NIP : 20940006
Dengan ini menyatakan pelaksanaan Revisi Modul Praktikum Pengolahan Sinyal untuk Program
Studi S1 Teknik Fisika, telah dilaksanakan dengan penjelasan sebgai berikut :
1
LEMBAR PERNYATAAN
NIP : 20940006
Menerangkan dengan sesungguhnya bahwa modul praktikum pengolahan sinyal telah ditinjau dan
akan digunakan untuk pelaksanaan praktikum di Semester Ganjil Tahun Akademik 2022/2023 di
Laboratorium Fisika Komputasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom.
2
VISI & MISI
FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO
VISI
Menjadi fakultas berstandar internasional yang berperan aktif dalam pengembangan Pendidikan,
riset, dan entrepreneurship di bidang Teknik Elektro dan Teknik Fisika, berbasis teknologi
informasi.
MISI
3
VISI & MISI
PRODI S1 TEKNIK FISIKA
VISI
Menjadi program studi S1 Teknik Fisika berstandar internasional yang berperan aktif dalam
pengembangan, Pendidikan, riset, dan entrepreneurship di bidang keteknikfisikaan yang berbasi
teknologi informasi.
MISI
4
ATURAN LABORATORIUM FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS TELKOM
Setiap Mahasiswa Fakultas Teknik Elektro yang akan menggunakan Fasilitas Laboratorium,
WAJIB mematuhi Aturan sebagai berikut:
1. Menggunakan seragam resmi Telkom University dan membawa Kartu Tanda Mahasiswa
(KTM) yang masih berlaku.
2. Tidak berambut gondrong untuk mahasiswa.
3. Dilarang merokok dan makan minum didalam ruangan, dan membuang sampah pada
tempatnya.
4. Dilarang menyimpan barang-barang milik pribadi di Laboratorium tanpa seizin Fakultas.
5. Dilarang menginap di Laboratorium tanpa seizin Fakultas.
6. Jam Kerja Laboratorium dan Ruang Riset adalah 06.30 sampai 22.00 WIB.
7. Mahasiswa yang akan menggunakan Laboratorium dan atau ruang riset di luar jam kerja
harus mengajukan izin kepada Fakultas.
NIP : 99760035
5
DAFTAR ISI
6
MODUL I
OPERASI DASAR PADA SINYAL
1. PENDAHULUAN
Sinyal merupakan suatu gelombang yang berisi informasi yang dapat direpresentasikan
dalam bentuk persamaan matematis. Agar informasi pada sinyal dapar diterjemahkan
dengan baik, dapat dilakukan suatu proses pengolahan sinyal. Salah satu dasar dari proses
pengolahan sinyal adalah operasi dasar sinyal.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
3. DASAR TEORI
3.1 Operasi Artimatika Sinyal Pada analisa sistem pemrosesan sinyal diskrit, deretnya
dapat dimanipulasi dalam beberapa cara. Perkalian (product) dan penambahan (sum) dari
dua deret x dan y dinyatakan sebagai sampel perkalian dan pembagian dimana:
x.y={x(n)y(n)} (product) (1) x+y={x(n)+y(n)} (sum) (2)
Perkalian dari deret x dengan sebuah nilai α dinyatakan sebagai:
- Penguatan sinyal.
- Pelemahan sinyal.
- Penjumlahan dua buah sinyal.
- Perkalian dua buah sinyal.
7
Penguatan Sinyal
Peristiwa penguatan sinyal seringkali kita jumpai pada perangkat audio, seperti radio,
tape, dsb. Fenomena ini dapat juga direpresentasikan secara sederhana sebagai sebuah
operasi matematika sebagai berikut:
dimana:
y(t) = sinyal output amp =
konstanta penguatan sinyal x(t)
= sinyal input
Bentuk diagram blok dari sebuah operasi penguatan sinyal dapat diberikan pada
gambar berikut ini:
Besarnya nilai konstanta sinyal amp >1 dan penguatan sinyal seringkali dinyatakan
dalam besaran deci Bell, yang didefinisikan sebagai:
Dalam domain waktu, bentuk sinyal asli dan setelah mengalami penguatan adalah
seperti gambar 1.2.
8
(b) Sinyal penguatan
Gambar 1.2 Penguatan sinyal
Pelemahan Sinyal
Bentuk diagram blok dari sebuah operasi pelemahan sinyal dapat diberikan pada gambar
1.3.
Dalam bentuk operasi matematik sebagai pendekatannya, peristiwa ini dapat diberikan
sebagai berikut:
Dalam hal ini nilai att < 1, yang merupakan konstanta pelemahan yang terjadi. Kejadian
ini sering muncul pada sistem transmisi, dan munculnya konstanta pelemahan ini
dihasilkan oleh berbagai proses yang cukup komplek dalam suatu media transmisi, dapat
ditunjukkan pada gambar 1.4.
Proses penjumlahan sinyal seringkali terjadi pada peristiwa transmisi sinyal melalui
suatu medium. Sinyal yang dikirim oleh pemancar setelah melewati medium tertentu,
misalnya udara akan mendapat pengaruh kanal, dapat menaikkan level tegangan atau
menurunkan level tegangannya tergantung komponen yang dijumlahkan. Sehingga pada
bagian penerima akan mendapatkan sinyal sebagai hasil jumlahan sinyal asli dari pemancar
dengan sinyal yang terdapat pada kanal tersebut. Diagram blok seperti pada gambar 1.5.
Sinyal 3
(hasil
jumlahan)
Dalam hal ini, setiap komponen sinyal pertama dijumlahkan dengan komponen sinyal
kedua. Bentuk sinyal ditunjukkan pada gambar 1.6.
Gambar 1.6 Contoh penjumlahan pada sinyal sinus, (a) sinyal input 1, (b)
sinyal input 2, (c) sinyal hasil penjumlahan
10
Perkalian Dua Buah Sinyal
Perkalian merupakan bentuk operasi yang sering Anda jumpai dalam kondisi real. Pada
rangkaian mixer, rangkaian product modulator, dan frequency multiplier, operasi perkalian
merupakan bentuk standar yang sering dijumpai. Bentuk diagram blok operasi perkalian
dua buah sinyal seperti pada gambar 1.7 dan bentuk sinyal seperti pada gambar 1.8.
Gambar 1.8 Contoh perkalian pada sinyal sinus, (a) sinyal input 1, (b) sinyal input 2, (c) sinyal hasil
perkalian
5. LANGKAH PERCOBAAN
Jangan lupa anda masukkan sebuah nilai untuk ‘a’, misalnya 1.5 atau yang lain. Apa
yang anda dapatkan? Apakah gambar seperti berikut? Nilai penguatan sinyal juga
seringkali dituliskan dalam dBell (dB), untuk penguatan 1.5 kali berapa nilainya dalam
dB?
3. Ulangi langkah 1 dan 2, tetapi dengan nilai a berbeda misalnya 1.7, 2.5, 3.0 atau
yang lain. Serta jangan lupa Anda simpan gambarnya dan buatlah analisa dari apa
yang Anda amati dari gambar tersebut? Jangan lupa dalam penggambaran Anda
cantumkan nilai dB setiap percobaan.
12
2. Bangkitkan gelombang kedua dengan langkah tambahan berikut ini:
4. Coba Anda ubah nilai f2 menjadi 3, 4, 5, …, 10. Perhatikan apa yang terjadi dan
catat hasilnya.
5. Lakukan perubahan pada pha2 sehingga nilainya menjadi 0.1*phi, 0.25*phi,
0.5*phi, dan 1.5*phi. Apa yang Anda dapatkan dari langkah ini?
13
2. Bangkitkan gelombang kedua dengan langkah tambahan berikut ini:
4. Coba Anda ubah nilai f2 menjadi 3, 4, 5, …, 10. Apa yang terjadi dan catat hasilnya!
5. Lakukan perubahan pada pha2 sehingga nilainya menjadi 0.1*phi, 0.25*phi, dan
1.5*phi. Apa yang Anda dapatkan dari langkah ini?
14
Gambar 1.9 Operasi penjumlahan sinyal audio *.wav dengan noise
Baiklah, kita mulai dengan memanggil sebuah file audio3.wav. Kalau dalam folder
dimana Anda sekarang bekerja tidak ada file ini, cobalah tanyakan ke dosen yang
bersangkutan atau kalua Anda ingin dikatakan sebagai orang yang kreatif, coba Anda cari
file *.wav apa saja yang ada di PC Anda, copy-kan ke folder dimana MATLAB Anda
bekerja.
1. Rekam suara Anda selama maksimal 10 detik dalam bentuk .wav, selanjutnya
panggil pada MATLAB menggunakan program seperti berikut:
3. Apakah Anda melihat sesuatu yang baru dengan langkah Anda? Coba Anda
lakukan sekali lagi pada langkah 2 dengan nilai var 0.2, 0.3, 0.5, dst. Coba amati
apa yang terjadi?
4. Cobalah untuk menampilkan file audio yang telah Anda panggil dalam bentuk
grafik sebagai fungsi waktu, baik untuk sinyal asli atau setelah penambahan noise.
15
2. Lakukan penambahan perintah seperti di bawah ini:
3. Apakah Anda mengamati sesuatu yang baru pada sinyal audio Anda? Kalau belum
juga memahami coba ubah nilai amp = 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, dst sampai nilainya
2.0.
4. Cobalah untuk menampilka file audio yang telah Anda panggil dalam bentuk grafik
sebagai fungsi waktu, baik untuk sinyal asli atau setelah penguatan dan pelemahan.
16
MODUL II
OPERASI KONVOLUSI
1. PENDAHULUAN
Dua buah sinyal atau lebih dalam bentuk persamaan matematis dapat dilakukan
pengolahan menggunakan operasi sinyal. Salah satunya dengan prinsip konvolusi.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
- Siswa dapat memahami proses konvolusi pada dua sinyal.
- Siswa dapat membuat sebuah program operasi konvolusi dan mengetahui pengaruhnya
pada suatu sinyal.
3. DASAR TEORI
(8)
Bentuk penjumlahan yang ada di bagian kanan pada persamaan (1) disebut sebagai
convolution sum. Jika x[n] dan v[n] memiliki nilai 0 untuk semua integer pada n<0,
selanjutnya x[i]=0 untuk semua integer pada i<0 dan v[i-n]=0 untuk semua integer n - i <
0 (atau n<i). Sehingga penjumlahan pada persamaan (1) akan menempati dari nilai i=0
sampai dengan i=n, dan operasi konvolusi selanjutnya dapat dituliskan sebagai:
(9)
• Step pertama adalah pembalikan sinyal kedua, v[n] sehingga didapatan kondisi seperti
berikut:
Sinyal pertama: x[i] = 1 2 3
Sinyal kedua: v[-i] = 3 1 2
18
product and sum: 0630 =9
Dari hasil product and sum tersebut hasilnya dapat kita lihat dalam bentuk deret sebagai
berikut: 2 5 11 9 9
Disini hasil penghitungan product and sum sebelum step pertama dan step ketujuh dan
selanjutnya menunjukkan nilai 0, sehingga tidak ditampilkan. Secara grafis dapat dilihat
seperti gambar 2.1.
(1)
(2)
(3)
Pada gambar 2.1 bagian pertama menunjukkan, sinyal x[n], bagian kedua
menunjukkan sinyal v[n], sedangkan bagian ketiga merupakan hasil konvolusi.
19
4. PERANGKAT YANG DIPERLUKAN
- PC yang dilengkapi dengan perangkat multimedia (sound card, micropohone, speaker
active, atau headset).
- Sistem operasi windows dan perangkat lunak MATLAB yang dilengkapi dengan
toolbox DSP.
5. LANGKAH PERCOBAAN
(10)
Dan melakukan operasi konvolusi yang secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
20
4. Coba jalankan program dan tambahkan perintah berikut:
5. Coba Anda jalankan seperti pada langkah kedua, apakah hasilnya seperti ini?
6. Ulangi langkah kelima dan ubahlah nilai untuk L=12, 15, dan 12.
Sedangkan untuk P masukkan nilai 10, 5, dan 12, apa yang terjadi?
21
2. Coba Anda jalankan program Anda dan isikan seperti berikut ini:
Perhatikan tampilan yang dihasilkan! Apakah ada kesalahan pada program Anda?
3. Lanjutkan dengan menambahkan program berikut ini pada bagian bawah program
yang Anda buat tadi.
4. Jalankan program Anda, dan kembali lakukan pengisian seperti pada langkah
ketiga.
Lihat hasilnya apakah Anda melihat tampilan seperti gambar berikut?
22
Gambar 2.3 Contoh hasil konvolusi dua sinyal sinus
1. Bangkitkan sinyal raise cosine dan sinyal sinus dengan program berikut:
23
Gambar 2.5 Sinyal sinus asli
2. Tambahkan noise pada sinyal sinus.
24
3. Lakukan konvolusi sinyal sinus bernoise dengan raise cosine, perhatikan apa yang
terjadi?
4. Coba Anda lakukan perubahan pada nilai sinyal raise cosine dengan mengurangi
rentang nilai pada n, bisa Anda buat lebih pendek atau lebih panjang, dan ulangi
lagi langkah ketiga, catat apa yang terjadi.
25
5.4. Konvolusi Pada Sinyal Audio
Coba kita lihat bersama bagaimana pengaruh operasi konvolusi pada sinyal audio,
dalam hali ini kita ulangi permainan seperti modul sebelumnya. Untuk itu ikuti langkah
berikut:
1. Buat sebuah program baru, siapkan 1 lagu .wav dengan durasi 30 detik.
2. Beri tanda % pada sound (Y, Fs) untuk membuatnya tidak dieksekusi oleh
MATLAB, sehingga menjadi % sound (Y, Fs). Kemudian tambahkan perintah
berikut:
3. Buat perintah sound tidak aktif, kemudian bangkitkan sebuah sinyal yang bernilai
1 dengan cara seperti berikut:
26
MODUL III
REPRESENTASI SINYAL DALAM DOMAIN WAKTU DAN
DOMAIN FREKUENSI
1. PENDAHULUAN
Representasi sinyal dapat digunakan untuk memberikan informasi sesuai yang
diinginkan. Representasi sinyal yang paling umum dipakai untuk menterjemahkan suatu
data sinyal adalah representasi sinyal dalam domain waktu dan domain frekuensi.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
- Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan sinyal wicara dalam domain waktu dan
domain frekuensi menggunakan perangkat lunak.
3. DASAR TEORI
3.1. Representasi Sinyal Wicara dalam Domain Waktu dan Domain Frekuensi
Salah satu cara untuk mencirikan sinyal wicara dan merepresentasikan suaranya adalah
melalui representasi spectral. Cara yang paling popular dalam hal ini adalah sound
spectrogram yang mana merupakan suatu bentuk gray scale image yang merepresentasikan
nilai frekuensi sinyal pada waktu tertentu. Bentuk sinyal yang terbentuk dapat ditunjukkan
pada gambar 3.1.
27
Intensitas spectral pada suatu titik waktu ditunjukkan dengan tingkat keabuan yang
merupakan suatu bentuk analisis frekuensi partikular dari sinyal wicara yang sedang
diamati. Perhatikan gambar 3.1 pada nilai t = 1,5 detik. Tampak bahwa banyak nilai
frekuensi muncul pada bagian spectrogram-nya, ini sesuai dengan tampilan grafik domain
waktu yang menunjukkan simpangan gelombang pada waktu tersebut cukup tinggi dan
beragam. Sedangkan pada nilai t = 2,3 detik tampak spectrogram menunjukkan sedikit
sekali warna hitam, yang menunjukkan komponen frekuensi yang muncul sangat sedikit,
ini sesuai dengan bentuk gelombang dalam domain waktu yang hampir tidak ada sinyal.
(12)
Persamaan (1) diatas menyatakan bahwa sinyal akan periodik pada setiap nilai N.
Implementasi DFT dapat diujudkan dengan sebuah Bank Filter seperti gambar 3.2 berikut
ini.
Gambar 3.2 Blok diagram sistem Bank Filter Spectrum Analyzer untuk menghitung DFT
28
proses komputasi bias direduksi dari N2 menjadi N log2N. Misalnya dengan menggunakan
DFT kita akan melakukan transformasi sebanyak N=1024 titik, maka kita memerlukan
perkalian
sebanyak N2 = 1.048.567. Sedangkan dengan menggunakan FFT perkalian yang
diperlukan sebanyak N log2N = 5120 perkalian.
Sebuah contoh hasil penggunaan algoritma FFT untuk system yang lebih komplek
adalah untuk mengolah sinyal wicara. Pada gambar 3.3 ditunjukkan sebuah hasil proses
FFT untuk kalimat “a-i-u-e-o”.
5. PERCOBAAN
PC harus dilengkapi dengan peralatan multimedia seperti sound card, speaker aktif dan
microphone. Untuk microphone dan speaker aktif bisa juga digantikan dengan head set
lengkap. Sebelum memulai praktikum, sebaiknya dites dulu, apakah seluruh perangkat
multimedia sudah terintegrasi dengan PC.
1. Bangkitkan sinyal sinus dan coba Anda tampilkan bentuk sinyal dan suaranya.
Dengan langkah ini berarti tela dilakukan recording sinyal sinus ke dalam sebuah
file sinus_0.wav.
3. Coba amati sinyal sinus dalam domain frekuensi dengan memanfaatkan fungsi FFT.
30
5.3. Sinyal Wicara dalam Domain Waktu dan Frekuensi
Pada bagian ini kita akan melakukan pengamatan sinyal wicara dalam domain waktu
dan domain frekuensi. Rekam suara “a” selama 1 tarikan napas. Simpan dalam bentuk
.wav. Selanjutnya, lakukan langkah-langkah berikut.
1. Panggil kembali sinyal wicara vokal “a.wav” yang telah direkam. Untuk lebih yakin
bahwa langkah pemrogramannya benar, coba suarakan dan gambarkan hasilnya
sebagai fungsi waktu.
2. Gunakan perintah dasar pengamatan power spektral density (PSD) pada MATLAB,
dalam hal ini manfaatkan fungsi FFT yang ada. Kemudian amati bentuk power
spectral density (PSD) sinyal wicara vokal “a.wav” dalam sebuah gambar yang
terpisah. Untuk ini harus memanfaatkan perintah dasar figure (1); untuk
menggambarkan sinyal wicara sebagai fungsi waktu dan perintah dasar figure (2);
untuk menempatkan power spectral density (PSD) sinyal wicara tersebut.
3. Pada langkah selanjutnya coba gambarkan spectrogram sinyal wicara vokal “a.wav”.
Untuk itu gunakan perintah figure (3); agar spectrogram yang dihasilkan berada pada
tempat yang terpisah.
4. Lakukan hal yang sama pada vokal i,u,e dan o.
31
MODUL IV
PEMFILTERAN PADA SINYAL WICARA
1. PENDAHULUAN
Dalam melakukan proses komunikasi dalam berbicara sering sekali muncul noise atau
gangguan yang mengakibatkan hilangnya informasi. Noise atau gangguan dapat dikurangi atau
dihilangkan dengan cara pemfilteran. Pada sinyal wicara yang telah direkam menjadi sinyal digital,
proses pemfilteran dapat menggunakan filter digital berupa IIR dan FIR.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
- Mahasiswa mampu menyusun filter digital dan melakukan pemfilteran pada sinyal
wicara.
3. DASAR TEORI
(13)
dimana:
32
Untuk merealisasikan ke dalam sebuah program simulasi atau perangkat keras maka
bentuk persamaan diatas dapat disederhanakan ke dalam diagram blok gambar 4.1.
Untuk implementasi sebuah low pass filter bersifat narrow-band menggunakan sebuah
filter IIR merupakan pilihan yang sangat sulit tetapi masih mungkin dilakukan. Satu
alasannya adalah penentuan orde yang tepat sehingga menghasilkan bentuk yang tajam
pada respon frekuensi relatif sulit. Pada domain unit circle bidang-z sering ditandai dengan
letak pole-pole yang ada diluar lingkaran, hal ini secara fisis memberikan arti bahwa filter
yang dihasilkan tidak stabil.
Kita coba untuk merealisasikan dalam program Matlab secara sederhana dengan
melihat pada masing-masing kasus, dalam hal ini adalah low pass filter (LPF) dan high
pass filter (HPF).
Contoh 1:
Kita akan mencoba merancang sebuah low pass filter (LPF) IIR dengan memanfaatkan
filter Butterworth. Frekuensi cut off ditetapkan sebesar 2000 Hz. Dalam hal ini frekuensi
sampling adalah 10000 Hz. Langkah realisasi dalam MATLAB adalah sebagai berikut.
33
Dari langkah di atas akan didapatkan respon frekuensi seperti gambar 4.2 berikut.
Contoh 2:
Pada contoh kedua ini kita akan mencoba merancang sebuah filter IIR untuk high pass
filter (HPF). Tetap dengan frekuensi cut off 2000 Hz, dan frekuensi sampling 10000.
Langkah pemrogramanya adalah dengan sedikit memodifikasi bagian berikut.
34
Gambar 4.3 Respon frekuensi filter IIR, HPF
(14)
dimana:
Dalam realisasi diagram blok akan dapat digambarkan seperti pada gambar 4.4 berikut ini.
35
Gambar 4.4 Diagram blok FIR filter
Untuk tujuan simulasi perangkat lunak kita bisa memanfaatkan fungsi standar berikut
ini: B = FIR1(N,Wn)
Ini merupakan sebuah langkah untuk merancang filter digital FIR dengan orde sebesar
N, dan frekuensi cut off Wn. Secara default oleh MATLAB ditetapkan bahwa perintah
tersebut akan menghasilkan sebuah low pass filter (LPF). Perintah ini akan menghasilkan
koefisien-koesifien filter sepanjang (N+1) dan akan disimpan pada vektor B. Karena dalam
domain digital, maka nilai frekuensi cut off harus berada dalam rentang 0<Wn<1.0. Nilai
1.0 akan memiliki ekuivalensi dengan nilai 0,5 dari sampling rate (fs/2). Yang perlu Anda
ketahui juga adalah bahwa B merupakan nilai real dan memiliki fase yang linear.
Sedangkan gain ternormalisasi filter pada Wn sebesar -6 dB.
Contoh 3:
Kita akan merancang sebuah LPF dengan frekuensi cut off sebesar 2000 Hz. Frekuensi
sampling yang ditetapkan adalah 10000 Hz. Orde filter ditetapkan sebesar 32. Maka
langkah pembuatan programnya adalah sebagai berikut:
36
Hasilnya adalah respon frekuensi seperti gambar 4.5 berikut.
Contoh 4:
Kita akan merancang sebuah Band Pass Filter (BPF) dengan frekuensi cut off sebesar
2000 Hz (untuk daerah rendah) dan 5000 Hz (untuk daerah tinggi). Frekuensi sampling
yang ditetapkan adalah 10000 Hz. Orde filter ditetapkan sebesar 32. Beberapa bagian
program diatas perlu modifikasi seperti berikut.
Hasilnya akan didapatkan respon frekuensi seperti pada gambar 4.6 berikut ini.
37
Gambar 4.6 Respon frekuensi band pass filter
Contoh 5:
Kita akan merancang sebuah High Pass Filter (HPF) dengan frekuensi cut off sebesar
5000 Hz (untuk daerah tinggi). Frekuensi sampling yang ditetapkan adalah 10000 Hz. Orde
filter ditetapkan sebesar 32. Beberapa bagian program diatas perlu modifikasi seperti
berikut.
Hasilnya akan didapatkan respon frekuensi seperti pada gambar 4.7 berikut ini.
38
3.3. Filter Pre-Emphasis
Dalam proses pengolahan sinyal wicara pre-emphasis filter diperlukan setelah proses
sampling. Tujuan dari pemfilteran ini adalah untuk mendapatkan bentuk spectral frekuensi
sinyal wicara yang lebih halus. Dimana bentuk spectral yang relatif bernilai tinggi untuk
daerah rendah dan cenderung turun secara tajam untuk daerah fekuensi diatas 2000 Hz.
Filter pre-emphasis didasari oleh hubungan input/output dalam domain waktu yang
dinyatakan dalam persamaan beda seperti berikut:
(15)
dimana:
Dalam bentuk dasar operator z sebagai unit filter, persamaan diatas akan memberikan
sebuah transfer function filter pre-emphasis seperti berikut.
(16)
Bentuk ini kemudian akan memberikan dasar pembentukan diagram blok yang
menggambarkan hubungan input dan output seperti pada gambar 4.8.
39
Hasil dapat ditunjukkan pada gambar 4.10 berikut ini.
-250 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Frekuensi Ternormalisasi
Dengan nilai a = 0,93 akan mampu melakukan penghalusan spectral sinyal wicara yang
secara umum mengalami penurunsan sebesar 6 dB/octav.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pengaruh sebenarnya filter ini
pada sebuah sinyal wicara? Untuk itu Anda dapat memanfaatkan program dibawah ini.
40
Hasilnya adalah berupa sebuah gambaran bentuk sinyal input dan output dari file sinyal
wicara “a.wav” dalam domain waktu, seperti ditunjukkan pada gambar 4.11.
Sedangkan hasil yang didapatkan dalam bentuk domain frekuensi adalah seperti
gambar
41
4.12 berikut.
Gambar 4.12 Sinyal input dan output dari pre-emphasis filter dalam domain
frekuensi
5. LANGKAH PERCOBAAN
PC harus dilengkapi dengan peralatan multimedia seperti sound card, speaker aktif dan
microphone. Untuk microphone dan speaker aktif bisa juga digantikan dengan head set
42
lengkap. Sebelum anda memulai praktikum, sebaiknya dites dulu, apakah seluruh
perangkat multimedia anda sudah terintegrasi dengan PC.
1. Rancang sebuah low pass filter IIR dengan spesifikasi sepreti berikut fc= 4000
Hz, frekuensi sampling fs=10000 Hz, dan pembentukan filter didasarkan pada
metode yang sederhana yaitu Butterworth filter.
2. Amati bentuk respon frekuensi yang dihasilkannya, usahakan untuk
menampilkan dengan sumbu mendatar frekuensi (Hz) dan sumbu tegak berupa
magnitudo dalam besaran dB.
3. Tambahkan program untuk memangil sebuah file “*.wav", dalam hal ini bisa
digunakan hasil perekaman yang telah dilakukan pada percobaan 1, misal file
“u.wav”. [s,fs]=wavread('FILE_U.wav');
4. Lakukan pemfilteran dengan menggunakan koefisien-koefisien IIR yang telah
dirancang pada langkah 1.
s0=filter(B,A,s);
5. Buat sebuah tambahan program untuk mengamati bentuk spektralnya,
bandingkan sinyal wicara tersebut sebelum pemfilteran dan sesudah
pemfilteran.
6. Coba tambahkan noise Gausian dengan varians 2 = 0.2 pada sinyal wicara yang
dipanggil pada langkah 3. Dan lakukan proses pemfilteran ulang seperti pada
langkah 4.
7. Ulangi langkah 5 untuk melihat pengaruh noise pada spectral sinyal wicara, dan
lihat pengaruh pemfilteran pada spectal sinyal bernois tersebut.
8. Setelah menyelesaikan langkah 1 sampai 7, cobalah untuk membuat sebuah
filter high pass filter IIR dengan spesifikasi yang sama dengan yang telah
dilakukan dengan low pass filter, kecuali frekuensi cut off diubah menjadi fc =
200 Hz.
43
5.3. Pemfilteran Sinyal Wicara dengan FIR
Pada bagian ini akan dilakukan perancangan filter FIR, mengamati bentuknya respon
frekuensi, melakukan pemfilteran pada sinyal wicara, dan melihat pengaruhnya dalam
domain waktu dan domain frekuensi. Langkah-langkahnya adalah seperti berikut:
1. Rancang sebuah low pass filter FIR dengan spesifikasi seperti berikut, fc= 4000
Hz, frekuensi sampling fs=10000 Hz, dan pembentukan filter didasarkan pada
metode yang sederhana yaitu seperti pada contoh yang ada di bagian teori.
2. Amati bentuk respon frekuensi yang dihasilkannya, usahakan menampilkan
dengan sumbu mendatar frekuensi (Hz) dan sumbu tegak berupa magnitudo
dalam besaran dB.
3. Tambahkan program untuk memangil sebuah file “*.wav”, dalam hal ini bisa
kita gunakan hasil perekaman yang telah dilakukan pada modul 3, misal file
“a.wav”. [s,fs]=wavread('a.wav');
4. Lakukan pemfilteran dengan menggunakan koefisien-koefisien FIR yang telah
dirancang pada langkah 1.
y1 = conv(LP,x);
5. Buat sebuah tambahan program untuk mengamati bentuk spektralnya,
bandingkan sinyal wicara tersebut sebelum pemfilteran dan sesudah pemfilteran.
6. Coba tambahkan noise Gausian dengan varians 2 = 0.2pada sinyal wicara yang
dipanggil pada langkah 3. Dan lakukan proses pemfilteran ulang seperti pada
langkah 4.
7. Ulangi langkah 5 untuk melihat pengaruh noise pada spectral sinyal wicara, dan
lihat pengaruh pemfilteran pada spectal sinyal bernois tersebut.
8. Setelah menyelesaikan langkah 1 sampai 7, cobalah untuk membuat sebuah
filter high pass filter FIR dengan spesifikasi yang sama dengan yang telah
dilakukan dengan low pass filter, kecuali frekuensi cut off Anda ubah menjadi
fc = 200 Hz.
9. Ulangi langkah 8 dengan band pass filter yang memiliki spesifikasi fL = 200 Hz
dan fH = 4000 Hz
44
Pada bagian ini akan dilakukan perancangan filter pre-emphasis, mengamati bentuknya
respon frekuensi, melakukan pemfilteran pada sinyal wicara, dan melihat pengaruhnya
dalam domain waktu dan domain frekuensi. Langkah-langkahnya adalah seperti berikut:
1. Lakukan perancangan filter pre-empashis dengan nilai a = 0,95. Dalam hal ini
kita bisa memanfaatkan program yang ada pada bagian teori.
2. Panggil sebuah file “*.wav”, dalam hal ini bisa memilih file “aiueo.wav” atau
jika tidak keberatan lakukan perekaman lebih dulu dan anda gunakan sebagai
file “*.wav” yang akan dianalisa.
3. Amati bentuk spectral sinyal, sebelum dan sesudah diperlakukan dengan
preempashis.
4. Cobalah rancang sebuah filter de-emphasis. Jika mengalami kesulitan dengan
hal ini, tanyakan kepada instruktur atau dosen praktikum.
45
MODUL V
PENGOLAHAN SINYAL GAMBAR
1. PENDAHULUAN
Proses pengolahan sinyal sering dijumpai pada aplikasi sinyal image/gambar. Terdapat
berbagai macam proses pengolahan sinyal gambar yang dapat digunakan pada matlab.
Salah satunya adalah penggunaan GUI MATLAB
2. TUJUAN
- Peserta mengerti cara membaca dan mengolah sebuah file citra (image) menggunakan
GUIDE MATLAB.
3. DASAR TEORI
Image processing merupakan salah satu teknologi yang sangat berkembang pesat.
Dengan adanya image processing pengolahan gambar menjadi lebih mudah dan dapat
dimanfaatkan. Penggunaan image processing ini telah banyak digunakan di berbagai
bidang, seperti bidang kedokteran, militer, robotik, teknologi, dan lainnya. Contoh
penggunaannya dalam bidang kedokteran yaitu dalam pengklasifikasian kanker[10].
Contoh umum lain dari image processing yang sering ditemukan adalah identifikasi wajah
pada fitur kamera di smartphone. Pada gambar 3.1 dapat dilihat salah satu contoh
penerapan image processing deteksi gambar.
46
Gambar 5.1 Contoh penerapan image processing deteksi gambar [11]
4. LANGKAH PERCOBAAN
47
Untuk mengatur layout komponen, terdapat aturannya seperti pada tabel berikut: Tabel
5.1 Layout Komponen
Menyimpan figure
Setelah selesai mendesain figure, langkah selanjutnya adalah menyimpan figure, beri
nama aplikasi_citra.fig, secara otomatis kita akan dibuatkan kerangka m-file dengan nama
yang sama.
Tambahkan beberapa program kode pada rutin callback yang diperlukan, antara lain:
- btn_buka
Di bawah function btn_buka_callback, tambahkan program menjadi berikut:
48
- btn_tutup
- Buka kembali GUIDE dan pilih open existing GUI, lalu dengan browse, aktfikan file
aplikasi_citra.fig
- Tambahkan 2 static text dan satu axes untuk menampilkan histogram sebuah citra.
Berikut layout komponen pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Layout Komponen
49
- Simpan dengan nama baru agar file lama tidak tertimpa, misalnya nama
aplikasi_citra_histogram.fig. Sebelum menjalankannya, tambahkan beberapa kode
program di bawah imshow (handles.current_data1) pada function
btn_buka_Callback(hObject, evendata, handles) dengan:
5. TUGAS
Ulangi tahapan dengan fungsi “imrotate” dan “imwrite”.
50
MODUL VI
PENGOLAHAN SINYAL IMAGE DENGAN TEMPLATE MATCHING
DAN NORMALIZED CROSS CORRELATION
1. PENDAHULUAN
Salah satu metode pengolahan citra digital adalah template matching. Template
matching merupakan teknik membandingkan sampel dengan citra terpilih untuk mencari
kesesuaian diantara keduanya. Nilai korelasi diantara kedua obyek dapat dicari
menggunakan persamaan normalized cross correlation. Kombinasi metode ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi suatu obyek dalam sebuah gambar.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum ini adalah mengimplementasikan salah satu pengolahan sinyal
gambar yaitu pencocokan gambar menggunakan metode template matching
3. TEORI DASAR
3.1 Citra Digital
Citra digital merupakan citra yang dapat direpresentasikan dan diolah oleh
komputer. Perpotongan antara baris dan kolom pada citra disebut piksel. Terdapat dua
parameter piksel, yaitu koordinat (x dan y) serta warna atau intensitas. Koordinat x
mewakili kolom dan koordinat y mewakili baris, sedangkan nilai f(x,y) merupakan
nilai intensitas piksel dari citra pada titik (x,y). Secara umum, koordinat piksel citra
digital ditunjukkan pada Gambar 3.1
51
Gambar 6.17 Tipe-Tipe Citra Digital (dari kiri ke kanan): RGB, grayscale, biner
Terdapat tiga tipe citra digital yaitu, RGB, grayscale, dan biner yang ditunjukkan
pada Gambar 3.2. Citra RGB merupakan citra 24-bit dimana masing-masing pikselnya
terdiri atas tiga komponen warna, yaitu red (merah), green (hijau), dan blue (biru). Nilai
intensitas ketiganya merepresentasikan sebuah warna. Selanjutnya citra grayscale
merupakan citra 8- bit dengan nilai skala intensitas keabuan yang berkisar antara 0-
255. Nilai 0 dan 255 merepresentasikan warna hitam dan putih serta nilai diantaranya
merepresentasikan warna abu tua hingga muda. Nilai skala intensitas keabuan
didapatkan dari persamaan yang melibatkan nilai RGB. Secara matematis nilai tersebut
dapat ditunjukkan melalui :
I = 0,2989×R+0,5870×G+0,1140×B (17)
dengan R, G, dan B adalah nilai komponen merah, hijau, biru. Terakhir, citra biner
merupakan citra 2-bit dengan dua kemungkinan nilai piksel yaitu 0 (hitam) atau
1(putih).
3.2 Segmentasi Citra
Teknik segmentasi digunakan untuk membagi citra ke dalam bagian-bagian
tertentu. Pada dasarnya teknik ini membagi citra berdasarkan nilai intensitas piksel
citra atau operasi matematik dari nilai intensitas piksel citra. Thresholding merupakan
salah satu metode segmentasi yang membagi citra berdasarkan nilai intensitas piksel
yang ditentukan (threshold).
3.2.1 Global Thresholding
Global thresholding merupakan teknik thresholding dengan menggunakan satu
atau beberapa batas ambang global, dimana batas ambang berlaku sama di setiap
piksel pada citra. Algoritma dari teknik ini dapat dijelaskan melalui persamaan :
52
(18)
dengan f (x;y) sebagai intensitas piksel pada koordinat (x;y) dan T merupakan batas
ambang dari citra. Apabila nilai f (x;y) lebih besar dari pada batas ambang maka nilai
intensitas piksel menjadi 1 (putih). Sedangkan apabila f (x;y) kurang dari atau sama
dengan batas ambang maka nilai intensitas piksel menjadi 0 (hitam).
53
Gambar 6.19 Algoritma filter median.
(a)
(b)
54
Gambar 6.21 Teknik template matching
Pada Gambar 3.6, template pada gambar bagian kiri akan direpresentasikan dalam
bentuk vektor dan akan dicocokkan dengan menghitung korelasinya pada ruang vektor
terkait. Kemudian template tersebut akan digeser pada citra dari piksel awal hingga
akhir. Nilai korelasi yang paling besar atau jarak yang paling pendek akan dipilih
sebagai titik tempat template berada.
(19)
dengan 𝑡̅ sebagai rata-rata dari intensitas piksel template dan 𝑓̅ , merupakan rata-rata
dari intensitas piksel citra masukan f (x,y) pada daerah di bawah template. Koefisien
korelasi 𝛾 yang dihasilkan bernilai antara -1 hingga 1. Semakin tinggi korelasi template
dengan titik pada citra maka nilai koefisien korelasinya mendekat satu. Contoh
perhitungan koefisien korelasi ditunjukkan pada Gambar 3.7.
55
Gambar 6.22 Contoh perhitungan NCC pada template matching.
5. PROSEDUR PERCOBAAN
PRE-PROCESSING
Langkah kerja
Template Citra
2. Konversi citra dan template ke dalam tipe grayscale menggunakan fungsi rgb2gray
CitraG = rgb2gray(Citra)
TemplateG = rgb2gray(Citra)
3. Konversi citra dan template ke dalam tipe biner menggunakan fungsi adaptthresh
dan algoritma global thresholding. Analisis perbedaannya
Adaptthresh Global Thresholding
56
CitraB = adaptthresh(CitraG, 0,4); for i= 1:r
for j= 1:c if
TemplateB = adaptthresh(TemplateG, 0,4); CitraG(i,j)<=threshold;
CitraG(i,j)=0; else
CitraG(i,j)=255;
end end end
Langkah kerja
1. Cari nilai korelasi antara template dengan citra menggunakan fungsi normxcorr2
c = normxcorr2(CitraB,TemplateB); surf(c);
57