Anda di halaman 1dari 14

STUDI EROSI MENGGUNAKAN MODEL AGRICULTURAL

NON-POINT SOURCE POLLUTION (AGNPS)


PADA DAS KALI LAMONG PROVINSI JAWA TIMUR

JURNAL

TEKNIK PENGAIRAN
KONSENTRASI HIDRO-INFORMATIKA

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teknik

HAIDAR NAUFAL MAJID


NIM. 165060407111009

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2020
LEMBAR PENGESAI{AN
STUDI EROSI MENGGTINAKAN MODEL AGRICALTURAL
NON-aOrNT S OURCE ?OLLUTTON (AGNPS)
PADA DAS KALI LAMONG PROVINSI JAWA TIMUR

JURNAL

TEKI{IK PENGAIRAN
KONS ENTRA SI HIDRO-I}{FORMATIKA

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan


menrperoleh gelar Sarjana Teknik

HAIDAR NAUFAI, MAJIT)


NrM. 16s060407111009

Jurnal ini telah direvisi dan disetujui oleh dosen pembimbing


pada tanggal 14 September 2020

Iloser Prmbirnbing I Doren Pernbiurbing II

Dr. Ir. Runi Asnrar*uto, ST.. Fy!T'.


Nrr. r9?r*&ist0CIsril[*l

ftTjifl^'n=

. 196101311986092001
STUDI EROSI MENGGUNAKAN MODEL AGRICULTURAL
NON-POINT SOURCE POLLUTION (AGNPS)
PADA DAS KALI LAMONG PROVINSI JAWA TIMUR

Haidar Naufal Majid1, Moh. Sholichin2, Runi Asmaranto3


1
Mahasiswa Program Sarjana Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya
2,3
Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
e-mail: haidaralmajid@outlook.com

ABSTRAK: Perubahan tata guna lahan dari yang semula hutan menjadi lahan pertanian,
perkebunan, maupun ladang berdampak pada tingginya laju erosi pada DAS Kali
Lamong, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Studi ini bertujuan untuk memetakan
kondisi existing persebaran laju erosi beserta tingkat bahaya erosi pada DAS Kali
Lamong, sehingga kemudian dapat diberikan saran penanggulangan berupa skenario
lahan baru. Perhitungan menggunakan model Agricultural Non-Point Source Pollution
(AGNPS) diperoleh laju erosi rata-rata DAS sebesar 31,771 ton/ha/tahun. Hasil analisis
tingkat bahaya erosi berdasarkan Indeks Bahaya Erosi oleh Hammer (1981) diperoleh
indeks dengan tingkat rendah (indeks <1) seluas 460,8 km2, tingkat sedang (indeks 1-4)
seluas 200,88 km2, tingkat tinggi (indeks 4-10) seluas 42,93 km2, dan tingkat sangat tinggi
(indeks >10) seluas 63,27 km2. Berdasarkan perhitungan sediment delivery ratio (SDR),
didapatkan hasil perkiraan sedimen sebesar 34.228,031 ton/tahun atau 28.532,231
m3/tahun. Skenario lahan baru disusun berdasarkan RLKT - Departemen Kehutanan. Dari
hasil simulasi skenario lahan baru, tidak didapati indeks bahaya erosi pada tingkat tinggi
maupun sangat tinggi. Hasil tersebut menunjukkan skenario lahan yang baru dapat
mengurangi laju erosi dan tingkat bahaya erosi pada DAS Kali Lamong.

Kata Kunci: erosi, AGNPS, tingkat bahaya erosi, RLKT, skenario lahan baru

ABSTRACT: The transformation of land-use from forestry into agricultures, plantations,


and fields have an impact on the high-rate of erosion at Kali Lamong Watershed, Gresik
Regency, East Java Province. This study is purposed to map the existing condition of the
erosion rate and the erosion hazard level at Kali Lamong Watershed, so that it can be
resolved in the form of a new land-use scenario recommendation. Based on the
calculation by using the Agricultural Non-Point Source Pollution (AGNPS) model, it is
obtained the watershed’s average erosion rate of 31,771 ton/ha/year. The analysis result
of the erosion hazard level using the Erosion Hazard Index by Hammer (1981), shows
that the index at low level (index <1) in an area of 460,8 km2, medium level (index 1-4)
in an area of 200,88 km2, high level (index 4-10) in an area of 42,93 km2, and very high
level (index >10) in an area of 63,27 km2. Based on the calculation of the sediment
delivery ratio (SDR), it is obtained the sediment value of 34.228,031 ton/year or
28.532,231 m3/year. The new land-use scenario is arranged based on RLKT from the
Indonesian Department of Forestry. From the simulation of the new land-use scenario
result, it is not obtained the erosion hazard index at either high or very high level. The
result shows that the new land-use scenario can reduce the erosion rate and the erosion
hazard level at Kali Lamong Watershed.

Keywords: erosion, AGNPS, erosion hazard level, RLKT, new land-use scenario
PENDAHULUAN 2010 mencapai ± 180 km2. Sedangkan pada
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan peta RBI pada tahun 2019 yang didapat dari
suatu kawasan yang dibatasi oleh batas Badan Informasi Geospasial RI, diperoleh
topografis berupa punggung bukit. Menurut luas areal hutan menjadi ± 8,5 km2.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun Melihat kondisi tersebut, maka
2012 tentang Pengelolaan DAS, DAS diperlukanlah usaha untuk menanggulangi
didefinisikan sebagai “Suatu wilayah daratan permasalahan erosi pada DAS Kali Lamong.
yang merupakan satu kesatuan dengan sungai Penataan penggunaan lahan secara optimal
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi dengan memperhatikan kaidah konservasi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air tanah dan air dapat menjadi salah satu solusi
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke untuk mengurangi tingginya laju erosi pada
laut secara alami, yang batas di darat DAS Kali Lamong. Untuk mendapatkan
merupakan pemisah topografis dan batas di skenario tata guna lahan yang optimal dapat
laut sampai dengan daerah perairan yang dilakukan dengan melakukan studi yang
masih terpengaruh aktivitas daratan”. berbasis pada sistem informasi geografis.
Dalam beberapa tahun terakhir banyak
DAS di Indonesia mengalami kerusakan. TINJAUAN PUSTAKA
Hingga tahun 2019, berdasarkan informasi Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang didapat dari Menteri Lingkungan Hidup Dalam keberlangsungan ekosistem di
dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, suatu DAS, manusia memiliki peran terbesar.
Siti Nurbaya, “Indonesia memiliki DAS Manusia dapat melakukan kegiatan eksplorasi
seluas 189.278.753 Ha yang terbagi atas dan eksploitasi pada suatu DAS untuk
17.076 DAS, di mana seluas 106.884.471 Ha memenuhi kebutuhannya maupun untuk
atau sebanyak 2.145 DAS tergolong rusak berbagai kepentingan. Kegiatan eksplorasi
atau perlu dipulihkan”. Salah satu DAS yang dan eksploitasi tersebut dapat berdampak pada
terindikasi mengalami kerusakan adalah DAS berubahnya kualitas suatu DAS. Kualitas
Kali Lamong di Provinsi Jawa Timur. DAS secara fisik dapat dilihat di antaranya
Kerusakan DAS tersebut dapat dilihat salah dari limpasan permukaan, tingkat erosi,
satunya dari tingkat erosi yang terjadi pada tingkat produktivitas lahan, dan sedimentasi.
DAS tersebut.
Pada musim penghujan bagian hilir DAS Uji Kurva Massa Ganda
Kali Lamong kerap dilanda bencana banjir. “Langkah yang dilakukan adalah
Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian membandingkan harga akumulasi curah hujan
Operasi (Pusdalops) - BPBD Kabupaten tahunan pada stasiun yang diuji dengan
Gresik, pada 2 Januari 2020 sebanyak 37 Desa akumulasi curah hujan tahunan rerata dari
di 5 Kecamatan terdampak Banjir, yaitu suatu jaringan dasar stasiun hujan yang
Kecamatan Balongpanggang, Benjeng, berkesesuaian, kemudian diplotkan pada
Cerme, Menganti dan Kedamean. Banjir pada kurva. Jaringan ini dipilih dari stasiun-stasiun
DAS Kali Lamong diduga akibat kapasitas hujan yang berdekatan dengan stasiun yang
sungai pada bagian tengah dan hilir DAS yang diuji dan memiliki kondisi meteorologi yang
tidak mampu menampung debit banjir yang sama dengan stasiun yang diuji” (Subarkah,
melewatinya serta pendangkalan sungai oleh 1980, p.28 dalam Sari, 2020).
sedimentasi dari hasil erosi. Berdasarkan studi
oleh Gustianto (2016), “Kapasitas sungai
menjadi berkurang dikarenakan erosi yang
terjadi di hulu dan gerusan di tebing kanan dan
kiri Sungai Kali Lamong”.
Pada DAS Kali Lamong, alih fungsi
hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan,
maupun ladang berdampak pada tingginya
laju erosi pada DAS tersebut. Berdasarkan
data dari Laporan Akhir Studi Kelayakan
Pengelolaan SDA Terpadu DAS Kali Lamong Gambar 1. Lengkung Massa Ganda
Tahun 2012 yang didapatkan dari BBWS Sumber: Soemarto (1987, p.39)
Bengawan Solo, luas areal hutan pada tahun
Uji RAPS persamaan sebagai berikut (Triatmodjo,
Selain uji kurva massa ganda, uji 2016):
konsistensi dapat dilakukan juga dengan uji 𝐴 𝑝 +𝐴 𝑝 +𝐴 𝑝 +⋯+𝐴𝑛 𝑝𝑛
𝑝̅ = 1 1 2 2 3 3 ...................(9)
𝐴1 +𝐴2 +⋯+𝐴𝑛
Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS).
“Metode RAPS merupakan pengujian dengan:
kelayakan data hujan dengan hanya satu lokasi 𝑝̅ = hujan rerata daerah
pencatatan data hujan” (Harto, 1993). 𝑝1 , 𝑝2 , … , 𝑝𝑛 = hujan di stasiun 1, 2, ..., n
𝑆𝑘 ∗ = ∑𝑘𝑖=1(𝑌𝑖 − 𝑌)
̅̅̅ ................................(1) 𝐴1 , 𝐴2 , … , 𝐴𝑛 = luas daerah yang mewakili
𝑆𝑘 ∗ stasiun 1, 2, …, n
𝑆𝑘 ∗∗ = .................................................(2)
𝐷𝑦
𝑘
∑𝑖=1(𝑌𝑖− ̅̅̅
𝑌)2
𝐷𝑦 2 = ....................................(3)
𝑛
Q = maks │Sk**│, 0 ≤ k ≤n ................(4)
R = maks Sk**– min Sk**, 0 ≤ k ≤n ....(5)
dengan:
Q = nilai statistik Q
R = nilai statistik (range)
Sk* = simpangan mutlak, data hujan (Y) –
data hujan rata-rata (𝑌) ̅̅̅
2
Dy = kuadrat dari Sk* dibagi n
Dy = simpangan rata-rata
Sk**= nilai konsistensi data
n = jumlah data
Gambar 2. Poligon Thiessen
Uji Stasioner Sumber: Triatmodjo (2016, p.34)
“Deret berkala disebut stasioner apabila
nilai dari parameter statistiknya (rata-rata dan Erosi
varian) relatif tidak berubah dari setiap bagian “Erosi adalah akibat dari interaksi kerja
ke bagian yang lain dalam rangkaian data antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi,
runtut waktu tersebut” (Soewarno, 1995). dan manusia terhadap tanah” (Arsyad, 2012).
Pengujian nilai varian dari deret berkala dapat Tabel 1
dilakukan dengan Uji-F. Klasifikasi Laju Erosi
𝑁1 𝑆1 2 (𝑁2 −1) No. Kelas Laju Erosi Keterangan
𝐹= ........................................(6)
𝑁2 𝑆2 2 (𝑁1 −1) (ton/ha/th)
dengan: 1 I <15 Sangat ringan
F = nilai hitung uji F 2 II 15 – 60 Ringan
N1,2 = jumlah data kelompok 1, 2 3 III 60 – 180 Sedang
S1,2 = standar deviasi data kelompok 1, 2 4 IV 180– 480 Berat
Jika pengujian nilai varian diterima, 5 V >480 Sangat Berat
maka selanjutnya adalah menguji kestabilan
Sumber: Departemen Kehutanan (1998,
nilai rata-ratanya dengan menggunakan Uji-t.
̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅ dalam Herawati, 2010)
|(𝑋 1 −𝑋 2 )|
𝑡= 1 1 0,5
..........................................(7)
𝜎( + )
𝑁1 𝑁2 Tingkat Bahaya Erosi
0,5 Tingkat bahaya erosi dinyatakan dalam
𝑁1 𝑆1 2 +𝑁2 𝑆2 2
𝜎= ( 𝑁1 +𝑁2 −2
) ...............................(8) Indeks Bahaya Erosi (IBE). Menurut Hammer
(1981, dalam Arsyad, 2012, p.419):
dengan:
t = nilai hitung uji t 𝐸𝑟𝑜𝑠𝑖 𝑃𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 (𝑡𝑜𝑛⁄ℎ𝑎⁄𝑡ℎ)
IBE = 𝑇 (𝑡𝑜𝑛⁄ℎ𝑎 ⁄𝑡ℎ)
............(10)
N1,2 = jumlah data kelompok 1, 2
X1,2 = nilai rata-rata data kelompok 1, 2 dengan:
S1,2 = standar deviasi data kelompok 1, 2 IBE = indeks bahaya erosi
T = erosi yang masih diperbolehkan
Poligon Thiessen Indeks bahaya Erosi kemudian
Curah hujan rerata daerah dengan metode ditentukan harkatnya berdasarkan tabel
polygon thiessen dapat dihitung menggunakan berikut.
Tabel 2 Menurut SCS National Engineering
Indeks Bahaya Erosi Handbook (1984, dalam Asdak, 2010, p.407),
No Nilai IBE Harkat hasil sedimen dapat diperkirakan dengan
1 < 1,0 Rendah rumus:
Y = E x SDR x A ................................(13)
2 1,0 – 4,0 Sedang
dengan:
3 4,01 – 10,0 Tinggi Y = hasil sedimen (ton/tahun)
4 > 10,01 Sangat Tinggi E = erosi lahan (ton/ha/tahun)
Sumber: Arsyad (2012, p.419) SDR= sediment delivery ratio (%)
A = luas DAS (ha)
Model AGNPS
Model AGNPS merupakan salah satu Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
model untuk memprediksi nilai erosi potensial Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
pada suatu DAS. “Model AGNPS Tanah (RLKT) merupakan program nasional
(Agricultural Non-Point Source Pollution yang diterapkan oleh Balai Rehabilitasi Lahan
Model) dikembangkan oleh Robert A. Young dan Konservasi Tanah (BRLKT) –
(1987) di North Central Soil Conservation Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Research Laboratory, USDA-Agricultural Arahan fungsi lahan berdasarkan RLKT
Research Service (ARS), Morris, Minnesota” dilakukan dengan skoring terhadap parameter
(Londongsalu, 2008). kemiringan lereng, jenis tanah, dan curah
Pada model AGNPS, karateristik DAS hujan.
digambarkan dalam tingkatan sel. “Ukuran sel Tabel 3
lebih kecil dari 10 acre direkomendasikan Klasifikasi Arahan Fungsi Lahan pada RLKT
Total Kawasan Arahan Penggunaan Lahan
untuk DAS dengan luas kurang dari 2000 acre Skor
(810 ha), sedangkan untuk DAS yang lu- Reboisasi, hutan rakyat,
asannya lebih dari 2000 acre maka ukuran sel ≥ 175 Lindung perlindungan sungai, mata air,
jurang, dll.
dapat berukuran 40 acre” (Young et al. 1990,
Reboisasi, hutan campuran, hutan
dalam Londongsalu, 2008). Persamaan yang 125 –
Penyangga rakyat, perkebunan, pohon penyekat
digunakan untuk membangun model AGNPS 174
api
yaitu (Young et al., 1989): Budidaya Reboisasi, perkebunan, hutan/kebun
≤ 124
𝐸 = 𝐸𝐼30 𝐾 𝐿𝑆 𝐶 𝑃 𝑆𝑆𝐹 .........................(11) Tahunan rakyat
dengan: Agroforestry, tanaman dalam jalur,
Budidaya
≤ 124 tanaman dalam kontur, tanaman
E = erosi potensial (ton/ha/tahun) Musiman
campuran
EI30 = energi intensitas hujan
Sumber: Asdak (2010)
K = erodibilitas tanah
LS = faktor panjang dan kemiringan lereng
METODOLOGI STUDI
C = faktor pengelolaan tanaman
Deskripsi Lokasi Studi
P = faktor pengelolaan tanah
Secara geografis DAS Kali Lamong
SSF = faktor bentuk permukaan tanah
berada pada posisi antara 112o 07’ 30’’ - 112o
40’ 21’’ BT dan 7o 11’ 18’’ - 7o 21’ 20’’ LS.
Sedimen dan Nisbah Pelepasan Sedimen
“Sebagian besar (44%) wilayah DAS Kali
Dari hasil erosi potensial di lahan, dapat
Lamong berada di Kabupaten Gresik dengan
diperkirakan jumlah tanah yang masuk ke
luas 310,12 km2 dan Kabupaten Lamongan
dalam sungai sebagai sedimen. “Nisbah antara
(39%) dengan luas wilayah 276 km2. Sisanya
jumlah sedimen yang terangkut ke dalam
terletak di Kabupaten Mojokerto (11%)
sungai terhadap jumlah erosi yang terjadi di
dengan luas wilayah 80,56 km2, Kabupaten
dalam DAS disebut Sediment Delivery Ratio
Jombang (4%) dengan luas wilayah 26,06 km2
(SDR)” (Arysad, 2012, p.12).
dan Kota Surabaya (3%) dengan luas wilayah
SDR dapat dihitung dengan persamaan
18,06 km2” (BBWS Bengawan Solo).
Boyce (1975, dalam Arsyad, 2012, p.12):
DAS ini memiliki karakteristik aliran
SDR = 0,41 A-0,3 .....................................(12)
sungai intermitten dan mempunyai
dengan:
penampang sungai relatif datar dengan alur
SDR = sediment delivery ratio (%)
yang berbelok-belok.
A = luas DAS (ha)
terhadap sebaran nilai erosivitas
hujan pada DAS dalam format
shapefile (.shp).
b. Peta DAS, jenis tanah, tata guna
lahan, dan topografi dalam format
shapefile (.shp).
4. Pengolahan peta yang dibutuhkan dengan
bantuan program ArcGIS 10.5.
a. Membuat proyeksi sistem koordinat
UTM WGS 1984 dengan zona 49S.
b. Membuat batas DAS dengan
bantuan ArcToolBox.
c. Membuat peta administrasi pada
Gambar 3. DAS Kali Lamong
DAS.
Sumber: Hasil Pengolahan (2020)
d. Overlay peta erosivitas hujan, jenis
tanah, tata guna lahan, dan topografi
Data-data yang Diperlukan
pada peta DAS.
Untuk bisa menyelesaikan studi ini maka
5. Mengolah peta-peta menjadi bentuk
diperlukan data-data penunjang guna
grid/sel sehingga dapat digunakan
keperluan perhitungan. Adapun data-data
sebagai input data pada model AGNPS.
yang diperlukan antara lain:
a. Peta grid DAS Kali Lamong.
Tabel 4
b. Peta grid erosivitas hujan (nilai
Data dan Sumber Data
No Jenis Data Sumber Data EI30).
1 Data curah hujan Dinas PU SDA Kab.
c. Peta grid topografi (faktor LS dan
harian tahun 2004 Lamongan, Dinas PU SDA SSF).
s.d. 2019, koordinat Kab.Gresik, BBWS d. Peta grid tata guna lahan (faktor C
stasiun hujan Bengawan Solo
2. Peta Digital Consultative Group on dan P).
Elevation Model International Agricultural e. Peta grid jenis tanah (faktor K).
(DEM) Research 6. Melakukan simulasi pendugaan erosi
(http://srtm.csi.cgiar.org/)
3. Peta administrasi Badan Informasi Geospasial dengan model AGNPS menggunakan
pada DAS Kali RI program ArcGIS 10.5.
Lamong (http://tanahair.indonesia.go 7. Melakukan pemetaan erosi yang
.id/portal-web/)
4. Peta tata guna lahan Badan Informasi Geospasial diperbolehkan.
pada DAS Kali RI 8. Melakukan pemetaan tingkat bahaya
Lamong (http://tanahair.indonesia.go
.id/portal-web/)
erosi.
5. Peta jenis tanah dan Jurusan Tanah, Fakultas 9. Melakukan pemetaan arahan fungsi lahan
peta kemiringan Pertanian, Universitas berdasarkan pedoman RLKT dari
lereng pada DAS Brawijaya
Kali Lamong Departemen Kehutanan.
Sumber: Hasil Analisis (2020) 10. Diberikan saran penanggulangan
permasalahan erosi pada DAS Kali
Langkah-langkah Penyelesaian Studi Lamong berupa skenario tata guna lahan
1. Mengumpulkan segala jenis data yang baru yang optimal berdasarkan peta
diperlukan. arahan fungsi lahan.
2. Melakukan analisis hidrologi terhadap
data hujan: HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Uji konsistensi (Uji RAPS dan Kurva Uji Kurva Massa Ganda
Massa Ganda). Uji konsistensi data hujan dengan metode
b. Uji stasioner (Uji F dan Uji-t). kurva massa ganda dilakukan pada Stasiun:
3. Menyiapkan data-data yang diperlukan Mantup, Balongpanggang, Benjeng, Cerme,
untuk input data pada AGNPS. Data-data dan Bunder. Langkahnya dengan
yang disesuaikan formatnya adalah: membandingkan kumulatif dari setiap stasiun
a. Data curah hujan yang sudah dengan kumulatif 4 stasiun pembanding.
dilakukan analisis hidrologi, lainnya. Apabila terdapat data tidak konsisten
kemudian dihitung nilai erosivitas maka dilakukan koreksi data.
hujan dan dilakukan pemetaan
dari 5 stasiun lainnya, maka uji konsistensi
menggunakan metode RAPS. Data dianggap
masih dalam batas konsisten apabila Q hitung <
Q kritis atau R hitung < R kritis pada derajat
kepercayaan tertentu.
Tabel 5
Hasil Uji RAPS
Stasiun Derajat Keterangan
Kepercayaan
Bluluk 1% Konsisten
Ngimbang 5% Konsisten
Menganti 10% Konsisten
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)

Gambar 4. Uji Kurva Massa Ganda pada Uji Stasioner


Stasiun Mantup Uji stasioner dilakukan dengan membagi
Sumber: Hasil Perhitungan (2020) data menjadi 2 kelompok. Deret data
kemudian diuji kestabilan variannya
Uji RAPS menggunakan uji-F. Apabila hasil uji varian
Pada Stasiun Bluluk, Menganti, dan diterima, maka dilanjutkan dengan menguji
Ngimbang karena letaknya saling berjauhan kestabilan reratanya dengan uji-t.

Tabel 6
Hasil Uji F
Stasiun
Rekapitulasi
Bluluk Ngimbang Mantup Balongpg Benjeng Cerme Menganti Bunder

F hitung 0,334 0,183 0,739 1,618 0,957 1,225 0,694 0,557


F tabel (F =
3,79 3,79 3,79 3,79 3,79 3,79 3,79 3,79
0,05)
Kesimpulan Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)
Tabel 7
Hasil Uji-t
Stasiun
Rekapitulasi
Bluluk Ngimbang Mantup Balongpg Benjeng Cerme Menganti Bunder
t hitung 1,864 0,442 0,562 1,613 1,042 0,378 0,129 0,396
t tabel (α =
2,145 2,145 2,145 2,145 2,145 2,145 2,145 2,145
0,025)
Kesimpulan Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)

Proyeksi Sistem Koordinat dari http://srtm.csi.cgiar.org/ menggunakan


Pada program ArcMap 10.5, proyeksi arctoolbox pada ArcMap 10.5. Langkah-
sistem koordinat dilakukan dengan klik kanan langkahnya:
pada layers, lalu pada data frame properties 1. Gunakan tools pada ArcToolbox: spatial
pilih tab coordinate system, kemudian analyst tool – hydrology. Peta DAS
gunakan sistem koordinat Universal didapatkan dengan mengolah DEM
Transverse Mercator (UTM) WGS 1984 zona menggunakan tool: fill, flow direction,
49S. flow accumulation, stream order, stream
to feature, dan basin.
Pembuatan Peta DAS 2. Lakukan konversi menjadi shapefile
Peta DAS dibuat dengan mengolah peta (.shp) berbentuk poligon dengan:
digital elevation model (DEM) yang diperoleh
conversion tools – from raster – raster to
polygon.
3. Pilih poligon DAS Kali Lamong, lalu
lakukan export data dan simpan file
(.shp) tersebut.

Pembuatan Sel Model AGNPS


Dalam studi ini digunakan grid/sel model
dengan resolusi 9 ha (3x3 hm).
1. Peta DAS format .shp ditambahkan pada
layer melalui menu add data. Gambar 5. Peta Grid DAS Kali Lamong
2. Gunakan tool grid index features, yang Sumber: Hasil Pengolahan (2020)
dapat diakses melalui: Arc ToolBox –
cartography tool – data driven pages – Perhitungan Erosivitas Hujan (EI30)
grid index features. EI30 dihitung berdasarkan persamaan
3. Menggunakan sel berukuran 9 ha, pada Bols (1978, dalam Arsyad, 2012, p.111)
.shp DAS Kali Lamong seluas 768,24 sebagai berikut:
km2 didapatkan sebanyak 8934 sel atau 𝐸𝐼30 = 6,119 (𝑅)1,21 (𝐷)−0,47 (𝑀)0,53 .........(14)
seluas 804,06 km2. dengan:
4. Pembuatan sel dengan grid index EI30 = erosivitas hujan (m.ton.cm/ha.jam)
features membuat DAS menjadi lebih R = curah hujan bulanan (cm)
luas dari sebelumnya. Oleh karena itu, D = jumlah hari hujan per bulan (hari)
perlu dilakukan penghapusan grid-grid di M = hujan maksimum bulanan (cm)
luar batas DAS.
5. Setelah dilakukan penghapusan terhadap Contoh perhitungan:
beberapa sel tersebut, maka akhirnya • EI30 pada Januari 2004:
diperoleh sel sebanyak 8532 dari yang
EI30 = 6, 119 (32,2)1,21 (12)−0,47 (6,3)0,53
semula 8934 sel. = 336,99 (m.ton.cm/ha.jam)
6. Langkah terakhir adalah melakukan
• EI30 pada tahun 2004
penomoran pada setiap sel menggunakan
attribute table. Penomoran dengan urutan EI30 = Jumlah EI30 bulanan tahun 2004
dari ujung sel sebelah kiri atas menuju sel = 2112,28 (m.ton.cm/ha.jam)
sebelah kanan, lalu dilanjutkan hingga
baris terakhir.
Tabel 8
Rekapitulasi Nilai Erosivitas Hujan Tahunan (EI30)
Erosivitas Hujan Tahunan Pada Stasiun (m.ton.cm/ha.jam)
Tahun
Bluluk Ngimbang Mantup Balongpanggang Benjeng Cerme Menganti Bunder
2004 2112,28 1593,11 2248,23 1354,16 1807,38 978,64 2089,13 1761,12
2005 2357,84 1283,25 1529,09 1603,14 1715,22 936,87 1486,39 1151,46
2006 1625,96 2227,87 2319,16 311,36 1118,13 1028,42 1238,34 1618,46
2007 1215,28 1724,05 2477,59 968,71 1028,34 943,25 1393,53 1107,25
2008 1671,41 1634,83 2521,11 923,15 1210,86 1033,34 512,40 1142,99
2009 1619,55 2068,91 1522,66 968,71 1141,48 975,22 1691,10 1443,08
2010 3012,53 2096,15 2216,52 1128,36 1993,78 2480,41 2176,36 1510,41
2011 2947,65 1894,97 1940,25 1761,56 1528,31 1720,21 1309,39 1373,20
2012 2396,07 1164,69 890,63 1140,69 745,51 880,44 519,60 954,96
2013 3095,36 1644,10 1397,40 2020,98 2000,14 2599,10 2769,73 2067,24
2014 3200,64 2329,94 1529,71 2202,57 1338,32 1416,32 2803,73 1980,87
2015 5228,07 2313,39 1817,12 1306,52 1844,72 1617,32 842,64 1741,62
2016 5695,61 2537,19 1393,65 1818,95 1738,77 1975,67 1210,09 1616,88
2017 3401,42 1411,70 1573,05 2006,14 2058,45 1589,88 1242,08 1380,29
2018 1759,03 1056,43 510,23 1144,53 1761,80 1070,79 620,17 1590,94
2019 2444,70 2089,83 1454,27 1156,96 2167,97 1171,69 1297,93 935,71
Rerata 2736,463 1816,899 1708,792 1363,530 1574,949 1401,098 1450,163 1461,030
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)
Erosivitas hujan kemudian dipetakan
sebarannya pada DAS menggunakan poligon
Thiessen.

Gambar 8. Peta Grid Faktor K


Sumber: Hasil Pengolahan (2020)

Tabel 10
Gambar 6. Peta Grid Sebaran Erosivitas Sebaran Nilai K DAS Kali Lamong
No. Jenis Tanah Nilai Jumlah (%)
Hujan Tahunan K Sel
Sumber: Hasil Pengolahan (2020) Kompleks mediteran
1 0,323 113 1,32
coklat dan litosol
Penentuan Nilai LS 2 Aluvial kelabu tua 0,259 2752 32,26
Nilai LS yang digunakan berdasarkan 3 Aluvial hidromorf 0,156 530 6,21
tabel nilai LS sesuai kemiringan lereng yang 4 Grumusol kelabu 0,176 624 7,32
dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan 5 Grumusol Kelabu tua 0,187 4513 52,89
(2009).
Jumlah 8532 100
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)

Penentuan Nilai C dan P


Dari penurunan atribut peta tata guna
lahan didapatkan faktor pengelolaan tanaman
(C) dan faktor tindakan konservasi tanah (P).
Adapun nilai C dan P diperoleh berdasarkan
penggunaan lahan yang didapat dari berbagai
sumber: Asdak (2010), Arsyad (2012),
Gambar 7. Peta Grid Faktor LS Hardjowigeno (2015), dan Young et al (1990).
Sumber: Hasil Pengolahan (2020)

Tabel 9
Sebaran Nilai LS DAS Kali Lamong
No. Kemiringan LS Jumlah Persentase
Sel (%)
1 0-8% 0,40 6814 79,86
2 8 - 15 % 1,40 428 5,02
3 15 - 25 % 3,10 1290 15,12
Jumlah 8532 100
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)

Penentuan Nilai Erodibilitas Tanah (K) Gambar 9. Peta Grid Faktor C dan P
Nilai erodibilitas tanah didapatkan Sumber: Hasil Pengolahan (2020)
dengan melihat peta jenis tanah pada DAS
Kali Lamong, lalu nilai erodibilitas tanah (K)
ditentukan berdasarkan tabel nilai erodibilitas
tanah yang bersumber dari Puslitbang
Pengairan (1996).
Tabel 11 Pemetaan Laju Erosi
Sebaran Nilai C dan P DAS Kali Lamong Setelah seluruh nilai input dimasukkan
No Jenis Tutupan Jml. (%) C P ke dalam setiap sel, maka selanjutnya dapat
Lahan Sel
1 Permukiman 651 7,63 0,01 1
dipetakan laju erosi pada DAS Kali Lamong.
Semak 0,0 Pemetaan laju erosi dibagi menjadi 5 kelas
2 118 1,38 0,30
Belukar 21 laju erosi berdasarkan klasifikasi laju erosi
3 Hutan Kering 88 1,03 0,005 1
4 Hutan Basah 6 0,07 0,005 1
yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan
0,0 (1998, dalam Herawati, 2010).
5 Alang 141 1,65 0,02
21
Pertanian
0,4
6 Tanam 13 0,15 0,398
21
Campur
0,0
7 Persawahan 4060 47,59 0,50
13
0,2
8 Ladang 1336 15,66 0,40
09
9 Perkebunan 1518 17,79 0,20 0,5
10 Tambak Ikan 429 5,03 0 0
Tambak
11 172 2,02 0 0
Garam
Jumlah 8532 100,00
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)
Gambar 11. Peta Laju Erosi Existing DAS
Penentuan Nilai SSF Kali Lamong 2019
Pada model AGNPS, bentuk permukaan Sumber: Hasil Pengolahan (2020)
tanah bernilai minus (-) didefinisikan sebagai Dari hasil perhitungan , diperoleh nilai
daerah cekung, bentuk permukaan bernilai nol laju erosi rata-rata DAS sebesar 31,771
(0) sebagai daerah datar, dan bentuk ton/ha/tahun atau 2,65 mm/tahun, yang
permukaan bernilai positif (+) sebagai daerah artinya melebihi nilai laju erosi diperbolehkan
cembung. Berdasarkan Young et al. (1990, (T) maksimum tanah-tanah di Indonesia
dalam Simarmata, 2016), faktor SSF untuk sebesar 2,5 mm/tahun.
datar bernilai 1, cekung bernilai 2, dan
cembung bernilai 3. Pembuatan peta SSF pada Tabel 13
ArcMap 10.5 dengan menggunakan tool Sebaran Laju Erosi Existing DAS Kali
curvature. Lamong 2019
No Laju Erosi Kelas Jumlah Luas (%)
(ton/ha/th) Sel (km2)
1 <15 I 5880 529,2 68,92
2 15 – 60 II 1694 152,46 19,85
3 60 – 180 III 452 40,68 5,3
4 180 – 480 IV 478 43,02 5,6
5 >480 V 28 2,52 0,33
Jumlah 8532 767,88 100
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)

Perkiraan Sedimen
Gambar 10. Peta Grid Faktor SSF
Perhitungan sediment delivery ratio
Sumber: Hasil Pengolahan (2020)
(SDR):
▪ Luas DAS (A) = 76.788 ha
Tabel 12
▪ SDR = 0,41 x A-0,3
Sebaran Nilai SSF DAS Kali Lamong
Bentuk Permukaan SSF Jumlah Persentase = 0,41 x (76.788)-0,3
Tanah Sel (%) = 0,01403 (1,403%)
Datar 1 2395 28,07 Perkiraan besar sedimen dari hasil erosi
Cekung 2 2321 27,2 yang terjadi dan SDR pada DAS:
Cembung 3 3816 44,73 ▪ Sedimen (Y) = E x SDR x A
Jumlah 8532 100 = 34.228,031 ton/th
Sumber: Hasil Perhitungan (2020) = 28.532,231 m3/th
Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi
Sebelum tingkat bahaya erosi dapat
dihitung, maka perlu dihitung dan dipetakan
laju erosi yang masih diperbolehkan (TSL)
terlebih dahulu.

Gambar 14. Peta Arahan Fungsi Lahan


Sumber: Hasil Pengolaha n (2020)
Berdasarkan peta arahan fungsi lahan,
area yang memiliki tingkat bahaya erosi tinggi
dan sangat tinggi pada DAS Kali Lamong
merupakan kawasan penyangga, sehingga
Gambar 12. Peta Grid TSL arahan fungsi lahan menurut RLKT dapat
Sumber: Hasil Pengolahan (2020) dipilih dengan reboisasi atau hutan. Sehingga
Tingkat bahaya erosi kemudian dihitung pada skenario tata guna lahan baru, dipilih
berdasarkan nilai indeks bahaya erosi penggunaan lahan berupa hutan kering dengan
berdasarkan rumus Hammer (1981) lalu nilai C=0,005 dan P=1.
dipetakan.

Gambar 15. Skenario Tata Guna Lahan Baru


Gambar 13. Peta Indeks Bahaya Erosi
Sumber: Hasil Pengolahan (2020)
Existing DAS Kali Lamong 2019
Sumber: Hasil Pengolahan (2020)
Tabel 15
Perbandingan TGL Existing dan TGL Baru
Tabel 14 No Jenis Tutupan TGL Existing TGL Baru
Sebaran Indeks Bahaya Erosi Existing DAS Lahan Luas (%) Luas (%)
Kali Lamong 2019 (km2) (km2)
No Nilai IBE Harkat Jumlah Luas (%) 1 Permukiman 58,59 7,63 58,14 7,57
Sel (km2) Semak
2 10,62 1,38 10,62 1,38
1 < 1,0 Rendah 5120 460,8 60,01 Belukar
3 Hutan Kering 7,92 1,03 114,12 14,86
2 1,0 – 4,0 Sedang 2232 200,88 26,16
4 Hutan Basah 0,54 0,07 0,54 0,07
4,01 –
3 Tinggi 477 42,93 5,59 5 Alang 12,69 1,65 12,69 1,65
10,0
Sangat Pertanian
4 > 10,0 703 63,27 8,24 6 Tanam 1,17 0,15 0,00 0,00
Tinggi
Jumlah 8532 767,88 100 Campur
7 Persawahan 365,4 47,59 365,40 47,59
Sumber: Hasil Perhitungan (2020) 8 Ladang 120,24 15,66 95,04 12,38
9 Perkebunan 136,62 17,79 57,24 7,45
Skenario Tata Guna Lahan (TGL) Baru 10 Tambak Ikan 38,61 5,03 38,61 5,03
Pembuatan skenario tata guna lahan yang Tambak
11 15,48 2,02 15,48 2,02
baru didasarkan atas pertimbangan peta Garam
Jumlah 767,88 100,00 767,88 100,00
arahan fungsi lahan menurut pedoman RLKT.
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)
Gambar 16. Peta Laju Erosi Tata Guna Lahan Gambar 17. Peta Indeks Bahaya Erosi Tata
Baru Guna Lahan Baru
Sumber: Hasil Pengolahan (2020) Sumber: Hasil Pengolahan (2020)

Tabel 16
Perbandingan Sebaran Laju Erosi pada TGL Existing dan TGL Baru
TGL Lama TGL Baru
Laju Erosi
No Kelas Keterangan
(ton/ha/th) Jumlah Sel Luas (km2) Jumlah Luas (km2)
Sel
1 <15 I Sangat ringan 5880 529,2 6740 606,6
2 15 – 60 II Ringan 1694 152,46 1780 160,2
3 60 – 180 III Sedang 452 40,68 12 1,08
4 180 – 480 IV Berat 478 43,02 0 0
5 >480 V Sangat Berat 28 2,52 0 0
Jumlah 8532 767,88 8532 767,88
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)

Tabel 17
Perbandingan Sebaran Indeks Bahaya Erosi pada TGL Existing dan TGL Baru
TGL Lama TGL Baru
No IBE Keterangan Jumlah Luas (km2) Jumlah Sel Luas (km2)
Sel
1 < 1,0 Rendah 5120 460,8 5484 493,56
2 1,0 – 4,0 Sedang 2232 200,88 3048 274,32
3 4,01 – 10,0 Tinggi 477 42,93 0 0
4 > 10,0 Sangat Tinggi 703 63,27 0 0
Jumlah 8532 767,88 8532 767,88
Sumber: Hasil Perhitungan (2020)

PENUTUP
Kesimpulan b. Perkiraan besar sedimen
Berdasarkan perhitungan dan analisis menggunakan sediment delivery ratio
yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan (SDR) diperoleh nilai 34.228,031
sebagai berikut: ton/tahun atau sebesar 28.532,231
1. Dengan menggunakan model m3/tahun.
Agricultural Non-Point Source Pollution 2. Berdasarkan Indeks Bahaya Erosi (IBE)
(AGNPS) didapatkan hasil: oleh Hammer (1981), didapatkan sebaran
a. Rata-rata laju erosi existing pada DAS tingkat bahaya erosi existing tahun 2019
Kali Lamong di tahun 2019 diperoleh pada DAS Kali Lamong dengan tingkat
nilai sebesar 31,771 ton/ha/tahun atau rendah (indeks <1) seluas 460,8 km2,
2,65 mm/tahun, melebihi nilai laju tingkat sedang (indeks 1-4) seluas 200,88
erosi diperbolehkan (T) maksimum km2, tingkat tinggi (indeks 4-10) seluas
tanah-tanah di Indonesia sebesar 2,5 42,93 km2, dan tingkat sangat tinggi
mm/tahun. (indeks >10) seluas 63,27 km2.
3. Dari hasil simulasi skenario lahan baru, Gustianto, G. (2016). Upaya Penanggulangan
tidak didapati indeks bahaya erosi pada Banjir Dengan Perbaikan Alur Sungai
tingkat tinggi maupun sangat tinggi. Kali Lamong di Kabupaten Gresik
Hasil tersebut menunjukkan skenario [Naskah Publikasi Teknik Sipil].
lahan yang baru dapat mengurangi laju Malang: Universitas Brawijaya.
erosi dan tingkat bahaya erosi pada DAS Hardjowigeno, S. (2015). Ilmu Tanah.
Kali Lamong. Jakarta: CV Akademika Pressindo.
Harto, S. (1993). Analisis Hidrologi. Jakarta:
Saran Gramedia Pustaka Utama.
Berdasarkan kondisi dan permasalahan Herawati, T. (2010). Analisis Spasial Tingkat
erosi yang terjadi pada DAS Kali Lamong, Bahaya Erosi di Wilayah DAS Cisadane
maka dapat diberikat saran antara lain: Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian
1. Pada studi erosi yang selanjutnya pada Hutan dan Konservasi Alam, VII(4),
DAS Kali Lamong diperlukan adanya 413-424.
kalibrasi dan validasi dengan data Londongsalu, D. T. (2008). Analisis
lapangan supaya hasil pemodelan lebih Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan
akurat. Aliran Permukaan Menggunakan Model
2. Melihat tidak adanya data debit maupun AGNPS Berbasis Sistem Informasi
data sedimen yang tersedia pada DAS Geografis di Sub DAS Jeneberang
Kali Lamong, maka bagi instansi yang Propinsi Sulawesi Selatan [skripsi].
berwenang atas DAS Kali Lamong di Bogor : Institut Pertanian Bogor.
waktu mendatang disarankan untuk dapat Republik Indonesia. (2012). Peraturan
melakukan perekaman data-data tersebut Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012
secara berkala. tentang Pengelolaan DAS. Jakarta:
3. Untuk mencegah bertambahnya tingkat Sekretariat Negara.
bahaya erosi pada DAS Kali Lamong di Sari, D. P. (2020). Analisis Erosi Berbasis
masa mendatang, maka diperlukan upaya Sistem Informasi Geografis (SIG) pada
pengendalian erosi dengan penataan Daerah Aliran Sungai Kali Lamong
kawasan pada DAS dari hulu hingga ke Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Malang:
hilir yang dapat dilakukan secara teknis Universitas Brawijaya.
maupun non-teknis. Simarmata, D. C., Subiyanto, S., & Prasetyo,
4. Perlunya pembuatan dan pelaksanaan Y. (2016). Analisis Potensi Erosi
kebijakan dari pemerintah maupun Menggunakan Model AGNPS
instansi yang berwenang atas DAS Kali (Agricultural Non-Point Source
Lamong terkait penggunaan lahan dari Pollution Model) di Hutan Yona Yanbaru
hulu hingga hilir DAS yang sesuai [skripsi]. Semarang: Universitas
dengan kaidah konservasi tanah dan air. Diponegoro.
Soemarto, C. (1987). Hidrologi Teknik.
UCAPAN TERIMA KASIH Surabaya: Usaha Nasional.
Ucapan terima kasih penyusun Soewarno. (1995). Aplikasi Metode Statistik
sampaikan kepada Bapak Ir. Moh. Sholichin, untuk Analisa Data (Vol. 1). Bandung:
MT., Ph.D. dan Bapak Dr. Ir. Runi Nova.
Asmaranto, ST., MT. selaku dosen Soewarno. (1995). Aplikasi Metode Statistik
pembimbing yang telah membimbing di untuk Analisa Data (Vol. 2). Bandung:
dalam pengerjaan dan penyelesaian tugas Nova.
akhir penyusun, serta untuk seluruh pihak Triatmodjo, B. (2016). Hidrologi Terapan.
yang telah memberikan bantuan dan Yogyakarta: Beta Offset.
dukungannya terhadap penyelesaian studi ini. Young, R. A., Onstad, C. A., Bosch, D. D., &
Anderson, W. P. (1989). AGNPS: A Non-
DAFTAR PUSTAKA Point-Source Pollution Model for
Arsyad, S. (2012). Konservasi Tanah dan Air. Evaluating Agricultural Watersheds.
Bogor: IPB Press. Journal of Soil and Water Conservation,
Asdak, C. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan 44(2), 168-173.
Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai