MosiUnduh
Debat !
Hak Cipta
Unduh !
© © All Rights Reserved
Format Tersedia
DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Facebook Twitter
merupakan salah satu pasar potensi bagi industri rokok, dan tidak heran jika di Indonesia
terdapat 3.000 lebih pabrik rokok berskala lokal maupun nasional, jumlah tersebut yang
terdaftar di Kementerian Perindustrian, belum lagi industri rumahan yang tidak terdaftar.
%
Bahkan banyak pemodal-pemodal asing masuk ke Indonesia dengan menginvestasikan
usahanya di industri rokok, karena Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai
Email
potensi pasar yang cukup tinggi tanpa dibatasi status sosial seseorang. Fenomena atau trend
merokok di Indonesia semakin di manjakan oleh negara, dan merupakan satu-satunya negara
yang tidak meratifikasi FCTC serta belum mempunyai regulasi yang komprehensif untuk
mengatur peredaran dan produksi tembakau bagi industri rokok kecuali hanya regulasi
Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?
tentang cukai rokok.
Rokok dan kesehatan
Indonesia adalah surga perokok dan menurut perkiraan WHO, situasinya akan
memburuk dalam 10 tahun kedepan. Dalam laporan tahunannya, badan kesehatan PBB itu
mencatat saat ini 36% penduduk Indonesia merokok, atau lebih dari 60 juta orang. Laporan
WHO selaras dengan studi Universitas Indonesia yang dipublikasian Juni silam. Dalam
Apakah konten
penelitian ini UI
tersebut, tidak pantas?
menemukan setiapLaporkan Dokumen
hari sekitar 500 Inidunia akibat
orang meninggal
rokok. Data dari tahun 2010 menunjukkan jumlah nyawa yang melayang akibat asap
tembakau di Indonesia mencapai 190.260 orang.
Masyarakat perokok pada dasarnya menyadari bahwa tembakau yang dijadikan rokok
merupakan salah satu potensi sumber penyakit dan mengganggu kesehatan diri maupun
lingkungan sekitarnya. Hal ini wajar jikalau rokok merupakan salah satu sumber potensi
penyakit manusia, karena rokok mengandung 4.000 macam zat berbahaya bagi tubuh
manusia, salah satunya yang sering kita dengar dan kita baca dalam bungkus rokok adalah
TAR. Suatu zat yang digunakan untuk campuran aspal jalan. tidak hanya TAR yang sering
didengar oleh kita, dalam satu batang rokok tersebut juga terdapat beberapa zat yang sering
kita dengar misalnya nikotin (kandungan pestisida), ammonia (kandungan pembersih lantai),
karbon monoksida (gas beracun), formalin (bahan pengawet mayat), arsen (racun tikus),
cadmium (bubuk batre), dan lain-lain.
Dengan kandungan yang sangat berbahaya itu, rokok tidak hanya berbahaya bagi sang
penghisapnya namun juga bagi orang yang tidak sengaja menghisap asap (perokok pasif) dari
rokok yang dihisap oleh si perokok, bahkan akan lebih berbahaya dampaknya kepada
perokok pasif ketimbang si perokok itu sendiri. Hal ini disebabkan perokok pasif tidak
langsung menghisap asapnya namun yang dihisapnya adalah limbah asap dari asap si
perokok, terlebih lagi kalau yang menghisap asapnya adalah anak-anak yang notabene rentan
atas segala bentuk penyakit atas diri dan tubuhnya.
Berdasar hasil studi Mortalitas Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menyebutkan bahwa di
Indonesia, rokok meningkatkan risiko kematian penderita penyakit kronis menjadi 1,30–8,17
kali lebih besar. Di sisi lain, pada tahun 2005 biaya kesehatan yang dikeluarkan Indonesia
karena penyakit terkait tembakau mencapai 18,1 miliar USD atau 5,1 kali lipat pendapatan
negara dari cukai tembakau pada tahun yang sama (Kosen, S. 2007 Indonesia Report Card).
Berbagai macam penyakit yang menghantui para perokok, baik perokok aktif maupun pasif
sangat mengerikan. Ini bisa dicermati dengan berbagai potensi penyakit seperti berbagai jenis
kanker, penyakit paru, hipertensi, jantung iskemik, stroke, potensi kebutaan, gangguan
reproduksi dan kesuburan, dan lain sebagainya menjadikan rokok merupakan salah satu
produk legal berbahaya bagi yang mengkonsumsinya.
Industri rokok maupun prilaku merokok di masyarakat dalam aspek sosial ekonomi tidak bisa
dilepas dari perspektif kemiskinan. Pada aspek produksi, banyak faktor atau elemen yang
terlibat pada aspek tersebut di antaranya adalah pemilik pabrik (pemodal), karyawan\/buruh,
petani tembakau sampai pada penjual rokok di pinggiran jalan. Ini bisa dicermati pada tahun
2008 produksi dan peredaran rokok di Indonesia sebanyak 250 miliar batang rokok (sumber:
Global Tobacco Control Report, 2008).
Berdasar fakta dan data tersebut apabila di kalkulasikan secara awam, dari 250 miliar batang
rokok di Indonesia potensi beredarnya uang hanya untuk konsumsi rokok sebesar Rp 125
triliun (asumsi 1 (satu) batang rokok seharga 500 rupiah), bandingkan dengan Anggaran
Belanja Negara Tahun 2010 yang dianggarkan untuk bidang kesehatan yang hanya ± Rp 18
triliun, juga bidang bantuan sosial yang hanya ± Rp 64,2 triliun, maupun anggaran untuk
Hal ini menyebabkan kebutuhan pokok keluarga sering terabaikan, kita bayangkan uang 6
ribu–9 ribu rupiah sebenarnya sangat berarti bagi mereka untuk kelangsungan hidup sehari-
hari. Disebabkan mereka sudah teradiktif dan kecanduan rokok serta mereka sangat sulit
untuk berhenti dari kebiasaan merokok dan tertipu dengan sugesti iklan rokok yang menyebar
tanpa batas, pada akhirnya mereka mengorbankan kualitas hidup diri dan keluarganya.
Seringkali mereka terjebak antara konsumsi rokok dengan kebutuhan dasarnya ketika
berhadapan dengan jumlah pendapatannya. Begitu juga saat penulis mengajak ngobrol
beberapa buruh industri rokok besar di daerah Jawa Timur pada pertengahan tahun 2009 lalu,
mendapati fakta bahwa 40–50% pendapatan mereka dihabiskan untuk mengkonsumsi rokok,
yang notabene mereka setiap hari bergelut dengan aroma tembakau dan rokok.
Lebih mengejutkan adalah saat saya libur Lebaran tahun 2009, mendapati para buruh\/petani
tembakau yang mengeluhkan harga tembakau seringkali dipermainkan oleh pihak tengkulak
dan industri rokok, sehingga tembakau yang menurut mereka menjadi produk unggulan dan
harapan mereka untuk mensejahterakan keluarganya tidak terwujud dikarenakan penentuan
harga tembakau adalah pihak industri rokok dan belum adanya regulasi harga dari pemerintah
yang jelas dan tegas. Ini diperparah dengan fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu
negara yang masih mengimpor tembakau, pada tahun 2006 Indonesia mengimpor tembakau
dengan nilai 47,2 juta USD ini berarti lebih tinggi dari nilai ekspor Indonesia di sektor
tembakau (Sumber: Departemen Pertanian RI).
Kembali pada relevansi rokok dan kemiskinan, berdasar deskripsi dan argumentasi yang
sudah dijelaskan sebelumnya serta berdasar fakta yang ada adalah para pecandu rokok
sebagian besar merupakan masyarakat miskin yang karena terhimpit ekonomi, mereka
berusaha untuk menghilangkan tekanan maupun depresi atas keterhimpitan ekonominya serta
dampak sugesti dari zat adiktif dari produk legal yang dinamakan rokok tersebut. Sehingga
perilaku merokok menjadi bagian kebutuhan yang dipaksakan dan mengalahkan kebutuhan
hidup dasar manusia yakni sandang, pangan dan papan.
Pemanfaatan potensi masyarakat miskin pun secara tidak langsung dieksploitasi oleh industri
rokok dengan pemanfaatan promosi dan iklan yang luar biasa tanpa batas dalam membangun
image kebanggaan, rileksasi, kemampuan dalam mencapai harapan dan impian seseorang
seperti enjoy aja, gak ada loe gak rame, pria sejati, kreatif, ketangguhan, dan lain sebagainya.
Ini menyebabkan masyarakat miskin terutama anak-anak dari keluarga miskin berimajinasi
dan mencoba apa yang mereka lihat, mereka dengar, serta menurut mereka merokok adalah
salah satu bagian gaya hidup anak kota dan bagian dari penunjukan identitas diri tanpa
berpikir kemampuan diri dan sosialnya.
Dan pada akhirnya keterpaksaan keluarga miskin dalam memangkas pendapatan untuk
konsumsi rokok yang dalam sehari bisa menghabiskan 6–12 batang\/hari ini dapat teratasi
karena produk tembakau dapat dibeli secara batangan sehingga akses untuk menjadi korban
ketergantungan produk rokok bagi masyarakat sangat besar terlebih pada masyarakat miskin.
Di sisi lain, industri rokok pun secara langsung dan tidak langsung turut serta menciptakan
sumber-sumber penyakit yang menimpa manusia sebagai bagian dampak asap rokok tanpa
mengenal batasan manusia, dari anak hingga orang dewasa, dari perempuan maupun laki-
laki. Industri rokok juga salah satu industri legal yang menciptakan produk berbahaya bagi
tumbuh kembang manusia, baik secara individu maupun manusia secara sosial. Sehingga
industri rokok merupakan bagian dari industri (capital corporate ) yang turut serta melanggar
hak dasar manusia untuk hidup sehat dan menghirup udara bersih, secara tidak langsung turut
serta merampas hak hidup manusia akibat dari terpapar asap rokok.
Dengan melihat dua aspek tersebut yakni di satu sisi memang industri rokok adalah bagian
dari industri legal bagi Negara, di sisi lain industri penghasil produk rokok adalah sangat
berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia karena mengandung zat kimia berbahaya bagi
tubuh manusia apabila menghirup asap rokok baik langsung maupun tidak langsung.
Celakanya, Indonesia merupakan negara yang tidak mempunyai regulasi dalam pengaturan
peredaran dan pembatasan rokok untuk melindungi warganya dari dampak asap rokok. Yang
ada hanyalah pengaturan tentang cukai untuk penerimaan negara dari produk rokok. Ini
berbeda ketika pemerintah Indonesia menciptakan regulasi tentang pembatasan peredaran
minuman beralkohol (minuman yang memabukkan) tinggi, yang mana pemerintah merespons
dengan cepat dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
Hal yang mendasari dikeluarkanya Keppres tersebut adalah bahwa "minuman beralkohol
dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia dan gangguan ketertiban serta
ketenteraman masyarakat, sehingga perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian terhadap
produksi, peredaran, dan penjualannya\\\" (Baca pada bagian Menimbang). Padahal produk
rokok juga mengandung unsur kerugian terhadap kesehatan manusia didalamnya, namun
pemerintah sangat tidak berani mengeluarkan regulasi tentang pengawasan dan pengendalian
produk rokok di Indonesia.
Alasan yang dipakai oleh pemerintah dan atas perlawan dari industri rokok, bahwa rokok
adalah industri yang banyak menyerap tenaga kerja dan melibatkan banyak unsur masyarakat
dalam proses produksinya seharusnya bukan menjadi alasan pembenaran, karena alasan
tersebut sebenarnya dapat terbantahkan. Lihat laman mitos dan fakta tentang tembakau di
http:\/\/www.surabaya-ehealth.org\/dkksurabaya\/berita\/9-mitos-dan-fakta-tentang-
tembakau, selain hal tersebut fakta bahwa adanya Keppres tentang Pengawasan dan
Pengendalian Minuman Beralkohol yang dikeluarkan pemerintah ternyata berjalan efektif
dan tidak mempengaruhi kondisi dan situasi ketenagakerjaan dan unsur yang terlibat dalam
proses produksi minuman beralkohol tersebut.
Kontra
Rokok boleh saja dianggap kontroversial oleh masyarakat yang telah terpengaruh
oleh kampanye pengendalian tembakau. Namun bagi pemerintah dan masyarakat
lainnya, rokok memiliki keistimewaan yang tak bisa lagi dibantahkan. Keistimewaan
tersebutlah yang sampai hari ini rokok beserta aktivitas merokoknya masih dianggap
legal, bahkan dilindungi oleh Undang-Undang.
perlu diketahui bahwa pendapatan negara dari sektor rokok didapat dari sektor pajak
dan bea cukai. Disana terdapat pungutan negara dari Cukai, Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Daerah Retribusi Daerah (PDRD).
Belum lagi dari hasil ekspor dan bea masuk sektor rokok yang nilainya juga besar.
Dan ketika berbicara pendapatan negara dari sektor rokok, selama bertahun-tahun
selalu mengalami kenaikan yang signifikan. Selain karena memang negara
menargetkannya naik, juga karena sektor rokok yang paling realistis dan konsisten
menyumbang untuk pendapatan negara. Bahkan meskipun regulasinya banyak yang
merugikan industri rokok karena alasan kesehatan, namun berbicara angka yang
disetor dari sektor rokok tahun ke tahunnya selalu diandalkan negara untuk
menyelamatkan kas negara.
Pada 2015 dan 2016 misalnya, pendapatan negara hanya dari cukai rokok saja
sudah sangat besar. Bahkan jika boleh dibandingkan dengan sektor strategis
lainnya, rokok selalu menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi pendapatan
negara.
Seringkali kita lupa bahwa industri rokok sebenarnya adalah industri yang dikuasai
oleh negara. Walaupun bukan dalam artian sebagai Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang sebenarnya. Tapi jika kita jeli melihat skema yang berjalan di sektor
rokok, maka asumsi bahwa sektor rokok dikuasai oleh negara tidak dapat dipungkiri.
Lihat saja dari komponen pungutan negara terhadap rokok, berdasarkan Kepala Sub
Direktorat Industri Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian,
bahwa satu batang rokok sekitar 70% sudah diberikan kepada negara.
Jadi ketika perokok membeli sebatang rokok terdapat komponen Cukai, PPN, dan
PDRD yang menjadi pendapatan negara. Adapun persentase dari setiap komponen
tersebut pada tahun ini, yakni 57 persen untuk cukai rokok berdasarkan Undang-
Undang Cukai Nomor 39 Tahun 2007, PPN sebesar 9,1 persen, dan PDRD sebesar
10 persen.
Jika lagi-lagi kita cermat menghitung harga sebungkus rokok tanpa pungutan negara
yang begitu besar, harga jual rokok sangatlah murah. Menjadi mahal karena
pungutan negara yang sangat besar di dalamnya. Jika tidak percaya, cobalah anda
buktikan dengan membeli rokok illegal. Bandingkan harganya yang sangat murah
dengan rokok legal yang setiap tahunnya mengalami kenaikan.
Maka jangan heran jika pemerintah selalu menyebut bahwa sektor rokok adalah
sektor strategis bagi negara. Karena dibalik dari setoran sektor rokok yang sangat
besar kepada negara, ternyata sektor rokok sejatinya juga dikuasai oleh negara.
Bisa dikatakan juga bahwa selama ini industri rokok setingkat dengan BUMN yang
nilai keuntungannya sebagian besar untuk pemasukan kas negara.
Satu hal lagi yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun mengenai keistimewaan sektor
rokok dalam menyerap tenaga kerja yang besar. Siapapun pemerintahannya, pasti
mengakui bahwa ada penyerapan tenaga kerja yang besar pada sektor rokok.
Jumlah tenaga kerja untuk industri rokok secara keseluruhan melibatkan sebanyak
6,1 juta orang. Tentunya ini adalah angka kasarnya saja yang kalau mau diteliti lebih
lanjut dari hulu ke hilirnya kita pasti akan menemukan angka yang lebih besar lagi
jumlahnya. Dari hulu misalnya, jumlah petani tembakau dan cengkeh saja,
berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan, Kementerian Pertanian
menunjukan jumlahnya sudah hampir 3 juta Rumah Kepala Keluarga (KK).
Industri rokok yang juga disebut sebagai Industri Hasil Tembakau (IHT) ini telah
membentuk rangkaian lapisan pekerja, mulai dari perkebunan dan pengolahan
tembakau sampai industri rokok. Sebagian besar pekerja terserap dalam industri
kecil yang masih menggunakan tangan atau sigaret kretek tangan (SKT). Lapisan ini
masih ditopang dengan pekerja dagang untuk memasarkan tembakau dan rokok
baik untuk pasar domestik (domestic demand) maupun pasar ekspor.
Maka tak heran jika pemerintah selalu menegaskan apabila sektor rokok ini mati
akan berdampak signifikan kepada ketenagakerjaan di Indonesia. Dan penyerapan
tenaga kerja yang besar inilah selalu menjadi pertimbangan pemerintah dalam
setiap perbincangan terkait sektor rokok.
Dari ketiga alasan tersebutlah yang menjadikan rokok dipandang strategis dan
istimewa bagi negara. Dapat kita bayangkan jika sektor rokok ini mati diakibatkan
oleh kampanye pengendalian tembakau yang semakin hari makin massif, maka tiga
hal keistimewaan rokok bagi negara akan hilang. Mari kita lihat apakah negara
berani kehilangan tiga hal yang istimewa dari sektor rokok tersebut. Kalau berani
silahkan ilegalkan rokok yang selama ini sudah seperti industri plat merah bagi
negara.
Lagi pula dari jutaan perokok dan perokok pasif, kenapa yang terkena efeknya
hanya kurang dari 2% saja? Itupun kebanyakan akibat dari rokok, dan bukan dari
kretek. Banyak ilmuwan menyimpulkan bahwa penyakit termasuk kanker yang
tadinya disimpulkan akibat efek perokok aktif, sebenarnya adalah akibat polusi udara
secara global dan juga lemahnya kekebalan pada individu korban.
1. Tembakau meluruhkan radikal bebas
Dr. Gretha Zahar—ahli kimia radiasi, dan Prof. Sutiman Bambang Sumitro—guru
butiran partikel. Nikotin adalah salah satu bagian kecil dari butiran partikel dari
asap rokok.
berbagai penyakit. Rokok medis tersebut bernama divine kretek. Divine kretek
radikal bebas yang mengendap dalam tubuh. Rokok ini bahkan terbukti dapat
terapi balur yang merupakan terapi tradisional terhadap fungsi sel dengan
Dr. Arief Budi Witarto, M.Eng. dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu
lokal “genjah kenongo”. Tembakau ini dapat menjadi reaktor yang memproduksi
TIK 4 ISS1
Amelia Putri
DISASTER MANAGEMENT
Nailal Hidayati
Majalah Podcast
Lembar Musik
gambar 1
fara fichria
gambar 1
fara fichria
gambar 1
fara fichria
6. BAB II
fara fichria
kb
fara fichria
Tentang Dukungan
Media Aksesibilitas
Facebook
Hukum
Pinterest
Syarat
Privasi
Hak Cipta
Preferensi Cookie