Anda di halaman 1dari 183

ARTHAYA

BY: VERA AWALIATUL HIDAYAH


PROLOG
Suara teriakan dan dan pukulan terdengar nyaring di jalanan yang sepi ini. Kedua kubu yang
saling berselisih nampak sangat berambisi untuk menghabisi satu sama lain.
Aktivitas mereka terhenti ketika sirine mobil polisi terdengar di telingga mereka. Mereka
semua berpencar mencari tempat persembunyian yang aman.
Setelah dirasa aman mereka mulai keluar dari persembunyian masing-masing.
"cabut" ujar sang ketua setelah melihat anggotanya mulai lengkap.
Deruman suara motor memenuhi jalan raya yang lumayan sepi karena jam mulai
menunjukkan pukul 23.00 tentu saja semua orang sudah beristirahat di rumah masing-
masing.
Gerombolan remaja bermotor tadi berhenti di depan sebuah rumah yang lumayan besar.
Semua mulai turun dari atas motor dan masuk ke dalam rumah tersebut mengikuti sang ketua.
"sial!" umpat sang ketua.
"siapa yang berani-beraninya lapor polisi tadi hah?!" lanjutnya marah.
Semua orang disitu hanya bisa diam. Tak ada yang berani menjawab pertanyaan sang ketua.
Mereka tau persis bagaimana sifat ketunya itu saat marah.
"m-mungkin dari Tiger tha" ucap seseorang dengan gugup.
"berani-berani nya mereka" geram sang ketua.
"obati luka kalian" lanjutnya.
Semua orang mengangguk patuh atas perintas ketuanya itu. Mereka semua lantas duduk dan
mulai membersihkan luka mereka dengan obat merah dan kapas yang sebelumnya telah di
ambil oleh salah satu dari mereka.
Altas,salah satu geng yang paling di takuti oleh seantero jakarta. Yang membuat Altas di
takuti karena kekuatan dari para anggotanya yang tidak bisa di ragukan dan juga sang ketua
yang di kenal tidak pandang bulu saat ada orang yang mencari masalah dengan nya maupun
anggotanya.
Untuk masuk dalam geng ini tak sembarang orang yang di lantik. Agar bisa masuk dalam
circle ini mereka harus mempunyai kemampuan bela diri yang tinggi. Itu sebabnya yang
membuat Altas di takuti oleh semua orang.
"tha obatin dulu luka lo" ujar salah satu sahabat sang ketua.
Arthaya Abigail Ganesha sang ketua yang biasa di panggil Artha oleh teman-temannya juga
keluraganya itu menoleh kearah orang yang memanggilnya tadi.
"hm" gumamnya membuat orang tadi berdecak malas.
"terserah lo gue taro sini obatnya" ujar orang itu-Kevin Mahardika namanya salah satu
sahabat dari Artha.
Artha lalu mengambil kapas dan obat merah yang di letakkan Kevin di sampingnya lalu
mulai mengobati lukanya.
"lo masih mau balas dendam sama Tiger?" tanya Mario Anggara Septian-salah satu sahabat
Artha juga.
Artha hanya mengedikkan bahunya acuh menjawab pertanyaan Gara tadi.
"gue balik" ujar Artha tiba-tiba beranjak dari duduk nya membuat semua anggota
menatapnya lalu mengangguk mengiyakan.
Artha keluar dari rumah yang di jadikan markas itu dengan raut muka yang masih
menunjukkan kemarahan.
Artha menaiki motornya dengan kecepatan di atas rata-rata menuju rumahnya. Ia akan
mengistirahatkan badannya yang sudah sangat lelah setelah berkelahi tadi.
" Yaudah, sih. Intinya Gue masih sanggup untuk jalan sendiri "

Deru suara motor membuat semua orang yang berada di sekitar gerbang SMA SANJAYA
memperhatikan sang pengendara. Seketika mereka melanjutkan Aktivitasnya lagi setelah
melihat sang pengendara.

Artha.

Tak ada seorang pun yang berani berurusan dengnya. Lebih baik mereka tidak berurusan
dengannya dari pada masuk rumah sakit atau bahkan sampai kehilangan nyawa.

Artha turun dari motornya dengan santai melepas helm nya lalu berjalan dengan tatapan
datarnya menuju kelas.
Semua orang di kordor seketika diam melihat Artha melintas di hadapan mereka. Sudah biasa
bagi Artha mendapat tatapan takut dari semua orang.

Siapa sih yang tak mengenal Artha di jakarta ini?

Seorang ketua geng paling di takuti karena kekejamannya juga anak dari seorang pengusaha
yang sedang naik daun.

Walaupun di kenal pendiam Artha tak memiliki peri kemanusian jika sudah ada yang
mengusik hidupnya maupun orang-orang terdekatnya. Membuat siapapun enggan
mendekatinya.

"woy cepetan napa lo jalan gue belum ngerjain pr nih" ujar seseorang di belakang Artha.

Seketika Artha menoleh ke arah orang yang saat ini memasang cengiran khas nya saat di
tatap datar oleh Artha.

Kevin Mahardika namanya sahabat Artha yang paling receh dan bobrok.

Artha memiliki 4 sahabat yang tergabung juga dalam geng nya Altas.
"nah loh rasain Artha nya marah" kompor orang di sebelah Kevin.

Liam Wijaya sahabat Artha yang sama recehnya dengan Kevin namun masih satu tingkat di
bawah Kevin.

Artha tak mendengarkan mereka dan lebih memilih untuk melanjutkan langkahnya menuju
kelas. Saat sampai di dalam kelasnya–XI IPA 2 ia disambut dengan kebisingan yang terjadi
karena sibuk mengerjakan pr.

"udah dateng lo. Pr lo udah?" tanya teman sebangku nya.

Mario Anggara Septian sahabat Artha yang paling normal dari yang lainnya. Gara ini juga
sebagai penengah saat mereka berselisih.

Tanpa basa-basi Artha mengeluarkan buku pr nya membuat Gara tersenyum senang. Memang
Artha ini sahabat yang paling peka.

"wah peka juga lo" ujar Gara senang.

Jangan salah walaupun Artha seorang ketua geng yang kejam ia memiliki otak yang cerdas
bahkan ia menjadi peringkat 1 seangkatan walau ia jarang sekali belajar.
"gue liat dong tha" ujar seseorang di belakang tempat duduk nya.

Tian Panji Arafat sahabat Artha yang satu ini memiliki wajah yang orang bilang baby face
walaupun begitu ia adalah yang paling kuat di antara yang lain tapi masih satu tingkat di
bawah Artha.

"hm" jawab Artha singkat.

Sudah biasa bagi mereka jika ditanya Artha akan menjawab dengan gelengan,anggukan atau
kata 'hm'.

arthaabigail_ started following you

Bomm!!

Bagai di sambar petir Nara langsung melempar ponselnnya sangking tidam percaya nya.
Benarkah seorang Artha Abigail yang kemarin sempat menolongnya dari bully an Syifa
memfollow nya di Instagram?

Langsung saja Nara membuka profil dari akun yang ber username arthaabigail_ itu.
Benar saja itu memang akun dari Artha kakak kelasnya.

"gilaa ini beneran kak Artha?" tanya Nara masih tak percaya. Tak butuh waktu lama ia
langsung memfollow akun itu. Tiba-tiba muncul lagi notif dari Instagramnya yang lagi-lagi
membuatnya kaget.

arthaabigail_  started following you

Bomm!!

Bagai di sambar petir Nara langsung melempar ponselnnya sangking tidam percaya nya.
Benarkah seorang Artha Abigail yang kemarin sempat menolongnya dari bully an Syifa
memfollow nya di Instagram?

Langsung saja Nara membuka profil dari akun yang ber username arthaabigail_ itu.

Benar saja itu memang akun dari Artha kakak kelasnya.


"gilaa ini beneran kak Artha?" tanya Nara masih tak percaya.  Tak butuh waktu lama ia
langsung memfollow akun itu. Tiba-tiba muncul lagi notif dari Instagramnya yang lagi-lagi
membuatnya kaget.

arthaabigail_

Kinara?
Follow back

Iya ini kinara


Sudah kak

Ok

Ini bener kak Artha?

Ya
Oh hehe aku kira cuma akun fanbase atau apa

Ngapain?

Rebahan aja di kasur

Tidur

Ha?

Tidur dah malem

Seketika Nara membuang ponsel nya. Lagi. Ia begitu kaget dengan balasan Artha barusan.
Benarkah ini Artha yang kata Kana sangat dingin dan galak kepada perempuan? Lagi-lagi
ada notif dari instagram tak butuh waktu lama ia langsung melihat notif itu.
arthaabigail_

Kin?

Eh iya kak?

Kenapa?

Kenapa apanya?

Gak bales

Oh gak apa-apa tadi cuma mau ke kamar mandi aja hehe

Yaudah tidur gih


Good night have a nice dream
Night too

Siapapun Tolong berikan Nara pasokan oksigen rasanya Nara susah untuk hanya bernafas
setelah membaca DM dari Artha tadi.

"aaaa bundaa Nara baperr" teriaknya sambil berguling-guling di ranjang nya.

"video call Kana ah biar di iri" gumam Nara sambil terkikik geli.

Saat ini di jalan Mawar dekat dengan SMA SANJAYA kedua geng motor saling memandang
dengan tatapan kebencian.

Hal ini di sebabkan oleh geng motor King memukuli salah satu anggota Altas. Sontak hal itu
membuat Artha sang ketua harus memberi pelajaran kepada geng ini.

Semua anggota dari kedua kubu bersiap untuk berperang dengan sekuat tenaga. Saat sang
panglima mengumandamgkan kata 'MAJU' masing-masing dari mereka langsung maju
menuju kubu lawan.

Artha saat ini sedang berhadapan dengan sang ketua King–Mahendra. Artha terus saja
memukuli Mahendra dengan kejam. Mahendra tak mau kalah walaupun badannya sudah tak
kuat untuk melawan. Mahendra membalas pukulan Artha tak kalah kuat Membuat Artha
sedikit mundur ke belakang. Namun Artha tak selemah itu. Ia langsung memukul pelipis
Mahendra dengan keras.

"AWAS AR" Teriak Gara yang berada tak jauh darinya. Belum sempat Artha menghindar
punggungnya terkena balok kayu yang di layangkan oleh salah satu anggota king.

"sial" geram Artha marah ketika melihat Anggota king membawa persenjataan setelah
melihat ke sekeliling.
"GUE UDAH BILANG GAK ADA YANG BOLEH BAWA SENJATA! GAK BISA BACA
LO?!" teriak Artha marah. Langsung saja Artha melanyangkan tinjuannya ke arah Mahendra
dengan brutal sampai membuat wajah cowok tampan itu di penuhi darah.

Setelah di rasa Mahendra telah tak sadarkan diri ia melijat sekeliling untuk membantu para
anggotanya. Ia melihat Liam yang di kepung dua orang terlihat kesusahan melawan.
Lamgsung saja ia berlari kearah orang yang akan memukul Liam dari belakang dan
menendangnya.

"thanks" ujar Liam. Artha hanya mengangguk lalu berbalik ketika ia merasakan ada
seseorang yang berlari ke arahnya.

Oranh itu membawa tongkat pemukul yang akan di layangkan ke arah Artha. Namun Artha
dengan sigap menahan peregalangan tangan orang itu lalu memutarnya ke belakang. Tak
segan-segan Artha langsung mematahkan tangan orang itu.

"arrghh" teriak orang itu kesakitan. Sekali lagi Artha memutar tangan orang itu membuat
orang itu hanya bisa pasrah akan tangannya yang setelah ini pasto di gips.

Setelah puas Artha menghempaskan tubuh orang itu ke jalan. Tiba-tiba ada seseorang yang
menendangnya dari belakang membuatnya tersungkur di samping orang yang tadi Artha
patahkan tangannya.

"miss me?" tanya orang itu. Artha hanya diam mendengar pernyataan orang itu. Orang ini lah
yang memukul salah satu anggotanya. Ya saat kejadian Artha tak sengaja lewat dan
menemukan orang ini yang tengah memukuli–Roni salah satu anggotanya.

"BANGSAT" geram Artha tak butuh waktu lama Artha langsung meninju wajah orang itu
habis-habisan.

"AR KINARA ADA DI SANA SAMA SI KEN" Teriak Tian ketika melihat Ken–wakil ketua
dari Mahendra mendekati Kinara yang terlihat ketakuta

"kemarin lo kemana?" tanya Gara. Saat ini mereka tengah berada di kantin SMA SANJAYA.
Saat ini adalah waktu istirahat jadi Artha dan teman-temannya memilih ke kantin untuk
mengisi perut mereka.

"basecamp" jawab Artha singkat.


"ngapain ko ke basecamp?" tanya Kevin yang sedari tadi memperhatikan Artha dengan serius
sambil sesekali mencomot batagor milik Liam.

"gak" jawab Artha lagi-lagi singkat. Artha memilih untuk melanjutkan memakan bakso
miliknya.

"kemarin gue liat sekilas ada Kinara di lokasi kemarin" ujar Liam tiba-tiba membuat Artha
menghentikan sejenak kegiatan makannya.

"iya kemarin si Kinara di deketin sama Ken" ujar Tian sambil memakan batagor nya dengan
santai tanpa menyadari bahwa Kevin sedari tadi ikut memakan batagornya.

"Ken? Wakil ketua king?" tanya Liam.

"heem terus gue teriak ke Artha habis itu udah gak tau gue" ujar Tian manggut-manggut
sambil mengunyah batagornya.

Seketika Gara menatap Artha yang tengah mencengkeram sendok nya dengan kuat.
"lo kemarin ke basecamp sama Kinara?" tanya Gara tiba-tiba membuat semua orang di meja
itu menatap Artha. Mengapa Gara selalu tau gelagatnya?

Sedangkan Artha menghela nafas pelan lalu mengangguk singkat dan langsung memakan
makanannya kembali.

"lo beneran tha?" tanya Kevin tak percaya. Artha hanya menatap Kevin sekilas lalu
melanjutkan Aktivitasnya.

"si Kinara kan incaran nya Liam tha" lanjutnya membuat Artha seketika menoleh ke arah
Liam yang sedang menatap tajam Kevin.

"n-ngak kok tha buat lo aja gue ikhlas" ujar Liam dengan cengirannya.

"emangnya lo beneran suka sama Kinara?" tanya Tian.


Sedangkan Artha hanya mengendikkan bahunya acuh. Ia juga binggung dengan perasaannya
sendiri. Artha tak pernah merasakan ini sebelumnya.

"eh tha liat deh tuh Kinara sama siapa cantik banget anjir" heboh Liam ketika melihat Kinara
bersama Kana.

Seketika Artha menoleh kearah pintu masuk kantin. Benar saja ada Kinara bersama seorang
perempuan yang Artha yakini sebagai teman Kinara. Setelah itu Artha memutuskan untuk
kembali melanjutkan kegiatan makannya.

"siapa tuh cowok? Kok nyamperin Nara?" tanya Kevin membuat Artha seketika menoleh ke
arah meja Kianara dan Kana.

Terlihat seorang cowok jangkung dengan kulit putih menghampiri meja Kinara. Kinara pun
tampak akrab dengan cowok itu. Merasa geram dengan pemandangan itu Artha berjalan
dengan membawa mangkuk bakso nya menuju meja Nara dan teman-temannya itu.

Kelas X IPA 3 dikejutkan dengan kedatangan sang mostwanted SMA SANJAYA. Siapa lagi
kalau bukan Artha Abigail Ganesha. Semua orang memandang kagum Artha yang memasuki
kelas mereka dengan wajah datarnya. Semua orang mulai berbisik-bisik menerka-nerka
mengapa sang primadona sekolah ini sampai masuk ke kelas X IPA 3.

"kenapa ya kak Artha ke kelas kita?"


"alah paling juga ada anak sini yang buat masalah sama dia"

"eh eh kok ke deretan bangku perempuan"

Begitulah sekirannya bisik-bisik dari teman-teman sekelas Nara. Sedangkan Nara di bangku
nya hanya bisa menatap kaget Artha yang berjalan ke arahnya. Pria ini sungguh tak main-
main dengan ucapannya.

Artha berdiri di depan meja Nara membuat teman-teman Nara kaget. Kana yang berada di
sebelah Nara langsung menyingkir mengisyaratkan Artha untuk duduk di sebelah Nara.

Nara merasakan debaran jantungnya dua kali lebih cepat dari biasanya ketika melihat Artha
duduk di bangku sebelahnya. 'Kana sialan'

Nara tersenyum kikuk melihat Artha yang memandangnya lekat.

"a-ada apa kak?" tanya Nara menahan kegugupannya.


"gak" jawab Artha singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari Nara.

"o-oh" ujar Nara canggung.

Nara berbicara kepada Kana yang tak jauh dari nya menggunakan kontak mata. Namun Kana
hanya tersenyum acuh melihat Nara yang memintanya menemani gadis itu disana.

Suasana makin canggung ketika semua orang di kelas tak ada yang mengeluarkan suaranya.
Rasanya Nara ingin menghilang saat ini juga.

"pulang sekolah tunggu" ujar Artha singkat membuat Nara mengernyitkan dahi nya.

"apa?" tanya Nara tak mengerti. Artha tak menjawab pertanyaan Nara melainkan langsung
pergi dari kelas Nara.

Sontak semua teman Nara memandangnya dengan tatapan menggoda.


"CIEEE NARA KITA UDAH GEDE" ujar Ian salah satu teman Nara.

"DIEM LO!" Ujar Nara kesal sekaligus malu. Sedangkan Kana hanya menertawai Nara yang
terlihat sangat malu itu.

"gak papa kali ra biar gak jomblo terus" ujar Kana tertawa keras.

"bodo ah gak denger" ujar Nara menelungkupkan kepalanya di meja menghindari godaan
teman-temannya.

Disisi lain Artha yang kini tengah berjalan di koridor setelah keluar dari kelas Nara
merasakan jantung nya bergemuruh dengan cepat. Sial perasaan apa ini?

"WOY THA" teriak seseorang dari belakang membuat Artha membalikkan tubuhnya dengan
tatapan datar.

"dari mana aja lo?" tanya Liam. Ya orang tadi adalah liam.

Pagi ini Artha sudah bersiap-siap untuk berangkat sekolah membuat Liana–sang mama heran
dengan putra bungsu nya itu. Ya Artha memang mempunyai kakak laki-laki bernama Agra
Abizar Ganesha namun kakak nya ini sedang ada di Jerman untuk berkuliah.
"tumben kamu udah rapi" tanya Mama Artha sambil menyiapkan sarapan untuk anaknya ini.

"gapapa" ujar Artha singkat sambil memakan rotinya dengan santai.

"mau ke rumah pacar ya" goda Alfi–papa Artha yang baru turun dari lantai atas.

"gak" ujar Artha singkat lalu melanjutkan sarapannya.

"Artha berangkat" ujar Artha lalu menyalimi mama dan papa nya. Setelah itu ia mengirimi
pesan kepada Nara kalau dia akan berangkat ke rumah gadis itu.

Artha mengendarai motornya dengan kecepatan sedang menuju rumah Nara mengajak gadis
itu berangkat bersama. Akhir-akhir ini Artha merasa ada yang berbeda dengannya ia lebih
sering merasakan jantungnya berdebar tak karuan ketika berdekatan dengan Nara. Artha tak
tau apa artinya.
Di sisi lain Nara yang baru saja selesai mandi dan mengecek ponselnya kaget dengan apa
yang dikirim oleh Artha.

Kak Artha
Gue otw rumah

Seketika Nara dengan cepat menganti bajunya dan segera menyiapkan peralatan sekolahnya.
Setelah selesai ia bergegas tutun ke bawah untuk sarapan dengan cepat. Nara heran dengan
orang itu mengapa ia tak pernah main-main dengan ucapannya. Sudah Nara pastikan sekolah
akan heboh saat ia datang dengan pangeran mereka.

"lah ra kayaknya tadi baru bangun udah rapi aja sekarang" ujar Ria–bunda Nara.

"ara buru-buru bun" ujar nya sembari meminum susu dan memakan roti nya.

"kenapa buru-buru sekarang masih jam setengah tujuh lo ra" ujar Gio–ayah Nara.

"di jemput temen soalnya yah" ujar Nara yang sekarang tengah memasang sepatunya buru-
buru.
"temen?Kana?" tanya Ayah Nara.

"bukan yah" ujar Nara masih terburu-buru memakai sepatunya.

"laki-laki ya?" tanya Bunda Nara menggoda. Nara hanya mengangguk-angguk menjawab
pertanyaan bundanya.

"emang punya pacar lo" ejek adik Nara–Kiandra Aleka Mandala. Nara menatap tajam
Adiknya yang masih santai memakan roti nya itu. Ya memang Nara adalah anak sulung di
keluarga Mandala. Ia punya adik laki-laki yang masih duduk di kelas 9 SMP.

"yang kemarin ya ra? Ganteng tau" ujar Bunda Nara menggodanya.

"ih bunda dia itu temennya ara doang" ujar Nara kesal. Benar kan apa yang di katakannya?
artha dan dirinya hanya teman bukan.

"gimana strategi kita?" tanya Tian kepada Artha dan Gara selaku ketua dan wakil Geng Altas.
Saat ini mereka sedang ada di kelas. Guru yang memgajar kelas ini sedang keluar sebentar
katanya.
"jam berapa perang nya?" tanya Artha.

"jam 2" ujar Liam.

"jam pulang sekolah anak-anak langsung kumpul di basecamp" ujar Artha tegas membuat
semua nya mengangguk.

"wey gila tha lo tadi berangkat bareng dedek gemes nya Liam?" tanya Kevin setelah melihat
di grup gosip SMA SANJAYA tiba-tiba membuat Liam ingin menyumpal mulutnya dengan
sepatunya. Satu hal yang harus kalian ketahui soal Kevin dia itu julid.

"gercep juga lo tha" ujar Gara sambil terkekeh pelan. Sedangkan Artha hanya mengedikkan
bahunya acuh.

"sebenernya lo suka gak sih sama dia?" tanya Tian tiba-tiba.

Artha mendongak menatap Tian yang juga menatapnya lalu menghembuskan nafas pelan.
Artha sendiri masih tak mengerti apa yang ia rasakan.
"kalo suka cepet di tembak tha anak orang juga bisa baper loh" Lanjut Tian.

"ayo anak-anak kita mulai lagi pelajarannya" ujar Bu Alya yang baru saja kembali entah dari
mana.

"ck gue baru aja update berita terbaru di SMA SANJAYA tuh guru main masuk aja" gerutu
Kevin kesal.

"julid aja idup lo heran gue" ujar Liam kesal. Ingin rasanya ia pindah tempat duduk menjauhi
Kevin si tukang julid ini.

"iri bilang karyawan!" cibir Kevin santai.

"Kevin Liam kalian bisa diam tidak?" ujar Bu Alya sabar. Memang Bu Alya ini merupakan
guru tersabar di SMA SANJAYA. Hal itu membuat Bu Alya selalu di senangi oleh para
murid.

"kalo buat ibu mah pasti bisa bu" ujar Kevin sembari memasang senyum manis nya.
"HUUUUU" suara sorakan Murid-murid di kelas Artha membuat Kevin melunturkan senyum
manis nya lalu memandang tajam mereka semua.

"IRI BILANG BOSSS" ujar Kevin menggebu-gebu.

"sudah-sudah kalian ini ayo kita lanjutkan pelajaran hari ini" ujar Bu Alya mengeleng-
gelengkan kepalanya melihat tingkah murid nya ini.

Setelah itu mereka kembali fokus untuk mendengarkan penjasan dari Bu Alya.

*******

      "kemarin lo kemana aja sama kak Artha ra?" tanya Kana sambil bermain ponsel.

Saat ini ia dan Nara sedang berada kamar gadis itu. Mengapa mereka ada di rumah Kana
padahal jam masih menunjukan pukul 9.15? karena Nara mengantar Kana yang katanya sakit
namun Kana hanya beralasan untuk bisa bolos sekolah. Sebenarnya Nara sempat menolak
tapi ia akhirnya menurut saat Kana bilang Nara akan di belikan 5 Novel.

"gak kemana-mana sih cuma ke rumah aja" ujar Nara sembari membaca novel milik Kana.

"hah? Kak Artha mampir ke rumah lo?" tanya Kana keras.

"SERANG!!!!" suara keras itu membuat dua kubu yang akan melaksanakan perang ini
langsung maju ke geng lawan dan langsung memukul satu sama lain.

Suara pukulan demi pukulan dan teriakan kesakitan kian terdengar begitu memilukan.
Seluruh pasukan dan tenaga di kerahkan demi memperoleh kemenangan.

Dua kubu yang sedang berperang melawan Geng Altas ini bukam lah dari geng motor
melainkan sebuah SMA yaitu SMA DARMAWAN. Lagi-lagi peperangan kali ini kembali di
menangkan oleh Geng Altas. Tak heram memang setiap peperangan pasti Geng mereka yang
menang.

"CABUT!" ujar Artha selaku ketua mengarahkan Anak buahnya menuju basecamp mereka.
Suara deru motor dan teriakan-teriakan kemenangan terdengar di sepanjang jalan menuju
basecamp mereka. Setelah sampai di basecamp mereka semua bergerombol untuk masuk ke
dalam.

"menang lagi kita" ujar Kevin senang.


"YOI DONGG" ujar para anggota tak kalah senang.

"obati luka kalian dulu biar gue pesen makanan. Lo yang bayar kan tha?" ujar Gara
cengengesan.

"hm" ujar Artha singkat.

Mereka merayakan kemenangannya dengan memesan banyak makanan. Tentu saja Artha
yang membayar. Setelah makanan datang mereka semua makan dengan berisik.

Saat akan mengobati lebam nya Artha seketika menoleh ketika Liam menunjukkan ponsel
nya kepadanya.

"tha liat deh" ujar Liam yang berada di samping Artha sembari menunjukkan ponsel nya.
"apanih apanih" ujar Kevin yang tiba-tiba ikut di samping Artha.

"heh itu dede gemes nya Liam sama siapa woy?!" tanya Kevin histeris ketika melihat
postingan Nara yang di tunjukkan oleh Liam.

Hari ini adalah hari senin. Hari yang paling tidak di sukai oleh Nara dan teman-temannya.
Karena apa? Satu hal UPACARA. Seluruh murid SMA SANJAYA kini telah berkumpul di
lapangan untuk melaksanakan upacara.

Nara berdiri di barisan depan bersama Nara karena mereka berdua memang lumayan tinggi.
Saat upacara di mulai semua murid diam dan tak mengeluarkan suara karena di belakang
guru ter killer di SMA SANJAYA sedang berjaga.

"duh panas banget ya hari ini" keluh Kana. Memang pagi ini entah mengapa cuacanya sangat
panas membuat Kana terus-terusan mengeluh sedari tadi membuat Nara malas
mendengarknya.

Saat pembina upacara memberi Amanat di depan kepala Nara terasa sangat pusing dan
pandangannya mengabur namun masih ia tahan untuk tidak ambruk di tengah-tengah upacara
ini. Setelah ia merasa tak merasakan pusing lagi ia kembali memfokuskan pandangannya
kepada Pembina di depannya ini.
Nara Merasakan kepalanya lagi-lagi berdenyut nyeri namun kali ini lebih terasa sakit dan
matanya mengabur. Setelah itu ia merasakan tubuhnya ambruk di sertai teriakan kencang
milik Kana lalu semuanya mengelap.

Kana yang melihat kejadian Nara pingsan langsung berteriak meminta PMR untuk membawa
tandu ke sini. Namun belum sampai tandu datang Artha terlebih dahulu mengendong Nara
dan membawanya ke UKS.

Saat sampai di UKS Artha membaringkan tubuh mungil Nara dengan hati-hati ke brankar
UKS. Lalu ia keluar memanggil salah satu petugas PMR untuk memeriksa keadaan Nara.
Setelah si Petugas PMR itu selesai memeriksa dan keluar entah kemana Artha tak perduli
dirinya mendekati brankar milik Nar dan duduk di kursi samping brankar tersebut.

Artha menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantik Nara. Setelah itu ia
mengelus rambut Nara lembut. Tak lama setelah itu Pintu UKS terbuka membuat Artha
menoleh ternyata petugas PMR yang tadi memeriksa Nara.

Petugas itu meletakkan segelas teh hangat dan obat di nakas samping Barankar Nara lalu
memandang Artha dengan tatapan takut dan menunduk.

"k-kak itu o-obat sama teh h-hangat buat kakak i-ni. S-saya permisi" ujar gadis itu takut lalu
pergi dari UKS.
Artha memainkan ponsel nya sambil menunggu Nara sadar. Cukup lama ia menunggu Nara
sadar. Saat ia mendengar suara lenguhan ia menoleh ke arah Nara yang berusaha bangun.
Lalu Artha membantu Nara untuk merubah posisisnya menjadi duduk.

"masih pusing?" tanya Artha sembari menyodorkan teh hangat yang di berikan siswi tadi.

"sedikit" ujar Nara menerima teh hangat itu dan langsung meminumnya sedikit.

"tidur lagi" ujar Artha memandang Nara dengan Datar.

"sekarang jam berapa?" tanya Nara tanpa menghiraukan perintah Artha.

Artha membuka ponsel nya lalu menunjukkan kepada Nara. Nara membelalakkan mata nya
pukul 9.35 sial dia kan ada ulangan Kimia. Dengan cepat Nara turun dari brankat membuat
Artha menghentikan Nara agar tetap di tempatnya.

Jam pulang sekolah biasanya adalah jam paling di tunggu-tunggu oleh semua orang. Namun
tidak untuk Nara. Pasti saat pulang sekolah ia akan bertemu dengan Artha hal itu
membuatnya malas untuk keluar dari kelas ini.
Setelah berperang dengan batinnya tadi ia memutuskan untuk menjauh saja dari Artha ia
ingin hidup nya tenang di SMA ini ia tak mau masa SMA nya rusak hanya gara-gara seorang
laki-laki. Toh ia bukan siapa-siapa nya Artha kan?

"ayo dong ra pulang gue laper nihhh" rengek Kana yang sedari tadi menemani Nara yang
menunggu sekolah sepi demi menghindari Artha.

"udah sepi belum?" tanya Nara. Kana langsung berjalan menuju jendela untuk melihat
keadaan luar dari celah jendela.

"udah kayaknya" ujar Kana kembali lagi ke tempat Nara.

"yaudah ayo" ucap Nara sambil berjalan keluar diikuti Kana di belakangnya.

Saat di luar Kana dan Nara berjalan beriringan di koridor yang sepi sambil sesekali bersenda
gurau. Namun langkah Nara terhenti ketika ia melihat seseorang yang harus ia hindari. Ia
melihat Artha yang memandang lurus ke arahnya. Sudah pasti ke arahnya karena di koridor
ini hanya ada dirinya dan Kana.

"kenapa berhenti?" tanya Kana yang berada tak jauh di depan Nara. Nata memandang Kana
sejenak lalu menunjuk Artha dengan dagunya membuat Kana melihat ke arah yang di tunjuk
Nara lalu mengangguk malas. Kana menghembuskan nafas nya kasar Sungguh ia sangat
lapar.

"yaudah cepet jalan kalo lo diem dia tambah makin cepet ke sini nya." ujar Kana sembari
menarik tangan Nara agak kencang. Orang laper emang gitu suka emosi.

"ihh pelan-pelan" ujar Nara melepaskan tarikan Kana di tangannya.

"plis deh cepetan gue laperr" ujar Kana sembari memegang perutnya yang terasa lapar sejak
tadi. Kana ini tak tau situasi.

"belum pulang?" tanya Artha yang tiba-tiba sudah ada di depan mereka membuat Nara mau
tak mau memandang ke arahnya dengan datar.

"belum" ujar Nara dingin lalu menarik tangan Kana untuk segera pergi dari sana
meninggalkan Artha yang masih berdiri menatap kepergian Nara dengan binggung.

"dia kenapa? Aneh" gumam Artha pelan lalu ia melangkahkan kakinya menuju kelas untuk
mengambil tasnya dan berjalan keluar kelas menuju parkiran. Setelah sampai di parkiran ia
segera menaiki motornya dan mengendarai nya menuju rumah.
Sekitar 20 menit perjalanan pulang akhirnya Artha sampai di rumahnya dan langsung
memasukkan motornya di dalam garasi. Saat hendak masuk pandangan Artha terpaku kepada
mobil berwarna putih di depan garasinya.

'kapan pulangnya?' batin Artha

Dengan langkah santai ia masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu karena pintu sudah
terbuka lebar. Terdengar suara tawa dari ruang keluarga membuat Artha melangkahkan kaki
nya ke sana. Disana ia melihat ada Mama,Papa dan kakaknya.

Pagi ini Nara sudah berada di sekolah dengan Kana. Padahal jam masih menunjukkan pukul
6.25. Kelas mereka juga masih sepi. Tak ada seorangpun selain mereka berdua disini
membuat Kana merasa bosan.

Kana yang tadi pagi masih terlelap di ranjangnya di kagetkan dengan kedatangan Nara yang
tiba-tiba membangunkannya dan mengajaknya berangkat sepagi ini. Setelah Kana tanya
Alasannya adalah Nara tidak ingin bertemu dengan Artha. Sontak hal itu membuat Kana
terpaksa mengikuti keinginan Nara.

"ra lo kalo mau berangkat pagi-pagi gini kemarin ngabarin dulu kek" ujar Kana sambil
membaringkan kepalanya di atas meja. Sungguh ia masih mengantuk. Jika bukan Nara mana
mungkin dia akan berangkat sepagi ini.

"gue gak mau lagi berurusan sama kak Syifa" ujar Nara tanpa menghiraukan ucapan Kana
tadi.

"ya bagus lah hidup lo jadi lebih tenang kan" ujar Kana memandang sahabatnya ini.

"hm iya sih" Nara menyenderkan punggung nya di kursi lalu mengadah menatapa langit-
langit Kelas nya.
"tapi perasaan gue masih gak tenang" lanjutnya. Kana menatap sahabatnya itu dengan lekat.
Ia tau kalau Nara mulai menaruh rasa pada Artha namun masih tak berani
mengungkapkannya.

"lo suka ya sama Kak Artha?" tanya Kana membuat Nara memusatkan perhatiannya kepada
Kana.

"nggak" jawab Nara. Sebenarnya Nara tak yakin dengan jawabannya barusan. Namun untuk
saat ini mungkin tidak.

"ah bohong lo" cibir Kana mengalihkan pandangannya dari Nara.

"gak percaya yaudah" ujar Nara ikut-ikutan merebahkan kepalanya di meja.

"kak Artha gak nelfon lo gitu kemarin buat nanyain lo kenapa?" tanya Kana menghadapkan
kepalanya ke arah Nara.

"buat apa?" ujar Nara balik bertanya.

"kan kemarin lo ngomong nya dingin banget ke dia" ucap Kana masih memperhatikan Nara.

"ya kemarin sih dia telfon gue tapi gak gue angkat" ujar Nara membuat Kana spontan
mengangkat kepalanya.

"kenapa gak lo angkat?" tanya Kana heboh.

"males gue" ujar Nara. Ya kemarin Artha sempat menelfon dan mengiriminya pesan. Namun
tak ada yang Nara balas atau angkat.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 7.00. Sekolah sudah mulai ramai. Selama itu kah
dirinya dan Kana mengobrol?

"tumben lo berangkat pagi Kan?" tanya Mira teman sekelas Nara dan Kana.

"kalo bukan karena ini nih gak akan gue berangkat pagi" ujar Kana menunjuk ke arah Nara
membuat Nara memutar bola matanya malas.

"besok-besok ajak aja lagi ra biar kebiasaan bangun pagi" ujar Mira tertawa keras lalu pergi
menuju kursinya.

"bangke si Mira" kesal Kana.

Setelah pulang sekolah tadi sesuai dengan kesepakatan saat ini Artha dan teman-temannya
sudah ada di Cafe Jasmine yang berada tak jauh dari SMA SANJAYA.
"cewek sini sama abang" ujar Liam menggoda salah satu barista yang ada di sana. Dasar
fakboy!

"susah ya punya temen fakboy" ujar Kevin memandang Liam yang masih gencar menggoda
barista tadi sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.

"dih apaan orang saya bukan temanmu" ujar Liam santai membuat Kevin langsung menjitak
kepalanya keras.

"awss sakit bangsat!" umpat Liam memandang Kevin dengan kesal.

"lo berdua gak ribut bisa?" tanya Tian jenggah.

"namanya juga adek kakak gak ribut gak afdol" ujar Gara terkekeh sembari memakan
kentang gorengnya santai.

"dih gak sudi gue punya adek kayak dia" ujar Liam menunjuk Kevin dengan jijik.
"gue juga gak sudi ya punya kakak modelan lo!" sambung Kevin mendorong bahu Liam lalu
mengibaskan tangannya seolah ia baru saja menyentuh benda yang kotor membuat Tian dan
Gara tertawa keras.

Sedangkan Artha pria itu hanya diam menyaksikan kegilaan teman-temannya ini. Sesekali ia
tersenyum tipis melihat tingkah absurd Kevin dan Liam.

Lonceng yang terpasang di pintu Cafe berbunyi membuat Artha menoleh ke arah pintu
karena posisinya dekat dengan pintu. Terlihat seorang gadis bersama seorang laki-laki
memasuki Cafe dengan santai lalu duduk di meja yang tak jauh dari tempat Artha dan teman-
temannya duduk.

"wih si Nara sama sape tuh?" tanya Tian menunjuk Nara dengan dagunya yang duduk tak
jauh dari mereka.

"itu kayaknya yang di kantin waktu itu deh" ujar Kevin ikut menoleh ke arah Nara.

Artha hanya diam melihat hal itu. Sampai Nara tak sengaja menoleh ke arahnya membuat
Artha segera mengalihkan pandangannya.
Nara yang melihat itu kaget. Pantas saja seperti ada yang memperhatikannya sedari tadi.

"ra mau pesen apa?" tanya Fian. Ya pria di hadapannya saat ini adalah Fian. Ia mengajak
Nara kesini katanya untuk mengerjakan tugas kelompok.

"eh gue samaain aja" ujar Nara mengalihkan pandangannya dari Artha.

"oke" ujar Fian lalu memesan makanan untuknya dan untuk Nara.

"oh iya ini mulai dari mana?" tanya Nara sambil mengeluarkan laptop nya.

"santai aja kali ra makanannya aja belum dateng. Mau lo gue kelaperan pas ngerjain tugas?"
ujar Fian membuat.

"gak papa lo kelaperan gue ikhlas" ujar Nara sembari terkekeh pelan.
"nanti gue mati dong terus ada berita gini nih 'SEORANG REMAJA TEWAS KARENA
TAK MAKAN SEBELUM MENGERJAKAN TUGAS' ahaha" ujar Fian membuat Nara
tertawa di buatnya. Mereka tertawa bersama hingga tak menyadari tatapan tajam seseorang di
dekat mereka.

"sampai kapan lo gini terus ra?" tanya Kana menatap sahabatnya yang tengah bermain ponsel
itu jengah.

"gini gimana?" Ujar Nara binggung. Ia masih belum mengerti kemana arah pembicaraan
Kana kali ini.

"sampai kapan lo mau jauhin kak Artha gara-gara anceman si nenek lampir?" ujar Kana
memperjelas maksudnya.

"lo gak bisa gini terus ra! Gue tau lo ada rasa sama kak Artha kan? Kalo lo gini terus si nenek
lampir bakal lebih leluasa deketin kak Artha ra. Lo mau kalah sebelum berperang?" lanjut
Kana mencoba menasehati sahabatnya untuk menyudahi menjauhi Artha. Buat apa Nara takut
dengan ancaman Syifa? Kana bisa melawannya tenang saja.

Nara menghembuskan nafasnya pelan. Sudah hampir dua minggu dirinya dan Artha tak
pernah berkomunikasi. Hampir dua minggu juga Artha dan Nara tak bertegur sapa saat di
sekolah. Artha terlihat lebih dingin kepadanya. Dan juga Syifa yang jarang membully nya.
Jarang ya bukan tidak pernah.
Jujur saja ada sedikit rasa rindu di hati Nara kepada cowok itu. Disisi lain Sebenarnya Nara
masih takut dengan ancaman Syifa dua minggu lalu, Ia hanya tak mau hidupnya di SMA
SANJAYA tidak tenang. Apalagi setelah ia menjauhi Artha Syifa seperti menganggapnya
lemah dan membully nya melalui kata-kata menyakitkan yang ia lontarkan kepada Nara.Apa
Nara salah?

"ya tapi gue harus gimana? Gue gak mau kehidupan gue di SMA SANJAYA kacau" ucap
Nara frustasi.

"lo masih takut sama ancaman nya si nenek lampir?" tanya Kana membuat Nara mengangguk
lemah. Kana menghembuskan nafas kasar.

"yaampun ra lo lupa?gue bisa lawan modelan kayak dia" ujar Kana meyakinkan. Kana ini
walaupun kerjaan nya heboh sana-sini tapi ia memiliki kemampuan beladiri yang cukup
mumpuni.

"y-ya tap-" ucapan Nara terpotong ketika ponsel nya berbunyi.

Ia melihat nama Artha di layar ponsel nya. Tumben sekali Artha menelfon dirinya. Dengan
cepat ia menatap Kana seolah bertanya apa yang harus ia lakukan.
"angkat aja" suruh Kana lalu memperbaiki posisinya agar lebih mendekat ke arah Nara.

Nara menghembuskan nafasnya lalu mengambil ponsel nya dan menekan tombol hijau di
ponsel nya kemudian ia menempelkannya di telinga.

"H-halo?" ucap Nara gugup.

"halo" ucap Artha di seberang sana. Nadanya dingin membuat Nara semakin merasakan
debaran jantungnya menggila.

"a-ada apa kak?" tanya Nara mencoba se-rilex mungkin.

"ke basecamp gue sekarang" ujar Artha membuat Nara mengerutkan keningnya. Untuk apa ia
ke basecamp Artha? Pikirnya.

"ke basecamp kakak?" tanya Nara memastikan.

"sekarang" ujar Artha singkat,padat,jelas dan pastinya tak terbantahkan.


"kenapa lo suruh Nara buat jauhin gue?!" tanya Artha dengan nada dingin nya membuat Syifa
yang ada duduk di depannya ini gelagapan. Saat ini Artha dan Syifa tengah berada di gudang
belakang sekolah. Ia kira Artha mengajaknya ke sini ingin membicarakan soal hubungan
mereka atau bahkan menembaknya, tapi kenyataannya?

'Sial! Dari mana Artha tau ini? Ah pasti cewek cupu itu! Awas aja lo!' batin Syifa Kesal.

"a-aku gak suruh apa-apa kok" elak Syifa. Percuma saja Syifa menolak Artha sudah tau
semuanya. Ya semuanya. Termasuk perlakuan bully yang di lakukan Syifa pada Nara.

"lo pikir gue percaya?" tersenyum miring. Baru kali ini Syifa melihat Artha yang seseram ini
kepadanya. Ah ini gara-gara si cewek cupu!

"gue bahkan tau lo suka bully Nara sampai dia pingsan" lanjut Artha membuat Syifa
tercengang. Gawat jika Artha sampai melapor ini ke pihak sekolah bisa-bisa ia di keluarkan
dari sekolah karena ini sudah ke sekian kali ia melakukan hal ini. Bukan kepada Nara saja.

"d-dari mana kamu tau?" tanya Syifa gelagapan.

"lo terlalu mudah buat gue" ujar Artha sembari memutari tubuh Syifa membuat gadis itu
semakin ketakutan.
"gue udah peringatin sama lo kalo lo masih ngusik atau bully Nara lo berurusan sama gue.
Forget it?" Artha mencengkeram pipi Syifa kuat membuat gadis itu meringis kesakitan.

Ingat kan Artha tak pernah pandang bulu untuk menghancurkan seseorang yang berani
mengusik orang terdekat nya? Ya ini lah Artha dengan sisi gelapnya yang mampu membuat
siapapun ketakutan.

Artha semakin menekan kuat cengkramannya di pipi Syifa. Syifa memejamkan mata
menahan rasa sakit sekaligus menahan tangis. Sepenting apa sih Nara bagi Artha? Baru kali
ini ia melihat Artha semarah ini kepadanya. Bahkan saat ini menindas seseorang di depan
Artha dengan cara yang sama bahkan lebih dari yang dia lakukan kepada Nara, tapi Artha
hanya diam saja.

"kenapa kamu sampai kayak gini gara-gara belain si cewek cupu itu?!" Syifa memberanikan
diri menatap mata Artha yang masih memcengkeram pipinya dengan kuat.

"lo udah usik milik gue!" ujar Artha penuh penekanan sambil mengeratkan cengkramannya di
pipi Syifa.

Syifa melebarkan matanya mendengar itu. Apa katanya? Miliknya? Shit! bagaimana bisa
semudah itu cewek cupu itu merebut hati Artha yang keras bagai batu itu? Pikir Syifa.
"kali ini gue bakal lepasin lo tapi kalo lo masih ganggu Nara gue gak segan-segan bikin lo
gak bisa jalan selamanya. PAHAM!?" Artha melepaskan cengkramannya di pipi Syifa
dengan kasar. Lalu ia menarik Syifa untuk berdiri. Artha kini ganti mencengkeram tangan
Syifa dan memutarnya ke belakang membuat Syifa membelakangi nya.

"gue peringatin sekali lagi kalo lo berani usik Nara lo bakal dapet yang lebih dari ini" bisik
Artha pelan namun penuh penekanan.

Setelah itu Artha memutar tangan Syifa sangat keras sampai terdengar suara tulang patah dan
jeritan kesakitan Syifa. Mendengar hal itu ia menghempaskan Syifa dengan kasar sampai
cewek itu tersungkur di lantai. Artha tersenyum miring melihat Syifa yang kesakitan. Siapa
suruh dia menganggu miliknya? Ini adalah hukuman yang setimpal untuk bitch satu ini.

Tak hanya itu Artha juga menginjak tangan Syifa yang sempat ia patahkan itu, membuat
Syifa berteriak kesakitan. Artha tak memperdulikan hal itu. Ia berjalan keluar menuju teman-
temannya yang menjaga di depan gudang belakang sekolah.

"panggil dayang-dayangnya" Artha berjalan meninggalkan mereka dengan santai seolah tak
terjadi apa-apa. Liam berlari menuju kelas Syifa untuk memanggil dayang-dayangnya. Jika
Artha tidak menyuruhnya mana mungkin ia mau melakukan ini.
"si sapi diapain ya sama Artha?" tanya Kevin penasaran.

"masuk yuk kepo gue" ujar Tian lalu masuk ke dalam diikuti Kevin dan Gara.

Saat sampai di dalam mereka melihat Syifa yang menangis dengan tangan yang... ah mereka
tebak di patahkan oleh Artha. Sebenarnya Syifa masih beruntung hanya di patahkan tangan
nya. Biasanya Artha akan mematahkan tangan sekaligus kaki lawannya.

"aduh aduh kasian nya" ejek Kevin membuat Syifa menatapnya tajam.

"diem lo!" bentak Syifa tak tau diri. Membuat Mereka yang ada di sana tertawa sambil
geleng-geleng kepala melihat Syifa yang kesakitan masih saja bisa membentak.

"yaampun Syifa lo kenapa!?" mereka menoleh ke arah pintu gudang mendengar suara
melengking itu. Adin dan Resa juga ada Liam di belakang mereka. Dua orang itu memandang
Syifa dengan kasihan.

"kenapa bisa gini?" tanya Adin yang membantu Syifa berdiri di bantu dengan Resa.
"hati-hati dong tangan gue sakit!" jerit Syifa ketika Adin tak sengaja memegang tangan yang
tadi di patahkan Artha.

"yaampun! Tangan lo patah?!" teriak Resa ketika menyadari sesuatu.

"bawa gue ke rumah sakit" ujar Syifa memerintah. Hal itu membuat Adin dan Resa
membantu Syifa keluar dari gudang dengan hati-hati jika tidaj Syifa akan memarahi mereka
berdua. Duh nasib jadi babu.

"habis ini dia berani gak ya deketin Artha?" pertanyaan ini muncul dari Liam yang sedari tadi
diam memperhatikan Syifa.

"kalo dia berani deketin Artha lagi gue traktir kalian!" ujar Tian spontan. Ia percaya Syifa tak
akan berani mendekati Artha lagi.

"gue yakin Syifa pasti berani deketin Artha lagi. Dia kan gak punya malu" ucapan Pedas
milik Gara sontak membuat Kevin dan Liam tertawa keras.

"kalo dia gak berani deketin Artha lagi lo harus traktir kita ya!" ucap Tian.
"oke" Gara menerima taruhan itu dengan senang hati. Ia yakin Syifa akan kembali mendekati
Artha nanti. Lihat saja.

"asik makan gratis kita nanti!" ujar Kevin senang.

"yoi" ujar Liam tak kalah senang. Huh dasar Kaum gratisan!

Nara kini tengah menunggu Artha di parkiran sekolah dengan resah. Setelah mendapat kabar
dari Kana jika Syifa tidak masuk sekolah karena kemarin sempat di sekap oleh Artha. Dari
mana Kana tahu? Tentu saja dari Gara karena Kana dan Gara sedang ehm PDKT.

"ada apa?" suara bas itu membuat Nara mengalihkan pandangannya.

"ngapain di sini?" tanya orang itu sekali lagi.

"kakak apain kak Syifa?" tanya Nara dengan wajah datar nya kepada Artha.
"kenapa?" bukannya menjawab Artha malah balik bertanya membuat Nara geram.

"kakak apain kak Syifa?!" Ulang Nara dengan penuh penekanan.

"gak seberapa" jawab Artha santai.

"kakak apain aja dia?" tanya Nara lagi.

"cuma di patahin tangannya" jawab Artha lagi-lagi dengan santai. Nara membelalakkan
matanya. Apa dia bilang? Cuma? Cuma di patahin tangannya? Gila!

"dia itu cewek kak!" bentak Nara kesal.

Wow hanya Nara yang berani membentak Artha seperti ini! Hebat!

Artha memutar bola matanya malas. Siapa suruh mencari masalah dengannya? Tak perduli
mau cewek kek cowok kek Artha ya Artha tak pandang bulu saat menghukum orang. Artha
tak menghiraukan perkataan Nara barusan. Ia berjalan melewati Nara menuju motornya. Eits
tak lupa ia menarik Nara untuk pulang bersama nya. Namun tak berselang lama tangannya di
hempaskan dengan kasar oleh gadis di depannya ini.

Artha menaikkan sebelah alisnya heran.

"kenapa?" Artha kembali menarik Nara untuk mendekat ke arahnya. Namun sama tetap di
hempaskan.

"lepas! Jangan pegang pegang!" sentak Nara sambil memelototkan matanya dan melipat
tangannya di depan dada.

"ayo pulang" Artha menyerahkan satu helm yang ada di motornya kepada Nara.

"pakek" suruh Artha namun masih tak di hiraukan oleh Nara. Artha menghembuskan
nafasnya pelan lalu maju s mendekati Nara membuat Nara reflek mundur ke belakang.

"jangan deket-deket!" ujar Nara. Hal itu tak membuat Artha mundur ia malah semakin
mendekat ke arah Nara. Ia menahan pinggang Nara agar tak mundur lagi lalu memakaikan
helm tadi di kepala Nara. Sontak Hal itu membuat pipi Nara bersemu merah. Pliss deh Nara
baper!
Setelah itu Artha menarik tangan Nara agar mengikutinya. Nara mencoba bersikap biasa saja
setelah apa yang di lakukan Artha tadi. Setelah sampai di depan motor Artha segera menaiki
motornya dan memasang helm fullface di kepalanya.

"naik!" suruh Artha tak terbantahkan. Namun Nara ya Nara gadis yang keras kepala. Ia tetap
diam dengan melipat tangannya di depan dada. Dasar Nara tadi aja baper! Sekarang sok
sokan ngambek!

"gak mau!" ujar Nara ketus. Ia masih kesal dengan Artha yang seenaknya menghukum Syifa
dengan keterlaluan menurut Nara. Meski Syifa pernah menyakitinya, Nara juga merasa
kasihan apalagi sampai patah tulang.

"naik sendiri atau gue gendong?" tanya Artha pelan namun penuh penekanan.

"ish!" mau tak mau Nara pun akhirnya naik ke atas motor Artha dengan terpaksa. Ingat itu
dengan TERPAKSA!

Artha tersenyum tips di balik helm nya. Menurut Artha Nara jadi semakin cantik saat
ngambek seperti ini. Duh pingin bawa pulang!
Setelah merasa Nara sudah duduk dengan benar di motornya, Artha segera melajukan
motornya dengan kecepatan sedang ke rumah gadisnya. Haha terdengan konyol bagi Artha
tapi Artha suka sebutan itu.

Artha mengambil tangan Nara yang berpegangan di sisi jaketnya dan meletakkannya untuk
melingkar di perutnya. Setelah itu ia mengelus tangan Nara dengan lembut.

Nara merasakan jantungnya seakan ingin copot saat Artha melakukan hal tadi. Aduhh!! Nara
melting

Sejujurnya ia mulai menyadari perasaan aneh yang dirasakannya akhir-akhir ini kepada
Artha. Tapi ia takut, ia takut perasaan nya tak terbalaskan. Ia takut jika Artha hanya
menganggapnya sebagai teman. Ia takut suatu saat nanti akan merasakan yang namanya patah
hati. Tapi ia tak mau kalah sebelum berjuang seperti apa yang Kana katakan. Nara harus apa?

"masih mau di sini?" tanya Artha membuyarkan lamunan Nara.

"eh" Seketika Nara melepaskan tangannya dari perut Artha membuat Artha terkekeh pelan.
Lucunyaaa
Nara turun dari motor Artha dengan hati-hati lalu melepaskan helm di kepalanya dan
menyerahkannya kepada Artha.

"enak banget ya meluk gue sampek gak sadar kalo udah sampe?" goda Artha membuat Nara
membelalakkan matanya. Enak saja! Tapi memang benar sih nyaman.

"dih apaan gak ya!" elak Nara dengan pipi nya bersemu merah.

"udah sana pulang" usir Nara membuat Artha lagi-lagi terkekeh.

"oke gue pulang. Tapi inget satu hal kalo ada yang nyakitin lo lagi, orang itu bakalan habis di
tangan gue ra. Gue gak akan biarin siapa pun nyakitin lo. Dan gue gak akan biarin siapapun
rebut lo dari gue! Lo milik gue! Inget itu" ujar Artha sebelum melajukan motornya
meninggalkan pekarangan rumah Nara.

Nara hanya mematung di depan rumahnya setelah Artha pergi dari sana. Kata-kata Artha
masih terngiang di telingannya.

Lo milik gue!
Gue gak akan biarin siapapun nyakitin lo!

Gue gak akan biarin siapapun rebut lo dari gue!

Nara mengelengkan kepalanya mencoba menghilangkan perkataan Artha barusan. Ia berjalan


masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang campur aduk.

'Sebenarnya kita ini apa kak?' batin Nara lirih.

Pagi ini SMA SANJAYA di gegerkan dengan kedatangan Syifa ke sekolah setelah sekitar 2
minggu tak ke sekolah dengan keadaan yang emm mengenaskan.

Bagaimana tidak,tangan yang di perban yang semua orang tau patah terlihat dari perban yang
di pakai lalu kaki yang pincang sebelah dan jangan lupa sudut bibir yang sedikit membiru.

Semua orang bergidik melihat itu. Siapa yang berbuat hal semengrikan itu kepada Syifa? Itu
yang ada di pikiran mereka.
Bagi siswa-siswi SMA SANJAYA, keadaan Syifa ini sungguh memilukan. Namun tidak bagi
Artha. Hal ini masih belum seberapa. Bahkan Artha bisa saja membuat Syifa tidak bisa
berjalan selamanya namun ia masih ingin melihat seberapa jauh lagi Syifa berani
mendekatinya. Lagi.

Syifa berjalan di sepanjang koridor dengan di bantu oleh Resa dan Adin disisi kanan dan
kirinya. Saat sudah dekat dengan kelas mereka, langkah Adin dan Resa terhenti ketika Syifa
mendadak menghentikan langkahnya.

"kenapa?" tanya Adin menatap Syifa heran.

Ia melihat wajah Syifa yang berubah menjadi merah,bisa Adin pastikan saat ini Syifa sedang
dalam mode marah.

Adin mengikuti arah pandang syifa, dan seketika ia melebarkan matanya. Pantas saja Syifa
kelihatan marah.

Di depan sana ada Artha dan Nara yang sedang berpelukan. Ya! Berpelukan!
BERPELUKAN!. Sontak Adin dan Resa kembali menatap Syifa yang mengepalkan sisi
tangan yang tidak di perban kuat.
"berani-beraninya si cupu udah bikin gue kayak gini sekarang malah mesra-mesraan sama
cowok gue!" geram Syifa marah.

"tunggu pembalasan gue cewek cupu!" Syifa mengepalkan tangan kanan nya yang tak di
perban dengan kuat.

Syifa mengkode Adin dan Resa untuk kembali berjalan menuju kelas mereka.

Untuk saat ini Syifa tak bisa membalas si cupu itu karena keadaannya belum sepenuhnya
pulih. Tapi lihat saja apa yang akan ia lakukan saat ia sembuh nanti. Tunggu saja!

******

      "kinara!" teriakan Artha menggema di koridor yang sudah hampir ramai ini membuat
semua orang menatap ke arahnya. Termasuk Nara dan Fian yang ada di samping Nara.

Nara menghentikan langkahnya bersama Fian lalu membalikkan tubuhnya menghadap Artha
yang sudah ada di hadapannya dengan tatapan tajamnya.
"ada apa?" tanya Nara. Ia sedikit takut saat tatapan tajam Artha mengarah ke arahnya lalu ke
arah Fian.

"ikut gue" Artha menarik tangan Nara meninggalkan Fian yang hanya diam di sana.

Setelah kejadian di koridor tadi Artha mengantar pacar barunya ekhm ralat Nara maksudnya
ke kelas gadis itu. Mereka berjalan ber iringan sambil saling mengenggam satu sama lain
membuat orang-orang yang tidak melihat kejadian tadi terbingung terheran-heran.

"ih tadi masa gue liat si Artha nembak Nara!"

"masa sihh??"

"Artha sama gue aja ih jangan sama dia masih bocil!"

"aaa cocok bamget mereka berduaa!"

"yahh patah hati deh guee"


"duhh so sweet banget sihh pake gandengan segalaa"

"gue pingin juga dong di gandeng"

"yahhh Artha udah taken yaa?? Duhh pupus sudah harapan gue"

Sekiranya begitu ucapan-ucapan yang muncul dari mulut-mulut netizen di sekitar mereka
alias ciwi-ciwi SMA SANJAYA.

Artha tak memperdulikan hal itu toh ia juga sudah biasa di soraki seperti itu. Namun lain hal
nya dengan Nara yang mati-matian menahan malunya. Baru kali ini ia menjadi pusat
perhatian di sekolah.

Saat sampai di depan kelas Nara Artha melepaskan gengamannya pada tangan Nara. Ia
menghadap kekasihnya itu dengan senyum tipis lalu mengacak gemas rambut kekasihnya itu.
Pemandangan itu tak luput dari pandangan anak-anak di kelas Nara membuat Nara malu
setengah mati.

"udah masuk sana belajar yang pinter" ujar Artha tersenyum tipis.
"iya..kakak juga jangan bolos" peringat Nara kepada kekasihnya ini. Aihhh menyebut Artha
kekasihnya saja Nara masih malu.

"iya iya udah sana masuk" Akhirnya Artha mendorong Nara untuk masuk ke kelas nya lalu ia
berjalan menuju kelas nya yang berada satu lantai di atas koridor kelas Nara.

Ya kelas sepuluh berada di lantai paling bawah kemudian kelas sebelas di lantai dua dan
kelas dua belas di lantai tiga.

Back to topic

Saat Nara masuk ke kelas semua teman-temannya menatap dengan pandangan menggoda.

"cieee Nara udah gak jomblo cieee" sorak Anggi–salah satu teman Nara yang paling berisik
di kelas. Semua orang ikut menyoraki Nara hingga Nara sampai malu sendiri mendengarnya.
"SYIRIK YAA KALIAN SEMUAA WLEE!!" ejek Nara membuat Semua orang yang
menyoraki Nara tadi kesal.

"Kanaa tau nggak Nara hari ini bahagiaa banget" ujar Nara sambil senyum-senyum tak jelas
kepada Kana.

'gini amat temen gue kalo lagi jatuh cinta' Kana bergidik ngeri melihat Nara yang masih
senyum-senyum tidak jelas seperti ini.

  Apa yang kalian lakukan setiap hari minggu? Rebahan sambil main hp atau kalian tim rajin
bantu bersih-bersih? Jika kalian hanya rebahan sambil main Hp kalian satu tim dengan Nara.

Ya Nara kini tengah bersantai di kamar serba pink kesayangannya ini. Hari ini ia sudah
merencanakan bahwa ia tak akan melakukan apapun. Ia hanya ingin bersantai di kamarnya
tanpa gangguan.

Namun hal itu pupus seketika saat ponselnya berdering menampilkan nama 'Kak Artha❤' di
layar ponsel nya. Langsung saja Nara mengangkat telfon dari kekasihnya itu. Nara memang
sempat menganti nama Artha di kontaknya biar romantis katanya.

"halo?" ucap Nara ketika telfonnya tersambung.


"ngapain?" tanya Artha tanpa basa-basi. Nara kira sifat dingin Artha sudah hilang di telan
bumi eh nyatanya masih nempel di orangnya.

"tiduran aja" jawab Nara seadanya.

"cepet mandi dua puluh menit lagi gue ke rumah" ujar Artha sebelum mematikan
sambungannya. Nara berdecak sebal. Kebiasaan!

Setelah itu Nara bergegas untuk mandi sesuai yang di perintahkan Artha tadi. Gagal sudah
rencana Nara untuk di rumah saja!

Tak butuh waktu lama Nara sudah keluar dari kamar mandi dengan menggunakan baju
mandinya dan langsung menuju walk in closet memilih pakaian yang pantas ia gunakan
keluar dengan Artha.

Setelah sekitar dua puluh menit berdandan dan lain sebagainya Nara turun ke lantai bawah
dengan cepat. Ia takut kalau Artha sudah ada di depan rumahnya apalagi kalau sampai masuk.
Gawat pokoknya! Karena ayahnya sedang berada di rumah. Pasti nanti akan di introgasi dulu.
Semoga Artha hanya menunggu di depan saja.
Namun harapan Nara hilang seketika saat Artha sudah duduk manis di ruang tamu dengan
Ayahnya. Duh gawat batin Nara.

"kamu udah siap? Kasian loh pacarnya nunggu" ujar Ayah Nara sambil menekan kata
'pacarnya'. Dasar Ayah!

"u-udah kok" jawab Nara dengan terbata bata. Lalu ia menatap Artha yang juga tengah
menatapnya sambil tersenyum tipis. Duh makin ganteng aja!

"yasudah sana pacar kamu sudah izin sama ayah. Jangan pulang terlalu sore ya! Ingat!"
peringat Ayah kepada Nara. Setelah itu Nara dan Artha menyalimi tangan Ayah Nara lalu
keluar dari rumah.

"kakak bilang ke ayah ya kalau kita pacaran!?" tanya Nara dengan sebal. Pasti nanti Ayahnya
akan mengejeknya.

"gak boleh?" tanya Artha balik sembari memakaikan helm kepada Nara.

BRAKK
Nara memejamkan matanya kala Syifa datang ke mejanya dengan muka marah dan langsung
mengebrak mejanya. Walau tangannya masih belum pulih tapi Syifa ya tetap Syifa.

Semua orang memperhatikan ke arah mereka. Menunggu apa yang akan Syifa lakukan
kepada Nara.

"LO! LO UDAH BUAT GUE KAYAK GINI DAN LO BERANI-BERANI NYA


PELUKAN SAMA PACAR GUE DI KORIDOR!" teriak Syifa keras membuat Nara
mengerutkan keningnya siapa yang Syifa sebut pacarnya? Artha?

"maksud kakak kak Artha?" tanya Nara memastikan.

"YA!" jawab Syifa tak ada santai-santai nya.

"kebanyakan halu nih orang ya ra. Padahal kan kak Artha pacar lo" cibir Kana pelan sambil
berbisik di telinga Nara membuat Nara terkikik geli.

"HEH LO BERDUA NGAPAIN BISIK-BISIK?!" Syifa kembali menatap Nara dengan


tatapan tajamnya.
'gak ada kapok-kapok nya ya dia heran' batin Nara.

"LO ITU YA UDAH GUE PERINGATIN JAUHIN ARTHA!!! ARTHA ITU MILIK GUE!!
NGERTI GAK LO?!" ucap Syifa keras.

"maaf ya kak kakak gak ada hak atur aku mau deket sama siapa aja" jawab Nara berani.

"oh udah berani lo sama gue!?" ujar Syifa tersenyum miring lalu dia mendekat lagi ke arah
Nara dan langsung menjambak rambutnya kuat menggunakan satu tangan.

"aww...lepas kak!" Nara mencoba melepaskan jambakan Syifa di rambutnya. Tak hanya
Nara, Kana juga mencoba melepaskan jambakan Syifa di rambut sahabatnya itu.

"GUE GAK AKAN LEPASIN LO GITU AJA SETELAH APA YANG LO LAKUIN
SAMPE GUE JADI KAYAK GINI!!" teriak Syifa marah.

Seluruh murid yang ada di kantin tak ada yang berani melerai mereka berdua. Tau sendiri kan
Syifa seperti apa?
Syifa melepaskan jambakannya dan menatap Nara marah. Syifa mengambil Ancang-ancang
untuk menampar Nara. Namun Kana dengan cepat menahan pergerakan Syifa.

"MINGGIR!!" teriak Syifa kepada Kana.

"GAK!" teriak Kana.

"ADIN!RESA!PEGANG DIA" perintah Syifa kepada Adin dan Resa yang sedari tadi hanya
memperhatikan mereka.

Adin dan Resa maju ke arah Kana dan langsung memegang tangan Kana kuat agar tak
menganggu aksi Syifa.

Setelah di rasa tak ada penganggu Syifa tersenyum miring menatap Nara yang kini
memandangnya dengan takut. Saat Syifa mengangkat tangannya hendak menampar Nara
hanya menutup matanya. 

Lagi-lagi murid-murid SMA SANJAYA di kagetkan dengan kedatangan Syifa beserta


dayang-dayang nya ke sekolah dengan penampilan 180 derajat berubah.
Bagaimana tidak, wajah yang biasanya di poles i make up tebal dan jangan lupa bibir yang
merah sekarang hanya di balut make up tipis dan bibir tanpa polesan lipstik. Tak hanya itu
baju dan rok Syifa yang biasanya ketat dan membentuk tubuh kini hanya menggunakan rok
dan seragam yang longgar dan sama seperti siswa-siswi lain. Bukan hanya Syifa saja, dua
dayangnya–Adin dan Resa juga sama berubahnya dengan Syifa.

Ada angin apa gerangan mereka yaa? Hmmm mencurigakan sekali.

Sepanjang koridor Syifa terus saja tersenyum dan menyapa siswa-siswi yang lewat di
depannya. Bahkan saat ada yang tak sengaja menabraknya Syifa hanya tersenyum lalu
membantu orang itu berdiri. Sungguh membinggungkan!

Kemana Syifa yang selalu berjalan angkuh?

Kemana Syifa yang selalu datang dengan make up sama dengan tante-tante?

Kemana Syifa yang selalu membully dan menindas siapapun yang terang-terangan menatap
nya?

Kemana Syifa yang dulu?

Itulah yang berada di benak siswa-siswi yang menyaksikan perubahan Syifa ini. Entah karena
angin apa. Tapi mereka senang dengan perubahan ini setidaknya hidup mereka akan tenang di
SMA SANJAYA ini. Huh semoga perubahannya terus berlanjut.

"enak ya Syif jadi orang baik" kekeh Adin saat mereka sudah sampai kelas dan duduk di
bangku nya.

"iya ihh kayak tenang tentram aja gitu" tambah Resa yang di angguki oleh Syifa dan Adin.

"senang nya jadi orang baik" ucap Syifa. Lalu mereka bertiga tertawa bersama membuat
orang-orang di kelas itu menatap mereka.

Kemarin ia dan kedua temannya Adin dan Resa memutuskan untuk berhenti menindas adik
maupun kakak kelas. Dan juga merubah penampilan mereka. Dan ya juga sifat mereka.

Usul ini berasal dari Resa. Awalnya Syifa ragu untuk melakukan ini. Namun, ternyata tak se-
sulit yang ia bayangkan sebelumnya.

"emm S-Syifa gue pinjem pensil lo b-boleh?" Syifa tersadar dari lamunan nya ketika seoranh
siswi kelas nya yang ia tahu namanya Tia menepuk pundak nya dari belakang.

"oh boleh kok sebentar ya" Syifa membuka tas nya lalu mencari kotak pensil nya
mengeluarkan sebuah pensil dan memberikannya kepada gadis itu.
"lawan kita kali ini berat tha" ujar Gara serius.

"ya gue akui itu. Tapi kita gak boleh kalah sama geng itu." ujar Artha menatap satu persatu
anggotanya.

Saat ini geng Altas tengah berada di markas untuk menyusun strategi penyerangan dengan
geng motor the devils.

Setelah mengantar Nara pulang tadi,Artha langsung menuju markas untuk membicarakan
tentang the Devils geng yang kini berada di posisi kedua terkuat di jakarta setelah Altas. Geng
ini termasuk geng yang kuat. Tak jauh beda dengan geng Altas , maka dari itu Artha cukup
wasapada saat mengetahui bahwa The Devils mengajak Altas perang. Apalagi saat
mengetahuia bahwa ketua dari The Devils adalah musuh abadinya Tarik Angkara.

"jadi kapan kita perang?" tanya Artha.

"besok" jawab salah satu anggota nya.

"oke besok seperti biasa gue sama Gara mimpin di depan. Terus Tian,Liam,Kevin di
belakang gue sama Gara. Yang lain posisi seperti biasa. Ardi,Yoni,Tio kalian jaga di
belakang. Paham?" ujar Artha sembari mencoret-coret kertas di depannya.
"PAHAM!" ujar semua anggota serempak.

"satu lagi sebelum gue akhiri, jangan sampai lengah! The devils bukan geng biasa ingat itu.
Mereka juga punya anggota-anggota tangguh serperti kita. Paling penting jangan sampai
meremehkan musuh!" tambah Artha.

"oke gue rasa cukup sampai disini ada yang mau di tanyakan?" tanya Artha tegas. Semua
anggota terdiam,berarti tak ada yang di tanyakan.

"SEMANGAT SEMANGAT SEMANGAT!! ALTAS BERBAGAI KEPRIBADIAN SATU


PENGABDIAN! PANTANG MUNDUR SEBELUM MENANG! ALTAS JAYA JAYA
JAYA!" mereka mengakhiri pertemuan kali ini dengan yel-yel mereka.

Semua anggota Altas memang memegang teguh prinsip 'BERBAGAI KEPRIBADIAN


SATU PENGABDIAN, PANTANG MUNDUR SEBELUM MENANG'. Hebat!

"lo langsung pulang tha?" tanya Gara ketika semua anggota sudah pulang. Hanya ada mereka
berlima di markas ini.
"hm gue pulang dulu" Artha mengambil kunci motor yang berada di meja lalu berjalan
menghampiri sahabat-sahabatnya serasa melakukan tos ala laki-laki setelah itu beranjak
keluar meninggalkan markas.

"vin? Lo gapapa kan?" tanya Liam yang sedari tadi risih karena melihat Kevin hanya dian
saja. Karena biasanya dia yang paling heboh ngalahin emak-emak komplek.

Liam semakin di buat binggung karena Kevin tak kunjung menjawab panggilannya. Ia
sempat menoleh ke arah Gara dan Tian yang di balas endikan bahu oleh mereka.

"Vin!" panggil Liam sekali lagi.

"eh hah? Kenapa?" Kevin menatap binggung teman-temannya yang memandangnya dengan
heran

Tok tok tok

Pintu rumah Nara kini terdengar di ketuk dari luar dengan tak sabaran membuat Nara yang
saat itu di rumah hanya bersama Aleka segera membukakan pintu. Siapa tahu itu Bunda dan
Ayahnya yang sudah dua hari berada di Malang karena urusan pekerjaan Ayahnya.
"sebentar!" teriak Nara sembari berlari keluar.

Saat Nara membuka pintu, betapa kagetnya dia mendapati Artha dengan wajah yang babak
belur serta tubuh yang hampir terjatuh. Nara merasa de javu dengan kejadian ini.

Tak mau menunggu lama, Nara membawa tubuh Artha masuk ke dalam rumahnya lalu
mendudukkan nya di sofa.

"kakak kenapa?" tanya Nara cemas.

Tanpa menjawab pertanyaan Nara barusan, Artha langsung memeluk Nara erat membuat
gadis itu tersentak kaget. Nara merasakan terpaan nafas Artha di bahunya yang sedikit
terbuka.

"k-kamu kenapa sih?" tanya Nara lagi. Ia mengeliat tak nyaman dalam pelukan Artha. Ia
takut Aleka melihat mereka.

"sebentar. Lima menit" ujar Artha membuat Nara merileks kan tubuhnya lagi dan kini
tangannya mulai mengelus punggung tegap Artha.
Nara yakin jika cowok ini baru saja perang. Terlihat dari luka-luka yang ada di wajah lelaki
yang menyandang sebagai pacarnya itu.

'kak Artha kenapa sih? Aneh banget' batin Nara binggung. Tak mau lama-lama memikirkan
hal itu, Nara kini menaruh dagunya di bahu cowok yang masih memeluk pinggang nya
dengan erat ini.

Walau sudah lima menit, Artha tak kunjung melepaskan pelukannya membuat Nara menoleh
ke belakang dengan was-was. Takut kalau Aleka melihat mereka dengan posisi berpelukan
seperti ini.

"kak lepas. Nanti Ale lihat" cicit Nara pelan.

"sebentar lagi ra" ujar Artha. Nara kira cowok ini tidur, karena tak bergerak sama sekali.

"nanti di lihat Aleka kak. Lepas dulu ya." bujuk Nara lagi.
Artha tak menghiraukan perkataan Nara barusan. Ia malah semakin menelusupkan kepalanya
ke leher Nara yang membuat Nara kegelian.

"lepas dulu kak" kini Nara dengan paksa melepas pelukan keduanya namun, Artha malah
semakin mengeratkannya.

"bilangnya cuma lima menit! Tapi ini udah berapa menit?" sindir Nara. Kini tangan nya
sudah tak lagi mengelus punggung Artha. Kini tanganya ia biarkan mengantung di pinggang
Artha sambil sesekali mencoba keluar dari kukungan pria ini.

"sama pacar sendiri" jawab Artha santai.

"iya tapi nanti Ale lihat kak" ucap Nara sabar.

"ck kenapa kalo dia lihat?" ujar Artha.

"ya nan-"
"ASTAUGFIRULLAHHALADZIM!! KALIAN NGAPAIN?! GUE GAK LIAT KOK GAK
LIAT" teriak Aleka membuat Artha dengan malas melepaskan pelukannya. Lalu memandang
Aleka yang sedang menutup mata juga menenteng dua buah camilan dengan datar. Dasar
penganggu!

'duh! Tuhkan gue bilang juga apa?! Nanti kalo di aduin gimana? Ale kan lemes mulutnya
kayak Kana!' batin Nara.

"ck berisik" sentak Artha lalu membenarkan posisi duduknya.

"beneran lo kak gue gak liat" ujar Aleka sambil menutup matanya.

"sana ah dek! Kamu ganggu" cibir Nara mengusir adik menyebalkannya itu.

"iya tahu yang mau berduaan!" cibir Aleka lalu beranjak menuju dapur kamarnya.

Sebenarnya Aleka tadi dari dapur mengambil camilan. Namun saat ia dengar ada ribut-ribut
dari arah ruang tamu, jadilah dia pergi ke ruang tamu untuk memastikan ada apa di sana.
Setelah ia sampai di sana ia malah melihat kakak nya yang sedang berpelukan dengan mesra.
Sialan! Jiwa jomblo nya seakan meronta-ronta melihat adegan itu.
'gini amat nasib gue dirumah jadi kambing congek! Sialan!' gerutu Aleka dalam hati.

"ra lo mau beli apa?" tanya Kana memandang sahabatnya itu.

Mereka berdua, Kana dan Nara kini tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan besar di
jakarta. Berhubung hari ini minggu jadi Nara mengajak Kana pergi ke sini setelah mendapat
izin dari Artha.

"kita ke toko baju aja yuk" ajak Nara sembari menarik tangan Kana untuk mengikutinya
menuju salah satu toko baju bermerk.

"kenapa gak ke pull and bear aja sii??" tanya Kana melihat Nara membawanya ke toko brand
H&M.

"iya nanti kita ke sana sekalian gue mau liat-liat dulu di sini" jawab Nara sembari melihat-
lihat pakaian yang menurutnya menarik. Tak hanya Nara, Kana pun juga ikut memilih-milih
baju yang menarik perhatiannya.

Setelah beberapa jam mengelilingi store akhirnya Kana dan Nara memutuskan untuk
membawa pulang beberapa baju dan juga celana. Seperti Nara yang membeli dress berwarna
baby pink , kaos oversize warna hitam, dan juga sweeter berwarna maroon. Sedangkan Kana
membeli satu buah hoodie warna abu-abu dan kaos crop berwarna baby blue.

Setelah selesai membayar, seperti kata mereka tadi kini keduanya sudah ada di store Pull and
Bear. Tak menunggu lama, mereka berdua langsung masuk dan memilih-milih setelan yang
sekiranya cocok.

"cocok gak ra?" tanya Kana sembari menunjukkan kaos bertuliskan Pull and Bear di bagian
dada berwarna hitam.

"cocok aja lo mah" ujar Nara sambil tertawa.

"oke bungkus" ujar Kana membuat mereka berdua tertawa.

Setelah menghabiskan beberapa waktu, mereka membayar belanjaan mereka dan langsung
keluar dari toko menuju restoran siap saji di sekitar mereka.

"makan di sana yuk! Makan ayam geprek gua yakin pasti enak" ajak Kana menunjuk salah
satu foodtruck yang lebih rame dari yang lain.
"oke yuk! Gue juga pingin rasain" Kana dan Nara berjalan menuju foodtruck itu dengan
riang. Lalu mencari tempat duduk yang pas untuk mereka.

"gue pesen dulu. Lo mau apa?" tanya Kana.

"gue geprek moza sama jus Alpukat." pesan Kana.

"lo gak bosen sama jus alpukat mulu?" tanya Kana seraya terkekeh.

"gak ya Alpukat itu enak" ujar Nara.

"kalo di jus" tambahnya membuat Kana menyemburkan tawanya. Ada-ada saja. Pikirnya.

"terserah lo. Gue pesen dulu ya" Kana beranjak dari tempat mereka duduk lalu pergi ke
foodtruck untuk memesan makanan mereka.

"Sialan!!!" Artha melemparkan ponselnya dengan kasar ke atas ranjang setelah melihat
kiriman foto dari nomor tak di kenal.

"berani berani nya dia sentuh cewek gue!" geram Artha.

Drtt drttt drtt

Artha memandang ponsel nya yang bergetar menandakan ada panggilan masuk dengab datar.
Tak lama setelah itu Artha mengambil ponsel nya dan mengangkat panggilan dari orang yang
mengiriminya foto tadi.

"halo. Gimana? Fotonya bagus gak?" tanya orang di seberang sana. Artha mengertakkan
giginya kuat. Tarik sialan!!
"apa maksud lo?" tanya Artha santai. Tapi dalam hati ia ingin sekali membunuh Tarik sialan.

"gue gak maksud apa-apa sih ya cewek lo aja yang mau mau nya di anterin sama gue haha"
tawa Tarik di sebelah sana.

"emm atau cewek lo murahan? Mau aja sama siapapun?" lanjut Tarik sembari tersenyum
meremehkan.

"jaga ucapan lo! Sekali lagi gue liat lo sentuh cewek gue gue pastiin lo akan menyesal." tak
butuh waktu lama, Artha sudah mematikan panggilannya membuat orang di sebelah sana
semakin tersenyum menang.

"arghhh!!" Artha mengacak rambutnya kasar. Lalu ia kembali mengambil ponsel nya guna
menelpon Nara. Setelah itu ia menempelkan ponsel nya di telinga sembari menunggu
sambungannya dengan Nara.

"halo" ujar Nara di seberang sana.


"udah pulang?" tanya Artha.

"udah ini baru aja sampe kamar"

"pulang sama siapa?"

"eee s-sama Kana iya sama Kana" Artha menghela nafas kasar. Mengapa Nara berbohong
kepadanya?

"oh"

"iya ka-"

Artha dengan cepat mematikan sambungannya dan langsung melempar ponsel nya ke
ranjang.

"ARGHHH SIALANNN!!!" Artha mengepalkan tangannya kuat.


Artha mengambil kunci mobil nya lalu turun ke bawah dengan sedikit berlari.

"mau kemana kamu malam-malam gini?" tanya sang Mama yang melihat raut tak bersahabat
di muka putra bungsu nya ini.

"paling juga dugem ma" ujar Arkan yang berjalan dari arah belakang mama nya. Artha
menatap tajam kakak nya itu.

"apa? Bener kan?" Arkan yang menyadari tatapan tajam sang adik langsung berdiri di
belakang mama nya seolah meminta perlindungan.

Sudah dua hari Nara dan Artha seperti menjauh. Sudah beberapa kali juga Nara menjelaskan
bahwa ia tidak sengaja bertemu dengan Tarik di MALL. Namun tak pernah di dengar oleh
Artha.

"sampai kapan lo gak mau dengerin penjelasnya Nara?" tanya Gara jenggah dengan
sahabatnya ini.

Artha hanya melirik Gara singkat lalu kembali menyesap rokoknya. Kebiasaan Artha jika ada
masalah adalah melampiaskannya kepada sebatang rokok. Tidak patut ditiru!. Sejujurnya
Artha juga rindu kepada Nara. Tapi rasa kecewa nya masih sangat besar. Apalagi Nara pergi
bersama Tarik yang merupakan musuh Artha.

"kalo lo gini terus gak bakal selesai masalahnya" nasehat Tian membuat Artha
menghembuskan nafasnya lelah.

"seenggaknya lo dengerin dulu penjelasan nya dulu untuk keputusan akhir itu terserah sama
lo" tambahnya.

Artha beranjak pergi meninggalkan Tian dan Gara di sana. Kalo kalian tanya Liam dan Kevin
kemana jawabannya mereka lagi cari cewek katanya.

"susah ya punya temen batu" keluh Tian sembari menatap Artha yang semakin menjauh.

"biarin aja dia sadar sendiri" tambah Gara lalu kembali berkutat dengan ponselnya.

"HALOO GAISSS! AA KEPIN YANG GANTENGNYA MAKSIMAL COME BACK!!


KARPET MERAH NYA MANAA NIHHH!!" seru Kevin saat memasuki area kelas dengan
santainya diikuti Liam dengan menutup kedua telinga di belakangnya. Semua murid yang
berada di kelas memandang Kevin dengan jenggah. Mimpi apa mereka bisa satu kelas dengan
Kevin yang otaknya geser.
"kalian ini para babu gimana sih! Bukannya gelar karpet merah buat pangeran!" teriak Kevin
membuat Gara dan Tian berdecak sebal.

"berisik lo babi!" sentak Tian memandang Kevin tajam.

"sante dong kambing!" ujar Kevin ngegas.

"eh iya Artha kemana?" ujar Liam saat menyadari personil mereka kurang satu.

"iya nih mana bang Artha yang ganteng tapi masih gantengan gue?" tanya Kevin dengan pd
nya.

"lagi cari hidayah!" ujar Gara ngawur. sembari fokus kepada ponselnya.

"apaan tuh?" tanya Liam kurang jelaa. Emang dasar Gara yang ngadi-ngadi.
Gara hanya mengedikkan bahunya menjawab pertanyaan Liam. Lahh gajelas kan.

"keluar tadi gatau kemana" ujar Tian.

"paling juga ke rooftop kemana lagi tuh anak kalo gak kesana" ujar Liam sembari duduk di
bangkunya.

"Artha sekali jatuh cinta dapet masalah rumit bener kasian gue" ujar Kevin prihatin.

"yee urusin tuh kisah cinta lo yang rumit juga!" celetuk Liam membuat Kevin menatap nya
tajam. Dasar ember bocor!

Liam yang menyadari tatapan tajam dari Kevin hanya menyengir lebar tanpa dosa.

"hehe sorry keceplosan" ujar Liam membuat Kevin mendengus kesal. Tian dan Gara menatap
mereka penasaran. Ada apa dengan kakak adik ini?
Disisi lain, Artha kini tengah berjalan dengan perasaan berkecamuk di koridor kelas X yang
berada di lantai atas dan juga jalan menuju rooftop. Saat tengah berjalan tak sengaja Artha
melihat Nara tengah duduk di depan kelasnya sambil melamun.

'dia kenapa?' batin Artha.

Artha menggelengkan kepalanya mencoba mengalihkan pikirannya dari gadis itu. Ia masih
marah ya ingat!

Artha kembali melanjutkan langkahnya menuju rooftop dengan wajah datarnya. Seketika
Artha mengepalkan tangannya ketika melihat Fian duduk di samping Nara. Terlihat Nara
yang mencoba berdiri menjauh dari Fian namun di tahan oleh Fian.

'sialan!'

Artha dengan cepat kembali merubah ekspresinya kembali menjadi datar dan berjalan
kembali.

"minggir" ujar Artha datar ketika Nara dan Fian menghalangi langkahnya.
"kak Artha" cicit Nara pelan sembari melepas cekalan tangan Fian di tangannya.

"gue bilang minggir!" bentak Artha membuat Nara semakin menatapnya sendu.

"o-oh sorry gue ngehalangin jalan lo ya kak" ujar Fian sembari

Nara memandang Artha dengan sendu. Bahkan Artha pun enggan menatapnya. Huh miris
sekali.

"kak Artha a-" sebelum Nara menyelesaikan ucapannya Artha terlebih dahulu pergi
meninggalkan mereka berdua membuat Nara merasakan sesak di dadanya.

"ra? Lo- gakpapa?" tanya Fian melihat mata Nara yang berkaca-kaca.

Tak kuasa menahan tangisnya, Nara langsung menumpahkan air matanya sembari menatap
Artha dari kejauhan. Sungguh Nara tak bisa jika harus seperti ini.
Fian menatap Nara iba. Dadanya ikut sesak melihat Nara menangis seperti ini. Fian mencoba
membawa tubuh Nara kedalam pelukannya menenangkan.

"shtt udah ya" Fian menepuk-nepuk punggung Nara mencoba menghentikan tangis gadis itu
namun tak bisa, Nara malah semakin menangis tersedu-sedu.

"hiks g-gue gak bisa hiks kayak gini hiks sama dia" ujar Nara di sela-sela tangisnya membuat
Fian tersenyum miris di balik punggung Nara.

'sakit banget ra liat lo kayak gini ke cowok lain' lirih Fian dalam hati.

"iya gue tau tapi jangan nangis terus. Pasti nanti kak Artha bakal balik lagi sama lo" ujar Fian
semakin mengeratkan dekapannya.

'seneng banget gue bisa meluk lo ra walaupun lo jadiin tempat nangis buat cowok lain' batin
Fian.

"thanks ya yan" Ujar Nara kini membalas pelukan Fian.


'berani-beraninya dia meluk pacar gue! Sialan!' batin seseorang yang bersembunyi di balik
tembok koridor memperhatika mereka sedari tadi sambil menahan emosinya. Apalagi ketika
Fian memeluk Nara. Panas borrr!!

Nara kini tengah berada di dalam kamar bernuansa pink miliknya. Ia memikirkan kejadian
tadi siang dimana Artha seolah-olah tak mengenal dirinya. Segitu kecewanya kah Artha
padanya? Sungguh Nara rindu dengan Artha yang dulu.

Nara memandang ponsel yang ada di samping nya dengan sendu. Biasanya Artha akan tiba-
tiba menelfon dirinya. Namun kini, chat nya pun hanya di baca saja oleh Artha. Sungguh
miris.

Jika Nara tau jadinya akan seperti ini, Nara tak akan mau mengiyakan suruhan Kana untuk
menerima tawaran Tarik untuk mengantarnya pulang. Ingin rasanya Nara mengulang waktu
agar tak terjadi hal seperti sekarang.

Tunggu, apa tadi suruhan Kana? Ah ya! Kana! Nara harus meminta tolong Kana untuk
menjelaskan yang sesungguhnya kepada Artha. Mengapa tak dari kemarin-kemarin ia
meminta bantuan Kana.

Nara mengambil ponsel nya tadi dan mencari kontak bernama "kanaaabacottt" lalu menekan
tombol videocall.
"ck!lama banget sih ni anak angkat telfonya" decak Nara kesal ketika Kana tak kunjung
mengangkat panggilan video darinya.

Setelah panggilan video yang kedua kalinya Kana akhirnya mengangkatnya.

"lama banget lo" cibir Nara setelah ponselnya menampakkan wajah Kana.

"gue habis mandi goblok" sentak Kana di seberang sana. Memang Kana masih menggunakan
baju mandi dan juga rambut yang di bungkus handuk.

"apaan lo segala vc vc gue? Tumben banget. Ah pasti lo mau pamer kan gue udah apal
gelagat lo ya. Setiap vc gue pasti ada aja yang di pamerin dih!" cibir Kana panjang lebar
membuat Nara kesal.

"kali ini gak ya! Gue mau lo tolongin gue dong. Gue butuh lo kali ini" pinta Nara dengan
wajah melasnya.

"emang lo kenapa? Tumben"


"lo inget kan pas lo nyuruh gue pulang bareng sama Tarik?"

"inget. Kenapa emang? Kan gue yang nyuruh lo"

"nah itu masalahnya. Kak Artha marah sama gue. Dikira gue bohongin dia. Dia juga gak mau
dengerin penjelasan gue hiks tolongin gue Kan hik hiks" Kana panik melihat Nara menangis.
Ah salahnya juga sih menyuruh Nara pulang bersama Tarik.

"ra aduh jangan nangis dong. Iya iya gue bantuin lo. Lusa kayaknya gue pulang deh nanti
gue bantu jelasin sama Kak Artha. Lo jangan nangis lagi ya" ujar Kana menenangkan. Nara
menatap Kana di ponselnya sembari menghapus air matanya yang selalu turun jika ia
menginggat Artha.

"beneran ya? Cepet-cepet deh lo pulang."

"ye si anjir ngelunjak lu! Eh iya Gara kok gak kasih tau gue ya kalo lo sama Kak Artha ada
masalah?"
"emang lo siapanya kak Gara sampr Kak Gara harus bilang sama lo" cibir Nara membuat
Kana memberengut kesal. Memang Kana dan Gara dekat namun tak jadian. Sungguh miris.

"ahh lo mah! Gak gue bantuin tau rasa lo!"

"yah yah jangan dong gue cuma bercanda. Selama gue nunggu lo pulang gue harus berusaha
minta maaf lagi gak ya sama Kak Artha? Menurut lo gimana Kan?"

"saran gue sih mending lo jangan temui kak Artha dulu deh ra. Semakin lo minta maaf terus
semakin lo nunjukin kalo lo salah. Jadi mending lo diem dulu aja sampai gue pulang terua
kita jelasin sama-sama ke Kak Artha. Gimana?"

"tumben otak lo encer? Disana minum air apaan lo?" canda Nara membuat Kana mendengus.
Udah di bantuin malah kayak setan!

"minum darah suci gue!" ujar Kana sewot membuat Nara tertawa lepas. Kana di seberang
sana mengulum senyumnya. Setidaknya Nara tak terlalu larut dalam kesedihannya. Ahh jadi
kangen Naraa!!

"oh iya oleh-oleh nya jangan lupa!" ujar Nara ketika menghentikan tawanya.
"kalo oleh-oleh aja inget lo! Dasar dakjal!"

"jangan lupa lo ya! Gue doain deh lo sama kak Gara cepet-cepet jadian"

"nah ini nih yang gue suka. Oke gue bawain oleh-oleh buat lo"  Kana tersenyum sumringah
mendengar doa Nara tadi.

"gue di bawain oleh-oleh apa ni??" tanya Kana penasaran.

"sendal sama handuk hotel! Ahahahaha" tawa Kana mengelegar di seberan sana membuat
Nara mendengus.

"gimana? Udah putus sama pacar lo?" tanya Tarik sembari tersenyum miring. Artha
mengepalkan tangannya kuat.

Saat ini Tarik dan Artha tengah berada di Arena balapan. Ya mereka sedang melakukan
balapan. Tarik melawan Artha.
"gimana kalo taruhan kali ini pacar lo yang cantik itu? Kalo lo menang gue gak bakal ganggu
pacar lo tapi kalo gue menang pacar lo harus temenin gue malam ini gimana?" tawar Tarik
semakin membuat Artha menahan amarahnya.

"BANGSAT!" Tak membuang waktu Artha melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajah


tampan Tarik membuat orang-orang di sana kewalahan memisahkan mereka. Tarik juga tak
tinggal diam, ia juga sesekali memukul rahang tegas Artha.

"Ar! Udah!" Gara menarik Artha dengan kasar.

"jangan pernah bawa-bawa Kinara di sini bangsat!" teriak Artha ketika melihat Tarik di bantu
berdiri oleh teman-temannya.

"kenapa? Bukannya lo udah putus sama dia? Eh atau belum?" kini Tarik tersenyum miring
membuat Artha naik pitam. Ia melapaskan diri dari kungkungan Gara dan Liam lalu kembali
memukul Tarik hingga terlepas dari pegangan teman-temannya.

"gue gak akan pernah putus sama dia bangsat!!" kini pukulan Artha semakin membabi buta
namun Tarik juga membalas pukulan Artha walaupun badannya lemas.
"udah Ar! Jangan gila lo!" kini giliran Liam yang menarik Artha agar tak memukuli Tarik
lagi.

Artha terengah-engah sembari memandang Tarik dengan tajam. Tak akan ia biarkan Tarik
sialan itu menyentuh gadisnya.

"gue cabut" ujar Artha lalu melepaskan cekalan tangan Liam dan Gara di tangannya dan
berlalu dari sana dengan emosi yang masih menguasai.

Liam, Gara, Kevin dan Tian memandang kepergian Artha dengan keterdiaman mereka.
Mereka tau Artha sedang tak ingin di ganggu saat ini. Apalagi ia sedang ada masalah dengan
Nara. Artha jauh lebih sensitif dari biasanya.

"ini berarti gak jadi dong balapannya?" tanya Kevin dengan polos membuat Liam langsung
menjitaknya keras.

"awww apasih lo!" sentak Kevin tak terima.

"ya lo goblok banget jadi orang! Liat tuh Tarik kondisinya kayak gitu masih mau balapan
lo?!" kesal Liam. Kevin memandang ke arah Tarik yang di bopong oleh teman-temannya
menuju mobil dengan kondisi yang..ah Kevin ngeri melihatnya.
"sante dong boss" kekeh Kevin melihat wajah kesal Liam.

****

     Setelah kejadian kemarin malam, kini Artha tengah berada di rooftop sekolah bersama
Gara, dan Kevin. Sedangkan Liam dan Tian sedang tidur di kelas. Masih pagi udah molor
aja!

"gimana hubungan lo sama Nara?" tanya Gara tiba-tiba membuat Artha dan Kevin menoleh
ke arahnya.

Artha menoleh sejenak lalu mengedikkan bahunya tak tau. Kevin menghela nafas lelah.
Keras kepala!

"coba deh lo dengerin dulu penjelasan dia tha! Hubungan lo bakal selesai kalo lo nya kayak
gini terus" ujar Kevin menasehati. Tumben??
"lama-lama Nara juga sakit hati kali lo cuekin terus kayak gini.  Kalo dia Cari yang lain tau
rasa lo!" lanjutnya membuat Artha mendelik kesal.

"gue gak akan pernah lepasin dia!" tekan Artha membuat Kevin memutar bola mata nya
malas.

"ya lo dengerin dong penjelasannya Nara" ujar Kevin lagi.

"mungkin aja bukan lo yang lepasin Nara tapi Nara sendiri yang lepas dari lo" tambah Gara
memanas-manasi.

Artha terdiam sejenak lalu beranjak pergi dari rooftop sekolah membuat Kevin mendengus.
Kebiasaan!

Artha turun dari rooftop hendak berjalan menuju kantin untuk membeli minuman. Ia gerah.
Gerah hati gerah body!

Saat langkahnya masuk menuju kantin seketika langkah nya terhenti ketika Tarik sedang
bersama Nara di sana. Lebih parahnya lagi Nara menyuapi Tarik. Garis bawahi MENYUAPI.
Artha memandang tajam Tarik yang sedang tersenyum mengejek ke arahnya. Sialan!
Dengan sengaja Tarik mengarahkan tangan Nara untuk mengusap sudut bibirnya yang
terkena makanan nya sedikit semakin menbuat Artha mengepalkan tangan nya erat.

Nara yang tak menyadari kedatangan Artha karena posisi nya yang membelakangi tetap
melanjutkan menyuapi Tarik tanpa beban. Bahkan saat Tarik mengerakkan tangannya Nara
biasa saja. Toh juga Tarik lagi sakit pikirnya.

Tanpa basa-basi lagi Artha pergi dari kantin dengan hati yang panas. Seketika rasa haus nya
hilang entah kemana yang tersisa kini rasa ingin nembunuh Tarik sialan!

Di sisi lain Tarik kini tersenyum kemenangan. Tarik puas sekali melihat wajah memerah
Artha. Ahh senangnyaa

'rencana satu berhasil' batin Tarik sambil menyeringgai.

"kak sejak kapan pindah ke sini?" tanya Nara membuat Tarik langsung memandang ke
arahnya.
"em sejak kemarin lusa kayaknya" jawab Tarik.

"ini kenapa tangan kakak?" tanya Nara. Tadi ia terkejut mendapati Tarik yang ternyata juga
bersekolah di sini. Ketika melihat kondisi Tarik yang seperti ini Nara jadi kasihan apalagi
tadi ia melihat Tarik makan dengan susah payah karena tangan kanannya di perban. Jadilah
Nara berinisiatif membantu Tarik untuk makan.

"biasa lah urusan cowok" ujar Tarik sembari terkekeh.

"gimana hubungan lo sama Artha? Kayaknya kalian udah gak saling sapa belakangan ini?"
tanya Tarik.

"lagi ada masalah aja sedikit" jawab Nara.

"pasti gara-gara gue anterin lo kemarin ya? Maaf deh" tanya Tarik dengan wajah yang tak
enak. Cih! Drama!

"gak papa kok gue yang harusnya terima kasih sama lo kak udah mau anterin gue pulang"
ujar Nara sembari tersenyum tipis.
"semoga cepet baikan lagi ya" ujar Tarik membuat Nara lagi-lagi tersenyum tipis.

'kalo bisa jangan baikan lagi langsung putus aja biar si bangsat tau rasanya sakit hati' batin
Tarik.

"Kana akhirnya lo pulang!" teriak Nara ketika Kana masuk ke kelas. Tanpa ba bi bu Nara
langsung memeluk Kana erat.

"ah elah lepas sesek ini gue!" cibir Kana melihat keantusiasan Kana melihatnya pulang.

"hehe sorry. Oh iya btw kapan lo pulang? Kok udah ke sekolah aja sih?" tanya Nara bertubi-
tubi.

"sebenernya sih gue pulang kemarin terus masuk sekolah rencana nya besok tapi gue bosen
aja di rumah yah jadi masuk sekarang" tutur Kana.

"terus kenapa kemarin lo bilang masih di Palembang? Ck! Lo bohongin gue ya?!" decak Nara
kesal.
"gue tau ya kalo gue kabarin lo kemarin lo pasti bilang gini 'cepet-cepet sekolah dong lo
jelasin sama kak Artha' nyenyenye" ujar Kana menirukan suara Nara membuat Nara nyengir
lebar. Benar juga sih...

"oleh-oleh gue mana?" tanya Nara ketika melihat Kana tak membawa kantong atau apalah
yang terlihat seperti oleh-oleh.

"dih siapa yang mau beliin lo oleh-oleh ngarep banget lo!" ujar Kana lalu berjalan menuju
meja mereka diikuti Nara di belakangnya yang sedang mencibirnya.

"ah lo udah janji ya sama gue!" ujar Nara yang sudah duduk di samping Kana dengan wajah
cemberut.

"dih ngambekan lo! Nih" Kana menyerahkan sebuah paperbag kepada Nara membuat gadis
itu kembali berbinar senang.

"aa thankyouu apanih isinya?" tanya Nara sembari membuka paperbag tadi. Isinya ada
kaos,gelang,cemilan, dan pempek Palembang.

"jadi kapan gue jelasin ke kak Artha nya?" tanya Kana membuat pergerakan Nara terhenti.
Ah dirinya hampir lupa!
"pas istirahat aja gimana?"

"gue sih ayo aja" ujar Kana membuat Nara reflek memeluk Kana.

"lesbian lo?" tanya seseorang di belakang Nara membuat mereka melapaskan pelukannya.

"dih mulut lo Fi!" sentak Nara membuat Fian tertawa ngakak. Ya orang tadi adalah Fian.

"wihh asik nih dapet oleh-oleh gue gak ada ni?" tanya Fian ketika melihat paperbag di atas
meja Nara.

"dih sape lo? Kita kenal?" ujar Kana membuat Fian mendengus kesal.

"dasar mak lampir lo!" cibir Fian lalu duduk di bangku nya yang tepat di samping Nara.
"sekate-kate lo ya!" sentak Kana, lalu Kana merogoh tas nya dan mengeluarkan paperbag
yang lebih kecil dari punya Nara dan memberikannya kepada Fian.

"berhubung gue baik,cantik dan tidak sombong, jadi ini gue kasih oleh-oleh buat lo" ujar
Kana dengan mengibaskan rambutnya membuat Fian mendengus malas sedangkan Nara
memutar bola matanya malas.

"kok punya gue kecil?" protes Fian sembari membandingkan paperbag nya dengan milik
Nara.

"bacot lo! Untung gue kasih!" cibir Kana membuat Fian terkekeh.

"ehmm kak boleh gue bicara sama lo?" tanya Kana yang masih tetap di sana. Setelah
mencoba mengejar Nara tadi.

"siapa lo?!" bentak cewek yang tadi menghimpit lengan Artha dengan sinis.

"diem Dea!" Cewek tadi siapa namanya? Dia? Gea? Dea? Ah entahlah siapa itu menatapnya
dengan tajam. Namun Kana tak perduli. Artha berjalan ke arah Kana dengan tatapan datar
membuat Kana bergidik ngeri.
'kenapa Kak Artha serem banget sih! Nara juga main kabur-kabur aja sialan'

"kenapa?" tanya Artha dingin.

"e-em gue mau jelasin soal yang N-nara pulang bareng sama Kak Tarik" ujar Kana pelan.

"kenapa gak dia langsung?" tanya Nara masih dengan nada dinginnya.

"k-katanya lo gak mau denger kak" ujar Kana membuat Artha merutuki dirinya. Artha bodoh!

"jelasin" Kana mengambil nafas sebelum mulai bicara.

"jadi waktu itu bener gue sama Nara main ke mall nah waktu kita lagi makan Kak Tarik tiba-
tiba dateng. Pas kita mau pulang Mami gue tiba-tiba chat suruh gue pulang soalnya gue mau
ke Palembang di situ Tarik nawarin diri buat nganter Nara. Awalnya Nara nolak beneran
Nara nolak tawaran itu. Berhubung gue gak enak karena udah ninggalin Nara sendiri gue
minta Nara untuk terima tawaran Tarik akhir-" ucapan Kana terhenti ketika gadis bernama
Dea tadi memotong ucapannya.
"ngapain lo bawa-bawa Tarik?" tanya Gadis itu masih sinis. Kana mengernyitkan dahinya.
Apakah gadis ini mengenal Tarik?

"gu-" lagi-lagi ucapan Kana terpotong ketika gadis itu kembali menyela.

"mending lo pergi deh! Ganggu gue sama Artha aja lo!" sentak gadis itu membuat Artha
menggeram marah.

"gue bilang diem Dea! Duduk!" perintah Artha membuat Dea langsung mendengus malas
lalu kembali mendudukkan dirinya di sofa rooftop

"terusin" ujar Artha membuat Kana mengangguk.

"gue suruh Nara untuk nerima tawaran Tarik sebagai ganti gue nganterin dia pulang. Awal-
awal.Nara masih kekeh nolak buat di anterin sama Tarik terus gue paksa dia dan akhirnya di
mau di anter sama Tarik. Sumpah kak Nara beneran nolak waktu Tarik nawarin nganterin dia.
Itu bukan salah Nara itu salah gue. Gue yang nyuruh dia kak jadi lo jangan salah paham lagi"
ujar Kana menyelesaikan ceritanya.
Artha terdiam. Sial! Ia salah paham. Artha akui ia bodoh sampai percaya dengan foto yang
Tarik kirimkan padanya. Arghh sial!. Artha mengusap wajahnya kasar. Bisa-bisanya dia
tertipu dengan akal licik Tarik.

"dimana Nara?" tanya Artha.

"biasanya dia di taman belakang kalo lagi sedih" ujar Kana membuat Artha langsung berlari
menuju taman belakang membuat Dea yang sedari tadi memperhatikan sontak berdiri.

"AR! ARTHA KAMU MAU KEMANA?!" teriak Dea hendak mengejar Artha namun di
tahan oleh Kana. Ia ingin membiarkan Artha dan Nara menyelesaikan masalahnya.

"Dea!" gadis yang di panggil namanya itu berbalik meluhat siapa yang memanggilnya dengan
wajah yang tak bersahabat. Namun setelah mengetahui siapa yang memanggilnya gadis itu
langsung berubah menjadi ceria.

"hai! Kapan lo balik ke indo? Oh ya lo sekolah disini juga? Kenapa gak ngabarin gue?" tanya
orang yang memanggil Dea tadi.

"yaampun satu-satu dong binggung gue" kekeh Dea membuat orang di depannya ini juga ikut
terkekeh.
"gue balik indo baru kemarin sih terus gue tanya sama mama lo katanya lo pindah ke sini
yaudah gue sekolah di sini juga sekalian kan satu sekolah sama Artha lagi." ujar Dea dengan
wajah cerianya membuat pria di depannya ini memudarkan senyumnya.

Lagi Lagi dan Lagi selalu Artha! Sialan!

"gue kangen banget sama lo Tarik!! Gilaa berapa tahun kita gak ketemu?.sorry gue gak
sempet ngabarin lo tapi malah ngabarin mama lo hehe." ujar Gadis itu lalu memeluk Tarik
dengan erat. Ya pria tadi adalah Tarik.

"gue juga kangen sama lo De. Gapapa kok lo pulang aja gue seneng." Tarik membalas
pelukan Dea dengan erat. Sungguh ia merindukan gadis manis ini.

"tangan lo kenapa?" tanya Dea ketika melepaskan pelukannya dan melihat tangan Tarik yang
di perban.

"biasalah cowok" jawab Tarik sembari terkekeh.

"lo mau kemana?" tanya Tarik.


Ia tadi tak sengaja melihat seorang gadis yang mirip dengan Dea. Ia pikir hanya ilusi nya saja
karena terlalu merindukan gadis itu tapi ternyata memang benar itu adalah Dea.

"gue mau ke ruangan kepala sekolah. Tadi gue sama Artha dulu di rooftop terus ada dua
cewek yang gangguin gue sama Artha. Ih sebel gue!" ujar Dea sembari mengerucutkan
bibirnya membuat Tarik tersenyum miris. Bahkan Dea lebih dulu menemui Artha daripada
dirinya yang selalu menemani gadis itu dari dulu.

"anterin gue yuk Tarik" lanjut Dea sembari menarik tangan Tarik mengikutinya ke ruangan
kepala sekolah.

"yaudah yuk" Tarik berjalan sambil merangkul pundak Dea menuju ruang kepala Sekolah.

Saat di koridor kelas sepuluh Dea melihat Artha yang berjalan dengan salah gadis yang tadi
menganggunya dan Artha di rooftop sekolah. Dea mendelik kesal. Berani nya gadis itu. Tapi
mengapa Artha tak menolak? Bukankah Artha sangat anti di sentuh cewek? Apa jangan-
jangan..

Tanpa basa-basi Dea melepas rangkulan Tarik di pundaknya dan berjalan cepat ke arah
Artha. Ia berhenti tepat di depan Artha dan gadis itu membuat keduanya menghentikan
langkahnya dan memandang Dea dengan tatapan berbeda.
"lepasin tangan lo dari Artha bitch!" sentak Dea membuat Nara mengernyit. Apa maksudnya?

"kenapa?" tanya Nara tak mengerti. Sedangkan Artha hanya memutar bola matanya malas.
Selalu saja begini

Kini Artha sudah berada di depan rumah Nara dengan seragam rapi. Tak lama kemudian
Nara keluar dari rumah dengan senyuman lebar nya membuat senyum Artha tercetak tipis.

"udah lama?" tanya Nara ketika mendekati motor Artha.

"baru" jawab Artha singkat.

"naik keburu telat" lanjutnya sambil menyerahkan helm kepada Nara.

Nara menerima helm itu lalu memakainya. Namun saat ingin mengaitkan nya Nara
kesusahan. Artha yang melihat itu memajukan badannya untuk membantu Nara mengaitkan
pengait helm itu.

"udah ayo" Nara naik ke atas motor Artha dan berpegangan pada bahu Artha.
"pegangan yang bener" ujar Artha membuat Nara binggung. Bukannya ia sudah berpegangan
dengan benar ya?

"ini kan udah" jawab Nara

"disinu pegangannya jangan disitu. Lo kira gue tukang ojek?" ujar Artha sembari
melingkarkan tangan Nara di pinggang nya.

Nara tersenyum di balik punggung Artha. Lalu dengan santai Artha melajukan motor nya
menuju sekolah.

Tak butuh waktu lama kini mereka telah sampai di sekolah. Seperti biasa semua murid
memandang mereka dengan tatapan berbeda.

"Lah gue kira udah putus"

"iya ya gue kira udah putus eh ternyata"


"akhirnya couple goals kita gak jadi putus"

"seneng banget ngeliat mereka sama-sama lagi!"

"cocok banget"

"putus aja lah gak cocok. Artha tuh cocok nya sama gue"

"dih ngarep lo lampir"

Artha dan Nara tak memperdulikan ocehan mereka. Artha dan Nara langsung berjalan
meninggalkam parkiran dengan tangan Nara di genggaman Artha.

"Artha!" panggil seseorang dari belakang membuat Nara dan Artha berbalik ke belakang
melihat siapa yang memanggil tadi.
Setelah berbalik melihat siapa yang memanggil, Artha menatap orang itu malas.

"kamu kok berangkat sama dia sih? Kenapa gak jemput aku?" tanya Dea membuat Artha
menatap nya tajam. Siapa dia ingin di jemput oleh nya? Ngarep!

"lo siapa gue?" jawab Artha sarkas membuat Nara menahan tawanya.

Sabar sabar gaboleh kelepasan ketawa

Dea langsung diam. Lalu kemudian memandang Nara tajam.

"lo! Lo udah rebut Artha dari gue ya bitch! Gue lebih dulu kenal Artha dari pada lo!" ujar
Dea membuat Artha geram.

"yang bitch disini lo atau pacar gue?" tanya Artha membuat Dea tak percaya. Artha begitu
kasar sekarang.
"jaga ya ucapan lo!" ujar Tarik yang tiba-tiba datang di belakang Dea membuat Dea
tersenyum senang.

Ini sudah satu minggu dari perkataan Syifa saat di toilet waktu itu tapi Nara masih saja tetap
kepikiran dengan peringatan itu.

Dea setiap hari masih terua gencar mendekati Artha yang dengan Artha tak di tanggapi sama
sekali. Nara cukup lega dengan fakta Artha tak mengubris Dea. Tapi dalam hati nya ia masih
takut jika kejadian dia dan Syifa dulu terulang. Ia benci ketika dirinya menjadi Lemah seperti
dulu.

"ra?" tepukan di pundak nya menyadarkan Nara yang sedang melamun. Lalu ia memandang
Artha yang menepuk pundak nya tadi.

"kenapa?" tanya nya. Sedangkan Nara hanya menjawab dengan gelengan.

Kini Artha dan Nara berada di basecamp ALTAS bersama para anggota-anggota lainnya juga
jangan lupakan Kana yang baru saja kemarin jadian dengan Gara juga berada di sini.
Berhubung hari ini adalah hari minggu jadi mereka memutuskan untuk berkumpul sekaligus
meminta traktir kepada Gara.

"diem aja lo dari tadi" ujar Kana yang berada di samping kanan Nara.
"gapapa cuma agak canggung aja" kilah Nara membuat Kana semakin curiga.

"kalo ada apa-apa cerita. Seengaknya sama gue atau kak Artha" ujar Kana lagi membuat Nara
mengangguk kaku.

Ia binggung apakah harus menceritakan ketakutannya ini atau tidak. Mungkin nanti Nara
akan mencoba bercerita dengan Kana.

"Ar pacar lo kok diem aja dari tadi?" tanya salah satu Anggota ALTAS membuat Nara
tersentak kaget.

"iya nih Nara dari tadi diem aja. Gausah sungkan sama kita mah" tambah Kevin membuat
semua nya mengangguk. Nara hanya tersenyum kikuk menanggapi mereka semua.

"gak nyaman?" bisik Artha lagi lagi membuat Nara kaget.

"h-ha? Enggak kok cuma masih gak biasa aja" ujar Nara.
"mau pergi aja?" tanya Artha.

"boleh?" ucap Nara membuat Artha menganggukkan kepalanya. Artha tau jika Nara tak
nyaman di sini karena belum terbiasa. Oleh karena itu ia menawari Nara untuk pergi keluar.

"gue keluar" ujar Artha kepada teman-teman nya yang diangguki oleh semuanya. Artha
mengenggam tangan Nara menuju ke taman yang berada di depan basecamp.

"kenapa?" tanya Artha ketika mereka sudah duduk di bangku yang di sediakan di taman
tersebut.

"gapapa kok cuma agak canggung aja." ujar Nara menatap Artha sembari tersenyum.

"lo tahu ra gue gak suka di bohongin" ucap Artha dingin membuat Nara meneguk ludahnya
susah payah.

"minggu lalu Syifa di toilet ngomong apa aja sama lo? Semenjak itu lo jadi aneh" tanya Artha
membuat Nara menolehkan kepalanya ke arah cowok itu. Dari mana Artha tau? Pikirnya.
"c-cuma ngobrol biasa" elak Nara membuat Artha menatap tajam Nara. Ia tahu gadis nya ini
sedang berbohong kepadanya.

"ra" ucap Artha penuh penekanan membuat Nara mau tak mau menceritakan apa yanh di
bicarakannya dengan Syifa waktu it. Mulai dari peringatan yang di berikan Syifa dan
ketakutannya yang sampai saat ini tak pernah hilang.

Nara memainkan jari-jari nya setrlah menceritakan segalanya kepada Artha. Artha mengerti
bahwa Nara masih trauma dengan pembullyan yang di lakukan Syifa beberapa waktu lalu.

Artha membawa Nara kedalam dekapannya menenangkan gadis itu.

"lo tenang aja ra gue bakal selalu ngelindungin lo. Gausah takut lagi ya" ujar Artha
menenangkan Nara. Sebenarnya sejak Dea datang hari itu Artha sudah mencoba untuk tak
menemukan Nara dan Dea karena Dea juga sama seperti Syifa. Bahkan lebih nekat dari Syifa.

Nara membalas pelukan Artha dan menengelamkan kepalanya di dada bidang Artha mencari
kenyamanan disana. Ia cukup tenang saat ini. Mungkin ia akan mulai melupakan kejadian
yang menimpanya beberapa wakti lalu. Toh sekarang Syifa juga sudah baik. Tapi jujur saja
Nara khawatit Dea akan melakukan hal yang sama seperti Syifa dulu.
"mulai sekarang kalo Dea bilang sesuatu yang nyakitin lo atau bahkan udah main fisik lo
bilang ke gue ya. Gue gak mau kejadian Syifa terulang" ujar Artha membuat Nara
mengangguk di dalam dekapan Artha. Kalau boleh jujur Artha sangat khawatir pada Nara.
Dea bisa melakukan apa saja pada Nara. Dulu saja seorang gadis yang mendekati Artha
langsung di bully oleh gadis itu sampai keluar dari sekolah. Artha hanya takut itu terjadi dan
Nara akan menjauhinya.

"terimakasih ya kak" ucap Nara.

Artha menciumi pucuk kepala Nara dengan sayang lalu mengelus rambut Nara. Tak sampai
situ Artha meletaklan dagu nya di kepala Nara. Sedangkan Nara semakin mengeratkan
pelukannya kepada Artha. Mereka cukup melupakan masalah ini sekarang. Intinya Artha
akan selalu melindungi Nara dari siapapun. Termasuk Dea.

Mereka berdua masih asik berpelukan tanpa mengetahui sahabat-sahabat Artha di belakang
sedang terkikik geli melihat Artha yang begitu bucin.

"kayak bukan Artha ya" celetuk Kevin membuat yang lainnya terkekeh.

"gue jadi iri deh" ujar Tian.


"makannya cari pacar!" cibir Gara sembari mengalungkan lengannya di pundak Kana.

"yang udah punya pacar mah beda!" ujar Tian membuat Kevin dan Liam tertawa ngakak.
Anehnya Artha dan Nara tak terusik sama sekali. Atau tak perduli?

Ahh dunia serasa milik berdua. Yang lain mah ngontrak!

"rik, cewek yang kemarin sama Artha siapa namanya?" tanya Dea kepada Tarik yang berada
di sampingnya.

"Kinara" jawab Tarik singkat. Ia tahu apa yang akan dilakukan Dea setelah ini. Tarik sudah
hafal kelakuan Dea.

"kelas berapa?" tanya Dea lagi membiat Tarik menghembuskan nafasnya lelah.

"lo mau apain dia?" tanya Tarik tanpa menjawab pertanyaan Dea.

"seperti biasa" jawab Dea santai sembari melanjutkan kegiatan mengecat kukunya.
"De cukup. Artha aja gak perduli sama kehadiran lo. Mau sampai kapan lo kayak gini? Asal
lo tahu disini ada yang lebih menganggap kehadiran lo De" ujar Tarik akhirnya. Ia sudah
muak dengan Dea. Bahkan gadis itu tau jika perasaan nya masih sama.

"Tarik gue akan ngelakuin apapun sampai Artha jadi milk gue. Dan ya gue tau lo masih sama
kayak dulu. Tapi maaf gue belum bisa buka hati buat lo. Gue cuma pengen kita sahabatan aja
dulu" ujar Dea membuat Tarik lagi lagi merasa Kalah dengan Artha.

"terserah lo De. Gue cuma bilang disini gue akan selalu ada buat lo" ujar Tarik disertai
senyuman. Bukan senyuman manis melainkan senyuman getir. Menyakitkan

"makasih ya Tarik dan maaf" ujar Dea tulus. Hanya kepada Tarik ia seperti ini

"udah berapa lama Artha pacaran sama dia?" tanya Dea mengalihkan pembicaraan.

"mana gue tau" jawab Tarik masa bodo.


"ck! Gapapa lah gapenting juga. Yang penting cewek itu jauh sama Artha dan bakal pergi
dari Artha" ujar Dea membuat Tarik menghelas nafas lelah.

"mau sampai kapan lo gini?" tanya Tarik jengah. Sudah 4 tahun Dea seperti ini. Apa Dea tak
lelah?

"sampai Artha bener-bener jatuh ke tangan gue" ujar Dea mantap.

"iya tapi kapan?" jengah Tarik.

"taulah!" ujar Dea keras.

"terserah lo De"

"besok jemput gue" pinta Dea membuat Tarik hanya mengangguk singkat lalu sibuk kembali
dengan ponsel nya.

'kapan lo bisa terima perasaan gue ini De?'


*****

       "NARA!" teriak Kana dari belakang membuat Nara menoleh ke arahnya. Kana berjalan
ke arahnya tentu saja bersama Gara di sampingnya. Maklum pengantin baru

"tumben lo sendiri? Kak Artha mana?" tanya Kana ketika sudah sampai di depan Nara.

"ga tau gue. Tadi di suruh berangkat sendiri. Ada urusan kali" jawan Nara seadanya.

Setelah kejadian tadi di kelas, kini Nara sudah berada di UKS bersama Artha yang masih di
selimuti oleh amarah.

Bisa-bisanya Dea memperlakukan Nara seperti tadi. Akibat kejadian tadi kini Terlihat bekas
merah di pipi Nara dan juga sudut bibir nya agak luka. Tak hanya itu, Rambut Nara yang
semula panjang hampir menutupi punggung nya kini hanya tersisa setengah dari rambut
sebelumnya namun masih berantakan.

Tak henti-henti nya Artha mengumpat saat mendengar rintihan Nara saat cowok itu
mengobati luka di pipi nya.
"masih sakit?" tanya Artha sembari mengusap pipi Nara yang di tampar beberapa kali oleh
Dea.

"sedikit" lirih Nara parau. Nara masih syok dengan kejadian tadi. Kejadian yang hampir
mirip dengan Syifa dulu. Ini yang Nara takutkan. Ia lemah soal hal seperti ini.

"tadi kenapa Dea di kelas?" tanya Artha lembut.

"tadi di kelas niatnya mau baca novel aja gak mau ke kantin terus terus di dateng" lirih Nara
takut.

Artha menghembuskan nafas kasar. Segitu obsesi nya kah Dea kepada nya?

"lain kali jangan pernah sendiri lagi" ujar Artha lembut. Nara sampai tertegun di buatnya.

Kenapa Artha manis bangett??


"i-iya" ujar Nara agak gugup.

Artha mengelus rambut Nara lembut lalu kembali berucap

"nanti pulang sekolah aku anterin ke salon buat ngerapiin rambut kamu" ujar Artha membuat
Nara tersadar akan keadaan rambutnya.

"iya" ujar Nara.

Artha membereskan kotak P3K yang tadi sempat di ambilnya. Saat di tengah tengah
membereskan, ia di kagetkan dengan suara dorongan pintu yang keras dan teriakan
melengking yang memasuki UKS. Bukan hanya Artha saja, Nara juga.

"NARA!! ASTAGAA LO DIAPAIN SAMA SI DIA DIA ITU HAH?!!! BERANI NYA
DIA!!" teriak Kana membuat Nara meringis namun tak urung juga tersenyum. Ahh Nara
semakin sayang Kana.

"nama nya Dea btw. udahlah gue juga gak papa Kan"  ujar Nara menenangkan Kana yang
masih mengebu-gebu.
Kana yang mendengar itu mencoba mengatur nafasnya lalu kembali memandang Nara. Nara
jamin setelah ini cewek itu akan kembali berteriak setelah menyadari hal janggal di dalam
dirinya.

ti-

"ASTAGA NARA?!! RAMBUT LO?!? KENAPA BISA JADI SEGINI? ah pasti si nenek
lampir 2 ya?!" ujar Kana kembali berteriak.

"nenek lampir 2?" gumam Artha tanpa sadar.

"iya! Nenek lampir 1 kan Syifa ya walaupun udah tobat. Sekarang muncul lagi nenek lampir
2 si Dia Dea siapa lah itu! Lagian banyak banget yang suka sama lo heran." ujar Kana masih
ngegas
"jadi gimana?" tanya Gara yang kini tengah menghisap sebatang rokok. Mumpung gak ada
Kana.

"lo beneran mau bales Dea Ar?" tanya Liam memastikan.

"lo kayak gak tau Artha aja Li Li" ujar Kevin membuat Liam mendelik.

"cukup buat dia jera" ujar Artha dingin.

"caranya?"

Artha tersenyum miring. Bermain-main sedikit seperti nya seru.

"waspada sama Tarik. Dia bakal ngelakuin apa pun buat ngelindungi Dea" ujar Tian
memperingatkan.

"Tarik gitu-gitu bucin ya" celetuk Kevin membuat Liam menjitaknya. Gabisa serius dasar!
"gue bakal ajak dia buat ke sini nanti malam." ujar Artha

"jangan sampai Tarik tau" lanjutnya membuat semua teman-temannya mengangguk.

"bilang anak-anak jangan ada yang datang ke markas nanti malem."

"biar gue bilang di grup" sahut Tian membuat Artha mengangguk.

ALTAS'20/21

Tian panji
malam nanti jangan ada yang ke markas.

Jidan abraham
okesiap
Marwan hidayah
Siap bang!

Tomi sihombing
Napa emang?

Arthaya abigail
Penting.

Kevin
Urgent ini bos gabisa di ganggu gugat!

Sampe ada yang dateng gue keluarin lo dari ALTAS!

Liammm
@kevin dih sok iye lo!

Jaja watino
Oke siap laksanakan bang!
Kevin
@Liammm iri? Bilang babu!

Liammm
Gue? Iri sama lo? Mending gue iri sama Gara yang udah gak jomblo gak kayak lo!

Anggara
Pokoknya gak ada yang dateng nanti malem! Gausah berisik!

    Setelah membaca pesan di grup, Artha diam-diam tersenyum miring lalu kembali
mengetikkan pesan kepada seseorang.

Arthaya abigail
Skrng dtng ke mrks ALTAS

 
Tak lama setelah mengetikkan pesan tersebut, ponsel Artha kembali berbunyi.
+6285xxxxxxxxx
Oke sayang! Sekarang aku dateng ke markas kamu.
Tunggu ya!
Kamu pasti kangen kan sama aku
Bye Artha❤

  Artha tak membalas pesan itu, ia hanya membaca saja pesan dari Dea. Ia jadi tak sabar
menunggu nanti malam.

"gimana? Lo udah hubungin si cabe?" tanya Tian.

Artha hanya menjawab dengan anggukan kepala. Lalu beranjak menuju ruang dimana ia
sudah merencanakan sesuatu. Ia berhenti di ujung tangga, menatap ke arah sahabat-
sahabatnya lalu berujar

"langsung suruh ke atas" ujar nya lalu kembali berjalan ke lantai atas.

"ck ck gila gila si Artha kalo nyangkut si Nara ga main-main eyy!" decak Kevin membuat
Liam mengangguk menyetujui. Baru kali ini ia melihat Artha se kejam ini kepada perempuan
yang membully Nara. Dahsyat sekali the power of bucin ini.
"jangan-jangan lo gitu juga kalo ada yang bully Kana?" celetuk Liam tiba-tiba membuat Gara
menoleh sekilas.

"tergantung" jawabnya santai.

Liam, Kevin dan Tian hanya geleng-geleng kepala melihat dua temannya yang kini jadi bucin
ini. Sungguh hebat the power of bucin!

*****

   Seorang gadis kini tengah sibuk memilih gaun yang cocok untuk ia gunakan menemui sang
pujaan hati. Ia harus memakai gaun terbaik untuk menemui pujaan hati tersebut.

Dea. Gadis itu kini masih sibuk memilih-milih satu dari puluhan gaun miliknya untuk di
gunakan bertemu Artha. Ia yakin, pasti Artha telah sadar bahwa ia lebih berharga dari pada
gadis lemah itu.
Tadi, saat ia mendapat pesan dari Artha yang berisi cowok itu memintanya datang ke markas
nya membuat Dea senang bukan main. Setelah sekian lama akhirnya Artha mau bertemu
berdua dengan nya.

Ah ia jadi tak sabar menanti apa yang akan di lakukan oleh Artha! Apakah Artha akan
mengajak nya dinner? Atau melakukan hal lain yang romantis? Kita lihat saja nanti.

Setelah beberapa lama memilih, Akhirnya Dea memutuskan menggunakan Gaun dengan
panjang se-lutut berwarna navy dan sepasang sepatu high heels berwarna senada.

Dengan segera Dea berganti pakaian dan memoles wajahnya dengan make up agar terlihat
semakin memukau nanti di depan Artha.

Setelah siap Dea langsung mengambil kunci mobil dan berangkat menuju markas ALTAS
sesuai permintaan Artha.

Saat dalam perjalanan, ponsel Dea berbunyi membuat nya mendesah lelah setelah
mengetahui siapa si penelfon. Dengan malas ia mengangkat telfon tersebut dan menekan
tombol load speaker.

"apasih Tarik?" Tanya Dea sembari fokus menyetir.


"mau kemana lo?" tanya Tarik di seberang sana.

"m-mau ke Mall biasa shoping. Ada apa sih lo telfon gue?" bohongnya.

"gapapa sih cuma mau telfon aja. Yaudah kalo gitu. Have fun!"

"dih dasar gak jelas!" gerutu Dea saat Tarik mematikan sambungannya.

Dea menambah kecepatan mobil nya agar segera sampai di markas Artha. Ia tak sabar
bertemu pujaan hatinya!

Sebuah Mobil kini memasuki pekarangan sebuah rumah yang tampak sepi dari luar.
Seseorang di dalam mobil itu Turun memperhatikan sekeliling.

"ini bener markas nya?" monolog gadis itu.

Gadis itu melangkahkan kaki nya menuju pintu utama dengan perasaan agak was-was.
Saat sampai di depam pintu, tiba-tiba pintu sudah terbuka menampilkan dua orang laki-laki
dengan senyum di paksakan.

"mana Artha?" tanya gadis itu tak sabaran.

"buru-buru amat neng" celetuk salah satu cowok itu membuat sang gadis berdecak kesal.

"Kevin mana Artha?!" tanya Gadis lebih keras itu kepada cowok tadi, Kevin.

"masuk aja dulu" ujar cowok satu nya, Liam.

"Ck! Lama" ujar gadis itu, Dea lalu melangkah ke dalam dengan tak sopan membuat Liam
dan Kevin menahan ingin mendorong gadis itu dari lantai atas. Kalau tak ada perintan dari
Artha mana mungkin mereka mau menyambut iblis satu itu.

"mana Artha?" tanya Dea saat menemukan Gara dan Tian sedang duduk di salah satu sofa
ruang tengah.
"langsung aja ke atas. Pintu warna abu-abu ada tulisannya 'Planing room'." ujar Tian tanpa
basa-basi.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Dea langsung berjalan menuju lantai atas dengan
tergesa. Ia takut Artha terlalu lama menunggu.

"nikmati permainan nya iblis" gumam Tian membuat Gara yang ada di sampingnya
tersenyum miring. Ini akibatnya jika bermain-main dengan milik Artha.

Di sisi lain, Dea tengah berdiri di depan pintu yang tado di sebutkan oleh Tian. Dengan
senyum terbaiknya ia membuka pintu itu dengan perlahan.

Pemandangan pertama kali yang ia lihat adalah Artha yang tengah duduk di salah satu kursi
yang berhadapan langsung ke pintu. Dea semakin tersenyum lebar kala Artha menyadari
kehadirannya.

"hai Ar" sapa Dea dengan nada lembut membuat Artha berdecih.
Setelah menutup pintu, Dea berjalan dengan anggun menuju ke arah Artha dan duduk di
sebelahnya.

"ada apa kamu manggil aku ke sini?" tanya nya masih dengan senyuman lebar nya.

Artha hanya diam sampai pintu kembali terbuka menampilkan Liam dengan beberapa tangkai
bunga mawar di tangannya.

"pesenan lo boss" ujar nya lalu kembali keluar setelah meletakkan bunga itu di meja depan
Artha dan Dea.

Dea yang melihat itu hanya terdiam. Apa Artha tak tau ia alergi serbuk bunga?

"buat lo" ujar Artha membuat Dea lagi-lagi terdiam. Bagaimana ini?

Dea mengambil bunga tersebut dengan senyum di paksakan. Saat ia mengenggam bunga
tersebut, ia sontak menjerit kesakitan lalu ia bersin-bersin membuat Artha meyungingkan
senyum miring.
"awwhh! Hatcim! Hatcim! Hatcim"

Artha hanya tersenyum miring mendengar itu. Duri itu sudah menusuk tangan Dea hingga
berdarah dan juga serbuk bunga itu membuat Alergi nya kambuh.

"kamu sengaja ya?!" teriak Dea sembari memegang tangannya yang kini berdarah akibat duri
di bunga mawar tadi dan juga kini kepala nya pusing akibat serbuk bunga itu. Sial!

"siapa yang bikin lo kayak gini?"

Gadis yang tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit itu menatap lelaki di depannya
dengan takut. Tatapan tajam lelaki itu semakin membuat gadis itu ketakutan. Gadis yang kini
terbaring lemah di rumah sakit dengan selang infus di tangannya semakin di buat ketakutan
dengan apa yang akan lelaki di depannya ini perbuat jika mengetahui seseorang yang
membuatnya seperti ini.

"jawab!" sentak Lelaki itu, Tarik dengan keras.

"g-gue gapapa kok" ujar gadis itu, Dea dengan gugup. Ia tak mau Tarik tau jika Artha yang
membuatnya seperti ini. Ia tau jika Tarik mengetahui Artha adalah dalang dari semua ini,
Tarik tak akan tinggal diam.
"cukup kasih tau siapa yang bikin lo kayak gini De." ujar Tarik masih menatap Dea dengan
tatapan tajamnya. Menginggat kejadian tadi membuatnya seketika naik darah.

Tadi, saat Dea memintanya menjemput Tarik sudah merasa bahwa Dea sedang kenapa-napa.
Dan saat ia sampai di lokasi yang Dea berikan, betapa terkejutnya ia saat menemukan Dea
sedang menangis dengan memegang dada nya kuat juga hidung gadis itu yang selalu
mengeluarkan lendir. Pasti ada yang sengaja memberikan gadis itu bunga hingga sampai
seperti itu.

Tak menunggu lama, Tarik langsung saja membawa Dea ke rumah sakit agar tak semakin
parah. Sungguh ia khawatir dengan keadaan gadia itu tadi.

Tarik terdiam sembari memandang Dea. Ia menyadari satu hal, ia menemukan Dea di
sekitaran markas ALTAS. Menginggat hal itu, Tarik mengepalkan tangannya. Satu nama
yang bersarang di otak nya kini.

Artha.

Jika benar Artha yang membuat Dea nya menjadi seperti ini, Tarik berjanji akan membalas
perbuatan cowok itu.
"Artha yang bikin lo kayak gini?" tanya Tarik membuat Dea gelagapan. Ia tak mau kalau
sampai Tarik mencelakai Artha.

"b-buk-" ucapan Dea terpotong saat Tarik menyentak nya dengan keras.

"udah lah De! Bilang sama gue Artha yang nyelakain lo?! Gausah takut! Gue bakal bales dia
buat lo!" ujar Tarik dengan tangan mengepal kuat.

Dea memejamkan matanya mendengar bentakam Tarik lalu mengehela nafas kasar. Jujur ia
takut melihat Tarik yang seperti ini. Tapi apa boleh buat?

"i-iya" lirih Dea membuat Tarik memejamkan matanya menahan amarah. Beraninya cowok
bregsek itu meyakiti Dea nya!

"diapain aja lo sama dia?" ujar Tarik kini mulai melembutkan suaranya. Ia tak mau membuat
Dea semakin ketakutan.

"c-cuma di kasih banyak bunga" ujar nya.


Tarik tau Artha sengaja melakukan ini. Artha tau jika Dea alergi dengan serbuk bunga.
Bahkan Artha sendiri dulu yang mengetahui lebih dulu jika Dea alergi serbuk bunga. Tapi
mengapa cowok itu melakukan hal ini?

Pagi ini Artha sudah bersiap untuk berangkat sekolah dan juga menjemput sang pujaan hati.
Sejak kejadian beberapa minggu lalu, Artha semakin ketat dalam mengawasi Kinara. Ia tak
ingin gadis nya itu terluka lagi.

Seperti saat ini, Artha akan mengantar dan menjemput Nara setiap hari untuk memastikan
gadis itu aman. Lebay memang tapi ini untuk kepentingan Nara juga.

Setelah merasa semuanya siap, Artha turun menuju meja makan menemui kedua orang tua
nya dan kakak laknat nya. Ia heran mengapa kakak nya itu tidak kembali saja ke Jerman. Ia
akan tenang di sini tanpa gangguan kakak Laknat nya itu. Agra sungguh menganggu
kehidupannya akhir-akhir ini membuatnya jengah.

"Morning Ar, mau sarapan?" ujar Mama Artha yang sedang mengoleskan roti untuk Papa dan
Kakak Artha.

Artha tak menjawab pertanyaan itu, ia langsung duduk di samping Kakak nya membuat
Mama nya tersenyum. Itu berarti Artha mau sarapan dengan mereka. Ia senang Artha mau
sarapan. Biasanya anaknya itu bangun siang dan langsung berangkat dengan alasan sudah
kesiangan. Tapi tumben pagi ini anaknya bangun lebih awal dari biasanya.
"selai coklat atau kacang Ar?" tanya Mama Artha sembari mengambilkan roti untuk anak
bungsu nya itu.

"Coklat" jawabnya singkat.

"tumben kamu udah siap pagi-pagi gini Ar?" tanya Papa Artha menatap anaknya itu dengan
tatapan datar nya sembari memakan rotinya itu.

"mau jemput pacar nih pasti" sahut Agra dengan santai membuat Artha mendelik. Sialan!
Mulut kakak nya ini memang tak bisa diam! Sudah Artha bilang lebih baik Agra kembali saja
ke Jerman. Ia sangat menganggu!

"oh ya? Kamu punya pacar Ar?" tanya Mama Artha terkejut. Pasalnya anak bungsunya ini tak
pernah mau berdekatan dengan lawan jenis. Atau jika berdekatan sebatas duduk saja.
Memang langka anaknya ini.

"iya Ma pacarnya can- AWHH sakit anjing!" ucapan Agra terpotong kala Artha dengan keras
menginjak kaki nya membuat cowok itu meringis kesakitan. Rasain!
"Agra mulutnya" peringat Mama mereka.

"Artha nih ma! Masa kaki aku di injek" adu Agra membuat Artha memutar bola matanya
malas. Seperti anak kecil! Padahal umurnya udah banyak.

Papa dan Mama mereka mengelengkan kepalanya melihat tingkah kedua anak nya yang
memiliki sifat berbeda ini. Agra yang selalu heboh dan Artha yang dingin seperti Papa nya.

"sudah-sudah. Mama bilang apa? Kalau makan diam" ujar Mama mereka menengahi lalu
duduk dan mulai memakan sarapannya dengan tenang.

Mereka makan dengan tenang hingga suara deritan kursi membuat mereka mengalihkan
pandangannya kepada Artha yang sudah berdiri dari duduk nya sembari menenteng tas nya di
kursi sebelah.

"kak boleh tanya sesuatu?" ucapan Nara sontak membuat Artha mengalihkan pandangannya
dari mie ayam di depannya kepada gadis itu.

Saat ini mereka sedang berada di kantin bersama yang lainnnya tapi tak semeja. Artha yang
meminta agar mereka duduk berdua saja.
Artha menaikkan sebelah alisnya menatap Nara yang terlihat gugup dan sedikit takut. Kenapa
dengan Nara? Memang apa yang mau di tanyakan gadis itu hingga membuatnya se gugup
ini?

"mau tanya apa?" tanya nya kepada Nara.

Gadis itu memilin tangan nya gugup. Sejujurnya ia ragu untuk menanyakan hal ini kepada
Artha. Ia takut cowok itu marah.

"k-kenapa tadi kak Dea k-kelihatan a-aneh?" tanya nya gugup.

Artha mendatarkan wajahnya. Ia tahu sikap Dea yang tiba-tiba berubah membuat Nara
bingung. Apa ia harus mengatakan yang sebenarnya?

"kenapa?" tanya Artha

"a-aneh aja. Emm kakak ngak ngapa-ngapain kak Dea kan?" cicit Nara takut.
"gak" bohong Artha. Tak mungkin ia mengatakan bahwa kejadian saat ia dan Tarik
bertengkar hanya karena masalah Dea. Bisa marah nanti Nara.

Nara hanya mengangguk lalu kembali menyantap makanan di depannya dengan tenang.
Artha pun juga ikut makan dengan tenang juga.

"nanti pulang sekolah ikut aku ke rumah" ujar Artha tiba-tiba.

Uhuk! uhuk!

Artha yang melihat Nara tersedak langsung memberikan minuman gadis itu yang di sambut
dengan cepat olehnya. Memangnya ada yang salah dengan ucapannya barusan? Sampai-
sampai Nara tersedak begitu?

"kenapa sih?" tanya Artha menatap Nara yang sudah agak mendingan.

"kakak bilang apa tadi?"


"nanti pulang sekolah ke rumah" ulang Artha.

"ngapain?" tanya Nara.

"Mama mau ketemu" ujar nya semakin membuat Nara terkejut.

Ia takut Mama Artha tak menyukainya. Bagaimana jika Mama Artha galak? Bagaimana jika
Mama Artha judes? Ia takut sungguh.

Artha memandang Nara yang terdiam. Seakan tau yang di pikirkan oleh kekasihnya, Artha
mengenggam tangan Nara membuat Nara tersentak kaget.

"Mama baik jangan takut" ujar Artha membuat Nara mengernyit. Apakah Artha cenayang?
Kenapa ia bisa tahu isi pikirannya?

"i-iya" ujar Nara sembari menatap genggaman tangan Artha. Rasanya nyaman.

"makan lagi. Sebentar lagi bel" ujar Artha sembari melepas genggaman tangannya.
"kak! Di panggil Bunda! KAK!" teriak Ale di depan kamar Nara.

"iya bentar!" Nara bergegas turun dari ranjang nya saat teriakan Ale semakin tak terkendali.
Padahal kan dia gam budek!

"iya iya! Teriaknya biasa aja dong! Gue denger ya! Gak budek kali gue" ujar Nara membuat
Ale tercengang. Virus bacot milik Kana sudah menyebar luas rupanya!

"kak lo kayaknya jangan main sama Kak Kana lagi deh" ujar Ale saat mereka turun dari
tangga.

"kenapa?" Nara mengernyir heran. Memang ada yang salah dengan Kana?

"bacot nya kak Kana biar gak semakin nular ke lo. Sekarang lo banyak bacot." ujar Ale
sembari lari menuruni tangga.

"ALEE!!! SINI LO!" teriak Nara ikut lari mengejar Ale yang sudah bersembunyi di belakang
Bunda mereka.

"Ara, udah. Malu ada pacar kamu" ujar Bunda membuat Nara berhenti lalu menatap ke
belakang tubuh Bunda nya yang menutupi seseorang.

"pacar?" beo Nara mencerna ucapan Bundanya tadi.

"itu Artha nunggu kamu. Katanya ada janji" ujar Bunda membuat Nara menepuk dahinya
keras. Ia lupa!

Nara menatap Artha yang juga tengah memperhatikannya. Ia tersenyum kikuk lalu berucap.

"bentar ya Kak Aku ganti baju dulu. Aku lupa kalo kita ada janji hehe" kekeh Nara lalu
berlari ke kamarnya untuk menganti baju sesekali meneriaki kembali Ale yang mengejeknya.

"DASAR PIKUN!!"

"BACOT!!"

"KASIAN MANA MASIH MUDA! AHAHAHAHA"

"BERISIK!!"

Bunda mereka hanya mengelengkan kepala nya melihat tingkah kedua anaknya ini. Sangat
mereshkan!

Artha di sana mati-matian menahan tawanya melihat tingkah kedua kakak beradik ini. Bisa
rusak image cool nya jika kelepasan tertawa dengan ngakak.
"Artha, Bunda ke dapur dulu ya" pamit Bunda yang di angguki Artha dengan senyuman tipis
nya.

"bunda tinggal ya, Ale! Duduk sana temenin kak Artha." ujar Bunda membuat Ale mau tak
mau terpaksa mendekat ke arah Artha. Padahal ia tadi sudah berancang-ancang ingin kembali
ke kamarnya bermain PS.

"diminum kak" ujar Ale sembari neminum minuman yang di sediakan Bunda nya tadi.

"hm" Artha hanya bergumam lalu meminum minumannya dengan santai.

"sekarang kita kemana kak?" tanya Nara.

Kini mereka berdua, Nara dan Artha tengah berada di mobil setelah mereka singgah di Danau
tadi dan juga makan di restoran yang ada di sekitar danau tersebut. Sekitar 3 jam mereka di
danau. Selama itu pula Artha selalu manja kepada Nara.

Mulai dari memeluknya, tidur di pangkuannya hingga menyuapinya. Sungguh Artha aneh
akhir-akhir ini. Sangat mereshakan hati Nara.

"bentar lagi kamu tahu." ujar Artha singkat.

Memangnya mereka mau kemana? Ini sudah mulai malam. Bahkan tadi Nara tak bilang mau
pulang jam berapa kepada Bundanya. Ia takut Bunda nya akan menghawatirkannya.

"tadi udah ijin sama Bunda. Katanya jam 9 harus udah sampe rumah" ujar Artha membuat
Nara menoleh dengan terkejut.

Ini beneran Artha cenayang? Kenapa bisa tau isi pikirannya? Heran.

"kenapa bisa tau apa yang aku pikirin?" tanya Nara

"nebak aja" ujar Artha.

Nara kembali memandang jalana di depan. Ia tak hafal jalanan di jakarta ini. Ia jarang sekali
keluar. Kalo keluar paling dengan Bunda nya, Kana atau nggak dengan Ale. Kaum rebahan
sekali!

Untuk mengisi bosannya, Nara memainkan ponsel nya sembari sesekali memandang ke
depan siapa tahu ia tahu kemana Artha mengajaknya pergi.

"masih lama ya kak?" tanya Nara. Perasaan dari tadi ga sampe-sampe

"sebentar lagi" jawab Artha sembari fokus menyetir.


Nara menghembuskan nafas nya pelan lalu menoleh ke arah Artha saat satu tangan cowok itu
mengenggam tangannya. Kenapa hari ini Artha begitu manis?

 Sialan! Jantungnya berdetak dengan cepat. Selalu seperti ini jika berdekatan dengan Artha.
Tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Nara mencoba menenangkan dirinya saat tangannya
berada di genggaman nyaman tangan Artha.

"pagii Naraa!!" teriak Kana dari ambang pintu kelas membuat Nara berdecak kesal. Fokusnya
mengerjakan pr menjadi terganggu gara-gara sahabatnya satu itu.

"berisik Kana!" balas Nara ikutan teriak membuat Kana mengerucutkan bibirnya.

"ngapain sih lo?" tanya Kana yang sudah duduk di samping Nara.

"tugas fisika kemarin" ujar Nara yang masih fokua mengerjakan tugasnya.

"lo belum selesai?! Beneran ra?! Tumben" ujar Kana kaget. Pasalanya Nara ini selalu
mengerjakan pr nya dan tak pernah lupa.

"iya lupa kemarin pulang jam 8" ujar Nara.


"yee lo sih pacaran mulu" cibir Kana membuat Nara memukul kepala sahabatnya itu dengan
bolpoin di tangannya.

"sakit anjing" umpat Kana kesal sembari mengelus kepalanya.

"lo sih berisik" ujar Nara.

Kana berdecak kesal lalu memandangi sekitar kelas. Rupanya masih belum banyak yang
datang. Kana lalu mengambil ponselnya di saku dan mulai memainkannya sembari
menunggu Nara selesai mengerjakan Pr nya.

Setelah 10 menit berlalu, Kana yang merasa bosan bermain ponsel akhirnya menatap Nara
yang masih berkutat dengan tugasnya.

"belum selesai ra?" tanya Kana sambil meletakkan ponselnya di meja.

"tinggal satu soal" ujar Nara.


Kana mengangguk lalu tatapan nya terkunci pada gelang yang di gunakan oleh Nara. Kana
mengernyit, sejak kapan Nara menggunakan gelang?

"sejak kapan lo pake gelang ra?" tanya Kana membuat Nara menoleh.

"sejak kemarin" jawabnya

Kana manggut-manggut mungkin Nara baru membelinya jadi Kana baru sadar sekarang.

"heh Kan! Lo udah selesai tugasnya? Tumben banget santai" ujar Bella salah satu teman
sekelas Kana dan Nara.

"lo tanya gue?" beo Kana menatap Bella yang ada di sampingnya.

"tanya meja gue" balas Bella kesal. Kana ini pagi pagi udah bikin emosi!

"canda elah!"
"udah selesai gue tadi malem kan gue anak rajin" ujar Kana sembari menaik turunkan alisnya.
Bella mengernyit tak percaya sedangkan Nara yang ada di sampingnya memutar bola
matanya malas.

Nara pulang dengan masih memikirkan kejadian tadi di Cafe. Ia masih memikirkan perkataan
Dea tadi.

Nara memasuki rumahnya dengan pandangan kosong. Bahkan ia tak menyadari ada Aleka di
ruang tamu. Aleka yang melihat kakaknya seperti itu mengernyit heran. Tak biasanya kakak
nya seperti ini.

"kak! Kak Nara! Kak!" panggilan Aleka pun tak di gubris oleh Nara.

Alek beranjak dari duduknya lalu menepuk pundak kakaknya yang sedang berjalan menuju
tangga.

"kak!" panggilnya membuat Nara terlonjak kaget. Nara menoleh ke arah Aleka.

"ngapain sih? Ngagetin aja!" ujra Nara.

"ya kakak ngapain jalan sambil ngelamun?" tanya nya membuat Nara terdiam. Benarkah ia
berjalan sambil melamun?

"lagi ada masalah ya kak?" tanya Aleka yang di balas gelengan oleh Nara.

"nggak ada. Cuma kecapean aja. Udah ya kakak mau ke atas." ujar nya lalu naik ke lantai atas
meninggalkan Aleka yang masih memandang kakaknya dengan tatapan aneh.

Sampai di kamar, Nara langsung melemparkan tasnya ke sembarang arah dan langsung
merebahkan tubuhnya di kasur kesayangannya.

Ucapan Dea masih terngiang-ngiang di otaknya. Tapi ia tidak boleh tiba-tiba mengakhiri
hubungannya hanya karena ucapan Dea bukan? Tapi ua juga tak mau ada banyak yang
tersakiti karena hubungannya dengan Artha.

Nara beranjak duduk dan mengambil ponsel yang ada di saku rok seragam sekolahnya. Ia
mencari kontak Kana lalu menghubungi gadis itu.

"halo ra" ujar Kana di seberang sana.

"bisa ke rumah gak Kan? Gue mau curhat" ujar Nara.


"oke gue otw"

"gue tunggu"

Setelahnya, Nara langsung mematikan ponselnya lalu berjalan menuju kamar mandi untuk
membersihkan diri dan mengganti baju seragamnya dengan baju santai.

*****

"Ara! Ada Kana di bawah!" teriak Bunda Nara dari bawah membuat Nara yang baru keluar
dari kamar mandi segera turun ke bawah. Sampai di bawah, ia melihat Kana yang duduk
bersama Aleka di sampingnya.

"Kan" panggilnya membuat Kana yang sedang berbicara dengan Aleka menoleh. Nara
mengisyaratkan Kana untuk mengikutinya ke kamar.

"gue ke atas ya Ale" ujar Kana lalu mengikuti Nara yang sudah berjalan duluan ke kamar.

Sampai di kamar Nara, Kana langsung merebahkan tubuhnya di kasur pink empuk milik
Nara.

"jadi, lo mau cerita apa?" tanya Kana.

"tadi gue ketemu sama kak Dea" ujar Nara membuat Kana langsung beranjak berdiri dari
kasurnya.

Saat ini Artha sudah berada di atas motor kesayangannya yang juga sudah terparkir di depan
rumah Kinara. Sambil menunggu Nara keluar, Artha lebih memilih bermain ponsel.

Artha menoleh kala mendengar suara pintu di buka. Benar saja ia menemukan Nara yang
baru saja keluar dari pintu rumah nya.

Nara yang baru keluar langsung membalalak kaget ketika mendapati Artha sudah duduk
manis di atas motornya yang terparkir di depan rumah. Perasaan ia tak membuat janji
berangkat bersama dengan Artha.
Nara berjalan menuju arah Artha sembari melahap roti yang tersisa di tangannya.

"udah lama kak?" tanya Nara. Artha hanya tersenyum lalu menyodorkan helm yang selalu ia
bawa jika bersama Nara.

"ayo naik" ujar nya membuat Nara mengangguk lalu menaiki motor Artha dengan tumpuan
bahu cowok itu.

"udah?" tanya Artha.

"udah kak"

Setelah itu Artha melajukan motornya dengan kecepatan sedang menuju ke sekolah.

"pegangan" ujar Artha di tengah-tengah berkendara.


Nara mengernyit heran. Dia kan sudah berpegangan pada jaket yang Artha kenakan.

"udah kok kak" balasnya sedikit berteriak takut Artha tak dengar.

"belum" jawab nya membuat Nara lagi-lagi mengernyit.

Jelas-jelas ia sudah berpegangan. Nara mengeratkan pegangannya pada jaket Artha


mengisyaratkan bahwa ia sudah berpegangan.

"bukan di situ" ujar Artha. Nara yang dasarnya agak lemot pun semakin di buat binggung.
Namun kemudian ia paham.

Dengan perlahan Nara melepaskan pegangannya di jaket Artha lalu memindahkan tangannya
ke bahu cowok itu untuk berpegangan.

"udah kan?"
Artha di depan sana menghela nafas. Bukan ini yang ia maksud. Langsung saja ia mengambil
tangan Nara yang ada di bahu nya lalu melingkarkan tangan gadis itu di pinggang nya.
Sempurna. Ini yang ia mau.

"pegangannya di sini" ujar Artha membuat Nara di belakang sana tersenyum tipis.

Ia menyandarkan kepalanya di punggung tegap Artha sembari menikmati angin pagi kota
Jakarta.

Ia sudah memikirkan perkataan Dea kemarin dengan matang. Ia tak akan mengakhiri
hubungannya dengan Artha hanya karena memikirkan perasaan orang lain. Kana pun juga
bilang seperti itu.

Ia akan mempertahankan hubungannya. Sudah resiko mereka bukan jika menyukai orang
yang sudah punya pasangan?

"Kana!! Ayo ke kantin" teriak Nara membuat Kana yang sedang tertidur terlonjak kaget.

"Bangsat! Siapa yang berani-berani nya bangunin gue?!" teriak Kana yang masih setengah
sadar.
"Ihh Kana! Ayo ke kantin!" ujar Nara sembari memukul kepala Kana dengan keras.

"Sakit goblok!" Kana mengelus kepalanya yang baru saja di pukul oleh Nara dengan pelan.

"ayo ke kantin" ajak Nara sekali lagi.

"emang udah istirahat?" tanya Kana masih dengan mengelus kepalanya.

"udah dari tadi! Gue sampe laper nungguin lo bangun!" cibir Nara membuat Kana
cengengesan.

Kana memang seperti itu jika tidur. Kalo Nara bilang Kana kalo tidur seperti orang latihan
Mati. Susah di banguninnya.

"yaudah ayo! Gue juga udah laper" ujar Kana menarik tangan Nara menuju ke Kantin.

Di tengah perjalanan ke kantin, tepatnya di depan toilet, Nara tak sengaja menabrak
seseorang.
"eh aduh maaf gak sengaja" ujar Nara membantu orang itu berdiri.

"jal-" ucapan orang itu terpotong. Dengan sekejap ia mengubah raut marah nya menjadi
senyuman.

"gak apa-apa kok. Gue yang jalan gak lihat-lihat" ujar orang itu, Dea dengan senyuman.
Entah palsu atau tulus.

"sekali lagi maaf ya kak tadi gak sengaja" ujar Nara lagi.

"udah gak apa-apa kok" ujar Dea sembari tersenyum manis. Jarang sekali Dea menunjukkan
senyuman nya kepada Nara. Atau hampir tidaj pernah?

"oh iya kalian mau ke kantin?" tanya Dea.

Nara terdiam sejenak lalu mengangguk mengiyakan pertanyaan Dea barusan.


"boleh bareng gak? Soalnya gue masih gak ada temen di sini" ujar Dea membuat Kana yang
sedari tadi diam di samping Nara angkat bicara.

"siapa lo? Kenal emang kita?" tanya Kana dengan nada judes nya.

"gak apa-apa kan ra?" tanya Dea tanpa memperdulikan ucapan Kana tadi.

Nara terdiam sejenak lalu menoleh ke arah Kana seolah meminta jawaban. Kana yang
mengerti menggelengkan kepala nya.

"kalo gak boleh gak apa-apa kok gue ke kelas aja" ujar nya membuat Kana memutar bola
matanya malas. Dasar ratu drama!

"ajak aja ya Kan" bisik Nara membuat Kana memelototkan matanya kaget.

Baru kemarin Dea meminta Nara memutuskan Artha. Dan juga pernah menyakiti gadis ini.
Dan sekarang, dengan entengnya Nara bilang untuk mengajak si pelaku makan bersama?
Sungguh Kana kehabisan kata-kata sekarang.
"masih sakit?" tanya Artha yang kini berada di samping Nara di brankar UKS sembari
meniupi lengan Nara yang luka.

Nara hanya menggeleng sebagai jawaban. Memang lengannya kini tak sesakit tadi. Sekarang
pun sudah di beri salep. Sudah lebih baik.

"Beneran gak sakit Ra?" tanya Kana yang juga berada di sana dengan khawatir. Pasal nya ia
tau bakso dari mang Jaja itu selalu di panaskan jadi sudah pasti kuahnya akan terasa sangat
panas. Ini semua pasti sengaja Dea lakukan. Kana yakin seyakin yakinnya!

Di UKS kini hanya ada Kana dan Artha. Sedangkan teman-teman Artha dan Syifa tadi sudah
masuk ke kelas karena bel sudah berbunyi sejak tadi.

"gak apa-apa kok Kan. Cuma melepuh dikit aja." ujar nya mencoba menenangkan Kana yang
terlihat marah.

"gara-gara nenek lampir itu lo jadi kayak gini" ujar Kana berapi-api. Ia masih yakin bahwa
Dea sengaja.

Artha yang sedari tadi terdiam langsung menatap Kana dengan datar. Benar juga. Kenapa ia
bisa lupa jika Dea yang melakukan ini kepada gadisnya. Ia terlalu khawatir dengan Nara.
Sedetik kemudian Artha kembali menatap Nara.

"udah gak apa-apa dia gak sengaja" ujar Nara. Lihat betapa baik nya Nara.

Kana menghembuskan nafas nya tak habis pikir. Kenapa Nara begitu baik? Bahkan saking
baik nya ia tak bisa membedakan mana yang palsu mana yang tulus. Ini yang membuat Dea
begitu mudah mendekati Nara dengan memanfaatkan kebaikan dan kepolosan gadis itu.

Cklek

Semua orang di dalam UKS sontak menolehkan kepala nya ke arah pintu yang baru saja di
buka. Di ambang pintu sana terlihat seorang gadis yang tengah menunduk sembari memilin
tangannya. Dea.

Kana menghembuskan nafas nya kesal. Pasti setelah ini akan ada sandiwara lagi yang di buat
gadis itu. Basi.
Dea di sana berdecak kala semua orang malah diam. Tidak ada yang menyuruhnya untuk
masuk. Gak tau apa capek berdiri sambil nunduk?!

Dengan pelan akhirnya Dea melangkah ke arah brankar dimana Artha dan Nara duduk.
Memasang wajah seolah-olah ia merasa bersalah. Padahal kenyataan nya ia tak merasa
bersalah sama sekali. Namun kali ini ia harus membuat Nara dan Artha percaya dengannya.

Setelah sampai di hadapan mereka, Dea langsung menatap Nara dengan tatapan bersalah. Ah
ia sangat mahir bersandiwara.

"Ra, maafin gue ya. Gue gak sengaja beneran. Tadi itu-"

"alah! Bilang aja lo sengaja" potong Kana muak mendengar segala sandiwara wanita ular di
depannya ini.

"Kan" peringat Nara agar Kana diam sebentar. Mungkin saja Dea memang tidak sengaja kan?

"Hai Nara!"

Teriakan heboh milik kakak kelas yang beberapa hari ini selalu bersamanya.
"Hai kak Dea. Tumben udah dateng jam segini?" tanya Nara menatap kakak kelasnya itu.

"Hehe iya nih. Tadi Tarik ke rumah nya pagi banget" ujar nya.

"Oh sama kak Tarik. Mana?" tanya Nara celingukan mencari keberadaan Tarik.

"Langsung ke kelas tadi"

Nara hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penuturan Dea. Entah mengapa


akhir-akhir ini Dea sangat ingin dekat denganya. Sampai-sampai pernah satu hari Kana
menghindari nya karena terlalu dekat dengan Dea.

"Lo mau ke kelas kan?" tanya Dea menatap keterdiaman Nara.

"Iya kak mau ke kelas. Kakak sendiri mau ke kelas apa ke kantin?" tanya Nara. Biasanya jika
berangkat pagi seperti ini Dea akan langsung mengajaknya ke kantin.
"Ke kelas aja. Ayo" ajak Dea.

"Ra!"

Baru saja hendak melangkahkan kakinya, Nara sudah berhenti dan langsung menoleh kala
mendengar suara yang familiar menyapanya.

"Hai kak" sapa Nara balik ketika melihat Artha berjalan ke arahnya.

Setelah Artha sampai di hadapan Nara, ia mendekat ke arah gadis nya dan mencium pucuk
kepala Nara dengan sayang. Kebiasaan baru mereka akhir-akhir ini.

"Kenapa telfon semalem gak di jawab?" tanya Artha mengabaikan Dea yang ada di samping
gadisnya.

"oh itu, tadi malem aku nemenin Bunda ke supermarket dan handphone nya aku tinggal" ujar
Nara yang kini menatap Artha dengan tak enak.
Artha menganggukkan kepalanya mengerti lalu mengenggam tangan Nara hendak membawa
gadis itu pergi dari sana.

"eh eh mau kemana?" tanya Nara membuat Artha menghentikan langkahnya.

"ke kelas kan?" tanya Artha memastikan.

"iya, tapi aku kan sama kak Dea" ujar nya menatap Dea.

Artha menghembuskan nafas nya pelan. Bohong jika ia tak tau apa motif Dea mendekati
Nara. Bahkan ia sudah pernah bilang kepada Nara untuk berhati-hati dengan Dea. Tapi, Nara
ya tetap Nara si gadis yang selalu posistive thinking. Semua ia ambil positif nya saja.

"dia bisa sendiri" ujar Artha kembali menarik Nara. Namun gadis itu masih enggan
melangkahkan kaki nya.

"dia gak akan tersesat Ra" ujar Artha meyakinkan.


"i-iya gak apa-apa kok Ra. Gue bisa sendiri" ujar Dea dengan senyum nya.

"udah kan? Ayo" ujar Artha kembali menarik tangan Nara yang ada di gengamannya.

"Lo gila hah?!" teriak Tarik menatap Dea yang duduk di kursi belajar di kamarnya dengan
santai.

"apaan sih santai aja kali. Gue udah bilang kan, gue bakal lakuin apapun buat dapetin Artha."
ujar Dea santai sembari memainkan kuku-kuku nya.

"tapi gak gini cara lo!" bentak Tarik. Ia sudah tahan sedari tadi. sejak Dea datang ke sini,
yang di bahas hanya tentang Artha, Artha dan Artha.

"terserah. Kalo lo gak mau bantu gue bisa sendiri" ujar Dea beranjak pergo dari kamar Tarik.

"gak sampe nyelakain orang juga Dea" ujar Tarik mulai melembut menbuat Dea
memberhentikan langkahnya.
"dia penghalang besar buat gue. Jadi harus di musnahkan" ujar Dea membuat Tarik semakin
tak percaya bahwa di hadapannya ini adalah Dea.

"gue gak akan bantu lo kali ini. Ini udah menyangkut nyawa De!" ujar Tarik membuat Dea
mengendikkan bahunya acuh lalu keluar dari kamar Tarik tanpa sepatah kata pun.

"karena cowok lo jadi kayak gini De? Haha kasian banget nasib gue" ujar Tarik tertawa miris
setelah Dea pergi meninggalkan kamar nya.

"kenapa selalu Artha yang lebih unggul dari gue?"

"bahkan soal cinta pun gue kalah. Haha Tarik emang bodoh" ujar Tarik sembari memukuli
Tembok. Tak perduli jika tangannya nanti akan lecet. Ia hanya ingin melampiaskan
amarahnya saja.

****

     "ALEE!! ANTERIN KAKAK DONG!"


Teriakan membahana milik Nara membuat Aleka, sang adik yang sedang asik bersantai di
kamar nta berdecak pelan.

"kenapa pake teriak sih? Kan kamarnya sebelahan" ujar Aleka kesal saat membuka pintu
kamarnya.

"hehe. Kakak kira kamu tidur" ujar Nara sambil cengengesan.

"ck! Mau anter kemana?" tanya Aleka menatap sebal kakak nya ini.

"ke minimarket depan komplek. Kakak traktir deh" ujar Nara.

"tunggu bentar" ujar Aleka lalu masuk ke dalam kamar.

"KAKAK TUNGGU DI BAWAH!" teriak Nara lalu beranjak turun menuju lantai bawah.
"IYA!"

"mau kemana Ra?" tanya Bunda nya yang sedang duduk bersama Ayahnya di ruang TV.

"mau ke minimarket depan Bunda sama Ale" jawabnya.

"tumben gak sama pacar kamu itu" tanya Ayah membuat Nara terdiam.

"i-itu dia sibuk" jawab Nara bohong. Memang sejak perdebatan kecil mereka tadi, Artha
sama sekali tidak menghubungi nya. Biasanya cowok itu akan selalu menelfon nya saat
malam seperti ini.

Seorang gadis yang tengah terbaring lemah di sebuah brankar rumah sakit mulai membuka
matanya perlahan. Gadis itu, Nara, mengedarkan pandangannya ke sekitar. Dimana dia?
Yang ia lihat hanya dinding yang di dominasi warna putih dan bau obat-obatan yang
menyengat. Ah rumah sakit.

Nara mencoba mengingat-ingat mengapa ia berada disini. Tadi ia dan Aleka sedang pergi ke
minimarket lalu...
Nara sontak melebarkan matanya. Kejadian tadi mulai teringat di otaknya. Ia kembali
mengedarkan sekitar. Dimana Aleka?

"Ra?" suara seseorang dari arah pintu membuat Nara menolehkan pandangannya.

"kak Artha?" Nara mencoba memfokuskan penglihatannya lagi. Benarkah ini Artha?
Bukannya mereka lagi berantem.

"iya" Artha berjalan mendekat ke arah brankar Nara.

"tadi Gara yang kabarin kalo kamu ada di sini" ujar Artha.

Memang tadi saat ia sedang berada di markas Gara tiba-tiba menelfonnya dan memberi tahu
bahwa Nara dan adiknya mengalami kecelakaan. Langsung saja Artha beranjak pergi menuju
rumah sakit yang telah di beri tahu Gara.

Saat ia sampai di rumah sakit ia melihat Bunda Nara yang tengah menangis histeris dan juga
ayah Bara yang mencoba menenangkan istrinya itu. Saat ia bertanya kepada Gara dan lainnya
yang memang berada di sana, mereka mengatakan bahwa Nara tak sadarkan diri dan Ale
yang di nyatakan Koma dan harus di rawat di ruang ICU akibat kecelakaan tadi.
"mana Ale kak?" tanya Nara tiba-tiba membuat Artha tiba-tiba terdiam.

"kak?"

Nara menatap Artha yang tiba-tiba terdiam. Kenapa memangnya? Apa ada yang salah dengan
pertanyaannya.

"Ale dimana kak?" tanya Nara sekali lagi.

Artha hanya diam sembari menatap Nara. Ia takut jika memberi tahu yang sebenarnya Nara
akan kembali drop dan pingsan.

Cklek

"Ara? Kamu udah bangun nak?" ujar Bunda Nara yang langsung berlari menuju anaknya itu.
"Bunda Ale mana?" tanya Nara saat Bundanya berjalan mendekat ke arah brankarnya.

Bundannya terdiam sama seperti Artha tadi. Nara memandang mereka berdua heran.
Sebenarnya ada apa ini? Kemana Ale?

"kenapa Bunda sama kak Artha diem waktu Nara tanya Ale? Kemana Ale bunda?" tanya
Nara sambil menguncang lengan Bundanya.

Bunda nya tak menjawab malah terisak membuat Nara menatap nya binggung. Nara mulai
merasa takut sekarang. Nara takut terjadi sesuatu kepada Ale.

"Jadi lo minta kita buat cari mobil yang udah nabrak calon adek ipar lo?" Celetuk Kevin yang
baru saja mendengar cerita bahwa dari Artha.

Memang tadi Artha dengan mendadak mengumpulkan anak-anak Atas untuk membantu
mencari pelaku penabrakan Ale.

Artha menatap Kevin dengan datar lalu mengangguk singkat.


"Kata Nara seinget dia mobil nya warna kuning" Ujar Artha membuat semuanya kembali
diam berpikir.

"Dea bukan? Mobil nya kan kuning" Ujar Liam tiba-tiba.

Sebenarnya Artha juga berpikir itu Dea. Tapi selidiki tidak mungkin ia langsung menuduh
orang sembarangan.

"Iya beberapa hari yang lalu dia ke sekolah sama mobil kuning" Ujar Tian menimpali.

"cek CCTV aja di depan minimarket atau di sekitarnya biar makin cepet ketemunya." Ujar
salah satu anggota Altas.

"Bener. Kita coba cek CCTV" Ujar Gara yang sedari tadi diam memperhatikan teman-teman
nya.

"Oke cukup gue sama anggota inti yang ke sana. Kalian semua boleh pulang. Kecuali yang ke
bagian jaga markas." Ujar Artha yang di anggun semuanya.
"Lo semua ikut gue" Ucap Artha sembari berjalan keluar dari markas.

Setelah berada di luar Artha, Gara, Tian, Liam, dan Kevin segera menaiki motor mereka
masing-masing kecuali Kevin yang nebeng pada Liam.

Setelah sekitar beberapa menit akhirnya mereka sampai di depan minimarket tempat kejadian
Nara dan Ale mengalami kecelakaan. Mereka semua turun dari motor lalu masuk ke dalam
minimarket itu.

"Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya mbak kasir yang sedang berjaga.

"CCTV" Ujar Artha singkat.

"Hah? Ekhm boleh di ulang mas? " Tanya Mbak mbak itu.

"Duh bego! Mbak mbak itu gak akan ngerti bahasa lo" Umpat Kevin yang berdiri di belakang
Artha.
"Lo aja sana" Ujar Liam sambil mendorong Kevin ke depan Artha.

"Lah kok gue?! Lo sana lo kan jago ngomong sama cewek" Ujar Kevin yang kini malah
kembali berpindah di belakang Artha.

"Ck! Lama lo berdua" Tian maju selangkah di depan Gara.

"Mbak boleh minta akses CCTV? Buat lihat kejadian kecelakaan berberapa hari yang lalu.
Kami ini saudara korban. Jadi mau menyelidiki kasus tabrak lari kemarin" Ujar Tian panjang
lebar.

"Hebat ya Tian" Bisik Kevin kepada Liam.

"Alah gitu doang gue juga bisa! " Balas Liam tak mau kalah.

"Giti diing gii jigi bisi. Alah tadi aja di suruh ngomong gak mau lo dasar anjing!" Umpat
Kevin sembari menonyor kepala Liam gemas.
"Lo juga bangsat" Balas Liam tak Terima.

"Lo berdua bisa diem gak? Lihat tuh Artha sama Tian udah ke sana" Ujar Gara jenggah
dengan keduanya.

"Lah kok udah di bolehin aja? Biasanya kan lama" Gumam Kevin namun tak urung
mengikuti Liam dan Gara di depannya.

"Bacot mulu lo! Udah ikutin aja" Sentak Gara jenggah.

Kevin yang berjalan di belakang gara langsung mencibir. Mengapa selalu dirinya yang di
bully oleh mereka? Kan Liam lebih pantas

*******

"Disitu pak. Berhenti di situ" Ujar Artha menyuruh orang yang sedang mengotak-atik CCTV
di depannya.
Memang tadi mereka langsung di beri akses CCTV karena maksud yang jelas dan juga untuk
menyelidiki kasus tabrak lari ini.

Sekarang mereka sudah berada di ruang kontrol CCTV yang ada di minimarket itu .

"Itu bukan mobil nya Tha?" Tanya Tian yang sedari tadi mengamati CCTV.

"Kemungkinan mobil itu. Lanjut pak" Ujar Artha kembali serius dengan monitor di
depannya.

Saat CCTV itu di putar, terlihat sebuah mobil yang tadinya berhenti di dekat minimarket
langsung berjalan dengan kencang menuju arah Nara yang akan menyebrang jalan. Lalu juga
terekam aksi Ale yang mendorong Nara agar terhindar dari mobil itu.

"Stop dulu pak" Ujar Gara yang juga memperhatikan.

"Itu plat nya Tha. Mungkin kita bisa nemuin mobil nya dari plat nya" Ujar Gara yang di
angguki oleh Artha.
"Bentar gue foto dulu" Ujar Tian sambil mengeluarkan ponsel nya.

"Udah" Ujar Tian.

"Cabut" Ujar Artha singkat lalu pergi keluar. Sedangkan sang kasir dan juga operator CCTV
yang ada di sana terksiap dengan sikap Artha.

"Ekhm maaf ya pak, mbak, teman saya memang begitu. Terimakasih untuk akses CCTV nya.
Kami semua pamit" Ujar Liam sambil memandang tidak enak ke arah kasir dan bapak tadi.

"Gak ada akhlak si Artha main nyelonong aja! Gue kan malu" Gerutu Kevin sambil berjalan
keluar.

"Lebih malu-maluin juga lo!" Ujar Tian pedas.

Kan apalagi salah Kevin ya Allah??? Apaa???

Setelah dari minimarket tadi, Artha dan kawan-kawan langsung kembali menuju markas.
"Langkah kita selanjutnya apa?" Tanya Kevin sambil mendudukkan dirinya di sofa yang
berada di markas.

"Kirim foto tadi di grup suruh anak-anak bantu cari. Kalo sekiranya di jalan lihat mobil yang
kayak gitu cepet kabarin satu sama lain" Ujar Artha tegas yang langsung di angguki oleh
mereka.

Gara yang merupakan wakil tau tugasnya, ia langsung mengirimkan foto itu di grup sembari
mengatakan apa yang Artha katakan.

Altas'21

Me:
Sent a photo

Itu foto mobil yang nabrak adiknya Nara

Artha bilang kalo di antara kalian ada yang liat mobil itu di jalan cepet kabarin.

Ojan:
Siapp bangg!

Lendra:
Bukannya itu mobil kaya punya cewe nya ketua geng sebelah?

Kevin ganteng:
@Lendra siape siape?!!!

Lendra:
Yang ono noh

Liam ganteng juga:


To the point dong anjing! Gasabar gua

Willy:
Yang ketemu di cafe tadi bukan Len? @Lendra

Lendra:
Ho'oh Will mirip kan ye?

@Kevin ganteng itu yang teh tarik bang

@Liam ganteng juga sabar napa sih elah!


Tian:
Ketemu di mana lo? @Willy @ Lendra

Willy:
Cafe lilac bang masih ada noh orang nya

Artha:
Lo masih di sana?

Lendra:
Masih bos

Willy:
Masih ketua

Mereka kaya lagi berantem ketua iya kan Len @Lendra @Ojan @ Randi

Randi:
Ape nih?

Oh iye kayak lagi berantem gitu duaan mulu dari tadi

Nara dan Ayahnya tergesa-gesa menuju ruang rawat Ale. Tadi sebelum Ale sadar memang
ruangannya sempat di pindahkan karena kondisinya sudah lumayan stabil. Ale memang lelaki
yang kuat. Buktinya tadi ia di nyatakan stabil dan sekarang sudah siuman. Nara bersyukur
akan fakta itu.

Nara dan Ayahnya langsung masuk setelah sampai di depan ruangan Ale. Saat mereka masuk
terlihat Ale yang sedang makan dengan di suapi oleh Bunda mereka. Wajahnya masih terlihat
pucat. Ah Nara ingin segera memeluk adik satu-satunya itu.

"Ale" Panggil Nara dengan parau. Syukurlah adik nya masih selamat. Ia tidak bisa
membayangkan jika Ale.. Sudahlah tidak perlu di pikirkan. Hanya menambah kesedihan.
Ale yang sedang di suapi oleh bunda lantas menoleh dan menatap Kakak nya itu dengan
binggung. Mengapa Nara meneteskan air mata? Apakah Nara tidak senang jika dirinya
siuman? Kakak macam apa itu?

Tanpa menunggu lagi Nara langsung berlari untuk memeluk adik kesayangannya itu. Sampai
sampai Bunda harus memundurkan kursi yang ia duduki agar Nara bisa leluasa memeluk
adiknya itu. Dasar putrinya ini

"Hiks hiks" Isak Nara di dalam pelukan Ale. Lagi-lagi Ale mengernyitkan dahi nya dalam.
Mengapa kakak nya ini malah menangis?

"Lah kenapa malah nangis? Gak seneng gue sadar? Yaudah gue koma lagi aja" Gurau Ale
yang mendapat pukulan keras di dadanya.

"Maafin kakak ya Le. Gara-gara kakak kamu jadi kayak gini" Ujar Nara dengan tangis yang
sudah mereda.

"Lo gak salah kak. Oh iya yah mobil yang mau nabrak kakak udah ketemu? " Tanya Ale
menatap Ayahnya yang berdiri di belakang kakaknya.
"Artha sama teman-temannya sudah punya tersangka. Tapi ayah masih mau menyelidiki
orang itu. Semoga aja cepat terungkap. Kamu istirahat aja Le. Biar ayah sama pacar kakak
kamu juga teman-temannya yang menyelidiki hal ini. Kamu masih belum pulih" Ujar Ayah
panjang lebar.

"Tapi kayaknya bukan kak Dea deh yah. Kak Dea baik kok sama aku. Gak mungkin kan dia
mau nyelakain aku?" Ujar Nara masih tak percaya jika Dea yang hendak menabraknya. Dea
kan baik kan kepadanya

"Kita selidiki dulu Ra. Siapa tau memang Dea Dea itu yang mau nyelakain kamu. Percaya
sama Ayah dan Artha. Pasti mereka bakalan cepet nemu pelakunya" Ujar Bunda yang berdiri
di samping Nara. Nara menatap Bunda nya lalu mengangguk pasrah.

Nara menghembuskan nafasnya pelan. Biarlah Ayahnya dan Artha menyelidiki hal ini. Satu
hal yang Nara harap kali ini. Semoga saja bukan Dea pelakunya. Tapi bisa jadi kan? Entahlah
ia juga tak yakin.

"Cepat selidiki pemilik mobil yang saya kirim fotonya tadi. Usut sampai tuntas. Kalau bisa
langsung bawa pemiliknya ke rumah saya."

"Baik pak."

Tut tut tut


"Siapa yah?" Tanya Nara yang memperhatikan ayahnya sedari tadi.

"Anak buah ayah. Bunda dan Ale sudah selesai?" Tanya Ayah Nara menatap putrinya itu
lembut.

"Masih beberes. Paling habis ini selesai." Jawab Nara.

Hari ini memang Ale sudah di perbolehkan pulang karena kondisinya mulai membaik.
Namun masih harus beristirahat dengan cukup. Oleh karena itu Bunda nya sibuk
membereskan barang yang sempat di bawa ke rumah sakit. Nara tadi sempat membantu lalu
ia izin ke kamar mandi dan menemukan ayahnya di depan ruangan rawat Ale sedang
menelfon seseorang.

"Yaudah Ayah siapin mobil dulu ya" Ujar Ayah Nara lalu mengelus kepala anaknya sayang.

"Ra!" Teriakan seseorang membuat Nara berhenti kala ia hendak masuk ke dalam ruangan
Ale.
Nara menoleh menatap orang yang memanggilnya tadi. Terlihat tiga orang berjalan menuju
ke arahnya.

"NARA SUMPA GUE KANGEN BANGET SAMA LO!!" teriak salah satu dari mereka.

Kalian bisa menebak kan siapa?

Kana berlari dan langsung memeluk Nara dengan erat. Seakan habis berpisah bertahun tahun
lamanya. Lebay!

"Astaga Kana ini di rumah sakit. Liat semua orang pada liatin kamu" Ujar Nara sembari
terkekej geli.

Ia menatap ke belakang punggung Kana. Terlihat Artha dengan gaya cool nya dan Gara
dengan muka tanpa ekspresi.

Nara tersenyum manis menatap Artha yang di balas senyum tipis oleh Artha.
Kana melepaskan pelukan mereka lalu mulai bertanya heboh tentang Ale. Ingat kan jika Kana
merupakan fans tetap Ale?

"Gimana dedek gemes gue??? Dia gak papa kan? Gak lecet kan? Masih ganteng kan? Liat aja
ya kalo yang nabrak ketemu gue cincang tu badan sampe ancur! Liat aja!" Ujar Kana panjang
lebar membuat Nara jenggah.

"Mending lo liat sendiri. Sekalian liat di belakang lo" Ujar Nara menahan tawanya.

Kana melihat kebelakang seperti yang di suruh Nara. Dilihatnya Gara dengan tatapan
tajamnya menatap ke arah dirinya. Kana menyengir menyadari ucapannya tadi. Lalu ia
berbalik menatap Nara seolah meminta bantuan.

"LEPAS! OM SAYA MAU DI BAWA KEMANA? LEPASIN SAYA! INI SEMUA SALAH
ANAK OM! LEPASIN SAYA!" Teriak seorang gadis yang sedang di seret oleh dua orang
berbadan besar dan di belakangnya ada seorang pria dengan wajah dingin memandang gadis
tak tau diri itu.

Dea dan Ayah Nara.

"Saya akan membawa kamu ke tempat seharusnya kamu berada." jawab pria itu singkat. Dea
yang mendengarnya sangat ketakutan. Ia tau dimana tempat yang di maksud. Tempat yang
tak pernah mau ia kunjungi. Sial
"Nggak! lepasin saya! anak om yang buat saya seperti ini!" teriak Dea lagi. Ia sungguh ingin
menangis kali ini. Ia sungguh takut.

"Bawa masuk ke dalam mobil. Nanti saya akan menyusul" ujar Ayah Nara kepada anak
buahnya. Ia muak mendengar suara gadis itu.

Tanpa berlama-lama anak buah nya langsung menyeret Dea ke dalam mobil dan membawa
gadis itu pergi dari pekarangan rumah sang tuan. Membawa gadis itu ke tempat yang di
perintahkan oleh Tuannya.

Sedangkan ayah Nara menuju ke dalam rumahnya untuk melihat keadaan putri nya yang
terlihat sangat terpukul mengetahui kenyataan ini. Ia sudah kenduga Nara akan sangat
terkejut mengetahui fakta ini. Namun mau bagaimana lagi. Ia tetap harus memberitahukan hal
ini kepada putri tercintanya.

Saat sampai di dalam ia di suguhi pemandangan di mana sang putri di rengkuh oleh
kekasihnya. Artha. Ayah Nara tersenyum tipis. Seperti nya Artha sangat cocok untuk Nara.
Perlukah ia menihahkan mereka berdua saat ini?

"Ara" panggil sang Ayah membuat Artha menoleh sedangkan Nara melepaskan pelukan
Artha lalu beralih memeluk ayahnya. Ayah Nara tersenyum menenangkan lalu mengelus
kepala anak kesayangannya itu.
"Kamu tenang ya. Ayah udah bawa dia ke kantor polisi. Biar polisi yang menangani kasus
ini." ujar Ayah Nara menenangkan anaknya. Tak akan ia biarkan siapapun menyakiti anaknya
lagi.

"kamu mau ikut ke sana?" tanya Ayah tanpa melepas pelukan anaknya itu.

Nara hanya mengangguk dalam pelukan ayahnya. Ia tak bisa berkata apa-apa rasanya.
lidahnya kaku. Ia masih tak menyangka dengan hal ini.

"baiklah kamu ke mobil dulu sama Artha Ayah mau bilang Bunda." ujar Ayah. Nara lagi-lagi
hanya mengangguk. lalu melepaskan pelukannya.

"Artha bawa Nara ke mobil kita ke kantor polisi sama-sama." ujar Ayah. Artha mengangguk
lalu menggenggam tangan Nara mengajaknya keluar dari rumah.

"Ra udah jangan terlalu di pikirin. Semua bakal baik-baik aja." ujar Artha menenangkan sang
kekasih. Ia tak tega melihat Nara seperti ini. Dadanya sesak.

Tarik menatap semua orang yang ada di kantor polisi itu. Lalu tak lama ia mengalihkan
pandangannya kepada Dea yang sudah bersimbah air mata. Hatinya sakit melihat Dea dalam
keadaan seperti itu. Dea adalah segalanya bagi Tarik.
"Apa gak ada cara lain buat selesain masalah ini?" Tarik menatap ke arah Nara, Artha dan
Ayahnya. Ia kini berada di depan ketiga orang tersebut yang menatap nya dengan berbagai
tatapan berbeda.

"Dia nyaris membuat anak saya kehilangan nyawa. Bukankan ini setimpal dengan
perbuatannya?" Jawab Ayah Nara sambil menatap pemuda pemberani di depannya ini.

"Saya tau tapi bukankan lebih baik jika di selesaikan dengan baik-baik? Dia dalam pengaruh
amarah dan obsesi nya kepada Artha saat itu." Jawab Tarik dengan santai. Sepertinya anak
muda ini cukup berani pikir Ayah Nara.

"Saya tahu hal itu tapi hal ini juga setimpal dengan apa yang di lakukan oleh perempuan itu
kepada anak-anak saya. Seorang ayah akan melakukan apapun untuk anaknya bukan?
bagaimana saya bisa membiarkan perempuan yang hampir membuat saya kehilangan anak
saya hidup bebas begitu saja?" Ayah Nara sedikit menaikan nada bicaranya pada Tarik agar
pemuda di depannya ini mengerti.

"Begitu juga dengan saya, Dea adalah segalanya bagi saya. Saya akan melakukan apapun
untuk bisa membebaskan dia dari tempat sialan ini." Ujar Tarik dengan lantang.

Dea di dalam sana masih bisa mendengar Tarik berusaha berbicara dengan Ayah Nara.
Hatinya tersentuh. Mengapa bisa selama ini dia tidak melihat Tarik berbeda? selama ini ia
melihat Tarik hanya seorang sahabatnya. Padahal Tarik sangat mencintai nya. Dan selama ini
ia selalu mengejar Artha yang bahkan tidak pernah melihatnya seperti Tarik melihatnya.
Sungguh Dea sangat menyesal. Namun untuk saat ini jika dia tidak bisa keluar dari tempat ini
ia akan berusaha menerima. Ia tahu kesalahannya, bahkan sangat menyadarinya.

"Saya akan lakukan apapun yang anda minta asalkan Dea bisa keluar dari sini" lanjut Tarik
lagi. Ia memandang Dea yang juga memandangnya kaget. Tarik tersenyum meyakinkan
kearah Dea.

Dea di dalam sana hanya menggelengkan kepalanya agar Tarik tak melanjutkan hal ini. Ini
kesalahannya ia tak mau Tarik yang tak tau apa-apa ikut masuk ke dalam masalahnya.

"Maaf kan saya nak, tapi seperti yang seharusnya teman mu itu atau maaf mungkin
kekasihmu akan tetap melalui proses hukum yang sesuai dengan perbuatannya. tapi jika nanti
hasil nya berbeda dengan yang saya inginkan saya akan memaklumi nya. Untuk saat ini saya
tidak bisa membiarkannya keluar dari sini dengan mudah." Ujar Ayah Nara sambil menepuk
pundak pemuda di depannya ini kemudian keluar dari kantor polisi itu.

Tarik tak bisa melakukan apa-apa kali ini. Ini memang murni kesalahan Dea. Tapi ia akan
berusaha agar setidaknya hukuman Dea bisa diringankan. Tarik memalingkan wajah putus
asa nya menghadap Dea. Dea dengan senyumannya mencoba meyakinkan Tarik bahwa ia
baik-baik saja. Sudah cukup pengorbanan Tarik baginya. Kini biarkan ia menanggung apa
yang sudah ia lakukan.

Setelah kejadian dipenjara dan beberapa minggu yang lalu kini Nara beserta Ayah, Bunda
dan Ale berkumpul di ruang keluarga dengan hangat dan harmonis. Sudah lama Nara tak
merasakan suasana ini. Ayah dan Bunda yang selalu bercanda, Nara yang menjadi bahan
candaan nya dan Ale yang sesekali menimpali dan memakan cemilan nya dengan tenang.

"Ini beneran udah selesai ya masalahnya?" Nara tiba-tiba saja berhenti tertawa dan
mengatakan hal yang sedari tadi ingin ia katakan.

Ayah, Bunda dan Ale yang tadinya tertawa langsung diam dan menatap Nara dengan tatapan
yang tak terbaca. Ayah kemudian menarik Nara kedalam rangkulannya kemudian mengelua
surai sang anak dengan lembut penuh kasih sayang.

"Udah cukup masalah yang buat kamu stres akhir-akhir ini kak. Semua udah selesai, semua
udah berlalu. Ale udah disini sama kita, keluarga kita bisa kumpul lagi kayak gini." Ujar
Ayah sembari terus mengelus kepala Nara dengan sayang.

Nara dalam rangkulan Ayahnya hanya tersenyum lalu ia merasakan ada rangkulan lain yang
menyambutnya. Bunda dan Ale ternyata juga ikut memeluk Nara yang ada di rangkulan
Ayah. Ini yang Nara rindukan beberapa minggu ini. Keharmonisan dan kehangatan
keluarganya.

"Kamu sekarang gak usah mikir yang udah berlalu ya kak. Tau sendiri kan kamu itu gampang
kepikiran. Luapin aja semua kekesalan kamu, marah, sedih ke Bunda, ke Ayah, ke Ale.
Bunda tau kamu paling gak bisa pendem masalah kamu sendiri." Ujar Bunda mencoba
memberi Nasihat kepada Nara.

"Tenang aja kak lo bisa berbagi apapun masalah lo sama gue kok. Sama kak Artha kan juga
bisa. Gue lihat lo makin nempel aja sama tuh cowok." Celetuk Ale membuat Ayah dan Bunda
tertawa. Nara pun juga tertawa mendengar Ale berkata demikian. Ale ini gampang sekali
cemburu kepada orang yang disayanginya.

Ah ngomong-ngomong mengenai Artha, cowok itu sebentar lagi ada janji jalan-jalan bersama
Nara. Sudah seminggu ini Artha terus mengunjungi Nara untuk menghibur kekasihnya itu.
Artha mencoba membuat Nara melupakan kejadian kemarin dengan caranya sendiri.

ting tong

Ini dia yang baru saja dibicarakan. Pasti itu Artha. Bunda sampai hafal dengan jam Artha
datang ke rumah. Mereka berempat yang semula berpelukan kini melepaskan diri masing-
masing karena mendengar bel diluar. Agaknya tamu rutin mereka sudah datang.
"Tuh kan baru juga diomongin udah dateng aja anaknya." Ujar Ale dengan wajah
menyebalkannya. Nara hanya terkekeh lalu segera berlari ke depan untuk membukakan pintu.

"Haii." Sapa Nara ketika melihat memang benar Artha lah yang datang.

Artha yang sedang duduk di kursi depan rumah Nara lalu berdiri dan langsung menarik sang
kekasih untuk masuk kedalam pelukannya. Ah rasanya baru kemarin ia datang kesini tapi ia
sudah rindu saja dengan gadis ini. Memang sedikit berlebihan kedengarannya.

"Kemana kita hari ini?" Tanya Nara mendahului Artha yang sudah siap membuka mulut akan
bertanya hal yang sama. Artha lalu terkekeh mendengar hal itu. Ia lalu mencubit gemas
hidung dari gadis didepannya ini.

"Itu kan yang mau kamu tanya? aku sampai hafal tau. Buat hari ini kita di rumah aja ya? di
halaman belakang. Ayah sama Bunda mau keluar soalnya." Ujar Nara. Artha hanya
mengangguk saja tak keberatan dengan hal itu. Ia akan menuruti apapun yang Nara akan
lakukan hari ini. Hal ini ia lakukan hanya untuk Nara seorang.

"Oke ayo kebelakang." Dengan riang Nara menarik tangan Artha ke taman belakang. Banyak
hal yang ingin ia lakukan di taman belakang hari ini. Ia sudah menyiapkan apa yang ia ingin
lakukan di taman belakang.

Saat Nara dan Artha sudah sampai di taman belakang, Artha dibuat heran dengan banyaknya
makanan mentah dan alat barbeque yang ada disana. Oh ini alasan Nara bersikeras tak ingin
ia ajak makan diluar hari ini. Ya, Artha sempat mengajak Nara untuk makan diluar tadi
sebelum ia berangkat kesini dan gadis itu menolak dengan alasan ingin dirumah saja.

"Ayo kita barbeque an!!!" Ujar Nara dengan riang membuat Artha tak bisa menahan
senyumnya lagi. Ia merasa hidup saat melihat senyum lebar Nara. Semua akan ia lakukan
untuk melihat senyum itu.

*****

Setelah kegiatan yang mereka lakukan tadi, kini Artha dan Nara sedang berada di kamar Nara
dengan series Netflix di depan mereka. Nara meminta Artha untuk menemaninya menonton.
Tentu saja Artha akan berkata iya.

"Aku bersyukur banget deh bisa punya kamu." Ujar Nara dengan tiba-tiba.

Artha yang sedang merangkul Nara menatap gadis itu dari samping dengan senyumannya.
Seharusnya ia yang mengatakan hal itu. Ia yang sangat beruntung memiliki Nara.

"Harusnya aku yang bilang gitu sama kamu. Kamu buat aku tau apa itu cinta, apa itu
kebahagian. Hidup aku jadi berwarna semenjak aku sama kamu. Jangan pernah pergi dari aku
ya?" Artha mengecup pelan kepada Nara yang ada di dadanya. Nara mendongak menatap
Artha di atasnya. Ia merasa ingin menangis saat ini juga. Artha sungguh membuat dirinya
merasa berharga dan spesial.

"Aku juga beruntung banget punya kamu. Aku gak akan pernah pergi dari kamu sampai
kamu yang minta aku buat pergi dari kamu." Nara terus menatap Artha dengan senyumannya.
Artha pun sama, ia banyak tersenyum hari ini.

"I love you Ra." Artha menatap Nara semakin dalam membuat Nara merasakan kupu-kupu
beterbangan di perutnya. Jarang sekali Artha mengatakan hal ini kepadanya.

"I love you more."

Tatapan mereka semakin dalam hingga keduanya sama-sama merasakan jantung mereka
berdebar kencang. Artha memikirkan sesuatu dikepalanya kini. Namun ia masih ragu
melakukan hal itu. Takut-takut Nara tak menyukainya.

"Ra...Can-" Belum sempat Artha menyelesaikan kalimatnya Nara terus mendekat ke


wajahnya. Artha tau apa yang seharusnya ia lakukan. Dengan jantung yang semakin berdebar
Artha mengecup bibir Nara singkat. Artha menjauhkan wajahnya menatap Nara yang sudah
memerah padam. Sungguh ini baru pertama kali banginya. Ternyata tak seburuk yang ia
pikirkan.

Dengan perlahan ia kembali mendekatkan wajah mereka. Namun,

"ah maaf-maaf lanjutin aja bro."

Sial! Ale merusak semuanya.

Epilog
Suara ramai dan euforia dari banyak murid mengisi kesunyian gedung ini. Banyak dari
mereka yang sedang menangis terharu mengahadapi kenyataan bahwa mereka mungkin tak
akan bertemu setiap harinya lagi. Begitupun dengan dua gadis yang sedang berpelukan
sembari menangis di tengah gedung ini.

"Hiks gue bakal kangen banget sama lo. Ah kenapa sih lo harus nyusul itu orang kuliah di
luar negeri? harusnya kan lo bisa disini aja sama gue hiks hiks." Ujar  Kana terus memeluk
Nara yang sedari tadi sibuk mengelus punggung sahabatnya itu.
"Selain karena kak Artha gue juga minat di universitas itu Kan. Jadi ya gue ambil disana."
Jelas Nara agar Kana tenang dan tidak terus menangis.

Ah mereka kini sedang berada di acara kelulusan mereka, Kana dan Kinara kini resmi keluar
dari SMA dan melanjutkan ke jenjang universitas. Mereka akan kuliah di universitas yang
berbeda. Kana di Universitas Indonesia dan Kinara di Cambrige University bersama Artha.
Ngomong-ngomong soal Artha, kini ia sedang menempuh S-1 nya di universitas yang akan
Nara masuki. Nara masuk kedalam universitas itu bukan karena Artha sana namun juga
karena jurusan yang ada di sana.

"Pokoknya lo harus selalu ngabarin gue ya!" Kana akhirnya melepaskan pelukannya setelah
dirasa ia sudah tenang. Nara hanya tersenyum dan mengangguk pasti untuk perkataan Kana.

Tiba-tiba Nara merasakan sebuah tangan merengkuh pinggang nya. Ia menoleh kesamping
dan mendapati Artha berada disampingnya. Ia tersenyum menatap lelaki itu. Artha rela
mengambil cuti dan terbang dari Inggris untuk mendatangi acara wisuda Nara. Kana yang
masih kesal dengan Nara yang akan melanjutkan studi nya di kampus yang sama dengan
Artha hanya memandang Artha dengan tatapan permusuhan.

"Bisa kita keluar?" Ujar Artha tiba-tiba membuat Kana semakin melototkan matanya. Bisa-
bisanya ia baru datang dan langsung membawa Nara pergi darinya?

Nara menoleh menatap Kana seolah meminta persetujuan. Mau tak mau ia menganggukkan
kepala nya saat Nara menatapnya dengan tatapan yang ah Kana tak bisa jelaskan. Nara
tersenyum lalu memeluk Kana sekali lagi sebelum mengikuti kemana Artha membawanya.

"Tadi ayah sama bunda udah duluan ya?." ujar Artha saat mereka sampai di taman sekolah
mereka. Nara hanya mengangguk lalu menyenderkan kepalanya di bahu Artha.

"Aku gak sabar banget buat kuliah sama kamu. Pasti seru. Oh iya apartment aku juga di
kawasan kamu kan?" ujar Nara begitu senang ia akan kuliah bersama kekasihnya dan tidak
perlu LDR.

"Hm aku udah siapin semuanya. Aku juga bakal berangkat sama kamu." Ujar Artha.

Mereka tak menyangka hubungan yang awalnya tak Artha maupun Nara sangka akan
bertahan sampai saat ini. Sudah tiga tahun mereka menjalin hubungan yang menyenangkan
ini. Artha begitu menikmati saat-saat Nara hadir dihidupnya. Nara juga begitu, ia tak
menyangka kakak kelas yang tak sengaja menolongnya dulu kini selalu ada dalam hidupnya.

"Happy 3rd Anniversary Babe."

"Happy Anniversary yang ke 3 Ar."


Setelah hening beberapa saat mereka mengucapkan kata itu bersamaan. Lalu mereka saling
berpandangan dan tertawa karena nya. Nara kira Artha lupa dengan hari jadi mereka.
Ternyata Cowok itu malah menyiapkan buket bunga yang ia tak tau sejak kapan berada
disini.

"Aku kira kamu lupa." Ujar Nara menerima buket bunga yang di berikan Artha.

"Never" Jawab Artha dengan aksen british yang kini semakin kental. Artha kemudian
membalikkan bahu Nara agar menghadapnya. Ia menggenggam tangan mungil Nara lalu
mengecupnya singkat. Ah sudah seperti orang Inggris asli saja pria ini.

"you're beautiful. Kamu cantik banget hari ini." Ujar Artha sambil terus memandangi Nara
yang sudah memerah padam di depannya. Tapi memang Nara sangat cantik dengan balutan
dress berwarna biru laut kali ini.

"Terus kayak gini ya Ra sampai kapanpun. Aku gak bisa kehilangan kamu. Promise me."
Artha menarik Nara kedalam pelukannya menyalurkan rasa sayangnya yang begitu besar
kepada gadis ini.

"I promise."

Artha merasa bersama Nara adalah salah satu keberuntungan yang ia miliki. Nara yang
menjadi sandarannya, Nara yang menjadi tempatnya pulang, Nara yang memberikan warna
dikehidupannya, Nara yang selalu ada untuknya. Nara adalah segalanya bagi Artha. Senyum
yang Artha miliki banyak terlihat hanya dihadapan Nara. Semua akan Artha lakukan untuk
membua Nara tersenyum. Senyum Nara bagai obat dan penenang baginya. Ia perlahan-lahan
keluar dari kegelapan yang ada dihidupnya.

Nara menjadi cahaya dalam gelapnya hidup yang Artha jalani.

Nara menjadi warna dari kehidupan Artha.

Nara berharga bagi Artha.

******

Anda mungkin juga menyukai