Anda di halaman 1dari 110

KARYA TULIS ILMIAH

UJI EFEK SEDATIF SUSPENSI EKSTRAK ETANOL


BUNGA KECUBUNG (Datura metel L) PADA
MENCIT PUTIH JANTAN (Mus musculus)

OLEH :

BQ. MIFTAHUL JANNAH


NIM : 15.9.3.004

PROGRAM STUDI FARMASI (D III)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
TAHUN 2018

i
KARYA TULIS ILMIAH

UJI EFEK SEDATIF SUSPENSI EKSTRAK ETANOL


BUNGA KECUBUNG (Datura metel L) PADA
MENCIT PUTIH JANTAN (Mus musculus)

Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Farmasi Di Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Nahdlatul Wathan Mataram

OLEH :

BQ. MIFTAHUL JANNAH


NIM : 15.9.3.004

PROGRAM STUDI FARMASI (D III)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
TAHUN 2018

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH


UJI EFEK SEDATIF SUSPENSI EKSTRAK ETANOL
BUNGA KECUBUNG (Datura metel.L.) PADA MENCIT
PUTIH JANTAN (Mus musculus)

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui, diperiksa dan telah diujikan dihadapan Tim
Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram

Pembimbing I Pembimbing II

(Rauhul Akbar Kurniawan, M.Sc., Apt) (Hj. Maruni Wiwin Diarti, S.Si., M.Kes)
NIDN. 0821058101 NIDN. 4001157401

Mengetahui,
Ketua Prodi Farmasi (D III)
Fakultas Ilmu Kesehatan UNW Mataram

(Hj. Bq. Endang Suprihartini, M.Si.,Apt)


NIDN : 0816096801

iii
LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

UJI EFEK SEDATIF SUSPENSI EKSTRAK ETANOL


BUNGA KECUBUNG (Datura metel.L.) PADA MENCIT
PUTIH JANTAN (Mus musculus)
Telah Disetujui dan Dipertahankan
Pada Tanggal : september 2018

Oleh Tim Penguji


KetuaPenguji

(Rauhul Akbar Kurniawan, M.Sc., Apt)


NIDN. 0821058101

Penguji I

(Aulia UI Hafizah, M.Sc,Apt )

Penguji II

(Hj. Maruni Wiwin Diarti, S.Si., M.Kes)


NIDN. 4001157401

Mengetahui,
Fakultas Ilmu Kesehatan UNW Mataram
Dekan

(Hj. Wilya Isnaeni, SKM., MM)


NIDN : 0831126517

iv
ABSTRAK

Program Studi Farmasi (DIII)


Fakultas Ilmu Kesehatan UNW Mataram
Mataram, September 2018

BQ. MIFTAHUL JANNAH

Uji Efek Sedatif Suspensi Ekstrak Etanol Bunga Kecubung (Datura Metel L.)
Pada Mencit Putih Jantan (Mus Musculus)

Tanaman kecubugn (Datura metel L.) kaya dengan berbagai senyawa kimia yang
terdapat pada akar, tangkai, daun, bunga, buah, dan biji. Tanaman kecubung
banyak dimanfaaatkan antara lain sebagai obat asma, obat sakit gigi, obat bius,
dan obat analgesia. Tanaman kecubung dengan jenis Datura metel L. masih
jarang dilakukan penelitian serta masih sedikit literatur yang ada, terutama
aktivitasnya dalam menimbulkan efek sedasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aktivitas suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (Datura metel L.)
sebagai sedatif. Metode penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental
dengan rancangan pre and post test only control group design. Sampel yang
digunakan adalah 9 ekor mencit jantan (Mus musculus) yang dibagi kedalam 3
kelompok sama banyak. Mencit kelompok I diberi suspensi fenobarbital
0,26mg/gBB (pembanding). Mencit kelompok II diberi CMC Na 0,2% (kontrol
negatif). Mencit kelompok III diberikan suspensi ekstrak etanol bunga kecubung
(Datura metel L.) dengan dosis 40 mg/kg BB. Penelitian ini dilakukan dengan
metode Forced Swimming Test dengan mengamati durasi immobility time (jumlah
waktu tidak bergerak seluruh bagian tubuh hewan uji selama direnangkan). Data
dianalisis secara farmakologi dan menggunakan analisis statistik uji One Way
Anova dan uji Post Hoc, bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan
bermakna atau tidak antar kelompok perlakuan yang dibandingkan. Hasil
penelitian menunjukkan ada perbedaan signifikan antara kelompok kontrol positif
(fenobarbital), kelompok kontrol negatif (Na CMC), dan kelompok perlakuan
pemberian suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (Datura metel L.).
Kesimpulannya bahwa suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (Datura metel L.)
efektif sebagai sedatif, dengan dosis 40 mg/kg BB.

Kata kunci: Bunga kecubung (Datura metel L.), Efek sedatif, Immobility Time,
Metode Forced Swimming Test, Mencit.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan petunjuk,

kemudahan, kekuatan, dan niat baik kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Uji Efek Sedatif Suspensi Ekstrak Bunga

Kecubung (Datura metel L.) Pada Mencit Putih Jantan (Mus musculus)” tepat

pada waktunya.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menyadari bahwa keberhasilan

dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini berkat partisipasi dan bimbingan

berbagai pihak. Oleh karena itu berkat iringan do’a dan ucapan terima kasih

sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Bapak H. L. Gede M. Ali Wiresakti Amir Murni, LC., MA. Selaku Rektor

Universitas Nahdlatul Wathan Mataram.

2. Ibu Hj. WilyaIsnaeni, SKM., MM, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehtan

Universitas Nahdlatul Wathan Mataram.

3. Ibu Kurniatun, SST.,MMKes selaku wakil Dekan I Fakultas Ilmu Kesehtan

Universitas Nahdlatul Wathan Mataram.

4. IbuHj. Lale Syifaunnufus, S.Farm selaku wakil Dekan II Fakultas Ilmu

Kesehtan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram.

5. Bapak Ns. Sofian Hadi, S.Kep selaku wakil Dekan III Fakultas Ilmu Kesehtan

Universitas Nahdlatul Wathan Mataram.

vi
6. Ibu Hj.Bq. Endang Suprihartini, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi

Farmasi (DIII) Fakultas Ilmu Kesehtan Universitas Nahdlatul Wathan

Mataram.

7. Bapak Rauhul Akbar Kurniawan,M.sc,Apt. Selaku Pembimbing I yang telah

banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan masukan.

8. Hj. Maruni Wiwin Diarti, S.Si, M.Kes. selaku pembimbing II yang telah

banyak membantu dan memberikan arahan yang sangat berharga bagi penulis.

9. Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Ilmu Kesehatan UNW Program studi

farmasi yang telah memberikan bekal ilmu dan bimbingan kepada penulis.

10. Orang tuaku tercinta serta segenap keluarga dan sahabat yang dengan tulus

telah memberikan bimbingan, do’a serta pengorbanan baik materi maupun

spiritual.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih semoga Karya Tulis Ilmiah

ini bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya serta pembaca pada umumnya.

Dan semoga kebaikan semua pihak yang telah membantu penyusunan karya tulis

ilmiah ini mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Amiin Yarobbal’Alamiin.

Wassalamu’alaikumWr. Wb

Mataram, September 2018

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI........................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................7
2.1 Tinjauan Tanaman Kecubung..........................................................7
2.1.1 Deskripsi..................................................................................7
2.1.2 Taksonomi Tanaman Kecubung..............................................8
2.1.3 Ekologi dan Penyebaran..........................................................8
2.1.4 Morfologi.................................................................................9
2.1.5 Anatomi.................................................................................10
2.1.6 Kandungan dan Khasiat.........................................................15
2.2 Sedatif dan Hipnotik.......................................................................17
2.3 Fenobarbital....................................................................................20
2.3.1 Indikasi dan Kontraindikasi...................................................22
2.3.2 Efek Samping........................................................................22

viii
2.4 Etanol...............................................................................................23
2.5 Simplisia..........................................................................................24
2.6 Penyarian Tanaman.........................................................................25
2.6.1 Pengertian Penyarian............................................................25
2.6.2 Cairan Penyari.......................................................................25
2.7 Ekstrak dan Ekstraksi......................................................................26
2.7.1 Pengertian.............................................................................26
2.7.2 Cara-cara Penarikan..............................................................27
2.8 Na CMC (Natrium Carboxy methyl sellulosa)................................29
2.8.1 Pengertian..............................................................................29
2.8.2 Fungsi Na CMC (Natrium Carboxy methyl sellulosa)..........31
2.9 Suspending Agent (SA)..................................................................32
2.10 Tinjauan Tentang Suspensi...........................................................36
2.10.1 Pengertian Suspensi...........................................................36
2.10.2 Syarat-syarat Suspensi.......................................................39
2.10.3 Metode Pembuatan Suspensi.............................................40
2.10.4 Sistem Pembentukan Suspensi...........................................41
2.10.5 Stabilitas Suspensi..............................................................42
2.10.6 Keuntungan dan Kerugian sediaan Suspensi.....................43
2.11 Tinjauan Tentang Hewan Uji........................................................44
2.11.1 Klasifikasi Mencit (Mus Musculus)....................................45
2.11.2 Mencit (Mus Musculus)......................................................45
2.11.3 Karakteristik Mencit (Mus Musculus)................................45
2.12 Uji Efek Antidepresan...................................................................46
2.13 Forced Swimming Tes (FST)........................................................48
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS.........................................................................................50
3.1 Kerangka Konsep............................................................................50
3.2 Definisi Operasional Variabel.........................................................51
3.3 Hipotesis Penelitian.........................................................................51

ix
BAB IV METODE PENELITIAN...................................................................52
4.1 Desain Penelitian.............................................................................52
4.2 Lokasidan Waktu Penelitian............................................................52
4.2.1 Lokasi Penelitian....................................................................52
4.2.2 Waktu Penelitian....................................................................52
4.3 Populasi dan Sampel.......................................................................53
4.3.1 Populasi..................................................................................53
4.3.2 Sampel....................................................................................53
4.4 Metode Pengambilan Sampel..........................................................53
4.5 Rancangan Unit Eksperimen...........................................................54
4.5.1 Perlakuan dalam Penelitian....................................................54
4.5.1 Jumlah Unit Percobaan...........................................................54
4.6 Prosedur Penelitian..........................................................................55
4.6.1 Instrumen Penelitian..............................................................55
4.6.2 Persiapan Hewan Uji.............................................................56
4.6.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Bunga Kecubung
(Datura MetelL.).............................................................................56
4.6.4 Skrining Fitokimia.................................................................57
4.6.5 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Bunga Tanaman
Kecubung (Datura MetelL.)..................................................58
4.6.6 Perhitungan dan Pembuatan Suspending Agent....................59
4.6.7 Pembuatan Obat Pembanding...............................................60
4.6.8 Perhitungan Dosis..................................................................60
4.6.9 Volume Pemberian.................................................................60
4.6.10 Penetapan Dosis Phenobarbital............................................61
4.6.11 Cara Kerja............................................................................62
4.7 Alur Kerja........................................................................................63
4.8 Pengumpulan Data..........................................................................64

x
BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................66
5.1 Hasil Determinasi...............................................................................66
5.2 Gambaran Umum Penelitian...............................................................66
5.3 Hasil Skrining Fitokimia.....................................................................67
5.4 Data Hasil Penimbangan Hewan Percobaan.......................................67
5.5 Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak................................................68
5.6 Hasil Penelitian...................................................................................68
5.7 Analisa Statistik Hasil Penelitian........................................................70
5.7.1 Hasil Uji Statistik Shapiro-Wilk................................................70
5.7.2 Hasil Uji Statistik Levene Statistik............................................71
5.7.3 Hasil Uji Statistik One Way Anova...........................................71
5.7.4 Uji Tukey HSD (Honestly Significant Different)......................73
BAB VI PEMBAHASAN....................................................................................75
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN............................................................81
7.1 Kesimpulan ...............................................................................................81
7.2 Saran ........................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Kecubung...........................................................................7

Gambar 2.2 Struktur (a) antropin, (b) skopalamin, (c) hiosiamin.......................17

Gambar 2.3 Struktur Kimia Phenobarbital..........................................................21

Gambar 2.4 Struktur Kimia Etanol.....................................................................23

Gambar 2.5 Na-CMC..........................................................................................29

Gambar 2.6 Mancit Putih Jantan (Mus Musculus)..............................................44

Gambar 3.1 Kerangka Konsep............................................................................50

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel............................................................51

Tabel 4.1 Jumlah Mencit Putih Jantan Yang Digunakan Saat Penelitian..........54

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan...............................................................................64

Tabel 5.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Bunga Kecubung........................67

Tabel 5.2 Bobot Badan Mencit...........................................................................68

Tabel 5.3 Perhitungan Rendemen Ekstrak Etanol Bunga Kecubung.................68

Tabel 5.4 Jumlah Rerata Durasi.........................................................................69

Tabel 5.5 Hasil Uji Statistik Shapiro-Wilk.........................................................70

Tabel 5.6 Hasil Uji Statistik Levene Statistik.....................................................71

Tabel 5.7 Descriptive..........................................................................................72

Tabel 5.8 ANOVA..............................................................................................72

Tabel 5.9 Uji Tukey HSD...................................................................................43

xiii
DAFTAR SINGKATAN

SINGKATAN NAMA Pemakaian

pertama kali

pada halaman

SSP Sistem Saraf Pusat 17

GABA Gamma Aminobutyric Acid 21

CMC Carboxymethyl Cellulose 29

FST Forced Swimming Test 46

BB Bobot Badan 53

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

Lampiran 3. Perhitungan Dosis

Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Menggunakan SPSS

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian

Lampiran 6. Lembar Konsultasi KTI Pembimbing I

Lampiran 7. LembarKonsultasi KTI Pembimbing II

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan

periodik, diperoleh kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan kondisi

tubuh baik secara fisiologis maupun psikis dan dianggap sebagai suatu

perlindungan tubuh untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh yang

merugikan kesehatan akibat kurang tidur (Lanywati, 2008). Gangguan tidur

yang umum terjadi adalah insomnia, yang terjadi saat seseorang secara terus

menerus mengalami kesulitan tidur atau bangun terlalu cepat (Semiun, 2010).

Insomnia merupakan masalah kesehatan yang membutuhkan

pengobatan, salah satu cara untuk mengatasi insomnia adalah menggunakan

obat-obat golongan hipnotik sedatif, akan tetapi banyak di antara obat

tersebut bersifat toksik bahkan menyebabkan kematian (Amalia, 2009).

Prevalensi orang yang mengalami gangguan kesulitan tidur semakin

meningkat seiring perkembangan zaman. Kesulitan tidur dapat diartikan

sebagai suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan untuk tidur

atau tidak dapat tidur dengan nyenyak. Rata-rata setiap orang pernah

mengalami kesulitan tidur sekali dalam hidupnya. Kesulitan tidur dapat

menyerang semua golongan usia. Angka kejadian akan meningkat seiring

dengan bertambahnya usia (Green, 2009).

1
2

Pengobatan gangguan tidur atau insomnia yang umum di gunakan

adalah obat-obat golongan sedatif hipnotik. Adapun obat-obatan sedatif

hipnotik terbagi menjadi 3 jenis yakni golongan Benzodiazepine, Barbiturate,

dan sedatif hipnotik lain. Contoh obat-obat Benzodiazepine antara lain

Midazolam, Alprazolam, Diazepam, Clobazam, Clonazepam, Clorazepate,

Flurazepam, Lorazepam, Estazolam, Halazepam, Prazepam, Oxazepam dan

Quazepam. Contoh obat-obat golongan Barbiturate antara lain Amobarbital,

Aprobarbital, Butabarbital, Butalbital, Mephobarbital, Metharbital,

Methohexital, Pentobarbital, Secobarbital, Talbutal, Thiamylal dan

Thiopental. Dan beberapa obat lain yang merupakan golongan sedatif-

hipnotik lain adalah Paraldehid, Kloralhidrat, Etklorvinol dan Meprobamat

(Kaplan dkk, 2010).

Obat-obat sintetik tersebut banyak diantaranya dilaporkan bersifat

toksik bahkan menyebabkan kematian dan memiliki rangkaian efek depresan

sistem saraf pusat mulai dari sedasi ringan, meredakan ansietas sampai

anastesi dan koma (Katzung, 2004). Oleh karena itu perlu dicari pengobatan

yang berasal dari alam atau dikenal dengan pengobatan Tradisional.

Pengobatan tradisional yang umum digunakan adalah tanaman obat.

Penggunaan tanaman obat sebagai alternatif memiliki beberapa keuntungan

seperti efek samping yang lebih kecil, harga lebih murah serta dapat

digunakan untuk menangani penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan

dengan pengobatan secara sintetik. Dibandingkan dengan obat-obatan yang

2
3

berbahan kimia, proses pembuatannya mudah, bahan dasar bisa diambil dari

alam, efek samping yang relatif kecil, yaitu dengan menggunakan tanaman

obat atau bagian tanaman obat. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan

sebagai bahan obat adalah Tanaman kecubung (Datura metel L.).

Tanaman kecubung merupakan salah satu tanaman yang mengandung

berbagai senyawa kimia yang terdapat mulai akar, batang, tangkai, daun,

bunga buah dan biji. Senyawa yang terdapat dalam tanaman kecubung terdiri

dari atropin, hiosiamin, skopolamin, dan beberapa senyawa lain yang dapat di

kembangkan sebagai obat herbal. Tanaman kecubung dalam pengobatan

banyak dimanfaatkan antara lain sebagai obat asma, obat sakit gigi, obat bius

dan obat analgesia (Gente, Leman, & Anindita, 2015).

Adapun kandungan alkoloid yang dicurigai paling besar terdapat

dalam akar dan biji yang memiliki kadar antara 0,4%-0,9%. Sedangkan

dalam daun dan bunganya kadar alkaloid tersebut terdiri dari hiosiamin,

atropin, dan skopalamin, dimana kadar alkaloid itu sendiri mempunyai reaksi

biologis tertentu, ada yang bersifat racun dan ada pula yang bersifat sebagai

pengobatan (Ajay Kumar Meena, 2009).

Tanaman kecucbung (D.metel L.) mempunyai khasiat menenangkan

(sedatif) sehingga dapat bermanfaat untuk mengurangi keadaan gelisah, susah

tidur, ataupun sering gugup. Selain itu, tanaman ini berkhasiat untuk

mengobati rematik, sembelit, asma, sakit pinggang, bengkak, encok, eksim,

dan radang anak telinga (Mursito & Prihamantoro, 2011).

3
4

Berdasarkan hasil penelitian tahun 2012 Indar Subekti, Tanti Hidayah,

dan Rostyalina melakukan penelitian untuk menguji aktivitas teh bunga

kecubung (Datura metel L.) terhadap efek sedasi pada mencit balb/c sebagai

bahan alternatif obat tidur yang aman, dengan hasil bahwa teh bunga

kecubung dapat memberikan efek sedasi (tidur). Pada tahun 2015 Meyske

Gente melakukan penelitian untuk menguji efek analgesia ekstrak daun

kecubung wulung (D. metel L.) pada tikus putih jantan dengan hasil bahwa

ekstrak daun kecubung wulung (D.metel L.) memiliki efek analgesik. Pada

tahun 2016 Cut Erina Nurhidayah melakukan penelitian untuk menguji

aktivitas sedatif rebusan daun kecubung gunung (Brugmansia suaveolens)

pada mencit jantan dengan hasil rebusan daun kecubung dan dapat

memberikan efek sedatif pada mencit jantan. Namun belum pernah ada

penelitian sebelumnya mengenai bentuk sediaan suspensi dari bunga tanaman

kecubung sebagai uji efek sedatif.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis melakukan penelitian uji

efek sedatif dari suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (D. metel L.) pada

mencit putih jantan (Mus musculus). Pemilihan bentuk sediaan suspensi yang

akan digunakan dalam penelitian dipilih berdasarkan penelitian-penelitian

sebelumnya dan belum pernah ada yang meneliti dalam bentuk sediaan

suspensi.

4
5

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Apakah dari uji efek

sedatif suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (D. metel L.) dapat

memberikan efek sedatif pada mencit putih jantan (Mus musculus).

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek sedatif suspensi ekstrak etanol bunga

kecubung (D. metel L.) pada mencit putih jantan (Mus musculus).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi adanya pengaruh suspensi ekstrak etanol bunga

kecubung (D. metel L.) terhadap efek sedatif pada mencit putih

jantan (Mus musculus).

2. Mengamati aktivitas suspensi ekstrak etanol bunga kecubung

(D.metel L.) terhadap phenobarbital sebagai obat pembanding pada

mencit putih jantan.

3. Menganalisa efek sedatif dari ekstrak etanol bunga tanaman

kecubung (D. metel L.).

5
6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai bahan-bahan

obat yang berasal dari alam yang dapat memberikan efek sedatif

seperti tumbuhan kecubung (D. metel L.), dan dapat menjadi peluang

dari penelitian selanjutnya.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat dan dunia kesehatan

mengenai bahan alam yang berkhasiat sebagai obat yang memberikan

efek sedatif seperti tumbuhan kecubung (D. metel L.).

1.4.3 Bagi Mahasiswa

Dapat dijadikan bidang tambahan refrensi bagi mahasiswa yang

tertarik dalam bidang farmasetika, farmakognosi maupun farmakologi.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tanaman Kecubung

2.1.1 Deskripsi

Kecubung berasal dari Asia dan Afrika, kemudian tersebar

meluas sampai di Amerika (Tjitrosoepomo, 1994). Tanaman ini

tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas

permukaan laut. Tumbuh di tempat-tempat terbuka, tanah yang

mengandung pasir dan tidak begitu lembab, dengan iklim yang

kering (Sugeng, 1989).

Gambar 2.1. Tanaman kecubung (Datura metel L.)

Menurut Van Steeins (1997), selain tumbuh liar di ladang-

ladang, kecubung sering ditanam di kebun halaman rumah sebagai

tanaman pagar atau tanaman hias yang berkhasiat obat.

7
8

2.1.2 Taksonomi Tanaman Kecubung

Menurut Tjitrosoepomo (1994), kedudukan taksonomi

tanaman kecubung adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Devisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub kelas : Sympetalae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Datura

Spesies : Datura metel L.

2.1.3 Ekologi Dan Penyebaran

Tanaman kecubung (D. metel L.), yang dijumpai orang,

yaitu yang berbunga putih, ada pula yang berwarna putih dengan

tepian mahkota berwarna ungu dan bunga berwarna ungu. Ada

juga kecubung kecil (Datura stramonium L.) yang berbunga kecil

dan berduri hitam pada buahnya (Heyne, 1987). Kecubung yang

berbunga putih sering dianggap paling beracun dibanding jenis

kecubung lainnya yang juga mengandung zat alkaloida

(Tjitrosoepomo, 1994).

8
9

2.1.4 Morfologi

Kecubung (D. metel L.) termasuk tumbuhan jenis perdu

yang mempunyai pokok batang kayu dan tebal, bercabang banyak,

tumbuh dengan tinggi kurang dari 2 meter. Daun kecubung

berwarna hijau berbentuk bulat telur, tunggal, tipis, dan pada

bagian tepinya berlekuk lekuk tajam dan letaknya berhadap-

hadapan. Ujung dan pangkal daun meruncing dan pertulangannya

menyirip (Tampubolon, 1995). Bunga tunggal menyerupai

terompet dan berwarna putih atau lembayung, panjang bunga lebih

kurang 12-18 cm, bunga bergerigi 5-6 dan pendek 3-5 cm.

Tangkai bunga sekitar 1-3 cm, kelopak bunga bertajuk 5 dengan

tajuk runcing. Tabung mahkota berbentuk corong, rusuk kuat, dan

tepian bertajuk 5, tajuk di mahkotai oleh suatu runcingan. Benang

sari tertancap pada ujung dari tabung mahkota dan sebagai bingkai

berambut mengecil ke bawah. Bunga mekar di malam hari,

membuka menjelang matahari tenggelam dan menutup sore

(Anonim, 2007).

9
10

2.1.5 Anatomi

1. Akar

Akar terdiri dari jaringan-jaringan berikut:

a. Jaringan Epidermis

Bulu akar merupakan tonjolan dari epidermis tunggal untuk

menyerap dan menunjang tumbuhan dan disebut trikoblas.

Trikoblas berasal dari pembelahan sel induk epidermis

(protoderm) yang tidak sama besar.

b. Jaringan korteks

Tersusun atas jaringan-jaringan berikut:

1) Eksodermis

Terdiri dari selapis sel, sel panjang, dan memiliki pita

Caspary yaitu bagian dinding primer yang menebal.

2) Endodermis

Terdiri dari selapis sel yang struktur anatomi dan fungsi

fisiologinya berbeda dengan jaringan di sebelah luar dan

dalamnya. Sel endodermis mengalami penebalan

selilosa dan lignin. Sel yang tidak mengalami penebalan

disebut sel peresepan yang terletak di depan protoxilem.

3) Jaringan pengangkut

Terdiri dari xilem dan floem dan unsur bukan

pengangkut. Empulurnya terletak di pusat silinder akar

10
11

dan bersifat seperti parenkim. Xilem akar merupakan

bangunan teras di tengah dengan tonjolan serupa jari-

jari ke arah luar dan di antaranya terdapat floem.

2. Batang

Batang kecubung mempunyai jaringan-jaringan berikut :

a. Jaringan epidermis terdiri dari selapis sel, berbentuk persegi,

dan dinding selnya dilapisi kulit kutikula terdapat stomata

diantara sel-sel epidermis. Derivat epidermis terdiri dari

stomata, trikomata, sel silika, dan sel gabus.

b. Jaringan korteks terdiri dari jaringan parenkim, dan

sklerenkim. Jaringan kolenkim terdapat pada bagian tepi

kortek (periver) dan berbentuk silinder utuh. Jaringan

parenkim terdapat pada bagian tepi dekat permukaan batang

dan mengandung kloroflas. Parenkim berisi tepung, kristal,

dan zat lain. Pada batang muda kecubung, lapisan sel

korteksnya banyak mengandung tepung dan disebut

fluoterma.

c. Jaringan pengangkut terdiri atas xilem dan floem. Xilem

berfungsi mengangkut zat hara dan air dari dalam tanah

menuju ke daun. Sedang floem mengangkut hasil asiminasi

dari daun ke seluruh tubuh.

11
12

d. Tipe jaringan pengangkut pada kecubung adalah tipe berkas

pengangkut bipolateral. Berkas pengangkutnya mempunyai

floem luar dan floem dalam dengan xilem terletak

diantaranya. Stele dengan jaringan pengangkut bikolateral

mempunyai jendela daun dan jaringan interfasikuler tidak

dapat dibedakan satu sama lain.

3. Daun

Daun kecubung mempunyai jaringan-jaringan sebagai berikut:

a. Jaringan Epidermis

Terdiri dari selapis sel dan tidak mengandung plastida yang

berkembang baik kecuali sel penutupnya. Sel penutup

dikelilingi oleh satu atau lebih sel tetangga (salah satunya

lebih kecil) dengan ukuran yang berbeda dari sel epidermis

sekelilingnya. Dinding sel epidermis mengandung kutin dan

lignin. Pada permukaan epidermis daun banyak terdapat

trikoma.

b. Jaringan Mesofil

Mesofil mengalami defresiensi menjadi ;

1) Jaringan palisade

Berbentuk silindris memanjang pada sumbu transfersal

daun dan mengandung banyak kloroflas. Tersusun dalam

ikatan yang padat menjadi 1 lapis atau lebih.

12
13

2) Jaringan bunga karang

Tersusun oleh sel yang tidak teratur, bercabang-cabang,

berisi kloroflas. Sel-selnya dipisahkan ruang antar sel

yang besar. Sel mesofil yang menyelubungi berkas

pengangkut mengandung lebih sedikit kloroflas dan

dindingnya lebih tebal.

c. Jaringan pengangkut

Mengandung xilem dan floem yang fungsinya sama dengan

yang dibatang. Berkas floemnya dibagian adaksial dan berkas

xilem di bagian abaksial. Selain itu juga terdapat tulang daun

yang menguatkan daun serta sebagai jalan transport air dan

zat hara yang terlarut didalamnya pada arus transpirasi dan

pada proses translokasi hasil fotosintesis ke bagian tubuh

lainnya.

4. Bunga

a. Sepala dan petala

Terdiri dari jaringan parenkim, berkas pengangkut, dan

epidermis sepala bewarna hijau karena mengandung

kloroplas. Mesofil sepala tersusun atas sel-sel yang

isodiametris dan renggang. Epidermis sepala dilapisi kutin

tipis dan memiliki trikomata dan stomata.

13
14

Petala tidak berwarna hijau karena ada kromoplas dalam

vakuola. Mesofil petala terdiri dari parenkim yang tersusun

rapat dan renggang. Epidermis petala permukaannya agak

bergelombang berbentuk tonjolan pendek.

b. Stamen (Benang sari)

Tipe berkas pengangkutan stamen Kecubung adalah

amprikribral. Jaringan dasar penyususn tangkai sari adalah

parenkim tanpa ruang antara sel dan jaringan dasar penyusun

kepala sari adalah parenkim yang telah berspesialisasi

menjadi sel kelamin.

c. Ovarium (Bakal buah)

Dinding sel bakal buah terdiri dari parenkim dan berkas

pengangkutan dengan lapisan epidermis di sebelah luar.

5. Buah

Terdiri dari 3 lapisan yaitu epokarpium, mesokarpium,

dan endokarpium. Kulit buah kecubung buah berdaging

berparenkim yang dinding buahnya berasal dari karpela dan

jaringan lain. Bentuknya seperti bangunan yang disusun oleh

parenkim berdinding tipis.

14
15

6. Biji

Terdiri atas beberapa bagian yaitu:

a. Embrio

Bekas pelekatan biji pada plasenta berupa hilum. Embrio

mempunyai 3 jaringan meristem yaitu protodern,

prokambium, dan meristem dasar.

b. Endosperm

Endosperm terdiri dari endosperm non selular, dan helobial.

Endosperm mempunyai sel berdinding tipis dengan vakuola

besar. Berisi cadangan makanan dengan sel-sel yang rapat

tanpa ruang antar sel. Testa berasal dari integumen dan

terdiri dari sel berdinding tipis. Epidermis kulit biji

berdinding tebal dan berisi zat warna.

2.1.6 Kandungan Dan Khasiat

Tanaman kecubung (D. metel L.) mengandung zat alkaloid

yang diketahui merupakan bahan yang dapat digunakan untuk

membius dan juga dapat digunakan sebagai obat. Kandungan

kimia tanaman kecubung antara lain alkaloid skopolamin, saponin,

glikosida, flavonoid dan polifenol. Zat aktif ini bisa menimbulkan

halusinasi (Kartasapoetra, 2006). Semua bagian tumbuhan

kecubung dalam akar, tangkai, daun, buah, bunga dan biji

15
16

mengandung senyawa alkaloid yang sudah dikenal sebagai obat

bius (Dharma, 1985).

Berkhasiat untuk mengobati asma, rematik, sakit pinggang,

pegel linu, bisul, dan eksim (Tjitrosoepomo, 1994). Sebagai anti

asma atau bronkodilator bagian tanaman yang digunakan adalah

daun dan bunga (Depkes RI, 2000). Digunakan untuk mengatasi

sesak napas, nyeri haid, sakit perut, sakit telinga dan bengkak

(Redaksi Agro Media, 2008). Berkhasiat juga sebagai penyembuh

parkinsonisma dan parasimpatolitik (Kartasapoetra, 2006).

Alkaloid merupakan senyawa bersifat basa yang

mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam

gabungan sebagai bagian dari sistem siklik yang bentuknya

bermacam-macam (Heyne, 1987). Sebagian besar alkaloid

merupakan kristal putih yang agak larut dalam air. Alkaloid sering

kali beracun bagi manusia dengan bahaya yang mempunyai

aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan secara luas

dalam pengobatan (Salisbury dan Ross, 1995). Alkaloid dalam

tumbuhan kecubung terdiri dari atropin, hiosiamin dan skopolamin

(Sastrapradja, 1978).

16
17

Gambar 2.2. Struktur (a) atropin, (b) skopolamin dan (c) hiosiamin

Sumber : Maheshwari, 2012.

Atropin berkhasiat antikolinergis kuat dan merupakan

antagonis khusus dari efek muskarin Ach. Atropin juga memiliki

daya kerja atas SSP (antara lain sedatif) dan daya bronchodilatasi

ringan berdasarkan peredaan otot polos bronchi. Skopolamin

adalah derivat-epoksi dari atropin bekerja lebih kuat mengenai

perintangan sekresi ludah dan keringat, juga efek sentralnya kira-

kira 3 kali lebih kuat (sedatif dan hipnotis). Hiosiamin adalah

bentuk levo aktif dari atropin dengan khasiat sentral dan perifer

lebih kuat (Tjay, 2008).

2.2 Sedatif dan Hipnotik

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan

saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung pada dosis mulai dari yang ringan

yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat

17
18

(kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi,

koma dan mati (Gunawan dkk,2007).

Sedatif adalah obat tidur yang dalam dosis lebih rendah dari terapi

yang diberikan pada siang hari untuk tujuan menenangkan. Sedatif

termasuk ke dalam kelompok psikoleptika yang mencakup obat-obat yang

menekan atau menghambat sisem saraf pusat. Sedatif berfungsi

menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan, dan menenangkan

penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak

obat yang khasiat utamanya tidak menekan sistem saraf pusat, misalnya

antikolinergika (Lullmann, 2000).

Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-

faktor kinetik berikut ini (Tjay, 2008) :

1. Lamanya bekerja obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh

2. Pengaruhnya pada kegiatan keesokan harinya

3. Kecepatan mulai bekerjanya

4. Bahaya timbulnya ketergantungan

5. Efek “rebound” insomnia bila pemberian obat dihentikan dengan

mendadak

6. Pengaruhnya terhadap kualitas tidur

7. Interaksi dengan obat-obat lain

8. Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan.

18
19

Suatu bahan sedatif yang efektif harus dapat mengurangi rasa

cemas dan mempunyai efek menenangkan dengan sedikit atau tanpa efek

penekanan terhadap fungsi mental dan motorik. Derajat depresi sistem

saraf pusat yang disebabkan harus minimum dengan konsistensi efikasi

terapeutik (Katzung, 2004).

Untuk mendapatkan efek sedatif biasanya digunakan dosis yang

lebih rendah dari dosis untuk obat tidur. Dosis untuk obat tidur memiliki

efek hipnotik yang dapat menyebabkan kantuk dan tidur. Sedangkan pada

dosis yang lebih besar dapat menimbulkan anestesia dan depresi sistem

saraf pusat (Tjay, 2008).

Secara klinis obat-obatan sedatif hipnotik digunakan sebagai obat-

obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana

nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia, penatalaksanaan kejang serta

insomnia. Obat-obatan sedatif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3

kelompok, yakni:

1. Benzodiazepin: alprazolam, klordiazepoksid, klorazepat, diazepam,

fluarazefam, lorazepam, midazolam

2. Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital,

thiopental

3. Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin: meprobamat,

ketamin, propofol, dekstrometorphan, buspiron, kloralhidrat (FI ed IV,

1995).

19
20

Obat sedatif-hipnotik menimbulkan rangkaian efek depresan sistem

saraf pusat mulai dari sedasi ringan, meredakan anietas sampai anestesi

dan koma. Barbiturat dan benzodiazepin adalah subgrub sedatif-hipnotik

yang terpenting (Katzung, 2004).

Barbiturat merupakan derivat 2,4,6-trioksoheksahidropirimidin

yang mendepresi secara reversibel aktivitas semua jaringan yang dapat

tereksitasi. Barbiturat bekerja di sepanjang SSP, peningkatan penghambat

terjadi terutama pada sinaps tempat neurotransmisi di perantarai oleh

gamma aminobutyric acid (GABA) yang bekerja pada reseptor GABA

(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2012).

2.3 Fenobarbital

Fenobarbital merupakan obat sedatif hipnotik dari golongan

barbiturat. Banyak masalah yang berhubungan dengan obat golongan ini,

antara lain tingginya penyalahgunaan obat, indeks terapi yang sempit, dan

efek samping yang tidak menyenangkan seperti pusing dan mual.

Fenobarbital saat ini digunakan sebagai lini pertama untuk mengatasi

gejala bangkitan kejang, status epilepsi, dan sebagai obat sedasi pada siang

hari (Brunton, 2011).

20
21

Gambar 2.3. Struktur Kimia Fenobarbital

Fenobarbital merupakan derivat asam barbiturat dengan ikatan

gugus etil pada rantai karbon 5a dan phenyl pada rantai karbon 5b.

Fenobarbital ini bila digunakan sebagai anti hipnotik-sedatif, diberikan

secara oral. Obat ini diabsorbsi cepat dan beredar luas di seluruh tubuh.

Ikatan fenobarbital pada protein plasma tinggi tetapi tingkat kelarutan

lemak tidak begitu tinggi. Dosis sedasi 15-30 mg. Fenobarbital mencapai

kadar puncak dalam 60 menit dengan durasi kerja 10 hingga 12 jam,

waktu paruh dari fenobarbital adalah 80 hingga 120 jam. Fenobarbital

dimetabolisme di hati dan diekskresikan ke urin. Kira-kira 25%

fenobarbital diekskresi di urin dalam bentuk utuh (Sweetman, 2009).

Efek utama fenobarbital adalah depresi pada sistem saraf pusat.

Efek ini dicapai dengan cara berikatan dengan komponen-komponen

molekuler reseptor GABA pada membran neuron sistem saraf pusat. Ikatan

ini akan meningkatkan lama pembukaan kanal ion klorida yang diaktivasi

oleh GABA. Pada konsentrasi tinggi, fenobarbital juga bersifat sebagai

21
22

GABA-mimetik dimana akan mengaktifkan kanal klorida secara langsung

(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2012).

2.3.1 Indikasi dan Kontraindikasi

Fenobarbital digunakan pada terapi darurat kejang, seperti

tetanus, eklamsia, status epilepsi, keracunan konpulsan.

Fenobarbital juga digunakan sebagai obat sedasi pada siang hari.

Fenobarbital tidak boleh diberikan pada penderita alergi

fenobarbital, penyakit hati, atau ginjal, hipoksia, dan penyakit

parkinson. Dan juga tidak boleh diberikan pada penderita

psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di

malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut (Gunawan,

2007).

2.3.2 Efek Samping

Pemakaian ulang fenobarbital pada beberapa individu lebih

menimbulkan eksitasi dari pada depresi. Fenobarbital sesekali

menimbulkan mialgia, neuralgia, atralgia, terutama pada pasien

psikoneuritik yang menderita insomnia. Bila diberikan dalam

keaadaan nyeri dapat menimbulkan gelisah, eksitasi, bahkan

delirium. Reaksi alergi terutama terjadi pada individu yang

menderita asma, urtikaria, dan keadaan serupa. Segala bentuk

hipersensitivitas dapat terjadi terutama dermatosis. Jarang terjadi

dermatosis yang berakhir fatal pada penggunaan fenobarbita,

22
23

erupsi pada kulit kadang-kadang disertai demam, delirium, dan

kerusakan gegenerasi hati (Gunawan, 2007).

Fenobarbital dalam penelitian ini digunakan sebagai obat

sedasi yang diberikan pada kelompok kontrol positif. Fenobarbital

digunakan sebagai kontrol positif karena obat ini adalah salah satu

obat anestesi yang sering dimanfaatkan efek sedasinya untuk

menenangkan pasien. Selain itu fenobarbital relatif murah dan

mudah didapat dibandingkan golongan barbiturat lainnya.

2.4 Etanol

Etanol merupaka senyawa kimia yang pertama kali ditemukan

rumus kimianya. Etanol adalah alkohol 2-karbon dengan rumus molekul

CH3CH2OH. Rumus molekul dari etanol itu sendiri adalah C2H5OH

dengan rumus empirisnya C2H6O. Rumus kimia umumnya adalah

CnH2n+1O. Sebuah notasi alternatif adalah CH3-CH2-OH, yang

mengindikasikan bahwa karbon dari gugus metil (CH3-) melekat pada

karbon dari gugus metilen (-CH2-) yang melekat pada oksigen dari gugus

hidroksil (OH-). Etanol sering disingkt sebagai Et-oH, menggunakan

notasi kimia umum mewakili gugus etil (C2H5) dengan Et.

Gambar 2.4. Struktur Etanol

23
24

Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon

yang berkaitan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua hidrogrn

atom yang terikan dengannya juga. Reaksi kimia yang dijalankan oleh

etanol kebanyakan berputar pada gugus hidroksilnnya. Rumus kimia

adalah rumus yang melambangkan jumlah atom unsur yang menyusun

senyawa beserta nama atomnya. Rumus kimia juga dikenal dengan nama

rumus molekul, karena penggambaran yang nyata dari jenis dan jumlah

atom unsur penyusun senyawa yang bersangkutan.

2.5 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain, berupa

bahan yang sudah dikeringkan (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Simplisia dibagi tiga golongan, yaitu:

1. Simplisia nabati, adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian

tanaman dan eksudat tanaman.

2. Simplisia hewani, simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat

yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia mineral, simplisia berasal dari bumi baik yang telah diolah

atau belum diolah, tidak berupa zat kimia murni.

24
25

2.6 Penyarian Tanaman

2.6.1 Pengertian Penyarian

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari

bahan yang tidak dapat larut dengan larutan cair. Simplisia yang

disari, mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak larut

seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Zat aktif yang

semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga

terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut (Lien, 2015).

2.6.2 Cairan Penyari

Kriteria cairan penyari haruslah memenuhi syarat antara lain

murah dan mudah didapa, stabil secara fisik dan kimia, breaksi

netral, tidak menguap dan mudah terbakar, selektif yaitu menarik zat

yang berkhasiat, tidak mempengaruhi zat berkhasiat dan

diperolehkan oleh peraturan atau legal (Lien, 2015).

Jenis pelarut berhubungan dengan polaritas dari pelarut

tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah

senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah

tertarik dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama.

Berkaitan dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan

pelarut yaitu, pelarut polar yaitu suatu pelarut memiliki tingkat

kepolaran tinggi, cocok untuk mengekstrak senyawa yang polar dari

tanaman. Contoh pelarut polar adalah air, methanol dan asan asetat.

25
26

Pelarut semi polar yaitu pelarut yang memiliki tingkat kepolaran

yang lebih rendah dibandingkan pelarut polar. Contoh pelarut semi

polar adalah etanol, aseton, etil asetat, kloroform. Terakhir pelarut

non polar, pelarut ini baik untuk mengekstrak senyawa–senyawa

yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar. Contoh pelarut non

polar yaitu heksana dan eter (Lien, 2015).

2.7 Ekstrak dan Ekstraksi

2.7.1 Pengertian

Ekstrak kental adalah sediaan cair yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati dan simplisia

hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau

hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Lien, 2015).

Ekstraksi adalah salah satu cara penarikan yang tepat dengan

cairan yang sesuai disertai pemisahan ampas yang hasil

penarikannya akan menghasilkan preparat galenik yang dikehendaki

(Syamsuni, 2007).

26
27

2.7.2 Cara-Cara Penarikan

1. Ekstraksi Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan

merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari pada suhu

biasa ataupun memakai pemanasan. Pharmacopoeia Belanda

VI (Ph. Belanda VI) menetapkan suhunya 15º - 25º. Maserasi

juga merupakan proses pendahuluan untuk pembuatan secara

perkolasi. Berapa lama simplisia harus dimaserasi, tergantung

pada keadaannya, biasanya ditentukan pada tiap pembuatan

sediaan. Jika tidak ada ketentuan lain, biasanya setengah

sampai dua jam, sedangkan menurut Pharmacopoeia Belanda

VI (Ph. Belanda VI) untuk pembuatan ekstrak atau tingtur

adalah 5 hari (Syamsuni, 2007).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang

disebut perkolator yang simplisianya terendam dalam cairan

penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes

secara beraturan sampai memenuhi syarat yang telah

ditetapkan. Cara perkolasi ini umumnya digunakan untuk

pembuatan sediaan galenik yang pekat, ekstrak, ekstrak cair,

oleoresin dan resin. Pada proses penarikan ini, cairan penyari

27
28

akan turun perlahan-lahan dari atas melalui simplisia

(berlainan dengan maserasi yang cairannya tidak mengalir).

Perkolasi dengan tekanan maksudnya adalah cairan penyari

“diisap” keluar dengan memakai alat yang disebut diakolator

(Syamsuni, 2007).

2. Ekstraksi Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada

temperature titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik

(Lien, 2015).

b. Sokhlet

Sokhlet adalah ekstraki menggunakan pelarut yang

selalu baru, yang umumnya dilakukan dengan alat khusus

sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif

konstan dengan adanya pendingin balik (Lien, 2015).

c. Infus

Menurut farmakope Indonesia IV (FI IV), infusa adalah

sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia

nabati dengan air pada suhu 90º C selama 15 menit (Syamsuni,

2007).

28
29

2.8 Na CMC (NatriumCarboxy methyl Sellulosa)

Gambar 2.5. Struktur CMC

(Sumber :http://resepkimiaindustri.blogspot.com/)

2.8.1 Pengertian

CMC adalah ester polimer selulosa yang larut dalam air

dibuat dengan mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan

selulosa basa (Fardiaz, 1987).

Menurut Winarno (1991), Natrium Carboxy methyl

selulosa merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas

oleh industri makanan adalah garam Natrium carboxyl methyl

selulosa murni kemudian ditambahkan Na kloroasetat untuk

mendapatkan tekstur yang baik. Selain itu juga digunakan untuk

mencegah terjadinya retrogradasi dan sineresis pada bahan

makanan. Adapun reaksi pembuatan CMC adalah sebagai berikut:

ROH + NaOH                                      R-Ona + HOH

R-ONa + Cl CH2COONa                   RCH2COONa + NaCl

29
30

Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan

selulosa yang mudah larut dalam air. Oleh karena itu CMC mudah

dihidrolisis menjadi gulagula sederhana oleh enzim selulase dan

selanjutnya difermentasi menjadi etanol oleh bakteri (Masfufatun,

2010).

Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari

selulosa dan ini sering dipakai dalam industri makanan untuk

mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC ada beberapa

terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel,

sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan

penyebaran antibiotik (Winarno, 1985).

Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil,

pengental, pengembang, pengemulsi dan pembentuk gel dalam

produk pangan khususnya sejenis sirup yang diijinkan oleh Menteri

Kesehatan RI, diatur menurut PP. No. 235/ MENKES/ PER/ VI/

1979 adalah 1-2%. Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik

digunakan untuk memperbaiki kenampakan tekstur dari produk

berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat

air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel

yang dibentuk oleh CMC (Manifie, 1989).

Untuk industri-industri makanan biasanya digunakan

sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah

30
31

yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup).

Pada pembuatan sirup gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan

dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan

sukrosa yang disebut gula invert (Winarno, 1995).

2.8.2 Fungsi Na CMC ( Natrium Carboxy methyl cellulose )

1. Na CMC (Natrium Carboxy methyl cellulose) di gunakan

dalam bidang pengeboran minyak sebagai bahan lumpur

pengeboran, di mana bertindak sebagai viskositas.

2. Na CMC (Natrium Carboxy methyl cellulose) biasa di gunakan

dalam menjaga stabilitas dingin dalam anggur.

3. Na CMC (Natrium Carboxy methyl cellulose) berfungsi dalam

bidang obat-obatan sebagai agen penebalan.

4. Na CMC (Natrium Carboxy methyl cellulose) berfungsi dalam

bidang obat-obatan sebagai pengental.

5. Na CMC (Natrium Carboxy methyl cellulose) berfungsi

membentuk campuran eutektik yang mengakibatkan titik beku

pada es lebih rendah hal ini biasa digunakan dalam paket es.

6. Na CMC (Natrium Carboxy methyl cellulose) berfungsi dalam

pembuatan produk kertas.

7. Na CMC (Natrium Carboxy methyl cellulose) berfungsi dalam

pembuatan cat berbasis air.

31
32

8. Na CMC (Natrium Carboxy methyl cellulose) berfungsi

sebagai obat pencahar.

9. Na CMC (Natrium Carboxy methyl cellulose) berfungsi

dalam pembuatan sabun/ cream.

10. Na CMC (Natrium Carboxy methyl cellulose) berfungsi

dalam pembuatan pasta gigi.

2.9 Suspending Agent (SA)

Suspending agent adalah bahan tambahan yang berfungsi

mendispersikan partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan

viskositas sehingga kecepatan sedimentasi diperlambat.

Menurut Aulton (1989), bahan pensuspensi dapat dikelompokkan

menjadi:

1. Polisakarida

Yang termasuk golongan polisakarida yaitu:

a. Acacia/ Gom

Merupakan bahan alam yang berasal dalam getah eksudat

dari tanaman acasia serbuk berwarna putih. Mudah terkontaminasi

oleh sebab itu perlu disterilisasi terlebih dahulu sebelumnya

(Aulton, 1989). Biasanya digunakan dalam bentuk mucilago

dengan 35% terdispersi dalam air (King, 1984).

32
33

b. Tragacant

Merupakan ekstrak kering dari tanaman semak Astragalus,

umumnya tidak larut dalam air dan baik untuk membuat

kekentalan yang sedang. Secara umum penggunaannya lebih sulit

dari pada acacia. Biasanya digunakan dalam bentuk mucilago 6%

(King, 1984).

c. Na Alginat

Berasal dari rumput laut, mengandung bagian asam dan

bagian garam. Bagian asam dan garam kalsiumnya tidak larut

dalam air sebaliknya garam natrium, garam kalium dan garam

ammonium alginat larut dalam air. Penggunaan 3-6% akan

membentuk gel seperti salep (Voight, 1995).

d. Starch

Digunakan dalam bentuk kombinasi bersama

Caboxymethilcellulose sebanyak 2,5% dalam air akan

menghasilkan produk kental (Aulton, 1989).

e. Xanthan Gum

Merupakan polisakarida semisintesis mengandung garam

natrium, kalsium dan kalium dengan berat molekul tinggi. Larut

dalam air panas dan dingin, digunakan dengan kadar 0,5% (Aulton,

1989).

33
34

f. Povidon

1. Larut dalam air dan etanol

Memilki pH 3-7, digunakan dalam sediaan suspensi sebagai

suspending agent dengan kadar >5% (Wade, 1994).

2. Cellulose larut dalam air

a) Methylsellulose

Larut dalam air dingin tetapi tidak larut dalam air

panas (King, 1984). Konsentrasi methylsellulose >1%

memberi larutan air yang jernih, sedangkan pada

konsentrasi 5-10% mengarah pada pembentukan gel yang

bersifat plastis yang digunakan untuk terapi kutan (Voight,

1995).

b) Hidroksietilcellulose

Larut dalam air dingin dan panas, memiliki aktivitas

permukaan yang rendah, bereaksi netral dan menunjukkan

koagualsi bolak-balik (Aulton, 1989). Pada konsentrasi 10-

15% membentuk gel seperti salep (Voight, 1995).

c) Natriumcarboksimethylsellulose

Larut dalam air dingin dan panas menghasilkan

larutan jernih. Lebih sensitIf terhadap pH dibandingkan

dengan metilselulosa. Stabil pada pH 5-10. Digunakan pada

konsentrasi antara 0,25-1% (Aulton, 1989). Menghasilkan

34
35

empat kekentalan yang rendah, sedang tinggi dan ekstra

tinggi (Jenkins dkk, 1995). Pembuatan mucilago dengan

menaburkan Na-CMC diatas air panas sebanyak 20 kalinya.

Biarkan sampai mengembang kemudian gerus sampai

homogen.

2. Tanah Liat (Clay)

Menurut Jankins (1995) ada 2 jenis tanah liat yang digunakan

sebagai pensuspensi, yaitu:

a) Bentonit

Suatu clay yang tidak dapat larut dalam air tetapi dapat menyerap

air dalam membetuk suatu suspensi yang kental.

b) Veegum

Merupakan gabungan dari magnesium dan aluminium silikat

yang digunakan sebagai pengental dengan kadar 0,25-2%.

Suspending agent berfungsi mendispersikan partikel tidak larut

kedalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan

pengendapan bisa diperkecil. Mekanisme kerja suspending agent adalah

untuk memperbesar kekentalan (viskositas), tetapi kekentalan yang

berlebihan akan mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan.

35
36

2.10 Tinjauan Tentang Suspensi

2.10.1 Pengertian Suspensi

Menurut Farmakope Indoesia edisi III, th 1979, suspensi

adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk

halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.

Menurut Farmakope edisi IV th. 1995, suspensi adalah

sediaan yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi

dalam fase cair. Dari pengertian-pengertian di atas maka suspensi

adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam

bentuk halus yang terdispersi dalam cairan pembawa yaitu fase cair.

Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain

berupa sediaan padat yang harus dikonstiusikan terlebih dahulu

dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan. Beberapa

suspensi yang diberi etiket sebagai lotio termasuk dalam golongan

ini (Syamsuni, 2006).

Suspensi sering di sebut pula mikstur gojog (mixtura

agitanda). Bila obat dalam suhu kamar tidak larut dalam pelarut

yang tersedia maka harus dibuat mikstur gojog atau disuspensi

(Anief, 2006).

Penandaan pada suspensi opthalmik dan suspensi untuk injeksi

tidak diperlukan penandaan kocok dahulu, karena sediaan suspensi

36
37

tersebut merupakan sediaan steril yang bebas partikel asing

(Syamsuni, 2006).

Suspensi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua

fase yaitu fase luar dan kontinue umumnya merupakan cairan atau

semi padat dan fase terdispersi atau fase dalam terbuat dari partikel -

partikel kecil yang pada dasarnya tidak larut tapi terdispersi

seluruhnya pada fase kontinue (Patel dkk, 1994). Suspensi secara

umum dapat didefinisikan sebagai sediaan yang mengandung obat

padat dalam bentuk halus dan tidak larut terdispersi dalam cairan

pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat

mengendap dan bila dikocok perlahan-lahan endapan harus segera

terdispersi kembali (Anief, 2007).

Suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara yaitu:

1. Topikal

Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung

partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang

ditujukan untuk penggunaan pada kulit.

2. Tetes Telinga

Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang

mengandung partikel-partikel yang ditujukan untuk diteteskan

pada telinga bagian luar.

37
38

3. Opthalmik

Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang

mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan

pembawa untuk pemakaian pada mata.

4. Injeksi

Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa

suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh

menyumbat jarum suntiknya serta tidak di suntikkan secara

intravena.

5. Injeksi Terkonstitusi

Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat

kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk

larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril

setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

6. Oral

Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel

padat yang terdispersi dalam pembawa cair bahan pengaroma

yang sesuai yang ditujukan untuk penggunaan oral. Ada

beberapa alasan pembuatan sedian supensi oral salah satunya

adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada

dalam larutan tapi stabil bila disuspensi. Selain itu, untuk

banyak pasien bentuk cairan lebih banyak disukai daripada

38
39

bentuk padat (tablet dan kapsul). Karena mudahnya menelan

cairan dan keleluwasan dalam pemberian dosis aman dan mudah

diberikan untuk anak-anak (Ansel, 1989).

Adapun sifat-sifat spesifik yang untuk suspensi farmasi

(Ansel, 1989):

1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat dan

mengendap secara lambat dan harus rata lagi bila dikocok.

2. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran

partikel suspensi tetap agak konstan untuk waktu lama pada

penyimpanan.

3. Supensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan

homogen.

2.10.2 Syarat - Syarat Suspensi

Sesuai dengan definisi suspensi bahwa bahan padat

pendispersi dalam cairan pembawa, maka zat yang terdispersi harus

halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika di kocok perlahan-

lahan endapan harus segera terdispersi kembali, dapat mengandung

zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan

suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan

di tuang (FI III, 1979).

Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intra vena (iv) dan

intratekal. Sedangkan suspensi obat mata harus steril, zat yang

39
40

terdispersi harus sangat halus. Jika disimpan dalam wadah dosis

ganda harus mengandung bakterisida. Suspensi harus dikocok

sebelum digunakan. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup

rapat. Untuk menambah stabilitas suspensi dapat menambah

beberapa macam zat tambahan yang berfungsi sebagai bahan

pengawet maupun untuk menambah kekentalan suspensi (FI III,

1995).

Untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad

renik lainnya pada pembuatan suspensi, dapat ditambahakan zat

pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang akan

diwadahkan dalam wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda

(Formas Edisi II, 1978).

2.10.3 Metode Pembuatan Suspensi

1. Metode Dispersi

Serbuk yang terbagi halus, didispersi didalam cairan

pembawa. Umumnya sebagai cairan pembawa adalah air.

Dalam formulasi suspensi yang penting adalah partikel-partikel

harus terdispersi betul dalam air, mendispersi serbuk yang tidak

larut dalam air, kadang-kadang sukar. Hal ini disebabkan karena

adanya udara, lemak, dan lain-lain. Kontaminan pada permukaan

serbuk. (Farmasetika, hal 165 edisi III).

40
41

2. Metode Precipitasi

Dengan pelarut organik dilakukan dengan zat yang tidak

larut dalam air, dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang dapat

dicampur dengan air, lalu ditambahkan air suling dengan kondisi

tertentu. Organik yang digunakan adalah etanol, methanol,

propilenglikol dan gliserin. Yang perlu diperhatikan dengan

metode ini adalah kontrol ukuran partikel, yaitu terjadinya

bentuk polimorf atau hidrat dari kristal (Farmasetika, hal 165

edisi III).

2.10.4 Sistem Pembentukan Suspensi

Pada pembuatan suspensi terdapat dua macam sistem yaitu :

1. Sistem defukolasi, partikel defukolasi mengendap perlahan

akhirnya membentuk sedimen, akan terjadi agregasi, dan

akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi

kembali (Syamsuni, 2006).

2. Sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat

mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake yang

mudah tersuspensi (Syamsuni, 2006).

41
42

2.10.5 Stabilitas Suspensi

Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi, yaitu:

1. Ukuran Partikel

Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang

partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu.

Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan

terbalik dengan luas penampangnnya. Sedangkan hubungan

antara luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan

hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka

semakin kecil luas penampangnya (Lachman, 1994).

2. Kekentalan (Viskositas)

Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan

aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan, kecepatan

alirannya makin turun (kecil). Dengan demikian, dengan

menambah viskositas cairan gerakan turun dari partikel yang

dikandungnya akan di perlambat (Lachman, 1994).

Viskositas suatu suspensi dapat ditentukan dengan

menggunakan alat viskometer Oswald - Ubbelohde secara tidak

langsung menggunakan cairan pembanding yang telah diketahui,

hal ini dapat dibuktikan dengan hukum “STOKES” (Lachman,

1994).

42
43

3. Jumlah Partikel (Konsentrasi)

Jika di dalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah

besar, maka partikel akan susah melakukan gerakan yang bebas

karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan

itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut,

Oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar

kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang

singkat (Lachman, 1994).

4. Sifat atau Muatan Partikel

Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari

beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu

sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi

antara bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut

dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah

merupakan sifat alam, maka tidak dapat mempengaruhinya

(Lachman, 1994).

2.10.6 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Suspensi

Pembuatan suspensi mempunyai beberapa keuntungan yaitu:

1. Bahan larut tidak berguna sebagai pendispersi, yang dapat

memperlambat terlepasnya obat.

2. Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk

larutan.

43
44

3. Mempunyai homogenitas tinggi.

4. Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan

dalam larutan, Karena rasa obat yang tergantung kelarutannaya

(Anief, 2006).

Pembuatan suspensi juga mempunyai beberapa kerugian, yaitu:

1. Rasa obat dalam suspensi lebih jelas.

2. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain,

misalnya pulveres, tablet dan kapsul.

3. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi

kimia antar kandungan dalam suspensi dimana terdapat air

sebagai katalisator (Syamsuni, 2006).

2.11 Tinjauan Tentang Hewan Uji

Gambar 2.6. Mencit Putih Jantan (Mus musculus) (Tetebano,2011).

44
45

2.11.1 Klasifikasi Mencit (Mus musculus)

Adapun klasifikasi mencit adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus (Akbar, 2010).

2.11.2 Mencit (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) termasuk mamalia pengerat

(rodensia) yang cepat berkembang biak, mudah di pelihara dalam

jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomi

dan fisiologinya terkarakteristik dengan baik. Mencit yang sering

digunakan dalam penelitian di laboratorium merupakan hasil

perkawinan tikus putih “inbreed” maupun “outbreed”. Dari hasil

perkawinan sampai generasi 20 akan dihasilkan strain-strain murni

dari mencit (Akbar, 2010).

2.11.3 Karakteristik Mencit (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) memiliki ciri-ciri berupa bentuk

tubuh kecil, berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5

hari. Kondisi ruang untuk pemeliharaan mencit (Mus musculus)

45
46

harus senantiasa bersih, kering dan jauh dari kebisingan. Suhu

ruang pemeliharaan juga harus dijaga kisarannya antara 18 - 19º C

serta kelembaban udara antara 30 – 70% (Akbar, 2010).

Mencit betina dewasa dengan umur 35 – 60 hari memiliki

berat badan 18 – 35 g. Lama hidupnya 1 – 2 tahun, dapat

mencapai 3 tahun. Masa reproduksi mencit betina berlangsung 1,5

tahun. Mencit betina ataupun jantan dapat dikawinkan pada umur

8 minggu. Lama kebuntingan 19 -20 hari. Jumlah anak mencit

rata-rata 6 – 15 ekor dengan berat lahir antara 0,5 – 1,5 g (Akbar,

2010).

Mencit sering digunakan dalam penelitian dengan

pertimbangan hewan tersebut memiliki beberapa keuntungan yaitu

daur tekstrusnya teratur dan dapat dideteksi, periode

kebuntingannya relatif singkat dan mempunyai anak yang banyak

serta terdapat keselarasan pertumbuhan dengan kondisi manusia

(Akbar, 2010).

2.12 Uji Efek Antidepresan

Uji efek antidepresan dapat dilakukan dengan beberapa metode

antara lain uji berenang paksa (forced swim test), uji penggantungan ekor

(tail suspension test), dan uji roda berputar (rotate road test).

46
47

Uji berenang paksa (forced swim test), dengan cara hewan coba

yang telah dibuat stres dengan cara dimasukkan kedalam wadah yang telah

diisi air dengan ketinggian 25 cm selama 6 menit dan dilakukan

pengukuran immobility time. Pengukuran immobility time dilakukan

dengan mengakumulasi waktu hewan coba saat diam atau mengambang

bergerak di dalam air, hanya membuat gerakan-gerakan diperlukan untuk

menjaga kepala di atas air. Penurunan durasi immobility time dapat

diambil sebagai ukuran antidepresan (Zomkowski et al., 2004).

Uji penggantungan ekor (tail suspension test) dilakukan dengan

cara hewan uji yang akan digunakan dibuat stres dengan cara

menggantung ekor tikus pada tiang setinggi 50 cm selama 3 menit setiap

hari, perlakuan ini dilakukan selama 10 hari. Yang dinilai dari tes ini

adalah immobility time hewan uji (Cryan et al., 2005).

Uji roda berputar (rotate road test) dilakukan dengan cara hewan

uji diletakkan pada alat rotarod yang terdapat batang dengan diameter 3cm

yang berputar dengan kecepatan 10 rpm. Kemudian diukur waktu

reaksinya. Waktu reaksi yang dihitung mulai mencit diletakkan pada roda

berputar sampai waktu hewan coba jatuh dari batang tersebut (Murni,

2006).

47
48

2.13 Forced Swimming Tes (FST)

Forced Swimming Test merupakan suatu metode pengujian stamina

dengan melihat koordinasi motorik terutama kontrol sistem saraf pusat dan

melihat efikasi dari perlakuan yang diberikan pada hewan uji. Pengukuran

immobility time dilakukan dengan cara memaksa mencit untuk berenang

dalam tabung terbuka (diameter 10 cm, tinggi 25 cm) yang berisi air

dengan ketinggian 15 cm. Tes ini berdurasi selama 6 menit, dan dinilai

pada saat hewan uji tidak bergerak di dalam air. Setiap hewan uji itu

dinilai tidak bergerak ketika berhenti berjuang dan tetap mengambang

bergerak di dalam air, hanya membuat gerakan - gerakan diperlukan untuk

menjaga kepala di atas air. Penurunan durasi immobility time selama

forced swim test (FST) itu dapat diambil sebagai tanda ukuran

antidepresan (Zomkowski et al., 2004).

Kondisi immobilitas ini dipandang sebagai suatu mekanisme

survival, dimana dengan kondisi tersebut, mencit akan berhenti berenang

dan hanya mengambang diatas permukaan air (Septianingtyas, 2011).

Kondisi fisik yang dapat diamati pada mencit dalam metode ini

adalah kemampuan hewan uji mencit dalam berjuang mempertahankan

diri diatas air, kemampuan berenang dan juga kemampuan mengambang

(Anonim, 2013).

Data pengamatan yang diperoleh adalah nilai durasi immobility

yang didapatkan dengan menjumlahkan total waktu tidak bergerak

48
49

(Immobile) (Buccafusco, 2009). Metode ini digunakan menguji,

mengevaluasi, dan mendeteksi mekanisme aksi antidepresan pada hewan

pengerat seperti peningkatan aktivitas psikomotor, peningkatan

konsentrasi serotonin dan mendeteksi disfungsi sistem glutaminergik

(peningkatan konsentrasi glutamat) yang berhubungan dengan immobility.

Pengamatan durasi immobility pada hewan uji mengindikasikan depresi

atipikal yang ditandai dengan kepasifan. Metode ini menggambarkan

keadaaan depresi hewan uji yang sama dengan depresi manusia seperti

perasaan (Gould, 2009; Preveen et al., 2014; Sadock et al., 2015).

49
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara

variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin di

teliti (Notoadmojo, 2012).

Sedatif

Bahan Sedatif Alami

Berikatan Secara
Selektif
Formulasi Suspensi
Ekstrak Bunga
Kecubung

Menimbulkan
Efek Sedasi

Intensitas
Immobility Time
Keterangan :

= Tidak diteliti

= Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

50
51

3.2 Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


penelitian Operasional Data
1 Variabel bebas Ekstrak Bunga Gelas ukur, Dengan Konsentrasi Nominal
(Independen kecubung yang tabung menimbang suspensi.
variabel) : dikeringkan erlenmeyer, hasil ekstrak
suspensi ekstrak (simplisia) di beaker yang di
etanol bunga lakukan glass, hasilkan dari
kecubung perajangan timbangan. proses
(Datura metel L) hingga menjadi ekstraksi
partikel-partikel menggunakan
kecil kemudian di metode
rendam dengan maserasi.
cairan penyari
yaitu etanol 96%
sampai menjadi
sediaan ekstrak
etanol yaitu
ekstrak kental.

2 Variabel terikat Perubahan Pengamatan Metode Forced Intensitas Nominal


(Dependent aktivitas mencit Swiming Test Immobility
variable) : Efek yang terjadi (FST) Time.
sedatif pada selama satu jam.
mencit putih
jantan galur
wistar.

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah mencit putih jantan (Mus

musculus) memiliki efek sedatif karena pemberian suspensi ekstrak etanol

bunga kecubung (Datura metel L.) dengan dosis 40mg/kgBB.

51
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan true eksperiment (eksperimen

sesungguhnya) dengan rancangan Posttest Only Control Groups Design

yaitu jenis penelitian yang mengamati variabel hasil pada saat yang sama

terhadap kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, setelah perlakuan

diberikan kepada kelompok hewan percobaan dengan pengulangan sesuai

perlakuan (Notoadmojo, 2012).

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2018

4.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram.

52
53

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek

yang diteliti (Notoadmojo, 2012). Populasi dalam penelitian ini

adalah hewan uji mencit putih (Mus musculus).

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoadmojo, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah hewan

uji mencit putih jantan (Mus musculus) galur wistar dengan kisaran

BB antara 20 – 30gram dan berumur 2 – 3 bulan.

4.4 Metode Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel unit eksperimen yang digunakan

bersifat non random purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang

didasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri dan

berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoadmojo, 2012). sampel yang digunakan adalah hewan

uji mencit putih jantan Mus musculus galur wistar. Adapun kriteria mencit

yang digunakan adalah mencit putih jantan Mus musculus galur wistar

yang berumur 2 – 3 bulan dengan kisaran berat badan antara 20 – 30 gram

dan dalam keadaan sehat.

53
54

4.5 Rancangan Unit Eksperimen

4.5.1 Perlakuan dalam Penelitian

1. Ko (Kontrol Negatif) : Pemberian Suspending Agent Na-CMC.

2. Ki (Kontrol Positif) : Pemberian phenobarbital

3. TI Pemberian suspensi ekstrak etanol bunga tanaman kecubung

dengan dosis 40mg/kg BB (Nurhidayah, 2016).

4.5.2 Jumlah Unit Percobaan

Jumlah reflikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

3 replikasi. Jumlah hewan uji yang digunakan yaitu sebanyak 9

ekor mencit putih jantan (Mus musculus).

Tabel 4.1 Jumlah mencit putih jantan yang digunakan saat


penelitian
Kontrol Replikasi Total
Positif (+) 3 kali 3 ekor
Perlakuan Ekstrak :
Dosis 40 mg/kg 3 kali 3 ekor
Negatif (-) 3 kali 3 ekor
Total 9 Ekor
Jumlah unit percobaan dapat ditentukan apabila jumlah

reflikasi atau pengulangan percobaan sudah diketahui yaitu dengan

menggunakan rumus Federel :

(n – 1) (t – 1) ≥15

Keterangan :

n = Jumlah Perlakuan

t = Jumlah Pengulangan

(n – 1) (t – 1)≥15

54
55

(3 – 1) (t – 1) ≥15

2 (t – 1) ≥15

2t – 2 ≥15

2t ≥17

t≥17/2

t ≥8,5 Jadi 9 ekor mencit (Hanafiah, 2016).

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Instrumen Penelitian

1. Alat

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Mortir dan Stamper

b. Botol Sediaan Suspensi 100 ml

c. Beaker Glass

d. Gelas Ukur

e. Tabung Reaksi

f. Timbangan Analitik

g. Stopwatch

h. Tisu

i. Lap

j. Batang Pengaduk

k. Sonde oral

55
56

l. Akuarium mencit

m.Bejana Maserasi

n. Kandang mencit

2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :

a. Bunga tanaman kecubung (Datura metel L.)

b. Mencit putih jantan (Mus mussculus.)

c. Phenobarbital tablet

d. Aquadest

e. Na CMC

f. Etanol 96%

4.6.2 Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah mencit yang sudah dewasa,

sehat dan beraktivitas normal, umur 2-3 bulan dengan berat badan 20-

30 gr. Mencit disiapkan sebanyak 9 ekor yang dibagi dalam 3

kelompok, masing-masing terdiri dari 3 ekor.

4.6.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Bunga Kecubung(Datura metel L.)

Pada saat pembuatan ekstrak etanol bunga tanaman kecubung

ada beberapa tahap yang dilakukan :

1. Timbang simplisia bunga tanaman kecubung

2. Masukkan kedalam bejana maserasi, simplisia, bunga tanaman

kecubung dibasahi dan direndam menggunakan etanol 96% sampai

56
57

terendam. Simplisia bunga tanaman kecubung yang digunakan

100gr, etanol 96% yang digunakan untuk membasahi simplisia

sebanyak 500 ml. Total etanol yang digunakan adalah 500 ml.

3. Wadah ditutup rapat, tunggu selama 3-5 hari, simpan pada suhu

kamar dan terlindung dari cahaya matahari. kemudian disaring,

diuapkan sampai memperoleh ekstrak kental.

4.6.4 Skrining Fitokimia

Ekstrak etanol bunga kecubung (Datura metel L.) digunakan pada uji

skrining fitokimia.

1. Pemeriksaan Alkaloid

Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorf.

Pengamatan positif bila timbul warna merah jingga.

2. Pemeriksaan Flavonoid

a. Filtrat sebanyak 5 ml ditambah serbuk Mg dan ditambah 2 ml

larutan alkohol-HCl, dikocok kuat-kuat kemudian dibiarkan

memisah.

b. Pengamatan positif bila timbul warna merah/kuning/jingga

pada lapisan atas.

3. Pemeriksaan Saponin

a. Filtrat sebanyak 10 ml dalam tabung reaksi dikocok vertikal

selama 10 detikdan diamkan selama 10 menit.

57
58

b. Hasil positif ditunjukan dengan terbentuknya busa yang stabil

yaitu setinggi 1ml, meskipun sudah ditambahkan beberapa tetes

HCl 2 N.

4. Pemeriksaan Tanin

a. Filtrat sebanyak 2 ml direaksikan dengan larutan besi (III)

klorida 1%.

b. Positif bila terbentuk warna biru tinta atau hitam kehijauan.

4.6.5 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Bunga Tanaman Kecubung

(Datura metel L.)

Suspensi ekstrak etanol bunga kecubung dengan dosis 40mg/kgBB

R/ Ekstrak Bunga Kecubung 80 mg

Na CMC 1%

Nipagin 0,1%

Aquadest sampai 100 ml

a. Perhitungan Bahan

Konsentrasi 80 mg : Ekstrak Bunga Kecubung

X = 80 mg

x 80 mg 0,8
= =
100 ml 100 ml 1ml

1
Na CMC = x 100 ml=1 gram
100

0,1
Nipagin = x 100 ml=0,1 gram
100

Aquadest sampai 100 ml

58
59

b. Teknik Pembuatan

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Kemudian menimbang masing-masing bahan.

3. Mengkalibrasi botol 100 ml.

4. Masukan Na-CMC kedalam mortir kemudian tambahkan

akuadest hangat gerus sampai membentuk mucilago.

5. Menambahkan ekstrak kental bunga tanaman kecubung gerus

sampai homogen.

6. Tambahkan nipagin gerus sampai homogen

7. Masukkan kedalam botol. Dan tambahkan aquadest kedalam

botol sampai batas kalibrasi (100 ml).

4.6.6 Perhitungan dan Pembuatan Suspending Agent

R/ Na CMC 1%

Nipagin 0,1%

Mf.susp 100 ml

1. Perhitungan Bahan

1
Na CMC = x 100 ml=1 gram
100

0,1
Nipagin = x 100 ml=0,1 gram
100

Aquadest = 100 – (1 + 0,1)

= 100 – 1,1

= 98,9 ml

59
60

2. Teknik Pembuatan

a. Siapkan alat dan bahan

b. Timbang masing-masing bahan

c. Mengkalibrasi botol 100 ml

d. Masukkan Na CMC ke dalam mortir kemudian tambahkan

aquadest hangat gerus sampai membentuk mucilago.

4.6.7 Pembuatan Obat Pembanding

Tablet fenobarbital dosis 100 mg diambil sebanyak 1 tablet

kemudian digerus dan disuspensikan dalam CMC Na 2% sebanyak

100 ml hingga didapat konsentrasi 1mg/ml.

4.6.8 Perhitungan Dosis

Dosis yang dapat memberikan efek sedatif adalah 40 mg/kg BB.

1. Berat badan standar mencit 20 gram.


40 mg
x 20 gr =0,8 mg .
1000 gr
2. Volume pemberian pada hewan uji dengan dosis 0,8 mg

80 mg 0,8
:
50 ml Xml
0,8 x 50
X ml = =0,5 ml
80
4.6.9 Volume pemberian

Cara perhitungan pemberian suspensi eksrtrak kental bunga kecubung,

sebagai berikutt dengan rumus:

Volume maksimum pemberian secara peroral:

60
61

Berat Badan Sebenarnya


1 ml (untuk mencit 20 gr) = x volume
Berat Badan Standar

maksimal

Pemberian : F (Frekunsi pemberian 1 x sehari)

Pemberian:

25 gram
= x 1ml :1
20 gram
= 1,25 x 1 ml: 1
= 1 ml

Volume pemberian suspensi ekstrak bunga kecubung untuk satu

hewan uji sebanyak 1 ml.

Setelah di hitung volume pemberian untuk hewan uji masing-

masing satu ekor hewan uji diberikan suspensi ekstrak bunga

kecubung sesuai dengan volume pemberian dari perhitungan yang

sudah ditentukan.

4.6.10 Penetapan Dosis Phenobarbital

Dosis untuk manusia: 30 mg/ tab

Faktor konversi dari manusia ke mencit: 0,0026 (untuk mencit 20gr)

Dosis untuk mencit = Dosis maksimum x faktor konversi

= 100 mg x 0,0026

= 0,26mg/ 20gramBB = 3,9 mg/kgBB

30 gr
Dosis untuk mencit dengan berat badan 30 gram= x 0,26 mg
20 gr
= 0,39 mg

61
62

0,117 mg
Volume pemberian = x 100 ml=1,3 ml
30 mg
4.6.11 Cara kerja

1. Mencit putih jantan umur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram

disiapkan sebanyak 9 ekor, diadaptasikan di laboratorium dengan

cara di kandangkan, diberi pakan standar dan minum selama 7 hari.

2. Hewan uji dibuat setres terlebih dahulu, selanjutnya

3. Secara random hewan uji dibagi 3 kelompok, tiap kelompok terdiri

dari 3 mencit (kelompok kontrol positif, kontrol negatif, dan

kelompok perlakuan dengan suspensi ekstrak etanol bunga

kecubung, dosis tunggal.

4. Bahan uji diberikan peroral dengan menggunakan sonde, dengan

volume pemberian sesuai berat badan masing-masing hewan uji

yang sudah dihitung volume pemberiannya.

5. Setelah 1 jam pemberian bahan uji secara oral, hewan uji

direnangkan.

6. kemudian hitung jumlah durasi Immobility time pada menit ke 2

dalam waktu 6 menit. Tiap eksperimen diulangi dengan

pengulangan 3 kali.

62
63

4.7 Alur Kerja

9 mencit putih jantan, umur 2-3 bulan


dengan berat badan 20-30 gramSedatif

Adaptasi standar 1 minggu

3 ekor mencit 3 ekor mencit


3 ekor mencit perlakuan Bahan kontrol negatif (-)
kontrol positif (+) Sedatif Sintesis
(Phenobarbital)

Suspensi Ekstrak etanol


bunga kecubung, dosis
Suspensi tanpa zat
Phenobarbital 40 mg/kgBB
aktif
Ekstrak
BungaKecubung

Setelah 1 jam pemberian sediaan uji secara oral, hewan uji direnangkan.

Hitung intensitas Immobility time pada menit ke 2 dalam waktu 6 menit..

Gambar 4.1. Skema Alur Kerja

63
64

4.8 Pengumpulan Data

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan

Kelompok Kontrol Mencit Jumlah Durasi Immobility Time (Detik)


Pretest Rerata Postest Rerata

Ke Ke-2 Ke Ke- Ke- Ke-


-1 -3 1 2 3
Kontrol Positif I
(Phenobarbital)
II
III
Kontrol Negatif I
(Na CMC) II
III
Kontrol Perlakuan I
(Supsensi Ekstrak
II
Etanol Bunga
Kecubung) III

4.9 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan secara manual yaitu menghitung lama

mencit bertahan pada akuarium. Data yang diperoleh dari perhitungan

banyak tenggelamnya mencit yang telah diberikan suspensi ekstrak etanol

bunga kecubung dengan dosis 40mg/kg BB, kontrol positif dan kontrol

negatif. Data diolah secara statistik dengan menggunakan SPSS

(Stastistical Package For The Social Sciences). Analisis menggunakan uji

statistika menggunakan uji statistik parametik One Way Anova pada tingkat

kepercayaan 95% P (α 0,05).

64
65

Syarat dan hasil penelitian apabila menggunakan uji statisik One

Way Anova adalah data harus terdistribusi normal dan memiliki variasi yang

sama. Oleh karena itu, data hasil penelitian terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas data menggunakan uji distribusi normal (uji Shapiro – wilk) atau

menggunakan uji kolmogrov-smirnow serta uji kesamaan varian data

menggunakan levene’ test. Data dikatakan terdistribusi normal dan

memiliki varian yang sama apabila hasil uji menunjukkan nilai signifikan

lebih besar dari 0,05 (sig>0,05). Jika data hasil penelitian tidak terdistribusi

normal dan variannya tidak sama (sig>0,05) maka dilakukan uji statistik

parametik kruskal-wallis pada tingkat kepercayaan 95% (α 0,05) (Ghozali,

2009).

Jika hasil analisa data memiliki nilai signifikansi lebih besar dari

0,05 (sig>0,05) maka data tidak signifikan artinya tidak tedapat perbedaan

yang signifikan dari setiap kelompok perlakuan. Dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa hipotesis Ho dan Ha diterina. Jika nilai signifikan lebih

kecil dari 0,05 (sig<α) maka data yang diperoleh signifikan, artinya terdapat

perbedaan yang signifikan paling tidak pada 2 kelompok perlakuan, untuk

itu diperlukan analisa lanjutan menggunakan uji post hoc multiple

comparisons dengan uji tukey HSD untuk melihat perbandingan antar

kelompok perlakuan (Ghazoli, 2009). Seluruh proses analisa data hasil

penelitian dilakukan menggunakan bantuan program SPSS.

65
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Determinasi

Hasil determinasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor

menunjukkan bahwa tumbuhan uji yang akan digunakan adalah tanaman

kecubung (Datura metel L.). Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.

5.2 Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pra eksperimental yang bertujuan

untuk mengetahui suatu gejala yang timbul sebagai akibat dari adanya

perlakuan tertentu, dalam hal ini berupa uji efek sedatif suspensi ekstrak

etanol bunga kecubung (D. metel L.) pada mencit putih jantan yang diberikan

secara peroral. Bagian tanaman kecubung yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu bunga kecubung (D. metel L.) yang sudah dikeringkan kemudian

ditimbang sebanyak 200 gram untuk di maserasi dengan cara merendam

serbuk simplisia menggunakan pelarut etanol 96% selama 7 hari kemudian di

saring menggunakan kain putih untuk mendapatkan ekstrak cair. Dalam

penelitian ini menggunakan 3 perlakuan, kelompok perlakuan menggunakan

suspensi ekstrak etanol bunga kecubung dengan dosis 40mg/kgBB, Sebagai

kelompok kontrol positif menggunakan phenobarbital dan kontrol negatif

menggunakan suspending agent Na CMC, yang masing-masing perlakuan

66
67

terdiri dari 3 reflikasi dengan mengamati jumlah diamnya mencit yang

diamati selama 6 menit pada menit ke 2.

5.3 Hasil Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui kandungan senyawa terhadap ekstrak etanol bunga

kecubung (D. metel L.) dilakukan skrining fitokimia yang hasilnya

ditunjukkan pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Skrining Fitokimia Ekstrak etanol bunga kecubung (D. metel L.)

Golongan Senyawa Hasil Penapisan Fitokimia


Alkaloid +
Flavonoid +
Saponin +
Tanin -
Keterangan :
+ : Terdapat senyawa yang diuji
- : Tidak terdapat senyawa yang diuji

Berdasar hasil skrining fitokimia, diketahui bahwa ekstrak etanol

bunga kecubung yang digunakan mengandung alkaloid, flavonoid dan

saponin.

5.4 Data Hasil Penimbangan Hewan Percobaan

Pada saat perlakuan untuk menentukan dosis phenobarbital dan

suspensi yang diberikan, mencit di timbang bobot badannya. Bobtot badan

mencit sebelum diberi perlakuan ditunjukkan pada tabel 5.2.

67
68

Tabel 5.2 Bobot Badan Mencit

Mencit Kontrol + Kontrol – Kontrol Perlakuan


(gram) (gram) (gram)
I 24 25 21
II 20 20 25
III 21 22 21

Hewan percobaan yang digunakan telah memenuhi kriteria peneliti

yaitu mencit berumur 2-3 bulan dengan berat 20-35 gram.

5.5 Hasil Perhitugan Rendemen Ekstrak

Tabel 5.3 Perhitungan Rendemen Ekstrak Etanol Bunga Kecubung (D. metel L.)

Berat Simplisia Kering Berat Ekstrak Kental % Rendemen


200 gram 17 gram 17 gram
x 100 %=8,5 %
200 gram

Dari tabel 5.3 diketahui jumlah ekstrak kental yang diperoleh

sebanyak 4 gram dengan persen rendemen setelah membandingkan jumlah

berat ekstrak dengan berat simplisia bunga tanaman kecubung yaitu 8,5%.

5.6 Hasil Penelitian

Data berupa jumlah rerata diamnya mencit pada saat direnangkan

setelah pemberian perlakuan suspensi ekstrak etanol bunga tanaman

kecubung dengan dosis 40mg/kg BB selama 1 jam, stelah 1 jam pemberian

kemudian di lakukan uji pada hewan percobaan dengan menggunakan uji

FST (Forced Swimming Test). Diamati pada menit ke-2 dalam waktu 6

menit pertama, 6 menit ke-2, dan 6 menit ke-3 pada masing-masing reflikasi.

68
69

Hasil pengamatan uji untuk setiap perlakuan pada hewan percobaan dapat

dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Jumlah Rerata Durasi Immobility Time

Kelompok Mencit Jumlah Durasi Immobility Time (Detik)


Kontrol
Pretest Rerata Postest Rerata

Ke- Ke- Ke- Ke- Ke- Ke-


1 2 3 1 2 3
Kontrol Positif I 120 158 199 159 60 118 159 112
(Phenobarbital)
II 142 148 147 145 65 92 107 88

III 150 200 184 178 125 120 123 122

Kontrol Negatif I 175 188 198 187 131 148 140 139
(Na CMC)
II 177 182 192 183 169 190 210 189

III 168 181 195 181 198 140 127 155

Kontrol I 44 130 87 87 25 53 60 46
Perlakuan
(Supsensi II 60 33 115 69 13 30 50 31
Ekstrak Etanol
III 125 180 231 178 96 101 125 107
Bunga
Kecubung)

Tabel 5.4 menunjukkan jumlah diamnya mencit sebelum dan setelah

diberikan perlakuan suspensi ekstrak etanol bunga kecubung dengan dosis

40mg/kg BB.

69
70

5.7 Analisa Statistik Hasil Penelitian

5.7.1. Hasil Uji Statisti Shapiro-wilk

Data hasil penelitian uji efek sedatif suspensi ekstrak etanol

bunga kecubung (D. metel L.) pada mencit putih (Mus musculus) galur

wistar dengan uji statistik Shapiro-wilk karena jumlah data <30, dengan

bantuan komputer program SPPS 16,0 for windows, bertujan untuk

mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Adapun hasil

uji Shapiro-wilk dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah ini.

Tabel 5.5 Hasil uji Shapiro-wilk efek sedatif suspensi ekstrak etanol
bunga kecubung (D. metel L.) pada mencit putih jantan
(Mus musculus) galur wistar.

Shapiro-wilk
Perlakuan
statistik Df Sig
Sedatif (Post) Kontrol Positif .933 9 0.506
Kontrol Negatif .891 9 0.204
Suspensi Ekstrak etanol bunga .938 9 0.560
kecubung

Dari tabel 5.5 menunjukan hasil uji shapiro-wilk pada uji

efek sedatif suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (D. metel L.)

Pada mencit putih jantan (Mus musculus) galur wistar terdistribusi

normal, hal ini dibuktikan dengan nilai probabilitasnya untuk semua

kelompok perlakuakan > 0,05.

70
71

5.7.2. Hasil Uji Statistik Levene statistik

Adapun hasil uji Levene statistik dapat dilihat pada tabel 5.6

Tabel 5.6 Hasil uji homogenitas varians Levene Statistic efek sedatif
suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (Datura metel L)
pada mencit putih jantan (Mus musculus) galur wistar.
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Sedatif Based on Mean .356 2 24 0.704
(Post) Based on Median .203 2 24 0.817
Based on Median and with
.203 2 23.770 0.817
adjusted df
Based on trimmed mean .317 2 24 0.731
Dari tabel 5.6 menunjukan bahwa hasil uji homogenitas varians

bersifat homogen, nilai probabilitasnya >0.05. Karena kedua data

terdistribusi normal dan bersifat homogen maka dilakukan uji One

Way Anova. Uji One Way Anova bertujuan untuk mengetahui apakah

ada perbedaan yang bermakna atau tidak anatar kelompok perlakua

(P< 0.05). Uji Anova dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat

efek sedadif pada suspensi ekstrak etanol bunga kecubung pada

mencit putih jantan galur wistar atau tidak.

5.7.3. Hasil Uji Statistik One Way Anova

Uji anova bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan

yang bermakna atau tidak antar kelompok perlakuan (P<0,05).

Apakah rata-rata semua kelompok perlakuan sama atau berbeda. Jika

nilai signifikasinya lebih dari >0,05 maka rata-rata sama, sedangkan

71
72

jika nilai signifikasinya <0,05 maka rata-rata beda secara signifikan.

Rata-rata imobility time dari masing-masing kelompok perlakuan

dapat dilihat pada tabel 5.7 Descriptive dibawah ini.

Sedatif (Post) N Mean


Kontrol positif 9 1.0767E2
Kontrol negatif 9 1.6144E2
Suspensi ekstrak etanol
9 61.4444
bunga kecubung
Total 27 1.1019E2

Data hasil penelitian dari uji efek sedatif suspensi ekstrak etanol

bunga kecubung (D. metel L.) pada mencit putih jantan (Mus musculus)

galur wistar dianalisis statistik dengan menggunakan uji statistik

parametrik One Way nova pada tingkat kepercayaan 95% ( α= 0,05)

dengan bantuan komputer SPSS. Adapun hasil uji statistik parametrik

One Way Anova pada tabel 5.8 dibawah ini:

ANOVA
Sedatif (Post)
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 45085.630 2 22542.815 19.880 0.000
Within Groups 27214.444 24 1133.935
Total 72300.074 26

Dari tabel 5.8 menunjukan angka Sig 0,000 lebih kecil dari batas

kesalahannya (α < 0,05) artinya ada perbedaan yang bermakna antara

kelompok perlakuan, berarti terdapat efek sedatif suspensi ekstrak

72
73

etanol bunga kecubung (D. metel L.) pada mencit putih (Mus musculus)

galur wistar (0,000 < 0.05). Dengan demikian hipotesa yang

menyatakan mencit putih jantan (Mus musculus) galur wistar

mengalami efek sedatif karena pemberian suspensi ekstrak etanol bunga

kecubung (D. metel L.) dilihat dari rata-rata immobility time yang

paling sedikit pada hewan uji.

5.7.4. Uji Tukey HSD (Honestly Significant Different)

Uji tukey HSD sering juga disebut dengan uji beda nyata jujur

atau HSD (Honestly Significant Difference), diperkenalkan oleh

Tukey. Syarat uji tukey yaitu: Ukuran kelompok semuanya harus

sama (atau direratakan secara rerata harmonik), uji ini bertujuan untuk

mengetahui apakah ada perbedaan bermakna atau tidak antara

kelompok perlakuan yang di bandingkan.

Tabel 5.9 Perbandingan Data hasil Uji Tukey HSD (Honestly


Significant Different)

No Perlakuan Nilai Sig Keterangan


1 K (+) vs K (-) 0.007 (P<0,05) Berbeda
bermakna
2 K(+) vs Suspensi Ektrak 0.02 (P<0,05) Berbeda
Etanol Bunga Kecubung bermakna
dosis 40mg/kg BB
3 Suspensi Ekstrak Etanol 0.000 (P<0,05) Berbeda
Bunga Kecubung dosis bermakna
40mg/Kg BB vs K (-)

Berdasarkan tabel 5.9 diatas kontrol positif phenobarbital

dengan kelompok perlakuan suspensi ekstrak bunga kecubung

73
74

berbeda bermakana diketahui dari nilai sig sebesar 0,02<0,05, Artinya

efek dari suspensi ekstrak etanol bunga kecubung berbeda dengan

kontrol positif phenobarbital, akan tetapi keduanya memiliki efek

sedatif, dilihat dari rata-rata imobility time yang terdapat pada tabel

descriptive 5.7.

Untuk kontrol positif fenobarbital dengan kontrol negatif Na

CMC berbeda bermakana diketahui dari nilai sig 0,007<0,05, artinya

efek dari kontrol positif fenobarbital tidak sama dengan kontrol

negatif Na CMC.

Untuk kelompok perlakuan suspensi ekstrak bunga kecubung

dengan kontrol negatif Na CMC berbeda bermakna diketahui dari

nilai sig 0,000<0,05, artinya efek dari suspensi ekstrak bunga

kecubung tidak sama dengan kontrol negatif Na CMC.

74
75

75
BAB VI

PEMBAHASAN

Kecubung (Datura metel L) termasuk tanaman jenis perdu mempunyai

pokok batang kayu dan tebal, bercabang banyak tumbuh dengan tinggi kurang

lebih 2 meter. Tumbuh di daratan rendah sampai ketinggian 800 meter di atas

permukaan laut, tumbuh di tempat-tempat terbuka dengan tanah yang

mengandung pasir dan tidak begitu lembab, dengan iklim yang kering. Selain

tumbuh liar di ladang-ladang, kecubung sering di tanam di halaman rumah

sebagai tanaman pagar atau tanaman hias yang berkhasiat obat. Senyawa yang

tekandung pada tanaman kecubung adalah alkaloid atropin dan skopolamine yang

mempunyai khasiat menenangkan (sedatif). Sedatif dapat didefinisikan sebagai

suatu penekanan (supresi) dari kesiapsiagaan terhadap suatu tingkat stimulasi

tetap, dengan penurunan aktivitas spontan, penurunan ketegangan dan penurunan

timbulnya ide-ide. Hipnotik sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan

saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung pada dosis mulai dari yang ringan yaitu

menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya

kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati.

Efek sedatif dari suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (D. metel L.)

dibuktikan dari hasil penelitian ini yang menunjukkan semakin menurunnya

durasi immobility time (jumlah waktu tidak bergerak seluruh bagian tubuh hewan

uji selama direnangkan).

76
77

Bunga kecubung (D. metel L.) yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan bunga yang telah dibuat menjadi simplisia kering dengan berat

simplisia yang digunakan pada saat maserasi adalah sebanyak 200 gram kemudian

dilarutkan menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 1441 ml untuk mengisolasi

alkaloid yang bersifat relative non polar pada bunga kecubung. Prinsip maserasi

yang digunakan adalah like dissolve like yang artinya suatu zat hanya akan larut

pada pelarut yang sesuai. Etanol bersifat semi polar yang artinya dapat

melarutkan senyawa polar maupun non polar. Prinsipnya suatu bahan akan

mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya, sehingga akan mempengaruhi

sifat fisikokimianya ekstrak yang dihasilkan (Septiana, 2012). Berdasarkan hal

tersebut pelarut etanol digunakan sebagai maserasi pada simplisia bunga

kecubung (D. metel L.).

Hasil penapsihan fitokimia terhadap ekstrak etanol bunga kecubung

didapat positif mengandung alkaloid, flavonoid dan saponin. Hal ini sesuai

dengan pustaka bahwa kandungan kimia tanaman kecubung antara lain alkaloid

skopalamin, saponin, glikosida, flavonoid dan polifenol. Zat aktif skopalamin

bisa menimbulkan efek depresan SSP (Kartasapoetra, 2006). Senyawa kimia

tersebut terdapat pada akar, tangkai, daun, buah, bunga dan biji (Dharma, 1985).

Penelitian ini menggugunakan obat pembanding fenobarbital yang umum

digunakan sebagai sedatif. Efek utama fenobarbital adalah depresi pada sistem

sarafpusat (Katzung, 2004). Dosis yang digunakan pada penelitian ini didasarkan

77
78

pada pustaka (Nurhidayah, 2016) dimana dosis yang paling epektif untuk ekstrak

tanaman kecubung menimbulkan efek sedatif adalah 40 mg/kg BB.

Pengematan dilakukan 1 jam setelah perlakuan hal ini dilakukan agar obat

dan suspensi ekstrak etanol bunga kecubung yang diberikan secara oral memiliki

efek yang bisa diamati, karena waktu untuk mencapai efek farmakologis puncak

adalah 120 menit saat dikonsumsi secara oral (Sweetman, 2009).

Pada penelitian ini menggunakan 9 mencit putih jantan, yang dibagi

menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 replikasi dengan

perlakuan diantaranya kelompok kontrol positif, kontrol negatif, dan dosis 40 mg/

Kg BB.

Secara farmakologis, dari hasil penelitian berupa jumlah immobility time

(jumlah waktu tidak bergerak seluruh bagian tubuh hewan uji selama direnangkan

pada metode Forced Swimming Test yang diamati selama 6 menit dihitung pada

menit ke-2 pada masing-masing replikasi pada kelompok perlakuan dari jumlah

rerata immobility time mencit seperti terlihat pada tabel 5.4 jumlah rerata durasi

immobility time pada kelompok kontrol positif sebelum diberikan perlakuan pada

mencit ke-1 sebanyak 159 detik, mencit ke-2 145 detik, dan mencit ke-3 178

detik, kontrol negatif pada mencit ke-1 sebanyak 187 detik, mencit ke-2 183 detik,

dan mencit ke-3 181 detik, kelompok perlakuan suspensi ekstrak etanol bunga

kecubung dengan dosis 40mg/kg BB mencit ke-1 sebanyak 87 detik, mencit ke-2

69 detik, dan mencit ke-3 178 detik. Rerata jumlah immobility time Sesudah

diberikan perlakuan pada kelompok kontrol positif pada mencit ke-1 sebanyak

78
79

112 detik, mencit ke-2 88 detik, dan mencit ke-3 122 detik. Pada kontrol negatif

mencit ke-1 sebanyak 139 detik, mencit ke-2 189 detik, mencit ke-3 155 detik,

dan perlakuan suspensi ekstrak etanol bunga kecubung pada mencit ke-1 sebanyak

46 detik, mencit ke-2 31 detik, dan mencit ke-3 107 detik. Rerata immobility time

yang paling banyak pada kelompok-kelompok sebelum diberikan perlakuan dan

kelompok kontrol negatif sesudah diberikan perlakuan Na-CMC. Hal ini

disebabkan karena tidak adanya aktivitas farmakologi pada kelompok sebelum

diberikan perlakuan dan kelompok kontrol negatif yang diberikan Na CMC dalam

mengurangi immobility time. Semakin banyak jumlah rerata immobility time pada

mencit maka dikatakan tidak memiliki efek sedatif, sebaliknya semakin sedikit

jumlah rerata imobility time pada mencit maka dikatakan memiliki efek sedatif.

Data hasil pengamatan jumlah immobility time pada mencit selanjutnya

dilakukan analisis data dengan cara uji shapiro-wilk dan levene-test. Shapiro-wilk

berfungsi untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi normal atau

tidak, sedangkan levene-test berfungsi untuk menentukan apakah variabel dari

data tersebut homogen atau tidak dengan menggunakan program SPSS 16,0 for

windows. Hasil uji shapiro-wilk dan levene-test yang dilakukan menunjukkan

bahwa data terdistribusi normal dan homogen dengan nilai probabilitas (P> 0,05 )

analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji statistik Parametrik One Way

Anova pada tingkat kepercayaan 95 %.

Uji One Way Anovabertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan

yang bermakana atau tidak antar kelompok perlakuan (P<0,05). Apakah rata-rata

79
80

semua kelompok perlakuan sama atau berbeda. Jika nilai signifikasinya (P>0,05)

maka rata-rata kelompok perlakuan sama, sedangkan jika nilai signifikasinya

(P<0,05) maka rata-rata kelompok perlakuan berbeda secara signifikan. Uji One

Way Anova diperoleh hasil yang signifikan karena nilai probabilitasnya < 0,05,

artinya ada perbedaan yang bermakana dari masing-masing kelompok perlakuan

atau efek dari masing-masing kelompok perlakuan berbeda-beda dilihat dari rata-

rata pada tabel 5.7.

Hasil analisis statistik setelah diketahui ada perbedaan yang bermakna dari

masing-masing kelompok perlakuan, selanjunya dilanjutkan dengan uji post hock

dengan cara uji Tukey HSD (Honestly Significant Difference) sering juga disebut

dengan uji beda nyata jujur atau HSD (Honestly Significant Difference),

diperkenalkan oleh Tukey, uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan bermakna atau tidak antar kelompok perlakuan yang di bandingkan.

Untuk mencari kelompok perlakuan yang mana saja yang memiliki efek sama dan

tidak sama. Dari uji Tukey HSD seperti pada tabel 5.9 diatas didapatkan hasil

kontrol positif phenobarbital dengan kelompok perlakuan suspensi ekstrak etanol

bunga kecubung berbeda bermakna diketahui dari nilai sig sebesar 0,020 <0,05,

Artinya efek dari kelompok perlakuan suspensi ekstrak etanol bunga kecubung

berbeda dengan kontrol positif phenobarbital, akan tetapi keduanya memiliki efek

sedatif. Untuk kontrol positif phenobarbital dengan kontrol negatif Na CMC

berbeda bermakana diketahui dari nilaisig 0,007<0,05, artinya efek dari kontrol

positif phenobarbital tidak sama dengan kontrol negatif Na CMC. Untuk

80
81

kelompok perlakuan suspensi ekstrak etanol bunga kecubung dengan kontrol

negatif Na CMC berbeda bermakna diketahui dari nilai sig 0,000<0,05, artinya

efek dari suspensi ekstrak etanol bunga kecubung tidak sama dengan kontrol

negatif Na CMC.

Dari analisis data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesa yang

menyatakan mencit putih jantan (Mus musculus) galur wistar mengalami efek

sedatif karena pemberian suspensi ekstrak etanol bunga kecubung(D. metel L.)

dilihat dari rata-rata immobility time pada tabel desciptive 5.7 yang paling rendah

pada mencit, hal ini disebabkan karena adanya kandungan alkaloid, atropin dan

skopalamin pada bunga kecubung (Datura metel L.), atropin bekerja pada sistem

saraf perifer, senyawa ini bekerja untuk merangsang dan menghambat sistem saraf

pusat, atropin adalah zat yang dapat menimbulkan efek bius bila masuk kedalam

darah melalui saluran pernapasan, sedangkan skopalamin sering digunakan

sebagai obat mabuk laut, selain itu dapat berfungsi sebagai Analgesik (tahan sakit)

dan Saporific (obat tidur).

81
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (Datura metel L.) dapat

memberikan efek sedatif pada mencit putih jantan.

2. Suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (Datura metel L.) lebih bagus

dibandingkan dengan phenobarbital.

3. Ekstrak etanol bunga tanaman kecubung memiliki aktivitas sedatif.

7.2 Saran

1. Dilakukan uji toksisitas suspensi ekstrak etanol bunga kecubung (D. metel

L.) untuk melihat efek toksik yang mungkin ditimbulkan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi

masyarakat.

3. Menambah informasi dan sebagai bahan refrensi diperpustakaan serta

diharapkan penelitian lebih lanjut untuk peneliti selanjutnya.

82
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi


Sebagai Bahan Antifertilitas Ed I. Jakarta : Adabia Press UIN Syarif
Hidayatullah.
Amalia, R. 2009. Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)
Terhadap Efek Sedasi pada Mencit BALB/c, Karya Tulis Ilmiah.
Semarang:Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Anonim. 2007. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Dan
Pemanfaatannya.(online).(http://www.journal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/
v03001/lusi0301.pdf). Diakses pada Maret 2018.
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta;
University Indonesia Press.
Anief, Moh. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta. Gajah Mada University press.
Aulton M.E., 1989, Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design:
HealthScience Book, Churchill Livingstone, New York.
Brunton, Laurence L., 2011. Goodman & Gilman: Manual Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2012. Farmakologi dan Terapi
Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi II-
III. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dharma. 1985. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ferdiaz, Srikandi, Ratih Dewanti. 1987. Risalah Seminar; Bahan Tambahan
Kimiawi (Food Additive). Bogor; Institut Pertanian Bogor.
Green, W, 2009. 50 Hal Yang Bisa Anda Lakukan Hari Ini Untuk Mengatasi
Insomnia.Jakarta : Gramedia
Gente, M., Leman, M. A., & Anindita, P. (2015). Uji Efek Analgesia Ekstrak
DaunKecubung (Datura metel L.) Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus)
Jantan. Jurnal e-GiGi (eG), Volume 3, Nomor 2, 471.
Gunawan, S. A.,2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Universitas Indonesia,
Jakarta, hal. 375-376, 383.
Gunawan, D., dan Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I.
Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid 3. Jakarta: Departemen
Kehutanan.
Hidayati, A. (2013). Uji Efek Sedatif Ekstrak n-Heksana Dari Daun Kratom
(Mitragyana speciosa Korth.) Pada Mencit Jantan Galur BALB/c. Naskah
Publikasi Skripsi .
Katzung, B. G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Buku 2, Salemba Medika,
Jakarta : 25-53.
Kaplan, et al, 2010. SinopsisPsikiatri : Ilmu pengetahuan Perilaku Psikiatri Khas.
Jilid 1. Alih Bahasa: Widjaja Kusuma. Jakarta. : Bina Putra Aksara.
Katzung, Betram G dkk. 2012. Basic and Clinical Pharmacology. Edisi
12.London: McGraw Hill Education.
Kaplan, Sadock, 1997. SinopsisPsikiatri : Ilmu pengetahuan Perilaku Psikiatri
Khas. Jilid 1. Alih Bahasa: Widjaja Kusuma. Jakarta. : Bina Putra Aksara.
Kartasapoetra. 2006. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Rineka Cipta.
Lachman, L “et al”. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Jakarta;
University Indonesia Press.
Lanywati, Endang. 2008. Insomnia Gangguan Sulit Tidur. Cetakan 7.
Yogyakarta : Kanisius.
Lullmann H, Mohr K, Ziegler A, Bieger D. 2000. Color Atlas of Pharmacology.
2nd ed. New York: Thieme.
Lien, N.M. 20015. Uji Aktivitas Antianemia Ekstrak Daun Cincau Hijau
(Cocculus orbiculatus (L.) DC) Yang Diberikan Secara Oral Pada Tikus
Putih Jantan (Rattus norvegicus) Dengan Diinduksi NaN02. Mataram :
Prodi Farmasi DIII FIK UNW.
Masfufatun. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Enzim Selulase.(Skripsi) Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya.
Mursito, B., & Prihamantoro, H. (2011). Tanaman Hias Berkhasiat Obat. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Maheshwari, Neeraj. 2012. Rediscovering the Medicinal Properties of Datura
sp.:A Review. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 7 (39), pp.
2885-2897, 17 Oktober 2013.
Notoadmojo, P. D. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Nurhidayah, C. E. (2016). Uji Aktivitas Sedatif Rebusan Daun Kecubung
(Brugmansia suaveolens) Pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster. Karya
Tulis Ilmia
Preissel, Ulrike (2002). Brugmansia and Datura: Angel's Trumpets and Thorn
Apples. Buffalo, New York: Firefly Books. hlmn. 120–123. ISBN 1-55209-
598-3
Salisbury, F.B., dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung
Semiun, Yustinus. 2010. Kesehatan Mental 2. Cetakan 5. Yogyakarta:
Kanisius.Penerbit ITB
Subekti, I., Hidayah, T., & Rostyalina. (2 Juni 2012). Uji Aktivitas Teh Bunga
Kecubung (Datura metel Linn) Terhadap Efek Sedasi Pada Mencit Babl/c
Sebagai Bahan Alternatif Obat Tidur Yang Aman. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MiPA, Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta
Sugeng, HR. 1989. Bercocok Tanam Padi. Semarang: Rineka Ilmu
Sweetman, S.C. 2009. Martindale 36 the Complete Drug Reference. London: The
Pharmaceutical Press
Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep. Jakarta : EGC
Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Cetakan ke 1. Jakarta
Tampubolon, O.T. 1995. Tumbuhan Obat. Jakarta: Penerbit Bharatara
Tetebano, R. 2011. Rancangan Percobaan Racun Sianida pada Mencit. Diakses
pada 10 Oktober pada pukul 11.10 WIB
Tjay, H T., Kirana Rahardja. 2008. Obat-obat Penting. Edisi 6. Jakarta:ElexMedia
Komputindo
Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Cetakan I.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh
Noerono Soendani. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Hal 56,
159, 557
Winarno. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Winarno, F.G. 1989. Enzim Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama. 155 halaman
Lampiran 1

Hasil Determinasi
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Proses Perajangan hingga menjadi serbuk simplisia


Gambar 2. Proses maserasi, penyaringan ekstrak, dan proses evaporator

Gambar 3. Alat dan Bahan Gambar 4. Suspensi ekstrak bunga kecubung

Gambar 5. Kontrol (+) Phenobarbital Gambar 6. Kontrol (–) Na CMC


Gambar 7. Pemberian sampel secara Peroral, dan forced swimming tes mencit
Gambar 7. Skrining Fitokimia

Positif mengandung Alkaloid


Positif mengandung Flavonoid

Positif mengandung Saponin Negatif Mengandung Tanin


Lampiran 3. Perhitungan Dosis

Pehitungan dosis ekstrak etanol bunga kecubung

Dosis 40 mg/kgBB = 40 mg/kgBB

= 40 mg/1000gBB

= 0,8mg/20gBB mencit

Perhitungan dosis Phenobarbital 100 mg

Dosis untuk mencit = Dosis Maksimum x Faktor Konversi

= 100 mg x 0,0026

= 0,26 mg/20gBB

Perhitungan Pelarut

200 g
x 75 ml = 1500 ml
10 g

Pengenceran Etanol 96%

V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 99,9% = 1500 ml x 96%

1500 ml x 96 %
V1 =
99,9

= 1441 ml

Ad akuades = 1500 – 1441= 59 ml


Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Menggunakan SPSS

Uji Normalitas Data

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Sedatif kontrol positif .185 9 .200* .933 9 .506


(Post)
kontrol negatif .222 9 .200* .891 9 .204

suspensi
ekstrak etanol
.182 9 .200* .938 9 .560
bunga
kecubung

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji Homogenitas Data

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Sedatif (Post) Based on Mean .356 2 24 .704

Based on Median .203 2 24 .817

Based on Median
and with adjusted .203 2 23.770 .817
df

Based on
.317 2 24 .731
trimmed mean
ANOVA

Sedatif (Post)

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 45085.630 2 22542.815 19.880 .000

Within Groups 27214.444 24 1133.935

Total 72300.074 26

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Post Hoc Tests
Multiple Comparisons

Dependent Variable:Sedatif
(Post)

95% Confidence
Interval

Mean Lower Upper


(I) Perlakuan (J) Perlakuan Difference (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound

Tukey HSD kontrol positif kontrol negatif -53.77778* 15.87405 .007 -93.4198 -14.1357

suspensi ekstrak etanol


46.22222* 15.87405 .020 6.5802 85.8643
bunga kecubung

kontrol negatif kontrol positif 53.77778* 15.87405 .007 14.1357 93.4198

suspensi ekstrak etanol


100.00000* 15.87405 .000 60.3579 139.6421
bunga kecubung

suspensi ekstrak kontrol positif -46.22222* 15.87405 .020 -85.8643 -6.5802


etanol bunga
kecubung
kontrol negatif -
-100.00000* 15.87405 .000 -60.3579
139.6421
Homogeneous Subsets
Sedatif (Post)

Subset for alpha = 0.05

Perlakuan N 1 2 3

Tukey HSDa suspensi ekstrak


etanol bunga 9 61.4444
kecubung

kontrol positif 9 1.0767E2

kontrol negatif 9 1.6144E2

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.

Anda mungkin juga menyukai