Anda di halaman 1dari 9

TENTANG TEMBAKAU

Tembakau merupakan tanaman industri yang diambil daunnya dan diolah


menjadi rokok dan barang industri lain. Tembakau cocok ditanam pada daerah
yang memiliki curah hujan rata-rata 2000 mm per tahun. Suhu udara yang cocok
untuk tanaman tembakau adalah antara 21 32 oC dengan pH antara 5 6.
Tembakau dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, bersturktur remah,
memiliki drainase dan aerasi yang baik dan berada pada ketinggian 2000 3000
m dpl. (Dishubunnak,2012).
Tanaman tembakau merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan
berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan
lapangan pekerjaan, sumber pendapatan bagi petani dan sumber devisa bagi
negara

disamping

mendorong

berkembangnya

agribisnis

tembakau

dan

agroindustri. Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk pengembangan tembakau.


Perbaikan teknik budidaya, teknik pembibitan yang efisien, usaha mendapatkan
bahan tanam unggul melalui hibridasi, pengaturan jarak tanam, usaha
perlindungan terhadap hama dan penyakit, menentukan periode penanaman dan
pemeliharaan tembakau yang efisien agar didapatkan produksi optimum.
Pada zaman dahulu tembakau digunakan oleh orang-orang asli Amerika
untuk pengobatan oleh Christopher Columbus yang melintasi Lautan Atlantik
untuk pertama kalinya. Beberapa abad setelah itu tembakau diolah untuk menjadi
cerutu dan sigaret kretek. Dan saat ini sudah banyak muncul penelitian yang
mengatakan bahwa tembakau juga dapat digunakan sebagai pestisida sebagai
racun kontak dan racun perut yang cukup ampuh. Namun sampai saat ini belum
ada orang yang menjual pestisida dari daun tembakau secara massal.

PEMASUKAN NEGARA MELALUI CUKAI ROKOK


Industri rokok merupakan salah satu industri yang mengalami pasang surut
namun tetap exis di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang lamban bahkan
sempat minus di masa krisis moneter ternyata tidak mempengaruhi industri rokok
di Indonesia. Padahal industri rokok di Indonesia mengalami banyak tantangan
karena imbas krisis yang berkepanjangan. Daya beli masyarakat menurun, tarif

cukai merambat naik, upah buruh mengalami penyesuaian sesuai dengan tuntutan
biaya hidup yang semakin tinggi.
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, cukai mempunyai kontribusi
yang sangat penting dalam APBN khususnya dalam kelompok Penerimaan Dalam
Negeri. Penerimaan cukai dipungut dari tiga jenis barang yaitu etil alkohol,
minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Pada tahun
1990/1991, penerimaan cukai hanya sebesar Rp 1,8 triliun atau memberikan
kontribusi sekitar 4 persen dari penerimaan dalam negeri (Wibowo, 2003). Pada
tahun anggaran 1999/2000 jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp 10,4
triliun atau menyumbang sebesar 7,3 persen dari penerimaan dalam negeri. Pada
tahun 2003, penerimaan cukai ditetapkan sebesar Rp 27,9 triliun atau sebesar 8,3
persen dari penerimaan dalam negeri. Hal ini berarti kontribusi penerimaan cukai
terhadap penerimaan dalam negeri selama kurang dari 10 tahun, sejak tahun 1999
hingga tahun 2009 telah meningkat lebih dari 100%.
Dari penerimaan cukai tersebut, 95% berasal dari cukai hasil tembakau yang
diperoleh dari jenis hasil tembakau (JHT) berupa rokok sigaret kretek mesin,
rokok sigaret tangan, dan rokok sigaret putih mesin yang dihasilkan oleh industri
rokok (Wibowo, 2003). Dari sisi penguasaan pasar, selama 2004 rokok kretek
jelas masih perkasa dengan merebut pangsa hampir 92%. Sisanya, dinikmati oleh
rokok putih. Pada kelompok rokok kretek ini, pasar terbesar selama bertahuntahun masih dikuasai oleh Gudang Garam dengan penguasaan pangsa 30,3%, atau
setara 64,7 miliar batang. Peringkat kedua kini ditempati oleh Sampoerna, yang
menggeser Djarum (39 miliar batang, atau setara 18,2%). Sementara jarak dengan
peringkat ke-4, Bentoel, memang terlalu jauh. Saat ini Bentoel baru memproduksi
4,1 miliar batang, atau setara 1,9% (Warta Ekonomi, 2005).
Sayangnya industri rokok di Indonesia masih mengandalkan pasar domestik
saja. Itu sebabnya, meski sejumlah produsen sudah melakukan ekspor, angkanya
belum terlalu signifikan. Dalam kurun waktu delapan tahun terakhir, ekspor rokok
terbesar terjadi pada 2004 dengan nilai US$ 185,9 juta meski secara umum
nilainya

cenderung berfluktuasi. Penyebabnya, antara lain, kekhawatiran

konsumen di negara-negara Eropa dan Amerika terhadap tingginya kandungan tar

dan nikotin pada rokok kretek. Di pasar domestik, kekuatan industri tercermin
dari sumbangannya terhadap target penerimaan cukai pemerintah, yang sejak
1997 hingga 2004 terus tumbuh secara signifikan. Tahun lalu kontribusi cukai
rokok terhadap pos penerimaan di APBN mencapai Rp 28,8 triliun, sementara
pada 2005 ini ditargetkan menjadi Rp 30 triliun.

TEMBAKAU SEBAGAI PESTISIDA ORGANIK

Bagian Tanaman Yang Dimanfaatkan Untuk Bahan Pestisida Nabati


Bagian tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk bahan pestisida nabati adalah
daun dan batang yang banyak mengandung nikotin. Daun yang akan dipakai bisa
menggunakan daun yang masih segar atau yang sudah difermentasi. Tembakau
adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi, menghemat biaya
pengeluaran dan bisa menggunakan tembakau sisa yang harganya murah. Di
sentra-sentra tembakau, seperti Temanggung, Wonosobo, dan lereng Gunung
Merapi dan Gunung Merbabu, banyak petani menanam tembakau. Biasanya selalu
ada sisa tembakau yang kualitasnya rendah. Harganya per keranjang hanya
beberapa puluh ribu saja.

Selain itu juga bisa memanfaatkan sisa batang tembakau setelah tebang.
Setelah daun tembakau dipanen, biasanya batang tembakau ditebang dan dibuang.
Sisa batang ini juga bisa dimanfaatkan untuk bahan pestisida nabati. Harganya
juga relatif murah, sehingga pestisida nabati yang dibuat juga bisa dijual dengan
harga yang murah dan terjangkau untuk petani.

Hama & Penyakit Sasaran Pestisida Nabati Tembakau


Hama-hama yang dijadikan sasaran adalah aphis, ulat, ulat kobis (tritip),
kumbang kecil, tungau dan penggerek batang. Sedangkan penyakit-penyakit yang
dijadikan sasaran pengaplikasian adalah karat pada buncis dan gandum, kamur
kentang, dan virus keriting daun. Pestisida dari ekstrak tembakau ini bisa menjadi
penolak, insektisida, fungisida, dan akarisida. Pestisida tembakau ini bekerja
sebagai racun kontak, racun perut, dan racun pernafasan. Yang bekerja cepat untuk
membasmi dan mengatasi serangan OPT di lahan

Efek Terhadap Manusia Dan Serangga Bukan Sasaran


Nikotin adalah racun yang keras. Hindari kontak pada kulit. Gunakan
masker agar tidak masuk ke sistem pernafasan. Racun ini memerlukan 3-4 hari
untuk terurai. Buah atau sayuran yang disemprot dengan ekstrak tembakau jangan
dimakan sebelum 3 4 hari. Ekstrak tembakau tidak berpengaruh pada kumbang
macan dan larvanya atau pun capung.
Daun tembakau memiliki banyak sekali senyawa racun dan berpotensi
sebagai pestisida nabati, salah satunya adalah nikotin. Pantesan para perokok jadi
penyakitan. Untuk bahan pestisida saya lebih menyarankan sisa daun tembakau
yang tidak layak jual, atau tembakau sisa. Harganya sangat murah sekali, apalagi
kalau sedang musim panen tembakau. Cara pembuatannya juga sangat mudah
sekali. Tumbuk daun tembakau. Kemudian rendam daun tembakau dengan
perbandingan 1:4. Jadi 250gr direndam dalam 1 liter air. Campuran tersebut
didiamkan selama satu malam. Airnya kemudian disaring. Larutan ini yang
digunakan sebagai pestisida nabati.

Beberapa daerah dikenal sebagai sentra produksi tembakau, seperti:


Temanggung, Wonosobo, lereng Gunung Merapi, Jember, Banyuwangi, dan
beberapa tempat lainnya. Ketika musim panen tiba, banyak sekali sisa-sisa
tembakau yang harganya relatif miring. Kumpulkan saja bahan-bahan ini dan jika
diperlukan suatu saat bisa dimanfaatkan untuk membuat pestisida nabati. Petanipetani yang ada di sekitar wilayah penghasil tembakau, bisa memanfaatkan bahan
ini untuk pengganti pestisida kimia. Pestisida nabati dari daun tembakau tidak
kalah manjurnya daripada pestisida kimia. Memang petani mesti repot sedikit
untuk membuat pestitidanya, tetapi yang lebih penting adalah petani bisa mandiri
dan lebih ramah lingkungan. Bsrikut ini adalah cara pembuatan pestisida dari
tembakau.

1. Tembakau kualitas rendah yang sudah tidak layak untuk bahan baku rokok
yang dijadikan sebagai bahan baku pestisida nabati.

2. Setelah bahan didapatkan, bahan pestisida direndam selama semalam untuk


diambil ekstraknya.
3. Esktrak daun tembakau berwarna hitam pekat. Baunya pun khas bau
tembakau dan nikotin yang sangat menyengat.

Ekstrak daun tembakau ini sangat pekat sekali. Pemakaiannya perlu hatihati, karena pemakaian yang berlebihan dari tembakau bisa menyebabkan
tanaman keracunan.

TEMBAKAU SEBAGAI ROKOK


Jumlah industri rokok di Indonesia yang masuk dalam kategori industri
Besar dan Sedang (BPS) pada tahun 2000 berjumlah 247 perusahaan, tahun 2001
sebesar 246 perusahaan, dan pada tahun 2002 turun menjadi 244 perusahaan.
Dari perusahaan-perusahaan tersebut, pada tahun 2000 produksi rokok mencapai
241,9 miliar batang, tahun 2001 menjadi sebesar 224,9 miliar batang, dan pada
tahun 2002 turun menjadi 207,4 miliar batang.
PEMBUATAN ROKOK
Setelah dipanen dan dikeringkan, tembakau dan cengkeh dibawa ke lokasi
pabrik. Tembakau biasanya disimpan hingga selama tiga tahun dalam lingkungan
terkontrol untuk membantu meningkatkan cita rasanya. Cengkeh juga melewati
proses penyimpanan serupa hingga selama satu tahun sebelum diproses menjadi
cengkeh rajang (cut clove).
Tembakau yang telah disimpan akan diproses terlebih dahulu sebelum
dicampur dengan cengkeh rajangan yang telah kering, kemudian dijadikan racikan
rokok yang akan dilinting menjadi rokok. Racikan yang telah selesai, yang biasa
disebut cut filler, disimpan dalam lumbung berukuran besar sebelum memasuki
proses produksi rokok. Rokok kretek dapat berupa sigaret kretek tangan (SKT)
atau sigaret kretek mesin (SKM). Salah satu keunikan industri kretek Indonesia
ialah masih digunakannya metode pelintingan secara manual dengan tangan,
dimana para pekerja melinting produk rokok kretek dengan sangat cepat, bahkan
hingga dapat mencapai 350 batang per jam. Produksi sigaret kretek tangan dan
sigaret kretek mesin terdiri dari tiga tahapan:

Pemrosesan daun tembakau;

Produksi rokok;

Dan pengemasan serta persiapan distribusi.


Dalam tiap tahapan produksi, pengendalian mutu yang sangat cermat

memegang peranan penting untuk memastikan bahwa setiap batang rokok dibuat
dengan standar tertinggi. Setelah siap, rokok kemudian dikemas dan dikirimkan
untuk proses distribusi.

ANALISIS BIAYA PEMBUATAN ROKOK


Analisis fungsi biaya industri rokok sangat berguna untuk mengetahui pada
level berapa produksi rokok menghasilkan biaya rata-rata yang paling minimal.
Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh fungsi biaya industri rokok adalah
melalui pendekatan time series. Analisis fungsi biaya suatu industri dapat
dilakukan dengan pendekatan ini, juga dapat dengan data cross section9. Atas
dasar pengalaman, dimana fungsi biaya merupakan cerminan dari fungsi
produksi, maka fungsi biaya pada umumnya berbentuk kubik, karena adanya
pengaruh hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Hal ini tercermin
baik pada bentuk kurva biaya variabel total maupun kurva biaya total10. Total
biaya (TC) merupakan penjumlahan dari total biaya tetap (TFC) dan total biaya
variable (TVC). Secara umum, fungsi biaya dalam kaitannya dengan output (Q)
dapat dirumuskan:
TC = a + bQ + cQ2 + dQ3

.. (1)

Dengan mengeluarkan nilai konstanta a yang merupakan total biaya tetap


akan diperoleh biaya variabel dan biaya variabel rata-rata (AVC) sebagai berikut:
TVC = bQ + cQ2 + dQ3

.. (2)

AVC = TVC / Q = b + cQ + dQ2

.. (3)

Industri Rokok Kretek (31420) Hasil analisis fungsi biaya per perusahaan untuk
rokok kretek diperoleh fungsi biaya sebagai berikut :

TC

= 1,0151 + 31,9416 Q - 30,0416 Q2 + 11,9346 Q3


(2,55)

(-1,25)

(0,94) R2 = 0,51 F = 3,46

TVC =

31,9416 Q - 30,0416 Q2 + 11,9346 Q3

AVC =

31,9416

MC = 31,9416

- 30,0416 Q + 11,9346 Q2

- 60,0832 Q + 35,8040 Q2

Skala produksi perusahaan rokok kretek yang menghasilkan biaya rata-rata paling
rendah diperoleh pada saat AVC memotong MC, yaitu berada pada skala produksi
sebesar 1,259 miliar batang.

Anda mungkin juga menyukai