Anda di halaman 1dari 20

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan diagnosa

“Anemia dalam Kehamilan”

Dosen Pengampu mata kuliah Keperawatan Maternitas:


Hj. Masnun, SST., S.Kep, M.Biomed

Kelompok 3:
Dilla Dwi Rahmadhani (P032114401094)
Annysyah (P032114401089)
Elsa Ade Riani (P032114401097)
Indah Mutmainnah (P032114401102)
Ananda Putri Irza (P032114401087)
Dinda Nurfajri (P032114401095)
Suchika Wulandari Putri (P032114401120)
Nilam Destinarsih (P032114401110)

2C KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES RIAU


JL. MELUR NO. 103, HARJOSARI, KEC. SUKAJADI
PEKANBARU
2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nyalah
tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan naskah yang berjudul “Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan diagnose Anemia dalam Kehamilan” kami
menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangankekurangan ataupun kesalahan. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
semua kritik dan saran pembaca akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan naskah
penulisan lebih lanjut. Tulisan ini dapat penuh selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, terutama rekan kami sekalian dan dosen
yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan kelengkapan naskah tulisan ini. Akhimya,
semoga tulisan yang jauh dari sempuma ini ada manfaatnya.

Pekanbaru, September 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................................1

1.3 Tujuan ............................................................................................................................1

1.4 Manfaat ..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................4

2.1 Definisi...........................................................................................................................4

2.2 Perubahan Fisiologi pada Ibu Hamil..............................................................................4

2.3 Klasifikasi anemia dalam kehamilan .............................................................................5

2.4 Etiologi ..........................................................................................................................7

2.5 Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil....................................................................7

2.6 Patofisiologi. ..................................................................................................................8

2.7 WOC Anemia Pada Ibu Hamil. .....................................................................................9

2.8 Komplikasi. ..................................................................................................................10

2.9 Respon Tubuh. .............................................................................................................10

2.10 Pemeriksaan Penunjang. ............................................................................................11

2.11 Penatalaksanaan. ....................................................................................................... 13

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................16

3.1 Simpulan ......................................................................................................................16

3.2 Saran.............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................17

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia dalam kehamilan merupakan komplikasi akibat berbagai perubahan anatomik
serta fisiologik dalam tubuh ibu. Perubahan fisiologik ibu hamil tersebut dapat menyebabkan
ekspansi volume plasma sehingga kebutuhan oksigen lebih tinggi dan memicu peningkatan
produksi eritropenin. Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke enam kehamilan dan
mencapai maksimum pada minggu ke 24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai
minggu ke 37. Pada titik puncaknya volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil
dibandingkan dengan perempuan yang tidak hamil. Akibatnya, volume plasma bertambah dan
sel darah merah meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang
lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan
konsentrasi hemoglobin (hemodilusa) (Prawirohardjo, 2010).
Penyebab utama anemia pada ibu hamil tersebut berkaitan dengan kemiskinan, sehingga
tidak mampu memenuhi standar makanan empat sehat lima sempurna (Manuaba, Manuaba &
Manuaba, 2007). Sedangkan 51% penyebab anemia yang lain di seluruh dunia adalah
defisiensi zat besi yang terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil (Robson &Waung,2013).
Menurut penelitian Ramadani, Mayoritha & Fitrayeni penyebab anemia pada ibu hamil
adalah ketidaktahuan tentang pemahaman ibu mengenai anemia, dan hasil
penelitiannyamenunjukan bahwa proporsi kejadian anemia lebih banyak terjadi pada ibu
dengan tingkat pengetahuan kurang (73,1%), dibandingkan denganibuyang berpengetahuan
baik (26,9%). World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 35 - 75 % ibu hamil
di negara berkembang dan 18% ibu hamil di negara maju mengalami anemia. Namun, banyak
diantara ibu hamil yang telah mengalami anemia pada saat konsepsi, dengan perkiraan
prevalensi sebesar 43% pada perempuan yang tidak hamil di negara berkembang dan 12% di
negara yang lebih maju (Prawirohardjo, 2010). Hasil Survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
di Indonesia tahun 2007 menunjukkan persentase anemia pada ibu hamil sebesar 24,5%
(Pratami, 2016). Dampak anemia pada ibu hamil maupun janinnya dapat mengganggu
kesehatan. Dampak pada ibu dapat menyebabkan abortus, persalinan prematur, peningkatan
terjadi infeksi, ancaman dekompensasi jantung jika Hb kurang dari 6,0 g/dl (Pratami, 2016).

1
Menurut penelitian Putri, Rosalina & Trisnasari tahun 2015diketahui bahwa dari 224 ibu
hamil dengan anemia yang mengalami abortus sebanyak 91 orang (40,6%). Bahaya terhadap
janinya adalah resiko terjadinya kematian intra-uteri, resiko terjadinya abortus, berat badan
lahir rendah, resiko terjadinya cacat bawaan, peningkatan resiko infeksi pada bayi hingga
kematian perinatal atau tingkat intilegensi bayi rendah (Pratami, 2016).
Menurut penelitian Budiastuti & Muhartati tahun 2012-2013 didapatkansebagian besar
(81,8%) ibu hamildengan anemia ringan pada trimester III melahirkan bayi BBLR. Sedangkan
anemia sedang pada ibu hamil trimester III yang melahirkan bayi BBLR sebanyak 4 ibu hamil
(12,1%), dan yang melahirkan BBSLR sebanyak 2 ibu hamil dengan persentase 6,1%.
Mengingat besarnya dampak anemia terhadap ibu hamil dan janinnya maka pencegahan
anemia yang dilakukan pada ibu hamil yaitu dengan selalu mengkonsumsi nutrisi yang baik
selama kehamilan. Makan makanan yang tinggi kandungan zat besi yang dapat membantu
tubuh menjaga pasokan besi yang yang diperlukan diperlukan untuk tubuh. Selain itu
pemberian vitamin C juga dapat mencukupi zat besi dan folat (Proverawati, 2011). Ibu hamil
tersebut sebaiknya melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga diketahui data-data
dasarnya. Pemeriksaan kesehatan juga dilakukan pemeriksaan laboratorium (Manuaba,dkk,
2007).
Menurut penelitian Putri, Sulistyono &Mahmuda Ibu hamil yang tidak teratur melakukan
pemeriksaan kehamilan kemungkinan anemia 4,421 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu
hamil yang teratur melakukan pemeriksaan kehamilan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah tulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan Anemia?
2. Apa etiologi dari Anemia?
3. Apa saja tanda dan gejala Anemia?
4. Bagaimana perjalanan penyakit Anemia?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Anemia?

1.3 Tujuan
Adapun Tujuan Penulisan ini adalah seperti di bawah ini.
1. Untuk Mengetahui pengertian Anemia
2. Untuk Mengetahui penyebab Anemia

2
3. Untuk Mengetahui tanda dan gejala Anemia
4. Untuk Mengetahui perjalanan Penyakit Anemia
5. Untuk Mengetahui pemeriksaan penunjang Anemia

1.4 Manfaat
1. Bagi pelayanan kesehatan (Puskesmas)
Dari karya tulis ini diharapkan dapat menambah informasi bagi perawat mengenai cara
memberikan asuhan keperawatan keluarga pada ibu hamil dengan anemia.
2. Bagi penulis
Meningkatkan wawasan, pengetahuan dan mengaplikasikan cara perawatan penderita
anemia pada ibu hamil.
3. Bagi institusi pendidik
Sebagai informasi dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dengan klien
anemia pada ibu hamil dan sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan
terutama dalam bidang dokumentasi keperawatan keluarga.
4. Bagi klien dan keluarga
Dari karya tukis ilmiah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada klien dan
keluarga mengenai anemia yang meliputi pengertian anemia pada ibu hamil, penyebab,
tanda dan gejala, pencegahan, dan penatalaksanaan dari anemia pada ibu hamil. Di
harapkan pula keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit anemia pada ibu
hamil serta mampu merubah sikap sehingga mampu meningkatkan status kesehatan.
5. Bagi pembaca
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang penyakit anemia pada ibu hamil.

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi
darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa
oksigen keseluruh jaringan (Tarwono, dkk 2007). Sedangkan menurut Pratami (2016)anemia
dalam kehamilan didefenisikan sebagai suatu kondisi ketika ibu memiliki kadar hemoglobin
kurang dari 11,0 g/dl pada trimester I dan III, atau kadar hemoglobin kurang dari 10,5 g/dl
pada trimester II. Nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga
parameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode kehamilan. Umumnya ibu hamil
dianggap anemia jika kadar hemoglobinnya dibawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33%.
Konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada akhir trimester pertama dan dan <10 g/dl pada
trimester kedua dan ketiga menjadi batas bawah untuk menjadi penyebab anemia dalam
kehamilan. Nilai – nilai ini kurang lebih sama nilai Hb terendah pada ibu - ibu hamil yang
mendapat suplementasi besi, yaitu 11,0 g/dl pada trimester pertama dan 10,5 g/dl pada
trimester kedua dan ketiga (Prawirohardjo,2010).
2.2 Perubahan Fisiologi pada Ibu Hamil
Kehamilan merupakan kondisi alamiah tetapi seringkali menyebabkan komplikasi akibat
berbagai perubahan anatomik serta fisiologis dalam tubuh ibu. Salah satu perubahan fisiologis
yang terjadi adalah perubahan hemodinamika. Selain itu, darah yang terdiri atas cairan dan
sel-sel darah berpotensi menyebabkan komplikasi perdarahan dan trombosis jika terjadi
ketidakseimbangan faktor-faktor prokoagulasi dan hemostasis (Prawirohardjo, 2010) 7 Pada
proses hemodilusi volume darah akan meningkat secara progresif mulai minggu ke 6 – 8
kehamilan dan mencapai puncaknya pada minggu ke 32 – 34 dengan perubahan kecil setelah
minggu tersebut.
Volume plasma akan meningkat kira-kira 40 – 45%. Hal ini dipengaruhi oleh aksi
progesteron dan estrogen pada ginjal yang dinisiasi oleh jalur renin - angiotensin dan
aldosteron. Penambahan volume darah ini sebagian besar berupa plasma dan eritrosit
(Prawirohardjo, 2010) Eritropoetin ginjal akan meningkatkan jumlah sel darah merah

4
sebanyak 20 - 30%, tetapi tidak sebanding dengan peningkatan volume plasma sehingga akan
mengakibatkan hemodilusi dan penurunan konsentrasi hemoglobindari 15 g/dl menjadi 12,5
g/dl, dan pada 6% perempuan bisa mencapai dibawah 11 g/dl itu merupakan suatu hal yang
abnormal dan biasanya lebih berhubungan dengan defesiensi zat besi yang diabsorbsi dari
makanan dan cadangan dalam tubuh biasanya tidak mencukupi kebutuhan ibu selama
kehamilan sehingga penambahan asupan zat besi dan asam folat dapat membantu
mengembalikan kadar hemoglobin. Kebutuhan zat besi selama kehamilan lebih kurang 1.000
mg atau rata-rata 6 – 7 mg/hari. Volume darah ini akan kembali seperti sediakala pada 2-6
minggu setelah persalinan (Prawirohardjo, 2010).
Selama kehamilan jumlah leukosit juga akan meningkat yakni berkisar antara 5.000 –
12.000 /ul dan mencapai puncaknya pada saat persalinan dan masa nifas berkisar 14.000 –
16.000 /ul. Penyebab peningkatan ini belum diketahui. Respon yang sama juga diketahui
terjadi selama dan setelah melakukan latihan yang berat (Prawirohardjo, 2010). Selama
kehamilan juga sirkumferensia torak akan bertambah lebih kurang 6 cm, tetapi tidak
mencukupi penurunan kapasitas residu fungsional dan volume residu paru-paru karena
pengaruh diagfragma 8 yang naik lebih kurang 4 cm selama kehamilan. Frekuensi pernapasan
hanya mengalami sedikit perubahan selama kehamilan, perubahan ini akan mencapai
puncaknya pada minggu ke 37 dan akan kembali hampir seperti sediakala dalam minggu ke
24 minggu setelah persalinan (Prawirohardjo, 2010).
2.3 Klasifikasi anemia dalam kehamilan
Menurut Prawirohardjo(2010) klasifikasi anemia dalam kehamilan sebagai berikut :
a. Defisiensi Besi Pada kehamilan
Resiko meningkatnya anemia deesiensi zat besi berkaitan dengan asupan besi yang
tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan janin yang cepat. Kehilangan zat
besi terjadi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoienis, kehilanan darah
pada saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhanya dapat mencapai 900 mg atau
setara dengan 2 liter darah. Sebagian perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan
besi yang rendah, maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada defesiensi zat besi.
Pencegahan anemia defesiensi zat besi dapat dilakukan dengan suplemen besi dan asam
folat. WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg zat besi selama 6 bulan untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis selma kehamilan. Namun, banyak literatur menganjukan

5
dosis 100 mg besi setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. Di wilayah-
wilayah dengan prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk memberikan suplemen
sampai 3 minggu postpartum.
b. Defisiensi Asam Folat Pada kehamilan
Kebutuhan folat meningkat lima sampai sepuluh kali lipat karena transfer folat dari
ibu kejanin yang menyebabkan dilepasnya cadangan folat maternal. Peningkatan lebih
besar dapat terjadi karena kehamilan multiple, diet yang buruk, infeksi, adanya nemia
hemolitik. Kadar estrogen dan progesteron yang tinggi selama kehamilan tampaknya
memeliki efek penghambat terhadap absorbsi folat. Defesiensi asam folat sangat umum
terjadi pada kehamilan dan merupakan penyebab utama anemia megabolik pada
kehamilan. Anemia tipe megabolik karena defesiensi asam folat merupakan penyebab
kedua terbanyak anemia defesiensi zat gizi. Penyebabnya oleh gangguan sitesis DNA dan
ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik yang khas untuk anemia jenis ini.
Defesiensi asam folat ringan juga telah dikaitkan dengan anomali kongenital janin,
tertama dapat pada penutupan tabung neural (neural tube defects). Selain itu, defesiensi
asam folat dapat menyebabkan kelainan pada jantung, saluran kemih, alat gerak, dan
organ lainya. Penatalaksanaan defesiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral
sebanyak 1 sampai 5 mg per hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya dapat dikoreksi
meskipun pasien mengalami pula malabsorbsi. Ibu hamil sebaiknya mendapat sedikitnya
400 ug folat perhari.
c. Anemia Plastik
Ada beberapa laporan mengenai anemia aplastik yang terkait dengan kehamilan,
tetapi hubungan antara keduanya tidak jelas. Pada beberapa kasus eksaserbasi anemia
aplastik yang telah ada sebelumnya oleh kehamilan dan hanya membaik setela terminasi
kehamilan. Pada kasus-kasus lainya, aplasia terjadi selama kehamilan dan dapat kambuh
pada kehamilan berikutnya. Terminasi kehamilan atau persalinan dapat memperbaiki
fungsi sumsum tulang, tetapi meliputi terminasi kehamilan elektif, terapi suportif,
imunosupresi, atau transplantasi sumsum tulang setelah persalinan.
d. Anemia Penyakit Sel Sabit
Kehamilan pada perempuan penderita anemia sel sabit (sickle cell anemia) disertai
dengan peningkatan insidens pielonefritis, infar pulmonal, pneomonia, perdaraan

6
antepartum, prematuritas, dan kematian janin. Peningkatan anemia megaloblastik yang
responsif dengan asam folat, terutama pada akhir masa kehamilan, juga meningkat
frekuensinya. Beat lahir bayi dari ibu yang menderita anemia sel sabit dibawah rata-rata,
dan kematian janin tinggi. Mortalitas ibu dengan penyakit sel sabit telah menurun dari
sekitar 33% menjadi 1,5% pada masa kini karena perbaikan pelayanan prenatal.
Pemberian tranfusi darah profilaktin belum terbukti efektifnya walaupun beberapa pasien
tampak memberi hasil yang memuaskan.
2.4 Etiolgi
Menurut Prawirohardjo (2010), Proverawati (2011) dan Pratami (2016) penyebab anemia
dalam kehamilan adalah :
a. Peningkatan volume plasma sementara jumlah eritrosit tidak sebanding dengan
peningkatan volume plasma
b. Defesiensi zat besi mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb), dimana zat besi adalah
salah satu pembentuk hemoglobin.
c. Ekonomi : tidak mampu memenuhi asupan gizi dan nutrisi dan ketidaktahuan tentang
pola makan yang benar
d. Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan
perdarahan akibat luka
e. Mengalami dua kehamilan yang berdekatan
f. Mengalami menstruasi berat sebelum kehamilan
g. Hamil saat masih remaja
2.5 Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
Menurut Proverawati (2011) tanda dan gejalah anemia pada ibu hamil sebagai berikut :
a. Kelelahan
b. Penurunan energi
c. Sesak nafas
d. Tampak pucat dan kulit dingin
e. Tekanan darah rendah
f. Frekuensi pernapasan cepat
g. Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena kerusakan sel darah merah
h. Sakit kepala

7
i. Tidak bisa berkonsentrasi
j. Rambut rontok
k. Malaise
2.6 Patofisiologi
Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oeh banyak faktor, antara lain; kurang zat
besi; kehilangan darah yang berlebihan; proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum
waktunya; peningkatan kebutuhan zat besi (Pratami, 2016). Selama kehamilan, kebutuhan
oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropenin. Akibatnya, volume
plasma bertambah dan sel darah merah meningkat. Namun, peningkatan volume plasma
terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit
sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb (Prawirohardjo, 2010). Sedangkan volume plasma
yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah (Hb) dan hitung
eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Ada spekulasi
bahwa anemia fisiologik dalam kehamilan bertujuan untuk viskositas darah maternal sehingga
meningkatkan perfusi plasenta dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin
(Prawirohardjo, 2010).
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke 6 kehamilan dan mencapai maksimum
pada minggu ke 24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke 37. Pada titik
puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil. Penurunan hematokrit,
konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke 7 sampai ke 8
kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke 16 sampai 22 ketika titik keseimbangan
tercapai (Prawirohardjo, 2010). Jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah meningkat sebanyak
450 ml. Volume plasma meningkat 45-65 %, yaitu sekitar 1.000 ml. Kondisi tersebut
mengakibatkan terjadinya pengenceran darah karena jumlah eritrosit tidak sebanding dengan
peningkatan plasma darah. Pada akhirnya, volume plasma akan sedikit menurun menjelang
usia kehamilan cukup bulan dan kembali normal tiga bulan postpartum. Persentase
peningkatan volume plasma yang terjadi selama kehamilan, antara lain plasma darah 30%, sel
darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pada awal kehamilan, volume plasma meningkat pesat
sejak usia gestasi 6 minggu dan selanjutnya laju peningkatan melaambaat. Jumlah eritrosit
mulai meningkat pada trimester II dan memuncak pada trimester III (Pratami, 2016).

8
2.7 WOC Anemia Pada Ibu Hamil

9
2.8 Komplikasi
1. Komplikasi Anemia Pada Ibu Hamil Menurut (Pratami, 2016)
Kondisi anemia sanggat menggangu kesehatan ibu hamil sejak awal kehamilan hingga
masa nifas. Anemia yang terjadi selama masa kehamilan dapat menyebabkan abortus,
persalinan prematur, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, peningkatan resiko
terjadinya infeksi, ancaman dekompensasi jantung jika Hb kurang dari 6,0 g/dl, mola
hidatidosa, hiperemis gravidarum, perdarahan ante partum, atau ketuban pecah dini.
Anemia juga dapat menyebabkan gangguan selama persalinan seperti gangguan his,
gangguan kekuatan mengejan, kala pertama yang berlangsung lama, kala kedua yang lama
hingga dapat melelahkan ibu dan sering kali mengakibatkan tindakan operasi, kala ketiga
yang retensi plasenta dan perdaraan postpartum akibat atonia uterus, atau perdarahan
postpartum sekunder dan atonia uterus pada kala keempat.Bahaya yang dapat timbul
adalah resiko terjadinya sub involusi uteri yang mengakibatkan perdarahan postpartum,
resiko terjadinya dekompensasi jantung segera setelah persalinan, resiko infeksi selama
masa puerperium, atau peningkatan resiko terjadinya infeksi payudara.
2. Komplikasi Anemia Pada Janin
Menurut (Pratami, 2016) anemia yang terjadi pada ibu hamil juga membahayakan
janin yang dikandungnya. Karena asupan nutrisi, O2 dan plasenta menurun ke dalam tubuh
janin sehingga dapat timbul pada janin adalah resiko terjadinya kematian intra-uteri, resiko
terjadinya abortus, berat badan lahir rendah, resiko terjadinya cacat bawaan, peningkatan
resiko infeksi pada bayi hingga kematian perinatal, atau tingkat intiligensi bayi rendah.
2.9 Respon Tubuh
a. Respon tubuh secara fisik
Pada ibu hamil yang menderita anemia biasanya disebabkan karena penurunan
konsentrase Hb dan asupan nutrisi yang kurang sehingga tubuh menjadi mudah cepat lelah,
mata berkunang kunang, sering merasa pusing dan keluhan saat hamil bertambah
(Manuaba,dkk, 2007)
b. Respon tubuh secara psikologis
Menurut Pratami (2016) pada ibu hamil yang menderita anemia biasanya ibu hamil
tersebut lebih sensitif dan merasa cemas dengan keadaannya dan janinnya karena sangat

10
berbahaya, contonya bagi ibu bisa menyebabkan abortus, persalinan prematur, peningkatan
terjadi infeksi, ancaman dekompensasi jantung jika Hb kurang dari 6,0 g/dl.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kwantitatif
tentang beratnya kekurangan zat besi. Untuk mengidentifikasi anemia defisiensi besi
pemeriksaan Hb dan hematokrit biasanya diukur sekaligus. Pemeriksaan Hb
sensitifitasnya 80-90% dan spesifisitasnya 65-990/0.
2. Penentuan indeks eritrosit Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) adalah
penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan Flowcytometri atau dengan
rumus.
a. Mean Corpuscular Volume (MC$= volume sel rata-rata MCV adalah volume rata-
rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi pada saat mulai terjadi
anemia. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah
thalasemia dan penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit
dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik 100 fl.
b. Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) MCH adalah berat hemoglobin rata-rata
dalam 1 eritrosit. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah
merah. Nilai normal 27-31 pg. Mikrositik hipokrom 31
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah konsentrasi
haemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi haemoglobin dengan
hematokrit. Nilai normal 30-35% dan Hipokrom <30
3. Pemeriksaan hapusan darah perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma
sel darah merah. Pada defisiensi besi terjadi penurunan jumlah retikulosit.
4. Serum lron (Sl) = Besi serum
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan
zat besi habis sebelum hemoglobin turun- Besi serum yang rendah ditemukan setelah

11
kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia,
rheumatoid arthritis dan malignansi.
5. Serum transferin (Tf) Transferin adalah protein transport besi, dan diukur bersama-sama
dengan besi serum.
Transferin serum dihitung memakai tekhnlk otomatik dimana kemampuan mengikat
besi total/Total lron Binding Capacity (TIBC) yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara
khusus oleh plasma. Serum transferin meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun
pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
6. Transferin saturation (TS)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi,
merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan
jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan
terhadap perkembangan eritrosit. TS dapat menurun pada penyakit peradangan.
7. Serum fieritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan
cadangan besi orang sehat. Serum feritin <12 ug/L sangat spesifik untuk kekurangan zat
besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi dan dapat digunakan sebagai diagnostik
kekurangan zat besi. Rendahnya serum ferritin menunjukkan tanda awal kekurangan zat
besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat
tinggi. Penilaian yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang
tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Kosentrasi serum feritin lebih rendah pada
wanita dari pada pria, yang menunjukkan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Pada
wanita hamil serum ferritin dibawah 20 ug/L selama trimester ll dan lll bahkan pada wanita
yang mendapatkan suplemen zat besi sekalipun.
Serum feritin adalah reaksi fiase akut, juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi,
keganasan, penyakit hati, Serum feritin diukur dengan essay immunoradiometris (IRMA),
Radioimmunoassay (RlA) atau ELISA. Feritin serum merupakan glikoprotein yang stabil
dan cukup akurat untuk menggambarkan simpanan zat besi tubuh dalam keadaan tidak ada
inflamasi. Feritin serum merupakan tes laboratorium pertama yang hasilnya akan abnormal
apabila simpanan zat besi menurun dan tidak dipengaruhi oleh konsumsi zat besi terbaru.lni
adalah tes terbaik untuk menilai defisiensi zat besi dalam kehamilan, meskipun dalam fase

12
akut akan meningkat pada keadaan infeksi ataupun inflamasi. Pada wanita yang cadangan
zat besinya cukup waktu konsepsi maka selama kehamilan kosentrasi feritin serum akan
meningkat, namun pada usia kehamilan 32 minggu akan menurun secara progresif sampai
50% karena terjadi hemodilusi dan mobilisasi dari zat besi. Kadar feritin serum kembali
meningkat pada trimester ketiga kehamilan. Kadar feritin serum <1 5 ug/L pada setiap
trimester kehamilan mengindikasikan telah terjadi deplesi zat besi. Pertimbangan diberikan
terapi apabila kadar feritin serum dibawah 30 ug/L, dimana sudah mengindikasikan telah
terjadi deplesi zat besi awal yang akan menjadi buruk apabila tidak cepat ditanggulangi.
Kadar feritin serum adalah indikator terbaik untuk simpanan besi dengan cut off point 30
ug/L dengan sensitifitas 90o/o dan spesifisitas 85o/o.
8. Pemeriksaan sumsum tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang untuk menilai
jumlah hemosiderin dalam sel reticulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi
adalah tidak ada besi retikuler. Pengujian sumsum tulang adalah suatu tindakan infasive
sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
NHANES (National Health And Nutrition Examination Survey) membuat diagnosis
Defisiensi Zat Besi bila didapati 2 dari 3 pemeriksaan laboratorium tidak normal, meliputi:
1 . Eritrosit Protoporphirin
2. Jenuh transferin
3. Serum ferritin
2. 11 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Secara Medis
Penanganan anemia yang tepat merupakan hal penting untuk mengatasi anemia
pada awal untuk mencegah atau meminimalkan konsekuensi serius perdarahan.
Penanganan anemia secara efektif perlu dilakukan. Ibu hamil berhak memilih kadar Hb
normal selama kehamilan dan memperoleh pengobatan yang aman dan efektif.
Pengobatan yang aman dan efektif akan memastikan ibu hamil memiliki kadar Hb yang
normal dan mencegah pelaksanaan tindakan tranfusi darah. Peningkatan oksigen
melalui tranfusi darah telah ditentang selama dekade terakhir. Selain itu, tindakan
tranfusi beresiko menimbulkan masalah yang lain, seperti transmisi virus dan bakteri

13
(Pratami, 2016). Tinjauan Cochrane terhadap 17 penelitian menemukan bahwa
pemberian zat besi oral dapat menegurangi anemia defesiensi zat besi selama trimester
II kehamilan dan meningkatkan kadar Hb dan firitin seru dibandingkan dengan
pemberian plasebo. Penelitian tersebut diambil dari 101 penelitian yang sebagian besar
uji cobanya berfokus pada hasil laboratorium tentang efek perlakuan berbeda terhadap
ibu hamil yang mengalami anemia defesiensi zat besi, penilaian morbiditas ibu & bayi,
parameter faal darah, dan efek samping pengobatan. Terdapat satu uji acak terkontrol
yang menyatakan bahwa pemberian zat besi oral harian selama empat minggu memiliki
hasil yang lebih baik dalam meningkatkan kadar Hb rata-rata 19,5 g/dl. Zat besi oral dan
iron polymaltose aman diberikan dan dapat meningkatkan kadar Hb dengan lebih efektif
dibandingkan dengan pemberian zat besi oral secara terpisah pada anemia defesiensi zat
besiyang berkaitan dengan kehamilan (Pratami, 2016).
Konsumsi suplemen zat besi setiap hari berkaitan erat dengan peningkatan kadar
Hb ibu sebelum dan sesudah pelahiran. Selain itu, tindakan tersebut juga mengurangi
resiko anemia yang berkepanjangan. Ibu yang mengkonsumsi suplemen zat besi atau
asam folat, baik harian maupun intermiten, tidak menunjukan perbedaan efek yang
signifikan. Konsumsi zat besi oral yang melebihi dosis tidak meningkatkan hematokrit,
tetapi meningkatkan kadar Hb. Pemberian suplemen zat besi oral sering kali
menimbulkan efek samping mual dan sembelit. Sekitar 10-20% ibu yang mengkonsumsi
zat besi oral pada dosis pengobatan mengalami efek saamping, seperti mual, muntah,
konstipasi atau diare. Ibu hamil yang menderita anemia berat mungkin memerlukan
tranfusi darah, yang terkadang tidak memberi peningkatan kondisi yang signifikan.
Selain itu, tranfusi darah juga menimbulkan resiko, baik bagi ibu maupun janin
(Pratami, 2016). Pemberian suplemen zat besi secara rutin pada ibu hamil yang tidak
menunjukan tanda kekurangan zat besi dan memiliki kadar Hb lebih dari 10,0 g/dl
terbukti memberi dampak positif, yaitu prevelensi anemia selama hamil dan enam
minggu postpartum berkurang. Efek samping berupa hemokonsentrasi, yaitu kadar Hb
lebih dari 13,o g/dl lebih sering terjadi pada ibu yang mengkonsumsi suplemen zat besi
atau asam folat setiap hari dibandingkan ibu yang tidak mengkonsumsi supleman.
Dalam menagani anemia, profesional kesehatan harus menerapkan strategi yang sesuai
dengan kondisi yang dialami oleh ibu hamil. Penanganan anemia defesiensi zat besi

14
yang tepat akan meningkatkan parameter kehamilan fisiologis dan mencegah kebutuhan
akan intervensi lebih lanjut (Pratami, 2016).
b. Penatalaksanaan Keperawatan di rumah
Pendidikan kesehatan pada ibu hamil yang menderita anemia adalah dengan
menkonsumsi nutrisi yang baik untuk mencegah terjadinya anemia jika sedang hamil,
makan makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaun hijau, daging
merah, sereal, telur, dan kacang tanah) yang dapat membantu memastikan bahwa tubuh
menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk berfungsi dengan baik. Selain itu
pemberian vitamin adalah cara terbaik untuk memastikan bahwa tubuh memiliki cukup
asam besi dan folat, dan pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat besi setiap
hari, yaitu dengan cara mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan zat besi
(Proverawati, 2011).

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi
darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa
oksigen keseluruh jaringan (Tarwono, dkk 2007). Sedangkan menurut Pratami (2016)anemia
dalam kehamilan didefenisikan sebagai suatu kondisi ketika ibu memiliki kadar hemoglobin
kurang dari 11,0 g/dl pada trimester I dan III, atau kadar hemoglobin kurang dari 10,5 g/dl
pada trimester II. Nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga
parameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode kehamilan. Umumnya ibu hamil
dianggap anemia jika kadar hemoglobinnya dibawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33%.
Konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada akhir trimester pertama dan dan <10 g/dl pada
trimester kedua dan ketiga menjadi batas bawah untuk menjadi penyebab anemia dalam
kehamilan. Nilai – nilai ini kurang lebih sama nilai Hb terendah pada ibu - ibu hamil yang
mendapat suplementasi besi, yaitu 11,0 g/dl pada trimester pertama dan 10,5 g/dl pada
trimester kedua dan ketiga (Prawirohardjo,2010).
3.2 Saran
Pokok bahasan tulisan ini sudah dipaparkan di depan. Besar harapan penulis semoga
tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, penulis
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempuma. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan agar tulisan ini dapat disusun menjadi lebih baik dan
sempurna.

16
DAFTAR PUSTAKA

Citrakesumasari. 2012. Anemia Gizi Masalah dan Pencegahannya. Kaliaka : Yogyakarta

Depkes RI,. 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008. Jakarta : Depkes RI.

Depkes. 2009. Indonesia Sehat 2009. Jakarta : Depkes RI

Manuaba. 2012. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta. EGC

Manuba, I.B.G. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta : EGC

Maulana, Mirza. 2008. Penyakit kehamilan dan pengobatannya. Jogjakarta: Katahati

Moehji ,S. 2003. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta : Papas Sinar Sinanti

Naviri, Tim. 2011. Buku Pintar Ibu Hamil. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Nelly Agustini S. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR di BPRSU
Rantauprapat Kab. Labuan Batu Tahun 2008.

Tierney-Gumaer R, et al. Risk Factors for Low Birth Weigh Infants of Hispanic, African
American and White Women in Bexar County Texas. Public Health Nurse. 2008 Sept-Okt:25
(5):390-400

Wasnidar. 2007. Buku saku anemia pada ibu hamil, konsep dan penatalaksanaan. Jakarta:
penerbit trans info media

Widyastuti AP. 2014. Hubungan Kadar Haemoglobin Siswa Dengan Prestasi Belajar di
Sekolah Dasar Negeri 1 Bantengan Wonosari Kabupaten Klaten. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah.

Yadav H, Lee N. Maternal Factors in Predicting Low Birth Weight Babies. Med J Malaysia,
2013, 68(1) 44-7

17

Anda mungkin juga menyukai