Anda di halaman 1dari 10

Nama : Rachel Cyntiya Yayan Ananda

Kelas : 7A

Tugas PPKN ( 5 Tokoh menjelang Proklamasi dan Sesudah Proklamasi)

Tokoh Pertama
Ir. Soekarno

Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni
Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung
oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga
tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan
Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar
Jepang sendiri. 
Pada bulan Agustus 1945, Ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat
wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi
kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri. Namun keterlibatannya dalam
badan-badan organisasi yang dibentuk oleh bangsa Jepang membuat Ir. Soekarno dituduh oleh
bangsa Belanda telah bekerja sama dengan bangsa Jepang, antara lain dalam kasus romusha.

Masa Kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia
diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena
tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal
17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno
menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan
kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden
konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi
dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan
terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal
sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem
multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun
tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya
kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional.
Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai
hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955,
mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan
Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat
"bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan
imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir
yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan
konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal
Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru
(India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat
jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun
sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena
ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa.
Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno
bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden
Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di
antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika
Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

Masa-masa kejatuhan 
Masa-masa kejatuhuan Soekarno dimulai sejak ia "bercerai" dengan Wakil Presiden Moh. Hatta,
pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan Indonesia. Ditambah
dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia, dan
puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak dapat
"memenuhi" cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera.

Akhir Hayat Ir. Soekarno


Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah mengalami
pengucilan oleh penggantinya Soeharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, Jawa Timur,
dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan ribu hingga
jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat penyelenggaraan Haul Bung
Karno.

Tokoh Kedua
Dr. K.R.T Radjiman Wedyadiningrat

Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat (lahir di Yogyakarta,


21 April 1879 – meninggal di Ngawi, Jawa Timur, 20 September 1952 pada umur 73 tahun)
adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia.

Dimulai dengan model pembelajaran hanya dengan mendengarkan pelajaran di bawah jendela
kelas saat mengantarkan putra Dr. Wahidin Soedirohoesodo ke sekolah, kemudian atas belas
kasihan guru Belanda disuruh mengikuti pelajaran di dalam kelas sampai akhirnya di usia 20
tahun ia sudah berhasil mendapatkan gelar dokter dan mendapat gelar Master of Art pada usia 24
tahun. Ia juga pernah belajar di Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika. Pilihan belajar ilmu
kedokteran yang diambil berangkat dari keprihatinannya ketika melihat masyarakat Ngawi saat
itu dilanda penyakit pes, begitu pula ia secara khusus belajar ilmu kandungan untuk
menyelamatkan generasi kedepan dimana saat itu banyak Ibu-Ibu yang meninggal karena
melahirkan.

Sejak tahun 1934 ia memilih tinggal di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi
dan mengabdikan dirinya sebagai dokter ahli penyakit pes, ketika banyak warga Ngawi yang
meninggal dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah kediamannya yang sekarang
telah menjadi situs sudah berusia 134 tahun. Begitu dekatnya Radjiman dengan Bung
Karno sampai-sampai Bung Karno pun telah bertandang dua kali ke rumah tersebut.

Dr. Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Boedi Oetomo dan sempat menjadi ketuanya
pada tahun 1914-1915. Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman
adalah satu-satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa dimulai
dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di saat memimpin
Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat disetiap daerah di Indonesia
(kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad
dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi Utomo.

Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, ia mengajukan pertanyaan “Apa dasar negara Indonesia
jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan
uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh
Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang
pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya
dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi
temuan baru dalam sejarah Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah
Bapak Bangsa pencetus Pancasila.

Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat
untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pengeboman
Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia. Pada masa setelah
kemerdekaan RI Radjiman pernah menjadi anggota DPA, KNIP dan pemimpin sidang DPR
pertama di saat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari RIS.

Tokoh Ketiga

Mr. Achmad Soebardjo

Riwayat Hidup dan Perjuangan Mr. Achmad Soebardjo


Achmad Soebardjo lahir di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat pada tanggal 23 Maret 1896. Ia
merupakan putra dari pasangan Teuku Muhammad Yusuf dan Wardinah. Sang ayah masih
keturunan bangsawan Aceh dari Pidie, Kakek Achmad Soebardjo dari pihak ayah adalah Ulee
Balang dan ulama di wilayah Lueng Putu. Teuku Yusuf bekerja sebagai pegawai pemerintahan
dengan jabatan Mantri Polisi di wilayah Teluk Jambe, Kerawang. Sedangkan sang ibu
merupakan keturunan Jawa-Bugis dan merupakan anak dari Camat di Telukagung, Cirebon.
Mulanya, Achmad Soebardjo diberi nama Teuku Abdul Manaf oleh ayahnya dan Achmad
Soebardjo oleh ibunya. Sedangkan, nama Djojoadisoerjo ditambahkannya sendiri setelah
dewasa, saat ia ditahan di penjara Ponorogo karena Peristiwa 3 Juli 1946.

Achmad Soebardjo bersekolah di Hogere Burger School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah
Menengah Atas) pada tahun 1917. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Universitas
Leiden, Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana
Hukum) di bidang undang-undang pada tahun 1933.

Semasa masih menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan


Indonesia melalui beberapa organisasi seperti Jong Java dan Persatuan Mahasiswa Indonesia di
Belanda. Pada bulan Februari 1927, ia menjadi wakil Indonesia bersama Mohammad Hatta dan
para ahli gerakan-gerakan Indonesia pada persidangan antarbangsa “Liga Menentang
Imperialisme dan Penindasan Penjajah” yang pertama di Brussels dan selanjutnya di Jerman.
Pada persidangan pertama tersebut juga hadir Jawaharlal Nehru dan pemimpin nasionalis lainnya
yang terkenal dari Asia dan Afrika. Sewaktu kembalinya ke Indonesia, Soebardjo aktif menjadi
anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan kemudian
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pada 16 Agustus 1945, para pemuda pejuang termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana,
Shodanco Singgih, dan pemuda lainnya membawa Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok
(Peristiwa Rengasdengklok). Tujuannya yaitu agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak
terpengaruh oleh Jepang.

Para pemuda pejuang tersebut kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan
para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta terjadi perundingan
antara golongan muda yang diwakilkan oleh Wikana dan golongan tua diwakilkan oleh Achmad
Soebardjo. Achmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di
Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok.
Mereka menjemput Soekarno dan Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Achmad Soebardjo berhasil
meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan.

Perjalanan Karier Mr. Achmad Soebardjo Setelah Kemerdekaan

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soebardjo dilantik sebagai Menteri Luar Negeri pada Kabinet
Presidensial yaitu kabinet Indonesia yang pertama. Pada tahun 1951 – 1952, Ia kembali menjabat
menjadi Menteri Luar Negeri. Selain itu, ia juga menjadi Duta Besar Republik Indonesia di
Switzerland antara tahun 1957-1961.

Dalam bidang pendidikan, Soebardjo merupakan profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan
dan Diplomasi Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas Indonesia.

Wafatnya Mr. Achmad Soebardjo dan Diangkat sebagai Pahlawan Nasional

Pada 15 Desember 1978, Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo meninggal dunia dalam usia 82
tahundi Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru, akibat flu yang menimbulkan komplikasi.
Kemudian, Ia dimakamkan di Cipayung, Bogor.

Pada tahun 2009, Pemerintah mengangkat almarhum Achmad Soebardjo sebagai salah satu
Pahlawan Nasional Indonesia.

Tokoh Keempat

Drs. Moh Hatta

Kehidupan di Masa Muda Muhammad Hatta

Mohammad Hatta lahir di Fort De Kock pada tanggal 12 Agustus 1902. Ayahnya bernama
Muhammad Djamil dan ibunya bernama Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau. Ayahnya
adalah keturunan dari ulama tarekat di Batuhampar yang masih termasuk Sumatra Barat.[5]
Sedangkan latar belakang ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Sebenarnya,
Hatta lahir dengan nama Muhammad Athar.Athar adalah Bahasa Arab berarti harum. Sejak kecil
Hatta sangat dekat dengan lingkungan yang taat menjalankan ajaran agama Islam. Ayah Hatta
meninggal saat dia umur tujuh bulan. Setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah dengan
seorang pedagang dari Palembang bernama Agus Haji Ning. Sejarah Islam di Indonesia memiliki
cerita yang panjang. Khususnya perkembangan Islam di Bukittinggi yang pesat membuat Hatta
menjadi orang yang sangat religius.
Mohammad Hatta pertama kali memasuki dunia pendidikan di sekolah swasta. Setelah enam
bulan, Hatta pindah ke sekolah rakyat. Hatta lalu pindah ke ELS di Padang sampai tahun 1913.
Lalu lanjut ke MULO hingga tahun 1917. Selain pengetahuan umum, ia telah belajar agama
kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad dan banyak ulama lainnya. Hatta juga
tertarik terhadap perekonomian. Di Padang, ia juga aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai
bendahara.

Pada tanggal 18 November 1945, Hatta melangsungkan pernikahan dengan Rahmi Hatta. Tiga
hari setelah menikah mereka pindah dan bertempat tinggal di Yogyakarta. Dari pernikahan
mereka dikarunai tiga anak perempuan yang diberi nama Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi’ah
Hatta dan Halida Nuriah Hatta.

Pergerakan Muhammad Hatta di Belanda

Hatta memulai Pergerakan politiknya ketika dia mulai bersekolah di Belanda dari 1921 hingga
1932. Hatta bersekolah di Handels Hogeschool dan selama bersekolah di sana, ia masuk
organisasi sosial Indische Vereeniging yang awalnya organisasi biasa dan kini berubah menjadi
organisasi politik setelah adanya pengaruh dari Tiga Serangkai yaitu Ki Hadjar Dewantara, Cipto
Mangunkusumo dan Douwes Dekker. Pada tahun 1923, Hatta menjadi bendahara dan mengelola
majalah Hindia Putera yang lalu berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.[16] Pada tahun
1924, organisasi ini berubah nama menjadi Indische Vereeniging yang berarti Perhimpunan
Indonesia.

Pada tahun 1926, ia diangkat menjadi pimpinan Perhimpunan Indonesia. Di bawah


kepemimpinannya, PI mulai berubah. Perhimpunan ini lebih fokus mengamati perkembangan
pergerakan di Indonesia dengan memberikan banyak ulasan dan banyak komentar di media
massa di Indonesia.  Pada tahun 1927, Hatta mengikuti sidang bertema “Liga Menentang
Imperialisme, Penindasan Kolonial dan untuk Kemerdekaan Nasional” di Frankfurt, Jerman.
Dalam sidang ini, ada gelagat dari pihak komunis dan utusan dari Uni Soviet yang ingin
menguasai sidang ini. Sehingga penilaian Hatta pada komunis menjadi negatif dan tidak bisa
percaya terhadap komunis.

Pada 25 September 1927, Hatta bersama Ali Sastroamijoyo ditangkap oleh penguasa Hindia
Belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang berhubungan dengan Semaun. Dengan kata
lain terlibat pemberontakan di Indonesia yang dilakukan PKI dari tahun 1926-1927 dan
melakukan penghasutan supaya menentang Kerajaan Belanda. Moh. Hatta sendiri mendapat
hukuman tiga tahun penjara. Tiga tokoh penting ini dipenjara di Rotterdam. Hingga akhirnya
mereka bebas karena semua tuduhan tidak bisa dibuktikan.

Sampai pada tahun 1931, Mohammad Hatta mundur dari kedudukannya ia berhenti dari PI
karena ingin fokus skripsi. Tapi tetap akan membantu PI. Akibatnya, PI jatuh ke tangan komunis
dan dikontrol langsung oleh partai komunis Belanda ditambah juga campur tangan dari Moskow.
Setelah tahun 1931, PI mengecam keras kebijakan Hatta dan Hatta ditendang keluar dari
organisasi.
Biografi Mohammad Hatta Diasingkan Belanda

Sekembalinya Hatta dari Belanda, ia ditawari untuk masuk kalangan Sosialis Merdeka
(Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP). Sebenarnya dia menolak masuk, dengan alasan ia
harus berada dan berjuang hanya untuk Indonesia. Namun, pemberitaan media di Indonesia
waktu itu mengatakan bahwa Hatta bersedia menerima kedudukan tersebut. sehingga Soekarno
menuduhnya kurang konsisten. Kemudian, Hatta ditangkap Belanda dan dibuang ke Digul lalu
dipindah ke Neira. Di pengasingannya, Hatta terus menulis tentang analisis dan mendidik
pembaca. Selain menulis, dia juga aktif membaca. Sering kali juga Hatta diajak bekerja sama
dengan penguasa setempat. Kalau mau dia diberi gaji tinggi dan kalau tidak mau, dia diberi gaji
kurang. Gajinya tidak dia habiskan sendiri, tapi juga dibagi ke teman yang kekurangan. Hatta
juga aktif bercocok tanam di tahanan.

Era Penjajahan Jepang

Pada tanggal 8 Desember 1941, angkatan perang Jepang menghancurkan Pearl Harbor dan Ini
memicu Perang Pasifik. Tentu saja serangan ini memicu perang pasifik dan perang meluas
hingga ke Indonesia. Dalam keadaan seperti ini Pemerintah Belanda memerintahkan untuk
memindahkan orang-orang buangan yang ada di Digul. Hatta dan Syahrir dipindahkan pada
Februari 1942, ke Sukabumi setelah menginap sehari di Surabaya dan naik kereta api ke Jakarta.

Setelah itu Ia bertemu Mayor Jenderal Harada dan Harada menawarkan kerjasama dengan Hatta.
Kalau mau, ia akan diberi jabatan penting. Jepang mengharapkan agar Hatta memberikan nasihat
yang menguntungkan. Tapi Hatta memanfaatkan hal ini untuk membela kepentingan rakyat
Indonesia.

Biografi Mohammad Hatta: Kemerdekaan dan Wakil Presiden

Bung Hatta dan para tokoh lain diundang ke Dalat (Vietnam) untuk dilakukan pelantikan sebagai
Ketua dan Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan ini bertujuan
untuk melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak
Jepang kepada Indonesia. Sejarah berdirinya BPUPKI sebenarnya juga merupakan cara Jepang
untuk menarik simpati.
Pelantikan dilakukan secara langsung oleh Panglima Jepang yang menguasai yaitu Asia
Tenggara Jenderal Terauchi. Puncaknya pada 16 Agustus 1945, terjadilah Peristiwa
Rengasdengklok hari dimana Bung Hatta dan Bung Karno diculik kemudian dibawa ke sebuah
rumah milik salah seorang pimpinan PETA yang berada di kota kecil Rengasdengklok.
Penculikan ini bertujuan untuk mempercepat tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hingga
akhirnya Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah peristiwa
Rengasdengklok cukup rumit karena perbedaan pendapat.
Di masa mempertahankan kemerdekaan, sebagai Wakil Presiden, Bung Hatta amat gigih
menyelamatkan Republik dengan cara mempertahankan naskah Linggarjati di Sidang Pleno
KNIP di Malang yang diselenggarakan pada tanggal 25 Februari – 6 Maret 1947. Sejarah
perjanjian Linggarjati mempunyai cerita yang kompleks. Hasilnya, Persetujuan Linggajati
diterima oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Ketika saat terjadinya Agresi Militer
Belanda I pada 21 Juli 1947, Hatta dapat meloloskan diri dari kepungan Belanda bersama dengan
Gubernur Sumatra Mr. T. Hassan.
Kemudian, Bung Hatta berhasil memperjuangkan Perjanjian Renville yang akhirnya jatuh
jatuhnya Kabinet Amir dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Latar belakang Perjanjian Renville ini
perlu diketahui. Pada era Kabinet Hatta yang dibentuk pada 29 Januari 1948, Bung Hatta
menjadi Perdana Menteri dan juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan. Di akhir
tahun 1956, Hatta sudah tidak sejalan lagi dengan Bung Karno karena dia tidak suka dengan
politik memasukkan unsur komunis dalam kabinet pada waktu itu. Sebelum mundur, dia
mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada.

Biografi Mohammad Hatta: Pensiun dan Wafat

Hatta menghembuskan nafas terakhir tanggal 14 Maret 1980 pukul 18.56 di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta setelah hampir dua minggu dia dirawat di sana. Selama hidupnya, Bung
Hatta telah dirawat di rumah sakit sebanyak enam kali hingga dia meninggal. Tepat keesokan
harinya, Hatta disemayamkan di kediamannya Jalan Diponegoro 57, Jakarta lalu dikebumikan di
TPU Tanah Kusir, Jakarta. Upacara pemakaman ini disambut dengan upacara kenegaraan yang
dipimpin secara langsung oleh Wakil Presiden pada era itu yaitu Adam Malik. Hatta ditetapkan
sebagai pahlawan proklamator pada tahun 1986 oleh ketika Soeharto berkuasa. Pada 7
November 2012, Bung Karno dan Bung Hatta secara resmi diangkat sebagai Pahlawan Nasional
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain pahlawan nasional, Hatta juga termasuk tokoh
proklamator kemerdekaan Indonesia.

Tokoh Kelima

Sukarni

Sukarni Kartodiwirjo dikenal sebagai sukarni mungkin tidak banyak yang kenal dengan nama
ini. Beliau adalah tokoh pejuang kemerdekaan dan Pahlawan Nasional Indonesia. Gelar
Pahlawan Nasional Indonesia disematkan oleh Presiden Joko Widodo, pada 7
November 2014 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 64/TK/Tahun 2014 tanggal 11 Agustus
2014 dan Nomor 115/TK/Tahun 2014 tanggal 6 November 2014.

Sukarni Kartodiwirjo lahir 14 Juli 1916 di Desa Sumberdiren, Kecamatan Garum, Blitar, Jawa
Timur. Anak keempat dari sembilan bersaudara ini meruapakan putera dari pasangan suami –
istri, Kartodiwirjo dan Supiah.  Melalui gurunya Moh. Anwar yang juga tokoh pergerakan
Indonesia, Sukarni belajar mengenai nasionalisme, saat bersekolah di Mardiswo Blitar. Karena
rasa nasionalisme ini, ia sangat membenci Belanda. Dia sering berkelahi dan menantang orang
Belanda. Bersama teman-temannya, Sukarni suka mengirimkan surat tantangan ke anak muda
Belanda untuk berkelahi. Tantangan itu diterima oleh anak anak Belanda dan akhirnya terjadilah
tawuran besar di kebun raya Blitar waktu itu. Tawuran tersebut dimenangkan oleh Sukarni dan
teman-teman.

Salah satu perjuangan Sukarni untuk kemerdekaan Indonesia dikenal dengan peristiwa
Rengasdengklok. Peristiwa ini dipicu karena Jepang kalah telak dari negara sekutu. Hal itu
membuat kaum muda berinisiatif agar secepat mungkin mendeklarasikan kemerdekaan bangsa
Indonesia, tetapi golongan tua lebih memilih menantikan perintah dari Jepang. Alhasil,
Soekarno dan bung Hatta pun “diculik” oleh Sukarni bersama teman-temannya menuju ke
Rengasdengklok dengan tujuan melindungi Soekarno dari intimidasi Jepang. Daerah
Rengasdengklok dipilih sebab jauh dari jangkauan Jepang Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal
16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang,
untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Namun Soekarno-Hatta menolak. Akhirnya semua pihak kemudian bersepakat
bahwa proklamasi kemerdekaan akan segera dilakukan pada 17 Agustus1945.

Setelah Proklamasi, Sukarni menghimpun kekuatan pemuda mendukung pemerintah Republik


Indonesia. Pada 3 September 1945 memprakarsai pengambialihan Jawatan Kereta Api, bengkel
Manggarai dan stasiun-stasiun kereta api lainnya; juga memprakarsai pengambilalihan angkutan
umum dalam kota dan stasiun radio. Pada 19 September 1945 Sukarni dan kawan-kawan
menyelenggarakan “rapat raksasa” di lapangan Ikada. Rapat ini menunjukkan kebulatan tekad
rakyat mendukung Proklamasi 17 Agustus 1945 dan mendesak mengambilalih kekuasaan dari
Pemerintah Jepang.

Tercatat , sejak tahun 1961- Maret 1964, Sukarni menjadi Duta Besar Indonesia di Peking,
ibukota RRT (Republik Rakyat Tiongkok. Dia juga pernah ditunjuk sebagai anggota Dewan
Pertimbangan Agung pada 1967. Sukarni wafat tanggal 7 Mei 1971, dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata.

Anda mungkin juga menyukai