Anda di halaman 1dari 14

Paper

Aplikasi AHP pada Penentuan Komoditas Ekspor Unggulan Bidang Pertanian NTB
(Studi Kasus PT. Agro Zee Annur IKM Eksportir)

Disusun Guna Memenuhi UAS Mata Kuliah Riset Operasi


Dosen Pengampu: Dr. Ir. Anas Zaini, M.Sc.

OLEH:

DESAK PUTU INDAH CHANDRA UTAMI / I2C021010

PROGRAM STUDI MAGISTER PERTANIAN LAHAN KERING


PASCASARJANA
UNIVERSITAS MATARAM
2022
I. PENDAHULUAN

Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menyebabkan


persaingan bisnis antar negara semakin tinggi sehingga berdampak pada
persaingan pasar bebas. Persaingan yang semakin terbuka menjadikan Indonesia
harus bekerja keras untuk meningkatkan produktivitas ekspornya. Sektor
pertanian merupakan salah satu sektor yang berkontribusi dalam perekonomian
nasional dan dapat diandalkan sebagai sektor yang memulihkan ekonomi nasional.
Sektor pertanian mampu bertahan dan berperan strategis dalam mendukung
kesejahteraan masyarakat dalam keadaan krisis sekalipun. Indonesia yang dikenal
sebagai negara agraris dengan keunggulannya di bidang pertanian menjadikan
Indonesia untuk perlu mengimbangi produk impor atau meningkatkan kualitas
ekspornya khususnya di bidang pertanian agar memiliki daya saing di pasar bebas.

Berikut ini merupakan nilai ekspor Indonesia menurut sektor dari Januari-
Desember 2021.

Tabel 1. Nilai Ekspor Indonesia Menurut Sektor, Januari-Desember 2021

Sumber : BPS 2022

Didukung dengan adanya data BPS yang menyatakan bahwa nilai ekspor
Indonesia pada Januari – Desember 2021 sebesar 231.540,8 juta dollar dengan
masing-masing sektor yakni migas sebesar 12.275,6 juta dollar dan nonmigas
sebesar 219.265,2 juta dollar. Dapat dilihat bahwa sektor nonmigas menyumbang
peran terhadap ekspor sebesar 94,7% dari total keseluruhan ekspor dimana sub
sektor yang tertinggi disumbangkan oleh industri pengolahan dan sisanya yakni
pertanian, kehutanan dan perikanan. Dalam hal ini perlu adanya peningkatan
komoditas produksi pertanian untuk mendorong pertambahan nilai ekspor.
Disamping itu, perlu adanya teknologi untuk mengekspor komoditas pertanian
dalam bentuk mentah agar tetap segar hingga tempat tujuan mengingat pertanian
adalah bahan pangan yang cepat rusak. Namun, akan lebih baiknya untuk
perekonomian Indonesia maka industri pengolahan memiliki nilai jual yang lebih
tinggi.

Selain industri pengolahan, perlu diketahui bahwa permintaan bahan pangan


dalam bentuk mentah memiliki pasarnya tersendiri. Tidak sedikit permintaan dari
negara tetangga seperti Jepang, Belanda ataupun Brazil. Oleh karena itu, perlu
peningkatan kapasitas produksi serta kualitas produksi agar Indonesia semakin
dikenal sebagai penghasil bahan pangan dalam bentuk mentah. Secara umum,
bahan pangan Indonesia memiliki beragam jenis dimulai dari tanaman pangan
hingga perkebunan. Terdapat beberapa faktor agar ekspor bisa berjalan dengan
lancar yaitu kesediaan barang dengan kualitas tertentu, keuntungan yang diterima,
resiko perjalanan dan jumlah permintaan serta sistem pembayarannya. Perlu
dipikirkan secara khusus agar dapat memilih komoditas ekspor yang tepat agar
efektif dan efisien.

Diperlukan metode yang berguna untuk menentukan komoditas prioritas untuk


ekspor. Salah satunya yakni melalui penggunaan metode sistem pendukung
keputusan AHP. Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah metode pengukuran
melalui perbandingan berpasangan dan bergantung pada penilaian para ahli untuk
mendapatkan skala prioritas (Saaty, 2008). AHP menjadi salah satu metode yang
digunakan untuk pengambilan keputusan (Vaidya and Kumar, 2006). Thomas L.
Saaty membangun metode AHP dengan mencari praktik sistematis untuk
menentukan prioritas dan mendukung pengambilan keputusan yang kompleks. 

Menurut Artika (2013), Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan model


pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model
pendukung keputusan menggambarkan masalah multi-faktor atau multi-standar
yang kompleks sebagai struktur hierarki. Menurut Saaty dalam Herdhiansyah
(2021) menyatakan bahwa struktural diartikan sebagai representasi masalah yang
kompleks dalam suatu struktur multilevel. Level pertama yakni tujuan, diikuti
oleh level elemen, standar, subkriteria hingga tingkat terakhir yaitu alternatif.

Berdasarkan permasalahan yang ada maka diperlukan adanya faktor prioritas


dalam menentukan pengembangan produksi komoditas ekspor dan penentuan
komoditas unggulan pertanian. Memanfaatkan potensi daerah secara optimal akan
mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat serta negara. Oleh
karena itu, hal ini mendorong penulis untuk memprioritaskan penggunaan metode
AHP sebagai model pengambilan keputusan komparatif dan terstruktur dengan
mengutamakan faktor prioritas dalam pengembangan komoditas unggulan
pertanian dalam studi kasus PT. Agro Zee Annur di Narmada, Lombok Barat.
II. METODE AHP
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan
narasumber dari pemilik PT. Agro Zee Annur di Narmada Lombok Barat
berupa perbandingan setiap hirarki dan alternatif untuk mencapai tujuan
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengembangan
komoditas ekspor unggulan pertanian di NTB kemudian analisis data
menggunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process).
b. Pembuatan Hirarki Permasalahan dan Alternatif
Dalam penelitian ini, metode AHP digunakan untuk menyelesaikan
masalah dalam pengukuran faktor prioritas dalam pengembangan komoditas
ekspor unggulan pertanian di NTB sebagai alternatif yang disusun dalam
sebuah struktur hirarki. Terdapat 4 kriteria dalam penentuan faktor prioritas
dalam pengembangan komoditas pertanian unggulan di NTB yaitu (1)
permintaan; (2) resiko; (3) potensi; dan (4) keuntungan. Terdapat beberapa
alternatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (1) cabai; (2) rempah-
rempah; (3) gula aren; dan (4) kopi.
c. Teknik Analisis
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Prof.
Thomas Lorie Saaty awal tahun 1970 yang berguna untuk mencari ranking
atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu
permasalahan. Dalam penentuan prioritas diperlukan uji konsistensi terhadap
pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Pengambilan keputusan tidak
dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup
berbagai jenjang maupun kepentingan.
Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan
pada langkah-langkah berikut :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria dan alternatif pilihan yang ingin diranking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing
tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan
berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan
menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di
dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung bobot dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Langkah
ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen-elemen
pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menguji konsistensi hirarki, jika tidak memenuhi dengan Cr < 0,100, maka
penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan ketidakkonsistenan (inconsistency)


yang ditetapkan Saaty. Rasio konsistensi dirumuskan sebagai perbandingan
indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan
adalah skala 1 sampai 9 dimana :

1. Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya.


2. Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya.
3. Skala 5 = kategori kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya.
4. Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya.
5. Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan
lainnya.
6. Skala 2, 4, 6, 8 = nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan
yang berdekatan, nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2
pilihan.

Ciri utama AHP yakni tidak adanya syarat konsistensi mutlak.


Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu
sama lain dan dapat mengarah pada ketidakkonsistenan jawaban yang
diberikan responden. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang
sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistensinya besar. Saaty telah
membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari matriks berordo n dapat
diperoleh dengan rumus :

λmax −n
CI = (1)
(n−1)
Keterangan :

CI = Rasio penyimpangan konsistensi jumlah sampel

λ max = Nilai eigen dari matriks berordo n

n = Orde Matriks

Apabila CI bernilai nol, maka pair-wise comparison matrix tersebut


konsisten. Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh
Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan rasio konsistensi (CR),
yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang
didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory
kemudian dikembangkan oleh Wharton School. Nilai ini bergantung pada ordo
matriks n. Dengan demikian, rasio konsistensi dapat dirumuskan sebagai
berikut :

CI
CR= (2)
RI

Keterangan :

CR = Rasio konsistensi

RI = Indeks random

Tabel 2. Nilai Random Indeks (RI)

Bila matriks pair-wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100
maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima,
jika tidak maka penilaian perlu diulang.
III. APLIKASI AHP
Hasil dari penelitian dari analisis menentukan komoditas ekspor unggulan
pertanian di NTB pada perusahaan PT. Agro Zee Annur di Narmada, Lombok
Barat. Berikut ini adalah pohon hirarki yang memuat beberapa kriteria serta
alternatif yang bertujuan untuk menentukan komoditas ekspor unggulan pertanian
di NTB.

GOALPemilihan Komoditas Ekspor Unggulan


Pertanian

Kriteria
Permintaan Resiko Potensi Keuntungan

Alternatif
1. Cabai 1. Cabai 1. Cabai 1. Cabai
2. Rempah-rempah 2. Rempah-rempah 2. Rempah-rempah 2. Rempah-rempah
3. Gula aren 3. Gula aren 3. Gula aren 3. Gula aren
4. Kopi 4. Kopi 4. Kopi 4. Kopi

1. Perhitungan Antar Kriteria


a. Membuat Matriks Berpasangan Antar Kriteria
Pada tahap ini dilakukan penilaian perbandingan antara satu kriteria
dengan kriteria yang lain.
Tabel 3. Matriks Berpasangan Antara Kriteria

kriteria permintaan resiko potensi keuntungan


permintaan 1 6.00 10.00 3.00
resiko 0.17 1 4.00 0.33
potensi 0.10 0.25 1 0.14
keuntungan 0.33 3.00 7.00 1
total kolom 1.60 10.25 22.00 4.48

b. Membuat Matriks Nilai Kriteria Matriks ini diperoleh dengan rumus


normalisasi nilai = Nilai baris/jumlah kolom masing-masing bentuk
matriks bisa dilihat dalam tabel dibawah ini. Selanjutnya melakukan
sintesis dengan cara menghitung rata-rata baris dari setiap kriteria.
Tabel 4. Matriks Normalisasi Antara Kriteria

kriteria permintaan resiko potensi keuntungan ∆ baris


permintaan 0.625 0.585 0.455 0.670 0.584
resiko 0.104 0.098 0.182 0.074 0.115
potensi 0.063 0.024 0.045 0.032 0.041
keuntungan 0.208 0.293 0.318 0.223 0.261

c. Melakukan pengecekan konsistensi 1 dengan cara mengalikan setiap rata-


rata baris dengan nilai matriks berpasangan antara kriteria.
Tabel 5. Pengecekan Konsistensi 1

0.58 1 0.115 6 0.041 10 0.26 3


4 1
0.17 + 1 + 4 + 0.33
0.1 0.25 1 0.14
0.33 3 7 1

Hasil perkalian setiap baris dengan nilai matriks berpasangan antara


kriteria.
Tabel 6. Hasil Perkalian Dari Tabel Sebelumnya

0.584 0.687 0.411 0.782 2.463


0.097 0.115 0.164 0.087 0.463
+ + + =
0.058 0.029 0.041 0.037 0.165
0.195 0.344 0.287 0.261 1.086

d. Melakukan pengecekan konsistensi 2 dengan cara hasil konsistensi 1


dibagi dengan rata-rata baris.
Tabel 7. Pengecekan Konsistensi 2

2.463 0.584 4.220


0.463 0.115 4.043
: =
0.165 0.041 4.025
1.086 0.261 4.167
e. Perhitungan Rasio Konsistensi Perhitungan ini digunakan untuk
memastikan bahwa nilai rasio konsistensi (CR) ≤ 0.1, jika ternyata nilai
CR lebih besar dari 0.1 maka matriks perbandingan berpasangan harus
diperbaiki.
hasil konsistensi 2
λmax =
n
λmax =4.114

f. Perhitungan CI dan CR
( λmax−n)
CI =
(n−1)
CI
CR=
0.9
Dari penelitian ini diperoleh CI = 0.038 dan CR = 0.042 < 0.1 yang
berarti rasio konsistensi dari perhitungan tersebut bisa diterima.
2. Perhitungan Antar Alternatif
Lakukan perhitungan antar alternatif dengan cara seperti diatas sampai
menemukan hasil perankingan alternatif setiap kriteria. Setiap kriteria
memiliki masing-masing alternatif prioritas yang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 8. Ranking Antar Alternatif Pada Kriteria Permintaan

Nilai Bobot Ranking Alternatif


0.513 1 Cabai
0.283 2 Rempah-Rempah
0.155 3 Gula Aren
0.050 4 Kopi

Pada kriteria permintaan, dapat diketahui bahwa alternatif komoditas cabai


menjadi urutan pertama sebesar 0.513, urutan kedua yaitu rempah-rempah
sebesar 0.283, urutan ketiga yaitu gula aren sebesar 0.155 dan urutan keempat
yaitu kopi sebesar 0.050. Permintaan komoditas cabai menjadi urutan tertinggi
dalam menentukan komoditas ekspor unggulan pertanian. Hal ini dikarenakan
permintaan cabai dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni harga cabai itu
sendiri, harga barang substitusi dan selera masyarakat. Apalagi sekarang ini
sedang berkembang tren akan makanan pedas sehingga hal ini mempengaruhi
jumlah permintaan komoditas cabai.

Tabel 9. Ranking Antar Alternatif Pada Kriteria Resiko

Nilai Bobot Ranking Alternatif


0.631 1 Cabai
0.053 4 Rempah-Rempah
0.225 2 Gula Aren
0.090 3 Kopi

Pada kriteria resiko, dapat diketahui bahwa alternatif komoditas cabai


menjadi urutan pertama sebesar 0.631, urutan kedua yaitu gula aren sebesar
0.225, urutan ketiga yaitu kopi sebesar 0.090 dan urutan keempat yaitu
rempah-rempah sebesar 0.053. Urutan tertinggi dalam kriteria resiko yaitu
komoditas cabai dibandingkan dengan yang lain. Hal ini dikarenakan sifat dari
komoditas cabai itu sendiri yang mudah rusak sehingga perlu penanganan
khusus agar sampai di negara tujuan. Teknologi yang digunakan untuk
menjaga kualitas barang produksi yakni storage dengan kualitas baik agar
kualitas dari barang produksi bisa terjamin sampai di negara tujuan.

Tabel 10. Ranking Antar Alternatif Pada Kriteria Potensi

Nilai Bobot Ranking Alternatif


0.534 1 Cabai
0.055 4 Rempah-Rempah
0.093 3 Gula Aren
0.318 2 Kopi

Pada kriteria potensi, dapat diketahui bahwa alternatif komoditas cabai


menjadi urutan pertama sebesar 0.534, urutan kedua yaitu kopi sebesar 0.318,
urutan ketiga yaitu gula aren sebesar 0.093 dan urutan keempat yaitu rempah-
rempah sebesar 0.055. Urutan pertama pada kriteria potensi ditempati
komoditas cabai. Dapat dilihat bahwa potensi komoditas ekspor unggulan
pertanian di NTB yaitu cabai dimana produksi cabai semakin meningkat
mencapai diatas 250.000 kwintal/ha. Hal ini cukup menggambarkan bahwa
potensi komoditas cabai dapat bersaing dengan komoditas yang lain.

Tabel 11. Ranking Antar Alternatif Pada Kriteria Keuntungan

Nilai Bobot Ranking Alternatif


0.331 2 Cabai
0.049 4 Rempah-Rempah
0.540 1 Gula Aren
0.080 3 Kopi

Pada kriteria keuntungan, dapat diketahui bahwa alternatif komoditas gula


aren menjadi urutan pertama sebesar 0.540, urutan kedua yaitu cabai sebesar
0.331, urutan ketiga yaitu kopi sebesar 0.080 dan urutan keempat yaitu
rempah-rempah sebesar 0.049. Nilai ekspor gula aren menempati urutan
tertinggi dimana volume ekspor mencapai 311 ton dengan nilai ekspor sebesar
Rp. 19.27 Milyar. Sebagian besar ekspor tersebut untuk memenuhi kebutuhan
pasar Amerika Serikat dan sisanya dibawa ke Jerman, Inggris, Serbia,
Malaysia, Australia, Hongkong dan Turki. Kedepannya diharapkan untuk
meningkatkan kualitas olahan produksinya sehingga dapat memiliki nilai
tambah dan berdaya saing.

Dari hasil perhitungan diatas dapat diperoleh ranking prioritas alternatif


secara keseluruhan yaitu (1) cabai = 0.480 ; (2) gula aren = 0.261 ; (3)
rempah-rempah = 0.186 ; dan (4) kopi = 0.073. Hal ini berarti secara
keseluruhan komoditas ekspor unggulan pertanian di NTB pada perusahaan
PT. Agro Zee Annur yaitu cabai dengan urutan pertama, gula aren dengan
urutan kedua, rempah-rempah dengan urutan ketiga dan terakhir yaitu kopi.
IV. PENUTUP
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa dengan penerapan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) maka komoditas ekspor unggulan pertanian di NTB
pada perusahaan PT. Agro Zee Annur di Narmada Lombok Barat adalah
komoditas cabai dengan nilai bobot 0.480; gula aren dengan nilai bobot 0.261;
rempah-rempah dengan nilai bobot 0.186; dan kopi dengan nilai bobot 0.073.
Sehingga perlu diperhatikan bahwa perusahaan maupun pemerintah daerah lebih
memperhatikan untuk mengembangkan potensi komoditas cabai dengan cara
peningkatan kuantitas produksi serta kualitas untuk dapat bersaing di pasar
internasional agar dapat meningkatkan pendapatan daerah serta meningkatkan
pendapatan negara.
DAFTAR PUSTAKA

Artika, R. (2013). Penerapan Analitycal Hierarchy Process (AHP) dalam


Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Guru Pada SD Negeri. Pelita
Informatika Budi Darma, 4(3), 1-6.
Badan Pusat Statistik [BPS]. (2022). Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia,
Desember 2021: Badan Pusat Statistik.
Herdhiansyah, D, dkk. (2021). Analisis Faktor Prioritas Pengembangan
Komoditas Perkebunan Unggulan Dengan Metode AHP (Analytical
Hierarchy Process). Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 10 (2): 239-251.
Saaty, T. L. (2008). Decision making with analytic hierarchical processes. Int J
Serv Sci, 1: 83- 98.
Vaidya, O.S, Kumar, S. (2006). Analytical Hierarchical Process: Application
Overview. Eur J Oper Res, 169: 1–29.

Anda mungkin juga menyukai