Anda di halaman 1dari 12

Rekaman Khotbah Jum’at di Masjid ar-Ribath Wilayah Sirte,

Libya Dengan Judul :

KEDUDUKAN ILMU DAN ULAMA

Oleh : Syeikh Turki bin Mubarak al-Bin’ali-Taqabbalahullah.


Judul asli : al-Ilmu lil amal

Penerbit : al-Ghuraba Media

Cetakan pertama : 1436 H/2014 M

Segala puji hanya milik Allah. Kami memuji, memohon pertolongan, memohon
ampunan, memohon hidayah-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah dari
kejelekan diri dan keburukan amal kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh
Allah maka tidak ada satupun yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa
yang Allah sesatkan maka tidak ada satupun yang dapat memberikan petunjuk
kepadanya. Saya bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang hak kecuali Allah yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wa
sallam adalah seorang hamba sekaligus utusan-Nya, serta hamba terbaik yang
juga merupakan kekasih-Nya yang telah menyampaikan risalah, menunaikan
amanah, memberi wasiat kepada umatnya, berjihad di jalan Allah dengan dengan
jihad yang sebenar-benarnya hingga kematian menjemputnya. Rasulullah
Salallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggalkan jalan yang terang benderang untuk
kita yang malamnya ibarat siang hari. Tidak akan ada yang berpaling dari jalannya
kecuali orang yang binasa, dan tidak ada yang melenceng dari jalannya kecuali
orang yang tersesat.
Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah firman Allah, dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Salallahu’alaihi wa sallam.
Sesungguhnya perkara yang paling buruk adalah perkara yang diada-adakan
(dalam urusan agama), dan setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan
setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.

Amma ba’du.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengimbau untuk mencurahkan perhatian


terhadap ilmu dan mencarinya, serta menjelaskan keutamaan para alim ulama.
Allah Ta’ala dalam beberapa ayatnya berfirman, “ Katakanlah : Ya Rabb,
tambahkan lah ilmu kepadaku.” (QS. Toha : 114). Rasulullah Salallahu’alaihi wa
sallam telah memerintahkan untuk terus menambah ilmu, bukan yang lainnya.
Cukup bagimu dengan ilmu dan belajar agar memperoleh kedudukan yang mulia
dan budi pekerti yang luhur.

Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya bawa Rasulullah
Sallalahu’alaihi wa sallam bersabda, “ Barang siapa yang menempuh jalan guna
menuntut ilmu maka Allah mudahkan jalan untuknya menuju surga.” Demikianlah
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat kedudukan para alim ulama sebagaimana
dalam firman-Nya,” Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. al-
Mujadalah : 11) yaitu berupa kedudukan yang tinggi, agung lagi mulia, akan tetapi
di saat yang sama Allah Ta’ala juga menurunkan dan merendahkan kedudukan
orang yang (diberi ilmu namun) tidak mengamalkan ilmunya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat para ulama yang mengamalkan


ilmunya, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Rasulullah
Salallahu’alaihi wasallam, “ Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengangkat derajat seseorang dengan kitab ini (Al Qur’an) dan dengan kitab ini
pula Allah merendahkan yang lainnya.” (HR. Muslim)

Siapakah orang-orang yang diangkat derajatnya ? yaitu mereka yang memegang


Al Qur’an dengan sebenar-benarnya. Allah Ta’ala berfirman, “ Peganglah kitab ini
(Al-Qur’an) dengan teguh.” (QS. Maryam : 12) Dengan teguh, yang artinya bukan
dengan sikap keras dan ekstrem dan lain sebagainya, akan tetapi memegang Al
Qur’an dengan penuh keteguhan yaitu mengamalkan isi kandungan nya
sebagaimana yang disebutkan oleh para ahli tafsir-Rahimahumullah.

Seperti halnya (di mana) Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat kedudukan


orang-orang yang mengamalkan ilmu mereka, Allah juga merendahkan
kedudukan orang-orang yang enggan mengamalkan ilmu yang mereka miliki.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “ Dan bacakanlah kepada mereka berita
orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang
isi kitab, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh
setan (sampai dia tergoda, maka jadilah dia termasuk orang-oranag yang sesat.
Dan kalau Kami kehendaki, sesungguhnya Kami tinggikan derajatnya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menuruti hawa nafsunya
yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya
(juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat0-
ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar meereka
berpikir.” (QS al-A’raf : 175-176)

Mereka itu adalah orang-orang yang tidak mau mengamalkan ilmu mereka
sehingga mereka tidak memperoleh derajat yang tinggi, mereka mencukupkan
diri hanya dengan mengambil ilmu dari beberapa kitab untuk kemudian
disimpannya lagi (tidak mau diamalkan). Bisa jadi ketika anda membaca sebagian
kitab-kitab mereka, anda mengira dan membayangkan sosok mereka atas dasar
persangkaan anda bahwa mereka layaknya Imam Hasan al-Bashri dalam hal
kezuhudan dan ketakwaannya atau mereka memiliki kemiripan dengan al-Hafi
karena sifat wara’ nya terhadap dunia dan dari hal-hal yang tidak berguna.

Sekiranya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengizinkan anda untuk mengamati para


pengarang, penulis maupun penyusun kitab-kitab tersebut ternyata di antara
mereka ada yang mencukur jenggot, perokok, ada pula yang musbil, banyak
berdusta, membuat perkataan-perkataan dusta atas nama Allah dan Rasul, suka
mengadu domba manusia dan suka menggunjing, Laa haula walaa quwwata illa
billah. ‘Mendengar (berita) orang tersebut lebih baik daripada kamu melihatnya
langsung’.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sifat mereka yang lain, seperti menyifati
dan menyerupakan mereka dengan anjing. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
memuliakan kami dan kalian. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyerupakan
mereka dengan keledai seraya berfirman, “ Perumpamaan orang-orang yang
dipikulkan Taurat kepadanya, kemudian mereka tiada menunaikannya adalah
seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.” (QS. al-Jumu’ah : 5).
Mungkin saja orang-orang yang dipikulkan kitab Taurat (ahlul kitab)mereka
mempelajari isi kitab Taurat tersebut, menghafalnya, dan menahbiskan diri
mereka sebagai rahib/pendeta. Mereka memperbanyak jumlah kitab di ruangan
dan perpustakaan mereka saja namun tidak menunaikannya, maksudnya mereka
tidak mengamalkan isi kitab-kitab tersebut dengan menjalankan seluruh perintah
dan menjauhi segala larangan yang ada di dalam kitab-kitab mereka, serta
mengingkari kebenaran berita-berita (yang dijelaskan di dalam kitab mereka).
Mereka tak ubahnya seperti keledai yang memikul kitab-kitab tebal, keledai yang
dipikulkan tumpukan-tumpukan kitab di atas punggungya. Apakah keledai yang
membawa Imam Bukhari, Imam muslim, atau keledai yang membawa kutubus
sittah, dan berbagai kitab-kitab fikih di atas punggungnya lantas dapat
memperoleh sedikit saja manfaat ? apakah dengan membawa kitab-kitab yang
banyak keledai tadi bisa menggapai kemulian ? ia tidak memperoleh apapun
kecuali rasa lelah dan kesengsaraan.

Adapun pengemban ilmu, penghapal Al Qur’an, ahli zikir dia berada di salah satu
dari dua kedudukan, bukan berada pada keudukan ketiga, entah itu
kedudukannya sebagai orang yang memperoleh keberuntungan atau sebagai
orang yang memperoleh kerugian, dan tidak ada kedudukan lain selain daripada
kedua kedudukan yang ada. Dia akan memperoleh keberuntungan jika ia
mengamalkan ilmu yang dimiliki, serta mengamalkan Al Qur’an dan sunnah dan
menjadikan posisi atau kedudukannya tersebut sebagai media arbitrasi untuk
dirinya dan orang lain. Sedangkan kedudukan orang yang memperoleh kerugian
yaitu apabila dia tidak mengamalkan ilmu yang bersumber dari Al Qur’an dan
sunnah, serta ilmu yang telah dihapal dan dipelajarinya, maka dia itulah orang
yang merugi dan berdosa, wal ‘iyadzu billah.

Oleh karena itu di dalam shohih Muslim disebutkan dari Rasulullah Salallahu
‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda, “ A-l Qur’an itu bisa menjadi
pembela mu atau musuhmu.” Pada hari kiamat nanti Al Qur’an bisa menjadi
pembela anda atau musuh anda. Apabila anda mengamalkannya maka Al Qur’an
akan menjadi pembela untuk anda, dan sebaliknya jika anda tidak
mengamalkannya maka ia akan menjadi musuh bagi anda. Dalam sebuat riwayat
disebutkan, “ Berapa banyak orang yang membaca Al Qur’an, namun justru Al
Qur’an melaknatnya.” Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat orang-orang zhalim
dengan beberapa ayat-ayatnya, yaitu orang berlaku zhalim terhadap manusia dan
berlaku zhalim terhadap semua negeri (di dunia) dengan menerapkan hukum
selain (hokum) syari’at Allah Rabbul ‘alamin. Dengan beberapa ayat-ayatnya pula
Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat pemakan riba, sedangkan akibat yang
ditimbulkannya adalah dosa yang sangat besar yang tidak mungkin dapat
terelakkan. Berapa banyak orang yang membaca Al Qur’an namun justru Al
Qur’an melaknatnya. La Hawla Wa La Quwwata Illa Billah.

Imam Sufyan ats-Tsauriy -Rahimahullah-ketika memulai menuntut ilmu dan


menghapal hadits Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam, ibu nya menghentikannya
seraya berkata, “ Ingatlah nak, jika hadits-hadits (yang kamu hapal) ini dapat
merubah yang ada pada dirimu sedikit saja, maka teruskanlah untuk menghapal
yang lainnya ! namun jika ia tidak dapat merubahmu maka hentikanlah ! karena
hal itu lebih ringan pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak.” . Oleh
karena itu para ahli ilmu mengatakan, “ Sekiranya aku berbuat maksiat namun
aku tidak mengetahui (hukumnya) maka hal itu lebih baik daripada aku berbuat
maksiat sementara aku mengetahui (hukumnya).” La Hawla wa La Quwwata Illa
Billah. Diriwayatkan oleh sebagian para imam, konon suatu ketika Imam Syafi’i –
Rahimahullah- terlihat oleh ibunya tengah sibuk dengan kitab-kitabnya dan
menela’ahnya. Sang ibu pun bertutur kepadanya, “ Duhai anakku, janganlah
memperbanyak hujjah yang akan kamu pertanggungjawabkan di hadapan Allah
(yaitu) kamu membaca (kitab-kitab tersebut)dan mempelajarinya namun kamu
tidak mengamalkan imu tersebut.” La Hawla wa La Quwwata Illa Billah. Masuklah
ke dalam surga dengan apa yang telah…telah apa ? “ Dengan apa yang telah
kamu kerjakan “ (QS. An-Nahl : 32) Dia (Allah Subhanahu wa Ta’ala) tidak
mengatakan “ dengan apa yang kamu ketahui “, yaitu orang yang berilmu namun
tidak mengamalkan ilmunya, Wal ‘Iyadzu Billah. Kelak ia akan dibawa ke hadapan
Allah untuk dimintai pertanggungjawaban atas ilmu yang dimilikinya yang mana
ilmu tersebut merupakan hujjah terhadap dirinya.

Jadi, ilmu bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk beribadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan hujjah yang nyata, hal ini harus benar-benar
diketahui. Oleh karena itu di dalam sebuat hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi, dan Imam ad-Daraniy-Rahimahumallah- dan dishahihkan oleh Syeikh al-
Albani bahwa Nabi Salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Tidak akan bergeser
kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang empat hal, yakni
tentang umurnya untuk apa ia pergunakan ? tentang masa muda nya untuk apa
ia habiskan ? tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa dibelanjakan
? tentang ilmunya untuk apa ia pergunakan ?” apakah dengan ilmunya itu dia
bertambah ketaatannya kepada Allah ? atau apakah dengan ilmunya itu dia tetap
mengerjakan kewajiban-kewajibannya dengan rutin dan meninggalkan hal-hal
yang diharamkan, serta meninggalkan segala bentuk larangan-larangannnya dan
tetap menjaga batasan-batasan (yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan
)? atau apakah karena ilmunya itu justeru dia berjalan di atas kesesatan
sementara dia tidak mengindahkan ilmu yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala
titipkan ke dalam relung sanubarinya untuk mengenal tentang Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan mengenal Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Alihi waSallam? di dalam
sebuah surat yang mana tidak sah sholat seseorang kecuali dengan membacanya,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “ Tunjukanlah kami jalan yang lurus. Yaitu
jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang
Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” (QS. al-Fatihah : 6-
7)

Lafadz ) ‫ ) المغضوب عليهم‬maksudnya adalah sebagaimana yang diriwayatkan dari


Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Sallam dan orang-orang sepeninggalnya yaitu
orang-orang Yahudi yang tersesat dari jalan ilmu. Mereka memahami ilmu namun
mereka menyombongkan diri, mereka juga menganggap ketaatan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidaklah penting. Mereka mengenali Rasulullah Salallahu
‘Alaihi wa Sallam sebagaimana mereka mengenali anak-anak mereka sendiri.
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengatakan (‫ )آباءهم‬/bapak-bapak mereka
karena bukan hanya satu-dua orang di antara mereka yang mengenali siapa
bapaknya, akan tetapi semuanya. Semua orang juga mengenali siapa anaknya,
pun demikian halnya orang-orang Yahudi juga mengenali sosok Nabi Salallahu
‘Alaihi wa Sallam, mereka mengenali sifat jujur nya, dan mengetahui apa yang
dibawakan oleh Nabi Salallahu ‘Alaihi wa Wa sallam seperti halnya mereka
mengenali anak-anak mereka namun mereka tersesat dari jalan ilmu. Ya begitulah
mereka orang-orang Yahudi.

Sedangkan lafadz (‫ )الضالون‬maksudnya adalah orang-orang Nasrani yang tersesat


disebabkan kebodohan mereka. Oleh karena itu Imam Sufyan ats-Tsauri -
Rahimahullah- mengatakan, “ Para Alim ulama kita yang tersesat mempunyai
kemiripan dengan Yahudi, sedangkan para ahli ibadah kita yang tersesat
mempunyai kemiripan dengan Nasrani.” Perhatikanlah wahai hamba Allah,
berhati-hatilah dan selalu waspada dari perilaku menyerupai Yahudi dan Nasrani !
lalu, kepada siapa kamu mengidentikan diri ? ya, kepada sebaik-baik manusia
seluruhnya yaitu Rasulullah Salallahu ‘Alaihi wa Sallam- sebagaimana ada sebuah
hadits dari ‘Aisyah –Radiyallahu anha- yang diriwayatkan oleh Imam Muslim –
Rahimahullah- di dalam kitab shahihnya ketika beliau ditanya mengenai akhlak
Rasulullah –Salallahu ‘Alaihi wa Sallam- ia pun menjawab, “ Akhlak Rasulullah –
Salallahu ‘Alaihi wa Sallam- adalah Al Qur’an.” Artinya beliau Salallahu ‘Alaihi wa
Sallam mengamalkan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-harinya, baik hal itu yang
berkenaan dengan aqidah, syariat, akhlak, tatakrama, ataupun mu’amalah yang
kesemuanya itu melekat pada diri beliau –Salallahu’ Alaihi wa Sallam- atas dasar
ilmu yang dipelajarinya, dan dengan ilmunya itulah beliau –Salallahu ‘Alaihi wa
Sallam mengabdikan hidupnya hanya untuk Allah Ta’ala semata.

Dewasa ini alangkah banyaknya orang yang memahami agama Allah Subhanahu
wa Ta’ala secara mendalam (tafaqquh fiddin), dan betapa banyak para alumni
dari Universitas-Universitas, lembaga-lembaga pendidikan, dan para sarjana, akan
tetapi dikemanakan amalnya ? amat sedikit, sebagaimana firman Allah, “ Dan
sedikit sekali hamba-hamba Ku yang bersyukur.” (QS. Saba : 13). Karena itu ada
sebuah hadits yang Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Zaid bin Arqam –
Radiyallahu ‘anhu- bahwa ia berkata,” Maukah kalian aku beritahu apa yang
dikatakan oleh Rasulullah Salallahau ‘Alaihi wa Sallam ? ia berkata, “ Ya Allah, aku
berlindung kepada Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat dan dari hawa nafsu yang
tidak pernah puas.”

Di antara doa beliau Salallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah berlindung –penj- dari
ilmu yang tidak bermanfaat. Apa yang dimaksud dengan ilmu yang tidak
bermanfaat ? ilmu yang tidak bermanfaat ialah ilmu yang tidak disertai dengan
amal. Jika ilmu sudah menjadi tujuan dan bukan menjadi sarana untuk melakukan
amal shalih maka itulah ilmu yang tidak bermanfaat yang mana kita berlindung
kepada Allah dari hal tersebut. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib –Radiyallahu
‘anhu- sebagaimana yang ditakhrij al-Khatib al-Baghdadi –Rahimahullah- ,” Ilmu
itu memanggil seiring pengamalan, jika panggilan itu disambut maka ilmu akan
mendekat. Namun jika tidak, ia yang akan pergi.” Ibnu Mas’ud –Radiyallahu
‘anhu- berkata, “ Belajarlah kalian, dan amalkan ilmu (yang telah kalian pelajari)
!”

Pun demikian halnya mayoritas para sahabat Nabi –Salallahu ‘Alaihi wa Sallam
sebagaimana yang diriwayatkan lebih dari satu jalur periwayatan bahwa mereka
membaca Al Qur’an tidak akan melebihi delapan atau sepuluh ayat Al Qur’an
sebelum mempelajari ilmu dan mengamalkan isi kandungan ayat-ayat tersebut.
Begitulah dahulu para sahabat –RadiyallahuTabarakallah wa Ta’ala ‘Anhum- ,
karena amalan mereka itulah mereka menjadi lebih unggul dari yang lainnya. Juga
sebagaimana yang dikatakan Imam Waki’ –Rahimahullah- ,” Dahulu kami atau
mereka (para sahabat) mengharap pertolongan dalam menjaga ilmu dengan
mengamalkannya.”

Imam Ahlussunnah wal Jama’ah Ahmad bin Hanbal –Rahimahullah- menuturkan,


“ Aku hanya meriwayatkan hadits yang telah kuamalkan.”

Imam Umar bin Abdul Aziz –Rahimahullah- berkata, “ Jika kamu mengamalkan
ilmu yang kamu ketahui, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mewariskan ilmu
yang belum pernah kamu pelajari.”
Begitulah mereka para salaf –Ridwanallahu Tabarakallahu wa Ta’ala ‘alaihim-
berilmu dan mengamalkannya, bukan hanya berilmu saja. Karena itu dikatakan
dalam sebait sya’ir :

Orang yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmunya

Ia akan diazab sebelum para penyembah berhala diazab

Semoga allah melindungi kami dan kalian dari azab yang ditimpakan kepada para
penyembah berhala.

.‫ و صلى هللا وسلم على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين‬,‫أقول ما تسمعون‬

(Khutbah kedua)

“ Ya Allah Ya Tuhanku, aku memuji MU memohon kepada Mu untuk meraih


derajat kesyahidan tertinggi, aku memohon ampun kepadamu apa Engkau
ketahui dariku. Engkau Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, aku
bersaksi tiada sesembahan yang haq kecuali Engkau, kupercayakan persaksian ini
kepada Mu, aku bershalawat dan menghaturkan salam kepada junjungan yang
memiliki keagungan, seorang pemimpin dan sang penunjuk jalan kebenaran
(Rasulullah Salallahu ‘Alaihi wa Sallam) dan kepada keluarga beserta para
sahabatnya yang merupakan para kstaria jihad dan ahli ibadah, amma Ba’du.”

Ini merupakan ucapan dan persoalan serius yang berkenaan dengan orang yang
tidak mengamalkan ilmunya, maka bagaimana halnya orang yang tidak memiliki
perhatian sedikit pun terhadap ilmu ? bagaimana lagi orang beramal namun tidak
selaras dengan ilmunya, terjadi kontradiksi dengan ilmu yang dipelajarinya ? ilmu
adalah satu hal sedangkan pengamalan dan realisasinya berbanding terbalik
dengan ilmunya, La hawla wala quwwata illa billah. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman, “ Mengapa kamu perintahkan orang lain mengerjakan kebaikan
sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca
Al Kitab (Taurat) ? maka tidakkah kamu berpikir ?” (QS. Al-Baqarah : 44) tidakkah
kamu berpikir ? bagaimana mungkin dia menyuruh orang lain untuk taat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, padahal dialah orang pertama yang membutuhkan
ucapan tersebut ? hal itu bertolak belakang dengan apa yang dia katakan, yang
dia perintahkan dan juga dia larang. Imam Hasan al-Bashri berkata sebagaimana
yang diriwayatkan Abu Nu’aim (Abu Hanifah) di dalam kitab Hilyatul Auliya, “
Dahulu adaorang-orang, atau kami mendapati ada orang-orang yang
memerintahkan perbuatan-perbuatan yang ma’ruf (baik) dan mereka lah yang
pertama-tama melakukannya. Dan ada orang-orang yang mencegah dari
perbuatan-perbuatan yang mungkar, ternyata mereka pula lah yang pertama-
tama menjauhinya. Namun kami juga mendapati orang-orang yang
menganjurkan kepada perbuatan-perbuatan yang ma’ruf namun mereka sendiri
tidak mengerjakannya. Melarang dari perbuatan-perbuatan mungkar namun
mereka sendiri justeru mengerjakannya. Bagaimana mungkin(orang yang
melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar) dapat hidup bersama orang-orang
semacam mereka ?”

Seandainya Imam Hasan al-Bashri –Rahimahullah- hidup di zaman kita sekarang


ini tentu ia akan melihat merebaknya ilmu dan para alim ulama, namun sangat
sedikit yang mengamalkan ilmu dan menapaki jalan tersebut. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman, “ Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ? amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-
Shaf : 2-3)oleh karena itu tatkala Imam Ibnu Qayyim –Rahimahullah-
menyebutkan kumpulan dosa-dosa besar yang diantaranya beliau menyebutkan
sejumlah dosa-dosa besar yang dianggap dapat membinasakan, yaitu seseorang
yang mengatakan sesuatu namun dia sendiri belum atau tidak mengamalkannya,
wal ‘iyadzu billah.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya hadits dari Usamah bin Zaid –
Radiyallahu ‘Anhu- dari Rasulullah -Salallahu ‘Alaihi wa sallam- bersabda, “
Didatangkanlah seseorang pada hari kiamat lalu dilempar ke dalam nerakayang
menyebabkan usus-ususnya terburai. Selanjutnya ia berputar-putar sebagaimana
keledai berputar-putar di tungku. Maka berkatalah penduduk neraka kepadanya, :
Wahai fulan, bukankah kamu dahulu yang biasa menganjurkan kami untuk
berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar ?” (padahal) dulunya
dia termasuk para Ulama, para Syeikh, para Doktor, para Asatidzah dan berbagai
macam gelar lainnya.

“ Benar, dulu aku biasa mengajak pada perbuatan ma’ruf namun aku tidak
melakukannya. Aku mencegah perbuatan mungkar namun justeru aku
melanggarnya.” (Muttafaq ‘alaihi)

Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (agar tidak) menjadi jembatan
penyebrangan yang dilalui oleh manusia di atasnya, kemudian setelah itu kita
dicampakan ke dalam neraka, wal I’iyadzu billah. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Imam Thabrani –Rahimahullah- dari Rasulullah Salallahu ‘alaihi
wasallam bahwasanya beliau bersabda, “ Hendaklah salah seorang dari kalian
selalu berhati-hati (agar tidak) menjadi seperti lampu pijar yang menerangi orang
lain, tapi justeru membakar dirinya sendiri.” Di dalam riwayat lain oleh Imam al-
Bazzar –Rahimahullah- disebutkan, “ Hendaklah salah seorang dari kalian
senantiasa berhati-hati (agar tidak) menjadi seperti obor yang dapat membakar
dirinya sendiri meskipun dapat menerangi orang lain.”

Langkah pertama yang seharusnya dilakukan untuk dirinya sendiri ialah


mengamalkan ilmunya kemudian mendakwahkan ilmunya kepada orang lain
seperti yang dijelaskan oleh asy-Syeikh al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahab
–Rahimahullah- ,” Kamu harus mengetahui masalah-masalah ini, yaitu :

1. Berilmu.
2. Mengamalkannya, bukan mendakwahkannya terlebih dahulu.
3. Baru kemudian mendakwahkannya.
4. Bersabar terhadap cabaran (rintangan) yang ada di dalam jalan dakwah.

Imam Ahmad –Rahimahullah- meriwayatkan hadits dari Rasulullah Salallahu


‘Alaihi wa Sallam,” Tatkala beliau diperjalankan di suatu malam pada peristiwa
Isra’ & Mi’raj beliau menjumpai orang-orang yang mulutnya digunting dengan
gunting yang berasal dari neraka, kemudian beliau bertanya tentang mereka :
Siapakah mereka-mereka itu ? dikatakan kepada beliau : Mereka semua adalah
para juru khotbah di dunia yang menyeru pada perbuatan ma’ruf namun mereka
tidak mengerjakannya, mencegah pada perbuatan mungkar namun mereka
justeru mengerjakannya.” Di dalam riwayat lain, “ Mereka-mereka itu adalah para
juru khotbah dari umatmu yang mengatakan apa-apa yang tidak mereka
kerjakan.” Wal ‘iyadzu billah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “ Dan aku tidak berkehendak menyalahi


kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang.” (QS. Hud : 88) . Begitulah
yang dikatakan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam, seperti itu pula yang dilakukan oleh
para Nabi dan para pewaris Nabi. Di dalam musnad Imam Ahmad disebutkan dari
Rasulullah Salallahu ‘Alaihi wasallam bahwasanya beliau mengabarkan, “ Ulama
adalah pewaris Nabi.” Apakah di antara para Nabi ‘Alaihimus Sholatu wassalam
ada yang hanya mewariskan ilmu tanpa mengamalkannya ? sangat mustahil.
Sesungguhnya mereka mewariskan ilmu juga mengamalkannya. Begitulah
seharusnya kita mengajak diri kita sendiri untuk berbuat seperti yang para
pewaris Nabi, “Ulama” lakukan, kemudian baru mengajak orang lain. Mereka jika
mendengar ilmu yang disebutkan “ Allah Ta’ala berfirman” atau Rasulullah
Salallahu ‘Alaihi wasallam bersabda”, yang pertama kali mereka lakukan adalah
mengamalkannya untuk diri mereka sendiri, kedua untuk orang lain, lalu
mendakwahkannya dan bersabar atas segala cabaran yang ada di jalan dakwah.

(Do’a penutup)

‫ و يؤمر‬,‫ يعز به أهل طاعته و يذل فيه أهل معصيته‬,‫نسأل هللا سبحانه و تعالى أن يبرم لهذه الألمة أمر رشد‬
‫ اللهم انصر عبادك‬,‫ اللهم أ ظهر عز اإلسالم و أعز المسلمين‬,‫ وينهى فيه عن المنكر‬,‫فيه بالمعروف‬
‫ وآلخر دعوانا أن الحمد هلل رب‬,‫ يا حي يا قيوم‬,‫ فوق كل األرض و تحت كل سماء‬,‫المجاهدين في كل مكان‬
.‫ و صلى هللا و سلم على أشرف األنبياء و إمام المرسلين‬,‫العالمين‬

Anda mungkin juga menyukai