Anda di halaman 1dari 38

4 Faktor Menggapai Cinta Allah

2389
0

4 Faktor Menggapai Cinta Allah

Segala puji bagi Allah Rabb alam semesta, shalawat dan salam semoga
tercurah kepada Nabi dan Rasul yang paling mulia, Nabi kita Muhammad,
keluarga dan seluruh sahabatnya. Amma Ba’du.

Bagaimanakah engkau mendapatkan cinta Allah ? Bagaimanakah engkau


meraih keridhaanNya? Dan bagaimanakah engkau menjadi hambaNya ?
Sesungguhnya cita-cita yang paling luhur dalam Islam adalah, saat
engkau menjadi orang yang dicintai oleh Allah, orang yang dekat
denganNya dan menjadi kekasih dan WaliNya. Karena itulah Rasulullah
mengelompokkan para wali (orang-orang beriman) menjadi dua
kelompok; orang yang pertengahan dalam beramal dan orang yang
terdepan dalam melakukan kebajikan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu Hurairah
disebutkan bahwa Rasulullah bersabda,

“Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang memusuhi kekasihKu, maka dia telah


menantang perang denganKu, tidaklah hambaKu bertaqarrub kepadaKu
dengan amal ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan
kepadanya, dan hambaKu tiada henti-hentinya bertaqarrub kepadaKu
dengan segala yang sunnah hingga Aku mencintainya. Maka jika Aku
telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya, yang dengannya dia
mendengar, menjadi penglihatannya, yang dengannya dia memandang,
menjadi tangannya, yang dengannya dia menggenggam, dan menjadi
kakinya yang dengannya dia melangkah. Jika dia meminta kepadaKu,
niscaya Aku akan penuhi permintaannya dan jika dia berlindung
kepadaKu, niscaya Aku akan melindunginya.”

Ini adalah hadits wilayah(hadits yang menjelaskan


tentang waliyullah/kekasih Allah) yang telah diuraikan maknanya oleh
para ulama dalam buku-buku mereka. Hadits ini merupakan hadits yang
amat agung dalam Islam, dan Imam asy-syaukani memiliki uraian yang
indah dalam bukunya yang berjudul, “Qathr al-Waly Fi Syarh Hadits al-
Waly”.

Dalam hadits ini Allah mengelompokkan orang-orang yang beriman


menjadi dua kelompok, orang yang pertengahan dalam beramal (al-
Muqtashid) dan orang yang terdepan dalam melakukan kebajikan (as-
sabiq bil khairat).

Al-Muqtashidadalah orang yang menunaikan segala yang wajib dan as-


sabiq bil khairat adalah orang yang mendekatkan
diri (bertaqarrub) kepada Allah dengan segala yang sunnah. Allah
berfirman,
“Kemudian Kitab ini kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya
diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di
antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan.”(Fathir :
32)

Ibnu Taimiyah berkata yang artinya, “Semua golongan itu akan masuk
surga.”

Ini merupakan berita gembira bagi kita karena kita menganggap diri kita
termasuk orang-orang yang menganiaya diri.

Masruq bertanya kepada Aisyah “Wahai ibu, siapakah orang-orang yang


terdepan dalam melakukan amal kebajikan ?” Beliau menjawab, “Orang-
orang yang terdepan dalam melakukan amal kebajikan adalah orang-
orang yang pernah hidup bersama Rasulullah dan orang-orang yang
pertengahan adalah orang-orang yang datang setelah mereka atau yang
mengikuti mereka. Sedangkan orang-orang yang menganiaya dirinya
adalah saya dan kamu.”

Ini adalah sikap tawadhu’ yang diperlihatkan oleh Aisyah.

Faktor-Faktor Menggapai Cinta Allah

Adapun faktor – faktor untuk menggapai cinta Allah adalah sebagai


berikut :

Pertama, al-Qur’an al-Karim

Sesuatu yang paling besar manfaatnya dan paling dapat mendekatkan


seseorang kepada Allah adalah Al Qur’an, karena dialah kitab yang agung
yang telah diwasiatkan oleh Rasulullah.
Maka tidak ada kesuksesan bagi umat ini dan tidak ada kebahagiaan
baginya selain membaca dan mentadaburial-Quran. Ketika umat jauh dari
al-Qur’an dan mencari alternatif lain selainnya, maka Allah akan
melemparkan mereka dalam perdebatan.

Tirmidzi dan Abu Umamah meriwayatkan secara marfur’bahwa Rasulullah


bersabda,

“Tidaklah suatu kaum tersesat setelah mereka mendapatkan petunjuk,


melainkan mereka dijadikannya saling berdebat.”

Umat Islam kini hidup dalam kerendahan nilai, prinsip dan pendidikan,
ketika mereka berpaling dari al-Qur’an dan sunnah. Sehingga forum-
forum mereka mandul, tidak memiliki faedah dan manfaat apa-apa serta
tidak memberikan kebaikan kepada mereka, baik di dunia maupun di
akhirat.

Umat yang mengambil kebudayaannya dari selain al-Qur’an, adalah umat


yang tidak memiliki intelektualitas, daya nalar dan kemuliaan. Karena
itulah, siapa pun yang mencermati kehidupan generasi as-salaf-as-shalih
pada abad-abad yang utama, akan mendapati mereka memegang teguh
al-Quran dan sunnah. Sehingga mereka menjadi generasi yang paling
pantas, paling ikhlas, paling jujur, dan paling mulia dalam beribadah,
zuhud dan kembali kepada Allah.

Namun ketika berpaling kecuali orang – orang yang dirahmati Allah dari
al-Qur’an, maka hati kita menjadi mati dan kita kehilangan cahaya, sinar
dan keinginan cahaya, sinar dan keinginan untuk kembali kepada Allah.

Allah berfirman kepada RasulNya, “Dan supaya aku membacakan al-


Qur’an (kepada manusia)”. (An-Naml : 92). Tugas Nabi adalah
membacakan al-Qur’an kepada Manusia dan karena itulah di awal
hayatnya, beliau melarang menulis hadits agar manusia tidak disibukkan
dengan hadits hingga meninggalkan al-Qur’an.

Muslim meriwayatkan dari Hisyam bin Sa’d bin ‘Amir dari bapaknya dari
kakeknya – bapak dan kakeknya merupakan dua orang sahabat Anshar
yang ikut dalam perang Badar dan Uhud – sebuah bait sya’ir yang
berbunyi,

“Itulah, akhlak-akhlak mulia, bukan sekedar dua campuran antara susu


dengan air yang akhirnya menjadi kering.”

Jika seorang muslim ingin membanggakan diri, maka berbanggalah


dengan ujian yang didapatnya dalam Islam, keberanian dan
pengabdiannya untuk agama ini dan kemauannya meninggikan
kalimat “La ilaha illallah.”

Adapun orang yang membanggakan diri dengan nasab, keluarga, etnis,


kedudukan dan jabatan, maka itulah kebanggaan yang dilakukan Fir’aun
dan orang-orang yang sama dengannya sampai Allah mewarisi bumi ini
dan segala yang ada di atasnya.

Sa’ad bin Hisyam bin Amir berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah tentang
akhlak Rasulullah.” Dia berkata, “Akhlak beliau adalah al-Qur’an.”

Itulah ungkapan yang amat padat setelah al-Qur’an dalam


menggambarkan pribadi Rasulullah. Seolah-olah beliau adalah al-Qur’an
yang berjalan di atas muka bumi. Jika engkau membaca al-Qur’an, maka
seakan engkau membaca kehidupan Nabi.

Allah berfirman kepada NabiNya dalam al-Qur’an,


“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(al-
Qalam : 4)

“Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut


terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali Imran : 159)

Allah berfirman,

“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf,


serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf : 199)

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu


sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(Keimanan dan Keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang
terhadap orang-orang mukmin .” (At-Taubah : 128)

Rasulullah telah mengajarkan kepada para sahabatnya bagaimana hidup


bersama al-Qur’an melalui hadits – hadits yang jika dibaca oleh seorang
muslim, akan menjadikan hatinya rindu ingin mendengarkan al-Qur’an.

Muslim meriwayatkan dari Abu Umamah bahwasanya Rasulullah bersabda


:

“Bacalah al-Qur’an, karena karena kelak pada hari kiamat ia akan


memberi syafa’at bagi para pembacanya.”

Jika al-Qur’an akan memberi syafa’at kepadamu, maka sungguh


bahagianya hatimu.

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ustman bahwa Rasulullah bersabda,


“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan
mengajarkannya.”

Demi Allah, orang yang paling baik, paling luhur dan paling mulia dari kita
adalah orang yang hidup bersama al-Qur’an.

Inilah kriteria yang Allah turunkan ke bumi, bukan kriteria penghuni bumi
dan kaum materialis yang memandang manusia berdasarkan kedudukan,
jabatan dan keturunan.

Karena itulah, Rasulullah memposisikan manusia sesuai dengan kadar


kedekatan mereka dengan al-Qur’an dan beliau menghormati mereka
sesuai dengan kadar hafalan mereka terhadap Kitabullah dan sesuai
dengan kadar bacaan mereka terhadapnya.

Anas berkata, Rasulullah mengirim suatu pasukan untuk berperang di


jalan Allah. Lalu beliau bertanya, “Siapakah dari kalian yang hafal al-
Qur’an ?” Semuanya terdiam. Nabi lalu bertanya lagi, “Adakah seseorang
dari kalian yang hafal al-Qur’an ?” Seorang laki-laki menjawab. “Aku
wahai Rasulullah” Beliau bertanya kepadanya, “Surat apa yang kamu
hafal?” Dia menjawab, “Saya hafal surat al-Baqarah”. Akhirnya beliau
berkata kepadanya, “Pergilah, kamulah yang menjadi pemimpin pasukan
ini.”

Inilah kriteria kelayakan dalam Islam, orang-orang yang komitmen


dengan prinsip La ilaha illallah dan orang-orang yang kembali kepada
Allah.

Selagi kamu hafal surat al-Baqarah di dalam dadamu, kamu hidup


bersamanya dan mengamalkan kandungannya, maka kamulah yang
menjadi pemimpin pasukan.
Jabir berkata, “Rasulullah menanyakan para korban perang Uhud yang
terbunuh. Siapa dari mereka yang paling banyak menghafal al-Qur’an,
maka beliau mendahulukannya memasukkan ke dalam liang lahad.”

Al-Qur’an adalah teman berbicara di malam hari. Bahkan jika kamu


memasuki rumah salah seorang sahabat Muhajirin atau Anshar, maka
kamu akan mendapati al-Qur’an digantungkan di rumahnya, sedang
pedang disampingnya. Pedang untuk menaklukkan negeri dan al-Qur’an
untuk menaklukkan hati.

Karena itulah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa disebutkan
bahwa Rasulullah mendengarkan bacaannya di malam hari. Abu Musa
memiliki suara yang sangat indah yang mengalir ke dalam hati sehingga
mampu berbicara secara langsung kepada jiwa manusia.

Rasulullah keluar dan merebahkan tubuhnya di emperan masjid yang


berada di dekat rumahnya. Beliau pun mulai mendengarkan bacaan Abu
Musa. Di pagi harinya, Nabi berkata kepadanya, “Engkau telah dikaruniai
suara seperti suling keluarga Nabi Daud. Abu Musa bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah tadi malam engkau mendengarkanku?” Beliau
menjawab, “Ya, demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya”. Abu Musa
berkata lagi, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, seandainya
aku tahu engkau mendengarkanku, aku akan memperindah bacaanku
untukmu.” Yaitu memperindahnya hingga lebih membekas lagi.

Al-Qur’an seluruhnya amat menakjubkan. Allah berfirman,

“Katakanlah (Hai Muhammad) Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya


sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Qur’an), lalu mereka berkata,
“Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’an yang
menakjubkan.” (Al-Jin : 1).
Seorang ahli tafsir mengatakan, “menakjubkan” hingga jin pun menikmati
al-Qur’an. Karena itulah jin mengatakan sebagaimana yang terdapat
dalam surat al-Ahqaf,

“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang


mendengarkan al-Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan
(nya) lalu mereka berkata ,.”Diamlah kamu (untuk
mendengarkannya).”Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali
kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, kaum
kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (al-Qur’an) yang
telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kita yang
sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang
lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada
Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-
dosa kamu dan melepaskan kamu dari adzab yang pedih. Dan orang yang
tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia
tidak akan melepaskan diri dari Adzab Allah di muka bumi dan dan tidak
ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang
nyata”. (Al-Ahqaf : 29-32).

Peristiwa ini terjadi ketika Rasulullah kembali dari Tha’if, yaitu ketika
beliau membaca Al-Quran di sebuah lembah kebun kurma. Ketika para jin
mendengarkan al-Qur’an, mereka pun akhirnya masuk Islam dan
beriman. Lalu kembali kepada kaum mereka untuk memberikan
peringatan kepada mereka dan meninggikan kalimat “La ilaha illallah
Muhammad Rasulullah.”

Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda,

“Sesungguhnya orang yang di dalam perutnya, tidak akan sedikit bacaan


Al-Quran seperti rumah yang rusak.
Rumah yang tak berpenghuni adalah rumah yang ditempati burung-
burung gagak, ular dan kalajengking.

Sedangkan hati yang tak diisi oleh al-Qur’an adalah hati yang diisi
kemunafikan, bisikan setan, bisikan jahat, cinta buta, nyanyian-nyanyian
kotor dan pandangan buruk.

Rasulullah memberi kabar gembira kepada sahabatnya dengan


kedudukan dan kedekatan mereka dengan al-Qur’an.

Rasulullah berkata kepada sayyidul Al-Qurra’ Pemimpin para penghapal


al-Qur’an). Ubai bin Ka’ab dari golongan Anshar, ‘Sesungguhnya Allah
memerintahkan kepadaku untuk membacakan kepadamu ayat ini,

“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik


(mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya).” (Al-
Bayyinah : 1)

Allah dari atas langit yang tujuh menyebut-nyebut nama Ubai, salah
seorang sahabat Nabi, kemuliaan apakah ini ?

Ubai berkata, “Apakah Allah menyebut-nyebut namaku kepadamu ?”


Rasulullah menjawab, “Ya, demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya.”
Akhirnya air mata Ubai pun menetes dan Rasulullah membacakan
kepadanya surat al-Bayyinah.

DalamShahih Muslim disebutkan bahwasanya Rasulullah hendak bertanya


kepada Ubai untuk menguji kedekatannya dengan al-Qur’an, banyak
hafalannya, pengetahuannya dan kecerdasannya.

Beliau bertanya, “Wahai Abu Mundzir, ayat apakah yang paling agung
dalam al-Qur’an ?”
Ubai menjawab, Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui.”

Beliau bertanya kembali, “Ayat apakah yang paling agung dalam al-
Qur’an ?”

Ubai menjawab,

“Allah tidak ada Ilah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus
mengurus (makhlukNya).” (Al-Baqarah : 255).

Rasulullah kemudian mengulurkan telapak tangannya, dan


memukulkannya ke dada Ubai sambil berkata, “Hendaklah ilmu
membuatmu bahagia, wahai Abu Mundzir.”

Inilah ilmu yang menjadi rebutan dan inilah ilmu yang bermanfaat. Maka
jadilah Ubai sebagai sayyidul qurra’ (pemimpin para penghafal al-Quran).
Rasulullah bahkan ketika lupa salah satu ayat lalu beliau diingatkan oleh
salah seorang sahabat, beliau bertanya kepada Ubai usai shalat untuk
memastikan, karena kedudukannya dengan al-Qur’an.

Sedangkan Rasulullah sendiri adalah orang yang sangat terpengaruh


dengan al-Qur’an dan amat memperhatikannya.

Ibnu Abi Hatim dalam menafsirkan surat al-Gasyiyah menyebutkan,


bahwa Rasulullah mendengar seorang wanita membaca al-Qur’an di
malam hari. Beliau lalu meletakkan kepalanya di pintu rumah wanita itu
yang terus membaca tanpa mengetahui bahwa Rasulullah sedang
mendengarkannya. Dia membaca ayat,

Sudah datangkah kepadamu (tentang) hari pembalasan (Al-Ghasyiyah :


1)
Rasulullah pun menangis dan berkata, “Ya, telah datang kepadaku, ya,
telah datang kepadaku.”

Para sahabat pun mendapat pengaruh al-Qur’an dari Rasulullah ketika


mereka melihat beliau hidup bersama ayat-ayatnya seakan beliau
melihatnya langsung.

Ibnu Katsir dalam bukunya al-Bidayah wa an-Nihayah ketika


menyebutkan biografi Umar mengatakan bahwa Umar pernah sakit
karena terpengaruh oleh satu ayat, sehingga para sahabat
menjenguknya.

Dalam satu riwayat dikatakan bahwa ayat tersebut adalah firman Allah,

“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya


mereka akan ditanya, Kenapa kamu tidak tolong-menolong ? Bahkan
mereka pada hari itu menyerah diri.” (Ash-Shafat : 24-26).

Dengan demikian, maka tidaklah mungkin seorang hamba mencintai Allah


sebelum dia mencintai al-Qur’an. Karena itulah Ibnu Mas’ud mengatakan,
“Janganlah seseorang dari kalian bertanya tentang cintanya kepada Allah,
tetapi tanyakanlah kepada dirinya tentang cintanya kepada al-Qur’an”.
Jika engkau mencintai al-Qur’an, maka engkau telah mencintai Allah, dan
seberapa besar cintamu kepada al-Qur’an, maka sebesar itu pulalah
cintamu kepada Allah.

Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Usaid bin Khudhair bangun untuk
membaca surat al-Baqarah, lalu kudanya berkeliling di kandangnya. Usaid
membatalkan shalatnya karena kuda itu hampir saja menginjak anaknya
dengan kakinya. Tiba-tiba ia melihat sebuah bayangan mendekati
kepalanya dan peristiwa itupun diceritakannya kepada Rasulullah. Beliau
bertanya, “Apakah kamu benar-benar melihatnya ?” Usaid menjawab,
“Ya” Beliau berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya,
sesungguhnya malaikat turun untuk mendengarkan bacaanmu.
Seandainya engkau membaca hingga pagi, tentu orang-orang akan
melihatnya, karena tidak ada sesuatu yang dihalanginya.” Hadits dengan
lafazh ini atau yang seperti ini adalah shahih.

Paras sahabat malamnya selalu bersama al-Qur’an, sedangkan kita,


malam kita habis bukan bersama al-Qur’an, tetapi begadang yang tidak
bermanfaat, mengobrol dan berdebat yang dibenci yang tidak berguna
dan tidak mendekatkan kita kepada Allah serta tidak memberikan
manfaat untuk dunia dan akhirat. Maka kita rugi karena tidak membuat
kita dekat dengan Allah dan jauh dari derajat orang-orang yang baik.

Malam-malam kita habis dengan segala permainan dan kemaksiatan,


sedangkan malam – malam mereka habis dengan al-Qur’an dan tahajud.

Saya katakan kepada malam, apakah di perutmu ada rahasia

yang penuh dengan obrolan dan rahasia ?

Dia berkata, “Saya tidak pernah menemukan dalam hidupku suatu


perbincangan

seperti perbincangan para kekasih di waktu sahur .”

Malam yang dihabiskan oleh para sahabat bersama al-Qur’an, sangat


sedikit dari kita yang melakukannya.

Ibnu Abbas berkata, “Aku bermalam di rumah bibiku Maimunah, lalu


Rasulullah datang dan masuk ke rumahnya setelah shalat Isya,
sedangkan aku tidur di atas bantal. Beliau bertanya, “Apakah anak itu
sudah tidur ?”

Ibnu Abbas pura-pura tidur dan tidak tidur yang sebenarnya.

Maimunah menjawab, “Sudah.” Kemudian beliau pergi ke ranjang, lalu


berzikir dan berdoa kepada Allah, lalu tidur.

Ibnu Abbas berkata, “Hingga aku mendengar dengkurannya.

Setelah itu beliau bangun, menghilangkan rasa kantuk di matanya dan


membaca,

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit-langit dan bumi, dan silih


bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda orang-orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Rabb kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Mahasuci Engkau, maka
perilahalah kami dari siksa neraka’.”(Ali Imran : 190-191).

Beliau membaca ayat-ayat ini sehingga sempurna sepuluh ayat.

Kemudian beliau bangun dan keluar dari rumah. Ibnu Abbas menyusulnya
dengan membawa air dan wadah lalu meletakkannya di depan pintu.

Setelah kembali, beliau melihat air, dan bertanya kepada dirinya,


“Siapakah yang meletakkan air untukku ?”

Ibnu Abbas menghafal kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Nabi pada


malam itu. Kemudian beliau mendoakannya :
“Ya Allah, berikanlah kepadanya pemahaman dalam bidang agama dan
ajarkanlah kepadanya takwil.”

Inilah awal kehidupan intelektualitas Ibnu Abbas

Kemudian Rasulullah menghadap ke Kiblat dan membaca,

“Ya Allah, bagiMu segala puji , Engkau yang mengurus langit dan bumi
serta makhluk yang ada di dalamnya. BagiMu segala puji , Engkau cahaya
langit dan bumi serta makhluk yang ada di dalamnya. BagiMu segala puji,
Engkaulah raja langit dan bumi serta makhluk yang ada di dalamnya.
BagiMu segala puji, Engkaulah yang Haaq, janjiMu haq, firmanMu adalah
haq, surga adalah haq, neraka adalah haq, para nabi adalah haq dan
Muhammad adalah haq.”

“Ya Allah, kepadaMu aku berserah, kepadaMu aku beriman, kepadaMu


aku tawakal, kepadaMu aku kembali, kepadaMu aku mengadu dalam
penyelesaian pertikaian, kepadaMu aku mengharap keputusan.
Ampunilah segala yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan,
apa yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan.”

Kemudian beliau bangun untuk melaksanakan shalat dan Ibnu Abbas ikut
pula shalat bersama beliau pada malam yang panjang.

Rasulullah shalat dengan membaca Al-Qur’an hingga orang-orang yang


ikut shalat bersamanya tidak mampu menahan diri hingga beliau selesai.

Ibnu Mas’ud berkata, “Pada suatu malam Rasulullah shalat dan aku pun
ikut shalat bersamanya. Beliau membaca surat hingga aku ingin
melakukan sesuatu yang buruk.” Ketika ditanya,” Apa yang ingin engkau
lakukan?” Dia menjawab, “Aku ingin duduk dan meninggalkan Nabi.”

Hudzaifah berkata, “Aku shalat bersama Rasulullah, lalu beliau


memulainya dengan membaca surat al-Baqarah. Aku katakan, Beliau
ruku ketika telah membaca seratus ayat’ kemudian beliau membaca lagi
al-Qur’an dan memulainya dengan surat an-Nisa’ (menurut susunan
mushaf Ibnu Mas’ud), lalu membacanya. Aku katakan, ‘Beliau rukuk
ketika telah sampai akhir surat.’ Kemudian beliau memulai lagi dengan
membaca surat Ali Imran, lalu membacanya. Beliau bertasbih ketika
menjumpai ayat tasbih, memohon karunia kepada Allah ketika
menjumpai ayat rahmat dan berlindung kepada Allah ketika menjumpai
ayat adzab.”

Ini shalat yang dilakukan oleh Rasulullah.

Jadi, faktor pertama yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada


Allah adalah membaca Al-Qur’an, hidup di bawah naungannya,
mentadaburinya,lalu mengulangi bacaannya dan mengamalkannya.

Kedua, melepaskan dunia (tajarud ‘anidduniya)  dan zuhud


terhadapnya.

Ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Sahal
bin Sa’ad bahwasanya dia berkata, “Ada seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah, lalu dia bertanya, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku
amal perbuatan yang jika aku lakukan, Allah mencintaiku dan manusia
pun mencintaiku?” Beliau menjawab,
“Zuhudlah terhadap dunia, maka Allah akan mencintaimu dan zuhudlah
terhadap apa yang ada di tangan manusia, maka manusia akan
mencintaimu.”

Hal yang paling agung yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah
adalah menyingkirkan cinta dunia dari hatinya.

Jika seorang hamba mengeluarkan cinta dunia dari hatinya dan


mengisinya dengan cinta kepada Allah, maka Allah akan mencintainya.

Cinta Allah tidaklah dapat diraih kecuali engkau menjadi hambaNya dan
penghambaan berarti tunduk, merendah dan pasrah kepada Allah.

Karena itulah Allah berfirman kepada RasulNya ketika memuliakannya


dengan memperjalankannya dari al-Masjid al-Haram ke al-Masjid al-
Aqsha (Isra’),

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya dari al-Masjid al-
Haram ke al-Masjid al-Aqsha .” (Al-Isra : 1).

Ketika memberi peringatan kepadanya, Allah berfirman,

“Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri


menyembahNya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak-
mendesak mengerumuninya .” (Al-Jin : 19).

Ketika Allah menjelaskan bahwa Dia yang menurunkan al-Qur’an


kepadanya. Dia berfirman kepadanya,

“Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-Qur’an) kepada


hambaNya agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh
alam.”(Al- Furqan : 1).
Keunggulan as-salaf as-shalih atas diri kita pada sisi ini, mereka telah
melepaskan dunia. Dunia ada di tangan mereka, tetapi tidak ada di hati
mereka. Karena itulah Allah mencintai mereka.

Rasulullah telah memperingatkan mereka dan juga kita dari cinta dunia
dan menyembah kepadaNya. Sebab ada sebagian manusia yang
menyembah dinar dan dirham. Ada yang menyembah khamishah(sejenis
pakaian) dan khamilah(pohon-pohon yang lebat).

Ada pula yang menyembah jabatan dan pangkat.

Rasulullah bersabda,

“Celakalah hamba dirham,celakalah hamba dinar, celakalah hamba


khamilah, celakakah hamba khamisah, celakalah ia dan tersungkurlah.
Jika ia terkena duri semoga ia tidak bias mencabutnya.”

Mengapa mereka celaka ? Karena mereka telah menjadi budak hawa


nafsu,

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya


sebagai ilahnya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya.”
(Al-Jatsiyah : 23).

Kita telah sering mendengar kisah Muhammad bin Wasi’az-Zahid ketika


bergabung dalam pasukan yang dipimpin oleh Qutaibah untuk
meninggikan kalimat la ilaha illallah di belahan timur wilayah Islam.

Qutaibah ingin mengujinya di hadapan para komandan perang dan para


menteri. Sambil memegang kantong berisi emas yang besarnya seperti
kepala banteng, yang diperolehnya dari musuh, dia bertanya kepada
mereka, “Apakah menurut kalian ada orang yang menolak kantong ini
jika disodorkan kepadanya?’

Mereka menjawab, “Kami rasa tak seorang pun yang tidak menginginkan
harta ini.

Qutaibah berkata, “Akan aku perlihatkan kepada kalian seorang dari umat
Muhammad, yang emas baginya seperti debu. Panggillah Muhammad bin
Wasi’ kepadaku!”

Kemudian para tentara pergi untuk membawa Muhammad bin Wasi’


menghadap kepada komandannya (Qutaibah). Mereka menemukannya
sedang bertasbih, istighfar dan memuji Allah atas kemenangan kaum
muslim.

Ketika dia menghadap, Qutaibah memberikan kepadanya emas, lalu dia


pun mengambilnya. Qutaibah terkejut, karena dia mengira emas itu akan
dikembalikan sehingga wajahnya berubah di hadapan para komandan dan
menteri.

Muhammad bin Wasi’ lalu keluar dengan membawa emas. Qutaibah


meminta kepadanya meminta kepada sebagian tentaranya untuk
mengawasinya kemana di pergi ? Dan dia berkata, “Ya Allah janganlah
Engkau pelesetkan dugaanku kepadanya”

Muhammad bin Wasi’ pergi membawa emasnya dan di jalan dia bertemu
dengan seorang fakir miskin yang meminta-minta kepada tentara, lalu
Muhammad bin Wasi’ memberikan seluruh emasnya kepadanya. Akhirnya
berita ini disampaikan kepada Qutaibah dan dia pun berkata kepada para
komandan dan menteri, “Bukankah aku katakan kepada kalian, ada
seseorang dari umat Muhammad yang emas baginya seperti debu?”
Inilah kezuhudan! Dan kisah ini selalu saya ulang-ulang, karena dia amat
membekas.

Kita perlu untuk selalu mengulang-ulangnya dalam khutbah-khutbah,


nasehat-nasehat, pelajaran, pendidikan dan bimbingan agar manusia
kembali kepada Allah. Sebab ada orang yang telah menjadi budak dunia
sehingga tidak lagi mampu menghadiri majelis-majelis ilmu dan dakwah
serta tidak mampu berkonsentrasi dalam zikir dan membaca al-Qur’an
karena dunia.

Kita amat perlu untuk mengulang-ulang pelajaran ini agar hati-hati


manusia sadar dan bangkit dari tidur dan kelalaiannya.

Ibnu Umar berkata, seperti yang tersebut dalam Shahih


alBukhari, Rasulullah memegang pundakku dan berkata,

“Jadilah di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melewati
jalan.

Maka Ibnu Umar pun menjadi seorang sahabat yang paling zuhud
terhadap dunia, bahkan dia lepaskan jabatan khilafah, padahal dia layak
memangkunya seandainya dia meminta, karena hati semua orang telah
tertarik kepadanya. Namun dia tinggalkan jabatan itu karena dia ingin
mengamalkan nasehat Rasulullah. Dia seperti orang asing di dunia dan
orang yang sedang melewati jalan, yang mengambil sedikit saja bekal
dan meninggalkan segala kemewahannya.

Tajarud(melepaskan) dunia artinya engkau mengambil dari dunia ini apa


yang berguna bagimu dan tidak membuatmu disibukkan olehnya serta
menjadikannya sebagai penolong dalam rangka ketaatan kepada Allah.
Sementara sebagian orang memahami zuhud dengan meninggalkan
dunia. Ini tidak benar.

Sebagian ulama menafsirkan zuhud dengan meninggalkan yang haram


dan defenisi ini dinisbatkan kepada Imam Ahmad. Semua orang tentu
dianggap zuhud jika zuhud hanya sebatas ini (meninggalkan yang
haram).

Ibnu Taimiyah berkata, “Zuhud adalah meninggalkan segala yang tidak


bermanfaat bagi akhirat. Sedangkan apa yang bermanfaat baginya, maka
tidak boleh ditinggalkan”.

Ketiga,qiyamullail (shalat malam)

Faktor ketiga untuk meraih cinta Allah adalah shalat malam. Di sinilah
kita mengadukan keadaan kita kepadaNya.

Allah menyebutkan sifat hamba-hambaNya dalam firmanNya,

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, Dan di akhir-akhir malam


mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzariyat : 17-18).

Juga dalam firmanNya yang lain,

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa


kepada Rabbnya dengan rasa takut dalam harap, dan mereka menafkah-
kan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka.” (As-Sajadah : 16).

Tentang orang-orang yang beriman dari Ahli Kitab, Allah berfirman,

“Mereka itu tidak sama, di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang
berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di
malam hari, sedang mereka juga bersujud (shalat).” (Ali Imran : 113).
Rasulullah telah mendorong manusia agar melakukan shalat malam.

Shalat malam biasa dilakukan setengah jam atau sepertiga jam sebelum
subuh, meski hanya dua rakaat agar Anda termasuk orang-orang yang
mengingat Allah pada waktu itu.

Di dalam ash-Shahihaian,Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda,

“Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang tersisa, lalu Dia
berkata, Adakah orang yang meminta, maka akan aku berikan
permintaannya ? Adakah orang yang memohon ampunan, maka aku akan
ampuni kesalahannya ? Adakah orang yang berdoa, maka aku akan
kabulkan doanya?”

Allah turun sesuai keagunganNya dan kita tidak mempertanyakan


bagaimana turunNya, tidak kita serupakan dengan makhlukNya dan kita
tidak nafikan kandungannya.

Waktu ini adalah waktu yang banyak diabaikan orang, dan barangsiapa
yang mengabaikannya, maka dia rugi dan hina, kecuali karena sakit, atau
begadang untuk suatu kebaikan yang harus dilakukan, atau karena dalam
perjalanan.

Rasulullah berkata, “Wahai Abdullah, maksudnya adalah Ibnu Umar


janganlah seperti si Fulan, dia melakukan shalat malam, lalu
meninggalkannya.

Hadits ini terdapat dalam kitab ash-Shahih

Ibnu Umar berkata, “Seorang sahabat apabila bermimpi, maka dia


menceritakannya kepada Rasulullah, dan aku berharap bermimpi baik
agar aku dapat menceritakannya kepada beliau.” Ibnu Umar berkata,
“Ketika aku muda dan masih lajang, aku tidur di masjid, aku bermimpi
dua orang laki-laki mengajakku ke sebuah sumur yang dibuat dari batu.
Lalu aku melihat ke bawahnya dan aku merasa takut. Kedua orang yang
mengajakku berkata, ‘Jangan takut.’ Lalu aku mengambil sehelai sutra
yang jika aku isyaratkan ke arah manapun dari kebun yang hijau, niscaya
aku dibawa terbang olehnya ke tempat itu. Di pagi hari aku ceritakan
mimpiku kepada saudara perempuanku, Hafshah yang juga istri
Rasulullah, lalu dia menceritakannya kepada beliau. Maka beliau berkata,
“Sebaik-baik hamba Allah adalah Abdullah, seandainya dia melakukan
shalat malam.

Nafi’ budak Ibnu Umar berkata, “Setelah itu Ibnu Umar tidak tidur di
malam hari kecuali sedikit.”

Jika dalam perjalanan, Ibnu Umar juga tetap shalat, lalu dia bertanya
kepada Nafi’, “Wahai Nafi’ apakah fajar telah terbit?” Jika dikatakan,
‘belum’, dia meneruskan shalatnya dan jika dikatakan, ‘telah terbit’, dia
shalat witir satu rakaat, lalu menghadap Kiblat untuk melakukan shalat
fajar.

Hal-hal yang dapat membantu melakukan shalat malam sebagaimana


yang dikemukakan para ulama, antara lain :

1. Mengurangi maksiat di siang hari Seorang laki-laki berkata kepada


Hasan al-Bashri, “Wahai Abu Sa’id, aku tidak bisa shalat malam,” Al-
Bashri menjawab, “Demi Tuhan Ka’bah, maksiat telah mengikatmu.
2. Membaca wirid yang diajarkan Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib
dan Fatimah, yaitu tasbih 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir 34 kali.
3. Tidak begadang di malam hari, karena saat ini orang begadang
bukan untuk melakukan sesuatu yang diridhai Allah, kecuali orang
yang dirahmatiNya. Bagaimana mungkin orang yang tidak tidur dari
pukul 12 malam hingga pukul 2 pagi bisa melakukan shalat malam ?
padahal waktu ini adalah waktu shalat malam bagi as-salaf ash-
shalih.
4. Qailulah(tidur di siang hari) agar dapat melakukan shalat di malam
hari atau mencari ridha Allah.

Shalat malam merupakan sunnah yang dilakukan Rasulullah dan syi’ar


Islam. Ketika kita meninggalkannya, kita kehilangan panasnya iman,
kehilangan waktu untuk melakukan perhitungan terhadap diri
(muthasabatunnafsi) dan kehilangan kesempatan untuk menghadap
kepada Allah.

Keempat,merenungkan ayat-ayat Allah

Allah berfirman,

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi,dan silih


bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang – orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Rabb kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Mahasuci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka’.” (Ali Imran : 190-191).

Setiap kali Anda merenungkan ayat Allah, maka ayat itu akan
menunjukkanmu kepadaNya.

Di setiap sesuatu terdapat tanda

Yang menunjukkan keesaanNya

Sungguh aneh, bagaimana Tuhan ditentang

Atau bagaimana orang ingkar kepadaNya


Di setiap kejapan mata, di setiap pandangan, di setiap pohon, di setiap
bunga, dan di setiap gunung terdapat ayat-ayat Allah.

Betapa banyak ayat-ayat Allah yang kita lewati, tapi kita mengambilnya
sebagai pelajaran kecuali bagi orang yang ditolong Allah untuk
bertafakur. Allah berfirman,

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia


diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi bagaimana dia dihamparkan.” (Ali-
Ghasyiyah : 17-20).

Merenungkan ayat-ayat Allah adalah sesuatu yang akan mendorong Anda


untuk beribadah kepadaNya. Ini adalah ibadah orang-orang shalih yang
selalu merenungkan ayat-ayat Allah yang jelas, semua ciptaanNya dan
keindahan ciptaan Tuhan langit sehingga mereka kembali dengan
keimanan dan keyakinan.

Betapa indahnya seandainya perjalanan kita dan rekreasi kita, kita


manfaatkan untuk merenungkan ayat-ayat Allah. Maka tidak ada sebuah
pohon pun yang dilewati manusia, kecuali seakan pohon itu berbicara
kepadanya, La ilaha illallah.

Inilah sarana paling besar untuk mencintai Allah yang menciptakan segala
sesuatu bagi kita dan ayat-ayatNya agar kita dapat mengambilnya
sebagai pelajaran, sehingga kita semakin dekat denganNya.

Tanyakanlah kepada dokter yang tertimpa kecelakaan

Wahai dokter yang tahu tentang kedokteran, siapakah yang telah


mencelakakanmu ?
Tanyakanlah kepada orang sakit yang selamat dan sembuh

Setelah semua cara pengobatan tak mampu menolongnya, siapakah yang


menyembuhkanmu ?

Tanyakanlah kepada lebah, wahai burung-burung lembah

Siapakah yang menghiasimu dengan madumu ?

Jika kamu melihat ular besar mengeluarkan bisanya

Tanyakanlah kepadanya, siapakah yang mengisi bias itu ke dalam


dirimu ?

Tanyakanlah, wahai ular, bagaimana engkau hidup

Sedang racun bias memenuhi mulutmu ?

Segala puji bagi Allah yang Maha Agung dengan DzatNya.

Yang tidak ada seorang pun melainkan semuanya dariMu.

( Sumber :  Buku “Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu” Karya


Syekh Aidh Al Al Qarni )

Sumber dari: https://wahdah.or.id/4-faktor-menggapai-cinta-allah/
CINTA ALLAH, PUNCAK SEGALA CINTA

"Love, if you have it, you don't need to have anything else; and if you don't have it, it
doesn't much matter what else you have."  -James M. Barrie-

Membahas tentang cinta tidak akan pernah ada habisnya, bagaikan menguras air laut yang tak
akan pernah surut. Ketika mendengar kata "cinta", siapa orang yang tergambar di benakmu?
Orang tua? Suami? Istri? Pacar? Anak? Sahabat? atau Tuhan? Kali ini saya akan membahas
tentang puncak segala cinta, yakni cinta kepada Allah SWT.

Cinta adalah anugerah terindah yang diberikan Allah SWT kepada makhluknya. Dengan
cinta, hidup akan lebih indah dan berwarna. Benar saja kata James M. Barrie, jika kamu tidak
memiliki cinta, tidak peduli seberapa banyak kekayaan yang kamu miliki, semuanya tidak
akan berharga. Karena cinta, tertitislah keturunan yang dilahirkan melalui sucinya ikatan
pernikahan dua insan dan terciptanya kasih sayang serta kedamaian antar sesama.

Sejatinya cinta itu suci. Sayangnya, hanya sedikit manusia yang menyadari kesuciannya.
Bahkan sebagian dari mereka menyalahartikan kesucian cinta untuk mementingkan hawa
nafsu semata. Atas nama cinta, tak sedikit dari mereka yang menuntut 'pengorbanan'
pasangannya untuk membuktikan ketulusan cinta mereka. Atas nama cinta, mereka
merenggut 'kehormatan' kekasihnya sebelum waktu yang seharusnya. Apakah itu yang
dinamakan cinta?

Cinta sejati itu jauh dari dosa dan noda. Cinta sejati itu adalah kasih sayang yang berbentuk
saling menjaga dan memelihara. Mengoyak kehormatan pasangan di luar mahligai
pernikahan adalah wujud nyata dari penodaan cinta yang membawa dosa dan keburukan
beruntun. Bukankah memetik buah yang belum siap dipanen adalah sebuah kezaliman? Ingat!
Orang beriman akan selalu menjaga kehormatannya.

Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah : 216, "... boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui."
Maka cintailah sesuatu sewajarnya saja. Takarlah cinta sesuai kadarnya. Jangan kau berikan
100% cintamu untuk sesuatu yang fana. Cinta mati dapat melukai hati ketika yang dicintai
tidak sesuai harapan hati. Percayalah, kalau tidak dia yang meninggalkanmu, pasti engkau
yang akan meninggalkannya. Karena segala sesuatu di bumi ini bersifat sementara. Hanya
Allah yang kekal. Begitupun perihal benci, janganlah kau membenci sesuatu dengan segenap
rasa antipati, itu dapat membuat hatimu mati. Jadi, jangan sampai kecintaan dan kebencian
kita menutupi "Nur Ilahi" yang memancar dari lubuk hati.

Cinta Allah adalah puncak tertinggi dari segala cinta. Segala macam cinta kepada selain
Allah akan  mudah luntur seiring berjalannya waktu. Cinta kepada Allah berarti
menempatkan Allah di lubuk hati dengan khidmat. Bukti nyata dari mencintai Allah adalah
dengan melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Cinta kepada Allah adalah
selalu menjadikan Allah sebagai dasar atas  segalanya. Rasulullah SAW bersabda,
"Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah,
mencegah karena Allah, maka sesungguhnya telah sempurnalah iman mereka." (HR. Abu
Dawud).
Akhi wa ukhti, alangkah baiknya jika  kita selalu berdo'a untuk memohon cinta Allah dan
cinta orang-orang yang mencintai Allah dan semoga kita diberi jodoh yang dapat menambah
kecintaan kita kepada Allah.

Indahkanlah hidupmu dengan cinta dan kasih sayang, maka kau akan mengerti hakikat
keberadaanmu di dunia.
Bagaimana Kiat Meraih Cinta
Allah ‘Azza wa Jalla
 Beranda  Download  Kajian  Ustadz Abu Haidar As-Sundawy  Al-Irsyad Ila Shahihil
I'tiqad  Bagaimana Kiat Meraih Cinta Allah ‘Azza wa Jalla
By Radio Rodja | Kamis, 14 Februari 2019 pukul 10:27 am

Terakhir diperbaharui: Kamis, 14 Februari 2019 pukul 10:57 am

Tautan: https://rodja.id/2as

Bagaimana Kiat Meraih Cinta Allah ‘Azza wa Jalla merupakan rekaman


ceramah agama dan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Haidar
As-Sundawy dalam pembahasan Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I’tiqad karya Syaikh
Shalih Fauzan Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada 3 Jumadal Akhirah 1440
H / 08 Februari 2019 M.
Daftar Isi [sembunyikan]
 Status Program Kajian Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I'tiqad
 Kajian Tentang Bagaimana Kiat Meraih Cinta Allah ‘Azza wa Jalla – Kitab Al-
Irsyad Ila Shahihil I’tiqad
o Bagaimana caranya agar kita dicintai oleh Allah?
o Download dan Sebarkan mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Meraih
Cinta Allah – Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I’tiqad
STATUS PROGRAM KAJIAN KITAB AL-IRSYAD ILA
SHAHIHIL I'TIQAD
Status program kajian Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I'tiqad: AKTIF. Mari simak
program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Jum'at,
pukul 16:30 - 18:00 WIB.
Download mp3 kajian sebelumnya: Syirik dalam hal Mahabbah (Cinta)
KAJIAN TENTANG BAGAIMANA KIAT MERAIH CINTA
ALLAH ‘AZZA WA JALLA – KITAB AL-IRSYAD ILA
SHAHIHIL I’TIQAD
Jumat yang lalu kita sudah membahas ciri-ciri orang yang mencintai Allah. Yaitu:

 Pertama, orang yang mencintai Allah akan lebih mendahulukan apa yang Allah
cintai daripada syahwat dan hawa nafsunya.
 Kedua, orang yang mencintai Allah itu akan mengikuti sunnah Rasul Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.
 Ketiga, orang yang mencintai Allah itu keras kepada orang-orang kafir.
 Keempat, saling mengasihi dengan sesama muslim.
 Kelima, mereka berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwa.
 Keenam, mereka tidak takut terhadap celaan orang-orang yang mencela.
Dalil-dalil tentang semua itu sudah kita terangkan di kajian sebelumnya. Sekarang
kita masuk pada pembahasan “Bagaimana kiat meraih cinta Allah ‘Azza wa
Jalla“.
Ikhtiar dan usaha apa yang harus kita lakukan agar Allah mencintai kita? Sebelum
itu mungkin timbul pertanyaan, Apa keuntungan dari dicintai oleh Allah? Tentu saja
keuntungannya luar biasa besar dan banyak. Salah satunya adalah apa yang
ditegaskan oleh Allah sendiri dalam salah satu hadits Qudsi, shahih riwayat Imam
Al-Bukhari dalam kitab shahihnya. Di pertengahan hadits Qudsi ini Allah berfirman:

ِ ‫ وبَصره الَّ ِذي ي‬،‫ت سمعهُ الَّذي يسْم ُع ِب ِه‬


‫ُبص ُر‬ ُ ‫فَإِذا أَحبَ ْبتُه ُك ْن‬
‫ َوإِ ْن سأَلنِي‬،‫ورجلَهُ الَّتِي ي ْم ِشي ِبهَا‬ِ ،‫ وي َدهُ الَّتي يَب ِْطش بِهَا‬،‫ِب ِه‬
َّ ‫ ولَئِ ِن ا ْستَ َعا َذنِي ألُ ِع‬،‫أَ ْعط ْيتَه‬
‫يذنه‬

Baca Juga:

Penjelasan tentang Sifat Istiwa Allah - Bagian ke-2 - Kitab Aqidah As-Salaf
Ashabul Hadits (Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A.)

“Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran
yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia
gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk
memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia
memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon
perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari)

Inilah keuntungan orang yang dicintai oleh Allah. Dia mendengar dengan
pendengaran Allah, dia melihat dengan penglihatan Allah, dia bertindak dan juga
berjalan tetap dengan pengawasan bimbingan dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Yang dimaksud dia akan melihat dengan penglihatan Allah, mendengar dengan
pendengaran Allah, maknanya adalah Allah akan menjaga pendengarannya,
penglihatannya, ucapannya, perbuatannya, pemikirannya, seluruh tingkah lakunya
dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Maka orang tersebut tidak
akan menggunakan telinganya untuk mendengar apa yang Allah haramkan untuk
didengar, matanya tidak akan dipakai untuk melihat apa yang Allah haramkan untuk
dilihat, lisannya juga tidak akan dipakai mengucapkan apa yang Allah haramkan
untuk diucapkan, begitulah seterusnya.

Bila dia butuh pertolongan, tanpa diminta Allah akan tolong. Kalau dia butuh
perlindungan, Allah akan berikan perlindungan. Dan bila dia meminta sesuatu
kepada Allah, pasti akan diberi. Dan inilah keutamaan dari orang yang sudah dicintai
oleh Allah. Maka bahagialah mereka yang memperoleh kecintaan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala.

BAGAIMANA CARANYA AGAR KITA DICINTAI OLEH ALLAH?


Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitab Madarijus Salikin menjelaskan
beberapa cara untuk meraih kecintaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ada 10 beliau
menjelaskan. Semoga kita bisa mengamalkan ke-10 poin ini, menjaganya dalam
kehidupan keseharian kita sampai titik darah penghabisan, sampai hembusan nafas
yang paling akhir dari kehidupan kita. Apa sajakah itu?

1. Membaca Al-Qur’an dengan Tadabbur


Membaca Al-Qur’an dengan tadabbur terhadap maknanya, membaca disertai
penghayatan terhadap maknanya dan mendalami tafsirnya. Apa yang diinginkan
oleh Allah dengan ayat yang kita sedang baca tersebut. Inilah poin yang pertama.
Kita tahu Al-Qur’an itu Kallamullah.

Segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, baik orang, waktu, tempat, atau
makhluk lain selain manusia, kalau berkaitan erat dengan Al-Qur’an pasti mulia,
pasti dicintai oleh Allah ‘Azza wa Jalla.

Baca Juga:

Hukum Do'a Dalam Tasyahud - Kitab Bulughul Maram (Ustadz Zainal Abidin
Syamsudin, Lc.)

Siapa Malaikat yang paling mulia? Malaikat Jibril. Saking mulianya Allah menyebut
beliau secara khusus.

﴾٤﴿ ‫تَنَ َّز ُل ْال َماَل ئِ َكةُ َوالرُّ و ُح فِيهَا ِبإِ ْذ ِن َربِّ ِهم ِّمن ُكلِّ أَ ْم ٍر‬
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
Tuhannya untuk mengatur segala urusan.” (QS. Al-Qadr[97]: 4)
Malaikat Jibril termasuk kelompok Malaikat. Tapi dipisahkan dari umumnya
malaikat. Disebut secara khusus karena kemuliaan beliau. Kenapa beliau menjadi
para malaikat yang paling mulia? Karena beliaulah yang menerima Al-Qur’an dari
Allah untuk disampaikan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka jadilah
beliau malaikat yang paling mulia.

Kapan Al-Qur’an diturunkan? Dibulan Ramadan. Karena itulah Ramadan menjadi


bulan yang paling mulia dibanding bulan-bulan yang lainnya. Terus di bulan
Ramadan itu malam kapan Al-Qur’an turun? Malam Lailatul Qadar. Sebagaimana
firman Allah:

١﴿ ‫﴾إِنَّا أَنزَ ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ِة ْالقَ ْد ِر‬

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam


kemuliaan.“(QS. Al-Qadr[97]: 1)
Karena Al-Qur’an turun dimalam itu, jadilah Lailatul Qadar sebaik-baik malam.
Lebih baik dari 1000 malam di luar Lailatul Qadar. Allah berfirman:

ِ ‫لَ ْيلَةُ ْالقَ ْد ِر َخ ْي ٌر ِّم ْن أَ ْل‬


﴾٣﴿ ‫ف َشه ٍْر‬
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.“(QS. Al-Qadr[97]: 3)
Lebih dari 1000 bulan kebaikan Lailatul Qadar, karena didalamnya diturunkan Al
Qur’anul Karim.

Kepada siapa Al-Qur’an ini diturunkan di kalangan manusia? Kepada Nabi


Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka beliau menjadi sebaik-baik Nabi,
seutama-utama Nabi dibanding Nabi manapun yang pernah turun ke alam dunia ini.

Lalu Al-Qur’an ini diturunkan ke umat yang mana? Ke umat Islam. Maka umat ini
adalah umat pilihan Allah. Allah sendiri yang menyatakan hal ini dalam Al-Qur’an:

َ َ‫ثُ َّم أَ ْو َر ْثنَا ْال ِكت‬


َ ‫اب الَّ ِذ‬
‫ين اصْ طَفَ ْينَا ِم ْن ِعبَا ِدنَا‬
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami” (QS. Fatir[35]: 32)

Ternyata Kitab Al-Qur’an diturunkan kepada umat Nabi Muhammad Shallallahu


‘Alaihi wa Sallam sebagai umat pilihan Allah. Maka tak heran bila umat ini kemudian
menjadi umat terbaik dibanding umat manapun yang pernah hidup di alam jagat
raya ini. Allah berfirman:

ْ ‫ُكنتُ ْم َخ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬


ِ َّ‫ت ِللن‬
‫اس‬
“Kalian Allah sebaik-baik umat yang dilahirkan ke tengah manusia” (QS. Ali-
Imran[3]: 110)

Baca Juga:

Tanda-Tanda Kiamat Kecil yang Sedang Berlangsung - Bagian ke-6 - Aqidah


Prioritas Utama (Ustadz Arman Amri, Lc.)

Itu salah satu penyebabnya adalah karena Al-Qur’an diturunkan kepada


mereka. Umat lain tidak menerima Al-Qur’an sebagaimana umat Islam ini. Jadi
mulialah mereka karena Al-Qur’an.

Termasuk orang di kalangan umat Islam, kemuliaan mereka berbeda-beda,


tergantung amal. Dan ternyata amal yang menyebabkan mereka mulia adalah karena
Quran. Hadits shahih riwayat Imam Muslim menyatakan:

َ َ‫ب أَ ْق َوا ًما َوي‬


َ ‫ض ُع بِ ِه آ َخ ِر‬
‫ين‬ ِ ‫إِ َّن هَّللا َ يَرْ فَ ُع بِهَ َذا ْال ِكتَا‬
“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seseorang dengan kitab ini (Al Qur’an) dan
merendahkan yang lain dengan kitab ini.” (HR. Muslim)

Al-Qur’an ini dibaca, difahami, diyakini, diamalkan, diajarkan, diperjuangkan,


dibela. Maka Allah angkat kemuliaannya. Karena Al-Qur’an, karena sikap mereka
kepada Al-Qur’an dan Allah menghinakan kaum lain karena mereka juga
mengabaikan Al-Qur’an.

Sampai-sampai baik buruknya manusia dikalangan kaum Muslimin diukur atau


ditentukan oleh seberapa sering mereka berinteraksi dengan Al-Qur’an baik belajar
ataupun mengajarkannya. Dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan:

َ ْ‫َخ ْي ُر ُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم ْالقُر‬


ُ‫آن َو َعلَّ َمه‬
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan yang mengajarkannya.”
(HR. Muslim)

Jadi, aktivitas yang berkaitan dengan Al-Qur’an itu menyebabkan pelaku dari
aktivitas itu menjadi manusia terbaik. Coba lihat penjelasan tadi, apa pun yang
berkaitan dengan Al-Qur’an baik waktu seperti Lailatul Qadar, seperti Ramadhan
ataupun makhluk dikalangan para Malaikat seperti Malaikat Jibril, ataupun manusia
baik Nabi Muhammad termasuk umatnya, mereka meraih kemuliaan itu karena Al-
Qur’anul Karim.

Al-Quran lah yang menjadi sumber dan penyebab kemuliaan setiap manusia. Maka
kemuliaan yang Allah berikan kepada orang yang berinteraksi secara benar dengan
Al-Qur’an, itu buktinya tak cinta dan kasih sayang Allah kepada orang-orang yang
membaca Al-Qur’an, mentadaburi maknanya dan memahami tafsirannya, serta
mengaplikasikannya dalam kehidupan keseharian kita.

Inilah cara pertama untuk meraih cinta Allah ‘Azza wa Jalla.

2. Bertaqarrub Kepada Allah dengan Ibadah-Ibadah Sunnah


Kata Imam Ibnul Qayyim, bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan
ibadah-ibadah sunnah setelah melakukan yang fardhu. Dengan melakukan berbagai
macam ibadah. Tidak sekedar yang fardhu, tapi juga yang sunnah. Allah berfirman
dalam Hadits Qudsi:

ِ ْ‫ـي َولِيًّا فَقَ ْد آ َذ ْنتُهُ بِ ْالـ َحر‬


‫ب‬ ْ ِ‫َم ْن َعا َدى ل‬
“Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya.”
(HR. Bukhari)

Baca Juga:

Penjelasan tentang Nusyrah - Kitab Tauhid (Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq Al-
Badr)

Allah mengajak perang kepada orang-orang yang memusuhi kekasih-kekasih Allah.


Lalu dirinci, siapa kekasih Allah itu? Allah menyatakan, “Tidaklah seorang hamba
mendekatkan dirinya kepadaKu dengan suatu amalan yang lebih aku cintai
dibanding amalan yang fardhu.”

Jadi amalan yang Allah syariatkan kepada kita yang paling Allah cintai adalah
amalan-amalan yang fardhu, yang wajib. Seperti shalat yang lima waktu, seperti
puasa Ramadhan, seperti zakat dan haji bagi orang yang sudah berkemampuan
untuk melakukan itu, seperti thalabul ilmi, mengkaji ilmu syar’i, bukan ilmu umum.

Itu amalan pendekatan diri kepada Allah yang paling Allah cintai. Lalu Allah
melanjutkan:

ُ‫ي بِالنَّ َوافِ ِل َحتَّى أُ ِحبَّه‬


َّ ‫َو َما يَ َزا ُل َع ْب ِديْ يَتَقَرَّبُ إِلَـ‬
“Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah
sunnah hingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)

Kalau shalat; shalat rawatib, shalat tahajud, duha, istikharah, syukrul wudhu dan
yang sejenisnya. Kalau puasa; ada senin kamis, ada dawud, ada ayyamul bidh, ada
saum arafah, asyura, itu juga ibadah-ibadah nawafil yang bisa mendekatkan diri
pelakunya kepada Allah.
Apa efeknya? Allah mencintai. Oleh karena itulah maka taqarrub kepada Allah
dengan yang fardhu plus ditambah yang sunnah merupakan salah satu cara untuk
meraih kecintaan Allah ‘Azza wa Jalla bagi kita. Inilah cara yang kedua.
3. Mendawamkan Dzikir Dalam Setiap Keadaan
Yang ketiga adalah mendawamkan dzikir kepada Allah dalam setiap keadaan. Baik
dengan lisan, dzikir dengan hati dan juga dzikir  dengan seluruh anggota badan.
Dzikir termasuk salah satu cara untuk menghidupkan hati dan menyehatkan hati.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengumpamakan orang yang berdzikir dengan
orang yang tidak berdzikir itu seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.

ِ ِّ‫َمثَ ُل الَّ ِذي يَ ْذ ُك ُر َربَّهُ َوالَّ ِذي الَ يَ ْذ ُك ُر َمثَ ُل ْال َح ِّى َو ْال َمي‬
‫ت‬
“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dan tidak berdzikir bagaikan
orang hidup dan orang mati.” (HR. Bukhari)

Dan ini bukan sekedar ruh, juga obat bagi penyakit hati. Berkata Umar bin Khattab
Radhiyallahu ‘Anhu:

ِ َّ‫َعلَ ْي ُك ْم بِ ِذ ْك ِر هَّللا ِ فَإِنَّهُ ِشفَا ٌء َوإِيَّا ُك ْم َو ِذ ْك َر الن‬


‫اس فَإِنَّهُ َدا ٌء‬
“Berdzikirlah kamu kepada Allah karena itu adalah obat dan jauhilah oleh kalian
membicarakan orang, karena itu penyakit.”

Kalau ada orang membicarakan Allah, tidak akan mungkin berbicara keburukanNya.
Walaupun orang fasik, orang durhaka, kalau berbicara tentang Allah pasti tentang
kebaikan-kebaikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebutlah nama Allah karena
menyebut nama Allah itu adalah obat dan hindarkan kalian menyebut-nyebut orang
karena itu adalah penyakit. Kalau membicarakan orang rata-rata keburukannya yang
dibicarakan.

Baca Juga:

Mempersiapkan Anak Untuk Berdakwah

Bahkan berkata Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu ketika menerangkan tentang
keutamaan dzikir, bahwa tidak ada sesuatupun yang lebih bisa menyelamatkan dari
adzab Allah selain dzikrullah. Dzikrullah adalah amalan yang paling menyelamatkan
seorang hamba dari adzab Allah ‘Azza wa Jalla. Karena orang yang berdzikir itu
dengan dzikirnya dia memperoleh dua modal untuk hidup bahagia di akhirat. Yaitu
satu pahala, satu lagi ampunan. Ampunan fungsinya menghapus dosa. Bahagia atau
sengsaranya manusia di akhirat tergantung dosa dan pahala. Kalau pahalanya lebih
banyak daripada dosanya, dia selamat.

ِ ‫﴾ فَهُ َو فِي ِعي َش ٍة ر‬٦﴿ ُ‫ازينُه‬


﴾٧﴿ ‫َّاضيَ ٍة‬ ْ َ‫فَأ َ َّما َمن ثَقُل‬
ِ ‫ت َم َو‬
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,maka dia berada
dalam kehidupan yang memuaskan.” (QS. Al-Qariah[101]: 6-7)
Bahwa orang yang lebih berat timbangan amal kebaikannya, pahalanya daripada
dosanya, dia akan berada dalam kehidupan yang diridhoi oleh Allah ‘Azza wa Jalla,
dia berada dalam kehidupan yang menyenangkan, membuat dia bahagia, di surga
Allah ‘Azza wa Jalla. Tapi sebaliknya, kalau dosanya yang lebih banyak daripada
pahalanya, ini celaka. Pahalanya ada tapi sedikit, dosa yang lebih besar.

ِ َ‫﴾ فَأ ُ ُّمهُ ه‬٨﴿ ُ‫ازينُه‬


﴾٩﴿ ٌ‫اويَة‬ ْ َّ‫َوأَ َّما َم ْن َخف‬
ِ ‫ت َم َو‬
“Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,maka tempat
kembalinya adalah neraka Hawiyah.” (QS. Al-Qariah[101]: 8-9)
Orang yang banyak berdzikir kepada Allah akan mendapat pahala yang besar dan
ampunan yang besar. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, dalam salah satu ayat yang
panjang. Kalimat terakhir dari ayat ini adalah:

‫ت أَ َع َّد اللَّـهُ لَهُم َّم ْغفِ َرةً َوأَجْ رًا‬


ِ ‫ين اللَّـهَ َكثِيرًا َوال َّذا ِك َرا‬
َ ‫َوال َّذا ِك ِر‬
‫َع ِظي ًما‬
“laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab[33]:
35)
Ampunan menyebabkan banyak dosa terhapus dari dirinya. Paling bisa
menyelamatkan orang dari adzab Allah. Maka dari itu dzikir paling bisa
menyelamatkan orang dari adzab Allah:
Pertama, karena mendapat pahala yang besar dan mendapat ampunan yang juga
besar. Ampunan menghapus dosa. Sebagai penyebab turunnya adzab adalah dosa.
Kemudian dosanya dihapus oleh ampunan tadi karena dzikir yang dilakukannya.

Baca Juga:

Kesempurnaan Iman Mencintai Karena Allah dan Membenci Karena Allah

Kedua, dzikir ini pengundang turunnya hidayah dari Allah Subhanahu wa


Ta’ala. Dzikir ini adalah salah satu bentuk qaulan sadida Allah berfirman:

﴾٧٠﴿ ‫َوقُولُوا قَ ْواًل َس ِدي ًدا‬


“dan katakanlah perkataan yang benar,” (QS. Al-Ahzab[33]: 70)
Kata Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya ketika menafsirkan ayat ini, ucapan
yang baik itu membaca Al-Qur’an, dzikrullah, nasihat kepada sesama kaum
muslimin. Dzikrullah termasuk ucapan yang baik, ucapan yang lurus, dan ini Allah
perintahkan. Apa akibatnya?

‫يُصْ لِحْ لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم‬


“niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu.” (QS. Al-Ahzab[33]: 71)
Ini Sepuluh Bentuk Cinta kepada Allah Kamis 20 September 2018 18:05 WIB Ayat Al-
Qur’an dan hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan keutamaan cinta atau mahabbah
kepada Allah terbilang banyak. Dalil yang menganjurkan cinta kepada Allah adalah
Surat At-Taubah ayat 24 dan hadits riwayat Bukhari. Tetapi cinta adalah aktivitas batin
yang tersembunyi. Lalu bagaimana perwujudan cinta kepada Allah dalam bentuk
perilaku? Sebelum sampai ke sana, kita mengutip terlebih dahulu firman dalam At-
Taubah ayat 24 berikut ini: ٌ‫ارة‬ َ ‫ير ُت ُك ْم َوأَمْ َوا ٌل ا ْق َت َر ْف ُتمُو َها َوت َِج‬ َ ِ‫ان آ َباؤُ ُك ْم َوأَ ْب َنآؤُ ُك ْم َوإِ ْخ َوا ُن ُك ْم َوأَ ْز َوا ُج ُك ْم َو َعش‬
cَ ‫قُ ْل إِن َك‬
ْ
‫ه َوهّللا ُ الَ َي ْهدِي ْال َق ْو َم‬cِ ‫ض ْو َن َهاأَ َحبَّ إِلَ ْي ُكم م َِّن هّللا ِ َو َرسُولِ ِه َو ِج َها ٍد فِي َس ِبيلِ ِه َف َت َر َّبصُو ْا َح َّتى َيأت َِي هّللا ُ ِبأَمْ ِر‬ َ ْ‫َت ْخ َش ْو َن َك َسادَ َها َو َم َساكِنُ َتر‬
ْ
َ ‫ ال َفاسِ ق‬Artinya, “Katakanlah, ‘Jika bapak, anak, saudara, istri, kaum keluargamu, harta
‫ِين‬
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan
putusan-Nya.’ Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik,” (At-Taubah ayat
24). Ayat ini memperingatkan agar manusia memberikan cintanya untuk Allah pada
peringkat pertama. Ayat ini mendorong umat Islam untuk mencintai Allah melebihi
segala yang dimilikinya. Sementara hadits riwayat Bukhari yang berisi hadits qudsi
berikut ini menyebut wali sebagai orang yang dicintai Allah. Ketika seseorang sudah
dicintai oleh-Nya, maka Allah akan menjadi pembela dan pelindungnya. ‫َعن أَ ِبي ه َُري َْر َة َقا َل َقا َل‬
‫ب إِلَيَّ َع ْبدِي ِب َشيْ ٍء أَ َحبَّ إِلَيَّ ِممَّا‬ ِ ْ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِنَّ هَّللا َ َقا َل َمنْ َعادَى لِي َولِ ًّيا َف َق ْد َآذ ْن ُت ُه ِب ْال َحر‬
َ َّ‫ب َو َما َت َقر‬ َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
ُ‫ص َرهُ الَّذِي ُيبْصِ ُر ِب ِه َو َيدَ ه‬ َ ‫ت َسمْ َع ُه الَّذِي َيسْ َم ُع ِب ِه َو َب‬ َ ُ
ُ ‫ت َعلَ ْي ِه َو َما َي َزا ُل َع ْبدِي َي َت َقرَّ بُ إِلَيَّ ِبال َّن َواف ِِل َح َّتى أ ِح َّب ُه َفإِ َذا أحْ َب ْب ُت ُه ُك ْن‬ ُ ْ‫ا ْف َت َرض‬
َ ُ َ َ َ َ ُ َ َّ ُ َ َّ ُ ‫أَل‬ َ َ
‫الَّتِي َيبْطِ شُ ِب َها َو ِرجْ ل ُه التِي َيمْ شِ ي ِب َها َوإِنْ َسألنِي عْ طِ َين ُه َولئِنْ اسْ ت َعاذنِي عِ يذن ُه َو َما ت َرد َّْدت َعن شيْ ٍء أنا فاعِ ل ُه ت َر ُّددِي َعن‬
َ ‫أَل‬ َ َ َّ َ
6137 :‫ه صحيح البخاري‬cُ ‫ِن َي ْك َرهُ ْال َم ْوتَ َوأَ َنا أَ ْك َرهُ َم َسا َء َت‬ ِ ‫س ْالم ُْؤم‬ ِ ‫ َن ْف‬Artinya, “Dari Abu Hurairah RA,
Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman, ‘Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku
mengumumkan perang kepadanya. Tiada hamba-Ku yang mendekatkan diri kepada-Ku
dengan suatu (amalan) melebihi dari apa yang Kuwajibkan kepadanya. Hamba-Ku
senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan sunnah sehingga Aku mencintai-Nya.
Bila Aku mencintainya, maka Aku menjadi telinga sebagai alat pendengarannya,
menjadi mata sebagai alat penglihatannya, menjadi tangan sebagai alat pemegang, dan
menjadi kaki sebagai alatnya berjalan. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku, niscaya Aku
memberinya. Jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku melindunginya.
Tiada ‘kebimbangan’ sesuatu yang Kulakukan selain mencabut nyawa orang beriman
yang mana ia tidak menyukai kematian dan Aku tidak suka menyakitinya,” (HR Bukhari
nomor 6137). Syekh M Nawawi Banten mengutip ulama yang menyebutkan sepuluh
makna cinta seorang hamba kepada Allah. Cinta seseorang kepada Allah dapat
terwujud dalam sepuluh bentuk sikap. ‫ من جهة العبد‬c‫ وقال بعضهم محبة هللا على عشرة معان‬Artinya,
“Sebagian ulama mengatakan bahwa cinta kepada Allah terdiri atas sepuluh makna dari
sisi hamba,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail
Kutubil Arabiyyah], halaman 6). Berikut ini adalah sepuluh makna cinta seorang hamba
kepada Allah: Pertama, seseorang meyakini bahwa Allah adalah zat terpuji dari segala
sisi. Demikian juga  sifat-Nya. Seseorang harus meyakini bahwa sifat Allah adalah sifat
terpuji. Kedua, seseorang meyakini bahwa Allah berbuat baik, memberikan nikmat, dan
memberikan kemurahan kepada hamba-Nya. Ketiga, seseorang meyakini bahwa
kebaikan Allah terhadap hamba-Nya lebih besar daripada amal hamba-Nya baik dalam
bentuk ucapan maupun tindakan ibadah kepada-Nya meski amal itu sempurna dan
banyak. Keempat, seseorang meyakini bahwa Allah memiliki sedikit tuntutan dan beban
untuk hamba-Nya. Kelima, seseorang dalam banyak waktunya harus takut dan khawatir
atas keberpalingan Allah darinya dan pencabutan makrifat, tauhid, dan selain keduanya
yang Allah anugerahkan kepadanya. Keenam, seseorang memandang bahwa ia pada
seluruh keadaan dan cita-citanya berhajat kepada Allah, yang tidak bisa terlepas dari-
Nya untuk segala hajatnya. Ketujuh, seseorang senantiasa menjaga zikir dengan
sebaik-baik apa yang ditakdirkan untuknya. Kedelapan, seseorang berupaya sekuat
tenaga untuk menjaga ibadah wajib dan mendekatkan diri melalui ibadah sunnah
semampunya. Kesembilan, seseorang berbahagia ketika mendengar orang lain memuji
Allah, mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihad di jalan-Nya baik secara rahasia,
terang-terangan, dengan jiwa, harta, dan keturunannya. Kesepuluh, ketika mendengar
orang lain berzikir, seseorang yang mencintai Allah membantunya. Wallahu a‘lam.
(Alhafiz K)

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/95986/ini-sepuluh-bentuk-cinta-kepada-allah

Anda mungkin juga menyukai