Anda di halaman 1dari 20

KINERJA EKSPOR MINYAK SAWIT INDONESIA

OLEH:
BAGINDA MORA FORTIUS PRABOWO
14/369427/PN/13912
No. HP: 081261972834
bagindamora1@gmail.com

Program Studi:
Ekonomi Pertanian dan Agribisnis

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
KINERJA EKSPOR MINYAK SAWIT INDONESIA

Indonesia’s Crude Palm Oil Export Performance

Baginda Mora Fortius Prabowo


Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Dr. Ir. Suhatmini Hardyastuti, S.U.
Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, M.S.
Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Abstract
This research aims to: (1) find out Indonesia’s CPO production and CPO export trends
in international market, (2) find out Indonesia’s CPO comparative advantages compare to other
main exporter, (3) to find out which export target country have the best market share to expand
between main export target countries and (4) find out factors that affect export volume. This
research used descriptive analytics with CPO related time series data between 2006 until 2016.
The research showed that (1) Indonesia’s production and export trends are expected to increase
each year (2) Indonesia has better comparative advantages compared to other main export
country and on maturity stage (3) The best CPO market share to expand is China compare to
other export target countries (4) Factors affecting export volume are CPO international price,
Indonesia’s GDP and total population.

Keywords: export performance, trend, comparative advantage, constant market share, CPO.

Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui trend produksi dan trend ekspor CPO
Indonesia di pasar internasional, (2) mengetahui daya saing CPO Indonesia dibanding negara
eksportir utama lain, (3) mengetahui pangsa pasar CPO yang paling baik dikembangkan diantara
negara tujuan ekspor utama dan (4) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor
CPO Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan menggunakan data
sekunder terkait ekspor CPO dari tahun 2006 hingga 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
(1) Trend produksi dan trend ekspor CPO Indonesia meningkat setiap tahunnya, (2) Indonesia
memiliki daya saing ekspor yang lebih tinggi dibandingkan eksportir utama lain dan komoditas
CPO Indonesia berada pada tahap pematangan. (3) Pangsa pasar CPO terbaik untuk dikembangkan
adalah Negara Tiongkok dibandingkan negara tujuan ekspor lain dan (4) Faktor-faktor yang
mempengaruhi volume ekspor adalah harga CPO internasional, PDB Indonesia dan jumlah
penduduk.

Kata kunci: kinerja ekspor, trend, daya saing, pangsa pasar konstan, CPO.

PENDAHULUAN
Sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting bagi
perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari sumbangan sektor pertanian
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sektor pertanian hingga 2016
menyumbang sebesar 13,52% atau merupakan penyumbang PDB terbesar kedua
setelah sektor industri pengolahan. Jika dilihat dari persentase sumbangan tiap sub
sektor yang ada di sektor pertanian, sub sektor perkebunan merupakan
penyumbang terbesar dari sub sektor pertanian yaitu sebesar 3,57% pada 2016.
Salah satu komoditas yang mendukung sub sektor perkebunan adalah komoditas
kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan komoditas sub sektor perkebunan yang
setiap tahunnya mengalami pertumbuhan dari segi produksi. Berdasarkan data
Kementrian Pertanian (2017), komoditas kelapa sawit pada tahun 2015
mengalami pertumbuhan produksi sebesar 6,12% dan pertumbuhan produktivitas
sebesar 0,65%.
Perkembangan pesat kelapa sawit di Indonesia dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor pertama adalah kondisi alam Indonesia yang mendukung
pertumbuhan komoditas kelapa sawit. Faktor kedua adalah tingginya
pertumbuhan penduduk di Indonesia. Faktor ketiga ialah peningkatan trend
diantara para petani yang memandang kelapa sawit sebagai komoditas yang
memiliki harga stabil serta akan selalu dibutuhkan di pasar internasional. Menurut
Salvatore (1993), terjadinya perdagangan internasional akibat perbedaan harga
antar negara dapat dianalisis melalui analisis keseimbangan parsial. harga
keseimbangan relatif suatu komoditi dalam perdagangan internasional ditentukan
oleh kekuatan penawaran dan permintaan komoditas tersebut di pasar
internasional.
Ermawati dan Septia (2013) melakukan analisis mengenai kinerja ekspor
Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) Indonesia dengan
membandingkan daya saing ekspor minyak sawit baik CPO dan KPO dengan
negara-negara produsen kelapa sawit, dan membandingkan kinerja ekspor CPO
dan PKO Indonesia ke beberapa negara tujuan ekspor utama. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kinerja ekspor CPO dan PKO Indonesia lebih rendah
dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand, tetapi sama dengan Colombia dan
kinerja ekspor CPO dan PKO cenderung menurun dibandingkan dengan
pertumbuhan ekspor seluruh produk dunia. Kuwornu et.al. (2009) dalam
penelitiannya mengenai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja ekspor kelapa
sawit dalam bentuk CPO di Ghana. Penelitian tersebut menemukan, permintaan
ekspor minyak kelapa sawit Ghana dipengaruhi oleh harga riil kelapa sawit
domestik, harga riil ekspor minyak kelapa sawit, harga rill ekspor minyak kelapa
sawit Malaysia (sebagai kompetitor) dan nilai tukar mata uang Ghana. Alatas
(2015) melakukan penelitian mengenai trend produksi dan daya saing ekspor
minyak sawit (CPO) Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor CPO ke India yaitu, harga CPO internasional, nilai tukar
rupiah, pendapatan per kapita, jumlah penduduk, dan harga substitusi. Lalu,
ekspor CPO ke Tiongkok dipengaruhi harga Internasional, pendapatan negara,
jumlah penduduk, dan harga subtitusi. Sedangkan ekspor CPO ke Belanda
dipengaruhi oleh harga domestik, pendapatan negara, jumlah penduduk, trend,
dan harga substitusi. Ditemukan juga bahwa pangsa pasar CPO Indonesia lebih
unggul dan mampu bersaing di pasaran dunia. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui trend produksi dan trend ekspor Crude Palm Oil (CPO)
Indonesia di pasar internasional.
2. Mengetahui daya saing Crude Palm Oil (CPO) Indonesia dibandingkan
negara eksportir utama lain.
3. Mengetahui pangsa pasar CPO yang paling baik dikembangkan di antara
negara-negara tujuan ekspor utama.
4. Mengetahui faktor yang mempengaruhi volume ekspor Crude Palm Oil
(CPO) Indonesia.

METODE PENELITIAN
Metode Dasar
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif
dengan menggnakan data-data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif terkait
untuk menganalisis fenomena yang diteliti dalam penelitian ini. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berbentuk data deret
waktu (time series) yang disesuaikan dengan ketersediaan data yang ada. Data
time series yang digunakan adalah data yang terkumpul selama 11 tahun mulai
dari 2006 hingga 2016. Data yang digunakan oleh penulis diperoleh dari bebragai
sumber baik dari Badan Pusat Statistik, Kementrian Pertanian, Kementrian
Perdagangan, World Trade dan UNC OMTRADE (United Nations Commodity
Trade), Palm Oil Statistics¸ Indeks Mundi dan beberapa sumber lain terkait
perdagangan CPO.

Metode Analisis Data


Hipotesis 1: Diduga trend produksi dan trend ekspor CPO Indonesia bernilai
positif dan variabel waktu berpengaruh signifikan.
Trend produksi dan trend ekspor untuk 5 tahun ke depan dapat diketahui
melalui analisis trend. Analisis trend dapat dilakukan dengan menggunakan data
deret waktu (time series) volume produksi dan volume ekspor CPO Indonesia.
Data tersebut kemudian akan dianalisis dengan menggunakan Metode Regresi
Linier yang memiliki persamaan:
Y =¿a + bx (1)
Dimana: Y = volume ekspor CPO Indonesia
a = intersep
b = koefisien regresi perubahan waktu
x = trend waktu
(Gujarati, 1995)
Hipotesis 2: Diduga CPO Indonesia memiliki daya saing dibandingkan eksportir
utama lain.
Secara tradisional, terdapat sejumlah metode yang dapat digunakan untuk
mengukur tingkat daya saing. Untuk menganalisis daya saing CPO Indonesia di
pasar internasional, metode pertama yang digunakan ialah metode Revealed
Competitive Advantage (RCA). Metode RCA digunakan untuk melihat pangsa
ekspor yang telah terjadi pada suatu komoditas terhadap pangsa ekspor komoditas
tersebut di pasar dunia (Tambunan,2004). Rumus dari Revealed Competitive
Advantage adalah sebagai berikut:
Xik
Xim
Revealed Competitive Advantage = (2)
Xwk
Xwm
Dimana: Xik = Ekspor produk CPO Negara X
Xim = Ekspor semua produk Negara X
Xwk = Ekspor produk CPO dunia
Xwm = Ekspor semua produk dunia
Sementara indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA saat ini dengan
nilai RCA tahun sebelumnya sehingga rumusnya adalah sebagai berikut:
Indeks RCA =RCA t / RCA t−1 (3)
Dimana: RCAt = Nilai RCA saat ini
RCAt-1 = Nilai RCA tahun sebelumnya
Selain RCA, metode ISP dapat digunakan untuk mengukur daya saing
komoditas suatu negara. ISP merupakan ukuran yang digunakan untuk
menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu produk sehingga dapat
dilihat kecenderungan suatu negara sebagai eksportir atau importir. ISP akan
mengidentifikasi tingkat pertumbuhan suatu produk dalam perdagangan ke dalam
5 tahap sebagai berikut:
1. Tahap pengenalan, jika nilai ISP antara -1 sampai -0,50
2. Tahap substitusi impor, jika nilai ISP antara -0,50 sampai 0,00
3. Tahap pertumbuhan, jika nilai ISP antara 0,01 sampai 0,80
4. Tahap kematangan, jika nilai ISP antara 0,81 sampai 1,00
5. Tahap kembali mengimpor, jika nilai ISP kembali menurun dari 1,00
sampai 0,00
Secara matematis, ISP dirumuskan sebagai berikut:
Xit−Mit
ISP = (4)
Xit + Mit
Dimana: Xi = Nilai ekspor produk i pada tahun t
Mi = Nilai impor produk t pada tahun t

Hipotesis 3: Diduga pangsa pasar CPO terbaik untuk dikembangkan adalah


pangsa pasar CPO di India sebagai importir terbesar CPO Indonesia.
CMSA (Constant Market Share Analysis) merupakan metode yang
digunakan untuk menganalisis bagaimana kinerja pertumbuhan ekspor terhadap
pertumbuhan dunia yang dianggap sebagai pertumbuhan standar. Analisis CMS
menggunakan teknik yang mendekomposisi perubahan terhadap pangsa pasar dari
negara yang melakukan ekspor ataupun impor. Negara tujuan ekspor CPO
Indonesia didominasi oleh lima negara yaitu India, China, Pakistan, Belanda dan
Spanyol. Dekomposisi yang dilaksanakan pada metode ini akan memecah kinerja
ekspor atau impor menjadi beberapa komponen sehingga memungkinkan
dilakukannya identifikasi kontribusi dari beberapa aspek yang mempengaruhi
kinerja ekspor atau impor. Metode ini pertama kali dikemukakan oleh Leamer
dan Stern pada tahun 1970 dan kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh
Fagerberg dan Sollie pada tahun 1985. Secara formal, Fagerberg dan Sollie
menjabarkan persamaan perubahan pangsa pasar sebagai berikut:
Perubahan Pangsa Pasar Konstan=PE+ ME +CE+ PEA + MEA (5)
Keterangan: PE = Efek Produk
ME = Efek Pasar
CE = Efek Daya Saing
PEA = Efek Adaptasi Produk
MEA = Efek Adaptasi Pasar
Selanjutnya, dari persamaan 5 dapat dibentuk derivasi atau turunan dari lima
komponen tersebut menjadi tiga efek utama yaitu efek daya saing, efek struktural
dan efek daya saing. Turunan yang terbentuk dari turunan persamaan diatas
adalah:

δQ=∑ j ∑ h ([ XtEhj
Xtihj

X 0 Ehj X 0 E . j X 0 E .. ]
X 0 ihj
) x
X 0 Ehj X 0 E . j
x (Efek Daya Saing)

+∑ j ∑ h [ X 0ihj
x (
XtEhj X 0 Ehj

X 0 Ehj XtE .. X 0 E .. )] (Efek Struktural)

+∑ j ∑ h ∆ ( Xihj
XEhj
x∆
XEhj
XE.. ) (Efek Adaptasi)

(6)
Keterangan:
δQ = Perubahan Pangsa Pasar
Notasi i = Negara eksportir (Indonesia)
Notasi j = Negara importir utama CPO
Notasi h = Komoditas CPO
X0ihj = Ekspor CPO negara Indonesia ke negara importir pada periode
awal
Xtihj = Ekspor CPO negara Indonesia ke negara importir pada periode
akhir
X0Ehj = Ekspor CPO dunia ke negara importir pada periode awal
XtEhj = Ekspor CPO dunia ke negara importir pada periode akhir
Xtihj = Ekspor CPO negara Indonesia ke negara importir pada periode
akhir
X0E.j = Total ekspor dunia ke negara importir utama CPO pada periode
awal
X0E.. = Total ekspor dunia pada periode awal
XtE.. = Total ekspor dunia pada periode akhir
Nilai positif menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif suatu negara
eksportir. Sebaliknya nilai negatif mengindikasikan tidak adanya keunggulan
kompetitif. Efek daya saing tidak terdekomposisi dan dijabarkan sesuai dengan
persamaan 6 (Fagerberg dan Sollie, 1985).

Hipotesis 4: Diduga faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor CPO di


Indonesia adalah harga CPO internasional, harga CPO domestik, pendapatan
domestik bruto (PDB) Indonesia dan jumlah penduduk.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor CPO dapat diketahui
dengan melakukan analisis berupa Metode Linier Berganda (Ordinary Least
Square) dengan transformasi data double-log yang menggunakan logaritma
natural dari tiap variabel independent. Analisis ini akan menunjukkan seberapa
besar faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi ekspor CPO Indonesia.
Selanjutnya, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kinerja ekspor akan diduga
dengan menyusun faktor-faktor tersebut ke dalam persamaan:
lnY = lnβ0 + lnβ1X1 + lnβ2X2 + lnβ3X3 + lnβ4X4 + µ (13)
Keterangan:
Y = Volume ekspor CPO Indonesia (ton/tahun)
X1 = Harga CPO internasional (US$/ton)
X2 = Harga CPO domestik (US$/ton)
X3 = PDB Indonesia (miliyar Rupiah)
X4 = jumlah penduduk (jiwa)
µ = Random error
β = Koefisien regresi
Dimana:
H0 : βi = Faktor yang mempengaruhi volume ekspor adalah harga CPO
internasional, harga CPO domestik, PDB Indonesia, nilai RCA Indonesia
dan jumlah penduduk.
Ha : βi ≠ Faktor yang mempengaruhi volume ekspor adalah harga CPO
internasional, harga CPO domestik, PDB Indonesia, nilai RCA Indonesia
dan jumlah penduduk.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Trend Produksi CPO Indonesia
Berdasarkan hasil analisis trend, kurva trend produksi CPO yang
terbentuk adalah sebagai berikut:
25,000,000

f(x) = 1024976.25454545 x − 2045559448.25454


Volume Produksi (Ton)

20,000,000 R² = 0.983070093847218

15,000,000

10,000,000

5,000,000

0
2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018
Tahun
Ga
mbar 1. Trend Produksi CPO Indonesia
Sumber: Analisis Data Sekunder (2018)
Selanjutnya, analisis regresi linier menunjukkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Regresi Linier Trend Volume Produksi CPO Indonesia
Variabel Koefisien t-statistic Sig.
Konstanta -2.045.559.448,255(***) -22,687 0,000
Tahun 1.024.976,255(***) 22,861 0,000
R-squared 0,983
F 522,604
Sig. F 0
(***) siginifikan pada tingkat kesalahan (α) 1%
(**) siginifikan pada tingkat kesalahan (α) 5%
(*) siginifikan pada tingkat kesalahan (α) 10%
Sumber: Analisis Data Sekunder (2018)
Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel trend waktu (tahun)
memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan volume produksi CPO
hingga pada tingkat kesalahan 0,01. Berdasarkan hasil regresi trend, diketahui
bahwa setiap tahunnya diperkirakan akan terjadi peningkatan volume produksi
CPO sebesar 1.024.976,255 ton. Jika pertambahan tiap tahunnya dianggap
konstan, maka diharapkan hingga 5 tahun ke depan (tahun 2021) diharapkan
volume produksi CPO Indonesia mencapai 26.188.357,82 ton. Hasil output
regresi linier juga menunjukkan nilai R-squared sebesar 0,983. Artinya
variabel tahun dapat menjelaskan perubahan volume produksi CPO sebesar
98,3% sedangkan sisanya yaitu sebesar 1,7% dijelaskan oleh variabel lain di
luar model.
Volume produksi CPO sangat dipengaruhi oleh luas areal perkebunan
sawit serta teknologi di industri pengolahan CPO karena akan mempengaruhi
tingkat produktivitas serta kinerja produksi CPO. Selain itu, konsep kerjasama
Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-Bun) yag digalangkan oleh
pemerintah dapat menunjang kinerja produksi CPO Indonesia sehingga dapat
memenuhi target produksi untuk tahunberikutnya. Konsep kerjasama PIR-Bun
merupakan pola pembangunan perkebunan rakyat untuk mewujudkan suatu
perpaduan usaha dengan sasaran perbaikan keadaan sosial ekonomi peserta dan
didukung oleh suatu pengelolaan usaha dengan memadukan kegiatan usaha,
pengelolaan serta pemasaran hasil. Dalam pelaksanaan PIR-Bun, perusahaan
besar dimanfaatkan sebagai inti dan petani rakyat sebagai plasma
(Soetrisno,1995).

Trend Ekspor CPO Indonesia

30000000
f(x) = 1341166.97272727 x + 10077442.4363636
R² = 0.906365421535774
25000000
Volume Ekspor Ton)

20000000

15000000

10000000

5000000

0
06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Tahun

Gambar 2. Trend Ekspor CPO Indonesia


Sumber: Analisis Data Sekunder (2018)
Kinerja ekspor Indonesia dapat diamati berdasarkan trend ekspor yang
terbentuk selama periode tertentu. Volume ekspor pada komoditas CPO tidak
hanya dipengaruhi oleh pasar domestik melainkan juga sangat dipengaruhi oleh
harga CPO internasional yang terbentuk atas kebutuhan CPO dunia.
Berdasarkan grafik diatas, adanya fluktuasi yang signifikan dalam volume
ekspor tidak ditemukan dan cenderung sesuai dengan garis trend yang
terbentuk. Hasil regresi linier volume ekspor CPO Indonesia ditunjukkan pada
tabel 2.
Tabel 2. Hasil Regresi Linier Trend Volume Ekspor CPO Indonesia
Variabel Koefisien t-statistic Sig.
Konstanta -2.678.962.337,882(***) -9,271 0,000
Tahun 1.341.166,973(***) 9,334 0,000
R-squared 0,952  
F 87,118
Sig. F 0,000    
(***) siginifikan pada tingkat kesalahan (α) 1%
(**) siginifikan pada tingkat kesalahan (α) 5%
(*) siginifikan pada tingkat kesalahan (α) 10%
Sumber: Analisis Data Sekunder (2018)
Hasil uji regresi sederhana juga menunjukkan bahwa variabel trend (tahun)
berpengaruh signifikan terhadap perubahan volume ekspor hingga pada tingkat
kesalahan sebesar 0,01 dimana setiap tahunnya, terdapat peningkatan volume
produksi sebesar 1.341.166,973 ton. Jika diasumsikan pertambahan volume
ekspor setiap tahunnya bernilai konstan, maka volume ekspor CPO Indonesia
diproyeksikan akan mencapai volume ekspor sebesar 31.975.466,32 ton pada
tahun 2021. Hasil estimasi regresi yang dilakukan juga menunjukkan nilai
koefisien determinasi sebesar 0,952 yang menunjukkan bahwa trend (waktu)
dapat menjelaskan perubahan volume produksi sebesar 95,2% dan sebesar 4,8%
perubahan volume produksi dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Adanya
fluktuasi volume ekspor selama periode tersebut seringkali disebabkan adanya
perubahan permintaan khususnya di Kawasan Uni Eropa. Sedangkan peningkatan
volume ekspor yang cukup besar terjadi pada tahun 2014-2015. Peningkatan
volume ekspor yang cukup signifikan disebabkan oleh adanya peningkatan
volume ekspor signifikan ke beberapa negara berkembang seperti India dan
Pakistan yang mulai melakukan pengembangan industri-industri berbahan baku
CPO.
Daya Saing CPO Indonesia
A. Analisis RCA
Tabel 3. Perbandingan Nilai dan indeks RCA CPO Indonesia dan Malaysia tahun
2006-2016
Indonesia Malaysia
Tahun
Nilai RCA Indeks RCA Nilai RCA Indeks RCA
2006 54,389 1,017 36,853 0,997
2007 55,539 1,021 37,750 1,024
2008 53,610 0,965 38,067 1,008
2009 54,061 1,008 35,799 0,940
2010 49,161 0,909 35,937 1,004
2011 42,506 0,865 38,516 1,072
2012 48,876 1,150 35,752 0,928
2013 55,495 1,135 34,427 0,963
2014 60,749 1,095 31,369 0,911
2015 64,766 1,066 30,039 0,958
2016 53,271 0,823 25,641 0,854
Rata-Rata 53,857 1,005 34,559 0,969
Sumber: Analisis Data Sekunder (2018)
1. Indonesia
Nilai indeks RCA Indonesia dari tahun 2006-2016 selalu menunjukkan
nilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia dalam memiliki daya saing
dalam memproduksi CPO dibandingkan eksportir-eksportir CPO lainnya.
Selama 11 tahun terakhir, Indonesia memiliki rata-rata indeks RCA sebesar
1,005. Artinya, selama 11 tahun dari 2006 hingga 2016 Indonesia memiliki
daya saing ekspor komoditas CPO diatas rata-rata dunia. Berdasarkan hasil
perhitungan pada tabel dapat diketahui juga bahwa diantara Indonesia dan
Malaysia, Indonesia memiliki rata-rata nilai RCA sebesar 53,857. Artinya, nilai
ekspor CPO Indonesia memenuhi sekitar 53,857% dari pangsa nilai ekspor
CPO dunia dari tahun 2006-2016. Indeks RCA Indonesia mengalami fluktuasi
yang cukup signifikan dalam beberapa periode selama 2006-2016 walaupun
secara rata-rata masih diatas daya saing ekspor dunia.
2. Malaysia
Nilai indeks RCA selama periode 2006-2016 juga berfluktuatif dengan
rata-rata tingkat pertumbuhan indeks RCA sebesar -1,28%. Meskipun selama
periode 2006-2016 daya saing CPO Malaysia cenderung menurun, daya saing
CPO Malaysia masih bernilai positif atau memiliki daya saing. Berdasarkan
data UN COMTRADE, sejak tahun 2007 Malaysia mengalami penurunan nilai
ekspor dan mengalami penurunan peringkat menjadi eksportir kedua terbesar
dunia. Adanya penurunan ekspor serta daya saing ini disebabkan oleh adanya
penurunan kemampuan Malaysia dalam memenuhi pasar internasional akibat
kebutuhan CPO domestik. Keterbatasan luas areal perkebunan kelapa sawit
serta peningkatan permintaan CPO domestik yang meningkat. Jika
dibandingkan dengan Indonesia, Arip e. al. (2013) mengemukakan bahwa
Malaysia secara keseluruhan memiliki keunggulan komparatif atas produk-
produk olahan berbahan dasar minyak sawit mentah. Sehingga jika
dibandingkan, maka rasio kebutuhan CPO domestik Malaysia lebih tinggi
dibandingkan Indonesia. Hal tesrsebutlah yang mengakibatkan turunnya posisi
Malaysia sebagai eksportir utama CPO.

B. ISP (Indeks Spesialisasi Perdagangan)


Tabel 4. Nilai ISP Indonesia dan Malaysia tahun 2006-2016
Tahun ISP Indonesia ISP Malaysia
2006 0,997 0,896
2007 1,000 0,931
2008 0,999 0,905
2009 0,997 0,858
2010 0,994 0,839
2011 0,997 0,800
2012 1,000 0,801
2013 0,994 0,914
2014 1,000 0,938
2015 0,999 0,864
2016 0,999 0,930
Rata-Rata 0,998 0,880
Sumber: Analisis Data Sekunder (2018)
1. Indonesia
Indonesia selama periode tahun 2006-2016 memiliki nilai ISP yang stabil
pada kisaran nilai ISP 0,994-1 dengan rata-rata nilai sebesar 0,998. Hal ini
menunjukkan bahwa sejak Indonesia menjadi eksportir utama CPO memiliki daya
saing kuat dalam hal ini Indonesia memiliki tingkat ekspor jauh lebih tinggi dari
tingkat impor CPO. Indonesia mampu memiliki nilai ISP yang tinggi dapat
disebabkan karena Indonesia selain merupakan eksportir CPO terbesar, Indonesia
juga merupakan produsen CPO terbesar. Sehingga, dalam memenuhi pasar
domestik CPO, Indonesia hampir tidak memerlukan adanya impor CPO selama
periode tersebut. Dengan rata-rata nilai ISP sebesar 0,998, Indonesia jika
dikategorikan dalam siklus hidup produk ada pada tahap pematangan. Artinya
dalam melakukan ekspor CPO, Indonesia sudah mampu secara mandiri dalam
memenuhi kebutuhan pasar domestik dan dalam memenuhi kebutuhan pasar
internasional dan dapat dikatakan bahwa Indonesia sudah mampu berspesialisasi
dalam memproduksi CPO.
2. Malaysia
Malaysia selama periode tahun 2006-2016 memiliki nilai ISP yang cukup
stabil yaitu pada kisaran nilai ISP 0,8-0,938 dengan rata-rata nilai 0,880. Hal ini
menunjukkan bahwa Malaysia memiliki daya saing kuat walaupun masih dibawah
Indonesia. Nilai ISP rata-rata 0,880 menunjukkan bahwa Malaysia memiliki
tingkat ekspor jauh lebih tinggi dari tingkat impor CPO. Tingginya nilai ISP
Malaysia disebabkan karena Malaysia sama dengan Indonesia yaitu selain
merupakan salah satu eksportir CPO utama, Malaysia juga merupakan produsen
CPO yang utama. Sehingga, dalam memenuhi pasar domestik CPO, Malaysia
hampir tidak memerlukan adanya impor CPO selama periode tersebut. Malaysia
memiliki rata-rata nilai ISP sebesar 0,880 yang menunjukkan bahwa selama
periode tersebut Malaysia mampu berada pada tahap kematangan yang memiliki
spesialisasi tinggi pada produksi CPO. Akan tetapi, pada tahun 2011, Malaysia
mengalami penurunan nilai ISP dari 0,839 ke 0,8 yang menyebabkan penurunan
daya saing CPO Malaysia. Hal ini juga menyebabkan penurunan posisi CPO
Malaysia dari tahap kematangan menjadi tahap perluasan ekspor. Adapun yang
mempengaruhi penurunan nilai ISP pada tahun tersebut adalah kebijakan
domestik Malaysia yang mulai memfokuskan pengembangan industri biodiesel
yang mulai intensif sehingga terjadi peningkatan konsumsi CPO domestik yang
signifikan.

C. Pangsa Pasar Konstan CPO Indonesia


Tabel 5. Nilai Constant Market Share 5 Negara Utama Tujuan Ekspor CPO
Indonesia
Negara Tiongkok Belanda Pakistan India Spanyol
Efek Daya Saing 0,0000514657 -0,00000153573 0,0000210040 -0,0000154089 0,00000240806
Efek Komposisi Produk -0,0000221554 0,0000193942 0,0000121877 0,0001092400 0,0000417895
Efek Distribusi Pasar 0,0004047100 -0,0000290173 0,0000122487 0,0001510410 -0,0000559963
Efek Adaptasi 0,0000258357 -0,00000535617 0,0000164171 0,0000825135 0,0000186534
Total Pangsa Pasar Konstan 0,0004598560 -0,0000165150 0,0000618575 0,0003273856 0,0000068547
Sumber: Analisis Data Sekunder (2018)
Secara keseluruhan, Negara Tiongkok memiliki total pangsa pasar konstan
dengan nilai tertinggi yaitu sebesar 0,0004598560 yang menunjukkan bahwa
hipotesis ditolak. Berdasarkan hasil analisis, ekspor CPO Indonesia ke Tiongkok
mampu menghadapi segala efek yang dapat mempengaruhi pengembangan pangsa
pasar di negara tersebut. Berdasarkan nilai total pangsa pasar konstan tersebut
juga dapat dilihat bahwa untuk komoditas CPO, Indonesia akan sangat mudah
untuk melakukan pengembangan pangsa pasar di negara Tiongkok jika
dibandingkan negara tujuan ekspor lainnya. Sehingga, Negara Tiongkok
merupakan target ekspor CPO paling strategis. Diharapkan juga agar Indonesia
dapat terus berspesialisasi sehingga mampu memenuhi permintaan CPO Tiongkok
yang tinggi dan meningkatkan nilai efek komposisi produk.
Indonesia juga memiliki potensi untuk mengembangkan pangsa pasar CPO
di negara India. Meskipun efek daya saing CPO Indonesia di India memiliki nilai
negatif, akan tetapi CPO Indonesia mampu dengan mudah untuk menembus
pangsa pasar di India. Indonesia masih harus bersaing kuat dengan CPO dari
negara lain seperti CPO Malaysia dan CPO Thailand. Akan tetapi, CPO Indonesia
masih dapat mengembangkan pangsa pasar CPO-nya di India. Indonesia juga
masih dapat mengembangkan pangsa pasar CPO di Negara Pakistan dengan baik.
Berdasarkan analisis CMS, CPO Indonesia di Negara Pakistan memiliki nilai efek
daya saing yang tertinggi jika dibandingkan efek lainnya yang mempengaruhi
pengembangan pangsa pasar CPO di Pakistan. Artinya, secara keseluruhan CPO
Indonesia mampu untuk memenuhi pasar CPO Pakistan sehingga dapat dengan
mudah mengembangkan pangsa pasar CPO Indonesia.
Untuk negara Spanyol, meskipun efek komposisi produk atau efek
spesialisasi produksi CPO Indonesia mampu membantu Indonesia untuk
mengembangkan pangsa pasar di Spanyol namun masih sangat dipengaruhi efek
distribusi pasar yang negatif. Efek distribusi pasar yang bernilai negatif
menunjukkan adanya hambatan pengembangan pangsa pasar akibat kondisi
geografis sehingga mampu menurunkan kemampuan Indonesia untuk
mengembangkan pangsa pasar CPO di Negara Spanyol. Sehingga, untuk
dijadikan target utama ekspor CPO akan cenderung terjadi kinerja ekspor yang
tidak maksimal akibat kendala geografis. Terakhir, untuk pangsa pasar di Negara
Belanda akan sulit untuk dikembangkan. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor.
Faktor pertama terkait sulitnya Indonesia untuk berdaya saing dengan CPO negara
lain. Belanda sebagai pusat perdagangan minyak kelapa sawit dan pemegang
ekspor terbesar di Eropa memiliki kekuatan untuk melakukan re-ekspor CPO dari
berbagai negara produsen. Selain itu, Indonesia akan terkendala faktor lain seperti
faktor geografis yang kemudian akan mempengaruhi kemampuan CPO Indonesia
dalam beradaptasi terhadap perubahan-perubahan permintaan, struktur pasar dan
lain-lain.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor CPO


Tabel 6. Analisis Regresi Linier Berganda Faktor- Faktor yang Mempengaruhi
Volume Ekspor CPO Indonesia
Variabel Koefisien t-statistic Sig.
Konstanta 9,396 (***) 19,669 0,000
Harga CPO Internasional -0,208 (***) -3,946 0,008
Harga CPO Domestik -0,060 -1,462 0,194
PDB Indonesia 0,658 (***) 22,432 0,000
Jumlah Penduduk -0,066(***) -3,796 0,009
R-squared 0,991    
F-statistic 163,143
Sig. (F-statistic) 0,000    
(***) siginifikan pada tingkat kesalahan (α) 1%
(**) siginifikan pada tingkat kesalahan (α) 5%
(*) siginifikan pada tingkat kesalahan (α) 10%
Sumber: Analisis Data Sekunder (2018)
Jika dilihat berdasarkan Tabel 6, hasil estimasi OLS menunjukkan nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,985. Artinya, variabel-variabel independen
yang dimasukkan ke dalam model yaitu volume produksi, harga domestik CPO,
harga CPO internasional, dan nilai tukar rupiah dapat menjelaskan variabel
dependen yaitu volume ekspor CPO Indonesia sebesar 99,1%. Sedangkan 0,9%
sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model.
Pengujian uji F (F-statistic) menunjukkan angka sebesar 0,000 atau lebih
kecil dari tingkat kesalahan (α) baik pada tingkat 0,1; 0,05 maupun 0,01. Artinya,
secara bersama-sama keseluruhan variabel independen berpengaruh signifikan
terhadap perubahan volume ekspor CPO Indonesia. Hasil uji parsial (uji t) dapat
dilihat dari Sig. atau signifikansi variabel independen secara parsial. Hasil uji
parsial adalah sebagai berikut:
1. Variabel konstanta memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,000 atau lebih
kecil dari tingkat kesalahan (α) hingga pada tingkat kritis 0,01 (H 0 ditolak).
Artinya, secara parsial variabel konstanta berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor CPO Indonesia
2. Variabel harga CPO internasional memperoleh nilai probabilitas sebesar
0,076 atau lebih kecil dari tingkat kesalahan (α) hingga pada tingkat kritis
0,01 (H0 ditolak). Artinya, secara parsial perubahan harga CPO internasional
berpengaruh signifikan terhadap perubahan volume ekspor CPO Indonesia.
3. Variabel harga CPO domestik memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,194
atau lebih besar dari tingkat kesalahan (α) hingga pada tingkat kritis 0,1 (H 0
gagal ditolak). Artinya, secara parsial perubahan harga domestik CPO tidak
berpengaruh signifikan terhadap perubahan volume ekspor CPO Indonesia.
4. Variabel PDB Indonesia memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,000 atau
lebih kecil dari tingkat kesalahan (α) hingga pada tingkat kritis 0,01 (H 0
ditolak). Artinya, secara parsial perubahan PDB Indonesia berpengaruh
signifikan terhadap perubahan volume ekspor CPO Indonesia.
5. Variabel jumlah penduduk memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,009 atau
lebih kecil dari tingkat kesalahan (α) hingga pada tingkat kritis 0,01 (H 0
ditolak). Artinya, secara parsial perubahan jumlah penduduk berpengaruh
signifikan terhadap perubahan volume ekspor CPO Indonesia.
Berdasarkan output regresi linear diatas, diperoleh model regresi berganda
sebagai berikut:
lnY = 9,396 – 0,208lnX1 – 0,060lnX2 + 0,658lnX3 – 0,066lnX4
1. Konstanta pada persamaan regresi linier berganda diatas adalah sebesar
9,396. Artinya jika seluruh variabel independen (harga CPO internasional,
harga CPO domestik, PDB Indonesia dan jumlah penduduk) bernilai nol,
maka volume ekspor CPO adalah sebesar 9,396 ton.
2. Koefisien regresi harga CPO internasional (X1) pada persamaan regresi linier
berganda adalah sebesar -0,208. Artinya, kenaikan harga CPO internasional
sebesar 1 USD/ton akan menyebabkan penurunan volume ekspor CPO
Indonesia sebesar 0,208 ton. Korelasi negatif antara harga CPO internasional
dengan volume ekspor disebabkan jika terjadi peningkatan harga
internasional, maka akan menurunkan permintaan impor komoditas CPO di
luar negeri sesuai dengan teori permintaan.
3. Koefisien regresi harga CPO domestik (X2) pada persamaan regresi linier
berganda adalah sebesar -0,060. Artinya, kenaikan harga CPO domestik
sebesar 1 USD/ton akan menurunkan volume ekspor CPO Indonesia sebesar
0,060 ton.
4. Koefisien regresi PDB Indonesia (X3) pada persamaan regresi linier adalah
sebesar 1,685. Artinya, kenaikan PDB Indonesia sebesar 1 miliyar rupiah
akan meningkatkan volume ekspor CPO Indonesia sebesar 1,685 ton.
Korelasi positif PDB Indonesia terhadap perubahan volume ekspor
disebabkan karena peningkatan pendapatan akan penurunan konsumsi CPO
domestik dan akan meningkatkan volume ekspor CPO ke luar negeri.
5. Koefisien jumlah penduduk (X4) pada persamaan regresi linier adalah sebesar
-0,002. Artinya, peningkatan jumlah penduduk sebesar 1 jiwa akan
menyebabkan penurunan volume ekspor CPO Indonesia sebesar 0,002 ton.
Korelasi negatif antara jumlah penduduk dengan volume ekspor disebabkan
jika jumlah penduduk Indonesia mengalami pertumbuhan maka konsumsi
minyak kelapa sawit dalam negeri juga akan semakin meningkat dan akan
mengurangi volume minyak kelapa sawit yang diekspor.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Analisis trend yang dilakukan menunjukkan bahwa, pertambahan tahun
berpengaruh signifikan terhadap perubahan volume produksi dan volume
ekspor dimana trend produksi dan trend ekspor CPO Indonesia diperkirakan
akan terus meningkat setiap tahunnya hingga 5 tahun ke depan.
2. Analisis daya saing menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan Malaysia
sebagai eksportir terbesar kedua, CPO Indonesia memilii daya saing yang
lebih tinggi meskipun kedanya sama-sama berada pada tahap pematangan.
3. Analisis pangsa pasar menunjukkan bahwa diantara lima negara tujuan ekspor
utama, pangsa pasar CPO yang paling mudah untuk dimasuki dan terbaik
untuk dikembangkan oleh Indonesia adalah pasar di Tiongkok. Sementara itu,
pasar CPO di Belanda merupakan pangsa pasar yang paling sulit untuk
dikembangkan Indonesia.
4. Analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa faktor yang signifikan
mempengaruhi perubahan volume ekspor CPO Indonesia adalah harga CPO
internasional, PDB Indonesia dan jumlah penduduk.

Saran
Upaya peningkatan kinerja ekspor CPO Indonesia dapat ditinjau dari
beberapa aspek. Saran yang dapat diberikan yaitu:
1. Perlu dilakukann fokus pengembangan ekspor ke negara dengan pangsa
pasar yang mudah untuk dikembangkan dan mengurangi volume ekspor ke
negara-negara yang sulit untuk dikembangkan pangsa pasarnya. Oleh sebab
itu, sebaiknya ekspor diarahkan ke negara-negara yang memiliki pangsa pasar
CPO konstan yang besar seperti Tiongkok, India dan Pakistan.
2. Disarankan untuk secara berkala melakukan pengkajian-pengkajian terkait
kebijakan untuk mempermudah pengembangan pangsa pasar CPO di negara
lain dan menimbang pertumbuhan trend produksi dan trend ekspor yang
tinggi setiap tahunnya agar dapat meningkatkan kinerja ekspor CPO
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Alatas, A. 2015. Trend Produksi dan Ekspor Minyak Sawit (CPO) Indonesia.
Magister Manajemen Agribisnis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tesis.
Arip, M.E., L.S. Yee, and T.S. Feng. 2013. Assessing the Competitiveness of
Malaysia and Indonesia, Palm Oil Related Industry. World Review of
Business Research 3(4): 138-145.
Ermawati, T. dan Y. Septia. 2013. Kinerja ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan 7(2):129-148.
Fagerberg, J., G. Sollie. 1985. Ther Method of Constant Market Share Analysis
Revisited. Oslo: Central Bureau of Statistic.
Gujarati, D.N. 1995. Basic Econometrics 3rd edition. New York: McGraw-Hill
Companies.
Kementrian Pertanian. 2017. Statistik Pertanian 2017. Kementrian Pertanian,
Jakarta.
Kuwornu, J.K.M., F.A. Darwo, Y.B. Osei-Asare, I.S. Egyir. 2009. Export of palm
oil from Ghana: a demand analysis. Journal of Food Distribution 40(1):
90-96.
Salvatore, D. 1993. International Economics 4th Edition. MacMillan Publishing,
New York.
Soetrisno, L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius.
Tambunan, T.T.H. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Ghalia
Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai