Anda di halaman 1dari 34

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan

Pada Klien dengan Kista Ovarium

Dosen Pengampu Mata Kuliah Maternitas :


Magdalena, SST., M.Kes

Kelompok 4 :
Annysyah (P032114401089)
Suchika Wulandari Putri (P032114401120)
Dilla Dwi Rahmadhani (P032114401094)
Nilam Destinarsih (P032114401110)
Claudia Anerli (P032114401093)

2C Keperawatan

POLTEKKES KEMENKES RIAU


JL.MELUR NO.103, HARJOSARI, KEC. SUKAJADI
PEKANBARU
2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nyalah tulisan ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan naskah yang berjudul “Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Kista Ovarium” kami menyadari bahwa tulisan ini tidak
luput dari kekurangan kekurangan ataupun kesalahan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca
akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan naskah penulisan lebih lanjut. Tulisan ini
dapat penuh selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.Oleh karena itu,
sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak, terutama rekan kami sekalian dan dosen yang telah memberikan masukan demi
kelancaran dan kelengkapan naskah tulisan ini. Akhimya, semoga tulisan yang jauh dari sempuma
ini ada manfaatnya.

Pekanbaru, September 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................2
1.3 Tujuan ...................................................................................................................2
1.4 Manfaat .................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................4
2.1 Definisi..................................................................................................................4
2.2 Klasifikasi. ............................................................................................................5
2.3 Etiologi..................................................................................................................7
2.4 Patofisiologi . ........................................................................................................9
2.5 Patoflowdiagram . ...............................................................................................11
2.6 Manifestasi Klinik...............................................................................................11
2.7 Komplikasi. .........................................................................................................13
2.8 Pemeriksaan Penunjang . ....................................................................................14
2.9 Penatalaksanaan Medis . .....................................................................................15
2.10 Pengkajian . .......................................................................................................17
2.11 Diagnosa Keperawatan . ...................................................................................21
2.12 Intervensi Keperawatan ....................................................................................22
2.13 Implementasi Keperawatan ..............................................................................29
2.14 Evaluasi Keperawatan ......................................................................................29
BAB III PENUTUP ...........................................................................................................30
3.1 Simpulan .............................................................................................................30
3.2 Saran....................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organization ( WHO ) pada tahun 2015 kista ovarium merupakan
kanker kelima tersering yang menyebabkan kematian wanita setelah kanker paru-paru,
payudara dan pankreas. Angka kejadian kista ovarium di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak
23.400 orang yang meninggal sebanyak 13.900 orang. Angka kematian yang tinggi disebabkan
karena penyakit pada awalnya bersifat asimptomatik dan baru menimbulkan keluhan apabila
sudah terjadi metastasis sehingga pasien datang pada stadium lanjut (Kemenkes, 2015). Pada
saat ini terjadi banyak masalah kesehatan reproduksi, diantaranya penyakit yang berkaitan
dengan sistem reproduksi.Kista Ovarium adalah suatu penyakit gangguan organ reproduksi
wanita salah satu tumor jinak ginekologi yang sering dijumpai pada wanita pada dimasa
reproduksinya ( Depkes RI,2011 ).
Kista ovarium merupakan suatu kantong abnormal berisi cairan atau setengah cairan yang
tumbuh dalam indung telur (Ovarium). Menurut Nugroho (2014) gejala klinis kista ovarium
adalah nyeri saat menstruasi, nyeri di perut bagian bawah, nyeri saat buang air kecil dan besar.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kista ovarium adalah nyeri
akut). ansietas, resiko infeksi dan hambatan moibilitas fisik. Apabila kista ovarium tidak segera
ditangani dampak yang timbul antara lain fungsi reproduksi wanita penderita kista ovarium
akan mengalami gangguan berakibat kesuburan yang terganggu bahkan bisa pada kesulian
untuk hamil (Nasdadly,2010).
Peran keluarga diharapkan berperan aktif untuk dapat membantu pasien menderita kista
ovarium melalui informasi yang diberikan petugas kesehatan serta terlibat dalam perawatan
baik dirumah maupun dirumah sakit. Keterlibatan pasien dalam membantu pasien menghadapi
proses pengobatan dan membantu pasien untuk mencapai kualitas hidup yang optimal,
memberikan motivasi agar pasien tidak cemas dengan penyakitnya (Kozier,2010).
Peran perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang mempunyai peran dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien salah satunya memberikan asuhan keperawatan
baik secara bio, psiko, sosio, sipritual dan pemenuhan kebutuhan menurut hierarki Maslow,

1
perawat dapat membantu pasien untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien, selain itu untuk
membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan aspek psikologis, perawat dapat melakukan
pendekatan untuk membantu pasien mengatasi kecemasan, rasa takut yang dialamin selama
menderita kista ovarium. Peran perawat pada pasien dengan kista ovarium yaitu memberikan
asuhan keperawatan yang di fokuskan pada penanganan saat dirawat dirumah sakit
(Kozier,2010).
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang aktual dan potensial(Sudarti& Fauziah 2012). Nyeri pada pasien
penderita kista ovarium terjadi karena adanya massa yang membesar. Sehingga terjadi
penekanan terhadap organ disekitarnya karena organ reproduksi wanita terletak dibagian
bawah ini yang dapat menyebabkan penderita kista ovarium mengalami nyeri pada perut
bagian bawah (Nugroho, 2012). Akibat yang ditimbulkan bila nyeri tidak ditangani antara lain
: Menyebabkan gangguan psikologis pada penderita kista ovarium, hubungan dengan suami
kurang harmonis dan gangguan untuk melakukan aktivitas (Herdman,2011).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas.rumusan masalah tulisan ini adalah sebagai berikut,
1. Pengertian kista ovarium ?
2. Apa sajakah klasifikasi kista ovarium ?
3. Apa penyebab kista ovarium ?
4. Bagaimana manifestasi klinis klien dengan kista ovarium ?
5. Bagaimana patofisiologi kista ovarium ?
6. Bagaimana pathway kista ovarium ?
7. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan kista ovarium ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakuakan pada klien dengan kista ovarium?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk memahami tentang penyakit kista ovarium dan bagaimana asuhan keperawatan
pada klien dengan Kista Ovarium.

2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian kista ovarium
2. Mengetahui klasifikasi kista ovarium
3. Mengetahui penyebab kista ovarium
4. Mengetahui manifestasi klinis klien dengan kista ovarium
5. Mengetahui pathofisiologi kista ovarium
6. Mengetahui pathway kista ovarium
7. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan kista ovarium
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakuakan pada klien dengan
kista ovarium
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium

1.4 Manfaat

1. Institusi
Dapat menjadi bahan bacaan ilmiah, kerangka bandingan untuk pengembangan ilmu
keperawatan, serta menjadi sumber informasi bagi mereka yang ingin mengadakan
penelitian lebih lanjut.
2. Rumah sakit
Sebagai bahan masukan bagi perawat yang ada di rumah sakit untuk mengambil langkah-
langkah kebijakan dalam rangka upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan
khususnya asuhan keperawatan klien dengan kista ovarium.
3. Klien dan keluarga
Memperoleh pengetahuan tentang kista ovarium serta meningkatkan kemandirian dan
pengalaman dalam menolong diri sendiri serta sebagai acuan bagi keluarga untuk
mencegah penyakit kista ovarium.
4. Mahasiswa
Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dan melaksanakan asuhan keperawatan
dengan kista ovarium serta mengaplikasikan ilmu yang di peroleh selama pendidikan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Medik
2.1 Definisi

Kista ovarium adalah pertumbuhan sel berlebih/abnormal pada ovarium yang membentuk
kista. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari siklus menstruasi
sebagai respons terhadap aksi hormonal. Kista ovarium merupakan gejala khas wanita yang
ditandai dengan adanya akumulasi cairan yang terbungkus membran ovarium (Darmayanti &
Nashori, 2021). Kista Ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang berisi
cairan, yang tumbuh di indung telur. Cairan ini bias berupa air ,darah, nanah, atau cairan coklat
kental seperti darah menstruasi. Kista banyak terjadi pada wanita usia subur atau usia
reproduksi (Dewi, 2010).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil,
yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010: 101). Kista ovarium (atau kista indung
telur) berarti kantung berisi cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur
(ovarium). Kistaindung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas
sampaimenopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam jaringan
ovarium.Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur dilepaskan
sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17). Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun
besar, kistik maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).
Kanker ovarium adalah kanker ganas yang berasal dari ovarium dengan berbagai histologi
yang menyerang pada semua umur.Tumor sel germinal lebih banyak dijumpai pada penderita
berusia 50 tahun (Manuaba, 2013).
Kanker ovarium adalah kanker ginekologis yang paling mematikan sebab pada umumnya
baru bisa dideteksi ketika sudah parah.Tidak ada tes screening awal yang terbukti untuk kanker
ovarium.Tidak ada tandatanda awal yang pasti.Beberapa wanita mengalami ketidaknyamanan
pada abdomen dan bengkak (Digitulio, 2014).

4
2.2 Klasifikasi

Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :


1. Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan.
Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan dengan siklus
menstruasi yang normal.
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa subur, untuk
melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista
fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional
terdiridari: kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak
menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu 6–8 minggu.

2. Tipe Kista Abnormal


a. Kista denoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar selindung telur. Biasanya bersifat
jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri.
b. Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista coklat karena
berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman.
c. Kistadermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit, kuku,
rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukandi kedua bagian indung telur.
Biasanya berukuran kecildan tidak menimbulkan gejala.

5
d. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di
luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium
setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan
infertilitas.
e. Kistahemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan nyeri
di salah satu sisi perut bagian bawah.
f. Kistalutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.

g. Kistapolikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecahdan melepaskan sel
telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan membesar karena
bertumpuknya kista ini. Kista polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi
harus dilakukan untuk mengangkat kistatersebutagar tidak menimbulkan gangguan
dan rasa sakit.

6
2.3 Etiologi
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan)
hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan hormon). Kista
folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi
atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung
telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan
darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya
bersifay bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah
adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal
dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.
Menurut Nugroho (2012), kista ovarium disebabkan oleh gangguan pembentukan hormon
pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Penyebab lain timbulnya kista adalah ovarium
adalah adanya penyumbatan pada saluran yang berisi cairan karena adanya bakteri dan virus,
adanya zat dioksin dan asap pabrik dan pembakaran gas bermotor yang dapat menurunkan
daya tahan tubuh manusia yang akan membantu tumbuhnya kista, faktor makan makanan
yang berlemak yang mengakibatkan zat-zat lemak tidak dapat dipecah dalam proses
metabolisme sehingga akan meningkatkan resiko timbulnya kista (Mumpuni & Andang,
2013).

7
Menurut Arif, F. A et al., (2016) mengatakan faktor resiko pembentukan kista ovarium
terdiri dari:
1. Usia
Kista ovarium jinak terjadi pada wanita kelompok usia reproduktif. Pada wanita yang
memasuki masa menopause (usia 50-70 tahun) lebih beresiko memiliki kista ovarium
ganas.
2. Status menopause
Ketika wanita telah memasuki masa menopause, ovarium dapat menjadi tidak aktif dan
dapat menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas wanita menopause yang rendah.
3. Faktor genetik
Di dalam tubuh manusia terdapat gen pemicu kanker yaitu disebut dengan gen
protoonkogen. Protoonkogen dapat bereaksi akibat dari paparan karsinogen (lingkungan,
makanan, kimia), polusi dan paparan radiasi.
4. Pengobatan infertilitas
Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan dilakukan dengan induksi
ovulasi dengan gonadotropin (konsumsi obatkesuburan).Gonadotropin yang terdiri dari
Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) dapat menyebabkan
kista berkembang.
5. Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua pada puncak kadar
Human Chorionic Gonadotrpin (HCG).
6. Hipotiroid
Hipotiroid merupakan kondisi menurunnya sekresi hormone tiroid yang dapat
menyebabkan kelenjar pituitari memproduksi Thyroid Stimulating Hormone (TSH) lebih
banyak sehingga kadar TSH meningkat. TSH merupakan faktor yang memfasilitasi
perkembangan kista ovarium folikel.
7. Merokok
Kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko untuk pertumbuhan kista ovarium
fungsional. Semakin meningkat resiko kista ovarium dan semakin menurun Indeks Massa
Tubuh (IMT) jika seseorang merokok.

8
8. Ukuran massa
Kista ovarium fungsional pada umumnya berukuran kurang dari 5 cm dan akan
menghilang dalam waktu 4-6 minggu. Sedangkan pada wanita pasca menopause, kista
ovarium lebih dari 5 cm memiliki kemungkinan besar bersifat ganas.
9. Kadar serum pertanda tumor CA-125
Kadar CA-125 yang meningkat menunjukkan bahwa kista ovarium tersebut bersifat
ganas. Kadar abnormal CA-125 pada wanita pada usia reproduktif dan premenopause
adalah lebih dari 200 u/mL, sedangkan pada wanita menopause adalah 35 u/mL atau lebih.
10. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga menderita kanker ovarium, endometrium, payudara, dan kolon menjadi
perhatian khusus.Semakin banyak jumlah keluarga yang memiliki riwayat kanker
tersebut, dan semakin dekat tingkat hubungan keluarga, maka semakin besar resiko
seorang wanita terkena kista ovarium.
11. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko terbentuknya kista ovarium, karena alkohol
dapat meningkatkan kadar estrogen. Kadar estrogen yang meningkat ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan folikel.
12. Obesitas
Wanita obesitas yang memiliki Body Mass Indeks (BMI) lebih besar atau sama 30kg/m2
lebih beresiko terkena kista ovarium baik jinak maupun ganas. Jaringan lemak
memproduksi banyak jenis zat kimia, salah satunya adalah hormon estrogen, yang dapat
mempengaruhi tubuh.Hormon estrogen merupakan faktor utama dalam terbentuknya kista
ovarium.

2.4 Patofisiologi
Menurut Prawirohardjo (2017) fungsi ovarium normal tergantung pada banyaknya
hormon, dan gangguan hormonal dapat mengganggu fungsi ovarium. Jika tubuh wanita tidak
menghasilkan jumlah hormon hipofisis yang dibutuhkan, ovarium tidak akan berfungsi dengan
baik. Kista ovarium yang berkembang sebagai hasil proses ovulasi normal disebut
kistafungsional dan selalu jinak. Kista adalah kista fase folikular dan luteal, kadang-kadang
disebut kista kultana.

9
Kista ovarium ini dapat dirangsang oleh gonadotropin seperti FSH dan HCG.Kista
fungsional multipel dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau hipersensitivitas
gonadotropin pada koriokarsinoma gestasional (mol hidatidosa dan koriokarsinoma) dan
terkadang gangguan multipel dengan diabetes. HCg dapat menyebabkan kondisi yang disebut
hiperaktif lutein. Pasien yang menjalani pengobatan kesuburan, obat kesuburan, gonadotropin
(FSH dan LH), atau, dalam beberapa kasus, klomifen sitrat, dapat mengembangkan sindrom
hiperstimulasi ovarium, terutama dengan pemberian HCG (Williams, 2015).
Kista neoplastik yang berlebihan menyebabkan pertumbuhan ovarium yang tidak
terkendali, yang bisa jinak atau ganas. Neoplasma ganas muncul dari semua jenis sel dan
jaringan yang berbeda. Tumor ganas paling sering disebabkan oleh epitel superfisial
(mesothelium), dan sebagian besar lesi sebagian kistik. Jenis kista jinak yang menyerupai
keganasan tersebut adalah kistadenoma serosa dan 15 musinosa.Tumor ovarium ganas lainnya
dapat terdiri dari daerah kistik, jenis tumor granulomatosa pada tali kelamin. Sel germinal
primordial dan tumor sel germinal. Teratoma berasal dari tumor, sel germinal yang
mengandung unsur dari tiga lapisan germinal. Ektoderm, endoderm dan mesoderm (Williams,
2015). Ovulasi terjadi akibat interaksi antara hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan
endometrium.
Perkembangan dan pematangan folikel ovarium terjadi akibat rangsangan dari kelenjar
hipofisis. Rangsangan yang terus menerus datang dan ditangkap panca indra dapat diteruskan
ke hipofisis anterior melalui aliran portal hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofisis
anterior, GnRH akan mengikat sel genadotropin dan merangsang pengeluaran FSH (Follicle
Stimulating Hormone) dan LH (LutheinizingHormone), dimana FSH dan LH menghasilkan
hormon estrogen dan progesteron (Nurarif, 2013). Ovarium dapat berfungsi menghasilkan
estrogen dan progesteron yang normal.Hal tersebut tergantung pada sejumlah hormon dan
kegagalan pembentukan salah satu hormon dapat mempengaruhi fungsi ovarium.
Ovarium tidakakan berfungsi dengan secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan
hormon hipofisis dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan
penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut
gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur. Dimana, kegagalan tersebut
terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium dan hal tersebut dapat mengakibatkan

10
terbentuknya kista di dalam ovarium, serta menyebabkan infertilitas pada seorang wanita
(Manuaba, 2010).

2.5 Patoflowdiagram

2.6 Manifestasi Klinik


Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan wanita yang
memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun beberapa orang
dapat mengalami gejala ini :
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.

11
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
a. Gejala Kista secara Umum, menurut Yatim (2008), antara lain:
1. Rasa nyeri di rongga panggul disertai rasa gatal.
2. Rasa nyeri sewaktu bersetubuh atau nyeri rongga panggul kalau tubuh bergerak.
3. Rasa nyeri saat siklus menstruasi selesai, pendarahan menstruasi tidak seperti biasa.
Mungkin perdarahan lebih lama, lebih pendek atau tidak keluar darah menstruasi
pada siklus biasa, atau siklus menstruasi tidak teratur.
4. Perut membesar. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
b. Gejala Klinis Kista Ovarium
Ada pun gejala klinis kista ovarium:
1. Pembesaran, tumor yang kecil mungkin diketahui saat melakukan pemeriksaan
rutin. Tumor dengan diameter sekitar 5 cm, dianggap belum berbahaya kecuali bila
dijumpai pada ibu yang menopause atau setelah menopause. Besarnya tumor dapat
menimbulkan gangguan berkemih dan buang air besar terasa berat di bagian bawah
perut, dan teraba tumor di perut.
2. Gejala gangguan hormonal, indung telur merupakan sumber hormon wanita yang
paling utama sehingga bila terjadi pertumbuhan tumor dapat mengganggu
pengeluaran hormon. Gangguan hormon selalu berhubungan dengan pola
menstruasi yang menyebabkan gejala klinis berupa gangguan pola menstruasi dan
gejala karena tumor mengeluarkan hormon.
3. Gejala klinis karena komplikasi tumor. Gejala komplikasi tumor dapat berbentuk
infeksi kista ovarium dengan gejala demam, perut sakit, tegang dan nyeri, penderita
tampak sakit. Gejala klinis kista ovarium adalah nyeri saat menstruasi, nyeri di
perut bagian bawah, nyeri saat berhubungan badan, siklus menstruasi tidak teratur,
dan nyeri saat buang air kecil dan besar. Gejalanya tidak menentu, terkadang hanya
ketidaknyamanan pada perut bagian bawah. Pasien akan merasa perutnya
membesar dan menimbulkan gejala perut terasa penuh dan sering sesak nafas
karena perut tertekan oleh besarnya kista (Nugroho, 2014).

12
2.7 Komplikasi

Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium
diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran perut.Tekanan
terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam
perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi,
sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang
hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan edema pada
tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan
hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan kista
membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang
minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi
distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
b. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau
lebih.Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum rotundum pada
uterus.Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan
kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA,
massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi ini
paling sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri
mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual dan muntah.Dapat terjadi
demam dan leukositosis.Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa dilepaskan
(detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap kista dibuang dan
dievaluasi secara histologis.

13
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti jatuh
atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat bersetubuh. Jika robekan kista
disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke
uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus
disertai tanda-tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama
terhadap kemungkinan perubahan keganasannya.Adanya asites dalam hal ini
mencurigakan.Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopause sehingga
besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna).Faktor inilah yang
menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperolehkepastian sebelum
dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam dari gejala-
gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara
yang dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta, 2012).
Kista ovarium dapat dilakukan pemeriksan lanjut yang dapat dilaksanakan dengan:
1. Laparoskopi
Dengan pemeriksaan ini Sangat berguna untuk mengetahui apakah tumor berasal dari
ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah tumor berasal dari
uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapat
dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

14
3. Foto rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
4. CA-125
Memeriksa kadar protein di dalam darah yang disebut CA125. Kadar CA-125 juga
meningkat pada perempuan subur, meskipun tidak ada proses keganasan. Tahap
pemeriksaan CA-125 biasanya dilakukan pada perempuan yang berisiko terjadi proses
keganasan, kadar normal CA-125 (0-35 u/ml).
5. Parasentensis pungsi asites
Berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat
mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk (Wiknjosastro,
2008).

2.9 Penatalaksanaan Medis

1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1 -2
bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua
siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).
2. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi harus
dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut, tindakan operasi harus
dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama. Kista berukuran besar dan menetap setelah
berbulan-bulan biasanya memerlukan operasi pengangkatan.Selain itu, wanita menopause
yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir
resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar

15
terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut
ovarian cystectomy.Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi,
maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain tergantung pada usia
pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium dan jenis kista. Kista
ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit (twisted) dan menghentikan
pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat pembedahan (emergency
surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium menurut Yatim, (2005: 23)
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim, (2005: 23) yaitu:
a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan sonogram
tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter melakukan operasi dengan
laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul
23 dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan searah dengan
garis rambut kemaluan.
b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan laparatomi.
Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan caralaparotomi, kista bisa
diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah
dalam proses keganasan, operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba,
jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
Adapun penatalaksanaan kista ovarium dibagi atas dua metode:
a. Terapi Hormonal
Pengobatan dengan pemberian pil KB (gabungan estrogenprogresteron) boleh
ditambahkan obat anti androgen progesteron cyproteron asetat yang akan mengurangi
ukuran besar kista. Untuk kemandulan dan tidak terjadinya ovulasi, diberikan
klomiphen sitrat.Juga bisa dilakukan pengobatan fisik pada ovarium, misalnya
melakukan diatermi dengan sinar laser.
b. Terapi Pembedahan/Operasi
Pengobatan dengan tindakan operasi kista ovarium perlu mempertimbangkan beberapa
kondisi antara lain, umur penderita, ukuran kista, dan keluhan. Apabila kista kecil atau
besarnya kurang dari 5 cm dan pada pemeriksaan Ultrasonografi tidak terlihat tanda-
tanda proses keganasan, biasanya dilakukan operasi dengan laparoskopi dengan cara,

16
alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul dengan melakukan sayatan kecil
pada dinding perut. Apabila kista ukurannya besar, biasanya dilakukan pengangkatan
kista dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparatomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan atau tidak.
Bila sudah dalam proses keganasan, dilakukan operasi sekalian mengangkat ovarium
dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar dan kelenjar limpe (Yatim, 2008).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan adalah serangkaian proses keperawatanyang berkesinambungan
untuk mengatasi atau mengurangi masalah kesehatan individu, kelompok, maupun masyarakat
meliputi bio-psiko-sosio-spritual (Susanti, 2020)
2.10 Pengkajian
1. Anamnesa (Pengumpulan Data)
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi
yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.Perawat
mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu
dikonsultasikan kepada dokter dalam 30 manajemen kolaborasi perawat akan melakukan
konsultasi. Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.(Muslihatun, dkk. 2009: 115).
a. Data subyektif
a. Identitas pasien
1. Nama :Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak keliru dengan pasien-
pasien lain.
2. Umur :Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa reproduksi.
3. Agama :Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai gangguan
reproduksi.
4. Pendidikan :Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya
sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.
5. Suku/bangsa :Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari
pasien.
6. Pekerjaan :Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya.

17
7. Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
b. Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.
Tuliskan sesuai ungkapan.
1. Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk mengetahui
permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai kesehatan reproduksi.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita yang dapat
mempengaruhi dan memperparah penyakit yang saat ini diderita.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada saat ini yang berhubungan dengan gangguan reproduksi
terutama kista ovarium.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit
keluarga terhadap gaangguan kesehatan pasien.
3. Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah atau tidak,
umur berapa menikah dan lama pernikahan.
4. Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama menstruasi,
banyak menstruasi, sifat dan warna darah, disminorhoe atau tidak dan flour albus
atau tidak. Dikaji untuk mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi
sehubungan dengan menstruasi.
5. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka bidan harus
menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa yang terjadi pada ibu
adalah normal atau patologis.

18
6. Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat ini digunakan ibu
yang kemungkinan menjadi penyebab atau berpengaruh pada penyakit yang
diderita saat ini.
7. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a. Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan makanan yang
masih mentah dan apakah ibu suka minum minuman beralkohol karena dapat
merangsang pertumbuhan tumor dalam tubuh.
b. Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar
meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan air kecil
meliputi frekuensi, warna, jumlah.
c. Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut apakah
menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau sebaliknya.
d. Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau tidak.
e. Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh
terutama pada daerah genetalia.
f. Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari.Pada pola ini
perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
b. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien
dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data
obyektif ini adalah:
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.

19
b. Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c. Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang
dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu, nadi serta pernafasan
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
a. Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut rontok
atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b. Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak, pucat
atau tidak.
c. Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau tidak,
konjungtiva anemis atau tidak.
d. Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak, bersih
atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e. Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau
tidak.
f. Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak,
stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g. Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar tiroid,
limfe, vena jugularis atau tidak.
h. Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe
atau tidak.
i. Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada benjolan
atau tidak.
j. Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan pembesaran perut.
k. Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak,
ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l. Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak,
sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau tidak.

20
m. Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun
pengeluaran yang tidak normal.
n. Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
3. Data Sosial
Yang perlu dikaji yaitu kondisi ekonomi pasien serta kebudayaan yang dianut
pasien saat ini.
4. Data Spiritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan kepercayaannya.
5. Data Psikologis
Hal yang perlu dikaji yaitu perasaan pasien setelah mengetahui penyakit yang di
derita saat ini.
6. Pola Kebiasaan sehari-hari
Biasanya klien dengan penderita kista ovarium mengalami gangguan dalam
aktivitas dan tidur karena merasa nyeri.
7. Pemeriksaan khusus
a. Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan muka,
payudara, abdomen dan genetalia.
b. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan, digunakan untuk
memeriksa payudara dan abdomen.
8. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi dengan USG dapat dilihat besarnya kista bentuk kista, isi kista, dan
lain sebagainya.

2.11 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual
maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien
individu,keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim
Pokja SDKIDPP PPNI, 2017).

21
1. Preoperasi
a. Nyeri akut (D.0077)
b. Gangguan eliminasi urine (D.0040)
c. Ansietas (D.0080)
d. Defisit pengetahuan (D.0111)
2. Post operasi
a. Nyeri akut (D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
c. Risiko infeksi(D.0142)
d. Defisit nutrisi (D.0119)
e. Konstipasi (D.0049)
f. Defisit perawatan diri (D.0109)

2.12 Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Kriteria hasil SLKI Intervensi keperawatan SIKI


SDKI
Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I. 08238)
Penyebab: Menurun (L.08066) Observasi
1. Agen pencedera a. Keluhan nyeri 1. Lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis (mis. menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Inflamasi, iskemia, b. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
neoplasma) c. Sikap protektif 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Agen pencedra menurun 4. Identifikasi faktor yang
kimiawi (mis. d. Gelisah menurun memperberat dan memperingan
Terbakar, bahan e. Kesulitan tidur nyeri
kimia iritan) menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
3. Agen pencidra fisik keyakinan tentang nyeri
(mis. Abses, trauma, 6. Identifikasi pengaruh budaya
amputasi, terbakar, terhadap respon nyeri
terpotong, 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
mengangkat berat, kualitas hidup

22
prosedur operasi, 8. Monitor keberhasilan terapi
trauma, latihan fisik komplementer yang sudah diberikan
berlebihan 9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik

Berikan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
10. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
12. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
13. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan nyeri
15. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
16. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
17. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

23
18. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Pemberian Analgetik (I.08243)
Observasi

1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis.


Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
6. Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
7. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
8. Tetapkan target efektifitas analgesic
untuk mengoptimalkan respon
pasien
9. Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi

24
10. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi

Diagnosa keperawatan Kriteria hasil SLKI Intervensi keperawatan SIKI


SDKI
Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Terapi Relaksasi I. 09326
Penyebab: (L.09093) Observasi
1. Krisis situasional. 1. Verbalisasi 1. Identifikasi penurunan tingkat
2. Kebutuhan tidak kebingungan energy, ketidakmampuan
terpenuhi. menurun berkonsentrasi, atau gejala lain
3. Krisis maturasional. 2. Verbalisasi mengganggu kemampuan kognitif
4. Ancaman terhadap khawatir akibat 2. Identifikasi teknik relaksasi yang
konsep diri. kondisi yang pernah efektif digunakan
5. Ancaman terhadap dihadapi menurun 3. Periksa ketegangan otot, frekuensi
kematian. 3. Perilaku gelisah nadi, tekanan darah, dan suhu
6. Kekhawatiran menurun sebelum dan sesudah latihan
mengalami 4. Perilaku tegang 4. Monitor respons terhadap terapi
kegagalan. menurun relaksasi
7. Disfungsi sistem 5. Keluhan pusing Terapeutik
keluarga. menurun 1. Ciptakan lingkungan yang tenang
8. Hubungan orang tua 6. Anoreksia dan nyaman
anak tidak menurun 2. Gunakan nada suara yang lembut
memuaskan. 7. Palpitasi menurun Edukasi
9. Faktor keturunan 8. Frekuensi 1. Jelaskan tujuan, manfaat, dan jenis
(temperamen mudah pernapasan relaksasi yang tersedia (mis, musik,
teragitasi sejak lahir) menurun napas dalam, meditasi)
10. Penyalahgunaan zat. 9. Frekuensi nadi 2. Anjurkan mengambil posisi nyaman
menurun dan rileks

25
11. Terpapar bahaya 10. Tekanan darah 2. 3. Anjurkan sering mengulang teknik
lingkungan (mis. menurun relaksasi
toksin, polutan, dan 11. Diaforesis
lain-lain). menurun
12. Kurang terpapar 12. Tremor menurun
informasi. 13. Pucat menurun
14. Konsentrasi
membaik
15. Pola tidur
membaik
Resiko Infeksi (D.0142) Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)
Faktor Risiko (L.14137) Observasi
1. Penyakit Kronis a. Kebersihan tangan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Efek prosedur Infasif meningkat lokal dan sitemik Therepeutik
3. Malnutrisi b. Demam menurun 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
4. Peningkatan paparan c. Kemerahan kontak dengan pasien dan
organisme patogen menurun lingkungan
lingkungn d. Nyeri menurun 3. Pertahankan teknik aseptik pada
5. Ketidakadekuatan e. Bengkak menurun pasien beresiko
pertahanan tubuh Edukasi
perifer : 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
a. Gangguan 5. Ajarkan cara mencuci tangan dnegan
peristltik benar
b. Kerusakan 6. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
integritas kulit operasi
c. Perubahan sekresi 7. Anjurkan meningkatkan asupan
PH nutrisi dan cairan
d. Penurunan kerja Perawatan Luka (I.14564)
siliaris Observasi
e. Ketuban pecah 1. Monitor Karakteristik luka (warna,
lama ukuran, bau, drainase)

26
f. Ketuban pecah 2. Monitor tanda-tanda infeksi
sebelum waktunya Terapeutik
g. Merokok 3. Lepaskan balutan dan plestrer secara
h. Statis cairan tubuh perlahan
6. Ketidakadekuatan 4. Bersihkan dengan cairan NaCL/
pertahan tubuh Pembersih non toksik sesuai
sekunder kebutuhan
a. Penurunan 5. Berikan salep salep yang sesuai ke
Hemoglobin kulit/lesi jika perlu
b. Imunosupresi 6. Pertahankan teknik steril saat
c. Leukopenia melakukan perawatan luka
d. Supresi Respon 7. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2
Inflamasi jam atau sesuai kebutuhan
e. Faksinasi tidak Edukasi
adekuat 8. Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
9. Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian antibiotik
jika perlu
Konstipasi (D.0049) Eliminasi Fekal Manajemen Eliminasi Fekal (I.04151)
Penyebab: (L.04033) Observasi
Fisiologis 1. Kontrol 1. Identifikasi masalah usus dan
1. Penurunan motilitas pengeluaran feses penggunaan obat pencahar
gastrointestinal meningkat 2. Identifikasi pengobatan yang
2. Ketidakadekuatan 2. Keluhan defekasi berefek pada
pertumbuhan gigi lama dan sulit 3. kondisi gastrointestinal
3. Ketidakcukupan diet menurun 4. Monitor buang air besar (mis.
4. Ketidakcukupan 3. Mengejan saat warna, konsistensi, volume)
asupan serat defekasi menurun

27
5. Ketidakcukupan 4. Distensi abdomen 5. Monitor tanda dan gejala diare,
asupan cairan menurun konstipasi, atau impaksi
6. Aganglionik (mis. 5. Teraba massa pada Terapeutik
penyakit Hircsprung) rektal menurun 6. Berikan air hangat setelah makan
7. Kelemahan otot 6. Urgency menurun 7. Jadwalkan waktu defekasi bersama
abdomen Psikologis 7. Nyeri abdomen pasien
8. Konfusi menurun 8. Sediakan makanan tinggi serat
9. Depresi 8. Kram abdomen Edukasi
10. Gangguan emosional menurun 9. Jelaskan jenis makanan yang
Situasional 9. Konsistensi feses membantu meningkatkan
11. Perubahan kebiasaan membaik keteraturan peristaltik usus
makan (mis. jenis 10. Frekuensi defekasi 10. Anjurkan mencatat warna,
makanan, jadwal 11. Peristaltik usus frekuensi, konsistensi, volume feses
makan) membaik 11. Anjurkan meningkatkan aktifitas
12. Ketidakadekuatan fisik, sesuai toleransi
toiletin 12. Anjurkan pengurangan asupan
13. Aktivitas fisik harian makanan yang meningkatkan
kurang dari yang pembentukan gas
dianjurkan 13. Anjurkan mengkonsumsi makanan
14. Penyalahgunaan yang mengandung serat
laksatif 14. Anjurkan meningkatkan asupan
15. Efek agen cairan, jika tidak terkontraindikasi
farmakologis Kolaborasi
16. Ketidakteraturan 15. Kolaborasi pemberian obat
kebiasaan defekasi supositoria anal, jika perlu
17. Kebiasaan menahan
dorongan defekasi
18. Perubahan lingkungan

28
2.13 Implementasi Keperawatan

Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam menetapkan


tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat dilakukan secara mandiri atau kerjasama dengan
tim kesehatan lainnya.

2.14 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada setiap langkah dari proses
keperawatan dan pada kesimpulan. Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses
keperawatan. Evaluasi keperawatan adalah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap
diagnose keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi sumatif
dan evaluasi formatif.
Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respon(jangka panjang) terhadap tujuan, dengankata lain,
bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang
diharapkan. Evaluasi formatif atau disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi
terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan dilakukan. Format
evaluasi yang digunakan adalah SOAP.
a. S: Subjective yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien
b. O: Objectiveyaitudatayang diobservasioleh perawatataukeluarga
c. A: Assassment yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif
d. P: Planning yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis (Dewinta,
2020).

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kista ovarium adalah pertumbuhan sel berlebih/abnormal pada ovarium yang membentuk
kista. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari siklus menstruasi
sebagai respons terhadap aksi hormonal. Kista Ovarium adalah benjolan yang membesar,
seperti balon yang berisi cairan, yang tumbuh di indung telur. Cairan ini bias berupa air ,darah,
nanah, atau cairan coklat kental seperti darah menstruasi. Kista banyak terjadi pada wanita usia
subur atau usia reproduksi (Dewi, 2010).

Menurut Prawirohardjo (2017) fungsi ovarium normal tergantung pada banyaknya


hormon, dan gangguan hormonal dapat mengganggu fungsi ovarium. Jika tubuh wanita tidak
menghasilkan jumlah hormon hipofisis yang dibutuhkan, ovarium tidak akan berfungsi dengan
baik. Kista ovarium yang berkembang sebagai hasil proses ovulasi normal disebut
kistafungsional dan selalu jinak. Kista adalah kista fase folikular dan luteal, kadang-kadang
disebut kista kultana.
Kista ovarium ini dapat dirangsang oleh gonadotropin seperti FSH dan HCG.Kista
fungsional multipel dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau hipersensitivitas
gonadotropin pada koriokarsinoma gestasional (mol hidatidosa dan koriokarsinoma) dan
terkadang gangguan multipel dengan diabetes. HCg dapat menyebabkan kondisi yang disebut
hiperaktif lutein. Pasien yang menjalani pengobatan kesuburan, obat kesuburan, gonadotropin
(FSH dan LH), atau, dalam beberapa kasus, klomifen sitrat, dapat mengembangkan sindrom
hiperstimulasi ovarium, terutama dengan pemberian HCG (Williams, 2015).
3.2 Saran

Dengan adanya pembahasan ini, diharapkan sebagai bahan acuan atau referensi dalam
memberikan pendidikan kepada mahasiswa mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
Kista Ovarium. Dan juga menjadi pembelajaran bagi penulis kedepannya apabila ada
penambahan informasi berikutnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ammer, Christine. 2009. The Encyclopedia of Woman’s Health, Sixth Edition. United
States of America: Facts on File Inc.
Andang, Tantrini. 2013.45 Penyakit Musuh Kaum Perempuan. Yogyakarta : Rapha
Publishing.
Hidayati. 2009 Metode Dan Tehnik Penggunaan Alat Kontrasepsi. Petunjuk Praktis
Pemasangan Alat Kontrasepsi. Jakarta:Salemba Medika.
Kurniawati, Desy dan Hanifah Mirzanie. 2009. Obgynacea. Yogyakarta : Tosca
Enterprise.
Manuaba, I. A. Sri Kusuma Dewi Suryasaputra et. al. 2010. Buku Ajar Ginekologi. Jakarta
: EGC.
Nugroho, Taufan. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Rasjidi, Imam dkk. 2010. Imaging Ginekologi Onkologi. Jakarta : CV Sagung Seto.
Setiadi. (2016). Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Indomedia Pustaka
Setyorini, Aniek. 2014. Kesehatan Reproduksi & Pelayanan Keluarga Berencana. Bogor
: IN MEDIA. Taylor, Cynthia, Ralph, Sheila. (2010). Diagnosa Keperawatan dengan Rencana
Asuhan. Jakarta : EGC Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia. Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustak Sarwono
Prawirohardjo.
Yatim, Faisal. 2008. Penyakit Kandungan, Myoma Uteri, Kanker Rahim dan Indung
Telur, Kista, serta Gangguan Lainnya. Jakarta : Pustaka Populer Obor.

31

Anda mungkin juga menyukai