TUGAS AKHIR
Oleh:
Minati Amalia Utami
10/307337/DKT/01399
TUGAS AKHIR
Oleh:
Minati Amalia Utami
10/307337/DKT/01399
TUGASAKHIR
TslahDi4iukendartDipartaqgguagiwat*an
KryadaPembimbiqg/?sn$$i den
DitsrimaSegni $alrh $antSyaratMemporoleh
GetarAtililrladya
Pds Taoggd: Juti2013
ffi
1. th.Ir. Sri
?. Widiystno,S.Ihf.nM.Sc.
h{engm*nkan,
KennPmgrauDiplomaIII
Hutan
Fengelolaan
S.Hut.,
M.Si)
iii
KATA PENGANTAR
8. Teman-teman Program Studi Diploma III yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir dan membantu selama proses kegiatan belajar di
Fakultas Kehutanan UGM.
9. Pihak-pihak yang telah membantu dalam pengumpulan data dan dalam
penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna, mengingat keterbatasan pada diri penulis. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan untuk perkembangan dan perbaikan laporan
ini dan menambah pengetahuan bagi penulis. Semoga laporan Tugas Akhir ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kedua orang tua, Ibu Widariyati dan Bapak Sukamto. Makasih ibu dan
bapak yang tak pernah berhenti malantunkan doa nasihat-nasihat yang akn q
pegang, dan dukungan moril &non moril pada anakmu ini. Aku slalu berusaha
menjadi yang kaliann inginkan..
Segenap keluarga besarku, nenek, pak dhe, bu dhe, bulik, om dan sepupu
makasih doa dan dukungannya..
Zulfa Chimayati you are the best everything.. kakak, saudara, teman, partner
kerja yang paling baik dah. Makasih buat dukungannya selama ini, udah sabar
menghadapi q yang super duper males, ngeyelan, sering bikin km ‘mangkel’
susah seneng qt lalui bersama, hehehe.. Azis Normala Putri buat crewetnya
yang slalu nguwatin q dengan wejangan2nya&pelajaran hidupmu itu pelajaran
sangat untukku, Winda Fauzi si eneng yang cantik, thank’s banget buat
dukungannya.
Jelek* makasih banyak buat doa, semangat, bawel dan semua bantuannya deh.
takkan terganti.
Si Wuk, Poppy, Kak ros, Adist, Shinta, Eka, Ria, Ramli, Ardy, Didik, Ipun,
makasih deh buat semuanya yang udah senantiasa memberi semangat :D dan
temen2 lain yang g mungkin q sebutin satu persatu.. tetep kompak ya.. dan bisa
jadi keluarga besar selamanya..
vi
Tim Sengon.. Zulfa, Yasir, Tofa, sukses buat kita. Curhat bareng, ngerjain
bareng, nongkrong di Lab Dasper seharian pasti akan selalu berkesan. Tak
ada usaha yang sia-sia teman.. Tim benalu galih, mursyid (akhirnya hengkang),
tian semangat ya buat kalian, semoga bisa cepet nyusul kecuali *ucid
Siswo, Robi, Adi, buat tim pencari data, bantuin olah data,, makasih banyak
buat bantuannya, Cuma ini yang bisa q berikan. Semoga jadi amal ibadah buat
kalian.. dan temen2 cwo yang lain makasih atas doa dan dukungnnya..
Septiyan, Satya, Adi, Zulfa yeye kelompok magang is the best. Makasih
banyak buat kerjasama dan kegilaannya, 2 bulan yang takkan terlupakan
pokoknya..
Mbak dede, wulan, weni, iva, elen, ijul, ajeng, dhea, nek ulfa, mbak sis, mbak ayu,
mbak nisa, risma, iroh, vivi, zulfa, keluarga kost (bu yanti & pak riyadi) penghuni
kost yang cetar membahana yang tek pernah kenal waktu buat rame dan
mengganggu tidurku, kalian keluarga terbaikku. Jangan sampe putus yaa tali
persaudaraan kita..
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Oleh :
Intisari
Kata kunci : Pola sebaran, karat tumor, sengon, hutan murni, hutan campuran.
1)
Mahasiswa Diploma III Pengelolaan Hutan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
2)
Dosen Pembimbing, Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
tersebut (Franje, 1993 ; Braza, 1997; Cristovao & Old, 2003; Rahayu dkk., 2005).
Pada semai, batang merupakan bagian tanaman yang paling rentan terhadap
serangan karat (Rahayu dkk., 2006). Gall sering nampak pada tajuk tanaman,
terutama pada ujung ranting muda ataupun pada tangkai daun (Rahayu, 2008).
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa intensitas dan ekstensitas
(epidemi) penyakit karat tumor tidak selalu sama dari waktu ke waktu dan dari
satu tempat ke tempat lainnya. Fluktuasi intensitas penyakit karat tumor ini
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pertanaman sengon, baik monokultur maupun
campur, tidak pernah lepas dari serangan hama maupun penyakit (Endang dan
Farikhah, 2010). Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan berpindahnya serangan
karat tumor dari sengon ke jenis lain maupun antar tanaman sengon, baik melalui
angin atau faktor lainnya. Menurut Rahayu, dkk., (2011), pertanaman murni
(tegakan) cenderung mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap OPT
(Organisme Perusak Tanaman) dibanding pertanaman campuran di hutan rakyat.
Pada umumnya, penyakit berkembang intensif di daerah dengan kelembaban
tinggi. Adanya kabut baik di musim kemarau maupun musim penghujan
berpotensi meningkatkan terjadinya penyakit karat tumor baik di pesemaian
maupun di lapangan (Rahayu, 2006, tidak dipublikasikan). Penyakit cenderung
lebih cepat berkembang pada pertanaman sengon yang ternaung dibanding pada
pertanaman yang terbuka. Tanaman sengon yang tumbuh di tempat tinggi seperti
di lereng bukit maupun gunung, berpeluang mendapatkan serangan karat tumor
lebih besar dibanding tanaman sengon yang tumbuh di tempat rendah dan rata.
Kondisi lingkungan seperti kelembaban yang tinggi, angin yang perlahan serta
adanya kabut, umumnya terdapat di lokasi yang relatif tinggi (Rahayu, 2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
setara dengan 68 juta m³ kayu bulat (Dephut, 1997), pada tahun 2010 produksi
kayu bulat sebesar 42,443 juta m³ apabila diasumsikan kapasitas produksi industri
perkayuan tetap maka terdapat kesenjangan antara permintaan dan persediaan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa intensitas dan ekstensitas
(epidemi) penyakit karat tumor tidak selalu sama dari waktu ke waktu dan dari
satu tempat ke tempat lainnya. Fluktuasi intensitas penyakit karat tumor ini
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pertanaman sengon, baik monokulltur
maupun campur, tidak pernah lepas dari serangan hama maupun penyakit
(Endang dan Farikhah, 2010). Menurut Rahayu, dkk., (2011), pertanaman murni
(tegakan) cenderung mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap OPT
(Organisme Perusak Tanaman) dibanding pertanaman campuran di hutan rakyat.
Pertanaman di Hutan rakyat biasanya tanaman sengon ditanam bersamaan dengan
tanaman perkebunan seperti, kakao, kopi, cengkeh, dsb.
Sejak tahun 2003 telah terjadi wabah penyakit karat tumor sengon yang
banyak menyerang hutan rakyat terutama di Pulau Jawa. Wabah penyakit ini telah
mengakibatkan banyak kerugian bagi masyarakat/petani hutan rakyat. Masing-
masing daerah telah banyak melakukan upaya penanggulangan terhadap wabah
penyakit tersebut. Berbagai cara telah dilakukan dalam pengendalian penyakit ini
mulai dari pembibitan sampai dengan pengendalian dilapangan (Abidin, dkk.,
2012).
Saat ini penyakit karat tumor menjadi penyakit yang epidemik di wilayah
Indonesia yang banyak menyerang pertumbuhan sengon. Sengon yang terserang
wabah penyakit karat tumor bisa terhambat pertumbuhannya bahkan bisa sampai
mematikan tanaman. Serangan di persemaian dapat menimbulkan kematian semai
sampai 80% serta kegagalan pertumbuhan di lapangan. Sedangkan di hutan
tanaman, tingkat serangan 50% pada tanaman muda sampai umur 3 tahun, dapat
menurunkan produktivitas hasil sebesar Rp 250 Juta/ha untuk kayu olahan dan Rp
375 Juta/ha untuk kayu pertukangan (Rahayu, dkk., 2010).
6
Gejala pada semai sangat bervariasi, dan kadang tidak terlihat secara jelas.
Infeksi jamur karat pada semai umur 2-3 minggu menyebabkan daun mengkriting,
melengkung dan tidak dapat berkembang dengan normal. Apabila disentuh, daun
terasa kaku dan mudah rontok. Semai menunjukkan pertumbuhan meninggi yang
sangat lambat, kering dan mudah rontok. Pada semai yang lebih tua (umur 6
minggu), gejala nampak berupa pucuk yang melengkung, apabila diraba terasa
agak kaku. Batang semai yang terinfeksi, kadang menunjukkan adanya garis putih
yang memanjang, jelas atau samar-samar. Pada semai umur 3 bulan atau lebih
yang belum di tanam di lapangan, kadang gall berkembang membesar dan jamur
memproduksi ratusan juta spora berwarna coklat yang relatif masih aktif di
permukaan gall. Spora tersebut siap diterbangkan angin dan berperan sebagai
sumber inokulum bagi semai ataupun tanaman muda sehat lain disekitarnya. Gall
yang telah tua dan masak, serta memiliki jaringan yang masih baik, kadang
digunakan oleh serangga tipe penggerek batang untuk meletakkan telur, yang
kemudian akan berkembang menjadi larva. Kadang, orang terkeliru karena
menyangka serangga tersebutlah yang menyebabkan gall. Padahal larva tersebut
hanya sebagai sekunder atau menumpang pada gall saja. Dilapangan, semai
semacam ini akan menghasilkan tanaman yang bentuknya tidak lurus, dan pada
pembengkokan tersebut akan muncul gall, sehingga batang mudah patah bila
tertiup angin. Pada tanaman dewasa atau tua, gall sering nampak pada tajuk
tanaman, terutama pada ujung ranting muda ataupun pada tangkai daun (Rahayu,
2008).
7
Penyakit pada tanaman disebabkan oleh interaksi tiga faktor, yakni inang,
penyakit dan lingkungan. Epidemi penyakit timbul bilamana ketiga faktor diatas
berada dalam kondisi yang sesuai bagi perkembangan penyakit. Oleh sebab itu
cara untuk mengendalikan penyakit adalah dengan memanipulasi salah satu atau
lebih faktor-faktor tersebut sehingga tercapai kondisi yang tidak mendukung bagi
perkembangan penyakit dan mencegah terjadinya infeksi oleh pantogen penyebab
penyakit.
Luas serangan penyakit dan intensitas penyakit karat tumor pada tanaman
sengon dapat disebabkan karena faktor internal, seperti umur tanaman dan faktor
ketahanan tanaman itu sendiri. Tanaman dengan umur muda akan lebih rentan
terkena serangan penyakit karat tumor daripada tanaman dewasa. Pada dasarnya
jamur U. tepperianum hanya mampu menginfeksi jaringan-jaringan tanaman yang
muda. Dengan demikian kemungkinan terjadinya infeksi baru pada jaringan
tanaman dewasa di lapangan adalah sangat kecil (Rahayu, 2008).
Kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan merupakan
indikasi kemampuan jenis tersebut untuk bertahan hidup. Keragaman dalam
kemampuan beradaptasi itu merupakan salah satu fenomena yang ditemukan pada
hampir semua jenis tanaman, baik pada tingkatan antara populasi maupun di
dalam populasi. Kekuatan-kekuatan evolusi yang mempengaruhi keragaman
tersebut antara lain adalah: seleksi alam, pergeseran genetik (genetic drift),
perpindahan gen (gen flow), dan mutasi. Menurut (Finkeldey 1993), adaptasi
fisiologis adalah reaksi suatu organisme terhadap perubahan lingkungan untuk
bertahan hidup dan melanjutkan proses reproduksi. Organisme dengan genotip
yang berbeda mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda pula. Dengan
kata lain adaptasi fisiologis dipengaruhi oleh faktor genetik. Sekalipun demikian
adaptasi fisiologis tidak menyebabkan perubahan dalam faktor pewarisan sifat dan
karenanya berbeda dari proses evolusi. Adaptasi evolusi adalah respon populasi
terhadap perubahan lingkungan. Tumbuhan inang dapat dimanipulasi dengan cara
meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara
pemuliaan melalui seleksi tanaman yang secara genetik resisten terhadap penyakit
8
tertentu. Ketahanan tubuh juga dapat dicapai dengan memberikan dosis fungisida
yang dapat mencegah infeksi pada tanaman.
Lingkungan dapat dimodifikasi agar diperoleh kondisi yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman. Misalnya dengan memperbaiki drainase tanah,
mengurangi kerapatan tanaman atau memberikan pupuk yang tepat. Tanaman
yang tumbuh dalam kondisi yang tertekan umumnya akan lebih rentan terhadap
infeksi penyakit. Fluktuasi intensitas penyakit karat tumor ini dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Pada umumnya, penyakit berkembang intensif di daerah
dengan kelembaban tinggi. Adanya kabut baik di musim kemarau maupun musim
penghujan berpotensi meningkatkan terjadinya penyakit karat tumor baik di
pesemaian maupun di lapangan (Rahayu, 2006, tidak dipublikasikan). Penyakit
cenderung lebih cepat berkembang pada pertanaman sengon yang ternaung
dibanding pada pertanaman yang terbuka. Demikian pula, adanya radiasi sinar
ultra violet selama 5 jam berturut-turut, dapat menghambat perkecambahan
teliospora jamur karat (Franje dkk., 1993). Tanaman sengon yang tumbuh di
tempat tinggi seperti di lereng bukit maupun gunung, berpeluang mendapatkan
serangan karat tumor lebih besar dibanding tanaman sengon yang tumbuh di
tempat rendah dan rata. Pada dasarnya, ketinggian tempat bukanlah faktor utama
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya serangan jamur karat ini. Namun
kondisi lingkungan seperti misalnya kelembapan yang tinggi, angin yang perlahan
serta adanya kabut, umumnya terdapat di lokasi yang relatif tinggi (Rahayu,
2008).
9
BAB III
METODOLOGI
Penentuan ukuran, arah dan jarak datar plot maupun antar plot penelitian
dibuat menggunakan clinometer, kompas, dan rollmeter. Karakter yang
diamati pada pohon sengon pada masing-pasing plot yaitu :
a. Skor gejala penyakit karat tumor yang terdapat di batang, cabang, dan
tajuk (Tabel 1, 2 dan 3) digunakan untuk menentukan intensitas penyakit
dan luas serangan pada masing-masing bagian.
Intensitas penyakit
( / / )
IP (tajuk/cabang/batang) = x 100%
( )
( ) ( ) ( )
IP total = x 100%
( )
Keterangan :
IP = Intensitas penyakit
na = Skor pada tajuk
nb = Skor pada cabang
nc = Skor pada batang
Angka (10) = Jumlah skor
Angka (3) = Banyaknya parameter yang diamati ( batang, cabang, dan
tajuk)
LS = x 100%
BAB IV
a. b. c.
Gambar 1. Gejala penyakit karat tumor pada tanaman sengon yang terdapat di
bagian a. Batang, b. Tajuk dan c. Cabang
14
4.1.1 Pola Sebaran Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman Sengon Murni
dan Campuran Berdasarkan Luas Serangannya
100 100
y = 0,349x + 19,594
90 y = -0,3817x + 74,782 90
R² = 0,3997
80 R² = 0,4857 80
Luas Serangan (%)
Luas Serangan (%)
70 70
60 60
50 50
40 40
30 30
20
20
10
10
0
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 10 20 30 40 50 60 70 80
a. Jarak dari Tepi Jalan (m) b. Jarak dari Tepi Jalan (m)
Secara umum, luas serangan penyakit karat tumor yang terdapat pada hutan
tanaman murni menunjukkan hasil yang berbeda dibandingkan pada hutan
campuran (Gambar 2). Luas serangan penyakit karat tumor pada hutan murni
cenderung semakin menurun pada lokasi yang semakin jauh dari tepi jalan.
Sebaliknya luas serangan penyakit karat tumor pada hutan campuran semakin
meningkat pada lokasi yang menjahui tepi jalan. Akan tetapi, penurunan dan
15
Pada hutan murni semakin jauh dari tepi jalan semakin menurun luas
serangannya dikarenakan kecepatan angin yang terdapat pada lokasi dekat dengan
jalan akan lebih besar daripada lokasi yang menjahui dengan jalan. Oleh sebab itu,
penyebaran penyakit akan lebih cepat terjadi pada lokasi yang dekat dengan jalan.
Sedangkan kecenderungan luas serangan di hutan campuran jutru meningkat
semakin jauh dari tepi jalan dimungkinkan karena adanya ketidaksesuain faktor
yang mempengaruhi pernyebaran penyakit karat tumor. Berdasarkan hasil
pengamatan yang ada, faktor lingkungan baik di hutan murni maupun di hutan
campuran seperti kelembaban udara dan suhu lingkungan tidak banyak
berpengaruh terhadap luas serangan penyakit karat tumor. Menurut (Rahayu,
2007), teliospora mudah diterbangkan oleh angin dari satu tempat ke tempat lain
ataupun dari tanaman sengon satu ke tanaman yang lain. Apabila telah
mendapatkan tempat yang sesuai terutama pada bagian tanaman yang masih
muda, dan kondisi lingkungannya menguntungkan, teliospora akan berkecambah
membentuk basidiospora. Basidiospora ini dapat secara langsung melakukan
penetrasi, menembus lapisan epidermis membentuk hypha di dalam ataupun di
antara sel-sel epidermis, xylem dan floem. Oleh karena itu, kemungkinan faktor
lingkungan yang terdapat pada hutan campuran tersebut tidak membentuk suatu
iklim mikro yang sesuai untuk perkembangan jamur U. tepperianum sehingga
penyebaran inokulum oleh angin juga tidak berpengaruh banyak pada luasan
penyebarannya karena spora jamur (teliospora) tidak dapat tumbuh dengan baik
atau bahkan mati. Hal tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada di
lapangan dimana suhu lingkungan yang berkisar antara 31°C – 34,6°C, dan
kelembaban relatif berkisara antara 54 - 79 %. Sedangakan menurut (Phelps and
Czabator, 2001), perkembangan jamur karat yang muncul pada tanaman lain juga
bergantung pada kondisi lingkungan yang ada disekitarnya. Teliospora yang
berasal dari karat pinus selatan fusiform berkecambah ketika kelembaban relatif
16
antara 97 dan 100% untuk minimal 4 jam dan terjadinya karat fusiform
disebabkan oleh jamur Cronartium fusiforme yang meningkat ketika suhu berkisar
antara 65° dan 80° F dengan kelembaban relatif diatas 98% (Kluepfel dan Blake,
2006).
4.1.2 Pola Sebaran Penyakit Karat Tumor Pada Pertanaman Sengon Murni
dan Campuran Berdasarkan Intensitas Penyakitnya
45 45
40 40
Intensitas Penyakit (%)
Ketidakberbedaan intensitas penyakit (IP) antar plot baik pada hutan murni
maupun hutan campuran dimungkinkan karena kondisi lingkungan yang tidak
banyak berbeda antar plot. Tampak bahwa penurunan intensitas penyakitnya juga
tidak terlalu nyata. Adanya faktor lain yang bisa mendukung peningkatan
intensitas penyakit seperti kemampuan tanaman itu sendiri untuk beradaptasi
dengan lingkungannya. Menurut (Finkeldey 1993), adaptasi fisiologis adalah
reaksi suatu organisme terhadap perubahan lingkungan untuk bertahan hidup dan
melanjutkan proses reproduksi. Organisme dengan genotip yang berbeda
18
mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda pula. Dengan kata lain adaptasi
fisiologis dipengaruhi oleh faktor genetik.
Gejala karat pada tanaman dewasa atau tua, dapat terlihat pada tajuk
tanaman, terutama pada ujung ranting muda ataupun pada tangkai daun (Rahayu,
2008) serta pada cabang dan batang. Tingkat keparahan penyakit karat tumor pada
masing-masing bagian tanaman akan disajikan pada Gambar 4, 5 dan 6.
45 45
Intensitas Penyakit pada
40
Intensitas Penyakit pada
y = -0,0698x + 11,46 40
35 R² = 0,072 35 y = 0,0949x + 6,5335
30 30 R² = 0,1321
Tajuk (%)
Tajuk (%)
25 25
20 20
15 15
10 10
5 5
0
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 10 20 30 40 50 60 70 80
a. Jarak dari Tepi Jalan (m) b. Jarak dari Tepi Jalan (m)
45
45 y = 0,1513x + 4,5246
40
Intensitas Penyakit pada
30
Cabang (%)
25 25
20 20
15 15
10 y = -0,0774x + 29,721 10
5 R² = 0,0449 5
0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80
a. Jarak dari Tepi Jalan (m) b. Jarak dari Tepi Jalan (m)
45 45
Intensitas Penyakit pada
Intensitas Penyakit pada
40 40
y = -0,1216x + 18,474 y = 0,0275x + 1,321
35 35 R² = 0,0206
R² = 0,1166
Batang (%)
Batang (%)
30 30
25 25
20 20
15 15
10 10
5 5
0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80
a. Jarak dari Tepi Jalan (m) b. Jarak dari Tepi Jalan (m)
tajuk yang semakin kecil. Sedangkan pada hutan campuran menunjukkan hasil
yang berbeda bahwa korelasi antara intensitas penyakit pada tajuk dengan jarak
lokasi dari tepi jalan bernilai positif. Letak plot yang semakin jauh dari tepi jalan
akan memiliki intensitas penyakit pada tajuk yang semakin besar pula.
Keterangan : = Sehat (IP = 0%), = Sangat ringan (IP = 1- 16%), = Ringan (IP = <16
– 32 %), = Sedang (IP = >32-64), = Berat (IP = 64-<78%) , = Sangat
berat (IP = >78-100%)
Keterangan : = Sehat (IP = 0%), = Sangat ringan (IP = 1- 16%), = Ringan (IP = <16
– 32 %), = Sedang ( IP = >32 - 64 %), = Berat (IP = 64-<78%) , =
Sangat berat (IP = >78-100%)
Pada Gambar 8. pola distribusi penyebaran penyakit karat tumor pada hutan
campuran tampak berbeda dengan hutan murni walaupun penyebaran penyakit
karat tumornya juga bersifat random. Baik pada plot bagian tepi, tengah maupun
dalam terlihat bahwa tanaman didominasi warna kuning yang berarti memiliki
intensitas penyakit sangat ringan (IP = 1-16%) dan warna hijau yang berarti
tanaman berstatus sehat (IP = 0%). Akan tetapi, pada bagian tengah terlihat ada
satu pohon berwarna biru yang berarti tanamn tersebut memiliki intensitas
penyakit sedang (IP = >32 – 64%), namun dapat dilihat bahwa tanaman
disekitarnya tidak menunjukkan tingkatan intensitas penyakit yang sama. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa penyebaran penyakit di hutan campuran kurang
intensif. Tanaman berstatus sedang tersebut dimungkinkan terinfeksi penyakit
karat tumor pada saat masih semai. Infeksi dapat terjadi pada biji, semai maupun
tanaman dewasa di lapangan. Semua bagian tanaman meliputi pucuk, cabang,
ranting, daun, batang, bunga dan biji dapat terinfeksi oleh jamur tersebut
(Franje, 1993 ; Braza, 1997; Cristovao & Old, 2003; Rahayu dkk., 2005).
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat
diberikan antara lain:
1. Model pertanaman pada hutan rakyat sebaiknya menggunakan sistem
campuran dimana tanaman sengon ditanam bersamaan dengan tanaman
lain seperti kopi, mahoni, (disarankan bukan tanaman dalam famili
leguminosae) daripada sistem monokultur. Hal tersebut diharapkan agar
penyebaran penyakit karat tumor bisa terhambat.
2. Pengadaan benih dan bibit baik di hutan murni maupun hutan campuran
harus terlebih dahulu dilakukan seleksi intensif dan adanya monitoring
pada tanaman yang masih muda atau tanaman yang baru saja ditanam di
lapangan agar apabila terdapat serangan penyakit karat tumor bisa
silakukan pengendalian secara intensif.
27
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Ahmad Zaenal, et al. 2012. Pengendalian Karat Puru (Karat Tumor)
Pada Sengon. Kementrian Kehutanan. Badan Penyuluhan dan
Pengembangan SDM Kehutanan. Pusat Penyuluh Kehutanan : Jakarta.
Anggraeni, Illa dan Neo Endara L. 2011. Penyakit Karat Tumor Pada Sengon.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan: Jakarta.
Finkeldey, R. and Gregorious, H.R. 1994. Genetic resources: selection criteria and
design. In Z.S. Kim and H.H. Hattemer (eds.) Conservation and
Manipulation of Genetic Resources in Forestry. Kwang Moon Kag Publ.
Seoul. pp. 322-347. dalam: Makalah Workshop Penanggulangan Serangan
Karat Puru pada Tanaman Sengon 19 November 2008. Balai Besar
Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Franje, N.S., Alovera, H.C., Isidora, M.O., Expedito, E.D.C. and Revelieta, B.A.
1993. Karat tumor of Falcata (Albizzia falcataria (L.)) Beck: its biology and
identification. Northern Mindanau Consortium for Agriculture Resources
Research & Development (NOMCARRD). Mindanau. Philippines. dalam:
Makalah Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman
Sengon 19 November 2008. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan.
West Java. Hum. Ecol. 28:1-17. dalam: J. Agron. Indonesia 40 (1) : 77 -82
(2012). Triyogo Ananto., et al. “Peran Serangga sebagai Vektor Penyakit
Karat Puru pada Sengon (Albizia falcataria L. Fosberg”.
Old, K.M and Cristavao, C.S. 2003. A rust epidemic of the coffee shade tree
(Paraserianthes falcataria) in East Timor. ACIAR Proceedings No. 13. pp.
139-145. dalam: Makalah Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru
pada Tanaman Sengon 19 November 2008. Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Martawijaya, A. Kartasujana, I., Mandang, Y.I., Prawira, S.A. dan Kadir, K. 1989
Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan, Bogor, Indonesia. dalam: Krisnawati, H., Varis, E., Kallio, M. dan
Kanninen, M. 2011 Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen: ekologi,
silvikultur dan produktivitas. CIFOR, Bogor, Indonesia.
Rahayu, S., Lee,S.S., Nor Aini, A.S. 2005. Karat tumor disease in Falcataria
moluccana(Miq) Barneby & Grimes at Brumas, Tawau-Sabah. In: Sahibin,
A.R., Ramlan, O., Kee, A.A.A. and Ng.Y.F. Second regional symposium on
environment and natural resourches, 22-23 March 2005. UKM and
Ministry of Natural Resources and Environmental, Malaysia. Kuala
Lumpur, Malaysia. dalam: Makalah Workshop Penanggulangan Serangan
Karat Puru pada Tanaman Sengon 19 November 2008. Balai Besar
Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Rahayu, S., Nor Aini, A.S., Lee, S.S., Saleh, G. and Ahmad, S.S. 2006. Infection
of Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & Grimes seedling by karat tumor
fungus Uromycladium spp. is associated with a reduction in growth and
survival. Procceding of International Post Graduate Student Conference.
University Science Malaysia (USM). Penang. Malaysia. dalam: Makalah
Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon 19
November 2008. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan.
Rahayu, S., Lee, S. S., Nor Aini 2010d. Gall Rust Disease ON Falcataria
moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes in Malaysia and Indonesia. Hand
Bok. UPM Press, Serdang, Selangor, Malaysia (in Press). dalam: Workshop
Industri Kehutanan Berbasis Hutan Rakyat Tahun 2011 Tema “ Peningkatan
29
Suharti, M., Sitepu, I. dan Anggraeni, I. 2000. Perilaku, Intensitas dan Akibat
serangan hama penggerek batang pada tegakan sengon di KPH Kediri.
Buletin Penelitian Hutan No. 623/2000. Pusat Litbang Hutan dan
Konservasi Alam, Bogor. dalam Makalah Workshop Penanggulangan
Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon 19 November 2008. Balai
Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
USDI, Geological Survey. 1999. Information Index for Selected Alien Plants in
Hawaii (20 Oktober 2003). Hawaiian Ecosystems at Risk Project,
Biological Resources Division, Haleakala Field Station. Makawao, Hawaii.
http://plants.usds.gov/java/profile?symbol.FAMO. Diakses 11 Maret 2011.
dalam: “Dinamika Penyakit Karat Tumor Pada Sengon (Falcataria
mollucana) di Berbagai Pola Agroforestri dengan Beberapa Level
Pemupukan NPK”. Skripsi. Fakultas Kehutanan UGM.
a. Hutan Murni
31
b. Hutan Campuran
32
33
a. Hutan Murni
Kelembaban Waktu
Lokasi Suhu (°C)
(%) Pengambilan
HM 54 31 10.00
HM 67 31,8 10.00
HM 79 33 10.00
HM 60 32,4 10.15
HM 74 33,6 10.15
HM 63 32,9 10.15
HM 70 34,6 10.35
HM 57 33 10.35
Jumlah 524 262,3
Rerata 65,5 32,7875
b. Hutan Campuran
Kelembaban Waktu
Lokasi Suhu (oC)
(%) pengambilan
HC 64 29,9 10.00
HC 66 30,8 10.00
HC 65 30,8 10.00
HC 59 32,4 10.20
HC 55 32,3 10.20
HC 70 32,4 10.20
HC 79 33 10.20
Jumlah 458 221,6
Rerata 65,429 31,657
34