuk, dan kondisi kepala yang tidak simetris. Peraba
tengkorak untuk mencari fragmen tulang yang tertekan, hematoma, laserasi,
atau nyeri. Perhatikan are askimosis atau perubahan warna. Skimosis
dibelakang telinga atau di daerah periorbital adalah indikasi adanya fraktur
tengkorak basilar (Fraktur basis crani). Intervensi yang dilakukan adalah
sebagai berikut
A. Jaga kondisi pasien agar tidak terjadi hipotensi atau hipoksia
B. Manitol dapat diberikan secara IV untuk menurunkan tekanan Intrakarnial
Lanjutan...

C. Pasien cedera kepala yang kondisinya terus


memburuk, harus dipertimbangkan pemberian
terpai hiperventilasi untuk menurunkan PaCo2
dari 30 mmHg sampai 35 mmHg
D. Observasi tanda-tanda peningkatan TIK dan
persiapkan pasien jika diperlukan tindakan bedah
Face
Periksa dan perhatikan apakah terdapat luka pada wajah
pasien dan kondisi wajah yang tidak simetris. Perhatikan
adanya cairan yang keluar dari telinga, mata, hidung, dan
mulut. Cairan jernih yang berasal dari hidung dan tellinga
diasumsikan sebagai cairan serebrospinal sampai diketahui
sebaliknya. Evaluasi kembali pupil yang meliputi
kesimetrisan, respon cahaya, dan akomodasi mata serta
periksa juga fungsi ketajaman penglihatan
Lanjutan...

. Minta pasien untuk membuka dan menutup mulut untuk


mengetahui adanya malokusi (malocclusion), laserasi, gigi
hilang atau goyah, dan atau benda asing. Untuk
menegakkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan scan
noncontrast computerized axial tomographic dan
panoramic radiographic views of the jaw. Intervensi yang
dapat dilakukan adalah melakukan perawatan luka
Leher

Periksa kondisi leher pasien dan pastikan pada saat


melakukan pengkajian posisi leher tidak bergerak.
Lakukan palpasi dan inspeksi terhadap adanya luka,
jejas, ekimosis, distensi pembuluh darah leher,
udara dibawah kulit, deviasi trakea. Arteri karotid
juga dapat diauskultasi untuk mencari suara
abnormal.
Lanjutan...

Lakukan palpasi untuk mengetahui perubahan


bentuk, kerusakan, lebam, jejas ditulang belakang.
Trauma penetratif pada leher jarang mengakibatkan
cedera tulang belakang. Meski begitu, kerusakan
tulang belakang sebaiknya dipertimbangkan sampai
dibuktikan sebaliknya dengan penilaian klinis atau
radiografis.
Dada

Periksa dada untuk mengetahui adanya ketidaksimetrisan, perubahan bentuk trauma


penetrasi, atau luka lain dan lakukan auskultasi jantung dan paru-paru. Palpasi dada
untuk mencari perubahan bentu, udara dibawah kulit dan area lebam atau jejas.
Untuk menegakkan diagnosis, hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut
a. Ambil portable ches radiograph jika pasien tidak dapat duduk tegak untuk sudut
posterior – anterior dan lateral.
b. Lakukan perekaman ECG 12 lead pada pasien yang di duga atau memiliki trauma
tumpul pada dada
c. Pertimbangkan untuk melakukan pemerikasaan BGA jika pasien menunjukkan
distress napas atau memiliki ventilator mekanik
Abdomen

Periksa perut untuk mengetahui adanya memar, massa, pulsasi, atau objek yang menancap.
Perhatikan adanya pengeluaran isi perut, auskultasi suara perut di semua 4 kuadren, dan secara
lembut palsasi dinding perut untuk memeriksa adanya kekakuan, nyeri, rebound pain/ guarding.
Hal yang harus di lakukan untuk penegakkan diagnosis sebagai berikut
a. Focused abdominal sonography for trauma (FAST) yaitu proses periksaan sonografi pada 4
wilayah perut (perikardial, perihepatik, perisplenik, dan pelvis) di gunakan untuk
mengidentifikasi cairan intraperitoneal pada pasien dengan trauma tumpul pada perut
b. Diagnosis peritoneal lavage (jarang digunakan karena tersedia CT Scan).
c. Urutan pemeriksaan radiograpi perut yaitu ginjal – uretra – kandung kemih.
Pelvis

Periksa panggul untuk mengetahui adanya pendarahan, lebam, jejas, perubahan


bentuk, atau trauma penetrasi. Pada laki-laki periksa adanya priapismus (priapism),
sedangkan pada wanita cari adanya pendarahan. Inspeksi daerah perineum
terdapat adanya darah, feses, atau cedera lain. Pemeriksaan rektum dilakukan
untuk mengukur sphinter tone, adanya darah dan untuk mengetahui posisi prostat.
Letak prostat pada posisi high – riding, darah pada meatus urinaria atau adanya
hematoma skrotum adalah kontrasiindikasi untuk dilakukannya kateter sampai
uretogram retrograde dapat dilakukan. Untuk mengetahui stabilitas panggul
lakukan penekanan secara halus kearah dalam (menuju mindline) pada kista iliaka.
Lakukan palpasi pada daerah simpisis pubis jika pasien mengeluh nyeri atau
terdengar adanya gerakan, hentikan pemeriksaan dan lakukan pemeriksaan X-rays
Ekstremitas

Periksa ke empat tungkai untuk mengetahui adanya perubahan bentuk, dislokasi,


ekimosis, pembengkakan, atau adanya luka lain. Periksa sensori motor dan konsisi
neurofaskolar pada masing-masing ekstremitas. Lakukan palpasi untuk mengetahui
adanya jejas, lebam, krepitasi, dan ketidak normalan suhu. Jika ditemukan adanya
cedera, periksa ulang status distal neurovaskular secara teratur dan sistematis.
Dalam penegakan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan X-rays untuk ekstremitas
yang mengalami gangguan. Intervensi yang dilakukan adalah balut bidai dan
perawatan luka.
Daftar Pustaka

Amelia Kurniati, Y. T. (2018). Keperawatan Gawat Darut dan Bencana Sheehy Ed. Indonesia 1. Singapore: Elsevier Singapore Pte Ltd.
Ikhda Ulya, B. R. (2017). Buku Ajar Keperawatan Keperawatan Gawat Darurat Pada Kasus Trauma. Jakarta Selatan: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai