Anda di halaman 1dari 19

just words you say

more than word


« SOSIOLOGI PEDESAAN
PAPER: Impor Beras »

LAPORAN KEGIATAN ANALISA USAHA TANI


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara agraris yang sebagaian besar penduduknya terdiri dari dari petani
sehingga sektor pertanian memegang peranan penting. Sektor pertanian sebagai sumber
kehidupan bagi sebagian besar penduduk terutama bagi mereka yang memiliki mata
pencaharian utama sebagai petani. Selain itu sektor pertanian, salah satu hal penting yang
harus diperhatikan sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Peningkatan produksi yang
harus seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dapat dicapai melalui peningkatan
pengelolaan usaha tani secara intensif. Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara
pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan agar dapat meningkatkan produktifitas serta
dapat meningkatkan pendapatan sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat.

Pengorganisir usahatani adalah petani sendiri dibantu oleh keluarganya dan tenaga luar.
Penggunaan tenaga luar dikhususkan untuk kegiatan atau pekerjaan yang membutuhkan
tenaga yang lebih dari potensi tenaga kerja yang dimiliki petani sedangkan yang diorganisir
sendiri adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai atau yang dapat dikuasai. Selain itu
usahatani ini hanya dilaksanakan pada areal sempit, hal ini dikarenakan terbatasnya faktor
modal dan kebanyakan petani sudah merasa puas apabila hasilnya sudah dapat memenuhi
kebutuhan keluarga sehingga didalam Ilmu Usaha tani ini, analisis biaya dirasa cukup
penting, karena tiap petani dapat menguasai pengaturan biaya produksi dalam usahataninya
tetapi tidak mampu mengatur harga komoditi yang dijualnya atau memberi nilai kepada
komoditi tersebut. Harga-harga ditentukan oleh berbagai faktor yang ada didalam
usahatani termasuk pula faktor-faktor diluar usaha tani.

Secara garis besar, besarnya pendapatan usaha tani diperhitungkan dari pengurangan
besarnya penerimaan dengan besarnya biaya usaha tani tersebut. Penerimaan suatu usahatani
akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti luasnya usaha tani, jenis dan harga komoditi
usaha tani yang diusahakan, sedang besarnya biaya suatu usaha tani akan dipengaruhi oleh
topografi, struktur tanah, jenis dan varietas komoditi yang diusahakan, teknis budidaya serta
tingkat teknologi yang digunakan.

Tembakau merupakan komoditi yang dapat diperhitungkan oleh para petani. Usaha tani
tembakau berperan dalam pembangunan nasional Indonesia, walaupun dalam skala usaha
rumah tangga persatuan luas lahan yang kecil. Dalam kenyataannya di pasar, petani hanya
diposisikan sebagai price taker yang tidak dapat mengendalikan harga di pasar. Oleh karena
itu yang dapat dilakukan oleh petani tembakau adalah bagaimana mengefisienkan usaha
taninya semaksimal mungkin. Untuk itulah analisis pendapatan merupakan cara yang tepat
untuk mengetahui hasil usaha tani tembakau. Karena faktor produksi sebagian sudah
dilakukan oleh rumah tangga petani sendiri, maka digolongkan sebagai biaya yang tidak riil
dikeluarkan. Hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap pendapatan usaha tani tembakau
adalah menyangkut biaya-biaya yang berbeda-beda antara usaha tani tembakau satu dengan
usaha tani tembakau yang lainya sebagai karakteristik varietas.

Dalam praktikum Ilmu Usaha tani ini, penulis berusaha untuk membandingkan analisis
pendapatan antara petani tembakau varietas Grompol dan petani tembakau varietas Sempring
di Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Dari perbandingan tersebut maka
diharapkan penulis dapat menentukan tembakau varietas mana yang sebaiknya diusahakan
oleh petani tembakau di wilayah tersebut.

1. B. Maksud Dan Tujuan

1. Maksud

Praktikum Ilmu Usaha tani ini dilaksanakan dengan maksud untuk melatih mahasiswa dapat
memperhitungkan besarnya biaya dan pendapatan dari usaha tani.

2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah;

1. Mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari suatu usaha tani tembakau varietas
Grompol dan tembakau varietas Sempring.
2. Menganalisa efisiensi dan kemanfaatan dari suatu usaha tani tembakau varietas
Grompol dan tembakau varietas Sempring.
3. Mahasiswa mampu menganalisis efisiensi dan kemanfaatan dari suatu usaha tani
dengan analisis “R/C” ratio dan “B/C” ratio.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Tanaman

Hasil utama dari budidaya tembakau adalah tembakau yang sudah diolah secara “sun curing”
(penjemuran pada panas matahari). Sedangkan krosok merupakan hasil samping yang diolah
secara “air curing” yaitu diolah pada suhu dan kelembaban udara alami tanpa terkena panas
matahari langsung atau dapat juga dipGrompolt dari daun-daun yang telah mongering di
pohon. Menurut Disbun Dati I Jatim, Balittas dan PR Gudang Garam harga tembakau
rajangan mencapai Rp 5.500,00 setiap kg, sedangkan krosok antara Rp 3.000,00 sampai
dengan Rp 6.000,00 (Mukani, 1991).
Tembakau rajangan Temanggung meruipakan komponen utama bahan baku rokok kretek
dengan komposisi mencapai 14-26% . Daerah penanamannya sampai saat ini masih terpusat
di lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, Kabupaten Temanggung. Hasil survey
Baliritas melaporkan bahwa penyebaran tembakau Temanggung meluas sampai ke
Kabupaten Wonosobo, Magelang, dan Kendal yang deikenal dengan sebutan tembakau
Temanggungan. Tembakau Temanggung sesuai mditanam di dataran tinggi 700 sampai
dengan 1500 m dpl. Curah hujan yang diobutuhkan antara 2200-3100 mm/tahun dengan 8-9
bulan basah dan 3-4 bulan kering. Terdapat dua macam tembakau Temanggung, yaitu
tembaku kuning dan tembakau hitam. Tembakau kuning dikembangkan di daerah sawah,
tetapi dapat pula berasal dari gunung. Sedangkan tembakau hitam biasanya bersal dari
gunung. Mata tembakau kuning lebih rendah dari tembakau hitam, tetapi harganya masih
lebih tinggi dari tembakau rajangan jenis lain (Isdijoso, 2000).

Tuntutan konsumen, rokok kretek dengan kadar nikotin dan tar yang rendah, menjadi acuan
utama dalam pemuliaan tembakau sebagai bahan dasarnya. Hingga saat ini telah diriliskan
varietas lokal dengan kadar nikotin rendah (1.7-2.0%) yaitu Prancak N1 dan N2 (Tembakau
Madura) dan tembakau virginia yang siap dirilis. Selain itu telah diidentifikasi 30 genotipe
varietas lokal dengan kadar nikotin dan tar yang lebih rendah yang dapat dijadikan sebagai
sumber genetik (Anonim, 2006).

Tembakau Besuki Na-Oogst semula hanya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
cerutu, tetapi sejak beebrapa tahun terakhir penggunaan tembakau Besuki telah meluas
sampai pada pembuatan rokok selain cerutu dan keperluan lainnya sehingga kebutuhan
meningkat setiap tahunnya. Produktivitas tembakau di Indonesia rata-rata masih rendah bila
dibandingkan dengan produktivitas dari negara-negara lain. Hal ini dapat diatasi dengan
intensivikasi bercocok tanam antara lain dengan penggunaan bibit yang baik dan kuat sebagai
bahan tanam dalam usah penanaman tembakau (Suwarsono, 1996).

Dalam golongan Nicotiana tobacum terdapat jenis-jenis atau varietas yang amat banyak
jumlahnya, yang untuk tiap-tiap daerah terdapat perbedaan-perbedaan baik kecil maupun
besar. Tiap-tiap daerah menghasilakn kualiras tertententu dengan ciri yang khas. Oleh karena
itu penyebaran-penyebaran jenis jarang terjadi, sebab pemasukan suatu jenis asing ke dalam
suatu daerah yang khas akan membahayakan hasil yang dikeluarkan oleh daerah-daerah
tersebut sehingga tidak nermutu sam sekali, sebagai akibat mungkin dari percampuran
mekanis atau genetis dari jenis asing tersebut dengan jenis daerah. Secara garis besar dapatlah
tembakau dei Indonesia ndibagio menurut penggunaannya atas tipe-tipe (jenis) sebagai
berikut :

1. Jenis tembakau cerutu

2. Jenis tembakau sigaret (putih)

3. Jenis tembakau pipa

4. Jenis tembakau asepan

5. Jenis tembakau asli/rakyat (pada umumnya tipe rajangan)

(Soedarmanto, 1991).
B. Landasan Teori

1. 1. Penerimaan

Revenue yang dimaksud disini adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan output. Ada
beberapa konsep Revenue yang penting untuk analisa perilaku produsen :

1. Total Revenue (TR) yaitu penerimaan total produsen dari hasil penjualan outputnya.
Total Revenue adalah output kali harga jual output.
2. Avarege Revenue (AR) yaitu penerimaan produsen per unit output yang ia jual.
3. Marginal Revenue (NR) yaitu kenaikan dari TR yang disebabkan oleh penjualan
tambahan 1 unit output.

(Boediono, 1992).

Kebijakan pertanian yang dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan produksi dan
mendukung kegiatan agroindustri khususnya tembakau. Kebijakan tersebut merupakan
campur tangan pemerintah yang mempengaruhi tingkat dan stabilitas harga input output yang
dapat mempengaruhi biaya dan penerimaan usaha tani serta pengolahan. Kebijakan
pemerintah berupa pemberian subsidi terhadap input produksi, perlindungan dan
pengendalian harga akan mendukung kegiatan proses produksi yang meningkat. Dengan
demikian kebijakan itu dapat berdampak pada produsen, konsumen, pedagang perantara
maupun pengolah hasil pertanian. Dampak kebijakan pemerintah berpengaruh positif dan
negatif terhadap masing-masing pelaku ekonomi. Pengaruh kebijakan juga dapat
meningkatkan dan menurunkan produktivitas usaha tani (Soetriono, 2003).

Faktor-faktor penerimaan tersebut, lebih-lebih bila ditinjau secara mikro, akan berpengaruh
terhadap produktifitas tenaga kerja. Tenaga kerja yang terampil dan tekun akan bisa
berproduksi lebih besar (dan lebih baik) dari pada tenaga kerja yang kurang tekun dan kurang
terampil. Karena ketekunan dan keterampilan, produktivitas akan meningkat. Untuk
meningkatkan ketekunan tenaga kerja perlu adanya disiplin kerja yang ketat (Suprapti, 2000).

Harga terendah tembakau virginia di Lombok berkisar Rp 9.000 per kg dan tertinggi sekitar
Rp 22.000 per kg. Hal ini tergantung dari tingkat kualitas tembakau (grade). Sekarang ini
lembaran tembakau virginia yang berwarna kuning kehijauan (lime) lebih diminati dan
berkualitas tinggi. Tingkat kualitas itu bergeser dari sebelumnya yang disukai, yaitu warna
oranye (Sulistyowati, 2005).

1. 2. Biaya

Pembiayaan berarti mencari dan mengurus modal uang yang berkaitan dengan transaksi-
transaksi dalam arus barang dari sektor produsen sampai konsumen. Pembiayaan dalam
pemasaran sangat penting karena adanya perbedaan waktu antara penjualan dari produsen
dan pembelian dari konsumen. Waktu yang diperlukan ini kadang-kadang sangat lama,
karena itu pembiayaan sangatn penting karena produsen ingin menerima pembayaran
langsung saat ini menyerahkan hasil produksinya. Saat inilah terlihat peranan dari perbankan
dalam memberikan kredit. Pembiayaan dan penanggungan resiko merupakan fungsi umum
dan penyerta dari semua kegiatan pemasaran (Endang, 2000).
Ongkos produksi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu ongkos explisit dan ongkos
implisit. ongkos explisit adalah pengeluaran-pengeluaran produsen untuk faktor-faktor
produksi yang harus dibeli dari pihak luar. Onghkos implisit adalah perkiraan pengeluaran
dari penggunaan faktor produksi yang dimiliki sendiri oleh produsen, misalnya seperti bunga
modal sendiri, gaji pemilik perusahaan yang menjadi pengelola perusahaan dan sebagainya.
Selanjutnya ongkos produksi dibedakan juga menjadi ongkos pribadi (private cost) dan
ongkos sosial (social cost) (Hartoyo, 2000).

Ongkos total (TC) adalah keseluruhan jumlah ongkos produksi yang dikeluarkan untuk
menghasilkan jumlah produk.

TC = TFC + TVC

Ongkos Tetap Total (TFC) adalah keseluruhan ongkos yang dikeluarkan untuk memperoleh
faktor produksi yang tidak dapat berubah jumlahnya misalnya membeli mesin, mendirikan
bangunan pabrik dan sebagainya. Ongkos Berubah Total (TVC) adalah keseluruhan ongkos
yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat berubah
(Hartoyo, 2000).

Biaya produksi akan selalu muncul dalam setiap kegiatan ekonomi dimana usahanya selalu
berkaitan dengan produksi. Kemunculannyaitu sangat berkaitan dengan diperlukannya input.
Pada kaitannya biaya (cost) itu adalah sejumlah uang tertentu yang telah diputuskan guna
pembelian atau pembayaran input yang telah diperlukan, sehingga tersedianya sejumlah uang
atau biaya itu benar-benar telah diperlukan sedemikian rupa agar produksi dapat berlangsung
(Soedarmanto, 1991).

1. 3. Pendapatan

Pendapatan pokok berasal dari sumber mata pencaharian pokok. Kriteria untuk mengukur
mata pencaharian pokok adalah :

1. Jumlah pendapatan dari sumber tersebut palingn besar dibandingkan dengan


pendapatan dari sumber yang lain.
2. Korban waktu untuk memperoleh pendapatan dari sumber tersebut paling besar.
3. Pendapatan dari sumber tersebut sifatnya lebih kontinyu biala dibandingkan dengan
sumber yang lain.

(Hartoyo, 2000).

Pendapatan petani berasal dari usahatani dan luar usaha tani. Usaha tani merupakan sumber
utama pendapatan petani namun demikian dalam kenyataannya petani dalam upayanya
mengoptimalkan pengelolaan usaha taninya berhadapan dengan berbagai masalah yaitu
kekurangan modal, jumlah tenaga kerja keluarga, tidak dikuasainya teknik budidaya maupun
adanya gangguan hama penyakit hingga pemasaran hasil pertanian. Modal yang dimiliki
petani relatif sedikit untuk mengelola usaha taninya. Rendahnya modal tersebut akan
menyebabkan produktivitas usaha taninya menjadi rendah (Saragih, 1993).

Dalam menaksir pendapatan kotor semua komponen produk harus dinilai berdasarkan harga
pasar. Tanaman dihitung dengan cara mengalikan produksi dengan harga pasar. Perhitungan
pendapatan harus juga mencakup semua perubahan nilai tanaman dilapangan antara
permulaan dan akhir tahun pembukuan. Pearubahan semacam itu sangat penting terutama
untuk tanaman tembakau. Meskipun demikian pada umumnya perubahan ini diabaikan
karena penilaiannya sangat sukar. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan
total sumber daya yang digunakan dalam usaha tani. Nisbah seperti pendapatan kotor per
hektar atau per unit kerja dapat dihitung untuk menunjukkan intensitas operasi usaha tani
(Soekartawi, 1996).

1. 4. Efisiensi

Bila efisiensi teknis dan efisiensi harga tercapai disebut efisiensi ekonomi. Suatu kelompok
usahatani dikatakan mempunyai efisiensi ekonomi yang tinggi dari kelompok usaha tani
lainnya apabila kelompok usah tani tersebut mempunyai kemampuan tinggi dalam hal
memaksimumkan keuntungan. Efisiensi ekonomi adalah besaran yang menunjukkan
perbandingan antara keuntungan sebenarnya dengan keuntungan maksimum (Hartono, 1992).

Sesuai dengan hukum kenaikan hasil berkurang bahwa usaha tani dikatakan efisien pada saat
kurva produk rata-rata mencapai maksimum sampai dengan kurva produk total mencapi
maksimum (Saragih, 1993).

Kerangka efisiensi dalm ekonomi ada 3 jenis; efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi
ekonomi.suatu kelompok usahatani dikatakan secara teknis lebih efisien dari kelompok
usahatani lain apabila kelompok usaha tani tersebut dengan menggunakan faktor produksi
yang sama memberikan hasil yang lebih tinggi (Sulistyowati, 2005).

III. METODE PENGUMPULAN DATA

A. Metode Populasi dan Sampel

1. Metode Pengambilan Sampel Wilayah

Lokasi yang menjadi sampel penelitian dipilih secara Purposive (sengaja)yaituDesa Wiro,
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten dengan pertimbangan bahwa desa ini merupakan
wilayah dataran tinggi yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani
yang membudidayakan tanaman tembakau.

2. Metode Pengambilan Sampel Responden

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan dua teknik sampel. Pertama
teknik Purposive Sampling, yaitu teknik sampling yang didasarkan pada pertimbangan dan
kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian, yaitu petani tembakau. Teknik yang kedua
Proporsional Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pembagian varietas. Jumlah
petani yang diambil sebagai sampel sebanyak 20 petani yang terdiri dari 10 petani tembakau
varietas Grompol dan 10 petani tembakau varietas Sempring.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data pada praktikum Ilmu Usahatani ini
adalah metode wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang disesuaikan
dengan kebutuhan data dan informasi yang diperlukan.

4. Data yang Diperlukan

1. Data Primer

Data yang diperlukan adalah data primer tentang karakteristik petani, biaya serta penerimaan
usaha tani yang diperoleh secara langsung dari petani. Data diperoleh secara langsung dari
masyarakat setempat, perangkat desa maupun dari data lain yang diperoleh dari wawancara.

1. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait, barupa data atau arsip kantor
kepala desa atau kelurahan dalam bentuk monografi desa.

1. B. Metode Analisis
1. Metode Deskriptif Analisis

Metode ini berusaha memberi arti terhadap data dengan menggambarkannya sesuai keadaan
teraktual. Data tersebut disusun, dianalisis, dijelaskan kemudian diambil kesimpulannya.

1. Tabulasi Data

Tabulasi data dimaksudkan sebagai pengelompokkan data-data berdasarkan kriteria tertentu,


sehingga data yang dikumpulkan menjadi tidak rancu.

1. Persentase dan Rata-rata

Metode yang dilakukan dengan menghitung persentase dari setiap data yang telah dihitung
rata-ratanya dari 20 orang responden yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu petani
tembakau varietas Grenn dan petani petani tembakau varietas Sempring.

1. Pendapatan

Perhitungan pendapatan diperoleh dari penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan.

1. Analisis R/C

Analisis R/C rasio dilakukan untuk mengetahui efisiensi usahatani yang diperoleh dari
perbandingan antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani.
1. Analisis B/C

Analisis B/C digunakan untuk membandingkan kemanfaatan dua varietas yang diusahakan
dari suatu usahatani yang diperoleh dari perhitungan selisih penerimaan antara dua varietas
dibagi dengan selisih biaya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. A. Karakteristik Sampel

Desa yang dipilih untuk pelaksanaan praktikum Ilmu Usaha Tani kali ini mengambil obyek di
Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Dimana sebelah utara berbatasan dengan
Desa Jonggrangan, sebelah timur Desa Sinan, selatan Desa Bogoran, dan barat berbatasan
dengan Pegunungan Pegat. Desa Wiro mempunyai iklim tropis dengan ketinggian tempat
±150mdpl. Topografi yang berbukit-bukit serta suhu antara 20° C-32°C memungkinkan
petani di desa tersebut untuk menanam tembakau apabila musim kemarau.

Desa Wiro memiliki luas wilayah 337,5718 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 4478 jiwa
meliputi 2197 penduduk laki-laki dan 2281 penduduk perempuan. Jumlah produksi tembakau
di desa ini pada lahan 5 Ha dihasilkan 375 ton tembakau. Selain tembakau desa ini juga
berpotensi untuk ditanami kelapa, jagung, kacang panjang dan sawi.

Dari segi pendidikan, desa Wiro memiliki 5 unit sarana pendidikan yaitu dua buah gedung
TK (Taman Kanak-kanak) dan juga tiga buah SD. Jika dilihat dari jumlah tersebut tentunya
belum memadai. Kemudian dari segi mata pencaharian, sebagian penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Untuk budidaya tanaman tembakau dilakukan setelah tanaman
padi. Setelah musin hujan selesai dan memasuki musim kemarau tanah diolah, diberi pupuk
dan dibiarkan beberapa hari. Lebih baik diusahakan pada musim kemarau karena hasilnya
tidak maksimal bila dilakukan pada musim penghujan, ini dikarenakan daun akan cepat
membusuk ketika terkena air hujan.

Tabel 1 Karakteristik Petani Komoditas Tembakau Varietas Grompol dan Sempring di Desa
Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

No Uraian Varietas Grompol Varietas Sempring


1. Umur (th) 54 55

2. Pendidikan (th) 6 6

3. Pengalaman menggarap (th) 36 20

4. Jumlah anggota keluarga 4 4

Jumlah anggota keluarga yang


5. aktif di usahatani 2 2

6. Luas lahan (Ha) 0.469 0.276

7. Status kepemilikan Pemilik penggarap Pemilik penggarap

Sumber : Analisis Data Primer

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa kondisi petani tembakau varietas Grompol di Desa Wiro
ini rata-rata berusia 54 tahun yang memiliki pendidikan sampai tingkat SD atau 6 tahun saja
sedangkan pada petani tembakau varietas Sempring rata-rata berusia 55 tahun dan juga
mengenyam pendidikan hany sampai SD. Pengalaman petani dalam mengusahakan tembakau
varietas Grompol selama 36 tahun sedangkan varietas Sempring selama 20 tahun. Pada
umumnya mereka hanya belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang-orang
terdahulu. Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani tembaku varietas
Grompol dan Sempring rata-rata berjumlah 4 orang yang terdiri dari suami, istri dan anak.
Sedangkan yang aktif dalam usaha tani hanya 2 orang pada petani di kedua varietas. Karena
lahan dikerjakan sendiri tanpa menggunakan tenaga kerja luar maka biaya yang dikeluarkan
lebih sedikit sehingga bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan lain. Kebanyakan jumlah
anggota keluarga yang aktif hanya 2 orang karena anak-anak masih dalam usia sekolah
sehingga pengalaman dalam usaha tani belum maksimal maka semua pengelolaan usaha tani
hanya dilakukan oleh orang tua saja.

Petani di desa tersebut telah memiliki lahan pertanian sendiri yang luas lahannya bervariasi.
Petani tembakau varietas Grompol memiliki luas lahan rata-rata 0,469 Ha sedangkan petani
tembakau varietas Sempring rata-rata memiliki lahan seluas 0,276 Ha.sebagian besar
kepemilikan lahan diperoleh dari warisan orang tua mereka yang turun temurun.

1. B. Budidaya Tanaman oleh Petani Sampel

Dari hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh keterangan sebagai berikut yaitu petani
tembakau yang ada di Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten terbagi ke dalam 2
kelompok yaitu petani yang mengusahakan tembakau jenis Grompol dan jenis Sempring.
Secara umum kedua varietas ini memiliki kesamaan dalam hal pemeliharaan dan umur
tanaman siap panen. Sedangkan perbedaannya terletak pada besar daun yaitu daun pada
tembakau jenis Grompol lebih besar dari pada jenis Sempring.

Tembakau dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan rook dan para orang tua masih
mengkonsumsinya untuk “nginang” dimana tembakau tersebut dicampur dengan daun sirih
dan kapu laga (injet). Petani membagi tembakau menjadi tiga kelas yaitu :

1. kelas A dengan ciri daun berwarna bening dengan cahaya kekuningan


2. kelas B tembakau yang tidak sempurna karena ada penyakitnya
3. kelas C yaitu tembakau yang sudah dibuang (buangan)

Tanaman tembakau dapat tumbuh di daerah yang kering. Selama pertumbuhannya tembakau
membutuhkan suhu yang tidak lembab, cuaca panas dan iklim tropis sehingga tanaman
tembakau cocok ditanam di musim kemarau.
Pengelolaan tanaman tembakau mengalami tahapan-tahapan tertentu secara berurutan , antara
lain :

1. Persiapan lahan

Lahan biasanya sudah digunakan untuk budidaya tanaman sebelumnya sehingga


memudahkan dalam prose pencangkulan. Dalam persiapan lahan, petani tidak menggunakan
traktor karena kondisi tanah yang sudah gembur sehingga penggunaan traktor dirsa tidak
perlu.

1. Pencangkulan

Lahan yang sudah gembur di cacah dengan cangkul kemudian di buat bedengan lalu diberi
pupuk secara merata. Pada permulaan biasanya pupuk yang digunaklan adalah pupuk
kandang.

1. Penanaman

Bibit yang sudah disiapkan di tanam dengan jarak 60 x 90 cm setelah itu tanah di cangkul
lagi agar tanah benar-benar gembur.

1. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman tembakau baik jenis Grompol maupun Sempring meliputi kegiatan
menyiangi, memupuk dan menyemprot. Menyiangi yaitu mencabut rumput atau tanaman liar
yang tumbuh di sekitar tanaman tembakau yang keberadaannya dapat menghambat
pertumbuhan tanaman tembakau. Petani memupuk tanaman tembakau dengan komposisi
pupuk tertentu. Pupuk yang digunakan antara lain pupuk kandang, Urea, TSP, ZA, dan NPK.
Sedngkan pestisida yang digunakan adalah Tamaron, Curacron, dan Decis. Penggunaannya
harus sesuai takaran/dosis agar mampu menghasilkan hasil yang optimal.

1. Panen

Tanaman tembakau sudah dapat dipanen pada umur rata-rata 6-7 bulan. Untuk pemanenan
memmakai tenaga kerja sendiri sehingga petani tidak memiliki tanggungan untuk memberi
upah. Namun ada juga yang memakai tenaga kerja dari luar dengan upah Rp. 15.000,00
sampai Rp. 20.000,00 per hari.

1. Pasca panen

Pada saat pasca panen, petani tembakau tidak mengeluarkan biaya untuk transportasi
pengangkutan tembakau ke pembeli, karena biasanya para pembeli datang langsung ke petani
yang telah memanen tembakaunya sehingga biaya transportasi menjadi tanggungan pembeli.

1. C. Analisis Hasil
Tabel 2 Biaya Usahatani Komoditas Tembakau Varietas Grompol per usahatani dan per
hektar

No Uraian Per Hektar Per Usahatani


Nilai (Rp) % Nilai %
1. Saprodi 159208 11,5 45400 12,875

1. Bibit 939332,5 70,9 247250 70,12


2. Pupuk
3. Pestisida 143345 9,8 26050 7,388

Tenaga kerja luar 21450 1,55 7500 2,127

2. Sewa lahan – – – –

3. Pajak 85414 6,17 26400 7,487

4. Bunga Modal Luar – – – –

5. Lain-lain – – – –

6.
Total biaya 1348749,5 100 352600 100

Sumber : Analisis Data Primer

Dari tabel 2 dapat disimpulkan bahwa alokasi pengeluaran pada saprodi terutama pad pupuk
yaitu sebesar Rp 939.332,5 atau 70,9% per hektar. Biaya yang dikeluarkan untuk pestisida
sebesar Rp 143.345,00 atau 9,8% untuk luas per hektar. Biaya untuk bibit sebesar Rp
159.208,00 atau 11, 5% per hektarnya dan biaya untuk tenaga kerja luar perhektarnya sebesar
Rp 21.450,00 atau 1,55%. Petani adalah pemilik penggarap sehingga tidak mengeluarkan
biaya untuk sewa lahan karena lahan milik sendiri. Sebagai ganti rugi petani membayar pajak
sebesar Rp 85.414,00 atau 6,17% per hektar untuk satu kali musim tanam. Petani di desa ini
tidak mengeluarka biaya untuk bunga modal luar karena mereka mendapatkan modal dari
sendiri bukan dari pinjaman dari luar.

Tabel 3 Biaya Usahatani Komoditas Tembakau Varietas Sempring per usahatani dan per
hektar

No Uraian Per Hektar Per Usahatani


Nilai (Rp) % Nilai %
1. Saprodi 211122,5 19,5 51600 30,42

1. Bibit 595097,5 54,9 165940 30,45


2. Pupuk
3. Pestisida 129980 11,99 32100 18,92
Tenaga kerja luar 80000 7,39 16000 9,43

2. Sewa lahan – – – –

3. Pajak 67075 6,18 18260 10,77

4. Bunga Modal Luar – – – –

5. Lain-lain – – – –

6.
Total biaya 1083275 100 283900 100

Sumber : Analisis Data Primer

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa alokasi pengeluaran terbesar pada saprodi pupuk sebesar
Rp 211.122,5 atau 54,9% per hektarnya. Biaya yang dikeluarkan untuk pestisida per
hektarnya sebesar Rp 129.980,00 atau 11,99%. Biaya tenaga kerja per hektar sebesar Rp
80.000,00 atau 7,39%. Petani adalah pemilik penggarap sehingga tidak mengeluarkan biaya
untuk sewa lahan karena lahan milik sendiri. Sebagai ganti rugi petani membayar pajak
sebesar Rp 67.075,00 atau 6,18% per hektar untuk satu kali musim tanam. Petani di desa ini
tidak mengeluarka biaya untuk bunga modal luar karena mereka mendapatkan modal dari
sendiri bukan dari pinjaman dari luar.

Tabel 4 Produksi, Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Tembakau Varietas Grompol
di Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten per hektar dan per usahatani

No Uraian Per Hektar Per Usahatani


1. Produksi (Kg) 7649,5 1990

2. Penerimaan (Rp) 7497000 1910000

3. Total Biaya (Rp) 1348749,5 352600

4. Pendapatan (Rp) 6148250,5 1557400

5. R/C Ratio 5,56 5,4

Sumber : Analisis Data Primer

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa produksi rat-rata komoditas tembakau jenis Grompol
sebesar 7649,5 kg per hektar dan 1990 kg per usahatani. Di Desa Wiro standar harga
tembakau dari petani kurang lebih sebesar Rp 1.000,00/kg sehingga penerimaan yang
diperoleh sebesar Rp 7.497.000,00 per hektar dan Rp 1.910.000,00 per usahatani. Untuk
biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1.348.749,5 per hektar sedangkan untuk biaya yang
dikeluarkan per usahatani adalah sebesar Rp 352.600,00 sehingga dapat diketahui jumlah
pendapatan petani sebesar Rp 6.148.250,5 per hektar dan Rp 1.557.400,00 per usahatani.
Untuk R/C ratio diperoleh nilai sebesar 5,56 per hektar ini berarti setiap 1 rupiah biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan 5,56 rupiah sedangkan untuk R/C usaha tani
sebesar 5,54 yang berarti setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan
penerimaan 5,54 rupiah.

Tabel 5 Produksi, Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Tembakau Varietas


Sempring di Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten per hektar dan per usahatani

No Uraian Per Hektar Per Usahatani


1. Produksi (Kg) 4689,45 1250

2. Penerimaan (Rp) 5224210 1375000

3. Total Biaya (Rp) 1083275 283900

4. Pendapatan (Rp) 4140935 1091100

5. R/C Ratio 4,82 4,84

Sumber : Analisis Data Primer

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa produksi tembakau jenis Sempring sebesar 4689,45 kg per
hektar dan 1250 kg per usahatani. Dan penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 5.224.210,00
per hektar dan Rp 1.375.000,00 per usahatani. Penerimaan ini diperoleh berdasarkan
perhitungan harga tembakau yaitu Rp 2.000,00/kg dikalikan jumlah produksi tembakau.
Untuk total biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan sebesar Rp 1.083.275,00 per hektar
dan Rp 283.900,00 per usahatani, sedangkan pendapatan yang didapat adalah Rp
4.140.935,00 per hektar dan Rp 1.091.100 per usahatani.

Untuk R/C ratio diperoleh nilai sebesar 4,82 per hektar ini berarti setiap 1 rupiah biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan 4,82 rupiah sedangkan untuk R/C usaha tani
sebesar 4,84 yang berarti setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan
penerimaan 4,84 rupiah.

Dari tabel 4 dan 5 dapat dibandingkan bahwa jumlah produksi, penerimaan, total biaya pada
tanaman tembakau jenis Grompol lebih besar dibanding jenis Sempring. Perbedaan
pendapatan cukup besar dan berbeda nyata, hal ini disebabkan karena kualitas Grompol lebih
baik. Kondisi inilah yang menyebabkan petani lebih memilih Grompol daripada Sempring.

Tabel 6 Besarnya R/C Ratio dan Incremental B/C Ratio pada Usahatani Tembakau di Desa
Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

No Varietas Penerimaan Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) R/C Ratio B/C


(Rp) Ratio
1. Grompol 7497000 1348749,5 6148250,5 5,56 5,23

2. Sempring 5224210 1083275 4140935 4,82

Sumber : Analisis Data Primer

1. R/C Ratio
a. Varietas Grompol

R/C Ratio =

= 5,56

R/C ratio dari varietas Grompol sebesar 5,56 artinya setiap rupiah yang dikeluarkan untuk
biaya usaha tani akan menghasilkan penerimaan Rp 5,56.

b. Varietas Sempring

R/C Ratio =

= 4,82

R/C ratio dari varietas Sempring sebesar 4,82 artinya setiap rupiah yang dikeluarkan untuk
biaya usaha tani akan menghasilkan penerimaan Rp 4,82.

2. B/C Ratio (Incremental)

B/C Ratio =D

= 5,23 Usaha Tani bermanfaat

Dari tabel 6 diketahui bahwa besarnya R/C ratio tembakau Grompol yaitu 5,6 dengan
perhitungan rata-rata biaya usaha tani per hektar. Sedangkan untuk varietas Sempring
diperoleh R/C ratio sebesar 4,82 yang berarti lebih besar dari R/C ratio Grompol. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha tani tembakau Sempring mempunyai efisiensi lebih besar
dibanding tembakau Grompol. Nilai B/C ratio yaitu sebesar 5,23 yang diperoleh dari
perhitungan selisih penerimaan usaha tani per hektar di bagi selisih biaya usaha tani per
hektar antara Grompol dan Sempring.

B/C ratio yang nilainya > 1 atau (5,23) ini menunjukkan bahwa penambahan biaya untuk
kedua varietas ini memberikan manfaat atau dengan kata lain penambahan penerimaan untuk
kedua varietas lebih tinggi dari pada penambahan biayanya.

1. D. Pembahasan

Petani tembakau varietas Grompol di Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten rata–
rata berusia 54 tahun, sedangkan petani tembakau varietas Sempring rata-rata berusia 55
tahun yang berarti masih dalam usia produktif. Pengalaman petani dalam membudidayakan
tembakau varietas Grompol adalah 36 tahun, ini lebih lama dibanding dengan pengalaman
petani Sempring yang hanya 20 tahun. Karena pengalaman yang dimiliki penduduk yang
mengusahakan tembakau Grompol lebih lama maka dalam pengelolaan usaha taninya juga
semakin baik sehingga dihasilkan pendapatan yang lebih besar pula. Walaupun tingkat
pendidikan yang tidak begitu tinggi namun dengan pengalaman yang cukup akan bisa
meningkatkan produksi dalam pengelolaan usaha tani.

Kepemilikan tanah pertanian untuk Grompol jika dimrata-rata adalah 0,496 Ha namun pada
dasarnya bervariasi sedangkan tembakau Sempring seluas 0,276 Ha. Luas tanah yang
digunakan untuk menanam tembakau Grompol lebih besar daripada Sempring karena lebih
disukai masyarakat. Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam kegiatan usahatani tembakau
Grompol dan Sempring relatif sama. Karena kebanyakan tidak menggunakan tenaga kerja
dari luar maka tidak ada biaya tambahan yang dikeluarkan sehingga akan lebih menghemat
pengeluaran.

Untuk budidaya tanaman tembakau, petani Desa Wiro memenfaatka waktu saat musim
peralihan yaitu dari musim hujan ke musim kemarau. Ini tidak berarti tanaman tembakau
tidak membutuhkan air yang banyak. Petani biasanya hanya mebudidayakan tanaman
tembakau satu kali dalam setahun diman dalam satu kali musim tanam membutuhkan waktu
6-7 bulan. Di luar musim tanam tersebut petani memanfaatkan lahan mereka untuk ditanami
komoditas lain yang sesuai dengan kondisi lahan.

Dalam budidaya tembakau baik Grompol maupun Sempring melalui beberapa tahap yaitu
persiapan lahan, pencangkulan, pemupukan, penyemprotan, panen dan pasca panen. Pada
tahapan persiapan lahan, petani membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman
sebelumnyakemudian lahan diairi agar tanah menjadi lebih lunak dan gembur sehingga
memudahkan dalam pencangkulan. Selanjutnya tanah dibuat bedeng yang nantinya akan
dipergunakan untuk menanam bibit yang sebelumnya telah diberi pupuk kandang ini
dimaksudkan agar air yang mengalir tidak langsung mengalir namun mengalami perembesan.
Bibit ditanam dengan jarak tanam 60 cm x 90 cm, jarak ini di buat agar pertumbuhan
tanaman tidak terganggu oleh tanaman yang lain. Penyiangan yang termasuk kedalam
pemeliharaan tanaman dilakukan tiga sampai lima kali dalam satu musim tanam, hal ini
dilakukan agar pertumbuhan tanaman liar ayng berada disekitar tanaman tembakau dapat di
kendalikan sehingga pertumbuhan tembakau dapat baik. Supaya hasil yang diperoleh
meningkat, petani menambahkan pupuk anorganik dan menyemprotkan pestisida . pupuk
anorganik yang digunakan adalah Urea, ZA, TSP, dan KCL. Sedangkan pestisida yang
digunakan adalah Tamaron, Curacron dan Decis. Setelah kurang lebih 6-7 bulan maka
tanaman tembakau sudah dapat dipanen. Sistem penjualan yang dilakukan adalah pembeli
menemui petani sehingga biaya trnsportasi dibebankan pada pembeli.

Tabel 2 dan 3 memperlihatkan bahwasanya anggaran biaya yang dikeluarkan untuk


pengelolaan usahatani tembakau Grompol lebih besar dibandingkan biaya usahatani
tembakau Sempring. Hal ini dapat diketahui bahwa biaya produksi tembakau Grompol lebih
kecil dibandingkan biaya produksi tembakau Sempring tiap hektarnya yaitu Rp 1.348.749,5
berbanding Rp 1.083.275,00 yang dikarenakan penggunaan pupuk lebih mahal, pestisida
lebih banyak. Pengeluaran biaya terbanyak pada tembakau Grompol adalah pada pembelian
pupuk yaitu sebesar 70,12% dan yang terkecil adalah pengeluaran pada tenaga kerja luar
sebesar 2,127% ini dikarenakan pupuk adalah hal yang paling penting dalam pemeliharaan
tanaman, apabila pupuk yang diberikan tidak tepat maka hasil akan menurun. Sedangkan
pengeluaran biaya terbanyak pada tembakau Sempring adalah pada pembelian pupuk yaitu
sebesar 30,45% dan yang terkecil adalah pengeluaran pada tenaga kerja luar sebesar 9,43%
sam halnya dengan tembakau Grompol biaya penggunaan pupuk paling besar dikarenakan
pupuk adalah hal yang paling penting dalam pemeliharaan tanaman, apabila pupuk yang
diberikan tidak tepat maka hasil akan menurun.

Pendapatan usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani dengan biaya yang
dikeluarkan untuk usahatani. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani tembakau Grompol
lebih besar dari pada usahatani tembakau Sempring yaitu petani tembakau Grompol sebesar
Rp 6.148.250,5 dan petani tembakau Sempring sebesar Rp 4.140.935,00 tiap hektarnya.
Perbedaan hasil pendapatan ini sebenarnya lebih didasarkan pada faktor harga pada saat
panen, penyakit yang menyerang, keahlian petani mengelola usaha tani, tenaga kerja yang
digunakan, kepemilikan pupuk organik, kepemilikan lahan. Pada dasarnya harga tembakau
Sempring dan tembakau Grompol sama dengan tembakau Sempring di tingkat petani, petani
yang beruntung mendapatkan harga tinggi maka hasilnya juga tinggi.

Tabel 6 menjelaskan bahwa R/C ratio satu musim tanam tembakau Grompol lebih kecil dari
pada tembakau Sempring. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat efisiensi produksi
tembakau Grompol lebih kecil daripada tembakau Sempring baik dari sisi input dan
outputnya. R/C ratio sering disebut juga sebagai indikator tingkat produktivitas. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa usahatani tembakau Grompol memiliki produktivitas yang lebih
tinggi yaitu 5,56 (berarti setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan
penerimaan 5,56 rupiah) dan dari usahatani tembakau Sempring yaitu 4,82 (berarti setiap 1
rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan 4,82 rupiah). B/C ratio
merupakan analisis penghitungan manfaat untuk menentukan tingkat kelayakan usahatani
dalam berproduksi. Nilai B/C ratio disini sebesar 5,23 yang diperoleh dari perhitungan
selisih penerimaan usahatani per hektar dibagi selisih biaya usahatani per hektar antara
varietas tembakau Grompol dengan varietas tembakau Sempring.

B/C ratio yang nilainya > 1 atau (5,23) ini menunjukkan bahwa usaha tani tembakau
memberikan manfaat atau dengan kata lain penambahan penerimaan untuk kedua varietas ini
lebih tinggi daripada penambahan biayanya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada petani tembakau varietas Grompol dan
Varietas Sempring di Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :

1. Desa Wiro memiliki iklim tropis, dengan ketinggian ± 150 mdpl, dengan topografi
yang berbukit serta suhu antara 20°C – 32°C.
2. Desa sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani yang
membudidayakan tanaman tembakau.
3. Petani tembakau di Desa Wiro memanfaatkan waktu penanaman pada saat musim
peralihan yaitu hujan ke musim kemarau, Jika ditanam pada musim hujan seperti
sekarang, biasanya tanaman Tembakau tidak tumbuh dengan baik karena akar akan
membusuk dan daun akan jelek.
4. Dalam pembudidayaan Tembakau baik varietas Grompol maupu varietas Sempring
melalui beberapa tahap antara lain : persiapan lahan, pencangkulan, penanaman,
penyiangan, pemupukan, penyemprotan, panen dan pasca panen.
5. Total biaya yang dikeluarkan pada usahatani Tembakau varietas Grompol sebesar Rp
1.348.749,5 per hektar dan Rp 352.600,00 per usaha tani sedangkan Tembakau
varietas Sempring Rp 1.083.275,00 per hektar dan Rp 283.900,00 per usaha tani.
6. Jumlah produksi yang dihasilkan dari usahatani Tembakau Varietas Grompol
sebanyak 7649,45 kg per hektar, sedangkan jumlah produksi Tembakau varietas
Sempring sebanyak 4689,5 kg per hektar.
7. Penerimaan yang diperoleh dari usahatani Tembakau varietas Grompol sebesar Rp
7.497.000,00 per hektar dan Rp 1.910.000,00 per usaha tani, sedangkan pada
Tembakau varietas Sempring sebesar Rp 5.224.210,00 per hektar dan Rp
1.375.000,00 per usaha tani.
8. Pendapatan yang diterima pada usahatani Tembakau varietas Grompol sebesar Rp
6.148.250,5 per hektar dan Rp 1.557.400,00 per usaha tani, sedangkan pada
Tembakau varietas Sempring sebesar Rp 4.140.935,00 per hektar dan Rp
1.091.100,00 per usaha tani.
9. R/C ratio Tembakau varietas Sempring adalah 4,82 (berarti setiap 1 rupiah biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan 4,82 rupiah) lebih kecil dibanding
Tembakau varietas Grompol sebesar 5,56 (berarti setiap 1 rupiah biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan 5,56 rupiah). Hal ini berarti bahwa
usahatani Tembakau varietas Grompol mempunyai efisiensi yang lebih besar daripada
usahatani Tembakau varietas Sempring.
10. B/C ratio yang nilainya > 1 atau (5,23) ini menunjukkan bahwa usaha tani tembakau
memberikan manfaat atau dengan kata lain penambahan penerimaan untuk kedua
varietas ini lebih tinggi daripada penambahan biayanya.

B. Saran

Setelah melakukan praktikum pada petani Tembakau varietas Grompol dan varietas
Sempring ini praktikan mencoba untuk memberikan saran demi perbaikan dan peningkatan
pendapatan petani di Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten untuk selanjutnya,
yaitu sebagai berikut :

1. Petani Tembakau di Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten tetap


mengembangkan Tembakau varietas Grompol, karena memberikan pendapatan yang
lebih besar
2. Petani Tembakau Varietas Grompol lebih menekan biaya pemeliharaan, agar dalam
pengusahaannya dapat lebih efisien, yaitu memperoleh penerimaan yang besar namun
biaya yang dikeluarkan sedikit, dengan cara meminimalisir penggunaan pupuk
anorganik.

DAFTAR PUSTAKA

Boediono. 1992. Ekonomi Mikro. Bagian Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Endang Siti Rahayu, Driyo Prasetya. 2000. Tata Niaga Pertanian. Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan Republik Indonesia. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Hartoyo, Surahman, Sri Marwanti. 2000. Ekonomi Mikro. Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.

Isdijoso, S.H., Djuffan, dan H.S. Joyosupeno. 2000. Posok Dan Kebutuhan Tembakau VO
Secara Umum. Balai Penelitian Tembakau Dan Tanaman Serat. Malang.

Joko dan Hartono. 1992. Batas Toleransi Tenggang Waktu Saat Perajangan Dengan
Penjemuran Terhadap Mutu Tembakau Madura. Penelitian Tanaman Tembakau Dan Serat.
Departemen Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian
Tembakau Dan Tanaman Serat. Yogyakarta.

Mukani, Supriyadi-Tirto suprobo, S. Yulaikah, dan S. Riyadi. 1991. Peranan Usaha Tani
Tembakau Muntilan Terhadap Pendapatan Petani. Penelitian Tanaman Tembakau Dan Serat.
Departemen Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian
Tembakau Dan Tanaman Serat. Yogyakarta.

Saragih, B. Dan Y. B. Krisna Murthi. 1993. Pengembangan Agribisnis Berskala Kecil. Pusat
Studi Pembangunan Institut Pertanian. Bogor.

Soekartawi, A. Soeharjo, John L. Dillon, J. Brian Hardaker. 1996. Ilmu Usaha Tani Dan
Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia. Jakarta.

Soetriono. 2003. Studi Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Tembakau Guna


Mendukung Diversifikasi Vertikal. Agrijournal. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Volume 8 (1) :
Januari-Juni 2003. Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jember.

Soedarmanto, 1991. Budidaya Tembakau. CV Yasaguna. Jakarta.

Sulistyowati, Ayu, 2005. Budidaya Tembakau Virginia Lombok. www.ekonomi rakyat.com.


diakses pada 12 Desember 2006.

Suprapti Supardi M.D. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Pertama. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Suwarsono dan Usmadi. 1996. Pengaruh Macam Atap Bedengan Dan Pupuk Urea Terhadap
Pertumbuhan Bibit Tembakau Cerutu Besuki. Agrijournal. Media Publikasi Ilmiah Volume 4
Nomor 1 Desember 1996. Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jember.

Advertisements
Report this ad
Report this ad

Related

PROPOSAL KEGIATAN ANALISA USAHA TANIIn "sektor pertanian"

PROPOSAL KEGIATAN ANALISA USAHA TANI DI DESA TEJOSARIIn "Pertanian"


PROPOSAL KEGIATAN ANALISA USAHA TANI DI DESA BANGSALANIn
"Pertanian"

Tags: sektor pertanian, usaha tani

This entry was posted on September 7, 2012 at 11:24 and is filed under Pertanian. You can follow any responses
to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

Leave a Reply

Blog at WordPress.com.
Entries (RSS) and Comments (RSS).

Anda mungkin juga menyukai