Anda di halaman 1dari 88

KONSULTAN PENGAWAS

By: LESMANA

Hotel Grand Mercure 18-22 November 2013


 Konsultan pengawas adalah pihak yang ditunjuk oleh
pemilik proyek ( owner ) untuk melaksanakan
pekerjaan pengawasan.

 Konsultan pengawas dapat berupa badan usaha atau


perorangan.

 perlu sumber daya manusia yang ahli dibidangnya


masing-masing seperti teknik sipil, arsitektur,
mekanikal elektrikal, listrik dan lain-lain sehingga
sebuah bangunan dapat dibangun dengan baik dalam
waktu cepat dan efisien.
Menyelenggarakan administrasi umum mengenai pelaksanaan
kontrak kerja.
 - Prosedure memulai pekerjaan (pengajuan / request
pekerjaan, usulan material dan metode pekerjaan)
 - Surat menyurat
 - Berita acara pemeriksaan dan penyelesaian pekerjaan

Melaksanakan pengawasan secara rutin dalam perjalanan


pelaksanaan proyek.
 - menghadiri dan memonitor kegiatan selama pekerjaan
konstruksi berlangsung
 - Memeriksa persiapan dan hasil pelaksanaan pekerjaan
Menerbitkan laporan prestasi pekerjaan proyek untuk dapat dilihat oleh
pemilik proyek.
 - Laporan Mingguan
 - Laporan Bulanan
 - Monthly Certificate atau progress untuk sertifikat pembayaran
kontraktor

Konsultan pengawas memberikan saran atau pertimbangan kepada pemilik


proyek maupun kontraktor dalam proyek pelaksanaan pekerjaan.
 - Saran mereview metode pelaksanaan pekerjaan
 - Saran / pertimbangan atas pekerjaan tambah dan kurang

Mengoreksi dan menyetujui gambar shop drawing yang diajukan kontraktor


sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan proyek.

Memilih dan memberikan persetujuan mengenai tipe dan merek yang


diusulkan oleh kontraktor agar sesuai dengan harapan pemilik proyek
namun tetap berpedoman dengan kontrak kerja konstruksi yang sudah
dibuat sebelumnya.
 Memperingatkan atau menegur pihak pelaksana pekerjaan jika
terjadi penyimpangan terhadap kontrak kerja.

 Menghentikan pelaksanaan pekerjaan jika pelaksana proyek tidak


tidak memperhatikan peringatan yang diberikan.

 Memberikan tanggapan atas usul pihak pelaksana proyek.

 Konsultan pengawas memeriksa / menyetujui gambar shopdrawing


pelaksana proyek.

 Melakukan perubahan dengan menerbitkan berita acara perubahan (


site Instruction)

 Mengoreksi pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor agar


sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati sebelumnya.
Project
Manager

Engineer Engineer
Package 1 Package 2

Inspector Inspector Inspector


1 2 3
 Kondisi Kontrak Kerja Kontraktor
FIDIC

 RKS / Spesifikasi Teknik


 Gambar Konstruksi
 Bill of Quantity
 FIDIC Conditions of Contracts for
Construction - The Red Book
Conditions of Contract for Construction, which are
recommended for building or engineering works
designed by the Employer or by his representative,
the Engineer.

 FIDIC Conditions of Contract For EPC/Turnkey


Projects -The Silver Book›
 FIDIC Conditions of Contract For EPC/Turnkey
Projects -The Silver Book
 Ordered on demand
 FIDIC Conditions Of Contract For Plant and Design-
Build - The Yellow Book
 Conditions of Contract for Plant and Design-Build,
which are recommended for the provision of
electrical and/or mechanical plant, and for the
design and execution of building or engineering
works.

 FIDIC Short Form of Contract - The Green Book


 FIDIC
 These Conditions of Contract are recommended for
engineering and building work of relatively small
capital value.
Pekerjaan Utama Konstruksi

- Pondasi Tiang
- Beton
 Penyusunan tiang pancang di lapangan
 Pengangkatan dan penyusunan tiang pancang
yang disimpan di lapangan harus
memperhatikan titik angkat dan titik tumpu
untuk penyimpanan material, sesuai dengan
petunjuk teknis dari produsen tiang pancang.
 Pemeriksaan material tiang pancang
Pada waktu kedatangan material, harus
dipastikan dilampiri mill sheet untuk
pemantauan kesesuaian material yang diterima
dengan spesifikasi teknis pekerjaan.
Harus dipastikan kode dan tanggal produksi
sesuai dengan mill sheet yang dilampirkan pada
surat pengiriman barang.
Sebelum digunakan, material tiang pancang
harus diperiksa kembali :

 Tidak ada yang retak, cacat dan pecah – jika ada


yang retak, cacat atau pecah maka harus
dipisahkan untuk direpair oleh produsen tiang
pancang sebelum digunakan
 Ukuran penampang dan panjang harus sesuai
dengan spesifikasi dan penempatannya pada
gambar konstruksi
 Umur beton harus sudah memadai untuk
dipancang – jika masih belum cukup umur maka
dipisahkan dulu dan ditunggu sebelum dipakai
Persiapan tiang untuk pemancangan
Tiang pancang harus diberi marking
atau tanda dengan cat merah / putih
(tiang baja), untuk keperluan
pemantauan pada saat
pemancangan dilakukan tiap jarak
0,5 m’ dari ujung tiang pancang
sampai ke pangkalnya diberi angka
pada tiap meternya dari ujung
bawah ke pangkal tiang
 untuk tiang sambungan, angka
harus melanjutkan angka dari tiang
yang disambung
 tiang sambungan harus selalu
diposisikan di dekat titik pancang
yang sedang dikerjakan – supaya
tidak terlalu lama mengambil tiang
sambungan jika diperlukan
penyambungan
Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Tiang pancang telah ditempatkan pada titik rencana dan diperiksa vertikalitasnya
dari 2 arah (X-Y penampang tiang pancang), toleransi kemiringan mengikuti
ketentuan spesifikasi alat dan spesifikasi teknis – pemeriksaan boleh dilakukan
dengan water pass atau pendulum/bandul, selama kondisi angin tidak terlalu besar
dan tidak mengganggu posisi bandul (harus bisa diam/stabil)
 Tiang pancang harus sejajar dengan sumbu hammer dan ladder alat pancang – jika
tidak sejajar, berpotensi tiang akan pecah atau patah – dipantau berkala oleh
operator alat pancang dan helper
 Counter harus mencatat jumlah pukulan per 0,5 m’ atau per 1 m’
 Kelurusan/vertikalitas tiang pancang selama pemancangan harus selalu dipantau
oleh helper operator dan jika terjadi pergeseran vertikalitas atau tiang menjadi
miring, maka harus dihentikan dulu pemancangannya :
- jika masih memungkinkan, tiang pancang diatur supaya vertikal kembali
- ika sudah tidak memungkinkan penyesuaian tiang pancang, dilakukan penyesuaian
sumbu jatuh hammer supaya sejajar dengan kemiringan sumbu tiang dan jika
kemiringan bertambah semakin parah di luar toleransi, pemancangan dihentikan

 Selama pelaksanaan pemancangan, tinggi jatuh hammer dipantau tidak boleh lebih
dari 2,5 m' kecuali atas persetujuan khusus Konsultan Pengawas -- namun tidak
boleh lebih dari 3 m' dalam segala kondisi pelaksanaan
 Jika diperlukan penyambungan diusahakan tidak melebihi 3 sambungan tiang
 Jika terdapat lapisan lensa/lapis tipis tanah keras, diusahakan untuk ditembus
dengan tidak mengakibatkan tegangan internal melebihi spesifikasi material
Single-acting diesel hammer Double-acting diesel hammer
Tinggi jatuh hammer harus dipantau pada saat pengambilan final set
- harus sesuai dengan syarat dari Konsultan Desain (untuk drop
hammer
- dicatat sesuai dengan ram stroke yang terjadi untuk diesel
hammer dan hydraulic hammer

Pengambilan final set harus dilakukan :


- menggunakan kertas milimeter yang masih baru (tidak boleh
berupa fotocopy)
- dengan pulpen supaya garis yang dihasilkan tidak terlalu tebal
dan tidak luntur jika terkena air
dan oli, tidak boleh dengan spidol atau pensil yang memberikan
garis yang tebal sehingga menyulitkan pembacaan garis grafik
- pulpen harus dialasi acuan yang stabil dan tidak terpengaruh
penurunan tiang saat dipukul
- arah penarikan pulpen harus sejajar dengan garis milimeter pada
kertas record/milimeter
- grafik yang diambil harus jelas, tidak terlalu rapat garis rebound-
nya dan tidak miring
- diambil pencatatan final set untuk minimal 10 kali pukulan
- jika tidak tercapai nilai final set yang ditetapkan, maka
pemancangan harus dilanjutkan dan diambil lagi final setnya
pada lembar yang sama, sampai tercapai final set yang ditetapkan

Pemakaian dolly atau sambungan cap hammer, tidak boleh dilakukan


tanpa persetujuan dari Konsultan Pengawas, dan analisa atas tiang
yang dipancang dengan dolly harus dikalikan faktor pengurang yang
ditetapkan (lihat bagian Rumus Dinamik
 Perhitungan Kalendering (Rumus Hiley)

Kapasitas daya dukung tiang pancang dapat diperkirakan
dengan menggunakan rumus dinamis (Hiley).

 R = Kapasitas daya dukung batas (ton)


 W = Berat palu atau ram (ton)
 P = Berat tiang pancang (ton)
 H = tinggi jatuh ram
 S = Penetrasi tiang pancang pada saat
penumbukan terakhir, atau “set” (cm)­
 K = Rata-rata Rebound untuk 10 pukulan terakhir
(cm)
 N = Koefisien restitusi*
 0,4-0,5 untuk palu besi cor, tiang beton tanpa helm
 0,3-0,4 untuk palu kayu (landasan kayu)
 0,25-0,3 untuk tiang kayu

 Menentukan S dan K dari millimeter kalendering:


The Hiley formula is:
 R = W.h.ɳ/(S + C/2)

 where
 R is the ultimate driving resistance in kN
 S is the final set or penetration per blow in
millimetres.
 C is the sum of the temporary elastic
compressions (in
 mm) of the pile, dolly, packings, and ground,
 calculated or measured as prescribed below.
h is the height of the free fall of ɳ is the efficiency of the blow,
the ram or hammer (in mm), representing the ratio of
taken at its full value for
trigger-operated drop energy after impact to striking
hammers, 80% of the fall of energy of ram. Where W is
normally proportioned greater than Pe and the pile is
winch-operated drop driven into penetrable ground:
hammers and 90% of stroke = (W+Pe²)/(W+P)
for single-acting hammers.
When using the McKiernan-
Terry type of double-acting Where W is less than Pe and
hammers, 90% of the rated the pile is driven into
energy in kN mm per blow penetrable ground:
should be substituted for the = (W +Pe²)/(W+P) - ((W-
product Wh in the formula.
The hammer should be Pe)/(W+P))²
operated at its maximum
speed whilst the set is being
taken.
 Kelurusan Material Tiang Pancang

Penyimpangan kelurusan tiang pancang pada


umumnya tidak boleh melebihi 1/250
panjang tiang dan secara total tidak boleh
melebihi 50 mm (5 cm) untuk tiap segmen
tiang pancang yang digunakan
Toleransi Kemiringan Vertikal
Toleransi kemiringan vertikal yang umum diberikan adalah :

 2 % (setara 1:50 atau 1°) untuk pemancangan di tanah berpasir dan lempung
lunak
 4% (setara 1:25 atau 2°) untuk pemancangan di tanah yang mempunyai
lapisan yang sulit dipancang dan tidak seragam atau lapisan tanah berbatu
(boulder ridden soil, gravelly)
 2% untuk pemancangan di konstruksi pantai/laut yang lebih dari 50% panjang
tiangnya berada di permukaan tanah

Toleransi ketidaklurusan antar tiang pancang yang disambung pada
umumnya diberikan nilai 1:100 (penyimpangan sumbu memanjang antar
sambungan tiang pancang)
Untuk tiang yang mengalami kemiringan lebih dari toleransi yang ditetapkan,
harus dilakukan review atau analisa oleh engineer pondasi atau Konsultan
Desain, mencakup pertimbangan gaya horizontal dan pengaruh ke tiang
pancang lain, serta perubahan analisa pile cap yang diperlukan
Toleransi Posisi Titik Pancang

Toleransi posisi titik pancang yang bergeser pada


umumnya ditetapkan sebesar 75 mm atau 3 inchi
-- untuk pergeseran lebih dari nilai tersebut
harus dianalisa untuk perubahan daya dukung
atau perubahan pile cap yang diperlukan

Beberapa konsultan memberikan toleransi 150


mm atau 6 inchi untuk tiang yang berukuran
besar, tergantung dari kondisi tanah dan
kesulitan pekerjaan
Toleransi Penyimpangan Sumbu Penampang
Tiang Pancang

Untuk tiang pancang yang bukan berbentuk


bundar (bukan spun pile), yang sumbu
penampang tiangnya diperhitungkan dalam
analisa pondasi maupun kelompok tiang,
penyimpangan sumbu penampang tiang
pancang terhadap posisi/arah sumbu utama
yang direncanakan tidak boleh lebih dari 10°
(setara 1:6 atau 15%)
 Jarak Antar Titik Pancang
Untuk tiang dengan dukungan end-bearing (tahanan ujung) :

 jarak antar tiang tidak boleh kurang dari 2 kali diameter tiang bundar
(spun-pile) atau 2 kali sisi tiang berbentuk persegi (square pile) atau 1
kali dimensi terbesar untuk tiang berbentuk lain
 jarak minimal dari tepi pile cap atau tepi elemen struktur yang didukung
tidak boleh kurang dari 1 kali diameter

Untuk tiang dengan dukungan friction (tahanan friksi):

 jarak antar tiang tidak boleh kurang dari keliling penampang tiang
pancang yang digunakan dengan ketentuan minimum jarak = 1 m' jika
keliling tiang kurang dari 1 m' [diambil nilai terbesar antara keliling
penampang tiang pancang atau 1 m']
 jarak dari tepi pile cap atau tepi elemen struktur yang didukung tidak
boleh kurang dari 1/2 keliling penampang tiang pancang dengan
ketentuan minimum jarak = 500 mm (50 cm) -- [diambil nilai terbesar
antara setengah keliling penampang tiang pancang atau 50 cm]
Safety Factor

Safety factor untuk pengujian static maupun


dynamic pada umumnya diambil nilai 2 -
2,25 untuk beban tetap dan 1,5 untuk beban
sementara
 Test PDA
Pemeriksaan terhadap heaving (pengangkatan)
Pile heaving adalah kondisi terangkatnya kembali tiang pancang yang sudah selesai dipancang, akibat
tekanan tanah yang terjadi pada saat pemancangan titik pondasi berikutnya yang berdekatan, yang
radiusnya tergantung dari sifat tanah di lokasi pekerjaan.
Untuk pemancangan tiang dalam kelompok (2 atau lebih), harus diperiksa secara berkala apakah
terjadi pile heaving atau tidak :

 Untuk kelompok tiang yang terdiri dari 2-4 tiang pancang, tetap harus diperiksa pile heaving pada
pemancangan awal sebagai data awal – jika tidak terjadi pile heaving setelah 5 kelompok tiang pertama
diperiksa, maka pemeriksaan berikutnya dapat dilakukan secara random, namun jika terjadi pile
heaving, maka harus diperiksa setiap kelompok tiang berikutnya
 Setiap titik pancang yang telah selesai dipancang dalam satu kelompok harus dicatat level top of pile
nya sebelum dilakukan pemancangan berikutnya
(level yang dicatat boleh merupakan pinjaman level setempat dan tidak diikat ke BM, karena surveyor
juga harus melakukan tugas yang lain dan mungkin hanya dapat melakukan pengukuran optik dari
posisi yang tidak memungkinkan memindahkan acuan BM level ke tiang yang diukur)
 Setiap selesainya pemancangan 2-4 tiang berikutnya dalam satu kelompok tiang, dilakukan
pengukuran ulang level tiang pancang yang telah terpancang sebelumnya dan dipastikan tidak terjadi
pile heaving
 Jika terjadi pile heaving, maka tiang pancang yang terangkat harus dipukul ulang/redrive untuk
mengembalikan level top of pile ke posisi semula atau sedikit lebih rendah dari level awal
 untuk pekerjaan re-drive harus dicatat pada piling record yang ada dan tidak perlu dilakukan
pengambilan grafik final set lagi
 Proses pengukuran dan pengecekan harus dilakukan terus sampai seluruh tiang pancang dalam satu
kelompok tiang selesai dipancang
 Penetapan nilai pengangkatan (heaving) yang disyaratkan untuk
dilakukan re-drive harus mengikuti ketentuan spesifikasi teknis
atau persetujuan Konsultan Pengawas -- direkomendasikan nilai
5 mm untuk end-bearing pile dan 3 cm untuk friction pile
Untuk menghindari atau mengurangi resiko pile heaving dapat
dilakukan langkah sebagai berikut :

 Jarak bersih antar tiang pancang tidak kurang dari 2 diameter


atau diagonal penampang tiang – ditentukan oleh konsultan
desain, jika terjadi pile heaving dalam 5 kelompok tiang
berturut-turut, maka diinformasikan kepada PM untuk
diputuskan apakah akan diubah jarak antar tiang pancang atau
tidak
 Jika terdapat kelompok tiang pancang, pemancangan dimulai
dari posisi terdalam lalu melingkar keluar
 Penghentian pekerjaan pemancangan
Penghentian pemancangan dilakukan jika salah satu kondisi
berikut terjadi atau tercapai :

 final set sudah dicapai (end-bearing pile) atau kedalaman


pemancangan yang disyaratkan sudah dicapai (friction pile)
 sudah mencapai maksimal 2.000 pukulan hammer/palu pancang
 telah mencapai batas kelangsingan tiang pancang sesuai
spesifikasi material atau ketentuan Konsultan : harus dilakukan
penambahan titik pondasi tiang jika diperlukan
 terjadi kerusakan pada tiang (pecah, retak, patah, dsb) : harus
dilakukan penambahan titik pondasi tiang
 terjadi kemiringan di luar toleransi : harus dilakukan
penambahan titik pondasi tiang

 Pencatatan data pelaksanaan
Pencatatan data pelaksanaan yang harus dilakukan, minimal meliputi :

 Data jenis dan spesifikasi alat pancang yang dipakai


 Data jenis, ukuran dan kapasitas material tiang pancang yang dipakai
 Data pelaksanaan (Pile Driving Record dan Grafik Final Set)
 Data panjang tertanam termasuk konfigurasi sambungan tiang dan
tanggal pemancangan, yang ditabelkan sesuai dengan penomoran titik
pancang pada gambar konstruksi
 Data pergeseran titik pancang yang diplotkan pada gambar dan
ditabelkan, sesuai penomoran titik pancang
 Data titik pancang yang berubah vertikalitas tiang pancangnya selama
pemancangan, dicatat dan ditabelkan sesuai nomor titik pancang pada
gambar konstruksi
 Tabel nilai kapasitas ultimate dan ijin tiap titik pancang sesuai nomor
pada gambar konstruksi, dengan menggunakan rumus dinamik yang
telah diverifikasi dengan pengujian PDA Test atau Static Loading Test
 Concrete piles damaged by
difficult driving conditions
Menurut ASTM C150, semen Portland dibagi menjadi lima tipe,
yaitu :
Tipe I : Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk
 penggunaan umum, tidak memerlukan persyaratan khusus
 (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat, kekuatan awal).
Tipe II : Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan
 terhadap sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi
 sedang.
Tipe III : High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan
 kekuatan awal tinggi (cepat mengeras)
Tipe IV : Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang
 memerlukan panas hidrasi rendah, dengan kekuatan awal
rendah.
Tipe V : High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton
yang tahan terhadap kadar sulfat tinggi.
Istilah – istilah dalam teknologi Beton :
1. Workability
Kemudahan beton untuk di campur, diangkat, di cor, serta dipindahkan tanpa mengurangi
homoginitasnya dan tercapainya kekuatan yang direncana
2. Bleeding
Pemisahan air didalam pencampuran beton, naik kepermukaan cor
3. Segregasi
Pemisahan agregat kasar dari beton terhadap mortar akibat gravitasi atau gerak dinamis
4. Slump Test
Berkurangnya keenceran karena sejalan dengan waktu
5. Setting Time
Waktu ikat antara semen, air, agregat (kasar atau halus) dan atau bahan tambahan
Elemen Lentur : Balok (Tie Beam dab Struktur Atas )

Tul.utama untuk balok struktur dipasang pada jarak minimum = db atau 25


mm (mana yang lebih kecil)
SNI 03-2847-2002 ps.9.6.1
Jarak maks penempepatan tul.utama untuk balok struktur 150 mm
PBI 1971 N.1-2 ps.8.16.2.(b)
Element Tekan :
KOLOM / Tiang Beton
Pelat satu arah dan Plat dua arah
Sambungan lewatan dilakukan untuk element struktur yang panjang dan menerus
sehingga tul yang dipasang memerlukan penyambungan.
Sambungan lewatan adalah jenis sambungan yang paling umum dilakukan dalam
pelaksanaan di lapangan.

Sambungan lewatan untuk kondisi tarik, dibagi 2 kelas yaitu :


sambungan kelas A dan sambungan kelas B

Sambungan kelas A diperbolehkan apabila dipenuhi seluruhnya dari dua kondisi berikut ini :
 luas tulangan terpasang tidak kurang dari 2 kali luas tulangan perlu dalam analisis pada
keseluruhan panjang sambungan
 paling banyak 50% dari jumlah tulangan yang disambung dalam daerah panjang lewatan perlu

Apabila tidak dipenuhi dua kondisi tersebut maka harus dimasukkan sebagai sambungan kelas B
Penjelasan luas tulangan terpasang tidak kurang dari 2 kali luas tulangan perlu dalam analisis
pada keseluruhan panjang sambungan :
 misalkan pada daerah sambungan diperlukan tulangan untuk menahan momen (pada
umumnya tulangan tarik) adalah sebanyak 3 buah tulangan dan yang masih terpasang atau
diteruskan di dalam daerah penampang tersebut min. 6 tulangan, maka dapat dinyatakan
memenuhi satu syarat ini

Penjelasan jumlah tulangan yang disambung paling banyak 50% dalam daerah panjang lewatan
perlu :
 apabila dalam satu penampang pada posisi daerah yang akan disambung ada 6 buah
tulangan dan yang disambung hanya maksimal 3 tulangan sedangkan yang minimal 3
sisanya menerus (sambungan untuk 3 tulangan yang lain di luar daerah sambungan lewatan
perlu 3 tulangan yang disambung) maka dapat dinyatakan memenuhi satu syarat ini
 sambungan yang ditempatkan berselang seling dapat dianggap di luar daerah panjang
lewatan perlu jika ditempatkan pada jarak antara sambungan yang tidak segaris, yaitu a min
= Ld (PBI N.I.-2 ps 8.12.2.b memberikan nilai a min = 40 db)
Sambungan Lewatan Dalam Kondisi Tarik
Panjang minimum sambungan lewatan tarik (ps. 14.15.(1-2) SNI-03-2847-2002) :
 sambungan kelas A : Ls min = 1,0 Ld dan tidak kurang dari 300 mm

 sambungan kelas B : Ls min = 1,3 Ld dan tidak kurang dari 300 mm

perhitungan Ld mengikuti ketentuan yang dapat dilihat pada bagian Penyaluran Tulangan Tanpa
Kait dengan menghitung nilainya tanpa faktor modifikasi

Sambungan Lewatan Dalam Kondisi Tekan


Panjang minimum sambungan lewatan tekan (ps. 14.16.(1-2) SNI-03-2847-2002) :

 untuk fy < 400 MPa : Ls min = 0,07 . fy . db dan tidak kurang dari 300 mm
 untuk fy > 400 MPa : Ls min = (0,13.fy - 24) . db dan tidak kurang dari 300 mm

di mana db adalah diameter nominal tulangan yang disambung, jika terdapat perbedaan
diameter tulangan nominal maka diambil nilai terbesar
Sambungan Lewatan Untuk Jaring Kawat

Untuk jaring kawat atau wiremesh, ketentuan panjang sambungan lewatan sebaiknya mengikuti
ketentuan dari brosur teknis atau standar gambar yang ditetapkan Konsultan Desain, atau jika
tidak ada ketentuan yang ditetapkan dapat diambil nilai yang relatif praktis dan aman,
yaitu Ls min sebesar 1,5 kali jarak antar kawat atau besi tulangan wiremesh.

Apabila dikehendaki penyaluran yang memanfaatkan kekuatan tarik kawat atau besi tulangan
wiremesh secara penuh pada umumnya diijinkan nilai sebesar 0,5 kali jarak namun harus atas
persetujuan dan pengawasan dari Konsultan Desain ataupun Konsultan Pengawas

Penempatan sambungan lewatan pada balok dipasang di samping tulangan yang


disambung dan pada kolom di bagian dalam tulangan yang disambung
Sambungan Lewatan Untuk Sengkang Spiral
Sambungan lewatan untuk sengkang spiral harus mengikuti ketentuan pasal 9.10.4.5.a pada SNI-
03-2847-2002 sebagai berikut :
Penyaluran dengan kait standar hanya diperhitungkan untuk penyaluran tarik kait tidak dianggap
efektif dan tidak dihitung sebagai penambah kekuatan untuk penyaluran tekan.

Rumus dasar dan parameter koefisien yang digunakan adalah:

 Rumus penentuan Lt min dan radius tekukan kait standar :


Penyaluran dengan kait standar hanya diperhitungkan
untuk penyaluran tarik kait tidak dianggap efektif dan
tidak dihitung sebagai penambah kekuatan untuk
penyaluran tekan.

Rumus dasar dan parameter koefisien yang


digunakan adalah:

 Rumus dan parameter untuk koefisien Ldh :


Untuk beton ringan, semua nilai dalam tabel dikalikan faktor λ = 1,3
Untuk tulangan berlapis epoxy, semua nilai dalam tabel dikalikan faktor β = 1,2
Sengkang (begel) dapat dibuat dengan dua jenis kait yaitu dengan bengkokan kait 90° dan
bengkokan kait 135°

Standar ukuran kait untuk sengkang


Kombinasi sengkang tertutup : kombinasi ini diijinkan selama masing-masing kait memenuhi
kaidah tekukan dan Lt minimum
Sengkang sepihak dan sengkang tegak untuk ketahanan
terhadap beban gempa
ref. ps. 23 SNI 03-2847-2002
Pembengkokan dan pemasangan sengkang sepihak dan sengkang tegak untuk keperluan
ketahanan struktur terhadap gempa, harus mengikuti ketentuan tambahan :
 sengkang tertutup dan sengkang tegak harus memakai kait 135° pada kedua ujungnya

 sengkang sepihak menggunakan kombinasi kait 90° dan 135° yang dipasang sesuai pasal
23 SNI 03-2847-2002, seperti pada gambar di bawah ini
Penentuan Lokasi Pemutusan Tulangan Lentur
Apabila tidak ditentukan secara jelas dalam standar detail, maka secara praktis, pemutusan
tulangan lentur pada umumnya dapat pada jarak acuan titik pemutusan tulangan dari tumpuan,
yang banyak digunakan dan diterima :
 pada 1/4 bentang bersih balok (elemen lentur) dan diperpanjang sebesar 20 db (untuk
tulangan lentur negatif + positif)
 pada 1/3 bentang bersih balok (elemen lentur) dan diperpanjang sebesar 12 db (untuk
tulangan lentur negatif) dan pada 1/5 bentang bersih balok (elemen lentur) dan
diperpanjang sebesar 12 db (untuk tulangan lentur positif)
Penentuan Lokasi Pemutusan Tulangan Lentur

Acuan lokasi pemutusan tulangan secara praktis di atas tidak boleh diterapkan apabila pada
balok terdapat beban terpusat yang cukup besar -- dan kondisi ini harus dikonsultasikan secara
jelas dan pasti pendetailan untuk pemutusan tulangan tarik baik untuk momen positif maupun
negatif kepada Konsultan Desain atau Konsultan Pengawas
Batasan Pemutusan Tul.Momen Positif
Tulangan momen positif harus diteruskan sampai ke tumpuan dan dijangkarkan tanpa kait,
dengan jumlah minimal :

 1/3 jumlah tulangan untuk jenis tumpuan sederhana (sendi-rol, sendi-sendi)


 1/4 jumlah tulangan untuk jenis tumpuan lain termasuk balok menerus
 tidak kurang dari 2 tulangan

Batasan Pemutusan Tul.Momen Negatif


Tulangan tarik momen negatif sebaiknya diteruskan ke daerah momen positif sebagai tulangan
tekan sebanyak minimal 1/3 tulangan, dengan jumlah minimal sebanyak 2 tulangan.

Apabila terdapat cukup banyak tulangan pada daerah momen negatif, dapat dilakukan
pemutusan beberapa kali dengan meneruskan minimal 1/3 tulangan tariknya pada setiap
pemutusan yang dilakukan
Batasan Pemutusan Tul.Momen Positif
Tulangan momen positif harus diteruskan sampai ke tumpuan dan dijangkarkan tanpa kait,
dengan jumlah minimal :

 1/3 jumlah tulangan untuk jenis tumpuan sederhana (sendi-rol, sendi-sendi)


 1/4 jumlah tulangan untuk jenis tumpuan lain termasuk balok menerus
 tidak kurang dari 2 tulangan

Batasan Pemutusan Tul.Momen Negatif


Tulangan tarik momen negatif sebaiknya diteruskan ke daerah momen positif sebagai tulangan
tekan sebanyak minimal 1/3 tulangan, dengan jumlah minimal sebanyak 2 tulangan.

Apabila terdapat cukup banyak tulangan pada daerah momen negatif, dapat dilakukan
pemutusan beberapa kali dengan meneruskan minimal 1/3 tulangan tariknya pada setiap
pemutusan yang dilakukan
 Pile Cap (Poer)
 Pile Cap (Poer)
 Tie Beam(Sloof) dan Pondasi Telapak
 Tie Beam(Sloof) dan Pondasi Telapak
 Kolom Struktural
 Plat Lantai, Plat Jalan Beton, Retaining Wall,
Shear Wall dan GWT
 Plat Lantai, Plat Jalan Beton, Retaining Wall,
Shear Wall dan GWT
 Plat Lantai, Plat Jalan Beton, Retaining Wall,
Shear Wall dan GWT
Persyaratan Umum Bahan Bangunan Di Indonesia (PUBI-1982),
antara lain:

1. Air harus bersih.


2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya
yang dapat dilihat secara visual.
3. Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2
gram/ liter.
4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat
merusak beton (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih
dari 15 gram / liter. Kandungan klorida (Cl), tidak lebih dari 500
p.p.m.
dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m. sebagai SO3.
5. Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara
kimia dan dievaluasi.
Slump pada dasarnya merupakan salah satu pengetesan sederhana
untuk mengetahui workability beton segar sebelum diterima dan
diaplikasikan dalam pekerjaan pengecoran.
Workability beton segar pada umumnya diasosiasikan dengan :
 Homogenitas atau kerataan campuran adukan beton segar
(homogenity)
 Kelekatan adukan pasta semen (cohesiveness)

 Kemampuan alir beton segar (flowability)

 Kemampuan beton segar mempertahankan kerataan dan kelekatan


jika dipindah dengan alat angkut (mobility)
 Mengindikasikan apakah beton segar masih dalam
kondisi plastis (plasticity)

Pengukuran slump dilakukan dengan mengacu pada aturan yang


ditetapkan dalam 2 peraturan standar :
 PBI 1971 NI 2 (Peraturan Beton Bertulang Indonesia)

 SNI 1972-2008 (Cara Uji Slump Beton)


Berdasarkan PBI 1971 N.I.-2

Penyimpangan nilai slump dari nilai yang direkomendasikan, diijinkan apabila terbukti dan dipenuhi :
a. Beton tetap dapat dikerjakan dengan baik
b. Tidak terjadi pemisahan dalam adukan beton segar
c. Mutu beton yang disyaratkan tetap terpenuhi

Rekomendasi nilai slump untuk pemakaian beton segar pada elemen-elemen struktur untuk
mendapatkan workability yang diperlukan :

Referensi : Tabel 4.4.1 (PBI 1971 N.I.-2)


Berdasarkan SNI 1972-2008
Pengukuran slump berdasar peraturan ini dilakukan dengan alat
sebagai berikut :
a. Kerucut Abrams :
 Kerucut terpancung, dengan bagian atas dan bawah terbuka

 Diameter atas 102 mm

 Diameter bawah 203 mm

 Tinggi 305 mm

 Tebal plat min 1,5 mm

b. Batang besi penusuk :


 Diameter 16 mm

 Panjang 60 cm

 memiliki salah satu atau kedua ujung berbentuk bulat setengah bola dengan diameter 16 mm

c. Alas : datar, dalam kondisi lembab, tidak menyerap air dan kaku
Langkah Pengujian :
d. Segera setelah permukaan atas beton
diratakan, cetakan diangkat dengan kecepatan
3-7 detik, diangkat lurus vertikal tidak boleh
diputar atau digeser ke samping
Berdasarkan SNI 1972-2008 selama mengangkat kerucut
e. Seluruh proses dari awal sampai selesainya
Langkah Pengujian :
pengangkatan etakan tidak boleh lebih lama
a. Kerucut Abrams (cetakan) dibasahi, dari 2,5 menit
ditempatkan di atas permukaan yang datar, f. Letakkan cetakan di samping beton yang diuji
dalam kondisi lembab, tidak menyerap air slump-nya (boleh diletakkan dibalik posisinya)
dan kaku dan ukur nilai slump : penurunan permukaan
b. Pengisian cetakan dibagi 3 kali, masing-masing atas beton pada posisi titik tengah permukaan
sekitar 1/3 volume cetakan – tiap lapis atasnya
dipadatkan dengan 25 g. Jika terjadi kegagalan slump (tidak memenuhi
kali tusukan secara merata dan menembus ke kisaran slump yang disyaratkan, keruntuhan
lapis sebelumnya/di bawahnya namun tidak benda uji termasuk keruntuhan geser),
boleh menyentuh dasar cetakan maka pengujian diulang- maksimal 3 kali, jika
c. Lapis terakhir dilebihkan pengisiannya – setelah masih gagal maka beton dinyatakan
dipadatkan alu diratakan dengan ggelindingkan tidak memenuhi syarat dan ditolak
batang penusuk di atasnya h. Syarat variasi pengukuran yang memenuhi
syarat dari 3 pengukuran : minimum 2
memenuhi syarat dengan selisih pengukuran
tidak lebih dari 21 mm.
Perbedaan antara PBI 1971 N.I.-2 dan SNI 1972:2008 pada keruntuhan
slump :

o PBI 1971 N.I.-2 mengijinkan slump geser dan diukur rata-rata seberti gambar b di atas
o 2.SNI 1972:2008 menggolongkan slump geser sebagai keruntuhan yang tidak diijinkan

(karena mengindikasikan kurangnya plastisitas beton atau kurangnya kohesi adukan pasta semen/mortar
untuk mengikat beton)
Ada dua pengujian yang utama yang dilakuan terhadap beton, yaitu :
 SLUMP Test
Slump Test bertujuan untuk menunjukkan Workability atau istilah bakunya kelecakan (seberapa
lecak/encer/muddy) suatu adukan beton.

 COMPRESSION Test atau Tes Uji Tekan


Tes Uji Tekan ini bertujuan untuk mengetahui berapa kekuatan yang bisa dicapai beton tersebut.
Test Uji Tekan ini tentu saja dilakukan pada saat beton sudah mengeras.
Test tersebut harus selalu dilakukan dengan hati-hati. Test yang kurang memperhatikan prosedur yang
baik dan benar dapat memberikan hasil yang tidak tepat.
Prosedur
 Balikkan cone, tempatkan di samping sampel, dan letakkan batang besi di atas cone yang terbalik
tersebut.

 Ukur slump beberapa titik, dan catat rata-ratanya.


Ukur slump beberapa titik, dan catat rata-ratanya

 Jika sampelnya gagal atau berada di luar toleransi, maka harus diambil sampel lain, kemudian dilakukan
slump test lagi. Jika masih gagal juga, maka beton tersebut boleh ditolak.
B. UJI KUAT TEKAN
Uji kuat tekan bertujuan untuk mengetahui kuat tekan dari beton yang sudah mengeras. Test ini
dilakukan di laboratorium, dan tentu saja bukan di lokasi proyek (off-site).
Kekuatan beton dapat diukur dalam satuan MPa atau satuan lain misalnya kg/cm2. Kuat tekan ini
menunjukkan mutu beton yang diukur pada umur beton 28 hari.
Peralatan Pembuatan Sampel
 Tabung/silinder cetakan (diameter 100mm x 200mm H, atau diameter 150 mm x 300 mm H)

 Sekup kecil.

 Batang besi silinder (diameter 16 mm, panjang 600 mm)

 Pelat baja sebagai dudukan


Pada saat pengujian compression, permukaan
silinder beton
haruslah rata sehingga gaya tekan menyebar
di semua permukaan silinder
beton tersebut. Untuk mendapatkan
ermukaan silinder beton yang rata
diperlukan bahan tambahan yang disebut
capping. Bahan capping yang
biasa digunakan adalah Belerang.
Selain itu menggunakan topi baja dan
teflon
Karbonasi pada beton terjadi akibat unsur kalsium yang ada
pada beton tercampur oleh karbon dioksida yang ada di udara
dan berubah menjadi kalsium karbonat.

Gambar beton terkarbonasi


Los Angeles Abration Test, untuk mengetahui persentase abrasi/keausan
pada agregat/material yang akan dipakai baik untuk lapis pondasi jalan
maupun untuk pasangan batu

Gambar alat Los Angeles Abration Test


Proser Pembuatan Sampel Silinder
 Bersihkan cetakan silinder dan lumuri permukaan dalamnya dengan form oil, agar adukan beton tidak
menempel di permukaan metal dari cetakan tersebut.
 Ambil sampel adukan beton.

 Isi 1/2 dari isi cetakan dengan sampel dan lakukan pemadatan dengan cara rodding sebanyak 25 kali.
Pemadatan juga dapat dilakukan di atas meja getar.
 Isi lagi cetakan silinder hingga sampel beton sedikit meluap. Lakukan rodding 25 kali sampai ke atas
lapisan pertama.
 Ratakan beton yang meluap, dan bersihkan tumpahan-tumpahan beton yang menempel di sekitar
cetakan.
 Beri label. Letakkan di tempat yang teduh dan kering dan biarkan beton setting sekurang-kurangnya
selama 24 jam.
 Buka cetakan dan bawa beton silinder ke laboratorium untuk dilakukan uji kuat tekan.

` Untuk detail Uji Tekan, sambil menunggu.. saya hubungi laboratorium dulu kalau begitu.
Parameter Pemantauan Beton Segar
Parameter yang harus diperhatikan manager, engineer dan pelaksana dalam tim pelaksana
Kontraktor dalam memantau beton segar yang diterima dan diaplikasikan di lapangan/proyek secara
umum adalah :
 workability
 waktu setting, berhubungan dengan fase beton mulai dari beton segar sampai beton
jadi/keras
 susut plastis
Fase beton yang harus diketahui :
 fase plastis
 fase setting
 fase hardening
Faktor yang mempengaruhi parameter-parameter tersebut di atas adalah :
 kuat tekan rencana
 faktor air semen
 kondisi lingkungan dan area kerja
Waktu Setting dan Fase Beton
Waktu setting penting untuk dipantau karena berkaitan dengan fase beton yang mempengaruhi
kekuatan beton yang dihasilkan dari pelaksanaan pengecoran.

Secara umum waktu setting dibagi 2, yaitu :


 Initial setting atau waktu ikat awal, adalah proses di mana pengikatan atau proses hidrasi sudah terjadi
dan panas hidrasi sudah muncul, serta workability beton sudah hilang
 Waktu total/final setting, adalah kondisi di mana beton sudah mengeras sempurna

Hubungan waktu setting dan fase beton :


 fase plastis : kondisi beton sebelum initial setting terjadi

 fase setting : kondisi beton di antara waktu initial setting dan total/final setting

 fase hardening : kondisi beton di antara waktu final setting sampai dengan selesainya proses hidrasi
seluruh komponen kimia pada semen
Waktu Setting dan Fase Beton

Pada beton tanpa bahan tambah/additive, secara umum disepakati atau dipakai acuan waktu sebagai
berikut :
 waktu initial setting yang dipahami sebagai awal proses hidrasi semen mulai terjadi pada 45 -120 menit
dari dimulainya pencampuran/mixing beton
 rentang waktu initial setting yang ditetapkan sebagai batas kondisi plastis telah hilang pada umumnya
adalah 1,5-2,5 jam dari dimulainya pencampuran/mixing beton
 waktu total/final setting dianggap adalah 3-4 jam dari dimulainya pencampuran/mixing beton

Fase beton yang merupakan kondisi di mana beton dinyatakan sebagai beton segar, belum terjadi proses
hidrasi dan dapat dicor adalah fase plastis, dan pada umumnya diambil maksimal 2,5 jam dari waktu mixing
beton sebagai waktu maksimal penyelesaian pengerjaan beton segar sampai dengan
pemadatan/compacting.
Waktu Setting dan Fase Beton

Bagan berikut menggambarkan


waktu dan fase beton tanpa
bahan tambah/additive
secara umum :
Salah satu alat pemadatan beton adalah concrete vibrator, di sini akan diuraikan secara singkat mengenai
internal concrete vibrator.
Pemakaian Concrete Vibrator
Pemadatan beton segar dengan concrete vibrator yang baik :

 batang vibrator dimasukkan dalam posisi sedapat mungkin vertikal


 biarkan berat sendiri menenggelamkan batang vibrator
 waktu pemadatan/penggetaran tergantung nilai slump beton segar yang dikerjakan atau sampai terlihat
permukaan beton mulai mengkilap tanda pasta semen sudah mulai naik
 korelasi estimasi waktu pemadatan/penggetaran dengan kapasitas vpm alat : 4.000 vpm/70Hz (90
detik), 5.000 vpm/80 Hz (45 detik), 15.000 vpm/250 Hz (15-20 detik) - jadi kenali alat yang
digunakan untuk perkiraan lama waktu penggetaran
 batang vibrator ditarik perlahan setelah selesai penggetaran di satu titik
 pemadatan harus dilakukan dengan merata sehingga efek getaran terjadi overlapping antar radius
pengaruh titik penggetaran
Salah satu alat pemadatan beton adalah concrete vibrator, di sini akan diuraikan secara singkat mengenai
internal concrete vibrator.
Pemakaian Concrete Vibrator
Pemadatan beton segar dengan concrete vibrator yang baik :

 batang vibrator harus masuk ke dalam lapisan beton sampai sekitar 10 cm di atas dasar beton, namun
tidak menyentuh dasar acuan
 jika pengecoran tebal dan dilakukan beberapa lapis (misal pada dinding atau kolom), dengan
ketebalan tiap lapis sekitar 30 cm dan pemadatan dilakukan dengan overlap batang vibrator
masuk sekitar 15 cm di lapisan sebelumnya - beton lapis di bawah harus dalam kondisi plastis
pada waktu pemadatan lapis di atasnya (diatur supaya waktu penuangan dan penggetarannya
mendekati namun tetap sebelum terjadinya waktu initial setting yaitu mulai hilangnya plastisitas
beton lapis bawah)
Yang tidak boleh dilakukan dengan concrete vibrator :
Secara umum, Grouting adalah pekerjaan yang dapat bersifat struktural atau non-struktural, yang
definisnya adalah :
a. Grouting struktural :
 penempatan material grouting untuk mengisi celah antar elemen struktural, misal : kolom baja

atau antar elemen struktur precast, alas pondasi mesin, pemasangan angkur atau stek esi tulangan,
dsb
 injeksi material grouting untuk stabilisasi struktur massa, misal : dam, bendungan, dsb

 injeksi material grouting untuk perkuatan atau perbaikan kerusakan elemen struktural,

misal : pondasi, balok, kolom, dinding, dsb


 injeksi material grouting untuk mengisi celah pada batuan dan stabilisasi/perkuatan struktur tanah

b. Grouting non-struktural :
 penempatan material grouting untuk pemasangan dan pengisian/penutupan celah antar elemen

non-struktural, misal : antar pasangan keramik, dsb


 pengisian celah dan rongga serta pelapisan permukaan pada elemen non-struktural untuk

kepentingan estetika/finishing
Pada dasarnya grouting adalah merupakan aktifitas pengisian celah, dengan beberapa teknik aplikasi:
 injeksi material grouting, dengan menggunakan tekanan

 penuangan material grouting, dengan mengalirkan material grouting secara gravitasi

 penyapuan adukan grouting, dengan pemasangan pasta grouting pada permukaan untuk mengisi celah
dangkal atau lubang kecil di permukaan atau antar elemen pelapis finishing
 penuangan pasta grouting sedapat mungkin dilakukan dari satu titik atau sisi dan dibiarkan
mengalir dengan sendirinya
 jika luasan permukaan cukup besar dan tertutup base plate yang lebar pula, dilakukan
penuangan dari tengah dengan membuat lubang-lubang kontrol pada base plate
 jika luasan permukaan cukup luas, gunakan head box untuk menjamin tekanan gravitasi
yang cukup untuk pengaliran pasta grouting dengan baik
 jika terpaksa dilakukan penuangan dari beberapa titik, tidak boleh ada pertemuan antar
aliran pasta grouting yang tidak terkontrol atau tidak terlihat, untuk memastikan pertemuan
antar aliran dapat menyatu dengan sempurna
 penuangan harus dilakukan dengan tidak menimbulkan gelembung udara terperangkap dalam
adukan pasta yang dialirkan
 penuangan harus kontinyu dan tidak terputus antar adukan, harus diperhatikan antara
kecepatan penuangan dan pengadukan pasta grouting
 tidak dilakukan penggetaran dengan alat concrete vibrator
 seluruh proses penuangan dan pengaliran harus diselesaikan dalam waktu 25 menit
setelah pengadukan material pasta grouting
 suhu adukan selama pelaksanaan, sampai 48 jam setelah penuangan selesai harus dijaga
supaya tidak lebih dari 30°C
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai