Anda di halaman 1dari 24

RANTAI NILAI KOMODITAS TEMBAKAU

DAN PERMASALAHANNYA
DI KABUPATEN JEMBER
PAPER

MATA KULIAH RANTAI NILAI DALAM SEKTOR PERTANIAN

DOSEN : Dr. Ir. IDQAN FAHMI, M.Ec


DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6
1.
2.
3.
4.

ARDITO ATMAKA AJI


DANANG SUDARSO WPJW
KURNIAWAN MUHAMMAD NUR
SARI WIJI UTAMI
5. WISNHU GITHA

(P056111723.10EK)
(P056111743.10EK)
(P056111853.10EK)
(P056111913.10EK)
(P056111983.10EK)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS TERAPAN

2013

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tembakau merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi sebagai bahan
baku yang dibutuhkan oleh industri rokok dan cerutu, sehingga perannya dalam
perekonomian nasional sangat tinggi. Sumber-sumber penerimaan negara yang
berasal dari tembakau dan industri hasil tembakau berupa cukai dan devisa ekspor.
Cukai berasal dari pajak penjualan rokok dan cerutu, sedangkan devisa berasal
dari pajak ekspor tembakau, rokok dan cerutu. Penerimaan negara yang berasal
dari cukai meningkat dari tahun ke tahun. Tembakau juga berfungsi sebagai
penyerap tenaga kerja perkebunan yang cukup tinggi di Indonesia (Rachman,
2007).
Komoditi tembakau juga merupakan komoditi yang kontroversial yaitu
antara

manfaat

dan

dampaknya

terhadap

kesehatan,

sehingga

dalam

pengembangannya harus mengacu pada penyeimbangan supply dan demand,


peningkatan produktivitas dan mutu serta peningkatan peran kelembagaan petani.
Untuk mencapai usahatani tembakau yang profesional, maka telah dilakukan
intensifikasi tembakau antara lain melalui ; 1) penggunaan benih unggul, baik
berupa penggunaan benih introduksi maupun lokal ; 2) pengolahan tanah sesuai
dengan baku teknis; 3) pengaturan air termasuk peramalan iklim ; 4) pemupukan
tanaman ; 5) perlindungan tanaman dan 6) panen serta pasca panen.
Nilai tambah menjadi parameter penting dalam transaksi bisnis. Transaksi
bisnis sebagai interaksi antar pelaku usaha diukur dari sejauh mana pelaku usaha
memperoleh nilai tambah (keuntungan) dari kegiatan bisnis yang dilakukan. Suatu
usaha muncul karena berbagai transaksi bisnis antar beberapa pelaku usaha yang
disebut rantai bisnis. Oleh karena itu dalam suatu rantai bisnis terdiri dari
beberapa pelaku usaha yang saling berkaitan. Keterkaitan antar pelaku satu
dengan pelaku usaha yang lain sehingga membentuk jaringan usaha akan
memunculkan rantai bisnis suatu produk yang utuh.

Bisnis komoditi produk tembakau melibatkan tiga pelaku usaha yang


berperan sebagai pemasok, pengolah dan pemasar. Masalah yang dihadapi sangat
bervariasi meliputi ketersediaan dan mutu bahan baku, penentuan harga, sampai
masalah inovasi produksi. Oleh karena itu untuk mengembangkan agribisnis
kedelai memerlukan informasi yang menyeluruh (holistic) dan serba cakup
(integratif) sebagai acuan (referensi) untuk melihat secara mendalam kondisi dan
perilaku dari suatu sektor

sehingga dapat ditentukan langkah kebijakan atau

pembinaan yang akan diterapkan terhadap sektor tersebut.


Namun demikian, pertembakauan dewasa ini dihadapkan pada berbagai
permasalahan, antara lain isu dampak merokok terhadap kesehatan baik di tingkat
global oleh WHO sebagaimana tertuang dalan Framework Convention on
Tobacco Control (FCTC) dan di tingkat nasional pengendalian produk tembakau
tertuang dalam PP No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan. Selain itu, Industri Hasil Tembakau (IHT) juga dihadapkan pada
masalah kebijakan cukai yang tidak terencana dengan baik, tidak transparan dan
lebih

berorientasi

pada

upaya

peningkatan

pendapatan

negara

tanpa

mempertimbangkan kemampuan industri rokok dan daya beli masyarakat


ditambah dengan maraknya produksi dan peredaran rokok ilegal.
Pengembangan agribisnis tembakau perlu pendalaman lebih lanjut.
Melalui pendekatan value chain diharapkan memperoleh informasi yang detail
mengenai para pelaku yang berperan dalam usaha ini termasuk identifikasi pelaku
yang dominan. Selain itu perlu dikumpulkan informasi sejauh mana intervensi
instansi terkait seperti peran pemerintah dan lembaga non-pemerintah lainnya.
Peran yang sangat penting lainnya adalah dukungan pendanaan baik yang
dilakukan lembaga keuangan bank maupun non-bank terhadap para pelaku usaha.
Sasaran pengembangan rantai nilai pada komoditas tembakau adalah
meningkatkan hubungan dan jaringan kerjasama yang saling menguntungkan
antar stakeholders yang terkait dengan IHT guna meningkatkan dayasaing dan
value chains di antara pelaku usaha. Pada akhirnya pengembangan IHT
diharapkan mampu menyediakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan
2

negara melalui cukai dan pajak, menjamin kelangsungan usaha budidaya


tembakau, menumbuhkan industri terkait dengan tetap memperhatikan aspek
kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana pohon industri dan peta rantai nilai komoditas tembakau di
Kabupaten Jember?
2. Siapa saja para pemangku kepentingan (stakeholders) dan bagaimana tata
kelola (governance) dalam rantai nilai komoditas tembakau di Kabupaten
Jember?
3. Apa saja permasalahan yang terjadi dalam rantai nilai komoditas tembakau di
Kabupaten Jember?
4. Bagaimana strategi pemecahan masalah dan pengembangan dayasaing
komoditas tembakau di Kabupaten Jember?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan paper ini bertujuan antara lain untuk :
1. Menganalisa pohon industri dan peta rantai nilai komoditas tembakau di
Kabupaten Jember.
2. Menganalisa para pemangku kepentingan (stakeholders) dan tata kelolanya
(governance) dalam rantai nilai komoditas tembakau di Kabupaten Jember.
3. Menganalisa permasalahan yang terjadi dalam rantai nilai komoditas
tembakau di Kabupaten Jember.
4. Menganalisa strategi pemecahan masalah dan pengembangan dayasaing
komoditas tembakau di Kabupaten Jember.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan paper ini diharapkan dapat memberikan informasi, gambaran,
wawasan serta rekomendasi dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan,

kebijakan dan pengembangan strategi, terkait rantai nilai komoditas tembakau


kepada para stakeholders dalam agribisnis dan agroindustri komoditas tembakau
di Kabupaten Jember, dimana produk ini merupakan produk yang fancy dan dapat
dikembangkan bagi penelitian selanjutnya.

II. TINJAUAN LITERATUR

2.1 Komoditas Tembakau


Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan salah satu
komoditas yang bersifat fancy product. Standar kualitasnya bergantung pada
selera masing-masing pembeli. Tembakau merupakan produk pemuas yang unik,
tidak mempunyai standar internasional yang eksak, berbeda dengan komoditas
agribisnis yang lain. Pada umumnya tembakau dibuat menjadi rokok, cerutu,
tembakau kunyah, dan sebagainya. Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar,
hal ini karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan sejumlah besar
penduduk untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. Berbagai jenis dan
istilah tembakau dihasilkan sesuai dengan karakteristik daerah pertanaman, namun
berdasarkan penggunaannya secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi lima
kelompok, yaitu tembakau cerutu, tembakau sigaret, tembakau pipa, tembakau
asepan, dan tembakau rajangan.
Beberapa jenis tembakau yang dihasilkan dan di ekspor Indonesia, yaitu
tembakau Besuki Na-Oogst, Lumajang Voor Oogst dan Deli, yang semuanya
merupakan tembakau ekspor utama (Wibowo, 2007). Setiap tahunnya, terjadi
fluktuasi ekspor dan impor terhadap komoditas ini. Volume dan nilai ekspor
tembakau dalam beberapa kurun waktu mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Meningkatnya minat pemakai cerutu ditunjukkan dengan perkembangan pasar
cerutu Eropa yang cukup stabil. Pasar cerutu Asia mengalami perkembangan yang
baik, karena jumlah konsumen cerutu di Asia meningkat dengan pesat. Hal
tersebut menunjukkan adanya permintaan yang terus meningkat.
2.2 Rantai Nilai
Value chain atau rantai nilai adalah keseluruhan aktivitas yang diperlukan
untuk membawa produk/jasa dari titik awal, melalui berbagai tahap produksi
(melibatkan berbagai kegiatan transformasi secara fisik dan berbagai input jasa),
kemudian menyampaikan produk/jasa tersebut kepada konsumen akhir. Value

chain yang sederhana terjadi dalam perusahaan meliputi kegiatan desain, produksi
dan pemasaran. Sedangkan value chain yang kompleks melibatkan kegiatan
tersebut yang terjadi antar perusahaan satu dengan perusahaan lain sehingga
terjadi transformasi input menjadi output.
Pada umumnya analisis value

chain

digunakan

dalam

proyek

pengembangan ekonomi lokal dan regional (Kaplinsky dan Morris, 2000). Selain
itu beberapa penelitian kerjasama mendasarkan value chain dalam pengembangan
suatu komoditas untuk memberikan masukan terhadap kebijakan pemerintah
(Reichert, 2005). Analisis value chain bukan hanya menghasilkan konsep desain
pengembangan kerjasama antar pelaku usaha dalam rantai aliran barang/jasa,
tetapi lebih jauh lagi menghasilkan analisis dalam rangka peningkatan competitive
advantage dari produk/jasa yang dipasarkan terutama di pasar global.
2.3 Keunggulan Dayasaing
Keunggulan

dayasaing

dapat

didefinisikan

sebagai

kepemilikan

perusahaan terhadap berbagai aset dan kompetensi dengan karakteristik spesial


(seperti kemampuan dalam menciptakan strategi berbiaya rendah, merek ataupun
strategi logistik) yang menjadikan perusahaan memiliki keunggulan melebihi
pesaingnya. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003), keunggulan kompetitif
merupakan posisi yang menjamin superioritas perusahaan di atas para pesaingnya
dalam pandangan konsumen.
Sumber keunggulan kompetitif terletak pada kemampuan perusahaan
untuk membedakan dirinya sendiri di mata konsumen dari para pesaingnya
(keunggulan nilai), dan kemampuan perusahaan melakukan cara kerja berbiaya
rendah (keunggulan produktivitas). Keunggulan dayasaing merupakan gabungan
dari banyaknya kreativitas di perusahaan dalam mendesain, memproduksi,
memasarkan, mengantarkan dan mendukung produknya. Perusahaan dikatakan
memiliki keunggulan dayasaing jika mampu melakukan aktivitas tersebut lebih
baik atau lebih murah dari pesaingnya (Porter, 1998).

2.4 Kajian Penelitian Terdahulu


Tabel 2.1 Matriks Kajian Disertasi, Tesis dan Laporan Penelitian
No
1

Peneliti, Judul, dan


Tahun Penelitian
Clayton Bruce Altizer;
The Wood Supply
System of The Eastern
United States: An
Analysis of The SocioEconomic Impacts on
Local and Regional
Value Chains
(Dissertation);
2008

Carlos Alberto SuarezNunez;


Strategic Technology
Planning Using
Roadmaps in The
Value System
(Dissertation);
2009

Leah Z. B. Ndanga;
Value Chain
Development for
Tilapia and Catfish
Products:
Opportunities for
Female Participation
in Kenya
(Thesis);
2012

Alat
Hasil Penelitian
Analisis
Impact
Pendekatan rantai nilai dapat
Analysis for
digunakan untuk mengetahui
Planning
dan memeriksa pemangku
(IMPLAN),
kepentingan utama serta
Value Chain
kontribusinya ke sistem
Analysis and
pasokan kayu.
Mapping
Perlu adanya perhatian terhadap
dampak sosial ekonomi dari
pasokan rantai nilai kayu bagi
masyarakat lokal agar tetap
sustainable.
Analisis chi- Penelitian ini mempelajari
square,
perencanaan strategis teknologi
ANOVA,
perusahaan dan mengeksplorasi
t-test, Mann
perencanaan teknologi strategis
Whitney U
antar perusahaan elektronik
Test
yang bekerjasama dalam proses
realisasi produk dalam suatu
rantai atau jaringan yang
disebut sistem nilai.
Permasalahan dianalisis dalam
proses perencanaan teknologi
analog menggunakan "bullwhip
effect" dalam manajemen rantai
pasokan (SCM) untuk
mengkoordinasikan kegiatan
perencanaan teknologi yang
lebih efisien melalui
penggunaan roadmap antar
perusahaan dalam sistem nilai.
Value Chain Terdapat peluang meningkatkan
Analysis
partisipasi perempuan dalam
(VCA) dan
rantai nilai ikan lele dan tilapia
SWOT
di Kenya, dengan prospektif
Analysis
level pengalaman, waktu,
komitmen modal dan tujuan
finansial (stabilitas jangka
panjang vs liquiditas).
Dibutuhkan kolaborasi usaha
multi-level antara farmers,
input suppliers, government,
retailers untuk menentukan
rencana strategi jangka panjang
dan keuntungan seluruh
responden rantai nilai.

Relevansi
Pendekatan rantai
nilai adalah alat
yang baik untuk
menganalisis
kontribusi para
pemangku
kepentingan
utama.

Pendekatan solusi
permasalahan
mirip dengan
penerapan
analisis rantai
nilai dan rantai
pasokan.

Pendekatan solusi
permasalahan
rantai nilai dikaji
dari aspek level
pengalaman,
waktu, komitmen
modal, dan tujuan
finansial.

No
4

Peneliti, Judul, dan


Tahun Penelitian
Glen Snoek;
Examining PubliclyFunded Value Chain
Projects: Five Case
Studies Involving the
Ontario Agrifood
Industry
(Thesis);
2008

Elibariki Emmanuel
Msuya;
Mapping of the Sweet
Potato Value Chain
Linkages between
Actors, Processes and
Activities in the Value
Chain : A Case of
Michembe and
Matobolwa
Products
(Research Paper);
2012

Ivan-Damir Anic and


Mustafa Nusinovic;
The Apple Industry in
Croatia: A Value
Chain Analysis
Approach
(Research Paper);
2003

Alat
Hasil Penelitian
Analisis
Value Chain Proyek rantai nilai pangan yang
Analysis
kolaboratif sifatnya sulit
dikelola, mahal dan rawan
kegagalan.
Pengembangan inisiatif rantai
nilai kolaboratif dengan tujuan
mengamankan pendanaan
publik murah atau gratis sering
mengakibatkan proyek menjadi
sia-sia, rumit dan sulit,
sehingga lebih baik dilayani
dengan mengamankan investasi
swasta.
Value Chain Berbagai permasalahan dalam
Analysis and
rantai nilai ubi jalar di Tanzania
mapping
memerlukan solusi untuk
terciptanya pengembangan
produk lain dan keberlanjutan
industri tersebut, seperti
pengembangan varietas baru,
peningkatan nilai tambah, dan
promosi ke berbagai wilayah
Industri memainkan peranan
penting dalam memberikan
kontribusi bagi pembangunan
ekonomi sosial masyarakat
lokal.
SWOT
Rantai nilai apel di Kroasia tidak
Analysis and
efisien karena tidak memiliki
FAO
nilai tambah yang signifikan.
Methodolog Investasi di industri apel dan
y
infrastruktur pengolahan dapat
meningkatkan nilai tambah, tapi
feasible apabila teknologi
canggih dan peralatan
dimanfaatkan dan produk
bernilai tinggi diproduksi.
Diperlukan peran serta semua
pelaku dalam hal investasi
dalam teknologi baru, inovasi
dan pelatihan, kebijakan yang
berorientasi jangka panjang dan
transparan, serta pengembangan

Relevansi
Analisis studi
kasus dalam
sistem rantai nilai

Pendekatan rantai
nilai adalah alat
yang baik untuk
menganalisis
hubungan antara
para pemangku
kepentingan,
proses dan
aktivitas yang
terjadi dalam
studi kasus
produksi
Michembe dan
Matobolwa.
Kajian ini
menganalisis
kegiatan yang
memberikan nilai
tambah dan
efisiensi dari
nilai tambah

dan peningkatan produk dan


nilai dari produk itu sendiri.

III. PEMBAHASAN

3.1 Pohon Industri, Peta Rantai Nilai dan Rantai Pasok Komoditas
Tembakau
3.1.1 Pohon Industri
Tanaman tembakau terdiri dari batang, daun tembakau dan bunga. Setelah
tanaman tembakau berumur, daun secara bertahap dipetik mulai dari daun bawah,
tengah dan atas. Selanjutnya batang tembakau dimanfaatkan untuk kayu bakar dan
biji dari bunga digunakan (secara selektif) untuk bibit dan daun tembakau
diproses menjadi rokok, cerutu, tembakau iris dan/atau diekspor dalam bentuk
tembakau yang sudah dikeringkan. Secara singkat, pohon industri komoditas
tembakau dapat digambarkan sebagai berikut :

3.1.2 Peta Rantai Nilai (Value Chain


Mapping)

10

Jasa Transportasi, Perbankan, Asuransi

11

Lembaga Litbang dan Perguruan Tinggi

3.2 Pemangku Kepentingan (Stakeholders) dan Tata Kelolanya (Governance)


3.2.1 Pemangku Kepentingan
A. Pemerintah Pusat

Kementerian Pertanian (Kementan)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes)

Kementerian Perindustrian (Kemenperin)

Kementerian Perdagangan (Kemendag)

Kementerian Keuangan (Kemenkeu)

Kementerian Perhubungan (Kemenhub)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM)

Kementerian Pekerjaan Umum (Kemenpu)

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)


Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)
Kementerian Sosial (Kemensos)
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans)
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM)
Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)

B. Pemerintah Daerah Kabupaten Jember

Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun)

Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM (Disperidag ESDM)

Dinas Perhubungan (Dishub)

Dinas Pekerjaan Umum dan Cipta Karya (DPU Cipta Karya)

Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga (DPU Bina Marga)

Dinas Kesehatan (Dinkes)

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans)

C. Lembaga Penelitian dan Pengembangan

Perguruan Tinggi

Unit Pelaksana Teknis Pengujian Sertifikasi Mutu Barang dan Lembaga


Tembakau Kabupaten Jember

Balittas (Balai Penelitian Tanaman Serat)

D. Forum Komunikasi

12

Working Group

Forum Komunikasi

Fasilitator Klaster

E. Perusahaan Jasa (Industri Terkait)

Jasa Perbankan

Jasa Transportasi

Jasa Perdagangan

Jasa Asuransi

F. Asosiasi Pertembakauan

GAPPRI (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia)

GAPRI (Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia)

GAPRINDO (Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia)

APTI (Asosiasi Petani Tembakau Indonesia)

ITA (International Trade Administration)

G. Industri Hasil Tembakau (IHT)

Industri Hulu (Industri Pengeringan dan Pengolahan Tembakau, yaitu


kegiatan usaha dibidang pengasapan dan perajangan daun tembakau)

Industri Antara (Industri Bumbu Rokok serta kelengkapan lainnya,


meliputi tembakau bersaus, bumbu rokok dan kelengkapan rokok lain
seperti klembak menyan, saus rokok, uwur, klobot, kawung dan
pembuatan filter)

Industri Hilir (Industri Rokok Kretek, Industri Rokok Putih dan Industri
Rokok lainnya, meliputi cerutu, rokok klembak menyan dan rokok
klobot/kawung)

13

3.2.2 Tata Kelola (Governance) dan Peranan Pemangku Kepentingan (Stakeholder) dalam Rantai Nilai Komoditas Tembakau
Pemerintah Pusat

X
X

X
X

X
X

X
X

14

X
X

X
X

X
X

Fasilitasi
Klaster

Working
Group

X
X
X

Daya Saing

Forum

Balittas

X
X
X

PT &
Litbang

PT

X
X
X

Perush/
Industri

Swasta
Asosiasi

Prop

Kab

16

Depkop
UKM

15

Dep. ESDM

14

X
X

BPOM

11
12
13

Depkes

9
10

X
X
X
X

Depkeu

7
8

Pemetaan potensi tembakau


Bantuan permodalan
Diversifikasi penggunaan energi alternatif
Perumusan dan penetapan SNI tembakau
Kajian dampak lingkungan penggunaan batubara atau bahan
bakar lainnya untuk proses pengeringan tembakau
Pemberian subsidi dan jaminan pasokan bahan bakar minyak
bagi proses pengomprongan tembakau
Peningkatan penyerapan tenaga kerja
Penyusunan RUU Pengendalian Dampak Tembakau yang
komprehensif dan berkelanjutan dengan melibatkan industri
dan stakeholder
Penanganan produk rokok ilegal
Pembenahan struktur industri tembakau pada skala kecil
melalui penggabungan Golongan III A dan B, serta
pemberlakuan Golongan SKTF setara dengan SKM
Registrasi kepemilikan mesin industri tembakau
Pengawasan impor bahan baku tembakau
Penyusunan rumusan insentif ekspor bagi produk tembakau
dan derivatnya
Perluasan kemitraan antara petani dengan pengusaha industri
tembakau
Peningkatan koordinasi dengan stakeholders terkait dengan
penentuan kebijakan cukai yang terencana, kondusif, dan
moderat
Peningkatan ekspor produk tembakau, melalui promosi, misi
dagang, perjanjian bilateral, regional, dan multilateral

Depdag

Deptan

1
2
3
4
5

Tata Kelola

Depprin

N
o

Pemda

X
X

X
X

3.3 Permasalahan dalam Rantai Nilai Komoditas Tembakau


3.3.1 Bahan Baku

Mutu tembakau yang belum memenuhi standar pabrik;

Ketidakseimbangan jenis pasokan dan jenis kebutuhan tembakau;

Pelaksanaan sistem kemitraan, khususnya tembakau rakyat belum berjalan


dengan baik;

Berfluktuasinya harga tembakau dunia.

3.3.2 Produksi

Kurangnya penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) khususnya pada


industri kecil;

SNI produk olahan tembakau tidak sesuai dengan perkembangan teknologi;

Rendahnya tingkat produktivitas dan efisiensi;

Kurangnya kemampuan industri pengolahan tembakau untuk melakukan


diversifikasi produk dengan resiko kesehatan yang rendah.

3.3.3 Pemasaran

Terbatasnya akses pasar luar negeri;

Regulasi di daerah yang kurang disosialisasikan;

Traktat International Pengendalian Tembakau (Framework Convention on


Tobacco ControlFCTC) cenderung membatasi konsumsi produk hasil
tembakau;

Beredarnya rokok ilegal;

Kebijakan cukai yang kurang terencana dan kondusif bagi industri pengolahan
tembakau;

3.3.4 Analisis GAP


Terjadi ketimpangan (gap) share keuntungan yang diterima antara pelaku
pasar utama, yaitu petani dengan eksportir. Untuk dapat mengatasi permasalahan
tersebut, maka diperlukan peranan pemerintah dalam menjembatani kepentingan

15

petani, dimana dalam struktur pasar oligopsoni tingkat harga ditentukan lebih
rendah daripada pasar bersaing.
Adanya kecenderungan perusahaan rokok besar untuk memperluas pasar
baru terutama di negara yang belum berkembang, karena di negara tersebut belum
kuat dan ketat dalam gerakan anti rokok baik oleh pemerintah maupun organisasai
non-pemerintah. Perusahaan rokok besar mempunyai kecenderungan untuk
membeli perusahaan rokok kecil yang tidak dapat bersaing dengan perusahaan
besar yang mempunyai fasilitas modern. Kondisi ini menjadikan pasar global
rokok hanya dikuasai oleh beberapa industri besar seperti Phillip Morris, Japan
Tobacco International, dan Reemmstma.
Selain itu, adanya pengaturan pengendalian tembakau secara global
melalui FCTC oleh WHO berdampak terhadap pengembangan IHT di dalam
negeri. Untuk pengembangan IHT di dalam negeri, pemerintah bersama
stakeholder terkait telah menyusun Roadmap IHT 2007-2020 dengan prioritas
untuk jangka menengah (2010-2015) pada aspek penerimaan, kesehatan dan
tenaga kerja, sedangkan untuk jangka panjang (2015-2020) aspek kesehatan
menjadi prioritas yang lebih dibanding aspek penerimaan dan tenaga kerja. Selain
itu produksi rokok tahun 2020 dibatasi maksimal mencapai 260 milyar batang.
Pengendalian tembakau secara global yang terkait dengan penerapan pajak yang
tinggi terhadap produk tembakau akan berdampak terhadap penurunan produksi
rokok dari sisi hilirnya dan penurunan permintaan tembakau dan cengkeh dari sisi
hulunya.
3.3.5 Identifikasi SWOT
A. Kekuatan (Strengths)

Industri olahan tembakau memberikan dampak perekonomian yang luas

Kondisi geografis dan iklim yang sesuai untuk pengembangan usaha tani
tembakau yang berkelanjutan

Penggunaan komponen bahan baku lokal cukup besar

Kabupaten Jember sudah dikenal lama sebagai eksportir cerutu dunia


dengan produk bercita rasa khas

16

Teknologi pengolahan telah dikuasai dan terus berkembang

Adanya BPSMB sebagai lembaga pengawasan mutu bahan baku dan produk

Produk olahan tembakau merupakan hal yang tak terpisahkan dari budaya
masyarakat setempat dan sudah menjadi suatu gaya hidup modern

B. Kelemahan (Weaknesses)

SupplyDemand dan harga bahan baku tembakau sangat berfluktuasi

Mutu tembakau belum standar dan rekayasa tembakau rendah nikotin belum
banyak diterapkan, khususnya pada industri skala kecil dan menengah

Utilisasi kapasitas olahan tembakau masih rendah

Dukungan litbang olahan tembakau belum ada

Lemahnya kemampuan penetrasi pasar ekspor

Adanya kesenjangan jumlah dan harga bahan baku tembakau bagi industri
skala kecil dan menengah

Penurunan produksi bahan baku dikarenakan penurunan luas areal tanam


dan kondisi iklim yang tidak menentu

C. Peluang (Opportunities)

Semakin meningkatnya jumlah permintaan produk olahan tembakau

Berkembangnya teknologi olahan tembakau rendah tar dan nikotin

Berkembangnya diferensiasi produk olahan tembakau, khususnya rokok dan


cerutu

Pengembangan pasar rokok rendah tar dan nikotin cukup besar baik
domestik maupun ekspor

Terbukanya peluang penguasaan pasar ekspor terutama di negara-negara


berkembang

D. Tantangan (Threats)

Adanya pengawasan secara global terhadap tembakau dan olahannya


melalui ketentuan FCTC

Maraknya peredaran rokok ilegal

17

Tindakan proteksionisme di beberapa negara tujuan ekspor, terutama pada


negara-negara maju

Kebijakan pemerintah mengenai penetapan cukai tembakau dan produk


derivatnya

Pembangunan dan pengembangan sistem kemitraan yang berkelanjutan


antara petani dengan industri pengolahan tembakau

3.4 Strategi Pemecahan Masalah dan Kebijakan


3.4.1 Strategi Industri Hasil Tembakau dan Persaingan
Strategi IHT dalam persaingan pasar, dilakukan melalui :
1. Peningkatan pengelolaan permintaan (pengembangan pasar baru, penetrasi
pasar, pengembangan produk, riset pasar, pengembangan jalur distribusi,
respon cepat kepada konsumen).
2. Peningkatan produksi dan teknologi (Supply Chain Management, manajemen
sumberdaya).
3. Teknologi Informasi (peningkatan produktivitas, pengembangan mutu sesuai
standar yang berbasis teknologi informasi).
4. Peningkatan keterampilan, profesionalisme dan kompetensi (pengembangan
dan perencanaan SDM).
5. Strategi pemasaran melalui periklanan.
6. Strategi pengembangan produksi rokok rendah tar dan nikotin.
3.4.2 Strategi Kebijakan
A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Hasil Tembakau
Terwujudnya Industri Hasil Tembakau yang kuat dan berdayasaing di
pasar dalam negeri dan global dengan memperhatikan aspek kesehatan.
B. Arah Kebijakan
Dalam rangka tercapainya sasaran pengembangan Industri Nasional
melalui

triple

track

(pro-growth,

pro-job,

pengembangan IHT diarahkan pada:

18

pro-poor),

maka

kebijakan

Penciptaan kepastian berusaha dan iklim usaha yang kondusif.

Pertumbuhan dalam jangka pendek diutamakan untuk IHT menggunakan


tangan (SKT).

Peningkatan mutu bahan baku dan produk olahan.

Peningkatan ekspor.

Penanganan rokok ilegal.

Perbaikan struktur industri rokok.

Pemberlakuan cukai yang terencana, kondusif dan moderat.

C. Indikator Pencapaian

Meningkatnya produksi rokok menjadi 240 milyar batang pada tahun 2010 dan
tahun 2025 sebesar 260 milyar batang.

Meningkatnya nilai ekspor tembakau sebesar 15%/tahun dari US$ 397,08 juta
pada tahun 2008 menjadi US$ 1.056,24 juta pada tahun 2015

Meningkatnya nilai ekspor rokok dan cerutu sebesar 15%/tahun dari US$
401,44 juta pada tahun 2008 menjadi US$ 1.067,84 juta pada tahun 2015.

Meningkatnya ekspor tembakau dan produk hasil tembakau khususnya ke


negara-negara yang sedang berkembang, Eropa (cerutu dan tembakau), Ex-Uni
Soviet, Afrika, Amerika dan Asia;

Terciptanya jenis/varietas tanaman tembakau dan produk IHT yang memiliki


tingkat resiko rendah terhadap kesehatan;

Berkurangnya produksi dan peredaran rokok ilegal.

D. Tahapan Implementasi

Mengadakan Workshop Pengembangan Klaster Pengolahan Tembakau


dilakukan bersama stakeholder terkait dalam rangka sosialisasi klaster
pengolahan tembakau

Pelatihan Teknis Pengolahan Tembakau bagi aparat pembina dan pengusaha

Melakukan komunikasi dan kerjasama dengan perusahaan mitra tembakau

Melakukan upaya pertumbuhan industri pengolahan tembakau lokal (tembakau


iris dan industri rokok skala kecil)

19

Melakukan upaya penumbuhan wirausaha baru dibidang industri pengolahan


tembakau melalui kegiatan magang di beberapa pabrik rokok

E. Program/Rencana Aksi
E.1 Jangka Menengah (Refleksi Lima Tahun ke Depan)

Kajian pengembangan IHT.

Bantuan permodalan bagi para pelaku usaha komoditas tembakau.

Diversifikasi penggunaan energi alternatif.

Perumusan dan penerapan SNI Tembakau.

Kajian dampak lingkungan penggunaan batubara atau bahan bakar lainnya


untuk proses pengeringan tembakau.

Mengupayakan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk proses


pengomprongan tembakau.

Peningkatan penyerapan tenaga kerja di industri pengolahan tembakau.

Penyusunan RUU Pengendalian Dampak Tembakau yang komprehensif,


berimbang dan berkelanjutan dengan melibatkan industri dan stakeholder.

Penanganan produk rokok ilegal.

Pembenahan struktur industri rokok terutama pada skala sangat kecil melalui
Penggabungan Pabrikan Golongan III A & B serta pemberlakuan Golongan
Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) setara dengan Sigaret Kretek Mesin
(SKM).

Registrasi kepemilikan dan pengawasan impor mesin pembuat rokok.

Penyusunan rumusan insentif ekspor bagi produk tembakau dan rokok.

Peningkatan kemitraan antara petani tembakau dengan pengusaha industri


pengolahan tembakau.

Peningkatan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam penentuan kebijakan


cukai yang terencana, kondusif dan moderat.

Penjaminan keseimbangan pasokan dan kebutuhan bahan baku, serta


peningkatan produktivitas tembakau.

Peningkatan ekspor produk IHT melalui promosi, misi dagang, perjanjian


bilateral, regional dan multilateral.

20

E.2 Jangka Panjang (Refleksi Lima Belas Tahun ke Depan)

Peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana.

Peningkatan program kemitraan.

Peningkatan inovasi teknologi proses pengolahan tembakau.

Peningkatan mutu SDM dalam penguasaan teknologi pengolahan tembakau.

Peningkatan ekspor produk IHT melalui promosi, misi dagang, perjanjian


bilateral, regional dan multilateral.

Pengembangan produk IHT yang beresiko rendah bagi kesehatan (rendah tar
dan nikotin).

Peningkatan kemampuan dan keterampilan SDM.

Kajian dan revisi SNI pertembakauan.

Peningkatan Social Responsibility Program/SRP bagi perindustrian pengolahan


tembakau.

Peningkatan mutu produk IHT sesuai keinginan pasar.

Mengembangkan diversifikasi produk IHT.

21

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Rantai nilai dan rantai pasok komoditas tembakau di Kabupaten Jember
mencakup segala aktivitas produksi pengolahan dari bahan baku hingga
menjadi produk akhir dari industri hulu sampai hilir, beserta seluruh
pemangku kepentingan (stakeholders) di dalamnya dari petani hingga
konsumen akhir.
2. Para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam rantai nilai komoditas
tembakau di Kabupaten Jember mencakup industri hulu hingga hilir,
termasuk petani, pelaku industri pengolahan, pemerintah, investor, lembaga
penelitian dan pengembangan, forum komunikasi, industri terkait lainnya,
serta asosiasi pertembakauan, dimana masing-masing stakeholder tersebut
memiliki peranan tersendiri dan tata kelola (governance) dalam rantai nilai
komoditas tembakau.
3. Berbagai permasalahan yang terjadi dalam rantai nilai komoditas tembakau di
Kabupaten Jember mencakup kualitas bahan baku dan produk olahan,
ketersediaan bahan baku, produksi, dan pemasaran.
4. Strategi pemecahan masalah dan pengembangan dayasaing komoditas
tembakau di Kabupaten Jember dilakukan dengan perencanaan aksi jangka
menengah dan jangka panjang dengan dukungan seluruh stakeholder dalam
rantai nilai komoditas tembakau.
3.2 Saran
Mengingat pentingnya rantai nilai bagi peningkatan dayasaing komoditas
tembakau di Kabupaten Jember, maka diperlukan peran serta seluruh pemangku
kepentingan (stakeholder) untuk dapat menciptakan pengembangan dayasaing
komoditas tembakau yang bersifat responsible dan sustainable secara maksimal.

22

DAFTAR PUSTAKA
Altizer, C.B. 2008. The Wood Supply System of The Eastern United States: An
Analysis of The Socio-Economic Impacts on Local and Regional Value
Chains. Dissertation. Mississippi: Mississippi State University.
Anic, I.D. and M. Nusinovic. 2003. The Apple Industry in Croatia: A Value Chain
Analysis Approach. Research Paper. Zagreb: Ekonomski Institut.
Indrajit, R. E. dan R. Djokopranoto. 2003. Konsep Manajemen Supply Chain :
Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. PT. Grasindo.
Jakarta.
Kaplinsky, R. and M. Morris. 2000. A Handbook for Value Chain Research Centre
for Research in Innovation Management. University of Brighton.
Msuya, E.E. 2012. Mapping of the Sweet Potato Value Chain Linkages between
Actors, Processes and Activities in the Value Chain: A Case of
Michembe and Matobolwa Products. Sustainable Agriculture
Research. Vol. 1, No. 1, February 2012.
Ndanga, L.Z.B. 2012. Value Chain Development for Tilapia and Catfish
Products: Opportunities for Female Participation in Kenya. Thesis.
Indiana: Purdue University.
Nunez, C.A.S. 2009. Strategic Technology Planning Using Roadmaps in The
Value System. Dissertation. Illinois: University of Illinois, Chicago.
Porter, M. 1998. Clusters and New Economic Competition. Harvard Business
Review. Nov Dec 1998.
Rachman, A.H. 2007. Status Pertembakauan Nasional. Prosiding Lokakarya
Nasional Agribisnis Tembakau. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Reichert, C. 2005. Pendekatan Rantai Nilai Bagi Pengembangan UKM pada
Sektor Potensial di Wilayah Surakarta dan sekitarnya. Solo: ASMINDOGTZ.
Snoek, G. 2008. Examining Publicly-Funded Value Chain Projects: Five Case
Studies Involving The Ontario Agrifood Industry. Thesis. Guelph
University.
Wibowo, R. 2007. Revitalisasi Komoditas Unggulan Perkebunan Jawa Timur.
Jakarta: Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI).

23

Anda mungkin juga menyukai