Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN

PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Disusun Oleh :

1. Shabira Afif Rahma (1910201204)


2. Khalfia khairin (1910201205)
3. Harum sari handayani (1910201206)
4. Erina ivanka devi (1910201207)
5. Alwi taufiqurrahman (1910201208)
6. Tri Azizul Nurul Haq (1910201209)
7. Dian indah kurniawati (1910201210)
8. Efina Lestari (1910201230)
9. Fita nur lifian (1910201231)
10. Aida Nur Anggraini (1910201232)
11. Sri Ana (1910201233)
12. Evi aisyah (1910201234)
13. Rizqa primadita (1910201235)
14. Nada Luqyana (1910201236)

FAKULTAS KESEHATAN

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS 'AISYIYAH YOGYAKARTA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT atas hidayah dan taufik-Nya
sehingga laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan keluarga beliau.
Pada laporan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Sistem
Kardiovaskuler” ini, kami menggunakan bahasa yang sederhana yang memudahkan kita
untuk memahaminya. Laporan ini juga berguna untuk menambah dan memperluas
wawasan, serta menunjang pemahaman dan melatih keterampilan mahasiswa.
Terima kasih kami haturkan pada semua pihak yang telah memberikan konstribusi
dalam penyelesaian makalah ini. Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih
terdapat kekurangan. Karena itu, penyusun memohon kritik dan saran yang bersifat
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan
petunjuk dan bimbingan-Nya kepada kita semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Syok Hipovelemik................................................................................. 2
B. Etiologi Syok Hipovolemik................................................................................ 2
C. Tanda dan Gejala Syok Hipovolemik................................................................. 2
D. Patofisiologi Syok Hipovolemik ........................................................................ 3
E. Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik................................................................ 3
F. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik 4
BAB III PEMBAHASAN SKENARIO
A. Pengkajian Keperawatan .................................................................................... 21
B. Analisa Data ....................................................................................................... 25
C. Diagnosis Keperawatan ...................................................................................... 25
D. Intervensi Keperawatan...................................................................................... 26
E. Implementasi dan Evaluasi................................................................................. 29
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 31
B. Saran ................................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada
hemostasis tubuh yang serius seperti perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar
yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok
kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor
yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respons imun (syok anafilaktik).
Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguang kehilangan akut dari darah (syok
hemorragic) atau cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan.
Penyebab terjadinya syok hipovolemik diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah,
dan trauma maupun perdarahan karena obsetri. Syok hipovolemik merupakan salah
satu syok dengan angka kejadian yang paling banyak dibandingkan syok lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penjelasan secara umum tentang syok hipovolemik ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan hipovolemik pada pasien dengan syok
hipovolemik ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, manifestasi klinis
dan penatalaksanaan syok hipovolemik
2. Mengetahui asuhan keperawatan hipovolemik pada pasien dengan syok
hipovolemik

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Syok hipovolemik mengacu pada suatu kondisi di mana darah, plasma, atau
kehilangan cairan yang menyebabkan penurunan sirkulasi darah dan cardiac output.
Hal ini menyebabkan kegagalan multiorgan karena perfusi jaringan yang tidak
adekuat (Hammond and Zimmermann, 2017). Syok hipovolemik adalah hilangnya
volume dapat menurunkan preload yang menyebabkan penurunan curah jantung,
tekanan darah serta gangguan perfusi jaringan (Ramdani B., 2016). Syok hipovolemik
terjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat perdarahan, kehilangan cairan
akibat diare, luka bakar, muntah, dan third space loss, sehingga menyebabkan
pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tidak adekuat (Leksana, 2015).

B. Etiologi
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume
plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik),
trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non
fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Kasus-kasus syok hipovolemik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh
perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik.
Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organ-organ
tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada
pembuluh arteri utama.

C. Tanda dan gejala


Gambaran klinis pada syok hipovolemik meliputi sebagai berikut (Ramdani, 2016) :
a. Takipnea, menyebabkan alkalosis respiratorik, kompensasi untuk asidosis
metabolik ; pernapasan tanpa bantuan
b. Takikardia, denyut perifer rendah atau tidak ada, tekanan nadi sempit,
pengisian ulang kapiler lambat, hipotensi
c. Kulit dingin, pucat, kehitam-hitaman, sianotik, terdapat bercak, diaforetik
terutama pada ekstemitas
d. Perubahan pada tingkat kesadaran (biasanya somnolen sampai sopor)

2
e. Oligouria

D. Patofisiologi

Secara klinis, syok hemoragik terjadi karena adanya perdarahan pada


pembuluh darah besar seperti perdarahan gastrointestinal, aneurisma aorta, atonia
uteri, perdarahan pada telinga, hidung, tenggorokan. Syok terjadi karena adanya
penurunan secara drastis volume darah di sirkulasi darah, kehilangan sel darah merah
secara massif sehingga meningkatkan hipoksia pada jaringan. Syok hemoragik
traumatic berbeda dengan syok hemoragik dikarenakan adanya tambahan cedera pada
jaringan lunak yang memperparah terjadinya syok. Syok ini biasanya terjadi karena
ada cedera seperti kecelakaan dan jatuh dari ketinggian. Perdarahan difus,hipotermia
(< 340C) dan asidosis merupakan tanda yang mengancam jiwa (Gänsslen et al.,
2016.). Cedera pada jaringan lunak menyebabkan peradangan post akut, sehingga
semakin menguatkan proses dari terjadinya syok. Pada tingkat sirkulasi mikro,
interaksi leukosit-endotel dan penghancuran proteoglikan dan glikosaminoglycan
yang terikat dengan membrane endotel menyebabkan adanya disfungsi mikro vascular
dan terjadi sindrom kebocoran kapiler (Standl et al., 2018). Di intraseluler tingkat
ketidakseimbangan metabolise terjadi karena kerusakan mitokondria dan pengaruh
negatif pada sistem vasomotor (Standl et al., 2018).

Syok hypovolemia maupun syok hypovolemia traumatik menunjukan tanda


terjadinya kehilangan cairan tanpa adanya perdarahan. Syok hypovolemia dalam arti
yang lebih sempit muncul karena adanya kehilangan cairan baik dari internal maupun
eksternal dengan ketidakadekuatan intake cairan ke tubuh. Hal ini dapat disebabkan
oleh hipertermi, muntah atau diare persisten, masalah pada ginjal. Penyerapan
sejumlah besar cairan ke dalam abdomen dapat menjadi penyebab
utamaberkurangnya sirkulasi volume plasma. Secara patologis peningkatan
hematokrit, leukosit dan trombosit dapat merusak sifat reologi darah dan dapat
merusak organ secara persisten walaupun pasien telah mendapatkan terapi untuk syok
(Standl et al., 2018).

Syok hypovolemia traumatic terjadi karena luka bakar yang luas, luka bakar
kimiawi, dan luka pada kulit bagian dalam. Trauma yang terjadi juga mengaktivasi
koagulasi dan sistem imun, dan memungkinkan perburukan pada makro-mikro
sirkulasi. Reaksi peradangan menyebabkan kerusakan pada endothelium,
meningkatkan sindrom kebocoran kapiler, dan beberapa karena koagulopati (Standl et
al., 2018).

E. Manifestasi klinis

a. Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang hilang :

 Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)


 Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.

3
 Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi
pernapasan.
 Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan
darah sekitar 10%

b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

 Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit),


takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan
pengisian kapiler, dan anxietas ringan.
 Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar
katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.

c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)


 Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan
tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang
signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
 Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40%
adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan
penurunan tekanan darah sistolik.
 Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi
keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada
respon awal terhadap cairan.

d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)


 Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur),
berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental
(kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
 Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

F. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmaninya diarahkan lepada diagnosis cedera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline
recordings) penting untuk memantau respons penderita terhadap terapi. Yang
harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran.
Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita
mengijinkan ( ATLS, 2018; IDI, 2014).
b. Airway dan Breathing

4
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%( ATLS, 2018).
c. Circulation (Sirkulasi – Kontrol Perdarahan)
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan
dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan
menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan
operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal ( ATLS, 2018).
d. Disability (Pemeriksaan neurologis)
Dilakukan pemeriksaan neurologis singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakana mata dan respons pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini
bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan
neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak
selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak
yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum
penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial ( ATLS, 2018).
e. Exposure (Pemeriksaan Tubuh Lengkap)
Setelah mengurus prioritasprioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai
bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting dilakukan
tindakan untuk mencegah hipotermia. Pemakaian penghangat cairan, maupun
cara-cara penghangatan internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam
mencegah hipotermia (ATLS, 2018).
f. Dilatasi lambung – Dekompresi
Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak,
dan dapat mengakibatkan hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat
diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf vagus yang
berlebihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita
yang tidak sadar, distensi lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung, ini
merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung
dilakukan dengan memasukkan selang/pipa kedalam perut melalui hidung atau
mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.

5
Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih ada kemungkinan terjadi
aspirasi ( ATLS, 2018).
g. Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria
dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin ( ATLS, 2018).
h. Akses pembuluh darah
Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling penting
dilakuakan dengan memasukkan dua kateter intravenaukuran besar sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral ( ATLS, 2018).
i. Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume
vaskular dengan cara menggantikan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial
dan intraselular. Larutan ringer laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl
fisiologis adalah pilihan kedua. Walupun NaCl fisiologis merupakan pengganti
yang baik namun cair ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis
hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang
baik. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus.
Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg pada anak. Respons
penderita terhadap pemberian cairan ini dipantau, dan keputusan pemeriksaan
diagnostik atau terapi lebih lebih lanjut akan tergantung pada respons ini (ATLS,
2018).

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

6
Kasus

Seorang pasien laki-laki berusia 39 tahun dibawa oleh ambulan 119 ke IGD dengan
hematemesis. Pasien terlihat jaundice dan memiliki riwayat hepatitis alkoholik. Petugas
ambulance melaporkan pasien muntah darah sebanyak 1- 2 L. Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital: frekuensi nadi 130x/menit, tekanan darah 59/22 mmhg, frekuensi pernapasan
30x/menit, suhu 38 0C. Pupil isokor, bulat, reaktif terhadap cahaya. Tingkat kesadaran
“Voice”. Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan pasien mengalami sinus takikardia. Kulit
pasien teraba dingin, dasar kuku pucat, bibir kering, turgor kulit jelek. Capillary refill 7-8
detik. Pasien segera diberikan terapi IV 2 jalur dengan Normal Saline 3 L.

Template Skenario 1 Kasus

"Keperawatan Gawat Darurat"

7
Pertemuan 1
Ketua : Dian Indah K

Sekretaris : Sri Ana


Step 1 Kata Sulit / Istilah Asing Jawaban / Definisi
1. Efina: Hematemesis 1. Efina : Hematemesis adalah muntahan
2. Dian: Hepatitis isi lambung bercampur darah atau
3. Aida: Jaundice
4. Khalfia: Sinus regurgitasi darah saja
Takikardia 2. Erina: Hepatitis adalah peradangan hati
5. Fita: Pupil isokor
yang terjadi akibat infeksi virus hepatitis
6. Rizqa: PO2, PCO2,
HCO3 bisa menyebabkan luka yang merusak
7. Evi: Capillary Refill fungsi hati secara jangka Panjang.
Sirosis yang ditandai dengan munculnya
luka pada hati menyebabkan hati tidak
lagi berfungsi secara normal
Fita: Hepatitis merupakan kondisi
peradangan hati atau liver. Hepatitis
dapat disebabkan oleh infeksi virus,
bahan kimia, penyalahgunaan obat,
pengobatan tertentu, dan gangguan
kekebalan tubuh
3. Aida: Jaundice merupakan suatu kondisi
medis ketika terjadinya perubahan warna
menjadi kekuningan pada kulit, bagian
putih dari mata, dan juga membran
mukosa seseorang. Penyakit kuning
sendiri terjadi karena kadar bilirubin
dalam sirkulasi darah seseorang
meningkat.
4. Rizqa: Sinus Takikardia adalah kondisi
detak jantung yang tidak beraturan dan
lebih cepat dari normal, yakni di atas
100 detak per menit
5. Rizqa: Pupil isokor artinya pupil pada
kedua mata besarnya sama. Kondisi ini
adalah kondisi yang normal.
6. Harum : PO2 adalah tekanan gas O2
dalam darah.
Tri azizul : PCO2 (tekanan parsial
karbon dioksida) adalah ukuran tekanan

8
karbon dioksida terlaru dalam darah, hal
ini menunjukkan seberapa baik CO2
dapat mengalir keluar dari tubuh.
Erina : HCO3 (bikarbonat) adalah
bahan kimia yang membantu mencegah
pH darah menjadi terlalu asam atau
terlalu basa).
7. Ana: Capillary Refill adalah cara
memeriksa adanya tanda-tanda
dehidrasi, normalnya kurang dari 2 detik

Step 2 Analisa / Pertanyaan Jawaban

1. Evi : Tindakkan utama 1. Erina: Pemberian oksigen tambahan


apa yang dilakukan pada atau pemasangan alat bantu napas,
masalah tersebut? pemberian cairan infus, pemberian
2. Evi: Mengapa nilai tranfusi darah dan pemberian terapi Intra
analisis gas darah PCO2 Vena 2 jalur dengan normal saline 3L
px menjadi sangat tinggi
Aida:
?
- Lihat adanya tanda-tanda shock (bila
3. Ana: pertolongan
ada, lakukan penanganan pertama
pertama yang harus
untuk Shock, bawa penderita segera
dilakukan perawat
ke RS).
terlebih dahulu ?
4. Dian: Apakah syok - Bila tidak ada, pasien diminta
hipovelemik pada pasien beristirahat dengan posisi tidur,
salah satunya kepala lebih tinggi daripada tubuh.
diakibatkan pasien - Berikan antasida.
memiliki Riwayat - Bawa penderita segera ke RS.
hepatitis alkaholik ? 2. Ana: Ini berkaitan dengan respon dari
5. Efina: apa yang terjadi pemeriksaan tanda-tanda vital klien pada
pada px dengan pernafasan yang diatas normal (RR 30
hematermesis apabila x/m) yang menyebabkan nilai PCO2
tidak segera ditangani ? klien menjadi meningkat
6. Fita: Pada kasus apa 3. Efina: Resusitasi cairan dan produk
yang menyebabkan darah
pasien mengalami sinus - Pasang akses intravena dengan kanul
takikardia ? berdiameter besar.
- Lakukan penggantian cairan
intravena dengan RL atau normal
saline.
- Observasi tanda-tanda vital saat
cairan diganti.
- Jika kehilangan cairan > 1500 ml
membutuhkan penggantiandarah
selain cairan, sehingga perlu

9
dilakukan pemeriksaan golongan
darah dan cross-match.
- Penggunaan obat vasoaktif sampai
cairan seimbang untuk
mempertahankan tekanan darah dan
perfusi organ vital, seperti
dopamine, epineprin, dan
norefineprine untuk menstabilkan
pasien.
4. Fita: Iya, karena Penyakit hati terkait
alkohol adalah kerusakan fungsi hati
akibat konsumsi minuman beralkohol
secara berlebihan dan dalam jangka
panjang. Kebiasaan tersebut dapat
menyebabkan peradangan,
pembengkakan, dan pembentukan
jaringan parut di hati. Hati atau liver
berfungsi untuk menyimpan cadangan
energi dan nutrisi, serta membersihkan
darah dari racun, obat, atau alkohol. Hati
juga mampu meregenerasi atau
memperbaiki kondisinya sendiri.
Namun, konsumsi minuman beralkohol
secara berlebihan dapat memperlambat
proses regenerasi sel-sel hati.
5. Harum: Setiap orang yang mengalami
hematemesis harus segera mendapatkan
penanganan medis. Karena muntah
darah tanpa sebab yang jelas mungkin
berkaitan dengan penyakit berat pada
saluran pencernaan. Selain itu,
hematemesis akibat perdarahan berat
juga dapat menyebabkan syok
hipovolemik yang merupakan
komplikasi berbahaya dengan pertanda:
jantung berdebar, kesulitan untuk buang
air kecil, penurunan tekanan darah
secara mendadak, dan hilang kesadaran.
Erina: penanganan harus dilakukan
karena bertujuan untuk memaksimalkan
pasokan oksigen, mengembalikan
volume cairan dalam tubuh, serta
mengendalikan kehilangan darah bila

10
disebabkan karena pendarahan
6. Shabira: Terjadi krn seseorang sedang
berolaraga atau kondisi sbg respon tubuh
seperti stress atau penyakit
Ririn: Penyebab sinus takikardia yaitu
irama detak jantung normalnya dikontrol
oleh nodus atrioventrikular, yang
menghasilkan impuls elektrik pemicu
awal tiap detak jantung. Penyebab
takikardia adalah faktor-faktor
yang mengganggu impuls elektrik
tersebut, sehingga detak jantung lebih
cepat dari normal.

Step 3 Menetapkan Tujuan Pembelajaran

1. Fita : Manifestasi klinis hematemesis


2. Efina : Patofisiologi pd hematemesis
3. Dian : Diagnosa yang mucul pada kasus hipovelemik
4. Ririn : Penatalaksanaan hematemesis
5. Tri : Patways pd hematemesis
6. Ana : Tanda dan gejala
7. Rizqa : Patofisiologi syok hipovelemik
8. Erina : Manisfestasi syok hipovelemik
9. Aida : Etiologi hematemesis
10. Rizqa : Tanda dan gejala syok hipovelemik
11. Erina : Definisi hematemesis dan syok hipovelemik
12. Shabira : Askep pada px syok hipovelemik
13. Efina : Factor resiko pasien syok hipovelemik
14. Nada : Etiologi pada syok hipovelemik
Step 4 Jawaban Tujuan Pembelajaran

1. Manifestasi klinis

Menurut Smeltzer dan Bare (2013) serta Lyndon (2014) tanda dan gejala
yang umum dijumpai pada pasien dengan hematemesis melena
diantaranya adalah :

a. Mual dan muntah dengan warna darah yang terang

Nausea atau mual merupakan sensasi psikis berupa kebutuhan untuk

11
muntah namun tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah. Muntah
terjadi setelah adanya rangsangan yang diberikan kepada pusat muntah
yaitu vomiting center (VC) di medula oblongata atau pada zona pemicu
kemoreceptor yang disebut chemoreceptor trigger zone (CTZ) yang
berada di daerah medula yang menerima masukan dari darah yang terbawa
obat atau hormon. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan cerebrospinal
(jaringan syaraf otak sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ. Ujung
syaraf dan syaraf-syaraf yang ada di dalam saluran pencernaan merupakan
penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung dan
tertundanya proses pengosongan lambung. Kemudian pusat muntah (VC)
akan distimulasi, dan bereaksi menyebabkan muntah. Muntahan darah
berwarna merah terang menunjukkan perdarahan baru terjadi, sedangkan
yang berwarna merah gelap, coklat atau hitam (warna dan muntahan
seperti ampas kopi) menandakan darah sudah tertahan lama di lambung
dan sudah tercerna sebagian.

b. Anoreksia

Anoreksia berarti kehilangan nafsu makan. Ini merupakan gejala


gangguan pencernaan dan terjadi dalam semua penyakit yang
menyebabkan kelemahan umum. Kondisi ini hasil dari kegagalan aktivitas
di abdomen dan sekresi cairan lambung karena vitalitas rendah yang, pada
gilirannya, dapat disebabkan oleh berbagai penyebab.

c. Disfagia

Disfagia atau sulit menelan merupakan kondisi dimana proses penyaluran


makanan atau minuman dari mulut ke dalam lambung akan membutuhkan
usaha lebih besar dan waktu lebih lama dibandingkan kondisi seseorang
yang sehat.

d. Feses yang berwarna hitam dan lengket

Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin dan warna hitam
ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Diperkirakan darah yang
muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna
sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam.

e. Perubahan hemodinamik seperti terjadi hipotensi, dan peningkatan nadi.

Perubahan hemodinamik terjadi akibat berkurangnya volume cairan di


dalam tubuh. Pentingnya pemantauan terus menerus terhadap status
hemodinamik, respirasi, dan tanda-tanda vital lain akan menjamin early
detection bisa dilaksanakan dengan baik sehingga dapat mencegah pasien

12
jatuh kepada kondisi lebih parah.

f. Perubahan sirkulasi perifer seperti warna kulit pucat, penurunan kapilari

refill, dan akral teraba dingin.

g. Rasa cepat lelah dan lemah

Penurunan volume darah dalam jumlah yang cukup banyak akan


menyebabkan penurunan suplai oksigen ke pembuluh darah perifer
sehingga menyebabkan metabolisme menurun dan penderita akan
merasakan letih dan lemah.

2. Patofisiologi

Penyakit sirosis hepatis menyebabkan jaringan parut yang menghalangi


aliran darah dari usus yang kembali ke jantung dan meningkatkan tekanan
dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal
menjadi cukup tinggi, darah yang mengalir di sekitar hati melalui vena-
vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-
vena yang paling umum yang dilalui darah untuk menuju hati adalah
vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esofagus) dan
bagian atas dari lambung. Sebagai akibat dari aliran darah yang meningkat
dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada
kerongkongan bagian bawah dan lambung bagian atas mengembang dan
disebut sebagai gastrik varises, semakin tinggi tekanan portal, maka
varises semakin besar dan pasien berkemungkinan mengalami perdarahan
dari varises-varises yang ada di kerongkongan (esofagus) atau lambung
(Smeltzer dan Bare, 2013).

Varises dapat pecah dan mengakibatkan perdarahan gastrointestinal yang


masif. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan
curah jantung, dan apabila berlebihan mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan. Sebagai respon terhadap penurunan curah jantung, tubuh
melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan
perfusi. Apabila volume darah tidak digantikan maka akan terjadi
disfungsi seluler, sel-sel akan menjadi mestabolisme anaerobi dan
terbentuknya asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek
pada sistem tubuh yang mana akan mengalami kegagalan karena
ketidakcukupan oksigen (Bararah dan Jauhar, 2013).

Selain varises esofagus, kelainan pada esofagus yang sering terjadi adalah
esofagogastritis korosiva, tukak esofagus, dan sindroma Mallory-weiss.
Esofagogastritis korosiva ini sering terjadi akibat benda asing yang
mengandung asam sitrat dan asam HCL yang bersifat korosif mengenai
mukosa mulut, esofagus dan lambung seperti yang terkandung dalam air

13
keras (H2SO4). Sehingga penderita akan mengalami muntah darah, rasa
panas terbakar dan nyeri pada mulut, dada, serta epigastrium. Sindroma
Mallory-weiss terjadi di bagian bawah esofagus dan lambung, gangguan
ini awalnya disebabkan karena muntah-muntah yang lama dan kuat
sehingga menimbulkan peningkatan intra abdomen dan menyebabkan
pecahnya arteri submukosa esofagus, kemudian laserasi pada esofagus
yang terjadi dapat merobek pembuluh darah sehingga menimbulkan
perdarahan. Kelainan di lambung seperti karsinoma lambung dan gastritis
erosive hemoragika akibat obat-obatan golongan salisilat biasanya
menimbulkan iritasi pada mukosa lambung dan dapat merangsang
timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Apabila erosi ini terus terjadi maka
akan menimbulkan perdarahan yang masif. Darah yang sudah
terkontaminasi dengan asam lambung akan berubah warna menjadi lebih
gelap dan tidak bergumpal (Hadi, 2013).

Penyakit atau kelainan pada darah dapat menimbulkan perdarahan pada


sistem pencernaan seperti hemofilia, dan idiopatik trombositopeni purpura
(ITP). Trombosit memiliki fungsi penting dalam mencegah dan
menghentikan perdarahan dengan jumlah normal trombosit dalam tubuh
adalah 150.000-400.000/mm3. Kehilangan atau kerusakan pada salah satu
sel darah yang mengakibatkan trombositopenia ini akan menyebabkan
gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan
sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam
mempertahankan hemostasis normal. Manifestasinya seperti perdarahan
ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal.
Idiopatik trombositopeni purpura (ITP) merupakan suatu gangguan
autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka
trombosit darah perifer kurang dari 15.000/μL) akibat autoantibodi yang
mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit
dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Terjadi karena jumlah
platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah
dan membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal. Gejala
trombositopenia bisa timbul secara tiba-tiba (akut) atau muncul secara
perlahan (kronik). Misalnya, bintik-bintik perdarahan (seperti digigit
nyamuk), lebam kebiruan, perdarahan gusi dan mimisan, darah dalam
tinja, sampai yang paling berat adalah perdarahan di otak. Perdarahan
pada traktus genitourinaria seperti hematuria juga merupakan gejala yang
sering ditemukan. Perdarahan gastrointestinal biasanya bermanifestasi
melena dan beberapa dengan hematemesis (Hadi, 2013).

Beberapa faktor penyebab non varises tersebut kebanyakan akan


mengiritasi mukosa lambung dan mengakibatkan peningkatan asam
lambung sehingga akan menyebabkan terjadinya ulserasi dan laserasi pada
mukosa lambung. Hal ini akan menyebabkan kerusakan dinding mukosa
dan menimbulkan perdarahan. Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah
yang banyak maka akan menyebabkan penurunan volume darah sehingga
penderita akan mengalami kekurangan volume cairan yang ditandai
dengan penurunan tekanan nadi, peningkatan nadi, dan kelemahan.

14
Penderita juga akan mengeluh mual dan mengalami penurunan nafsu
makan akibat peningkatan asam lambung, selain itu penderita juga akan
dipuasakan minimal hingga perdarahan berhenti. Akibatnya, intake nutrisi
yang masuk ke dalam tubuh akan berkurang dan nutrisi yang dibutuhkan
tubuh menjadi tidak seimbang (Sudoyo, 2009).

3. Diagnosa yang mucul pada kasus hipovelemik

Pola nafas tidak efektif b.d hipoperfusi alveoli

Defisit volume cairan b.d menurunnya aliran intravaskuler akibat diare

Perfusi perifer tidak efektif b.d vasokontriksi pembuluh darah

4. Penanganan hematemesis dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap


pertama yaitu pemberian cairan melalui infus dan transfusi darah apabila
Anda kehilangan banyak darah akibat muntah berkali-kali. Setelah
masalah kekurangan darah dan cairan teratasi, tahap selanjutnya yaitu
menutup sumber perdarahan.
5. Patways hematemesis

6. Tanda dan Gejala Hematemesis

- Rasa tidak nyaman pada perut

15
- Nyeri dada

- Sakit atau kram perut

- Badan lesu

- Kulit pucat

- Sesak napas

- Kepala berkunang-kunang hingga pingsan

7. Patofisiologi syok hipovelemik

Secara klinis, syok hemoragik terjadi karena adanya perdarahan pada


pembuluh darah besar seperti perdarahan gastrointestinal, aneurisma aorta,
atonia uteri, perdarahan pada telinga, hidung, tenggorokan. Syok terjadi
karena adanya penurunan secara drastis volume darah di sirkulasi darah,
kehilangan sel darah merah secara massif sehingga meningkatkan hipoksia
pada jaringan. Syok hemoragik traumatic berbeda dengan syok hemoragik
dikarenakan adanya tambahan cedera pada jaringan lunak yang
memperparah terjadinya syok. Syok ini biasanya terjadi karena ada cedera
seperti kecelakaan dan jatuh dari ketinggian. Perdarahan difus,hipotermia
(< 340C) dan asidosis merupakan tanda yang mengancam jiwa (Gänsslen
et al., 2016.). Cedera pada jaringan lunak menyebabkan peradangan post
akut, sehingga semakin menguatkan proses dari terjadinya syok. Pada
tingkat sirkulasi mikro, interaksi leukosit-endotel dan penghancuran
proteoglikan dan glikosaminoglycan yang terikat dengan membrane
endotel menyebabkan adanya disfungsi mikro vascular dan terjadi
sindrom kebocoran kapiler (Standl et al., 2018). Di intraseluler tingkat
ketidakseimbangan metabolise terjadi karena kerusakan mitokondria dan
pengaruh negatif pada sistem vasomotor (Standl et al., 2018).

Syok hypovolemia maupun syok hypovolemia traumatik menunjukan


tanda terjadinya kehilangan cairan tanpa adanya perdarahan. Syok
hypovolemia dalam arti yang lebih sempit muncul karena adanya
kehilangan cairan baik dari internal maupun eksternal dengan
ketidakadekuatan intake cairan ke tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh
hipertermi, muntah atau diare persisten, masalah pada ginjal. Penyerapan
sejumlah besar cairan ke dalam abdomen dapat menjadi penyebab
utamaberkurangnya sirkulasi volume plasma. Secara patologis
peningkatan hematokrit, leukosit dan trombosit dapat merusak sifat
reologi darah dan dapat merusak organ secara persisten walaupun pasien
telah mendapatkan terapi untuk syok (Standl et al., 2018).

Syok hypovolemia traumatic terjadi karena luka bakar yang luas, luka

16
bakar kimiawi, dan luka pada kulit bagian dalam. Trauma yang terjadi
juga mengaktivasi koagulasi dan sistem imun, dan memungkinkan
perburukan pada makro-mikro sirkulasi. Reaksi peradangan menyebabkan
kerusakan pada endothelium, meningkatkan sindrom kebocoran kapiler,
dan beberapa karena koagulopati (Standl et al., 2018).

8. Manisfestasi syok hipovelemik

e. Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang


hilang :

 Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)


 Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
 Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan
frekuensi pernapasan.
 Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk
kehilangan darah sekitar 10%

f. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

 Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali


permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba
dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.
 Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar
katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan
tekanan darah diastolik.

g. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)


 Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi,
penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan
status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau
agitasi.
 Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan,
30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil
yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
 Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah,
tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya
berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

h. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)


 Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan
darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan
diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine
yang keluar, penurunan status mental (kehilangan

17
kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
 Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara
cepat.

9. Etiologi hematemesis

Hematemesis terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejenum dan


melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.
Paling sedikitterjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai
keadaan melena. Banyaknyadarah yang keluar selama hematemesis atau
melena sulit dipakai sebagai patokan untukmenduga besar kecilnya
perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis danmelena
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera
dirumah sakit. (Syaifudin.2010) Etiologi dari Hematemesis adalah :

1. Kelainan esofagus : varise, esofagitis, keganasan.

2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan


duodenum,keganasan dan lain-lain.

3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular


coagulation), purpuratrombositopenia dan lain-lain.

4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.

5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,


kortikosteroid,alkohol, dan lain-lain.Penting sekali menentukan penyebab
dan tempat asal perdarahan saluran makanbagian atas, karena terdapat
perbedaan usaha penanggulangan setiap macamperdarahan saluran makan
bagian atas.

10. Tanda dan gejala syok hipovelemik

Menurut (Hardisman, 2013), tanda dan gejala syok hypovolemia

18
ditentukan berdasar stadium yaitu :

a. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah


hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh
mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi
penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas
atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanannadi rata-rata, frekuensi
nadi dan nafas masih dalam kedaan normal.

b. Stadium-II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada stadium


ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi
kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah
terutama sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat,
peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas.

c. Stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%. Gejala-gejala


yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi nadi terus
meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi nafas
hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik
sangat menurun, refiling kapiler yang sangat lambat.

d. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari


40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian
lemah sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III
terus memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40%
menyebabkan terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan
disertai dengan penurunan kesadaran atau letargik.

11. Definisi hematemesis dan syok hipovelemik

Hematemesis (atau haematemesis) adalah istilah medis yang secara awam


dikenal sebagai muntah darah. Orang yang mengalami muntah darah bisa
saja memuntahkan isi organ lambung bersama darah atau hanya darah
saja.

Syok hipovolemik adalah kondisi gawat darurat yang disebabkan oleh


hilangnya darah dan cairan tubuh dalam jumlah yang besar, sehingga
jantung tidak dapat memompa cukup darah ke seluruh tubuh. Syok
hipovolemik harus segera ditangani untuk mencegah kerusakan organ dan
jaringan.

12. Factor resiko pasien syok hipovelemik adalah penyakit jantung dan
pembuluh darah, seperti aneurisma aorta dan gangguan pada saluran
pencernaan, seperti tukak lambung dan ulkus duodenum.
13. Etiologi pada syok hipovelemik

19
Menurut Standl et al. (2018) penyebab dari syok hipovolemi dibagi dalam
4 bagian, yaitu:

a. Syok hemoragik, dikarenakan adanya perdarahan akut tanpa terjadi


cedera pada jaringan lunak.

b. Syok hemoragik traumatik, dikarenakan adanya perdarahan akut yang


disertai cedera pada jaringan lunak ditambah dengan adanya pelepasan
aktivasi sistem imun.

c. Syok hipovolemik karena kurangnya sirkulasi plasma darah secara


kritis tanpa adanya perdarahan.

d. Syok hipovolemik traumatik, karena kurangnya sirkulasi plasma darah


secara kritis tanpa adanya perdarahan, terjadi cedera pada jaringan

lunakserta adanya pelepasan aktivasi sistem imun.

20
FORMAT PENGKAJIAN

1. Pengkajian
a. Identitas pasien

Keterangan Pasien
Nama Tn.
Jenis kelamin Laki-laki
Usia 39 tahun
Status -
Agama -
Suku Bangsa Indonesia
Pendidikan -
Bahasa yang digunakan -
Pekerjaan -
Alamat -
Diagnosis Medis Hematemesis

b. Identitas penanggung jawab

Keterangan Pasien
Nama -
Jenis kelamin -
Usia -
Hubungan dengan pasien -
Pendidikan -
Pekerjaan -

21
a. Riwayat kesehatan

Keterangan Pasien

Keluhan utama Petugas mengatakan pasien datang dengan


hematemesis ,dan muntah darah sebanyak 1-2 L.

Riwayat kesehatan Pasien datang ke IGD dengan hematemesis.


sekarang Pasien terlihat jaundice dan memiliki riwayat
hepatitis alkoholik

Riwayat kesehatan Tidak terkaji


keluarga

Riwayat kesehatan masa Tidak terkaji


lalu

c. Data Fisiologis-Psikologis-Perilaku-Relasional-Lingkungan

Keterangan Pasien
Data Fisologis
1. Respirasi Frekuensi pernapasan 30x/menit,
2. Nutrisi dan Cairan Tidak terkaji
3. Eliminasi Tidak terkaji
4. Aktivitas dan Tidak terkaji
Istirahat
5. Neurosensori Tidak terkaji
6. Reproduksi dan Tidak terkaji
seksualitas

Data Psikologis

1. Nyeri dan Tidak terkaji


kenyamanan

22
2. Integritas ego Tidak terkaji

3. Pertumbuhan dan Tidak terkaji


perkembangan

Perilaku
Tidak terkaji
1. Kebersihan diri

2. Penyuluhan dan Tidak terkaji


pembelajaran

Data Relasional
Tidak terkaji
1. Interaksi social

Data Lingkungan
1. Keamanan dan Tidak terkaji
proteksi

23
d. Pengkajian Fisik

Keterangan Pasien
Umum
1. Tingkat kesadaran : Voice
2. Pupil : Isokor,bulat,reaktif terhadap cahaya
3. Kulit : Teraba dingin
4. Turgor kulit : jelek
5. Kuku : Pucat
6. Bibir : Kering
7. Capillary refil ; 7-8 detik
8. Terapi IV 2 jalur (normal saline 3 L)

TTV 1) TD : 59/22 mmHg


2) Suhu : 38℃
3) Nadi : 130 x/menit
4) RR : 30 x/menit
Pemeriksaan fisik Kepala 1. Inspeksi (Tidak terkaji)
2. Palpasi (Tidak terkaji)
dan leher

Muskoloskletal 1. Inspeksi (Tidak terkaji)


2. Palpasi (Tidak terkaji)
e.

f.

g. Pemeriksaan penunjang

HEMATOLOGY Nilai Normal


Hematocrit (%) 68 41-50%
Hemoglobin (g/dl) 7 13 – 18 gm/dL
White cells (per mm3) 8,606 5-10,000
Neutrophils (%) 70 48-73
Lymphocytes (%) 18 18 – 48 %
Monocytes (%) 3 0–9%
Eosinophils (%) 0 0–5%
Basophils (%) 0 0–2%
Band forms (%) 2 <3%
Platelets (per mm3) 110,000 150,000-450,000
Mean Corpuscular Volume (fl) 92 80 – 100 fl
BUN 25 mg/dl 7-30mg/dl
Serum creatinine 1.1 mg/dl 0.6-1.2mg/dl
Analisa Gas Darah

24
Ph (asidosis) 6,6 7,35-7,45
PCO2 (asam) asidosis 103 mmHg 35-45 mmHg
PO2 (asam) 63 mmHg 80-100 mmHg
HCO3 (asam) 10,2 mEq/L 22-26 mEq/L
BE -28mEq/L (-2) – (+2)

ASUHAN KEPERAWATAN

b. Analisa Data

No Data Senjang Etiologi Diagnosa

1. DO : Ana Ana Ana


 Hematocrit Asupan Cairan Defisiensi volume
tinggi 68% (41- Kurang cairan b/d hematemesis
50 %) d/d capillary refil 7-8
 Kulit teraba dtk (normal kurang dari
dingin, dasar 2dtk) Domain 2, Kls
5:Kode Diagnosis
kuku pucat,
00027
bibir kering,
turgor kulit
jelek
 Capillary refil
7-8 dtk (kurang
dari 2 dtk)
 Hemoglobin
rendaah 7 (13-
18 gm/dL)

DS : Ana
 Petugas
ambulance
mengatakan px
muntah darah
sebanyak 1-2 L

2. DO : Dian Efina: Dian


 Nadi 130x/m Ketidaksebandingan Ketidakefektifan perfusi
 RR 30x/m, antara ventilasi jaringan perifer b/d
 T 38oC dengan aliran darah Ketidaksebandingan
antara ventilasi dengan
 Takikardi
aliran darah
 PCO2 103

25
mmgh, PO2 66 Domain 4, Kelas 4,
mmHg Kode Diagnosis: 00204
 TD 52/22
mmhg
 Capillary refill
7-8 detik

DS :

3. DO : Tri Alwi Alwi


 Suhu 38oC Dehidrasi Hipertermi b/d dehidrasi
 Kulit teraba d/d T 38 d C
dingin Domain 11, Kelas 6 ,
 Dasar kuku
Kode Diagnosis 0007
pucat
 Bibir kering
 Turgor kulit
jelek
DS :

c. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1. Ana: Harum Erina


Mnajemen Elektrolit
Defisiensi volume Keseimbangan Cairan
(2000)
cairan b/d Asupan (0601)
 Monitor nilai serum
cairan kurang d/d  Tekanan darah elektrolit yang
(2-3) abnormal
capillary refil 7-8
 Denyut nadi (3-  Pertahankan
dtk Domain 2, 4) kepatenan akses
Kelas 5, Kode  Frekuensi intra vena
pernafasan  Berikan cairan
Diagnosis 00027  Intake dan sesuai resep
output selama 24  Konsultasikan pada
jam (2-3) dokter terkait
 Elektrolit (3-4) pemberian elektrolit
Kelemahan membran dengan sedikit
mukosa (2-3) obat-obatan
Efina

26
 Tingkatkan
orientasi
 Konsultasikan
kepada dokter jika
cairan elektrolit
memburuk
 Tepatkan monitor
jantung yang tepat
Rawat aritma jantung
dengan tepat sesuai
protokol

2. Dian Ana Tri


Status Pernafasan: Manajemen Asam
Ketidakefektifan
Pertukaran Gas (0402) Basa: Asidosis
perfusi jaringan
perifer b/d  Tekanan porsial Respiratorik (1913)
Ketidaksebandingan karbondioksida di  Pertahankan
antara ventilasi darah arteri (PCO2) kepatenan jalan
dengan aliran darah (3-4) nafas
 Saturasi oksigen (2-3)  Pertahankan alat
Domain 4, Kelas 4,  Keseimbangan bantu nafas
Kode Diagnosis: ventilasi dan perfusi  Jaga kepatenan
00204 (3-4) akses IV
 Monitor tanda dan
Evi
gejala kelebihan
Keparahan Respirasi asam karbonat dan
Asidosis Akut (0604) asidosis respiratorik
 Penurunan pH plasma Alwi
darah (3-4)
 Berikan terapi
 Peningkatan frekuensi
oksigen yang sesuai
jantung (2-3)
 Monitor tanda-
Nada tanda gagal nafas
 Monitor factor
 Respon verbal lambat
penentu sirkulasi
(2-3)
oksigen ke jaringan
 Penurunan level untuk
kesadaran (3-4) mempertimbangkan
Peningkatan frekuensi oksigenasi arteri
pernafasan (2-3) yang adekuat
Ana Rizka
 TTV dalam batas  Posisikan pasien
normal pada posisi
ventilasi yang

27
 Wrna kulit normal optimal
 Monitor kerja
 Kekuatan fungsi otot
pernafasan
 Nilai laboratorium  Monitor status
dalam batas normal neourologis
(kesadaran pasien)
Ana
 Sirkulasi perifer
dapat menunjukkan
tingkat keparahan
penyakit

3. Alwi: Aida Ririn


Hidrasi (0602) Perawatan
Hipertermi b/d
Hipertermia
dehidrasi d/d T 38 d  Turgor kulit (2-3)
C  Membrane mukosa  Pastikan kepatenan
(2-3) jalan nafas
Domain 11, Kelas  Intake cairan (2-3)  Monitor Tanda-
6, Kode Diagnosis  Output cairan (2-3) tanda vital
 Jauhan pasien dari
0007 Fita
sumber panas
 Nadi cepat dan  Monitor adanya
lemah (2-3) komplikasi
 Peningkatan suhu  Monitor output
tubuh (2-3) orien
 Peningkatan  Basahi permukaan
hemaktorit (2-3) tubuh dan kipasi
 Penurunan tekanan pasien
darah (2-3)  Lakukan
pemeriksaan
Shabira laboratorium
Kontrol Resiko:  Berikan terapi
Hipertermia (1922) oksigen

 Mencari informasi
terkait hipertermia
(3-4)
 Memakai pakaian
yang sesuai untuk
melindungi diri (3-
4)
 Mempertahankan
keutuhan kulit (3-4)
Dian

28
 Mengidentifikasi
faktor resiko
hipertermia (3-4)
 Memodifikasi intake
cairan sesuai
kebutuhan (3-4)
 Memonitor
perubahan status
Kesehatan (3-4)

d. Implementasi Dan Evaluasi

No Diagnosa Implementasi Evaluasi

1. Defisiensi volume 1. Memonitor nilai S : pasien


serum elektrolit
cairan b/d Asupan mengatakan badan
yang abnormal pada
cairan kurang d/d klien terasa lemah, letih
capillary refil 7-8 2. Mempertahankan dan lesu
kepatenan akses
dtk Domain 2, intra vena O : kulit teraba
Kelas 5, Kode 3. Memberikan cairan dingin, bibir
sesuai resep
Diagnosis 00027 pucat, turgor jelek,
4. Berkonsultasikan
pada dokter terkait hemoglobin
pemberian elektrolit rendaah 7 (13-18
dengan sedikit obat-
obatan yang akan gm/dL).
diberikan pada klien A : masalah
5. Meningkatkan
orientasi defisiensi volume
6. Berkonsultasikan cairan belum
kepada dokter jika
teratasi
cairan elektrolit
memburuk P : intervensi
7. Memonitor jantung dilanjutkan
yang tepat
8. Menjaga aritma
jantung dengan tepat
sesuai protokol

2. Dian 1. Mempertahankan S : pasien


kepatenan jalan nafas
Ketidakefektifan mengatakan masih
pada klien
perfusi jaringan pusing
2. Mempertahankan alat
perifer b/d bantu nafas pada klien O : tekanan darah

29
Ketidaksebandingan 3. Menjaga kepatenan 90/80
antara ventilasi akses IV klien
A : masalah belum
dengan aliran darah 4. Memonitor tanda dan
gejala kelebihan asam teratasi
Domain 4, Kelas 4, karbonat dan asidosis
Kode Diagnosis: P : intervensi
respiratorik pada klien
00204 5. Memonitor tanda- dilanjutkan
tanda vital
6. Memberikan terapi
oksigen yang sesuai
kebutuhan klien
7. Memonitor tanda-
tanda gagal nafas klien
8. Memonitor factor
penentu sirkulasi
oksigen ke jaringan
untuk
mempertimbangkan
oksigenasi arteri yang
adekuat pada klien
9. Memposisikan pasien
pada posisi ventilasi
yang optimal
10. Memonitor kerja
pernafasan
11. Memonitor status
neourologis (kesadaran
pasien)
12. Membemberian
oksigen non rebriting
mask

3. Hipertermi b/d 1. Memastikan S : pasien


dehidrasi d/d T 38 d kepatenan jalan
mengatakan masih
C nafas
2. Memonitor tanda- demam dan masih
Domain 11, Kelas tanda vital klien lemas
6, Kode Diagnosis 3. Menjauhan pasien
dari sumber panas O : bibir tampak
0007
4. Memonitor adanya pucat, turgor kulit
komplikasi
jelek, suhu 38oC
5. Memonitor output
urien A : masalah
6. Membasahi hipertemi belum
permukaan tubuh
dan kipasi pasien teratasi

30
7. Melakukan P : intervensi
pemeriksaan
dilanjutkan
laboratorium

Tugas: level dari syok

Apakah pasien kritis/ tidak

Asidosis respiratorik yang gagal terkompensasi

Tugas: level syok

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan
cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh
volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
Gejala klasik syok yaitu, tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walau posisi
berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung,
peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan
hormone stress serta ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan
menggunakan cairan interstisial, interselular dan menurunkan produksi urin.
Penatalaksanaan syok hipovolemik akibat perdarahan tetap diawali dengan penilaian
airway, breathing, circulation, diability dan exposure. Kemudian setelah dilakukan
tatalaksana awal dievaluasi responnya, bisa respon cepat, sementara, dan minimal
atau tanpa respon.

B. Saran
Penulisan laporan ini diharapkan dapat menjadi referensi dan masukan mengenai
asuhan keperawatan kegawatdaruratan sistem kardiovaskuler pada pasien dengan
syok hemovolemik.

31
DAFTAR PUSTAKA

Kolecki, Paul. 2016. Syok Hipovolemik. www,emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 24


Mei 2019

Dewi, E., & Rahayu, S. (2010). Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik. Berita Ilmu
Keperawatan ISSN 1979-2697, 2(2), 93–96. Retrieved from
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/bitstream/handle/11617/2043/BI
K_Vol_2_No_2_8_Enita_Dewi.pdf?sequence=1&isAllowed=y Diakses pada 13 Mei 2021

Ganesha, H. (2016). Hypovolemic Shock. Critical Care Medicine: Principles of Diagnosis


and Management in the Adult, 2016(1602511171), 485–520. https://doi.org/10.1016/B978-
032304841-5.50029-7

Hardisman. (2013). Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update
dan Penyegar. Memahami Patofisiologi Dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik:Update Dan
Penyegaran., 2(3), 178–182. Retrieved from
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/167 /162 Diakses pada 13 Mei 2021

Hidayatulloh, M. N., Supriyadi, & Sriningsih, I. (2016). Pengaruh Resusitasi Cairan


Terhadap Status Hemodinamik (MAP), Dan Status Mental (GCS) Pada Pasien Syok
Hipovolemik Di Igd Rsud Dr. Meowardi Surakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan, 8(2), 222–229. Retrieved from
http://182.253.197.100/e-journal/index.php/jikk/article/view/376 Diakses pada 14 Mei 2021

32

Anda mungkin juga menyukai