Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENELITIAN EKONOMI LINGKUNGAN

ANALISIS BIAYA MANFAAT (COST BENEFIT ANALYSIS)


PADA INDUSTRI TEMBAKAU DI DESA SETANGGOR,
LOMBOK TIMUR

Disusun oleh:
AHMAD LINTANG ADITYA (G1E020001)
JANU WAHYU HIDAYAT (G1E020014)
MAYA DIANI S P (G1E020019)
ARINA NUR SHOFI (G1E422003)

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan pertanian yang bertujuan untuk membangun sistem
agribisnis yang kuat, serta berkesinambungan antar sektor dan antar wilayah
sangat memerlukan teknologi pertanian, untuk pengembangan komoditas
yang berorentasi pasar. Serta sistem pelayanan bagi petani baik dalam hal
teknik budidaya serta penyediaan modal usaha (kredit) dan penyuluhan
pertanian. Tembakau merupakan jenis tanaman perkebunan yang banyak
dibudidayakan, karena keuntungan yang diperoleh oleh petani cukup tinggi
sehingga tanaman ini layak untuk dibudidayakan oleh petani. Di Indonesia
khususnya di Pulau Lombok memiliki keunggulan komparatif dalam
pengembangannya (Hadi,2006 ).
Komoditas tembakau merupakan salah satu komoditas pertanian yang
berorientasi pasar dan mempunyai peran penting di masyarakat, yaitu dapat
menumbuhkan banyak kesempatan kerja baik dengan petani. Komoditas
tembakau dan produk olahan tembakau mepunyai nilai ekonomi yang tinggi,
dimana merupakan sumber pendapatan yang tinggi baik bagi masyarakat dan
pemerintah ( Hastari,2009 ). Dalam industri hasil tembakau, tembakau
merupakan bahan baku utama sehingga pasokan bahan baku tembakau harus
tetap terjaga untuk keberlakutan industri. Standarisasi produk harus
diterapkan baik untuk tembakau maupun produk olahan tembakau, dimana
hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas tembakau dan tingkat kepuasan
konsumen.Sebagai penghasil bahan baku proses produksi ataupun
perusahaan sebagai tempat pengolahan hasil produksi. Selain itu tembakau
juga memberikan sumbangan finansial yang berarti bagi bangsa Indonesia,
karena peranan tembakau yang semula utamanya memberikan sumbangan.
Pada devisa negara bergeser menjadi sumbangan cukai terbesar, setelah
minyak bumi pada penerimaan negara. Budidaya komoditas tembakau
memerlukan permodalan yang besar serta kondisi petani Indonesia yang
sangat lemah, baik dalam hal manajemen dan profesionalisme serta
terbatasnya akses terhadap permodalan, teknologi dan jaringan pemasaran
maka diperlukan peran serta pengusaha besar (pemilik modal) untuk
membantu mengembangkan usahatani petani kecil dalam bentuk kemitraan
(Hastari,2009 ). Salah satu wilayah pengembangan tembakau virginia di
Indonesia adalah Pulau Lombok, yang menyumbang 68,95% dari total
produksi nasional. Dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya di
Indonesia.
Tembakau berdampak negatif terhadap lingkungan dan
menyebabkan kerusakan yang signifikan disepanjang siklusnya – mulai dari
penanaman, pengolahan, distribusi, konsumsi, sampai dengan setelah
dikonsumsi. Tembakau yang ditanam sebagai tanaman tunggal dapat
merusak kualitas tanah dan membuat tanah sertatanaman rentan terhadap
hama. Untuk mengatasi hal tersebut, sebagian besar petani menggunakan
pestisida dalam jumlah cukup banyak. Banyak dari bahan kimia beracun ini
masuk ke dalam tanah dan mencemari tanah serta saluran air yang
berdekatan dengan tempat tinggal petani tembakau (Agustina, 2021).
Tanaman tembakau juga menyerap lebih banyak unsur hara tanah
dibandingkan tanaman lain, membuat tanah terkuras dan membutuhkan lebih
banyak pupuk kimia yang juga dapat mencemari lingkungan. Disamping itu
tanaman ini juga mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berperan penting
terhadap perekonomian di Indonesia, seperti penyediaaan lapangan
pekerjaan, sumber pendapatan petani, sumber devisa serta sebagai penunjang
agribisnis dan agroindustri tembakau (Santoso,2009 ). Saat ini dengan
adanya pengembangan industri tembakau tersebut, telah banyak memberikan
dampak positif terhadap perekonomian seperti penerimaan cukai tembakau
mencapai sebesar Rp138,69 triliun, mampu menyerap dan mendistribusikan
sebesar 4,28 juta orang tenaga kerja pada sektor manufaktur serta sebanyak
1,7 juta orang tenaga kerja pada sektor sektor perkebunan (Djutaharta,
2008 ).
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini antara lain:
1. Berapakah keuntungan yang didapat berdasarkan produksi tembakau di
Desa Setanggor, Lombok Timur?
2. Berapakah biaya yang dikeluarkan dalam keseluruhan tahapan produksi
tembakau di Desa Setanggor, Lombok Timur?
3. Bagaimanakah performa ekonomi dari skenario optimasi yang bisa
dilakukan untuk meminimalisir biaya yang dikeluarkan tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui segala keuntungan yang berkaitan dengan produksi
tembakau di Desa Setanggor, Lombok Timur
2. Untuk mengetahui segala biaya yang dikeluarkan dalam keseluruhan
tahapan produksi tembakau di Desa Setanggor, Lombok Timur
3. Untuk mengetahui performa ekonomi dari beberapa skenario optimasi
yang bisa dilakukan untuk meminimalisir biaya yang dikeluarkan dalam
industri tembakau di Desa Setanggor, Lombok Timur
BAB II
METODE PENELITIAN

2.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian


Desa Setanggor secara administratif merupakan bagian dari
Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Desa Setanggor memiliki luas wilayah sekitar 1.96 m2 dan terbagi ke dalam
lima dusun, diantaranya: 1) Dusun Makam Selatan; 2) Dusun Makam Utara;
3) Dusun Lendek; 4) Dusun Genter Timur; dan 5) Dusun Genter Baret.
Ketinggian rata-rata dari Desa Setanggor adalah sekitar223 mdpl. Adapun
penduduk dari Desa Setanggor adala sebanyak 2471 jiwa (2021). Lahan
sawah di Kecamatan Sukamulia memiliki luas sebesar 947 ha. Belum ada
data spesifik yang menerangkan luas lahan sawah untuk desa Setanggor
secara khusus.
Kecamatan Sukamulia mengalami curah hujan tertinggi yang tercatat
pada bulan Maret yakni sebesar 357,00 mm sedangkan curah hujan terendah
tercatat pada bulan juli dan agustus yakni sebesar 3,00 mm (BMKG, 2021).
Berdasarkan data yang sama, diketahui bahwa bulan dengan hari hujan
terbanyak adalah bulan Desember sebanyak 20 hari, sedangkan untuk bulan
dengan hari hujan terendah adalah bulan Agustus sebanyak 1 hari.

2.2 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian berjenis deskriptif kuantitatif,
berkaitan dengan tujuan penelitian untuk mendeskripsikan segala
pengeluaran dan pendapatan dalam seluruh tahapan dalam industri tembakau.
Adapun jenis-jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini mencakup data
primer dan data sekunder.
Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini mencakup data
detail terkait tahapan dalam produksi dari awal hingga akhir serta segala
biaya yang dikeluarkan sebagai modal pada semua tahapan produksi yang
dijalankan pada industri tembakau yang dimaksud. Adapun data sekunder
yang dibutuhkan dalam penelitian ini mencakup segala data yang tidak bisa
diperoleh secara langsung di lapangan sehingga harus dilakukan studi
referensi terlebih dahulu. Data ini mencakup biaya emisi, biaya transportasi,
data kependudukan dan lain sebagainya

2.3 Pengumpulan data


Populasi dalam penelitian ini adalah kepala kelpetani tembakau yang
berdomisili di desa Setanggor, Lombok Timur. Jumlah populasi pada studi
ini secara keseluruhan adalah sekitar 230 petani. Jumlah populasi yang
relatif besar ditambah dengan berbagai kendala di lapangan tidak
memungkinkan dilakukannya pengumpulan data pada keseluruhan populasi
sehingga perlu dilkaukan sampling terlebih dahulu. Adapun jumlah sampel
yang akan diambil adalah sebanyak 38 sampel dengan tingkat kepercayaan
sebesar 85% menggunakan persamaan Slovin. (Penentuan sampel dilakukan
menggunakan metode Cluster Random Sampling. Dalam hal ini, populasi
dibagi ke dalam beberapa gugus yang masing-masing mewakili keenam
dusun di Desa Setanggor. Responden potensial dalam masing-masing gugus
kemudian dipilih secara acak.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan
menggunakan bantuan kuesioner. Pertanyaan yang diajukan di dalam
kuesioner mencakup beberapa pertanyaan mendasar terkait berbagai
pengeluaran dan pemasukan selama proses produksi. Hasil dari wawancara
kemudian dikategorikan untuk mengetahui karakteristik demografi
responden. Kategori ini mencakup kelas usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan terakhir, serta profesi sampingan selain bertani.

2.4 Analisis Data


Studi ini dilakukan dengan mengangkat tiga skenario yang
memungkinkan terkait dengan pertanian tembakau. Skenario pertama adalah
skenario “baseline”, dengan kata lain, tidak ada diterapkannya perubahan
pada metode konvensional yang diterapkan saat ini. Pada skenario kedua,
dilakukan perubahan pada bahan bakar yang digunakan dalam pengovenan
tembakau dari kayu bakar menjadi cangkang kemiri. Segala aspek biaya dan
manfaat dari masing-masing skenario kemudian dibandingkan. Ambang
waktu perkiraan pada masing-masing skenario adalah selama 10 tahun.
Dengan demikian, siklus produksi tembakau tahunan diasumsikan akan
berjalan lancar selama kurun waktu 10 tahun tersebut.
Performa ekonomi dari masing-masing skenario pada studi ini
ditentukan menggunakan metode analisis biaya manfaat. Metode ini adalah
umum yang digunakan untuk mengevaluasi proyek atau investasi dengan
membandingkan manfaat dan biaya ekonomi dari suatu kegiatan (Coppola,
et al. 2018).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Wawancara


Hasil dari wawancara yang dilakukan kepada 12 responden tertera
pada tabel 3.1:
Tabel 3.1 Hasil wawancara
No Pertanyaan Option Jum- Per-
lah sen
A. Identitas responden
B. Pra-penanaman dan penanaman
1 Kepemilikan lahan untuk Milik sendiri 2 16.6%
menanam tembakau Lahan Sewa 10 83.3%
2 Kisaran biaya yang dikeluarkan 5 juta - 10 juta 8 66.6%
untuk menyewa lahan bila 10 juta - 20 juta 4 33.3%
menggunakan lahan sewa
3 Luas lahan yang dikelola <50 are 4 33.3%
50 are - 1 ha 6 50%
>1 ha 2 16.6%
4 Jenis tembakau yang ditanam Virginia 11 91.6%
Rajangan 1 8.3%
5 Tanaman lain yang ditanam Iya 8 66.6%
selain tembakau Tidak 4 33.3%
6 Tenaga kerja yang dibutuhkan <5 orang 0 0%
dalam kegiatan penanaman 5-10 orang 5 41.6%
10-15 orang 6 50%
>15 orang 1 8.3%
7 Banyak bibit yang disediakan 2 bungkus 2 16.6%
3 bungkus 2 16.6%
4 bungkus 6 50%
5 bungkus keatas 2 16.6%
8 Asal suplai bibit tembakau Suplai langsung 10 83.3%
dari perusahaan
Beli sendiri 1 8.3%
Lain-lain 1 8.3%
9 Metode membajak sawah Traktor 12 100%
Selain traktor 0 0%
10 Jenis pupuk yang digunakan Urea 9
NPK 1
TSP 12
Za 8
KNo 5
Zk 4
Lain-lain 0
11 Banyak pupuk yang digunakan 1-5 kuintal 5 41.6%
5-10 kuintal 7 58.3%
10-15 kuintal 0 0%
>15 kuintal 0 0%
12. Asal suplai pupuk Perusahaan 6 50%
Pemasok pupuk 1 8.3%
Kelompok tani 6 50%
Lain-lain 1 8.3%
13 Perkiraan biaya yang <500 ribu 1 8.3%
dikeluarkan untuk pemupukan 500 ribu - 1 juta 4 33.3%
1 juta - 1.5 juta 4 33.3%
1.5 juta - 2 juta 3 25%
> 2juta 0 0%
14 Pestisida yang digunakan Organtrin 9
Metindo 6
Prevathon 8
Antrakol 3
Actova 2
Lain-lain 0
15 Banyak pestisida yang <5 6 50%
digunakan dalam satu musim 5-10 5 41.6%
penanaman >10 1 8.3%
16 Banyak dilakukan < 5 kali 5 41.6%
penyemprotan pestisida dalam > 5 kali 7 58.3%
satu musim penanaman
17 Masalah yang ditemui dalam Virus 7
penanaman tembakau Cuaca 9
Kesuburan tanah 2
Masalah teknis 2
Lain-lain 0
18 Perkiraan banyak tembakau < 5% 5 41.6%
yang rusak akibat penyakit, 5% - 10% 3 25%
cuaca, dsb > 10% 4 33.3%
C. Pemanenan, pasca pemanenan, dan pengovenan
1 Tenaga kerja untuk pengikatan < 5 1 8.3%
tembakau 5-10 3 25%
10-15 3 25%
> 15 5 41.6%
2 Kisaran biaya yang dikeluarkan 500 ribu - 1 juta 6 50%
untuk membayar tenaga kerja 1 juta - 1.5 juta 2 16.6%
pengikatan tembakau 1.5 juta - 2 juta 4 33.3%
> 2 juta 0 0%
3 Metode pengangkutan hasil Buruh panen 3 25%
panen dari lahan Pick up 9 75%
Truk 0 0%
4 Jarak antara lahan dengan < 1 km 5 41.6%
lokasi pengovenan 1 km - 1.5 km 3 25%
1.5 km - 2 km 2 16.6%
> 2 km 2 16.6%
5 Dilakuakan perbaikan oven Ya 10 83.3%
sebelum pengovenan Tidak 2 16.6%
6 Kisaran biaya untuk perbaikan < 500 ribu 1 8.3%
oven 500 ribu - 1 juta 0 0%
1 juta - 1.5 juta 2 16.6%
1.5 juta - 2 juta 1 8.3%
2 juta - 2.5 juta 2 16.6%
2.5 juta - 3 juta 3 25%
> 3 juta 3 25%
7 Dilakukan pemilahan tembakau Ya 11 91.6%
Tidak 1 8.3%
8 Tenaga kerja yang diperlukan < 5 orang 2 16.6%
untuk pemilahan tembakau 5 - 10 orang 7 58.3%
10 - 15 orang 2 16.6%
> 15 orang 1 8.3%
9 Kisaran biaya untuk membayar 500 ribu - 1 juta 6 50%
tenaga kerja pengikatan 1 juta - 1.5 juta 2 16.6%
tembakau 1.5 juta - 2 juta 3 25%
> 2 juta 1 8.3%
10 Banyak kayu bakar yang 2 truk 4 33.3%
dibutuhkan 3 truk 4 33.3%
4 truk 3 25%
> 4 truk 1 8.3%
11 Kisaran biaya untuk suplai < 2 juta 1 8.3%
bahan bakar 2 juta - 4 juta 5 41.6%
4 juta - 6 juta 1 8.3%
> 6 juta 5 41.6%
12 Asal suplai bahan bakar Perusahaan 9 75%
Penyuplai bahan 3 25%
bakar (non
perusahaan)
Lain-lain 0 0%
13 Bahan bakar lain yang Cangkang sawit 10
digunakan selain kayu bakar Cangkang kemiri 3
Bonggol jagung 0
Lain-lain 1
14 Kisaran biaya untuk pres 500 ribu - 1 juta 6 50%
tembakau 1 juta - 1.5 juta 3 25%
1.5 juta - 2 juta 2 16.6%
> 2 juta 1 8.3%
D. Penjualan
1 Tujuan penjualan tembakau Perusahaan 11 91.6%
yang sudah diolah Pengepul 1 8.3%
Lain-lain 0 0%
2 Hasil yang didapatkan dari < 25 juta 6 50%
penjualan tembakau per satu 25 juta - 50 juta 0 0%
musim tanam 50 juta - 75 juta 1 8.3%
75 juta - 100 juta 2 16.6%
> 100 juta 3 25%
3 Banyak yang disisihkan dari 10 juta - 20 juta 6 50%
laba bersih untuk penanaman di 20 juta - 40 juta 3 25%
tahun berikutnya 40 juta - 60 juta 2 16.6%
> 60 juta 1 8.3%

Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui beberapa hal mendasar


terkait pertanian tembakau di Desa Setanggor, Lombok Timur. Untuk
kepemilikan lahan, sebagian besar responden (83.3%) menggunakan lahan
sewa dengan biaya yang dikeluarkan untuk menyewa lahan sebagian besar
dalam kisaran 5 - 10 juta (33.3%). Hal ini karena sedikitnya lahan yang
dimiliki oleh petani tembakau sehingga untuk menambah banyaknya
pasokan tembakau maka petani harus menyewa lahan lagi. Sebanyak 50%
dari seluruh responden mengelola lahan dengan luas dalam kisaran 50 are - 1
ha. Adapun rata-rata luas lahan yang dikelola untuk penanaman tembakau
adalah 74.16 are atau 0.7416 ha.
Untuk jenis tembakau, sebagian besar yang ditanam di Desa
Setanggor merupakan tembakau jenis Virginia (91.6%). Hal ini karena
permintaan pasar untuk tembakau jenis ini lebih besar dibanding tembakau
lain seperti tembakau rajangan. Sekitar 66.6% dari responden menanam
tanaman lain selain tembakau. Tembakau merupakan tanaman musiman
sehingga untuk mengisi selang waktu antar musim tembakau perlu ditanam
tanaman lain untuk menambah penghasilan. Adapun jenis tanaman lain yang
umum ditanam adalah cabai, kacang-kacangan, dan jagung. Adapun 33.3%
dari responden tidak menanam tanaman lain selama selang antar musim. Hal
ini karena beberapa faktor seperti kurangnya lahan untuk menanam tanaman
lain dan berfokus pada tanaman tembakau itu sendiri.
Bibit yang disediakan sebelum penanaman pada umumnya adalah
sebanyak 4 bungkus per musim (50%). Banyak bibit yang disediakan ini
sebanding dengan luas lahan yang dikelola. Bibit tembakau tersebut
sebagian besar disuplai langsung dari perusahaan (83.3%). Adapun harga
bibit per bungkus berada pada kisaran 45.000 - 65.000.
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa terdapat enam jenis pupuk
yang digunakan diantaranya urea, Npk, TSP, Za, KNo, Zk. Pupuk yang
paling umum digunakan oleh petani tembakau di desa Setanggor adalah TSP
diikuti oleh urea. Hal ini karena harga TSP dan urea per karung relatif lebih
murah dari pupuk-pupuk lain. Banyak pupuk yang digunakan dalam hal ini
cukup variatif per responden dalam kisaran 1-5 kuintal (41.6%) dan 5-10
kuintal (58.3%). Pupuk tersebut sebagian besar disuplai dari perusahaan dan
dari kelompok tani. Pola suplai tersebut karena petani tembakau terikat
kontrak dengan perusahaan yang dalam kontrak ini, perusahaan akan
menyuplai pupuk yang dibutuhkan secara kredit dan petani akan
melunasinya pasca pemanenan. Adapun biaya yang dikeluarkan oleh masing
masing petani untuk pemupukan cukup variatif karena tidak ada kisaran nilai
yang terlalu signifikan.
Pestisida yang paling umum digunakan oleh petani tembakau di desa
Setanggor adalah Organtrin (9 responden) diikuti oleh Prevathon (8
responden). Organtrin dan prevathon adalah pestisida kontak cair yang
digunakan untuk membasmi hama ulat dan kutu pada daun. Ketersediannya
di pasar serta daya guna nya yang tinggi menjadi penyebab populer nya
pestisida ini di petani Tembakau. Pada pengaplikasiannya, beberapa jenis
pestisida biasanya dicampur terlebih dahulu. Hal ini biasanya dilakukan
untuk menghemat waktu untuk penyemprotan, meningkatkan efektifitas
pestisida dan menghindari timbulnya resistensi pada hama terkait.
Penyemprotan pestisida dilakukan sebanyak < 5 kali (50%) dan 5 - 10 kali
(41.6%). Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk pestisida adalah
sebesar 380.000.
Masalah paling umum yang kerap kali ditemui oleh petani tembakau
di desa Setanggor adalah cuaca (9 responden); virus (7 responden); serta
masalah kesuburan tanah dan masalah teknis (masing-masing 2 responden).
Dalam satu musim, diketahui bahwa terjadi kerusakan tembakau akibat
kombinasi dari masalah-masalah yang telah disebutkan sebelumnya
sebanyak <5% pada 41.6% responden hingga > 10% pada 33.3% responden.
Tenaga kerja yang intensif dibutuhkan dalam beberapa proses yang
dilakukan pasca pemanenan tembakau. Pengikatan tembakau membutuhkan
hingga > 15 tenaga kerja pada 41.6% responden dengan biaya yang
dikeluarkan untuk upah pada satu musim umumnya berada dalam kisaran
500 ribu - 1 juta pada 50% responden. Pemilahan tembakau membutuhkan
tenaga kerja yang lebih sedikit dari pengikatan dengan kisaran 5 - 10 tenaga
kerja pada 58.3% responden. Adapun biaya yang dikeluarkan untuk upah
pada pemilahan tembakau berada pada kisaran 500 ribu - 1 juta pada 50%
responden. Pengangkutan tembakau dilakukan menggunakan pick up pada
75% responden. Hal ini terkait dengan jarak antara lahan dengan lokasi
pengovenan yang berada dalam kisaran 1 - 1.5 km pada 25% responden.
Sebelum pengovenan dijalankan, dilakukan perbaikan oven terlebih
dahulu dengan frekuensi perbaikan sekitar 2-3 tahun sekali. Perbaikan oven
dilakukan untuk mengganti komponen-komponen penunjang yang sudah
rusak, mengantisipasi terjadinya kemungkinan terjadinya hal yang tidak
diinginkan seperti kebakaran pada oven, serta untuk meningkatkan efisiensi
agar pembakaran yang terjadi lebih sempurna. biaya yang dikeluarkan untuk
memperbaiki oven cukup variatif dengan 50% responden menghabiskan >
2.5 juta untuk sekali perbaikan. Hal ini terkait dengan karakteristik
kerusakan pada masing-masing oven yang berbeda.
Pengovenan tembakau dilakukan menggunakan kayu bakar sebagai
bahan bakar utama. Suplai kayu bakar biasanya dihitung dalam satuan
kapasitas truk dengan 33.3% responden membutuhkan 3 truk kayu bakar
dalam satu musim tembakau. Sebagian besar kayu bakar disuplai dari
perusahaan (75%) dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk kayu bakar
adalah sebanyak 4.5 juta. Selain kayu bakar, cangkang sawit juga digunakan
sebagai bahan bakar alternatif pada 10 responden serta cangkang kemiri
pada 3 responden. Pres tembakau adalah tahapan terakhir sebelum tembakau
mulai masuk tahap distribusi.

B. Cost Benefit Analysis


Tabel 3.2 Hasil analisis variabel biaya per musim tanam
No Variabel Rata-rata hasil Hasil
perhitungan perhitungan per
(Rp) luas lahan
(Rp/ha)
1 Sewa lahan 10.000.000 13.484.358
2 Bibit 50.000 67.421
3 Pembajakan 1.800.000 2.427.184
4 Pemupukan 1.700.000 2.292.340
5 Pestisida 380.000 512.405
6 Tenaga kerja (pemilahan) 1.233.333 1.663.070
7 Tenaga kerja (pengikatan) 1.150.000 1.550.701
8 Perbaikan oven (1/2) 1.166.666 1.573.174
9 Pengangkutan 1.666.666 2.247.392
10 Bahan bakar 4.500.000 6.067.961
11 Tenaga kerja (pres tembakau) 1.216.666 1.640.596
Total 24.813.331 33.526.602

Berdasarkan tabel 3.2, dapat diketahui bahwa sewa lahan merupakan


variabel dengan konsumsi biaya terbanyak yakni mencapai Rp
13.484.538/ha/MT, diikuti oleh biaya bahan bakar (Rp 6.067.961/ha/MT)
dan tenaga kerja keseluruhan (Rp 4.854.367/ha/MT). Hasil ini berbeda
dengan beberapa penelitian serupa yang dilakukan oleh Agustina, et al.
(2021) yang menunjukkan bahwa tenaga kerja merupakan variabel paling
banyak memakan biaya dengan angka mencapai Rp 12.337.480/ha/MT.
Angka yang diperoleh untuk tenaga kerja pada penelitian ini diperkirakan
masih kurang karena belum mempertimbangkan biaya tenaga kerja untuk
beberapa variabel seperti penanaman.
Adapun manfaat yang diperoleh dari pertanian tembakau berasal dari
rata-rata variabel keuntungan hasil penjualan yakni sebesar Rp 54.708.333
atau sebesar Rp 73.770.675/ha/MT. angka tersebut telah mempertimbangkan
beberapa faktor eksternal seperti tembakau yang rusak akibat cuaca, virus,
dan semacamnya; tembakau yang tidak lolos proses pemilahan; dan
sebagainya.
Penentuan total keuntungan yang di dapat berdasarkan wawancara
yang dilakukan ditentukan dengan mengurangi keseluruhan nilai manfaat
dengan nilai biaya dengan ketentuan sebagai berikut:

Keuntungan = pemasukan - pengeluaran


= Rp 73.770.675/ha/MT - Rp 24.813.331/ha/MT
= Rp 48.957.344/ha/MT

Berdasarkan perhitungan keuntungan tersebut, dapat ditentukan rasio


benefit/cost yakni sebagai berikut:

B:C ratio = Rp 48.957.344/ha/MT : Rp 24.813.331/ha/MT


= 1 : 1,973

Perkiraan biaya manfaat untuk pertanian tembakau dalam waktu 10 tahun


dilakukan dengan mengasumsikan laju inflasi tahunan sebesar 3%,
sebagaimana ditargetkan oleh Bank Indonesia (2022). Hasil perkiraan
tercantum tercantum pada tabel 3.3
Tabel 3.3 perkiraan biaya, laba kotor, dan manfaat dari pertanian tembakau
per musim tanam selama 10 tahun di Desa Setanggor
Laba Manfaat/
Laba Biaya/luas
Tahu Biaya Manfaat bersih/lu- luas
kotor lahan
n ke- (Rp) (Rp) as lahan lahan
(Rp) (Rp/ha)
(Rp/ha) (Rp/ha)
0 24813331 54708333 29895002 33459184 73770676 40311491
1 25557731 56349583 30791852 34462960 75983796 41520836
2 26324463 58040070 31715608 35496849 78263310 42766461
3 27114197 59781273 32667076 36561754 80611209 44049455
4 27927623 61574711 33647088 37658607 83029545 45370939
5 28765451 63421952 34656501 38788365 85520432 46732067
6 29628415 65324611 35696196 39952016 88086045 48134029
7 30517267 67284349 36767082 41150576 90728626 49578050
8 31432785 69302879 37870094 42385093 93450485 51065391
9 32375769 71381966 39006197 43656646 96253999 52597353
10 33347042 73523425 40176383 44966346 99141619 54175274

C. Perbandingan biaya manfaat untuk masing-masing skenario


Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil biaya dan manfaat
yang dihasilkan dari beberapa skenario. Salah satu skenario yang diuji
adalah dengan mengganti bahan bakar dari kayu bakar menjadi cangkang
kemiri. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh rata-rata penggunaan
cangkang kemiri untuk bahan bakar dalam satu musim adalah sebanyak 2
ton 3 kuintal. Adapun harga cangkang kemiri per kilo adalah sebesar rp
1.500. Namun, untuk mengganti bahan bakar dari kayu bakar menjadi
cangkang kemiri diperlukan biaya tambahan perbaikan oven sekitar
1.400.000. Selain itu, diasumsikan bahwa perbaikan oven dilakukan dengan
frekuensi sekali per dua tahun sehingga biaya yang dikeluarkan per satu
musim adalah sebesar 700.000. Dengan demikian, keseluruhan biaya pada
skenario penggantian bahan bakar ini adalah:
Biaya total = biaya perbaikan oven + harga bahan bakar
= 700.000 + (2300 kg x Rp 1.500)
= 700.000 + 3.450.000
= 4.150.000
Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan cangkang
kemiri sebagai bahan bakar lebih rendah sekitar 350.000 dibanding kayu
bakar. Dalam hal ini, penggunaan cangkang kemiri memiliki beberapa
keuntungan seperti emisi yang dihasilkan lebih kecil, dan mengurangi kost
yang akan dikeluarkan. adapun kelemahan dari penggunaan kemiri adalah
lemahnya api yang dihasilkan sehingga perlu kewaspadaan lebih untuk
menjaga api pada malam hari agar api tidak padam dan pembakaran
tembakau berlangsung dengan sempurna.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:
1) Besaran biaya yang dikeluarkan untuk pertanian tembakau di Desa Setanggor
adalah sebesar Rp 33.526.602/ha/MT
2) Besaran manfaat/laba bersih yang didapatkan dari pertanian tembakau di Desa
Setanggor adalah sebesar Rp 48.957.344/ha/MT
3) Penggunaan cangkang kemiri sebagai bahan bakar memerlukan biaya sebesar
Rp 350.000 lebih murah dibandingkan dengan menggunakan kayu bakar.
Penggunaan cangkang kemiri memiliki beberapa keuntungan seperti emisi
yang dihasilkan lebih kecil, dan mengurangi kost yang akan dikeluarkan.
adapun kelemahan dari penggunaan kemiri adalah lemahnya api yang
dihasilkan sehingga perlu kewaspadaan lebih untuk menjaga api pada malam
hari agar api tidak padam dan pembakaran tembakau berlangsung dengan
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, T.P., Santoso, S.I., Mukson. (2021). Kontribusi Usaha Tani Tembakau
terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Desa Ngadirejo, Kabupaten
Temanggung. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA), 5(3):
819-827
Coppola L, Coffetti D, Crotti E., 2018. Pre-Packed Alkali Activated Cement-
Free . Mortars for Repair of Existing Masonry Buildings and Concrete
Structures. Constr Build Mater 2018;173:111–7.
Hadi, P.U. 2006. Tanggap an terhadap Permintaan Subsidi Minyak Tanah bagi
Petani Tembakau Virginia di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara
Barat”. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Departemen Pertanian.Bogor.
Hasbullah, T. dan T.Djutaharta. (2008). Biaya Kesehatan Akibat Konsumsi
Rokok di Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar nasional ”
Manfaat Peningkatan Cukai Tembakau di Indonesia. Jakarta, 21 Agustus
2008
Hastari DW. (2009). Struktur pendapatan usahatani tembakau Temanggung
sistem rotasi dengan jagung dan kacang tanah: kasus di Desa Wonotirto
kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor:
Program Sarjana, IPB
Santoso, K., Januar, J., Hartadi, R., Wardhono, A., Rondhi, M. (2009). Tembakau
dan Industri Rokok: Kontribusi Terhadap Perekonomian Nasional,
Serapan Tenaga Kerja, Perilaku Konsumsi, dan Perspektif Petani. Jember:
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Jember; 2009.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai