Anda di halaman 1dari 8

Sahabat beda Sifat

Oleh Fivia Aulia Irwanda

Pagi hari ini ibu kota Jakarta terbilang cukup berbeda dari biasanya.
Suasana kota yang biasanya bising dan terik digantikan oleh udara
yang sejuk dan kicauan burung yang merdu. Hal itu dikarenakan
malam kemarin ibu kota ini dilanda hujan yang cukup lebat yang
membuat suasana menjadi agak dingin dan menciptakan genangan
dimana mana.

Perkenalkan namaku adalah Kayonna Athara aku adalah murid


kelas XI IPA 1 kelas yang terkenal dengan kepandaian muridnya.
Sekarang aku sedang berada di halte bus dan memainkan kakiku
selagi menunggu kedatangan bus. Hingga sebuah mobil dengan
kecepatan tinggi melaju dengan kencang membuat genangan yang
ada didepanku terinjak olehnya dan terciprat kepadaku.

Aku sontak memejamkan mataku. Namun 1 detik 2 detik 3 detik aku


tidak merasakan apapun. Aku kemudian perlahan membuka mataku
dan melihat sebuah sepatu dihadapanku. Aku perlahan
mendongakkan kepalaku dan sudah kuduga. Hal pertama yang aku
lihat adalah seorang laki laki dengan senyumannya yang lebar. Siapa
lagi kalau bukan Archer. Dia adalah Archer Maverick teman
sekaligus sahabatku dari kelas 4 SD. Sifatnya sangat bertolak
belakang denganku. Banyak yang berkata bagaimana kami bisa
bersahabat selama itu dengan sifat kita yang berbeda satu sama
lain. Namun aku pun tidak memiliki jawaban atas pertanyaan itu.
Sedangkan Archer dia hanya berkata “Karena kita istimewa”.

“Kau tidak apa apa?,” tanyaku. Archer hanya berdehem sebagai


jawaban kemudian duduk disebelahku. “Sinikan jaketmu biar
kucuci,” ujarku sembari melepaskan jaket Archer. Namun ditahan
olehnya. “Tidak perlu kan itu memang tugasku untuk melindungi
sahabat es ku,” ledeknya. Aku menatap Archer datar. “Cepat jangan
buat aku untuk berhutang budi padamu,” ujarku. Archer
mencebikkan bibirnya kesal. “Bisakah kau membalas kebaikanku
dengan terimakasih bukan dengan balas budi?” kesal Archer. Aku
menghela nafas panjang. “Hem terimakasih sudah menolongku
sahabat tersayangku,” ujarku tersenyum. Archer yang mendengar
langsung tersenyum senang. “Benarkah kau mengatakan itu?”
tanyanya. Aku tidak menggubris perkataan Archer dan langsung
menariknya masuk kedalam bus yang baru sampai.

Aku dan Archer bersekolah di sekolah yang sama. Yaitu SMA Taruna
Bangsa. Namun kita hanya berbeda kelas. Aku kelas IPA 1 dan
Archer IPA 3. Hal itu dikarenakan Archer yang terlalu malas untuk
berhadapan dengan buku.

“Atha kau tau sebenarnya aku sangat malas untuk ke sekolah jika
bukan karena kau,” ujar Archer. “Why?” tanya Atha. “Karena aku
harus melindungi sahabat es ku tentunya,” jawab Archer. “Daripada
kau membuang waktumu untuk melindungi ku lebih baik kau
perbaiki nilai kursi dan merdekamu itu,” ujar Atha dengan nada
mengejek. “Atha tolong jangan bahas itu lagi itu sangat
mengesalkan,” kata Archer. “Bagaimana jika kau mengajari ku untuk
belajar?” usul Archer. “Tidak mau,” cuek Atha. “Ayolah! Ku mohon
aku tidak bisa jika harus belajar sendirian. Ya ya ku mohon,” bujuk
Archer sembari memegang tangan Atha dan memelas. Atha
menghela nafas panjang. “Hm baiklah,” jawab Atha. “Yess
terimakasih!” teriak Archer sambil berlari. Atha geleng-geleng
kepala melihat perilaku Archer.

Sepulang sekolah...
Terlihat seorang gadis dan laki laki berseragam SMA sedang
berjalan beriringan. “Kau kenapa?” tanya Atha. Archer tidak
menjawab dan hanya memberikan kertas pada Atha. Atha hampir
saja menyemburkan tawanya melihat satu huruf merah disana.
Huruf F. “Kau sepertinya perlu untuk benar-benar belajar. Baiklah
ini buku ku didalamnya terdapat jawaban dan cara caranya kau
pelajari untuk ujian besok mengerti?” ujar Atha sembari
memberikan buku tebal kepada Archer. “Kau tadi sudah berjanji
untuk menemaniku belajar,” balas Archer. “Aku lupa kalau aku juga
sibuk,” kata Atha kemudian berlari pergi. “Pelajari sendiri aku yakin
kau bisa!” teriak Atha.

Keesokan harinya...

Di SMA Taruna Bangsa ini seluruh siswa digemparkan dengan berita


bahwa Atha yang dekat dengan Rean dan juga bahwa mereka
berdua sedang belajar bersama di sebuah cafe. Karena sebelumnya
Atha tidak pernah dekat dengan siapapun kecuali Archer.
Sedangkan Archer yang baru datang dan mendengar berita tersebut
dari temannya merasa terkejut jadi karena ini ia menolak untuk
belajar bersamanya ia lebih memilih belajar bersama Rean. Padahal
sebelumnya Atha tidak pernah menolaknya. Archer
menghembuskan nafasnya kasar kemudian berjalan kearah kelas
IPA 1. Baru saja ia datang ia sudah melihat pemandangan bahwa
Atha yang sedang duduk sebangku dengan Rean dan tertawa
bersama bahkan Atha tidak pernah bersikap seperti itu kepadanya.

Archer menghampiri mereka dan menarik tangan Atha. Sontak


membuat Rean juga ikut berdiri. “Ada apa?” tanya Atha. “Kau
menolak untuk mengajariku kemarin karena Rean? Dan sejak kapan
kau dekat dengannya?” tanya Archer menggebu-gebu. “Bukan
urusanmu!” sentak Atha sembari menghempaskan tangan Archer.
Seluruh siswa yang menonton kejadian itu terkejut dengan jawaban
sekaligus perilaku Atha karena sebelumnya keduanya tidak pernah
seperti ini. Bahkan Archer juga. “Kau kenapa?” tanya Archer
berusaha menahan amarahnya. “Kau yang kenapa! Kau selalu
menyusahkan hidupku bahkan karena kau aku selalu mendapatkan
hukuman yang tidak seharusnya ku dapat!” teriak Atha. “Bukankah
kau selalu bilang tidak keberatan dengan hal itu?” tanya Archer.
“Aku memang tidak keberatan tapi aku lama lama kesal!” balas
Atha. Archer mengangguk paham. “Hm iya seharusnya aku juga
sadar diri bagaimana bisa aku berteman dengan siswa terbaik
sedangkan diriku?” Archer terkekeh. “Baiklah jika itu maumu,” ujar
Archer kemudian berlalu pergi.

Atha menatap kepergian Archer dengan sendu. Ada suatu


penyesalan setelah ia mengatakan hal itu. “Jika kau menyesal
katakan dan minta maaf diam bukanlah solusi tapi memperburuk,”
tutur Rean. “Tidak perlu apa yang aku lakukan sudah benar,” jawab
Atha. “Lebih baik katakan yang sebenarnya daripada kau menyesal
nanti,” balas Rean. Kemudian menepuk pundak Atha tiga kali dan
berlalu pergi.

Setelah kejadian itu kedua sahabat ini seperti orang yang asing.
Atha yang selalu bersama dengan Rean dan Archer bersama teman
temannya. Saat mereka berpapasan merekapun hanya saling tatap
dan tidak berbicara ataupun bahkan menyapa.

Terlihat disebuah lapangan basket SMA Taruna Bangsa seorang laki


laki dengan penuh peluhnya berkali-kali memasukkan bola basket
pada keranjang namun berkali-kali juga gagal. Ia kemudian
memantulkan bola tersebut ke lantai dengan sangat keras dan
menghempaskan tubuhnya ke lantai. Ia berusaha mengatur. Ia
masih memikirkan kejadian beberapa hari yang lalu. Ia masih
berharap bahwa itu hanyalah mimpi buruk. Apa ia melakukan ini
karena Rean disisinya? Apa benar benar dia melupakannya? Hingga
beberapa menit kemudian seseorang menghampirinya.

“Sepertinya kau sangat frustasi kehilangan sahabatmu itu,” ujar


seseorang itu. “Dan itu semua karenamu Rean,” jawab Archer. “Kau
tau benar sifat Atha ia bukan orang yang seperti itu,” ujar Rean.
“Dan oleh karena itu aku kecewa padanya kenapa dia bisa berkata
seperti itu padaku,” jawab Archer. “Terkadang ada sesuatu yang
tidak harus dikatakan Archer,” kata Rean kemudian berlalu pergi.
Sedangkan Archer berusaha mencerna perkataan Rean. Pasti ada
sesuatu yang tidak ia ketahui karena mustahil Atha melakukan itu
padanya meski sifatnya yang terbilang cuek tapi ia tahu Atha peduli
meski ia tidak menunjukkannya.

Hingga sebuah kertas melayang dan menghantam wajahnya


membuat lamunan Archer buyar. Ia kemudian mengambil kertas
tersebut dan disana tertulis Surat Kepindahan lalu dibawahnya
Atas nama Kayonna Athara.

Deg.

Apa ini? Surat kepindahan? Tapi mengapa Atha tidak pernah


memberi tahunya tentang ini? Dan kepindahannya hari ini? Ia
kemudian beranjak berdiri dan berlari menuju kelas IPA 1. “Atha
dimana?” tanya Archer. “Memang kau tidak tau? Dia baru saja pergi
ke bandara ia akan melanjutkan studinya ke Amerika,” jawab salah
satu dari mereka.

Archer menggeleng pelan. Ia kemudian berbalik dan berlari


menyusul Atha ke bandara dengan naik taksi dan naasnya mengapa
disaat seperti ini kenapa harus macet. Ia mengacak rambutnya
frustasi akan keadaan sekarang. Apa yang harus ia lakukan ia akan
terlambat jika terus seperti ini. Seperkian detik kemudian ia
membuka pintu mobil dan mulai berlari menyebrangi jalan yang
ramai itu dengan cepat. Hingga dia sampai jatuh tersungkur dan
berdarah namun itu tidak cukup sakit jika dibandingkan dengan
penyesalannya nanti. Ia kembali berdiri dan berlari dengan cepat
sembari memegang kakinya yang terluka.

Setelah sampai di bandara ia langsung mencari keberadaan Atha.


Namun ia sudah berkeliling bandara namun hasilnya tetap sama.
Apa ini sudah terlambat? Apa penerbangan sudah berangkat?
Archer menunduk lesu dan terduduk sembari menelungkupkan
wajahnya. Hingga ia merasakan sapuan lembut dirambutnya. Ia
mendongak mendapati gadis yang sedari tadi ia cari. Tanpa
membuang banyak waktu ia langsung memeluk erat Atha. “Kau
tidak boleh pergi!” ucap Archer sembari memeluk erat tubuh Atha.
“Aku harus Archer,” ujar pelan Atha. “Kenapa kau tidak
memberitahuku?” tanya Archer. “Aku sahabat yang buruk,” jawab
Atha. “Dan aku lebih buruk jika saja aku tidak berada disini,” balas
Archer. “Maaf,” ucap Atha pelan. “Bisakah aku memintamu tetap
tinggal?” tanya Archer. “Kau tau ini impianku Archer,” balas Atha
pelan.

Archer kemudian melepaskan pelukannya pada Atha dan


menuntunnya untuk duduk. Ia mengambil tangan Atha dan
memasangkan sesuatu disana. Sebuah gelang bertuliskan A².
“Mengapa kau tidak membenciku?” tanya Atha. “Karena aku tau
meski sifatmu yang terbilang cuek dan dingin kau tidak akan setega
itu padaku,” jawab Archer. “Sudah dan pastikan kalau jangan sampai
hilang karena aku membeli satu set couple,” ujar Archer sembari
memperlihatkan gelang yang ia pakai. “Mengapa bukan namamu
saja?” tanya Atha. “Karena A² sudah mewakili kita berdua,” jawab
Archer. “Dan jangan pernah lupakan aku,” lanjut Archer. Atha
mengangguk paham.

Archer berdehem sebentar. “Apa ini alasanmu menjauhiku dan


menciptakan salah paham diantara kita?” tanya Archer. “Aku hanya
tidak ingin mengalami yang namanya perpisahan seperti sekarang,”
ujar Atha. “Tetap saja seharusnya kau memberitahu dan kau pergi
ke Amerika bersama Rean?” tanyanya. “Hm kita berdua,” jawab
Atha. “Andai aku lebih pintar dan tidak main-main mungkin aku
akan pergi bersamamu jadi maafkan aku,” Atha tertawa kecil. “Jika
kau pandai dunia akan hancur karena terkejut,” ejek Atha.

Archer mengambil tangan Atha dan menggenggamnya. “Aku


mendukungmu untuk pergi Atha dan pastikan kau pulang
membawa kabar yang gembira,” ujar Archer tersenyum simpul.
“Atha! Ayo pergi,” panggil Rean dari kejauhan. Mereka berdua
beranjak berdiri dan saling memeluk satu sama lain. “Aku berjanji,”
ujar Atha. Archer mengangguk. “Aku pergi dulu belajarlah dengan
rajin dan jaga dirimu sendiri,” pamit Atha. Diangguki oleh Archer.
Atha kemudian berlalu pergi sembari menggeret kopernya. Sebelum
itu ia mengambil tangan kiri Archer dan memberikan selembar
kertas. Archer menatap punggung Atha yang perlahan menghilang
dari pandangannya. Seperkian detik kemudian ia kembali duduk di
kursi dan pandangannya jatuh pada apa yang ia genggam. Selembar
kertas yang diberi Atha tadi.

Archer menghela nafas pelan. Kemudian perlahan membuka kertas


tersebut. Disana bertuliskan...

Hai Ar.... Maaf karena belum bisa menjadi sahabat yang baik
untukmu dan terimakasih pernah menjadi temanku sekaligus
sahabatku.... Menjadi sahabatmu adalah kenangan terindah dalam
hidupku dan mengenalmu adalah suatu hadiah berharga untukku.
Baiklah sedikit saja aku akan mengirim pesan untukmu lain waktu.
Kau baik baik disana, jaga diri, jangan membuat masalah dan belajar
dengan giat

-From Kayonna Athara

For Archer Maverick

Archer menyeka air matanya. Ia tahu Atha adalah sahabat yang baik
dan peduli padanya namun ia tidak pernah menunjukkannya ia
memang tidak tahu tapi ia bisa merasakan semua itu meski secara
tidak langsung. “Aku harap kau baik baik disana Athara,” gumam
Archer.

_End_

Anda mungkin juga menyukai