Anda di halaman 1dari 50

POLA PENYEBARAN DAN INTENSITAS PENYAKIT KARAT TUMOR

PADA PERTANAMAN SENGON MURNI DAN CAMPURAN


(Studi Kasus di Desa Lungge dan Desa Madureso, Kecamatan Temanggung, Kabupaten
Temanggung)

TUGAS AKHIR

Oleh:
Minati Amalia Utami
10/307337/DKT/01399

PROGRAM DIPLOMA III PENGELOLAAN HUTAN


SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
i

POLA PENYEBARAN DAN INTENSITAS PENYAKIT KARAT TUMOR


PADA PERTANAMAN SENGON MURNI DAN CAMPURAN
(Studi Kasus di Desa Lungge dan Desa Madureso, Kecamatan Temanggung, Kabupaten
Temanggung)

TUGAS AKHIR

Oleh:
Minati Amalia Utami
10/307337/DKT/01399

PROGRAM DIPLOMA III PENGELOLAAN HUTAN


SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
HALAMAN PENCESAT{AN

TUGASAKHIR

FOLA PEITYETARANI}AN INTETfSITASPENTAKff IilRAT TUMOR


PAI}A FEATiINAMAI'$$ff*g0lf ilf{'N$il DAN CA TPURAH
t$trdi Kasrxdi De$atmgg$ dan&fa fidadrmcso,
Kee*mmnTemanggrmg;
tr(aUrya*en
Twunnggffig)

TslahDi4iukendartDipartaqgguagiwat*an
KryadaPembimbiqg/?sn$$i den
DitsrimaSegni $alrh $antSyaratMemporoleh
GetarAtililrladya
Pds Taoggd: Juti2013

ffi
1. th.Ir. Sri

?. Widiystno,S.Ihf.nM.Sc.

h{engm*nkan,
KennPmgrauDiplomaIII
Hutan
Fengelolaan

S.Hut.,
M.Si)
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat Rahmat-Nya penulis dapat


menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir yang berjudul “Pola Penyebaran dan
Intensitas Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman Hutan Sengon Murni dan
Campuran di Hutan Rakyat (Studi Kasus di Desa Lungge dan Desa Madureso,
Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung). Penyusunan Tugas Akhir ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Kehutanan di
Program Studi Diploma III Pengelolaan Hutan Sekolah Vokasi Universitas
Gadjah Mada.

Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan Tugas Akhir ini


penulis mendapat banyak bantuan, petunjuk, dan bimbingan dari berbagai pihak,
maka penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Direktur Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.


2. Wiyono T. Putro, S. Hut., M. Si. selaku Ketua Program Studi Diploma III
Pengelolaan Hutan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada.
3. Dr. Ir. Sri Rahayu, MP. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dan memberikan masukan serta saran kepada penulis
dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Widiyatno, S.Hut., M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dalam penulisan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Ibu dosen Diploma III Pengelolaan Hutan Sekolah Vokasi Universitas
Gadjah Mada.
6. Orang tua, adik, dan saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan,
doa, dan restunya.
7. Bapak Joko, Hadi Choirudin dan Jauhari sebagai pemilik hutan lokasi
penelitian, yang telah mengizinkan kami melakukan penelitian di tempat
tersebut.
iv

8. Teman-teman Program Studi Diploma III yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir dan membantu selama proses kegiatan belajar di
Fakultas Kehutanan UGM.
9. Pihak-pihak yang telah membantu dalam pengumpulan data dan dalam
penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna, mengingat keterbatasan pada diri penulis. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan untuk perkembangan dan perbaikan laporan
ini dan menambah pengetahuan bagi penulis. Semoga laporan Tugas Akhir ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Yogyakarta, Juli 2013

Penulis
v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya tulis ini aku persembahkan untuk...

Kedua orang tua, Ibu Widariyati dan Bapak Sukamto. Makasih ibu dan
bapak yang tak pernah berhenti malantunkan doa nasihat-nasihat yang akn q
pegang, dan dukungan moril &non moril pada anakmu ini. Aku slalu berusaha
menjadi yang kaliann inginkan..

Dwi Lutfianingtyas adikku tersayang, makasih buat doa dan semangatnya


ditambah rewelnya yang g habis2. prestasimu yang juga jadi motivasiku. Jadilah
anak yang slalu dibanggakan keluarga.

Segenap keluarga besarku, nenek, pak dhe, bu dhe, bulik, om dan sepupu
makasih doa dan dukungannya..

Zulfa Chimayati you are the best everything.. kakak, saudara, teman, partner
kerja yang paling baik dah. Makasih buat dukungannya selama ini, udah sabar
menghadapi q yang super duper males, ngeyelan, sering bikin km ‘mangkel’
susah seneng qt lalui bersama, hehehe.. Azis Normala Putri buat crewetnya
yang slalu nguwatin q dengan wejangan2nya&pelajaran hidupmu itu pelajaran
sangat untukku, Winda Fauzi si eneng yang cantik, thank’s banget buat
dukungannya.

Jelek* makasih banyak buat doa, semangat, bawel dan semua bantuannya deh.
takkan terganti.

Si Wuk, Poppy, Kak ros, Adist, Shinta, Eka, Ria, Ramli, Ardy, Didik, Ipun,
makasih deh buat semuanya yang udah senantiasa memberi semangat :D dan
temen2 lain yang g mungkin q sebutin satu persatu.. tetep kompak ya.. dan bisa
jadi keluarga besar selamanya..
vi

Tim Sengon.. Zulfa, Yasir, Tofa, sukses buat kita. Curhat bareng, ngerjain
bareng, nongkrong di Lab Dasper seharian pasti akan selalu berkesan. Tak
ada usaha yang sia-sia teman.. Tim benalu galih, mursyid (akhirnya hengkang),
tian semangat ya buat kalian, semoga bisa cepet nyusul kecuali *ucid

Siswo, Robi, Adi, buat tim pencari data, bantuin olah data,, makasih banyak
buat bantuannya, Cuma ini yang bisa q berikan. Semoga jadi amal ibadah buat
kalian.. dan temen2 cwo yang lain makasih atas doa dan dukungnnya..

Septiyan, Satya, Adi, Zulfa yeye kelompok magang is the best. Makasih
banyak buat kerjasama dan kegilaannya, 2 bulan yang takkan terlupakan
pokoknya..

Mbak dede, wulan, weni, iva, elen, ijul, ajeng, dhea, nek ulfa, mbak sis, mbak ayu,
mbak nisa, risma, iroh, vivi, zulfa, keluarga kost (bu yanti & pak riyadi) penghuni
kost yang cetar membahana yang tek pernah kenal waktu buat rame dan
mengganggu tidurku, kalian keluarga terbaikku. Jangan sampe putus yaa tali
persaudaraan kita..

Segenap keluarga besar Diploma III Pengelolaan Hutan yang telah


memberikan fasilitas dan dukungannya..

“ Pahit-manisnya hidup kita yang menentukan, berusaha dan


berdoa itu kuncinya..

Hasil akhir serahkan semua pada Yang Kuasa, percayalah


takkan ada usaha yang sia-sia “
vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
INTISARI ........................................................................................................ xii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4


2.1. Sengon (Falcataria mollucana)................................................. 4
2.2. Produksi dan Kebutuhan Kayu Sengon .................................... 4
2.3. Penyakit Karat Tumor Pada Tanaman Sengon .......................... 5
2.4. Gejala Penyakit Karat Tumor ................................................... 6
2.5. Faktor-faktor Pendukug Penyakit Karat Tumor ........................ 7

BAB III. METODOLOGI................................................................................ 9


3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 9
3.2. Rencana Penelitian .................................................................... 9
3.3. Analisis Penelitian .................................................................... 12

BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ......................... 13


4.1 Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman Sengon Murni dan
Campuran ............................................................................... 13
4.1.1 Pola Sebaran Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman
Sengon Murni dan Campuran Berdasarkan Luas
Serangannya ..................................................................... 13
4.1.2 Pola Sebaran Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman
Sengon Murni dan Campuran Berdasarkan Intensitas
Penyakitnya ....................................................................... 16
4.2 Pola Penyebaran Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman
Sengon Murni dan Campuran Berdasarkan Peta Sebaran
Intensitas Penyakitnya .............................................................. 21

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 25


5.1. Kesimpulan ............................................................................... 25
5.2. Saran ......................................................................................... 26
viii

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27


LAMPIRAN .................................................................................................... 30
ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penilaian Skor Intensitas Penyakit Karat Tumor Pada Bagian


Tajuk Tanaman Sengon ................................................................... 10
Tabel 2. Penilaian Skor Intensitas Penyakit Karat Tumor Pada Bagian
Cabang Tanaman Sengon ................................................................ 10
Tabel 3. Penilaian Skor Intensitas Penyakit Karat Tumor Pada Bagian
Batang Tanaman Sengon ................................................................. 11
Tabel 4. Klasifikasi warna penyakit karat tumor berdasarkan intensitas
penyakitnya...................................................................................... 12
x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gejala penyakit karat tumor pada tanaman sengon di a. batang


b. tajuk dan c. cabang ................................................................. 13
Gambar 2. Kecenderungan pola sebaran penyakit karat tumor pada sengon
umur ± 4 – 6 tahun yang tumbuh pada jarak 3 m, 40 m, serta
70 m dari tepi jalan pada a. Hutan Murni, b. Hutan Campuran . 14
Gambar 3. Kecenderungan intensitas penyakit karat tumor pada tanaman
sengon umur ± 4 – 6 tahun yang tumbuh pada jarak 3 m, 40 m,
serta 70 m dari tepi jalan pada a. Hutan Murni b. Hutan
Campuran ................................................................................... 17
Gambar 4. Kecenderungan intensitas penyakit karat tumor pada tanaman
sengon bagian tajuk umur ± 4 – 6 tahun yang tumbuh pada
jarak 3 m, 40 m, serta 70 m dari tepi jalan pada a. Hutan Murni
b. Hutan Campuran. .................................................................... 18
Gambar 5. Kecenderungan intensitas penyakit karat tumor pada tanaman
sengon bagian cabang umur ± 4 – 6 tahun yang tumbuh pada
jarak 3 m, 40 m, serta 70 m dari tepi jalan pada a. Hutan Murni
b. Hutan Campuran .. .................................................................. 19
Gambar 6. Kecenderungan intensitas penyakit karat tumor pada tanaman
sengon bagian batang umur ± 4 – 6 tahun yang tumbuh pada
jarak 3 m, 40 m, serta 70 m dari tepi jalan pada a. Hutan Murni
b. Hutan Campuran .................................................................... 19
Gambar 7. Pola distribusi penebaran penyakit karat tumor pada tanaman
sengon umur ± 4 – 6 tahun berdasarkan intensitas penyakitnya
di hutan murni yang tubuh pada jarak 3 m, 40 m, serta 70 m
dari tepi jalan ............................................................................. 21
Gambar 8 Pola distribusi penebaran penyakit karat tumor pada tanaman
sengon umur ± 4 – 6 tahun berdasarkan intensitas penyakitnya
di hutan campuran yang tubuh pada jarak 3 m, 40 m, serta 70
m dari tepi jalan ......................................................................... 23
xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan di Lapangan.................................................31


Lampiran 2. Faktor-faktor lingkungan...................................................................33
Lampiran 3. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................34
Lampiran 4. Gambaran Lokasi Penelitian di Hutan Murni....................................35
Lampiran 5. Gambaran Lokasi Penelitian di Hutan Campuran .............................36
Lampiran 6. Foto Proses Pengambilan Data di Lapangan .....................................37
xii

Pola Penyebaran dan Intensitas Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman


Sengon Murni dan Campuran
(Studi Kasus di Desa Lungge dan Desa Madureso, Kecamatan Temanggung,
Kabupaten Temanggung)

Oleh :

Minati Amalia Utami 1)


Dr. Ir. Sri Rahayu, MP.2)

Intisari

Pertanaman sengon baik di hutan rakyat maupun hutan tanaman telah


terancam dengan adanya penyakit karat tumor yang berstatus epidemik di
Indonesia. Peningkatan produktifitas kayu sengon dapat terhambat dengan adanya
serangan hama dan penyakit terutama penyakit karat tumor. Penyakit ini dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bahkan kematian tanaman baik
dipersemaian maupun tanaman dewasa di lapangan. Tujuan penelitian adalah
untuk mengevaluasi pola dan distribusi sebaran, intensitas penyakit karat tumor
pada tanaman sengon baik di hutan murni maupun campuran.
Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2012 di hutan rakyat
dengan tanaman sengon secara monokultur di Desa Madureso dan ditanam
campur dengan jenis dominan berupa kopi, kaliandra dan jabon di Desa Lungge,
Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung. Pengambilan data dilakukan
dengan metode survey pada masing-masing tipe hutan. Pemilihan blok pada
masing-masing lokasi didasarkan pada jaraknya dari tepi jalan hutan, yaitu 3, 40
dan 70 m. Setiap blok dibuat 3 plot dengan ukuran 10x10 m² dan jarak antar plot
20 m. Analisis trend dan regresi digunakan untuk mengetahui kecenderungan
intensitas penyakit dan luas serangan penyakit karat tumor pada masing-masing
tipe hutan. Sedangkan peta sebaran intensitas penyakit digambarkan dengan
bantuan alat GPS (Global Positioning Spatial) tipe Garmin 76 CSX.
Berdasarkan luas serangan dan intensitas penyakit karat tumor di hutan
murni cenderung menurun semakin jauh dari tepi jalan, dan di hutan campuran
semakin meningkat pada lokasi yang jauh dari tepi jalan. Akan tetapi, penurunan
dan peningkatan intensitas maupun luas serangannya tidak menunjukkan
hubungan yang nyata (R² untuk luas serangan = 40-48% dan untuk intensitas
penyakit = 17-22%). Pola distribusi sebaran intensitas penyakit karat tumor
terlihat random baik pada hutan murni maupun hutan campuran. Akan tetapi,
penyebaran intensitas penyakit pada hutan murni cenderung lebih intensif
dibandingkan hutan campuran.

Kata kunci : Pola sebaran, karat tumor, sengon, hutan murni, hutan campuran.

1)
Mahasiswa Diploma III Pengelolaan Hutan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
2)
Dosen Pembimbing, Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sengon (Albizia falcataria) termasuk dalam tanaman famili Leguminosae


yang tersebar secara alami di Indonesia (Sukarutiningsih, dkk., 2002). Sengon
merupakan jenis tanaman yang banyak diminati oleh para petani karena
pertumbuhannya yang cepat, produktivitas tinggi, cukup mudah dalam
pengelolaannya dan banyak kegunaannya (kayu bakar, kayu bangunan, dan bahan
baku kayu industri). Selain dapat meningkatkan pendapatan petani, sengon juga
dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui peningkatan unsur hara nitrogen
(Suharti et al., 2000; Chintu et al., 2004; Iskandar dan Ellen, 2008). (Menurut
Rimbawanto, 2008), kayu sengon dengan beragam kegunaanya menjadi salah satu
tumpuan sumber bahan baku industri terutama di Pulau Jawa. Kayu sengon di
Pulau Jawa umumnya berasal dari hutan rakyat. Data suplai kayu domistik
Indonesia sebesar 42,3 juta m³, dimana hutan rakyat menyumbang 10 juta m³.
Jenis tanaman hutan yang dibudidayakan pada Hutan rakyat adalah jenis tanaman
sengon dan jati. Kebutuhan kayu semakin meningkat dengan harga pasaran yang
cukup tinggi membuat produktifitas kayu sengon semakin meningkat pula baik di
hutan tanaman maupun hutan rakyat. Peningkatan produktifitas kayu sengon kini
terhambat dengan adanya serangan hama dan penyakit terutama penyakit karat
tumor. Penyakit ini dapat menghambat pertumbuhan bahkan kematian pada
sengon.
Penyebab penyakit karat tumor pada tanaman sengon baik di Philipina,
Timor Timur, dan Sabah, Malaysia serta di Indonesia telah didefinisikan sebagai
kelompok jamur karat dari jenis Uromycladium teppererianum (Sacc.) McAlpine
(Rahayu dkk., 2005; Rahayu dan Lee, 2007). Jamur hanya membentuk satu
macam spora yang dinamakan teliospora saja. Infeksi dapat terjadi pada biji,
semai maupun tanaman dewasa di lapangan. Semua bagian tanaman meliputi
pucuk, cabang, ranting, daun, batang, bunga dan biji dapat terinfeksi oleh jamur
2

tersebut (Franje, 1993 ; Braza, 1997; Cristovao & Old, 2003; Rahayu dkk., 2005).
Pada semai, batang merupakan bagian tanaman yang paling rentan terhadap
serangan karat (Rahayu dkk., 2006). Gall sering nampak pada tajuk tanaman,
terutama pada ujung ranting muda ataupun pada tangkai daun (Rahayu, 2008).
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa intensitas dan ekstensitas
(epidemi) penyakit karat tumor tidak selalu sama dari waktu ke waktu dan dari
satu tempat ke tempat lainnya. Fluktuasi intensitas penyakit karat tumor ini
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pertanaman sengon, baik monokultur maupun
campur, tidak pernah lepas dari serangan hama maupun penyakit (Endang dan
Farikhah, 2010). Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan berpindahnya serangan
karat tumor dari sengon ke jenis lain maupun antar tanaman sengon, baik melalui
angin atau faktor lainnya. Menurut Rahayu, dkk., (2011), pertanaman murni
(tegakan) cenderung mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap OPT
(Organisme Perusak Tanaman) dibanding pertanaman campuran di hutan rakyat.
Pada umumnya, penyakit berkembang intensif di daerah dengan kelembaban
tinggi. Adanya kabut baik di musim kemarau maupun musim penghujan
berpotensi meningkatkan terjadinya penyakit karat tumor baik di pesemaian
maupun di lapangan (Rahayu, 2006, tidak dipublikasikan). Penyakit cenderung
lebih cepat berkembang pada pertanaman sengon yang ternaung dibanding pada
pertanaman yang terbuka. Tanaman sengon yang tumbuh di tempat tinggi seperti
di lereng bukit maupun gunung, berpeluang mendapatkan serangan karat tumor
lebih besar dibanding tanaman sengon yang tumbuh di tempat rendah dan rata.
Kondisi lingkungan seperti kelembaban yang tinggi, angin yang perlahan serta
adanya kabut, umumnya terdapat di lokasi yang relatif tinggi (Rahayu, 2008).

Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang


pola sebaran penyakit karat tumor pada tanaman sengon baik di hutan murni
maupun campuran, dengan mendasarkan pada intensitas penyakitnya. Diharapkan
hasil penelitian ini nanatinya dapat digunakan sebagai dasar dan acuan lebih lanjut
dalam menentukan teknik pengelolaan penyakit karat tumor baik di hutan
3

tanaman murni maupun campuran, khususnya dalam menentukan pola tanam


yang tepat.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi pola sebaran penyakit karat tumor pada pertanaman


sengon murni dan campuran berdasarkan luas serangan dan intensitas
penyakitnya.
2. Mengevaluasi pola distribusi sebaran penyakit karat tumor pada
pertanaman sengon murni dan campuran berdasarkan peta sebaran
intensitas penyakitnya.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sengon (Falcataria mollucana)

Tanaman sengon termasuk dalam kingdom Plantae, subkingdom


Tracheobionta, divisio Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Fabales, famili
Fabacae, genus Falcataria (I. C. Nielsen) Barneby & Grimes, spesies Falcataria
molluccana (Miq.) Barneby & Grimes USDI (1999).
Pohon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai sekitar
30‒45 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna
kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter batang sekitar 70‒80 cm. Kulit batang
berwarna putih keabu-abuan, tidak beralur, tidak mengelupas dan batangnya tidak
berbanir (Martawijaya, dkk, 1989). Kerapatan tajuk tergolong jarang. Berat jenis
kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV‒V.

2.2 Produksi dan Kebutuhan Kayu Sengon

Tanaman ini mempunyai banyak manfaat seperti bahan bangunan ringan,


bahan baku pulp dan kertas, peti kemas, papan partikel dan daunnya sebagai
pakan ternak. Disamping itu sengon dapat meningkatkan unsur hara nitrogen
dalam tanah, karenannya pohon ini juga digunakan untuk konservasi tanah
(Suharti, dkk, 2000). Kayu sengon dengan beragam kegunaanya menjadi salah
satu tumpuan sumber bahan baku industri terutama di Pulau Jawa. Kayu sengon di
Pulau Jawa umumnya berasal dari hutan rakyat. Data Suplai kayu domistik
Indonesia sebesar 42, 3 juta m³, dimana hutan rakyat menyumbang 10 juta m³.
Jenis tanaman hutan yang dibudidayakan pada Hutan rakyat adalah jenis tanaman
sengon dan jati (Rimbawanto, 2008). Kebutuhan kayu sengon sejalan dengan
kebutuhan kayu secara keseluruhan. Dari waktu ke waktu kebutuhan akan kayu
terus meningkat, sementara produksi kayu yang dapat disediakan tetap bahkan
kecenderungan menurun. Total kapasitas produksi industri perkayuan Indonesia
5

setara dengan 68 juta m³ kayu bulat (Dephut, 1997), pada tahun 2010 produksi
kayu bulat sebesar 42,443 juta m³ apabila diasumsikan kapasitas produksi industri
perkayuan tetap maka terdapat kesenjangan antara permintaan dan persediaan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa intensitas dan ekstensitas
(epidemi) penyakit karat tumor tidak selalu sama dari waktu ke waktu dan dari
satu tempat ke tempat lainnya. Fluktuasi intensitas penyakit karat tumor ini
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pertanaman sengon, baik monokulltur
maupun campur, tidak pernah lepas dari serangan hama maupun penyakit
(Endang dan Farikhah, 2010). Menurut Rahayu, dkk., (2011), pertanaman murni
(tegakan) cenderung mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap OPT
(Organisme Perusak Tanaman) dibanding pertanaman campuran di hutan rakyat.
Pertanaman di Hutan rakyat biasanya tanaman sengon ditanam bersamaan dengan
tanaman perkebunan seperti, kakao, kopi, cengkeh, dsb.
Sejak tahun 2003 telah terjadi wabah penyakit karat tumor sengon yang
banyak menyerang hutan rakyat terutama di Pulau Jawa. Wabah penyakit ini telah
mengakibatkan banyak kerugian bagi masyarakat/petani hutan rakyat. Masing-
masing daerah telah banyak melakukan upaya penanggulangan terhadap wabah
penyakit tersebut. Berbagai cara telah dilakukan dalam pengendalian penyakit ini
mulai dari pembibitan sampai dengan pengendalian dilapangan (Abidin, dkk.,
2012).

2.3 Penyakit Karat Tumor Pada Tanaman Sengon

Saat ini penyakit karat tumor menjadi penyakit yang epidemik di wilayah
Indonesia yang banyak menyerang pertumbuhan sengon. Sengon yang terserang
wabah penyakit karat tumor bisa terhambat pertumbuhannya bahkan bisa sampai
mematikan tanaman. Serangan di persemaian dapat menimbulkan kematian semai
sampai 80% serta kegagalan pertumbuhan di lapangan. Sedangkan di hutan
tanaman, tingkat serangan 50% pada tanaman muda sampai umur 3 tahun, dapat
menurunkan produktivitas hasil sebesar Rp 250 Juta/ha untuk kayu olahan dan Rp
375 Juta/ha untuk kayu pertukangan (Rahayu, dkk., 2010).
6

Penyebab penyakit telah diidentifikasi sebagai jamur karat (Uromycladium


tepperianum (Sacc.) McAlpine) (Old & Cristovao, 2003, Rahayu, dkk., 2010).
Jamur bersifat parasit obligat, secara spesifik hanya membentuk satu macam spora
yang disebut teliospora, yang mudah diterbangkan oleh angin dari satu tempat ke
tempat yang lain (Rahayu, dkk., 2010).

2.4 Gejala Penyakit Karat Tumor

Gejala pada semai sangat bervariasi, dan kadang tidak terlihat secara jelas.
Infeksi jamur karat pada semai umur 2-3 minggu menyebabkan daun mengkriting,
melengkung dan tidak dapat berkembang dengan normal. Apabila disentuh, daun
terasa kaku dan mudah rontok. Semai menunjukkan pertumbuhan meninggi yang
sangat lambat, kering dan mudah rontok. Pada semai yang lebih tua (umur 6
minggu), gejala nampak berupa pucuk yang melengkung, apabila diraba terasa
agak kaku. Batang semai yang terinfeksi, kadang menunjukkan adanya garis putih
yang memanjang, jelas atau samar-samar. Pada semai umur 3 bulan atau lebih
yang belum di tanam di lapangan, kadang gall berkembang membesar dan jamur
memproduksi ratusan juta spora berwarna coklat yang relatif masih aktif di
permukaan gall. Spora tersebut siap diterbangkan angin dan berperan sebagai
sumber inokulum bagi semai ataupun tanaman muda sehat lain disekitarnya. Gall
yang telah tua dan masak, serta memiliki jaringan yang masih baik, kadang
digunakan oleh serangga tipe penggerek batang untuk meletakkan telur, yang
kemudian akan berkembang menjadi larva. Kadang, orang terkeliru karena
menyangka serangga tersebutlah yang menyebabkan gall. Padahal larva tersebut
hanya sebagai sekunder atau menumpang pada gall saja. Dilapangan, semai
semacam ini akan menghasilkan tanaman yang bentuknya tidak lurus, dan pada
pembengkokan tersebut akan muncul gall, sehingga batang mudah patah bila
tertiup angin. Pada tanaman dewasa atau tua, gall sering nampak pada tajuk
tanaman, terutama pada ujung ranting muda ataupun pada tangkai daun (Rahayu,
2008).
7

2.5 Faktor-faktor Pendukung Penyakit Karat Tumor

Penyakit pada tanaman disebabkan oleh interaksi tiga faktor, yakni inang,
penyakit dan lingkungan. Epidemi penyakit timbul bilamana ketiga faktor diatas
berada dalam kondisi yang sesuai bagi perkembangan penyakit. Oleh sebab itu
cara untuk mengendalikan penyakit adalah dengan memanipulasi salah satu atau
lebih faktor-faktor tersebut sehingga tercapai kondisi yang tidak mendukung bagi
perkembangan penyakit dan mencegah terjadinya infeksi oleh pantogen penyebab
penyakit.
Luas serangan penyakit dan intensitas penyakit karat tumor pada tanaman
sengon dapat disebabkan karena faktor internal, seperti umur tanaman dan faktor
ketahanan tanaman itu sendiri. Tanaman dengan umur muda akan lebih rentan
terkena serangan penyakit karat tumor daripada tanaman dewasa. Pada dasarnya
jamur U. tepperianum hanya mampu menginfeksi jaringan-jaringan tanaman yang
muda. Dengan demikian kemungkinan terjadinya infeksi baru pada jaringan
tanaman dewasa di lapangan adalah sangat kecil (Rahayu, 2008).
Kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan merupakan
indikasi kemampuan jenis tersebut untuk bertahan hidup. Keragaman dalam
kemampuan beradaptasi itu merupakan salah satu fenomena yang ditemukan pada
hampir semua jenis tanaman, baik pada tingkatan antara populasi maupun di
dalam populasi. Kekuatan-kekuatan evolusi yang mempengaruhi keragaman
tersebut antara lain adalah: seleksi alam, pergeseran genetik (genetic drift),
perpindahan gen (gen flow), dan mutasi. Menurut (Finkeldey 1993), adaptasi
fisiologis adalah reaksi suatu organisme terhadap perubahan lingkungan untuk
bertahan hidup dan melanjutkan proses reproduksi. Organisme dengan genotip
yang berbeda mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda pula. Dengan
kata lain adaptasi fisiologis dipengaruhi oleh faktor genetik. Sekalipun demikian
adaptasi fisiologis tidak menyebabkan perubahan dalam faktor pewarisan sifat dan
karenanya berbeda dari proses evolusi. Adaptasi evolusi adalah respon populasi
terhadap perubahan lingkungan. Tumbuhan inang dapat dimanipulasi dengan cara
meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara
pemuliaan melalui seleksi tanaman yang secara genetik resisten terhadap penyakit
8

tertentu. Ketahanan tubuh juga dapat dicapai dengan memberikan dosis fungisida
yang dapat mencegah infeksi pada tanaman.
Lingkungan dapat dimodifikasi agar diperoleh kondisi yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman. Misalnya dengan memperbaiki drainase tanah,
mengurangi kerapatan tanaman atau memberikan pupuk yang tepat. Tanaman
yang tumbuh dalam kondisi yang tertekan umumnya akan lebih rentan terhadap
infeksi penyakit. Fluktuasi intensitas penyakit karat tumor ini dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Pada umumnya, penyakit berkembang intensif di daerah
dengan kelembaban tinggi. Adanya kabut baik di musim kemarau maupun musim
penghujan berpotensi meningkatkan terjadinya penyakit karat tumor baik di
pesemaian maupun di lapangan (Rahayu, 2006, tidak dipublikasikan). Penyakit
cenderung lebih cepat berkembang pada pertanaman sengon yang ternaung
dibanding pada pertanaman yang terbuka. Demikian pula, adanya radiasi sinar
ultra violet selama 5 jam berturut-turut, dapat menghambat perkecambahan
teliospora jamur karat (Franje dkk., 1993). Tanaman sengon yang tumbuh di
tempat tinggi seperti di lereng bukit maupun gunung, berpeluang mendapatkan
serangan karat tumor lebih besar dibanding tanaman sengon yang tumbuh di
tempat rendah dan rata. Pada dasarnya, ketinggian tempat bukanlah faktor utama
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya serangan jamur karat ini. Namun
kondisi lingkungan seperti misalnya kelembapan yang tinggi, angin yang perlahan
serta adanya kabut, umumnya terdapat di lokasi yang relatif tinggi (Rahayu,
2008).
9

BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan pada hutan rakyat sengon yang ditanam


secara monokultur di Desa Madureso dan campuran di Desa Lungge. Lokasi
kedua pertanaman sengon ini berada di Kecamatan Temanggung dengan jarak
desa ± 1 km. Gambaran lokasi lebih jelasnya bisa dilihat pada Lampiran 2.
Sedangkan lokasi penelitian untuk memetakan pohon pada masing-masing
plot di Laboratorium Biometrika Hutan, Fakultas Kehutanan, UGM. Waktu
penelitian dilakukan pada bulan September – Oktober tahun 2012.

Pada hutan murni sengon ditanam dengan jarak tanam 2 x 3 m dan


berumur 3 tahun. Sedangkan pada hutan campuran, tanaman sengon ditanam
dengan pola tumpangsari yang dikombinasikan dengan tanaman perkebunan
seperti kopi, jabon, dan kaliandra. Pada pola ini tanaman sengon ditanam
pada jarak tidak teratur berkisar antara 4 x 5 m dan berumur 3-5 tahun.

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey pada kedua


tipe pertanaman sengon (hutan murni dan hutan campuran) di hutan rakyat
dengan 3 blok yang diambil berdasarkan jarak lokasi dari tepi jalan besar
ataupun jalan hutan yaitu, 1) Tepi jalan ( ± 3 m dari tepi jalan), 2) Bagian
tengah ( ± 40 m dari tepi jalan), dan 3) Bagian dalam ( ± 70 m dari tepi jalan).
Masing-masing blok dibuat ulangan 3 plot dengan ukuran 10 x 10 m². Jarak
antar plot yaitu ± 20 m. Dasar penentuan jarak dari tepi jalan adalah asumsi
bahwa semakin jauh dari jalan maka kecepatan angin semakin rendah, namun
kalembaban semakin tinggi. Sehingga akan memungkinkan variasi
lingkungan dan faktor-faktor relatif seragam pada setiap plot.
10

Penentuan ukuran, arah dan jarak datar plot maupun antar plot penelitian
dibuat menggunakan clinometer, kompas, dan rollmeter. Karakter yang
diamati pada pohon sengon pada masing-pasing plot yaitu :
a. Skor gejala penyakit karat tumor yang terdapat di batang, cabang, dan
tajuk (Tabel 1, 2 dan 3) digunakan untuk menentukan intensitas penyakit
dan luas serangan pada masing-masing bagian.

Tabel 1. Penilaian skor intensitas penyakit karat tumor pada


bagian tajuk tanaman sengon
Skor Gejala pada tajuk
0 Sehat, tidak terdapat gejala penyakit karat tumor
1 < 50 % tajuk tanaman menunjukkan gejala tumor
2 > 50 % tajuk tanaman menunjukkan gejala tumor

Tabel 2. Penilaian skor intensitas penyakit karat tumor pada


bagian cabang tanaman sengon

Skor Gejala pada cabang


0 Sehat, tidak terdapat gejala penyakit karat tumor
1 < 50 % cabang tanaman menunjukkan gejala tumor
2 > 50 % cabang tanaman menunjukkan gejala tumor

Tabel 3. Penilaian skor intensitas penyakit karat tumor pada


bagian batang sengon

Skor Gejala pada batang


0 Sehat, tidak terdapat gejala penyakit karat tumor
1 < 50 % batang tanaman menunjukkan gejala tumor
2 > 50 % batang tanaman menunjukkan gejala tumor

Intensitas penyakit (IP) pada masing-masing bagian, maupun secara


keseluruhan dan luas serangan (LS) penyakit karat tumor dihitung dengan
modifikasi rumus menurut Chester (1959) sebagai berikut:
11

 Intensitas penyakit

( / / )
IP (tajuk/cabang/batang) = x 100%
( )

( ) ( ) ( )
IP total = x 100%
( )

Keterangan :
IP = Intensitas penyakit
na = Skor pada tajuk
nb = Skor pada cabang
nc = Skor pada batang
Angka (10) = Jumlah skor
Angka (3) = Banyaknya parameter yang diamati ( batang, cabang, dan
tajuk)

 Luas serangan penyakit

LS = x 100%

b. Pemetaan posisi pohon di dalam masing-masing plot dengan menggunakan


GPS Garmin 76 CSX. Kemudian masing-masing pohon tersebut diberi
warna berdasarkan intensitas penyakit IP-nya (Lihat Tabel 4) dengan
menggunakan software Arc GIS dan Google Earth.

Tabel 4. Klasifikasi warna penyakit karat tumor berdasarkan intensitas


penyakit (IP-nya)

Intensitas Klasifikasi penyakit


Warna
Penyakit (IP) karat tumor
0 Sehat Hijau
> 1 – 16 Sangat ringan Kuning
>16 - 32 Ringan Merah
>32 - 64 Sedang Biru
>64 - 78 Agak berat Merah muda
>78 - 100 Berat Orange
12

c. Faktor-faktor lingkungan sebagai data sekunder yang meliputi suhu udara


yang diukur menggunakan termometer dan kelembaban lingkungan yang
diukur menggunakan thermohigrometer.

3.3 Analisis Penelitian

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis regresi dan


perkembangan antara perlakuan dianalisis lebih lanjut dengan analisis tren
untuk mengetahui pola persebaran penyakit karat tumor tersebut.
13

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4. 1 Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman Sengon Murni dan


Campuran

Saat ini banyak dikembangkan pertanaman sengon di hutan rakyat baik


monokultur maupun campuran. Akan tetapi, pertanaman sengon ini mengalami
kendala berupa serangan penyakit karat tumor yang cukup memprihatinkan.
Perkembangan penyakit karat tumor di Indonesia telah mencapai status epidemik
sehingga dikhawatirkan akan menurunkan produkfitas kayu. Tanaman sengon
yang terserang jamur penyakit karat tumor dapat terhambat pertumbuhannya
bahkan dapat mati. Adanya infeksi jamur karat tumor pada tanaman sengon di
lapangan dapat diketahui dengan terlihatnya gall atau tumor yang dilapisi dengan
teliospora jamur berwarna merah bata dipermukaannya, baik pada bagian batang,
cabang, dan tajuk tanaman. Gejala lain yang dapat terlihat pada tanaman yaitu
daun mengkriting, melengkung, tidak dapat berkembang dengan normal dan
pertumbuhan tinggi serta diameter pohon terhambat.

a. b. c.

Gambar 1. Gejala penyakit karat tumor pada tanaman sengon yang terdapat di
bagian a. Batang, b. Tajuk dan c. Cabang
14

Potensi keberadaan penyakit karat tumor dapat diketahui berdasarkan nilai


intensitas penyakit (IP) dan luas serangan (LS). Intensitas penyakit (IP)
menunjukkan tingkat keparahan suatu penyakit pada jenis tanaman tertentu,
sedangakan luas serangan (LS) menunjukkan seberapa luas suatu penyakit terjadi
pada waktu tertentu pula.

4.1.1 Pola Sebaran Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman Sengon Murni
dan Campuran Berdasarkan Luas Serangannya

Kecenderungan pola sebaran luas serangan penyakit karat tumor di hutan


murni dan hutan campuran disajikan pada Gambar 2.

100 100
y = 0,349x + 19,594
90 y = -0,3817x + 74,782 90
R² = 0,3997
80 R² = 0,4857 80
Luas Serangan (%)
Luas Serangan (%)

70 70
60 60
50 50
40 40
30 30
20
20
10
10
0
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 10 20 30 40 50 60 70 80
a. Jarak dari Tepi Jalan (m) b. Jarak dari Tepi Jalan (m)

Gambar 2. Kecenderungan pola sebaran penyakit karat tumor pada tanaman


sengon umur ± 4 – 6 tahun yang tumbuh pada jarak 3 m, 40 m,
serta 70 m dari tepi jalan pada a. Hutan murni b. Hutan
campuran

Secara umum, luas serangan penyakit karat tumor yang terdapat pada hutan
tanaman murni menunjukkan hasil yang berbeda dibandingkan pada hutan
campuran (Gambar 2). Luas serangan penyakit karat tumor pada hutan murni
cenderung semakin menurun pada lokasi yang semakin jauh dari tepi jalan.
Sebaliknya luas serangan penyakit karat tumor pada hutan campuran semakin
meningkat pada lokasi yang menjahui tepi jalan. Akan tetapi, penurunan dan
15

peningkatan luas serangannya tidak menunjukkan hubungan yang nyata karena


nilai regresi (R²) yang rendah atau lebih kecil dari 50% yaitu 48% untuk hutan
murni dan 40% untuk hutan campuran.

Pada hutan murni semakin jauh dari tepi jalan semakin menurun luas
serangannya dikarenakan kecepatan angin yang terdapat pada lokasi dekat dengan
jalan akan lebih besar daripada lokasi yang menjahui dengan jalan. Oleh sebab itu,
penyebaran penyakit akan lebih cepat terjadi pada lokasi yang dekat dengan jalan.
Sedangkan kecenderungan luas serangan di hutan campuran jutru meningkat
semakin jauh dari tepi jalan dimungkinkan karena adanya ketidaksesuain faktor
yang mempengaruhi pernyebaran penyakit karat tumor. Berdasarkan hasil
pengamatan yang ada, faktor lingkungan baik di hutan murni maupun di hutan
campuran seperti kelembaban udara dan suhu lingkungan tidak banyak
berpengaruh terhadap luas serangan penyakit karat tumor. Menurut (Rahayu,
2007), teliospora mudah diterbangkan oleh angin dari satu tempat ke tempat lain
ataupun dari tanaman sengon satu ke tanaman yang lain. Apabila telah
mendapatkan tempat yang sesuai terutama pada bagian tanaman yang masih
muda, dan kondisi lingkungannya menguntungkan, teliospora akan berkecambah
membentuk basidiospora. Basidiospora ini dapat secara langsung melakukan
penetrasi, menembus lapisan epidermis membentuk hypha di dalam ataupun di
antara sel-sel epidermis, xylem dan floem. Oleh karena itu, kemungkinan faktor
lingkungan yang terdapat pada hutan campuran tersebut tidak membentuk suatu
iklim mikro yang sesuai untuk perkembangan jamur U. tepperianum sehingga
penyebaran inokulum oleh angin juga tidak berpengaruh banyak pada luasan
penyebarannya karena spora jamur (teliospora) tidak dapat tumbuh dengan baik
atau bahkan mati. Hal tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada di
lapangan dimana suhu lingkungan yang berkisar antara 31°C – 34,6°C, dan
kelembaban relatif berkisara antara 54 - 79 %. Sedangakan menurut (Phelps and
Czabator, 2001), perkembangan jamur karat yang muncul pada tanaman lain juga
bergantung pada kondisi lingkungan yang ada disekitarnya. Teliospora yang
berasal dari karat pinus selatan fusiform berkecambah ketika kelembaban relatif
16

antara 97 dan 100% untuk minimal 4 jam dan terjadinya karat fusiform
disebabkan oleh jamur Cronartium fusiforme yang meningkat ketika suhu berkisar
antara 65° dan 80° F dengan kelembaban relatif diatas 98% (Kluepfel dan Blake,
2006).

Disamping itu adanya perbedaan jenis tanaman penyusun pada hutan


campuran akan membentuk kondisi lingkungan yang berbeda pula. Tanaman
penyusun pada hutan campuran terdiri dari kopi, kaliandara, mahoni, kelapa dan
gliriside. Pada hutan campuran yang dicampur dengan bagian plot dekat dari jalan
berisi campuran kopi sedangkan semakin dalam berisikan kaliadra dan gliriside.
Luas serangan pada bagian dalam lebih besar karena diduga persentuhan antara
tajuk sengon dan tanaman kaliandara yang memiliki tinggi hampir sama menjadi
semakin mudah sehingga penyakit karat tumor lebih cepat menyebar melalui
perantara tajuk pohon. Kaliandra merupakan jenis tanaman legum yang memiliki
ciri-ciri hampir sama dengan sengon dimungkinkan bisa lebih mudah
menyebarkan penyakit karat tumor daripada jenis tanaman lain. Sedangkan pada
bagian dekat dengan tepi yang berisi campuran dengan kopi dengan strata tajuk
yang lebih seragam akan menjadikan kelembaban lingkungan lebih besar.

4.1.2 Pola Sebaran Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman Sengon Murni
dan Campuran Berdasarkan Intensitas Penyakitnya

Intensitas penyakit karat tumor menunjukkan kemampuan jamur U.


tepperianum dalam menimbulkan gejala penyakit karat tumor, dalam hal ini pada
tanaman sengon di hutan murni dan hutan campuran. Gejala yang ditimbulkan
bisa berada pada seluruh bagian tanaman yang meliputi batang, cabang, dan tajuk.
Kecenderungan pola tingkat keparahan penyakit karat tumor pada tanaman sengon
di hutan murni dan hutan campuran dapat dilihat pada Gambar 3.
17

45 45
40 40
Intensitas Penyakit (%)

Intensitas Penyakit (%)


35 35 y = 0,0242x + 1,1752
30 y = -0,0325x + 6,1767 30 R² = 0,176
25 R² = 0,2262 25
20 20
15 15
10 10
5 5
0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80
a. Jarak dari Tepi Jalan (m) b. Jarak dari Tepi Jalan (m)

Gambar 3. Kecenderungan intensitas penyakit karat tumor pada tanaman


sengon umur ± 4 – 6 tahun yang tumbuh pada jarak 3 m, 40 m,
serta 70 m dari tepi jalan pada a. Hutan murni b. Hutan
campuran

Berdasarkan Gambar 3. dapat dilihat bahwa intensitas penyakit karat tumor


pada hutan murni menunjukkan hasil negatif, dimana intensitas penyakit akan
semakin kecil pada lokasi yang semakin jauh dari tepi jalan. Sebaliknya pada
hutan campuran menunjukkan hasil positif, semakin meningkat pada lokasi yang
menjauhi tepi jalan. Akan tetapi, penurunan dan peningkatan nilai hubungan
antara intensitas penyakit dengan jarak lokasi dari tepi jalan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata apabila dilihat dari nilai regresinya yaitu (R² = 10 % s/d
20%).

Ketidakberbedaan intensitas penyakit (IP) antar plot baik pada hutan murni
maupun hutan campuran dimungkinkan karena kondisi lingkungan yang tidak
banyak berbeda antar plot. Tampak bahwa penurunan intensitas penyakitnya juga
tidak terlalu nyata. Adanya faktor lain yang bisa mendukung peningkatan
intensitas penyakit seperti kemampuan tanaman itu sendiri untuk beradaptasi
dengan lingkungannya. Menurut (Finkeldey 1993), adaptasi fisiologis adalah
reaksi suatu organisme terhadap perubahan lingkungan untuk bertahan hidup dan
melanjutkan proses reproduksi. Organisme dengan genotip yang berbeda
18

mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda pula. Dengan kata lain adaptasi
fisiologis dipengaruhi oleh faktor genetik.

Dilihat dari kedua gambar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa


penurunan dan peningkatan nilai regresi yang tidak signifikan berarti pengaruh
letak lokasi tidak banyak berpengaruh terhadap intensitas penyakit. Faktor-faktor
lain yang mungkin mempengaruhi berkembangnya intensitas penyakit yaitu faktor
lingkungan, seperti ketinggian tempat dari permukaan laut, suhu dan peran curah
hujan pada perkembangan epidemik penyakit. Pada umumnya, penyakit
berkembang intensif di daerah dengan kelembaban tinggi. Adanya kabut baik di
musim kemarau maupun musim penghujan berpotensi meningkatkan terjadinya
penyakit karat tumor baik di pesemaian maupun di lapangan (Rahayu, 2006, tidak
dipublikasikan).

Gejala karat pada tanaman dewasa atau tua, dapat terlihat pada tajuk
tanaman, terutama pada ujung ranting muda ataupun pada tangkai daun (Rahayu,
2008) serta pada cabang dan batang. Tingkat keparahan penyakit karat tumor pada
masing-masing bagian tanaman akan disajikan pada Gambar 4, 5 dan 6.

45 45
Intensitas Penyakit pada

40
Intensitas Penyakit pada

y = -0,0698x + 11,46 40
35 R² = 0,072 35 y = 0,0949x + 6,5335
30 30 R² = 0,1321
Tajuk (%)

Tajuk (%)

25 25
20 20
15 15
10 10
5 5
0
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 10 20 30 40 50 60 70 80
a. Jarak dari Tepi Jalan (m) b. Jarak dari Tepi Jalan (m)

Gambar 4. Kecenderungan intensitas penyakit karat tumor pada tanaman


sengon bagian tajuk umur ± 4 – 6 tahun yang tumbuh pada jarak
3 m, 40 m, serta 70 m dari tepi jalan pada a. Hutan murni b.
Hutan campuran
19

45
45 y = 0,1513x + 4,5246
40
Intensitas Penyakit pada

Intensitas Penyakit pada


40 R² = 0,2904
35 35
30
Cabang (%)

30

Cabang (%)
25 25
20 20
15 15
10 y = -0,0774x + 29,721 10
5 R² = 0,0449 5
0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80
a. Jarak dari Tepi Jalan (m) b. Jarak dari Tepi Jalan (m)

Gambar 5. Kecenderungan intensitas penyakit karat tumor pada tanaman


sengon pada bagian cabang umur ± 4 – 6 tahun yang tumbuh
pada jarak 3 m, 40 m, serta 70 m dari tepi jalan pada a. Hutan
murni b. Hutan campuran

45 45
Intensitas Penyakit pada
Intensitas Penyakit pada

40 40
y = -0,1216x + 18,474 y = 0,0275x + 1,321
35 35 R² = 0,0206
R² = 0,1166
Batang (%)
Batang (%)

30 30
25 25
20 20
15 15
10 10
5 5
0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80
a. Jarak dari Tepi Jalan (m) b. Jarak dari Tepi Jalan (m)

Gambar 6. Kecenderungan intensitas penyakit karat tumor pada tanaman


sengon pada bagian batang umur ± 4 – 6 tahun yang tumbuh
pada jarak 3 m, 40 m, serta 70 m dari tepi jalan pada a. Hutan
murni b. Hutan campuran

Berdasarkan Gambar 4. terlihat bahwa pengaruh intensitas penyakit pada


tajuk tanaman terhadap jarak lokasi dari tepi jalan tidak menunjukkan hubungan
yang erat dengan nilai regresi rendah. Pada hutan murni, korelasi antara intensitas
penyakit pada tajuk dengan jarak lokasi dari tepi jalan bernilai negatif, dimana
plot yang semakin jauh dari tepi jalan akan memiliki intensitas penyakit pada
20

tajuk yang semakin kecil. Sedangkan pada hutan campuran menunjukkan hasil
yang berbeda bahwa korelasi antara intensitas penyakit pada tajuk dengan jarak
lokasi dari tepi jalan bernilai positif. Letak plot yang semakin jauh dari tepi jalan
akan memiliki intensitas penyakit pada tajuk yang semakin besar pula.

Hasil yang sama ditunjukkan pada kecenderungan antara intensitas penyakit


pada cabang dan batang dengan jarak lokasi dari tepi jalan bernilai negatif,
dimana plot yang semakin jauh dari tepi jalan akan memiliki intensitas
cabang/batang yang semakin kecil. Sedangkan pada hutan campuran
menunjukkan hasil positif. Letak plot yang semakin jauh dari tepi jalan akan
memiliki intensitas penyakit pada cabang/batang yang semakin besar pula
(Gambar 5 dan 6).

Dilihat dari nilai regresinya pada hutan murni menunjukkan bahwa


kontribusi penyakit terbesar berasal dari bagian batang yang diikuti pada bagian
tajuk dan cabang. Adanya kontribusi terbesar dari bagian batang pohon yang
diikuti bagian tajuk dan cabang mengindikasikan bahwa kemungkinan penyakit
karat tumor menyerang tanaman sengon sejak masih semai. Sedangkan pada
hutan campuran kontribusi terbesar penyakit karat tumor berasal dari bagian
cabang, diikuti tajuk dan batang. Bagian tajuk tanaman sengon, terutama pada
bagian ujung tajuk, jaringan tanaman masih bersifat meristematik dan cenderung
lunak, sehingga rentan terhadap serangan jamur karat tumor. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa tanaman pada hutan campuran terinfeksi oleh jamur karat
tumor terjadi pada saat tanaman sudah berada di lapangan, terutama saat telah
dewasa.
21

4.2 Pola Penyebaran Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman Sengon


Murni dan Campuran Berdasarkan Peta Sebaran Intensitas
Penyakitnya

Pola Penyebaran Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman Sengon Murni

Intensitas penyakit karat tumor pada tanaman sengon memiliki tingkat


keparahan yang berbeda-beda. Hal tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor
pendukung perkembangan penyakit. Untuk melihat lebih jelas berbagai
kemugkinan peningkatan penyakit dapat dilihat melalui pola distribusi penyebaran
penyakitnya. Penjelasan lebih lanjut bisa dilihat pada Gambar 7.

a. Tepi b. Tengah c. Dalam


a. Tepi = 3 m b. Tengah = 40 m c. Dalam = 70 m

Keterangan : = Sehat (IP = 0%), = Sangat ringan (IP = 1- 16%), = Ringan (IP = <16
– 32 %), = Sedang (IP = >32-64), = Berat (IP = 64-<78%) , = Sangat
berat (IP = >78-100%)

Gambar 7. Pola distribusi penyebaran penyakit karat tumor pada tanaman


sengon umur ± 4 – 6 tahun berdasarkan intensitas penyakitnya di
hutan murni yang tumbuh pada jarak 3 m, 40 m, serta 70 m dari tepi
jalan
22

Dilihat dari Gambar 7. menunjukkan bahwa pola penyebaran penyakit di


hutan murni pada bagian tepi menunjukkan tingkat intensitas penyakit yang cukup
rendah yaitu dengan dominasi warna kuning yang berarti intensitas penyakitnya
sangat ringan (IP = 1 - 16%) dan beberapa tanaman berwarna merah berarti
memiliki intensitas penyakit ringan (IP = >16 – 32%). Pada bagian tengah tampak
kondisi yang sama dimana masing-masing plot didominasi dengan warna kuning
yang berarti intensitas penyakitnya sangat ringan dan beberapa warna merah yang
berarti memiliki IP ringan, begitu pula pada bagian dalam tampak intensitas
penyakit hampir sama dengan bagian tepi dan tengah dengan dominasi tanaman
dengan intensitas penyakit sangat ringan dan ringan namun cenderung lebih
merata pada semua plot. Pada masing-masing plot terlihat bahwa tanaman yang
berdekatan cenderug memiliki intensitas penyakit yang sama. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penyebaran penyakit di lapangan cukup intensif dengan pola
penyebaran penyakit karat tumor yang bersifat random. Pada sub bab sebelumnya
telah dijelaskan bahwa distribusi terbesar penyakit karat tumor berasal dari bagian
batang sehingga dimungkinkan pohon terinfeksi penyakit karat tumor sejak masih
semai atau bibit. Menurut (Rahayu dkk, 2006), pada semai, batang merupakan
bagian tanaman yang paling rentan terhadap serangan jamur.
23

Pola Penyebaran Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman Sengon


Campuran

Pola distribusi sebaran penyakit karat tumor pada pertanaman sengon


campuran menunjukkan hasil yang berbeda dibandingkan dengan pertanaman
sengon campuran, penjelasan lebih lanjut bisa dilihat pada Gambar 8.

a. Tepi = 3 m b. Tengah = 40 m c. Dalam = 70 m

Keterangan : = Sehat (IP = 0%), = Sangat ringan (IP = 1- 16%), = Ringan (IP = <16
– 32 %), = Sedang ( IP = >32 - 64 %), = Berat (IP = 64-<78%) , =
Sangat berat (IP = >78-100%)

Gambar 8. Pola distribusi penyebaran penyakit karat tumor pada tanaman


sengon umur ± 4 – 6 tahun berdasarkan intensitas penyakitnya di
hutan campuran yang tumbuh pada jarak 3 m, 40 m, serta 70 m dari
tepi jalan
24

Pada Gambar 8. pola distribusi penyebaran penyakit karat tumor pada hutan
campuran tampak berbeda dengan hutan murni walaupun penyebaran penyakit
karat tumornya juga bersifat random. Baik pada plot bagian tepi, tengah maupun
dalam terlihat bahwa tanaman didominasi warna kuning yang berarti memiliki
intensitas penyakit sangat ringan (IP = 1-16%) dan warna hijau yang berarti
tanaman berstatus sehat (IP = 0%). Akan tetapi, pada bagian tengah terlihat ada
satu pohon berwarna biru yang berarti tanamn tersebut memiliki intensitas
penyakit sedang (IP = >32 – 64%), namun dapat dilihat bahwa tanaman
disekitarnya tidak menunjukkan tingkatan intensitas penyakit yang sama. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa penyebaran penyakit di hutan campuran kurang
intensif. Tanaman berstatus sedang tersebut dimungkinkan terinfeksi penyakit
karat tumor pada saat masih semai. Infeksi dapat terjadi pada biji, semai maupun
tanaman dewasa di lapangan. Semua bagian tanaman meliputi pucuk, cabang,
ranting, daun, batang, bunga dan biji dapat terinfeksi oleh jamur tersebut
(Franje, 1993 ; Braza, 1997; Cristovao & Old, 2003; Rahayu dkk., 2005).

Persebaran penyakit karat tumor yang kurang efektif ini dimungkinkan


karena kondisi hutan campuran yang heterogen, dimana tanaman sengon ditanam
bersamaan dengan tanaman lain seperti kopi, kaliandra, gliriside, dan mahoni.
Sehingga spora yang tersebar bisa terhambat, ditambah dengan adanya jarak
tanam yang cenderung bervariasi pula. Distribusi penyakit terbesar yang
disumbangkan oleh bagian cabang, tajuk kemudian batang menunjukkan tanaman
terinfeksi pada saat tanaman sudah dewasa atau pada semai namun tanaman sudah
ditanam di lapangan.
25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut:

1. Kecenderungan pola penyebaran penyakit karat tumor di hutan murni


berdasarkan luas serangan penyakitnya menampakkan hasil cenderung
semakin menurun pada lokasi yang semakin jauh dari tepi jalan.
Sebaliknya pada hutan campuran luas serangan penyakitnya semakin
meningkat pada lokasi yang menjahui tepi jalan. Sedangkan berdasarkan
intensitas penyakitnya menunjukkan hasil intensitas penyakit akan
semakin kecil pada lokasi yang semakin jauh dari tepi jalan. Sebaliknya
pada hutan campuran semakin meningkat pada lokasi yang menjauhi tepi
jalan. Akan tetapi, penurunan dan peningkatan hasil regresinya tidak
menunjukkan hubungan yang nyata.
2. Pola distribusi sebaran penyakit karat tumor terlihat random baik pada
hutan murni maupun hutan campuran. Akan tetapi, penyebaran intensitas
penyakit pada hutan murni cenderung lebih intensif dibandingkan hutan
campuran.
26

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat
diberikan antara lain:
1. Model pertanaman pada hutan rakyat sebaiknya menggunakan sistem
campuran dimana tanaman sengon ditanam bersamaan dengan tanaman
lain seperti kopi, mahoni, (disarankan bukan tanaman dalam famili
leguminosae) daripada sistem monokultur. Hal tersebut diharapkan agar
penyebaran penyakit karat tumor bisa terhambat.
2. Pengadaan benih dan bibit baik di hutan murni maupun hutan campuran
harus terlebih dahulu dilakukan seleksi intensif dan adanya monitoring
pada tanaman yang masih muda atau tanaman yang baru saja ditanam di
lapangan agar apabila terdapat serangan penyakit karat tumor bisa
silakukan pengendalian secara intensif.
27

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Ahmad Zaenal, et al. 2012. Pengendalian Karat Puru (Karat Tumor)
Pada Sengon. Kementrian Kehutanan. Badan Penyuluhan dan
Pengembangan SDM Kehutanan. Pusat Penyuluh Kehutanan : Jakarta.

Anggraeni, Illa dan Neo Endara L. 2011. Penyakit Karat Tumor Pada Sengon.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan: Jakarta.

Braza, R.D. 1997. Karat tumor disease of Paraserianthes falcataria in the


Philippines. Forest, Farm, and Community Tree Research Reports 1997.
Vol. 2.Brown, B. 1993. Current and Potential Diseases of Fast Growing
Industrial Timber Plantation Trees. Mandala Agriculture Development
Corporation (MADECOR). Jakarta. Indonesia. dalam: Makalah Workshop
Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon 19 November
2008. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Endang, A.H., H.N. Farikhah. 2010. Infestation of Xystrocera festiva in


Paraserianthes falcataria plantation in East Java, Indonesia. J. Trop. For.
Sci. 22:397-402. dalam: J. Agron. Indonesia 40 (1) : 77 -82 (2012). Triyogo
Ananto., et al. “Peran Serangga sebagai Vektor Penyakit Karat Puru pada
Sengon (Albizia falcataria L. Fosberg”.

Finkeldey, R. and Gregorious, H.R. 1994. Genetic resources: selection criteria and
design. In Z.S. Kim and H.H. Hattemer (eds.) Conservation and
Manipulation of Genetic Resources in Forestry. Kwang Moon Kag Publ.
Seoul. pp. 322-347. dalam: Makalah Workshop Penanggulangan Serangan
Karat Puru pada Tanaman Sengon 19 November 2008. Balai Besar
Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Finkeledey, R. and Hattemer, H.H. 2007. Tropical Forest Genetics. Springer-


Verlag Berlin Heidelberg. Dalam Makalah Workshop Penanggulangan
Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon 19 November 2008. Balai
Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Franje, N.S., Alovera, H.C., Isidora, M.O., Expedito, E.D.C. and Revelieta, B.A.
1993. Karat tumor of Falcata (Albizzia falcataria (L.)) Beck: its biology and
identification. Northern Mindanau Consortium for Agriculture Resources
Research & Development (NOMCARRD). Mindanau. Philippines. dalam:
Makalah Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman
Sengon 19 November 2008. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan.

Iskandar, J., F. R. Ellen. 2000. The contribution of Paraserianthes falcataria


(Albizia) to sustainable swidden management practices among the Baduy of
28

West Java. Hum. Ecol. 28:1-17. dalam: J. Agron. Indonesia 40 (1) : 77 -82
(2012). Triyogo Ananto., et al. “Peran Serangga sebagai Vektor Penyakit
Karat Puru pada Sengon (Albizia falcataria L. Fosberg”.

Old, K.M and Cristavao, C.S. 2003. A rust epidemic of the coffee shade tree
(Paraserianthes falcataria) in East Timor. ACIAR Proceedings No. 13. pp.
139-145. dalam: Makalah Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru
pada Tanaman Sengon 19 November 2008. Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Martawijaya, A. Kartasujana, I., Mandang, Y.I., Prawira, S.A. dan Kadir, K. 1989
Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan, Bogor, Indonesia. dalam: Krisnawati, H., Varis, E., Kallio, M. dan
Kanninen, M. 2011 Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen: ekologi,
silvikultur dan produktivitas. CIFOR, Bogor, Indonesia.

Rahayu, S., Lee,S.S., Nor Aini, A.S. 2005. Karat tumor disease in Falcataria
moluccana(Miq) Barneby & Grimes at Brumas, Tawau-Sabah. In: Sahibin,
A.R., Ramlan, O., Kee, A.A.A. and Ng.Y.F. Second regional symposium on
environment and natural resourches, 22-23 March 2005. UKM and
Ministry of Natural Resources and Environmental, Malaysia. Kuala
Lumpur, Malaysia. dalam: Makalah Workshop Penanggulangan Serangan
Karat Puru pada Tanaman Sengon 19 November 2008. Balai Besar
Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Rahayu, S., Nor Aini, A.S., Lee, S.S., Saleh, G. and Ahmad, S.S. 2006. Infection
of Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & Grimes seedling by karat tumor
fungus Uromycladium spp. is associated with a reduction in growth and
survival. Procceding of International Post Graduate Student Conference.
University Science Malaysia (USM). Penang. Malaysia. dalam: Makalah
Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon 19
November 2008. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan.

Rahayu, S. 2007. Karat tumor disease of Falcataria moluccana on Tawau, Sabah,


Malaysia PhD. Thesis. Universiti Putra Malaysia, Malaysia.

Rahayu, S. 2008. Penyakit Karat Tumor Pada Sengon (Falcataria moluccana


(Miq.) Baneby & J. W. Grimes). dalam: Makalah Workshop
Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon 19 November
2008. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Rahayu, S., Lee, S. S., Nor Aini 2010d. Gall Rust Disease ON Falcataria
moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes in Malaysia and Indonesia. Hand
Bok. UPM Press, Serdang, Selangor, Malaysia (in Press). dalam: Workshop
Industri Kehutanan Berbasis Hutan Rakyat Tahun 2011 Tema “ Peningkatan
29

Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat melalui Pembangunan Industri


Kehutanan Berbasis Hutan Rakyat “ 27-29 November 2011, Hotel Twin
Plaza: Jakarta.

Rahayu, S., Widiyatno, and Adriyanti, D. T. 2010. Evaluasi Keberhasilan


Pengendalian Penyakit Karat Tumor Pada Tanaman Sengon (Falcataria
mollucana) di Hutan Rakyat Kecamatan Pager Gunung dan Karangwuni,
Temanggung, Jawa Tengah. dalam: Prosiding Seminar Nasional. 2011.
“Rimbawan Kembali Ke Hutan : Melestarikan Sumberdaya dan
Mensejahterakan Masyarakat”. Fakultas Kehutanan UGM: Yogyakarta.

Rahayu, S. 2011. Pengendalian Penyakit Karat Tumor Pada Tanaman Sengon.


Workshop Industri Kehutanan Berbasis Hutan Rakyat Tahun 2011 Tema “
Peningkatan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat melalui Pembangunan
Industri Kehutanan Berbasis Hutan Rakyat “ 27-29 November 2011, Hotel
Twin Plaza: Jakarta.

Rimbawanto, A. 2008. Pemuliaan Tanaman dan Ketahanan Penyakit Pada


Sengon. dalam: Makalah Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru
pada Tanaman Sengon 19 November 2008. Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Suharti, M., Sitepu, I. dan Anggraeni, I. 2000. Perilaku, Intensitas dan Akibat
serangan hama penggerek batang pada tegakan sengon di KPH Kediri.
Buletin Penelitian Hutan No. 623/2000. Pusat Litbang Hutan dan
Konservasi Alam, Bogor. dalam Makalah Workshop Penanggulangan
Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon 19 November 2008. Balai
Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Sukarutiningsih, Y. Saito, Y. Ide. 2002. In vitro plantlet regeneration of


Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Bull. Tokyo Univ. For. 107:21-28.
dalam: J. Agron. Indonesia 40 (1) : 77 -82 (2012). Triyogo Ananto., et al.
“Peran Serangga sebagai Vektor Penyakit Karat Puru pada Sengon (Albizia
falcataria L. Fosberg”.

USDI, Geological Survey. 1999. Information Index for Selected Alien Plants in
Hawaii (20 Oktober 2003). Hawaiian Ecosystems at Risk Project,
Biological Resources Division, Haleakala Field Station. Makawao, Hawaii.
http://plants.usds.gov/java/profile?symbol.FAMO. Diakses 11 Maret 2011.
dalam: “Dinamika Penyakit Karat Tumor Pada Sengon (Falcataria
mollucana) di Berbagai Pola Agroforestri dengan Beberapa Level
Pemupukan NPK”. Skripsi. Fakultas Kehutanan UGM.

Wiryadiputra, S. 2007. Epidemi Penyakit Tumor Pada Sengon (Paraserianthes


falcataria) di Jawa Timur Indonesia. Jurnal Ilmu Kehutanan: Jember.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan di Lapangan

a. Hutan Murni

Jarak dari Rerata


tepi jalan Blok Rep Intensitas Penyakit (IP) Luas Diameter
(m) Tajuk Cabang Batang Total Serangan (LS) (cm)
3 Tepi 1 8,333333 19,44444 38,88889 17,21667 61,111111 5,8777778
3 Tepi 2 7,142857 19,04762 14,28571 6,35 70 6,06
3 Tepi 3 6,818182 40,90909 6,818182 13,34167 91,6666667 7,3416667
40 Tengah 1 0 35 5 8,742857 57,1428571 5,3476191
40 Tengah 2 4,166667 12,5 12,5 6,072727 48,4848485 5,4666667
40 Tengah 3 2,380952 21,42857 7,142857 13,5375 68,75 6,39375
70 Dalam 1 25 41,66667 8,333333 9,090909 63,6363636 5,7318182
70 Dalam 2 15,625 31,25 18,75 13,54167
70 Dalam 3 10 20 13,33333 9,113333 40 5,1

31
b. Hutan Campuran

Jarak dari Rerata


tepi jalan Blok Rep Intensitas Penyakit (IP) Luas Serangan Diameter
(m) Tajuk Cabang Batang Total (LS) (cm)
3 Tepi 1 15 5 0 3,67 30 5,71
3 Tepi 2 16,66667 16,66667 16,66667 1,218182 18,1818182 7,845455
3 Tepi 3 9,090909 27,27273 4,545455 1,855556 22,22222 8,711111
40 Tengah 1 0 9,090909 0 11,12222 44,444444 3,744444
40 Tengah 2 5 0 0 1 10 7,92
40 Tengah 3 5,555556 13,88889 0 2,427273 27,2727273 6,936364
70 Dalam 1 5,555556 5,555556 0 6,981818 63,6363636 5,063636
70 Dalam 2 9,090909 4,545455 0 2,972222 38,88889 5,755556
70 Dalam 3 25 10 0 6,34 40 8,57

32
33

Lampiran 2. Faktor-faktor lingkungan

a. Hutan Murni

Kelembaban Waktu
Lokasi Suhu (°C)
(%) Pengambilan
HM 54 31 10.00
HM 67 31,8 10.00
HM 79 33 10.00
HM 60 32,4 10.15
HM 74 33,6 10.15
HM 63 32,9 10.15
HM 70 34,6 10.35
HM 57 33 10.35
Jumlah 524 262,3
Rerata 65,5 32,7875

b. Hutan Campuran

Kelembaban Waktu
Lokasi Suhu (oC)
(%) pengambilan
HC 64 29,9 10.00
HC 66 30,8 10.00
HC 65 30,8 10.00
HC 59 32,4 10.20
HC 55 32,3 10.20
HC 70 32,4 10.20
HC 79 33 10.20
Jumlah 458 221,6
Rerata 65,429 31,657
34

Lampiran 3. Peta Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian Hutan Tanaman Sengon Murni di Desa Madureso

Lokasi Penelitian Hutan Tanaman Sengon Campuran di Desa Lungge


35

Lampiran 4. Lokasi Hutan Murni


36

Lampiran 5. Lokasi Hutan Campuran


37

Lampiran 6. Proses pengambilan data di lapangan

Anda mungkin juga menyukai