Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS POTENSI DAN KELAYAKAN FINANSAL INDUSTRI ASAP CAIR

BERBAHAN BAKU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DI PROVINSI


LAMPUNG

Artha Regina Tambunan1), Erdi Suroso2), dan Wisnu Satyajaya2)


1)

Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung


Email: lailajulianti11@gmail.com

2)

Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Prof.
Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, Lampung 35145

ABSTRAK
Industri kelapa sawit di Indonesia merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan
perekonomian indonesia. Selain menghasilkan minyak kelapa sawit (CPO), industri kelapa
sawit juga menghasilkan limbah yang pemanfaatannya belum maksimal sehingga dapat
mencemari lingkungan. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan salah satu limbah
padat kelapa sawit. Cara penanganan limbah padat industri kelapa sawit salah satunya adalah
diolah menjadi asap cair dengan teknik pirolisis. Asap cair hasil pemanfaatan TKKS
memberikan banyak nilai tambah dari produk yang dihasilkan serta dapat meningkatkan mutu
lateks. Tujuan penelitian ini adalah Mengidentifikasi potensi serta kelayakan finansial untuk
membangun industri asap cair di Provinsi Lampung. Alat analisis yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis potensi usaha dengan Metode Perbandingan Eksponensial
(MPE), kemudian dilakukan analisis finansial suatu usaha berdasarkan nilai keuntungan, BEP,
PP, NPV, IRR, Net B/C ratio dan analisis sensitivitas untuk melihat tingkat kepekaan
kelayakan suatu usaha apabila terjadi perubahan harga. Hasil penelitian menyatakan bahwa
Industri asap cair berpotensi untuk di bangun di Kab Mesuji, berdasarkan hasil MPE asap cair
merupakan produk unggulan pertama (Potensial) dengan nilai akhir terbesar yaitu 2900,
kemudian kedua adalah kompos dengan nilai akhir sebesar 2890 dan terakhir industri Pulp
dengan nilai akhir 894. Bersasarkan hasil analisis finansial menunjukan bahwa rencana
pembangunan industri asap cair berbahan baku TKKS di kabupaten Mesuji provinsi Lampung
layak untuk dikembangkan dengan nilai kriteria kelayakan Investasi yakni NPV sebesar Rp
991.486.765; Net B/C rasio sebesar 2,50; IRR sebesar 36,59% dan PP selama 2,83 tahun.
Industri asap cair berbahan baru TKKS cukup sensitif terhadap harga jual produk.
Kata kunci : Industri kelapa sawit, tandan kosong kelapa sawit, asap cair, analisis potensi,
analisis finansial, analisis sensitivitas
PENDAHULUAN

2
Indonesia merupakan Negara yang menempati urutan pertama sebagai Negara penghasil
kelapa sawit terbesar di dunia dengan rata-rata kontribusi sebesar 35,69% dari total luas
tanaman menghasilkan kelapa sawit dunia. Malaysia dan Nigeria menempati Posisi kedua
dan ketiga dengan kontribusi luas tanaman masing-masing sebesar 25,75% dan 19,98% (FAO,
dalam Pusdatin 2014). Provinsi Lampung menyumbang produksi sawit nasional dengan
pencapaian produksi sebesar 539.839 ton pada tahun 2015 (BPS Provinsi Lampung, 2015).
Industri kelapa sawit selain menghasilkan minyak kelapa sawit (CPO) dalam proses
produksinya juga menghasilkan limbah baik padat maupun cair serta produk samping.
Limbah industri kelapa sawit saat ini pemanfaatannya belum maksimal, sehingga menjadi
permasalahan pada industri kelapa sawit.
Limbah padat industri kelapa sawit umumnya mengandung bahan organik yang tinggi
sehingga berdampak pada pencemaran lingkungan. Limbah padat kelapa sawit terdiri atas
hemiselulosa (pentosan) 24%, selulosa (heksosan) 40%, lignin 21%, abu serta komponen lain
sebanyak 15% (Haji, 2013). Kandungan bahan organik yang cukup tinggi pada limbah padat
kelapa sawit akan berdampak pada pencemaran lingkungan, sehingga diperlukan penanganan
yang tepat agar limbah padat kelapa sawit tidak mencemari lingkungan. Tandan Kosong
Kelapa Sawit (TKKS) merupakan salah satu limbah padat kelapa sawit yang juga merupakan
rangka antar buah. Sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 100 ribu ton tandan buah
segar per tahun akan menghasilkan 6 ribu ton cangkang, 12 ribu ton serabut dan 23 ribu ton
tandan buah kosong (Pardamean, dalam Utomo 2014).
Cara penanganan limbah padat industri kelapa sawit salah satunya adalah diolah menjadi asap
cair dengan teknik pirolisis. Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan
dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang
banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya seperti kayu,

3
bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu dan lain-lain (Haji, 2013). Asap cair
hasil pemanfaatan TKKS memberikan banyak nilai tambah dari produk yang dihasilkan.
Asap cair mengandung senyawa asam fenolat dan karbonil yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri, sehingga asap cair dapat digunakan dalam berbagai sektor yaitu sektor
pangan, industri perkebunan, dan industri manufaktur
Konsumen terbesar asap cair adalah pada industri perkebunan yaitu sektor perkebunan karet.
Lampung merupakan salah satu wilayah yang tercatat sebagai sentra penghasil karet nasional.
Luas areal perkebunan karet di Lampung mencapai 241.379 ha dengan tingkat produksi
169.004 ton karet pada tahun 2014 (BPS Provinsi Lampung, 2015).

Asap cair yang

digunakan sebagai koagulan dapat meningkatkan mutu lateks yang dihasilkan. Penelitian
mengenai analisis potensi serta kelayakan finansial untuk melihat prospek industri asap cair di
Lampung belum ada, maka pada penelitian ini dilakukan analisis potensi dan kelayakan
finansial yang disertai dengan analisis sensitivitas sebelum dibangun industri asap cair
berbahan baku tandan kosong kelapa sawit yang harapannya dapat menjadi usaha
berkelanjutan dan layak untuk dikembangkan di Lampung.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas kuisoner dan berbagai sumber
pustaka terkait analisis yang dilakukan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
logbook, pena, Alat Perekam (Recorder atau HP) dan Komputer.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu penelitian dilakukan
terhadap sampel yang terpilih untuk mewakili seluruh populasi dengan unit analisanya adalah

4
individu. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah
data yang informasinya didapatkan langsung dari responden yaitu pakar melalui hasil
wawancara, dan pengisian kuesioner. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran
pustaka atau laporan dari instansi pemerintahan terkait. Pengumpulan seluruh data
yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa cara yang
meliputi wawancara, observasi, studi literatur dan kepustakaan. Alat analisis yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis potensi usaha dengan Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE), kemudian dilakukan analisis usaha berdasarkan nilai keuntungan, BEP,
PP, NPV, IRR, Net B/C ratio dan analisis sensitivitas.
Pelaksanaa Penelitian
1. Analisis Potensi Usaha
A. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)
a. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dengan metode MPE adalah sumber primer, yaitu data
dan informasi yang bersumber dari pihak pertama atau yang diperoleh secara langsung
dari narasumber/responden. Sumber data didapatkan dari hasil pengisian kuisioner
oleh pakar sebagai responden. Responden dalam penelitian ini adalah Dinas
Perkebunan Provinsi Lampung, Dinas Perkebunan Kabupaten Mesuji, Dinas
Perindustrian Provinsi Lampung, Dinas Perindustrian Kabupaten Mesuji, Bappeda
Kabupaten Mesuji, Perusahaan Sawit (PT. Sumber Indah Perkasa), Perusahaan Karet
(PT. Silva Inhutani Lampung), Petani Karet (Ketua gapoktan), Peneliti (Dosen dan
Mahasiswa).
b. Tahapan Penelitian dan Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan di wilayah kecamatan adalah Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE), dengan tahapan kegiatan, yaitu sebagai berikut:
1. Membuat daftar alternatif industri berbahan baku Tandan Kosong Kelapa Sawit.

5
2. Membobot daftar alternatif industri berbahan baku Tandan Kosong Kelapa Sawit
a.
b.
c.
d.
e.
3.

dengan metode MPE dengan kriteria di bawah ini:


Ketersediaan Bahan Baku TKKS untuk setiap alternatif industri
Ketersediaan Modal untuk membangun industri di lokasi penelitian
Kemudahan mendapat teknologi untuk merealisasikan industri
Tenaga kerja yang terampil dalam menjalankan industri yang dipilih
Pasar yang tersedia untuk produk yang dihasilkan dari industri yang
Terpilih.
Penilaian setiap alternatif industri berdasarkan pendapat responden melalui

penyebaran kuisioner pada lokasi penelitian.


4. Berdasarkan analisis MPE ditetapkan maksimal lima alternatif industri potensial
pada lokasi penelitian (Hidayah, 2010).
c. Perhitungan dengan metode MPE
Jenis industri yang potensial dapat ditentukan dengan melihat skor yang dihasilkan,
semakin tinggi skor, maka urutan alternatif industri semakin diatas dan potensial.
Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif pada analisis MPE adalah :
TN =

Keterangan :

RK ijTKKj
j=1

TN

= Total nilai alternatif ke-i

RK ij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i


TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj>0; bulat
N

= Jumlah pilihan keputusan

= Jumlah kriteria keputusan (Antara, dkk 2011).

2. Analisis Kelayakan Finansial


a. Analisis Keuntungan
Komponen biaya total terdiri dari biaya variabel (biaya tidak tetap) dan biaya tetap. Biaya
variabel adalah biaya yang secara total berubah secara proporsional dengan perubahan
aktivitas.
= TR TC

6
Keterangan :
= Keuntungan
TR = Penerimaan total usaha
TC = Total biaya usaha (Swastawati, 2011).
b. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)
pengembalian investasi suatu proyek atau usaha

PP=

Nilai Investasi
x 1 tahun
Kas Masuk Bersih

Keterangan/indikator :
PP > Periode maksimum, maka usaha tidak layak
PP = Periode maksimum, maka usaha berada pada titik impas
PP < Periode maksimum, maka usaha layak
c. Net Present Value (NPV)
Net Present Value adalah perbedaan antara nilai sekarang dari benefit (keuntungan)
dengan nilai sekarang biaya, yang besarnya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
n

NPV =
t=1

Bt Ct
( 1+i )t

Kriteria :
NPV > 0, maka proyek yang menguntungkan dan layak dilaksanakan
NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tidak rugi
NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik tidak dilaksanakan.
Keterangan :
Bt = Benefit atau penerimaan pada tahun t
Ct = Cost atau biaya pada tahun t
i

= Biaya modal proyek dengan faktor bunga

7
t

= Umur ekonomis (Ihkwan, 2010)

d. Internal Rate of Return (IRR)


Internal Rate of Return (IRR) dari suatu investasi adalah suatu nilai tingkat bunga yang
menunjukan bahwa nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos
investasi proyek. Formulasi untuk perhitungan IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:
IRR=i +

NPV
x (ii )
(NPV NPV )

Keterangan :
i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1
i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2
Kriteria :
IRR > tingkat bunga, maka usaha layak dijalankan
IRR = tingkat bunga, maka usaha berada pada titik impas
IRR < tingkat bunga, maka usaha tidak layak dijalankan (Rahman 2014).
e. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Analisis Net B/C bertujuan untuk mengetahui beberapa besarnya keuntungan
dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomisnya.
1+i

1=i
Keterangan :

t
Bt = Manfaat (Benefit) pada tahun ke-t (Rp)

Ct = Biaya (Cost) pada tahun ke-t


n (Rp)
Bt Ct
t =1
N = Umur ekonomis Usaha (Tahun)

Net B /C=
I = Discount Factor (tingkat suku bunga) (%)
t = Periode Investasi (i= 1,2,n)

8
Kriteria NET B/C Ratio adalah :
Jika Net B/C > 1, maka usaha layak dilaksanakan
Jika Net B/C = 1, maka usaha berada pada titik impas
Jika Net B/C < 1, maka usaha tidak layak dilaksanakan (Emawati, 2007).
f. Break Even Point (BEP)
Titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) proyek adalah jumlah unit yang harus
dijual atau nilai minimal yang harus diperoleh dari sebuah gagasan bisnis agar dapat
mengembalikan semua investasi yang dikeluarkan (Pusdiklat Industri, 2013). Formulasi
penentuan titik impas dengan teknik persamaan dapat dilakukan dengan dua cara yakni
sebagai berikut:
Total Biaya
Harga Penjualan
Total Biaya
BEP Harga=
Total Produksi

BEP Produksi=

3. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat apa yang terjadi pada kegiatan suatu usaha jika
mengalami perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat
dijalankannya suatu usaha tersebut. Pada analisis sensitivitas, dilakukan analisis kembali
dengan segala kemungkinan yang akan terjadi seperti penurunan penerimaan dan kenaikan
harga-harga tertentu. Kajian analisis sensitivitas pada penelitian ini adalah dengan melihat
suatu usaha masih layak atau tidak untuk dijalankan kerena mengalami berbagai kemungkinan
perubahan dimasa mendatang. Perubahan yang diamati adalah bagaimana nilai NVP, IRR, Net
B/C ratio dan Payback Period jika terjadi perubahan pada variabel alat analisis (Kadariah,
2001).
HASIL DAN PEMBAHASAN

9
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Mesuji merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Lampung.
Kabupaten Mesuji adalah daerah otonomi baru Pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang
berdasarkan Undang-undang No 49 tahun 2008. Secara geografis wilayah Kabupaten Mesuji
terletak antara 5 - 6 lintang selatan dan 106-107 bujur timur, yang terletak antara dua
sungai besar yaitu Sungai Mesuji dan Sungai Buaya yang bermuara di laut Jawa serta sebagai
pintu gerbang Jalur Lintas Timur menuju dan keluar dari Provinsi Lampung.
Luas wilayah Kabupaten Mesuji sebesar 2.184 Km yang terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan dan
75 desa, dengan mayoritas daerah berupa dataran rendah yang sangat cocok untuk daerah
pertanian dan perkebunan. Salah satu produk unggulan hasil perkebunan Kabupaten Mesuji
adalah kelapa sawit. Kabupaten Mesuji merupakan kabupaten yang menyumbang produksi
terbesar kelapa sawit di Provinsi Lampung yaitu sebesar 221.766 ton per tahun dari total
produksi 539.829 ton per tahun (Disbun, 2015). Selain Kelapa Sawit, produk perkebunan
unggulan Kabupaten Mesuji adalah karet. Perkebunan karet di Kabupaten Mesuji umumnya
adalah jenis perkebunan rakyat. Berdasarkan data dari pemerintah Kabupaten Mesuji,
penduduk Mesuji sebagian besar (80%) adalah petani, yang diantaranya adalah petani karet.
Kabupaten Mesuji sendiri termasuk ke dalam Provinsi Lampung sebagai sentra produsen
karet nasional yang menyumbang produksi karet sebesar 27.256 ton pertahun dari total
produksi Provinsi Lampung sebesar 169.004 per tahun (Disbun, 2015).
Analisis Potensi Usaha Metode Eksponensial
Analisis MPE dilakukan untuk melihat potensi pembangunan industri asap cair berbahan baku
TKKS di Kabupaten Mesuji. Produk unggulan berbahan baku TKKS ditentukan dengan
Analisis MPE melalui survey dan pengisian data dalam bentuk kuisioner oleh para pakar yang
telah ditentukan. Alternatif industri yang digunakan dalam analisis MPE adalah : 1.Kompos;

10
2.Pulp; 3.Bioetanol; 4.Asap Cair (Koagulan Lateks); 5.Biogas. Kriteria penilaian derajat
kepentingan untuk setiap alternatif industri adalah : 1.Bahan Baku; 2.Modal; 3.Teknologi;
4.Tenaga Kerja; 5.Pangsa Pasar. Data diambil untuk menentukan produk unggulan dari
beberapa pakar yaitu: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Dinas Perkebunan Kabupaten
Mesuji, Dinas Perindustrian Provinsi Lampung, Dinas Perindustrian Kabupaten Mesuji,
Bappeda Kabupaten Mesuji, Perusahaan Sawit (PT. Sumber Indah Perkasa), Perusahaan Karet
(PT. Silva Inhutani Lampung), Petani Karet (Ketua gapoktan), Peneliti (Dosen dan
Mahasiswa).
Hasil perhitungan analisis MPE dari semua responden menunjukan bahwa rata-rata bobot
yang diperoleh untuk kriteria bahan baku, modal, teknologi, tenaga kerja dan pangsa pasar
adalah sebesar 4,66667; 3,75; 4; 4,41667 dan 4,5. Data hasil penilaian setiap alternatif
industri berbahan baku TKKS dari semua pakar diambil nilai rata-rata untuk masing-masing
alternatif industri yaitu Kompos, Pulp, Bioetanol, Asap Cair dan Biogas. Hasil analiss MPE
dari semua responden menunjukan bahwa produk unggulan (prioritas) yaitu Asap Cair,
Kompos dan Pulp dengan nilai masing-masing 2.900, 2.890 dan 894. Hasil penilaian akhir
analisis potensi produk berbahan baku TKKS dari semua responden disajikan pada Tabel 1
dan Tabel 2.
Tabel 1. Penilaian alternatif industri berbahan baku TKKS dengan perhitungan MPE
Alternatif Industri
Berbahan Baku
TKKS

Kompos
Pulp (Bahan Baku
Kertas)
Bioetanol
Asap Cair (Koagulan

Bobot
Bahan Modal Teknolog Tenaga
Pangsa
Baku
i
Kerja
Pasar
4.4166 4.0000
7
0
3.91667 4.33333 4.41667
3.6666 2.6666
7
7
2.58333 2.83333 3.50000
3.7500 2.6666
0
7
2.50000 2.75000 3.16667
4.5833 3.9166
3.91667 4.16667 4.33333

Nilai
Akhir

2889.9656
6
894.11347
822.07580
7
2900.4983

Lateks)

3
3.5000
0
4.6666
7

Biogas
Bobot

7
2.8333
3
3.7500
0

11
8
2.66667

2.91667

3.00000

4.00000

4.41667

4.50000

699.51044

Tabel 2. Produk unggulan terpilih berbahan baku TKKS


Prioritas
Produk Potensial 1
Produk Potensial 2
Produk Potensial 3

Alternatif Terpilih
Asap Cair
Kompos
Pulp

Nilai MPE
2900
2890
894

Analisis Finansial
1. Asumsi Dasar Analisis Finansial
Analisis finansial pada industri asap cair skala kecil dapat dilakukan dengan beberapa asumsi
dasar. Asumsi-asumsi tersebut meliputi :
1. Analisis finansial dilakukan selama 10 tahun dengan perincian sebagai berikut:
a. Tahun ke-0 merupakan masa persiapan, survei dan konstruksi bangunan
b. Tahun ke-1 sampai selanjutnya merupakan periode produksi, dengan tingkat produksi
tahun ke-1 adalah 80%, tahun ke-2 90%, tahun ke 3 dan selanjutnya adalah 100%.
2. Kapasitas Produksi ditentukan sebagai berikut:
a. Periode produksi

: 2x produksi dalam sehari untuk satualat pirolisis, dan

dilakukan sampai 6 hari kerja. Hari libur digunakan untuk pembersihan, perbaikan
dan pemeliharaan alat
b. Kebutuhan Bahan Baku : 1,2 ton TKKS/Hari atau 360 ton TKKS/Tahun
c. Jam operasi
d. Hari operasi

: 8 jam per hari


: 25 hari/bulan = 300 hari kerja/ tahun

12
e. Produksi

: 240 Liter Asap Cair Grade C


936 Kg Arang
24 Liter TAR

3. Perhitungan finansial dilakukan dalam mata uang Rupiah dengan nilai tukar (exchange
rate) terhadap Dolar Amerika Serikat $1 = Rp 13.198,- pada Bulan April 2016.
4. Harga pokok ditetapkan sama selama masa kajian yaitu:
a. Tandan Kosong Kelapa Sawit Rp. 20.000/ton. Produksi dalam satu hari
membutuhkan 1,2 ton TKKS maka biaya bahan baku TKKS yang diperlukan
sebesar Rp. 24.000/hari.
b. Bahan Bakar kayu Rp.35.000/m, satu alat untuk 2x produksi membutuhkan
1,5 m kayu bakar. Kebutuhan kayu bakar dalam sehari untuk 3 alat adalah
sebesar 4,5 m atau Rp.157.500
5. Masa pakai (Umur Ekonomis) peralatan adalah 10 tahun.
6. Penjualan Produk dilakukan dengan pembayaran pada tahun itu juga.
a. Nilai jual produk adalah Asap Cair (Grade 3) Rp 8.500/Liter, TAR Rp 5.000/Liter,
Arang Rp 2.000/kg
7. Nilai bangunan per m adalah Rp. 200.000
8. Besarnya biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus (Straight-line method)
yang disesuaikan dengan umur ekonomis masing-masing modal tetap.
9. Biaya pemeliharaan dan perbaikan modal tetap dengan kisaran 2-5 % per tahun dari nilai
investasi barang.

13
10. Tingkat suku bunga bank pada tahun 2016 adalah 14% (Bank Mandiri Bulan Maret
2016).
11. Struktur dan sumber permodalan berasal dari pinjaman lembaga keuangan dan modal
sendiri dengan perbandingan Debt Equty Ratio (DER) 70:30 (Bank Mandiri Bulan April
2016).
12. Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan SK Menteri Keuangan RI No.
598/KMK.04/1994 Pasal 21 tentang Pajak Pendapatan Badan Usaha dan Perseroan.
Sehingga besarnya pajak yang harus dibayarkan sebagai berikut : apabila perusahaan
mengalami kerugian maka tidak dikenakan pajak, apabila pendapatan < Rp. 25.000.000
maka dikenakan pajak sebesar 10%, selanjutnya bila pendapatan antara Rp. 25.000.000
Rp. 50.000.000 maka dikenakan pajak 10% dari Rp. 25.000.000 ditambah dengan 15%
dari pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp. 25.000.000. kemudian apabila
pendapatan berada > Rp. 50.000.000 maka ditetapkan pajak 10% dari Rp. 25.000.000
ditambah 15% dari Rp. 25.000.000 dan ditambah lagi dengan 30% dari pendapatan yang
telah dikurangi dengan Rp. 50.000.000.

2.

Neraca Massa Bahan

Gambar 1. Diagram neraca massa produksi asap cair berbahan baku TKKS
3. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan

14
Biaya investasi yang digunakan terdiri dari modal tetap dan modal kerja. Modal tetap
meliputi biaya pra-operasi serta biaya lain yang bersangkutan dengan usaha pembangunan
proyek, yaitu pengadaan tanah, bangunan, instalasi penunjang, alat kantor dan transportasi,
pra-operasi, perizinan dan biaya bunga masa kontruksi (Lampiran 14). Estimasi biaya modal
tetap yang dikeluarkan untuk pendirian industri asap cair adalah sebesar Rp. 661.934.590,(termasuk IDC 14%). Modal kerja meliputi biaya yang dibutuhkan agar proyek dapat
dijalankan, terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel (Lampiran 16). Estimasi biaya modal
kerja yang dikeluarkan untuk pendirian industri asap cair selama satu tahun adalah sebesar
Rp. 357.364.800. Dana investasi yang digunakan dalam pengolahan TKKS menjadi asap cair
tidak sepenuhnya berasal dari modal sendiri, akan tetapi memanfaatkan jasa kredit dari
perbankan dengan tingkat suku bunga sebesar 14%. Pengembalian pinjaman dana dari bank
beserta bunganya akan dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun. Struktur pembiayaan modal
dan modal kerja dengan DER 70:30 disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Struktur pembiayaan modal tetap dan modal kerja
N
o

Komponen
Modal

Kebutuhan
Modal (Rp)

Modal Tetap
a. Biaya
Investasi
b. IDC

597.065.000

Modal Kerja

357.364.800

Total

1.019.299.39
0

2.

64.869.590

Modal
Pinjaman
Jumlah
(Rp)

Modal Sendiri
(%
)

417.945.50
70
0
45.408.713 70
250.155.36
70
0
713.509.57
3

Jumlah
(Rp)

(%
)

179.119.50
30
0
19.460.877 30
107.209.44
30
0
305.789.81
7

4. Penerimaan Usaha
Pendapatan pengolahan TKKS diperoleh dari nilai konversi Asap Cair, Tar dan Arang dari
hasil produksi dengan jumlah dan harga seperti yang tercantum dalam asumsi dasar analisis
finansial. Usaha industri Asap Cair ini diproyeksikan untuk 10 tahun ke depan. Kegiatan

15
operasional diasumsikan berjalan 80% pada tahun pertama, 90% pada tahun kedua dan
berjalan maksimal atau 100% pada tahun ketiga dan selanjtnya. Daftar penerimaan usaha
Asap Cair disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Penerimaan usaha pengolahan TKKS menjadi asap cair
Keterangan
1 (80%)
Produksi
1. Asap Cair (Liter)
2. Tar (Liter)
3. Arang (Kg)
Penjualan (Rp)
1. Asap Cair
2. Tar
3. Arang
Total Penerimaan

57.600
5.760
224.640
489.600.00
0
28.800.000
449.280.00
0
967.680.00
0

Tahun
2 (90%)

3-10 (100%)

64.800
6.480
252.720

72.000
7.200
280.800

550.800.000
32.400.000

612.000.000
36.000.000

505.440.000

561.600.000

1.088.640.000

1.209.600.000

5. Biaya Operasional
Biaya operasional meliputi biaya dari semua pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan
pengolahan bahan baku menjadi produk. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap yang
kontstan juga tidak tergantung pada tingkat produksi dan biaya variabel yang besarnya
tergantung pada tingkat produksi. Komponen biaya tetap pada industri ini meliputi biaya
penyusutan, biaya pemeliharaan dan perbaikan, dan biaya tenaga kerja tak langsung.
Sedangkan komponen biaya variabel meliputi biaya bahan baku, bahan pembantu, gaji tenaga
kerja langsung dan utilitas. Kebutuhan biaya operasional selama masa kajian proyek
disajikan pada Lampiran 25.
6. Proyeksi Rugi Labs
Laba bersih merupakan hasil pengurangan antara total penerimaan dengan biaya operasi,
bunga pinjaman, dan pajak penghasilan. Akumulasi laba bersih berdasarkan perhitungan

16
memberikan hasil penerimaan yang selalu meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut
menggambarkan keuntungan akumulasi selama pengolahan berlangsung. Pada akhir periode
kajian (tahun ke-10) keuntungan yang didapatkan sebesar Rp. 5.311.869.373,7. Proyeksi Aliran Kas
Aliran kas adalah laporan penerimaan dan pengeluaran kas tahunan yang menunjukkan
transaksi uang tunai yang berlangsung selama periode kajian tertentu. Aliran kas masuk pada
industri ini meliputi kas dari modal sendiri, modal pinjaman, laba bersih dan nilai sisa
investasi. Sedangkan aliran kas keluar terdiri atas biaya modal tetap, biaya modal kerja, biaya
perbaikan dan angsuran modal. Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa aliran kas proyek
mencapai nilai positif pada tahun ke-2 sebesar Rp. 127.146.959,- dan pada akhir kajian, total
kas akhir tahun ke-10 sebesar Rp. 4.052.117.944,8. Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan investasi dilakukan pada industri asap cair berbahan baku TKKS. Kriteria
kelayakan Investasi yang dipakai adalah NPV, IRR, NET B/C, dan PP. .
Tabel 9. Analisis kelayakan usaha industri asap cair
Kriteria Kelayakan
NVP (Rp)
IRR (%)
NET B/C
PBP (Tahun)

Hasil
991.486.765
36,59
2,50
2,83

Nilai NPV menunjukkan tingkat keuntungan dari hasil selisih antara penerimaan dengan
pengeluaran. Nilai NPV positif menunjukkan besarnya keuntungan, sedangkan nilai NPV
negatif menunjukkan besarnya nilai kerugian karena jumlah pengeluaran lebih besar
dibandingkan dengan penerimaan. Hasil analisis finansial industri asap cair dengan kriteria

17
kelayakan NPV menunjukan nilai positif, hal ini menunjukan bahwa usaha ini layak untuk
dikembangkan.
Hasil analisis IRR menunjukkan bahwa menginvestasikan modal usaha untuk industri asap
cair menguntungkan dibandingkan menyimpan uang di bank. Hal ini ditunjukkan oleh
besarnya nilai IRR yang melebihi nilai suku bunga Bank sebesar 14%. Nilai IRR tersebut
dapat diartikan bahwa dengan menginvestasikan modal untuk industri asap cair akan
mendapatkan keuntungan selama suku bunga bank tidak lebih besar dari nilai IRR tersebut.
Net B/C rasio menunjukkan besarnya tingkat keuntungan dibandingkan dengan pengeluaran
selama umur ekonomis usaha. Berdasarkan hasil perhitungan kriteria net B/C rasio diperoleh
bahwa industri layak untuk dikembangkan karena hasil net B/C lebih besar dari satu. Pada
industri asap cair berbahan baku TKKS, modal investasi akan kembali dalam jangka waktu
selama 2,83 tahun. Setelah modal yang ditanamkan kembali sepenuhnya, maka keuntungan
yang diperoleh menjadi 100%.
9. Analisis Titik Impas Usaha
Analisis ini digunakan untuk mengetahui jumlah penerimaan minimal yang harus terpenuhi
agar usaha berada pada titik impas usaha atau pada tingkat tidak untung dan tidak rugi. Nilai
BEP dari industri asap cair disajikan pada Lampiran 29. Berdasarkan perhitungan, nilai BEP
untuk industri asap cair berbahan baku TKKS adalah sebesar Rp. 158.920.407,- hal tersebut
menunjukkan bahwa agar usaha asap cair berada pada titik impas, maka jumlah penerimaan
minimal pertahunnya sebesar Rp. 158.920.407. Apabila penerimaan kurang dari nilai BEP
harga tersebut, maka usaha dikatakan rugi, dan apabila penerimaan lebih dari nilai BEP harga
maka usaha memperoleh keuntungan.
Analisis Sensitivitas

18
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan akibat terjadinya
perubahan faktor-faktor seperti komponen biaya maupun harga yang mengalami fluktuasi.
Sensitivitas investasi diukur berdasarkan pada perubahan nilai IRR, NPV, net B/C, dan PP.
Analisis ini dilakukan untuk melihat sejauh mana sebuah usaha layak atau tidak untuk
dikembangkan apabila terjadi perubahan atau kesalahan dalam menentukan asumsi dasar yang
digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha.
Tabel 10. Nilai kriteria investasi akibat perubahan tingkat sensitivitas industri asap cair
berbahan baku TKKS
Kriteria Kelayakan Investasi
Perubahan yang Terjadi
IRR
PP
NPV (Rp)
Net B/C
(%)
(tahun)
Kenaikan Harga Bahan Baku 36
984.703.49
2,49
36,46
2,84
%
4
Kenaikan Harga Bahan
811.306.12
2,23
33
3,05
Pembantu 36 %
6
148.102.78
Penurunan Harga Jual 36 %
0,78
9,71
6,90
5
Kombinasi Penurunan Harga Jual
335.066.69
dan Jumlah Produksi 36 %
6

0,49

3,61

10,51

Analisis sensitivitas pada industri asap cair dengan DER 70:30 dilakukan terhadap kenaikan
harga jual, kenaikan harga bahan pembantu dan penurunan harga jual sebesar 36%. Angka
sensitivitas tersebut ditentuan dengan metode trial and error hingga mendapatkan angka yang
memenuhi batas minimum kriteria kelayakan investasi. Hasil analisis sensitivitas untuk
perubahan harga bahan baku dan bahan pembantu yang mengalami kenaikan sampai 36%
menunjukan bahwa usaha masih layak untuk dijalankan. Sedangkan untuk penurunan harga
jual sampai 36% menunjukan usaha tidak layak untuk dilaksanakan jika dilihat dari nilai
kriteria kelayakan yaitu NPV, IRR, dan net B/C sudah tidak memenuhi nilai suatu usaha
dikatakan layak, akan tetapi untuk PP masih dalam batas layak karena lebih kecil dari batas
periode pengembalian modal investasi.

19
Hasil analisis sensitivitas kombinasi dari ketiga perubahan harga bahwa semua komponen
kriteria kelayakan menunjukan proyek tidak layak untuk dikembangkan. Industri asap cair
berbahan baru TKKS cukup sensitif terhadap harga jual produk. Sensitivitas ini disebabkan
karena produk hasil pirolisis TKKS tidak hanya menghasikan asap cair, akan tetapi juga
menghasilkan tar dan aranng yang ketiganya memiliki harga jual. Sehingga apabila harga jual
produk mengalami penurunan, maka margin keuntungan juga semakin kecil.

KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Hasil analisis potensi dengan metode MPE menunjukan bahwa Industri asap cair
merupakan produk unggulan pertama dengan nilai akhir terbesar yaitu 2900, kemudian
kedua adalah kompos dengan nilai akhir sebesar 2890 dan terakhir industri Pulp dengan
nilai akhir 894.
2. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa rencana pembangunan industri asap cair
berbahan baku TKKS di kabupaten Mesuji provinsi Lampung layak untuk dikembangkan
dengan nilai kriteria kelayakan Investasi yakni NPV sebesar Rp 991.486.765; Net B/C
rasio sebesar 2,50; IRR sebesar 36,59% dan PP selama 2,83 tahun.
3. Hasil analisis sensitivitas Industri asap cair berbahan baku TKKS lebih sensitif terhadap
perubahan harga jual dibandingkan harga bahan baku maupun bahan pembantu. Hasil
untuk perubahan harga bahan baku dan bahan pembantu yang mengalami kenaikan
sampai 36% menunjukan bahwa usaha masih layak untuk dijalankan. Sedangkan untuk
penurunan harga jual sampai 36% menunjukan usaha tidak layak untuk dilaksanakan jika
dilihat dari nilai yaitu NPV, IRR, dan net B/C, akan tetapi untuk PP masih dalam batas
layak karena lebih kecil dari batas periode pengembalian modal investasi. Hasil analisis
sensitivitas kombinasi dari ketiga perubahan harga bahwa semua komponen kriteria
kelayakan menunjukan proyek tidak layak untuk dikembangkan.

20
DAFTAR PUSTAKA
Antara, M., I. K. Satriawan., I.P.G. Sukaatmaja., N.D. Rimbawan., dan I.A.M. Tuningrat.
2011. Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan Umkm di Provinsi
Bali (Laporan Penelitian). Kerja sama Bank Indonesia Denpasar dengan Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana.
Badan Pusat Statistik Perkebunan Provinsi Lampung. 2015. Komoditas Perkebunan
Unggulan (komoditi Sawit). Lampung.
Badan Pusat Statistik Perkebunan Provinsi Lampung. 2015. Komoditas Perkebunan
Unggulan (komoditi Karet). Lampung.
Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2015. Data Statistik Produksi Kelapa Sawit.
Lampung
Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2015. Data Statistik Produksi Karet. Lampung
Haji, A.G. 2013. Komponen Kimia Asap Cair Hasil Pirolisis Limbah Padat Kelapa Sawit.
Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol 9 (3) : 109 116.
Hidayah, I. 2010. Analisis Prioritas Komoditas Unggulan Perkebunan Daerah Kabupaten
Buru (Pre-eminent Commodity Preference Analysis of Plantation of Sub-Province
Buru). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku. Jurnal Agrika. Vol 4
(1):8
Ikhwan, K. 2010. Studi Kelayakan Investasi Pabrik Asap Cair di Pulau Kijang, Kab.Inhil,
Riau (Skripsi). UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Hal 65-70
Kadariah,1994. Pengantar Evaluasi Proyek. Universitas Indonesia. Jakarta.
Kadariah, 2001. Evaluasi Proyek : Analisia Ekonomis. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal
58.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Outlook Komoditi Kelapa Sawit. Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian.
Jakarta. Hal. 28
Swastawati, 2011. Studi Kelayakan dan Efisiensi Usaha Pengasapan Ikan dengan
Asap Cair Limbah Pertanian (Skripsi). Universitas Negeri Diponegoro. Semarang.
Hal 22-24
Utomo, T. 2014. Pengaruh Rasio (Asap Cair TKKS : Lateks Terhadap Parameter Fisik
Bokar. (Skripsi ). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hal.2

21
Wanto dan Umboh D.R.W. 2014. Modul Pembelajaran : Pemanfaatan serta pemasaran
Briket dan Asap Cair (Diklat Teknologi pada Guru). Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri
(PPPPTK BMTI). Bandung.

Anda mungkin juga menyukai