Segala puji hanya milik Allah. Kami memuji, memohon pertolongan, memohon
ampunan, memohon hidayah-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah dari
kejelekan diri dan keburukan amal kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh
Allah maka tidak ada satupun yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa
yang Allah sesatkan maka tidak ada satupun yang dapat memberikan petunjuk
kepadanya. Saya bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang hak kecuali Allah yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wa
sallam adalah seorang hamba sekaligus utusan-Nya, serta hamba terbaik yang
juga merupakan kekasih-Nya yang telah menyampaikan risalah, menunaikan
amanah, memberi wasiat kepada umatnya, berjihad di jalan Allah dengan dengan
jihad yang sebenar-benarnya hingga kematian menjemputnya. Rasulullah
Salallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggalkan jalan yang terang benderang untuk
kita yang malamnya ibarat siang hari. Tidak akan ada yang berpaling dari jalannya
kecuali orang yang binasa, dan tidak ada yang melenceng dari jalannya kecuali
orang yang tersesat.
Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah firman Allah, dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Salallahu’alaihi wa sallam.
Sesungguhnya perkara yang paling buruk adalah perkara yang diada-adakan
(dalam urusan agama), dan setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan
setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.
Amma ba’du.
Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya bawa Rasulullah
Sallalahu’alaihi wa sallam bersabda, “ Barang siapa yang menempuh jalan guna
menuntut ilmu maka Allah mudahkan jalan untuknya menuju surga.” Demikianlah
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat kedudukan para alim ulama sebagaimana
dalam firman-Nya,” Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. al-
Mujadalah : 11) yaitu berupa kedudukan yang tinggi, agung lagi mulia, akan tetapi
di saat yang sama Allah Ta’ala juga menurunkan dan merendahkan kedudukan
orang yang (diberi ilmu namun) tidak mengamalkan ilmunya.
Mereka itu adalah orang-orang yang tidak mau mengamalkan ilmu mereka
sehingga mereka tidak memperoleh derajat yang tinggi, mereka mencukupkan
diri hanya dengan mengambil ilmu dari beberapa kitab untuk kemudian
disimpannya lagi (tidak mau diamalkan). Bisa jadi ketika anda membaca sebagian
kitab-kitab mereka, anda mengira dan membayangkan sosok mereka atas dasar
persangkaan anda bahwa mereka layaknya Imam Hasan al-Bashri dalam hal
kezuhudan dan ketakwaannya atau mereka memiliki kemiripan dengan al-Hafi
karena sifat wara’ nya terhadap dunia dan dari hal-hal yang tidak berguna.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sifat mereka yang lain, seperti menyifati
dan menyerupakan mereka dengan anjing. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
memuliakan kami dan kalian. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyerupakan
mereka dengan keledai seraya berfirman, “ Perumpamaan orang-orang yang
dipikulkan Taurat kepadanya, kemudian mereka tiada menunaikannya adalah
seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.” (QS. al-Jumu’ah : 5).
Mungkin saja orang-orang yang dipikulkan kitab Taurat (ahlul kitab)mereka
mempelajari isi kitab Taurat tersebut, menghafalnya, dan menahbiskan diri
mereka sebagai rahib/pendeta. Mereka memperbanyak jumlah kitab di ruangan
dan perpustakaan mereka saja namun tidak menunaikannya, maksudnya mereka
tidak mengamalkan isi kitab-kitab tersebut dengan menjalankan seluruh perintah
dan menjauhi segala larangan yang ada di dalam kitab-kitab mereka, serta
mengingkari kebenaran berita-berita (yang dijelaskan di dalam kitab mereka).
Mereka tak ubahnya seperti keledai yang memikul kitab-kitab tebal, keledai yang
dipikulkan tumpukan-tumpukan kitab di atas punggungya. Apakah keledai yang
membawa Imam Bukhari, Imam muslim, atau keledai yang membawa kutubus
sittah, dan berbagai kitab-kitab fikih di atas punggungnya lantas dapat
memperoleh sedikit saja manfaat ? apakah dengan membawa kitab-kitab yang
banyak keledai tadi bisa menggapai kemulian ? ia tidak memperoleh apapun
kecuali rasa lelah dan kesengsaraan.
Adapun pengemban ilmu, penghapal Al Qur’an, ahli zikir dia berada di salah satu
dari dua kedudukan, bukan berada pada keudukan ketiga, entah itu
kedudukannya sebagai orang yang memperoleh keberuntungan atau sebagai
orang yang memperoleh kerugian, dan tidak ada kedudukan lain selain daripada
kedua kedudukan yang ada. Dia akan memperoleh keberuntungan jika ia
mengamalkan ilmu yang dimiliki, serta mengamalkan Al Qur’an dan sunnah dan
menjadikan posisi atau kedudukannya tersebut sebagai media arbitrasi untuk
dirinya dan orang lain. Sedangkan kedudukan orang yang memperoleh kerugian
yaitu apabila dia tidak mengamalkan ilmu yang bersumber dari Al Qur’an dan
sunnah, serta ilmu yang telah dihapal dan dipelajarinya, maka dia itulah orang
yang merugi dan berdosa, wal ‘iyadzu billah.
Oleh karena itu di dalam shohih Muslim disebutkan dari Rasulullah Salallahu
‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda, “ A-l Qur’an itu bisa menjadi
pembela mu atau musuhmu.” Pada hari kiamat nanti Al Qur’an bisa menjadi
pembela anda atau musuh anda. Apabila anda mengamalkannya maka Al Qur’an
akan menjadi pembela untuk anda, dan sebaliknya jika anda tidak
mengamalkannya maka ia akan menjadi musuh bagi anda. Dalam sebuat riwayat
disebutkan, “ Berapa banyak orang yang membaca Al Qur’an, namun justru Al
Qur’an melaknatnya.” Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat orang-orang zhalim
dengan beberapa ayat-ayatnya, yaitu orang berlaku zhalim terhadap manusia dan
berlaku zhalim terhadap semua negeri (di dunia) dengan menerapkan hukum
selain (hokum) syari’at Allah Rabbul ‘alamin. Dengan beberapa ayat-ayatnya pula
Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat pemakan riba, sedangkan akibat yang
ditimbulkannya adalah dosa yang sangat besar yang tidak mungkin dapat
terelakkan. Berapa banyak orang yang membaca Al Qur’an namun justru Al
Qur’an melaknatnya. La Hawla Wa La Quwwata Illa Billah.
Jadi, ilmu bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk beribadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan hujjah yang nyata, hal ini harus benar-benar
diketahui. Oleh karena itu di dalam sebuat hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi, dan Imam ad-Daraniy-Rahimahumallah- dan dishahihkan oleh Syeikh al-
Albani bahwa Nabi Salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Tidak akan bergeser
kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang empat hal, yakni
tentang umurnya untuk apa ia pergunakan ? tentang masa muda nya untuk apa
ia habiskan ? tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa dibelanjakan
? tentang ilmunya untuk apa ia pergunakan ?” apakah dengan ilmunya itu dia
bertambah ketaatannya kepada Allah ? atau apakah dengan ilmunya itu dia tetap
mengerjakan kewajiban-kewajibannya dengan rutin dan meninggalkan hal-hal
yang diharamkan, serta meninggalkan segala bentuk larangan-larangannnya dan
tetap menjaga batasan-batasan (yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan
)? atau apakah karena ilmunya itu justeru dia berjalan di atas kesesatan
sementara dia tidak mengindahkan ilmu yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala
titipkan ke dalam relung sanubarinya untuk mengenal tentang Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan mengenal Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Alihi waSallam? di dalam
sebuah surat yang mana tidak sah sholat seseorang kecuali dengan membacanya,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “ Tunjukanlah kami jalan yang lurus. Yaitu
jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang
Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” (QS. al-Fatihah : 6-
7)
Dewasa ini alangkah banyaknya orang yang memahami agama Allah Subhanahu
wa Ta’ala secara mendalam (tafaqquh fiddin), dan betapa banyak para alumni
dari Universitas-Universitas, lembaga-lembaga pendidikan, dan para sarjana, akan
tetapi dikemanakan amalnya ? amat sedikit, sebagaimana firman Allah, “ Dan
sedikit sekali hamba-hamba Ku yang bersyukur.” (QS. Saba : 13). Karena itu ada
sebuah hadits yang Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Zaid bin Arqam –
Radiyallahu ‘anhu- bahwa ia berkata,” Maukah kalian aku beritahu apa yang
dikatakan oleh Rasulullah Salallahau ‘Alaihi wa Sallam ? ia berkata, “ Ya Allah, aku
berlindung kepada Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat dan dari hawa nafsu yang
tidak pernah puas.”
Di antara doa beliau Salallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah berlindung –penj- dari
ilmu yang tidak bermanfaat. Apa yang dimaksud dengan ilmu yang tidak
bermanfaat ? ilmu yang tidak bermanfaat ialah ilmu yang tidak disertai dengan
amal. Jika ilmu sudah menjadi tujuan dan bukan menjadi sarana untuk melakukan
amal shalih maka itulah ilmu yang tidak bermanfaat yang mana kita berlindung
kepada Allah dari hal tersebut. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib –Radiyallahu
‘anhu- sebagaimana yang ditakhrij al-Khatib al-Baghdadi –Rahimahullah- ,” Ilmu
itu memanggil seiring pengamalan, jika panggilan itu disambut maka ilmu akan
mendekat. Namun jika tidak, ia yang akan pergi.” Ibnu Mas’ud –Radiyallahu
‘anhu- berkata, “ Belajarlah kalian, dan amalkan ilmu (yang telah kalian pelajari)
!”
Pun demikian halnya mayoritas para sahabat Nabi –Salallahu ‘Alaihi wa Sallam
sebagaimana yang diriwayatkan lebih dari satu jalur periwayatan bahwa mereka
membaca Al Qur’an tidak akan melebihi delapan atau sepuluh ayat Al Qur’an
sebelum mempelajari ilmu dan mengamalkan isi kandungan ayat-ayat tersebut.
Begitulah dahulu para sahabat –RadiyallahuTabarakallah wa Ta’ala ‘Anhum- ,
karena amalan mereka itulah mereka menjadi lebih unggul dari yang lainnya. Juga
sebagaimana yang dikatakan Imam Waki’ –Rahimahullah- ,” Dahulu kami atau
mereka (para sahabat) mengharap pertolongan dalam menjaga ilmu dengan
mengamalkannya.”
Imam Umar bin Abdul Aziz –Rahimahullah- berkata, “ Jika kamu mengamalkan
ilmu yang kamu ketahui, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mewariskan ilmu
yang belum pernah kamu pelajari.”
Begitulah mereka para salaf –Ridwanallahu Tabarakallahu wa Ta’ala ‘alaihim-
berilmu dan mengamalkannya, bukan hanya berilmu saja. Karena itu dikatakan
dalam sebait sya’ir :
Semoga allah melindungi kami dan kalian dari azab yang ditimpakan kepada para
penyembah berhala.
. و صلى هللا وسلم على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين,أقول ما تسمعون
(Khutbah kedua)
Ini merupakan ucapan dan persoalan serius yang berkenaan dengan orang yang
tidak mengamalkan ilmunya, maka bagaimana halnya orang yang tidak memiliki
perhatian sedikit pun terhadap ilmu ? bagaimana lagi orang beramal namun tidak
selaras dengan ilmunya, terjadi kontradiksi dengan ilmu yang dipelajarinya ? ilmu
adalah satu hal sedangkan pengamalan dan realisasinya berbanding terbalik
dengan ilmunya, La hawla wala quwwata illa billah. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman, “ Mengapa kamu perintahkan orang lain mengerjakan kebaikan
sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca
Al Kitab (Taurat) ? maka tidakkah kamu berpikir ?” (QS. Al-Baqarah : 44) tidakkah
kamu berpikir ? bagaimana mungkin dia menyuruh orang lain untuk taat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, padahal dialah orang pertama yang membutuhkan
ucapan tersebut ? hal itu bertolak belakang dengan apa yang dia katakan, yang
dia perintahkan dan juga dia larang. Imam Hasan al-Bashri berkata sebagaimana
yang diriwayatkan Abu Nu’aim (Abu Hanifah) di dalam kitab Hilyatul Auliya, “
Dahulu adaorang-orang, atau kami mendapati ada orang-orang yang
memerintahkan perbuatan-perbuatan yang ma’ruf (baik) dan mereka lah yang
pertama-tama melakukannya. Dan ada orang-orang yang mencegah dari
perbuatan-perbuatan yang mungkar, ternyata mereka pula lah yang pertama-
tama menjauhinya. Namun kami juga mendapati orang-orang yang
menganjurkan kepada perbuatan-perbuatan yang ma’ruf namun mereka sendiri
tidak mengerjakannya. Melarang dari perbuatan-perbuatan mungkar namun
mereka sendiri justeru mengerjakannya. Bagaimana mungkin(orang yang
melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar) dapat hidup bersama orang-orang
semacam mereka ?”
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya hadits dari Usamah bin Zaid –
Radiyallahu ‘Anhu- dari Rasulullah -Salallahu ‘Alaihi wa sallam- bersabda, “
Didatangkanlah seseorang pada hari kiamat lalu dilempar ke dalam nerakayang
menyebabkan usus-ususnya terburai. Selanjutnya ia berputar-putar sebagaimana
keledai berputar-putar di tungku. Maka berkatalah penduduk neraka kepadanya, :
Wahai fulan, bukankah kamu dahulu yang biasa menganjurkan kami untuk
berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar ?” (padahal) dulunya
dia termasuk para Ulama, para Syeikh, para Doktor, para Asatidzah dan berbagai
macam gelar lainnya.
“ Benar, dulu aku biasa mengajak pada perbuatan ma’ruf namun aku tidak
melakukannya. Aku mencegah perbuatan mungkar namun justeru aku
melanggarnya.” (Muttafaq ‘alaihi)
Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (agar tidak) menjadi jembatan
penyebrangan yang dilalui oleh manusia di atasnya, kemudian setelah itu kita
dicampakan ke dalam neraka, wal I’iyadzu billah. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Imam Thabrani –Rahimahullah- dari Rasulullah Salallahu ‘alaihi
wasallam bahwasanya beliau bersabda, “ Hendaklah salah seorang dari kalian
selalu berhati-hati (agar tidak) menjadi seperti lampu pijar yang menerangi orang
lain, tapi justeru membakar dirinya sendiri.” Di dalam riwayat lain oleh Imam al-
Bazzar –Rahimahullah- disebutkan, “ Hendaklah salah seorang dari kalian
senantiasa berhati-hati (agar tidak) menjadi seperti obor yang dapat membakar
dirinya sendiri meskipun dapat menerangi orang lain.”
1. Berilmu.
2. Mengamalkannya, bukan mendakwahkannya terlebih dahulu.
3. Baru kemudian mendakwahkannya.
4. Bersabar terhadap cabaran (rintangan) yang ada di dalam jalan dakwah.
(Do’a penutup)
و يؤمر, يعز به أهل طاعته و يذل فيه أهل معصيته,نسأل هللا سبحانه و تعالى أن يبرم لهذه الألمة أمر رشد
اللهم انصر عبادك, اللهم أ ظهر عز اإلسالم و أعز المسلمين, وينهى فيه عن المنكر,فيه بالمعروف
وآلخر دعوانا أن الحمد هلل رب, يا حي يا قيوم, فوق كل األرض و تحت كل سماء,المجاهدين في كل مكان
. و صلى هللا و سلم على أشرف األنبياء و إمام المرسلين,العالمين